319/Skripsi/PSI-FIP/UPI.04.2013
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (SUBJECTIVE WELL-BEING) BURUH PABRIK
(Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Riska Krisnawati
0806945
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN IINDONESIA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (
SUBJECTIVE WELL-BEING
)
BURUH PABRIK
(Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten
Bogor)
Oleh: Riska Krisnawati
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Riska Krisnawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
April 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
ABSTRAK
Riska Krisnawati (0806945). Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) Buruh Pabrik (Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan data mengenai kondisi kesejahteraan subjektif buruh pabrik di PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor yang didasari pada penilaian aspek kognitif, aspek afektif, dan faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh pabrik. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods pendekatan utama kuantitatif dengan desain penelitian studi deskriptif. Subjek penelitian merupakan 125 buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur periode Desember 2012 dan empat orang buruh untuk diwawancara. Instrumen yang digunakan adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh yang divalidasi oleh para ahli dan diuji validitas konstruk menggunakan analisis faktor yang dijadikan acuan untuk membuat pedoman wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur lebih banyak termasuk pada kategori kesejahteraan subjektif rendah. Pada aspek kognitif buruh menilai kehidupannya memuaskan. Pada aspek afektif buruh lebih banyak mengalami hal yang tidak menyenangkan dan afek negatif. Faktor yang paling memengaruhi kesejahteraan buruh yaitu pendapatan. Permasalahan pendapatan dialami semua buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur, namun cara menyikapi buruh terhadap permasalahan tersebut yang berbeda. Diharapkan pihak buruh dan pengusaha terus melakukan kerjasama yang adil agar tercipta kesejahteraan pada kedua belah pihak.
ABSTRACT
Riska Krisnawati (0806945) Subjective Well-Being of Factory Labor (Descriptive Study of PT. Laksana Tekhnik Makmur’s Labors in Kabupaten Bogor). Thesis of Psychology Departement, Faculty of Education, Indonesia University of Education, Bandung (2013).
The purpose of this research was to describe empiric data about the subjective well-being condition of factory labors in PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten Bogor based on the evaluations of cognitive aspect, affective aspect, and factors which contribute labor’s subjective well-being. The research used mixed methods with quantitative as main approach with descriptive study as research design. This research included 125 labors in PT. Laksana Tekhnik Makmur in December 2012 and four labors to interviewed. The instruments used were an interview guide and Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh which had been validated by experts and construct validity test by factor analysis. The result showed that labors of PT. Laksana Tekhnik Makmur were more categorized to low subjective well-being. In cognitive aspect, labors evaluated their life as satisfied. In affective aspect, labors more experienced unhappy moment and negative affects. Income problem were faced by labors of PT. Laksana Tekhnik Makmur, but they had different ways of responding the problem. Labors and industrialists should be corporated and fair in order to build well-being on each of their side.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ii
ABSTRAK iii
KATA PENGANTAR iv
UCAPAN TERIMA KASIH vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Fokus Penelitian 11
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 12
D. Tujuan Penelitian 12
E. Manfaat Penelitian 13
BAB II KAJIAN TEORETIK TENTANG KESEJAHTERAAN
SUBJEKTIF
14
A. Konsep Kesejahteraan Subjektif 14
B. Teori-Teori Kesejahteraan Subjektif 31
C. Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan 35
D. Konsep tentang Buruh 43
E. Hasil Penelitian Terdahulu 46
F. Kesejahteraan Subjektif Buruh Pabrik 48
BAB III METODE PENELITIAN 50
A. Desain dan Metode Penelitian 50
B. Definisi Konseptual dan Operasional 53
C. Instrumen Penelitian 55
D. Proses Pengembangan Instrumen 58
E. Uji Coba Instrumen 59
F. Lokasi Penelitian, Populasi, dan Sampel 67
G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 73
A. Profil PT. Laksana Tekhnik Makmur 73
B. Hasil Penelitian 77
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 165
A. Kesimpulan 165
B. Rekomendasi 167
DAFTAR PUSTAKA 169
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2009-2011 (juta orang)
3
Tabel 1.2 Rata-Rata Upah/Gaji menurut Jenis Kelamin Februari 2006-Februari 2008
4
Tabel 2.1 Masalah yang Dihadapi Buruh di Indonesia 45
Tabel 3.1 Jenis Instrumen yang Digunakan 55
Tabel 3.2 Penyekoran Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 56
Tabel 3.3 Hasil Uji Kelayakan Item pada Instrumen Kesejahteraan
Subjektif Buruh
60
Tabel 3.4 Kategorisasi NilaiKMO-MSA 61
Tabel 3.5 Item Valid Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 62
Tabel 3.6 Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 62
Tabel 3.7 Pedoman Wawancara 64
Tabel 3.8 Derajat Koefisien Korelasi Reliabilitas 66
Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas 67
Tabel 3.10 Teknik Pengumpulan Data 69
Tabel 3.11 Kategorisasi Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh 71
Tabel 3.12 Kategorisasi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur
71
Tabel 4.1 Jumlah Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur pada Divisi
Produksi Plant I dan Plant II Periode September 2012-Februari 2013
75
Tabel 4.2 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur
77
Tabel 4.3 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT.
Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif
79
Tabel 4.4 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT.
Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif
81
Tabel 4.5 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif
100
Tabel 4.6 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif
Tabel 4.7 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Jenis Kelamin
124
Tabel 4.8 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Usia
125
Tabel 4.9 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Status Pernikahan
127
Makmur Ditinjau dari Tingkat Pendidikan
Tabel 4.11 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Jam Kerja/Hari
131
Tabel 4.12 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Masa Kerja
133
Tabel 4.13 Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Ditinjau dari Pengeluaran/Bulan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kesejahteraan Subjektif Berdasarkan Komponen
Afketif dan Kognitif
26
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Kesejahteraan Subjektif Buruh 49
Gambar 4.1. Grafik Gambaran Umum Kesejahteraan Subjektif PT. Laksana Tekhnik Makmur
78
Gambar 4.2 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif
80
Gambar 4.3 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Rendah pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif
81
Gambar 4.4 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Kognitif
101
Gambar 4.5 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Tinggi pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Aspek Afektif
102
Gambar 4.6 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Jenis Kelamin
124
Gambar 4.7 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Usia
126
Gambar 4.8 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Status Pernikahan
128
Gambar 4.9 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Tingkat Pendidikan
130
Gambar 4.10 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Jam Kerja/Hari
132
Gambar 4.11 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Masa Kerja
134
Gambar 4.12 Grafik Kondisi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Berdasarkan Pengeluaran/Bulan
136
Gambar 4.13 Alur Kepuasan terhadap Penghargaan 142
Gambar 4.14 Alur Kepuasan terhadap Pendidikan Menuju Penghasilan Tinggi
DAFTAR LAMPIRAN Data Penelitian 1
Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Profil Responden (Desember 2012) Lampiran 4 Skor Mentah Responden
Lampiran 5 Perhitungan Statistik Deskriptif
Lampiran 6 Kategori Responden pada Kesejahteraan Subjektif Rendah Lampiran 7 Kategori Responden pada Kesejahteraan Subjektif Tinggi Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Analisis Faktor
Data Penelitian 2
Lampiran 9 Penyajian Data Subjek Z, Y, X, W
Lampiran 10 Verbatim Hasil Wawancara Subjek Z, Y, X, W Lampiran 11 Struktur Organisasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan merupakan dambaan setiap manusia dalam hidupnya.
Kesejahteraan dapat dikatakan sebagai suatu kondisi ketika seluruh kebutuhan
manusia terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat
paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui
dalam kehidupan masyarakat adalah salah satu hal mendasar yang mampu membuat
manusia merasakan kesejahteraan.
Menjadi manusia yang sejahtera tentu menjadi salah satu tujuan hidup, namun
kesejahteraan tidak dapat dicapai begitu saja. Banyak cara dan pengorbanan yang
harus dilewati untuk meraih kesejahteraan yang diidamkan oleh masing-masing
individu, misalnya dengan bekerja. Seperti yang diungkapkan William Glasser
(Sumarnonugroho, 1984) bahwa memenuhi kebutuhan dapat dicapai dengan jalur
pendidikan atau melalui proses belajar. Ketika bekerja individu akan merasakan
proses belajar dalam dirinya karena individu akan banyak mendapatkan pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilan. Hal tersebut dapat mengembangkan potensi individu
dan membantu individu untuk meraih kesejahteraan seperti yang dijelaskan Amartya
Sen (Chamsyah, 2008) bahwa individu yang sejahtera adalah individu yang dapat
mengembangkan potensinya secara optimal serta dapat memenuhi kebutuhan hidup
kehidupan yang layak. Individu yang ingin mencapai kesejahteraan dengan bekerja
memiliki kesempatan untuk dapat memilih pekerjaan yang sesuai dengan dirinya.
Indonesia yang termasuk pada negara berkembang menawarkan banyak lahan
pekerjaan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor industri yang membutuhkan
banyak tenaga kerja seperti buruh. Buruh sangat dibutuhkan para pengusaha atau
pemilik modal sebagai tenaga kerja yang membantu menjalankan usahanya terutama
pada kegiatan produksi (Syafa’at, 2008). Di Indonesia buruh memiliki peran yang
penting dalam perekonomian negara karena buruh merupakan penggerak utama
perekonomian dan sistem modal dalam industri yang sedang berkembang. Di sisi lain
buruh juga menjadi barang jual industri disebabkan oleh kondisi perekonomian
negara yang semakin memburuk akibat krisis ekonomi yang membuat posisi buruh
dalam pembagian kerja menjadi semakin lemah (Rahardjo, 2012).
Adam Smith (Chamsyah, 2008) mengemukakan bahwa kesejahteraan dapat
diraih dengan adanya pembagian kerja pada tugas tertentu, antar sektor, atau antar
negara. Konsep kesejahteraan Smith identik dengan pemenuhan kebutuhan melalui
kegiatan produksi yang mengarah pada industri dengan adanya pembagian kerja
antara pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pemberi fasilitas
industri, dan buruh sebagai salah satu faktor produksi. Pihak industri atau pengusaha
sebagai pemilik modal harus selalu menjaga kualitas maupun kuantitas produksi agar
mampu memenuhi target persaingan pasar global.
Demi mencapai hasil yang maksimal, para pengusaha menekan berbagai
pengeluaran untuk tenaga kerja (Santoso, 2010). Pengusaha akan mencari pekerja
yang dapat dibayar dengan upah yang rendah dan waktu kerja yang lebih panjang
karena mengejar hasil produksi yang tinggi (Sugiyanto, 1997). Lemahnya posisi
buruh dalam pembagian kerja tersebut membuat pihak pengusaha memiliki
kekuasaan terhadap kondisi kehidupan buruh, salah satunya adalah dengan
memberikan upah rendah (Syafa’at, 2008).
Upah yang rendah tidak mengurungkan keinginan masyarakat di Indonesia
untuk tidak memilih menjadi buruh sebagai pekerjaan mereka. Lapangan industri
seakan menjadi area yang menjanjikan untuk mendapatkan penghasilan. Faktanya
buruh menjadi salah satu pekerjaan yang banyak dipilih oleh masyarakat di Indonesia
seperti yang ditunjukkan tabel 1.1.
Tabel 1.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama, 2009-2011 (juta orang)
Status Pekerjaan Utama 2009 2010 2011
Februari Agustus Februari Agustus Februari
Berusaha sendiri 20,81 21,05 20,46 21,03 21,15
Berusaha dibantu buruh tidak tetap
21,64 21,93 21,92 21,68 21,31
Berusaha dibantu buruh tetap 2,97 3,03 3,02 3,26 3,59
Buruh atau karyawan 28,91 29,11 30,72 32,52 34,51
Pekerja bebas di sektor pertanian
6,35 5,88 6,32 5,82 5,58
Pekerja bebas di luar sektor pertanian
5,15 5,67 5,28 5,13 5,16
Pekerjaan keluarga atau tidak dibayar
18,66 18,19 19,68 18,77 19,98
Tabel tersebut menandakan bahwa pekerjaan utama sebagai buruh masih
menjadi minat masyarakat dilihat dari jumlah buruh yang terus meningkat setiap
tahunnya. Yul (2011) dalam penelitiannya juga berpendapat bahwa jumlah buruh di
Indonesia bertambah pada bulan Agustus 2011 menjadi 37,8 juta orang.Tribun Jabar
(1 Mei 2012) juga mencatat angkatan kerja buruh di Indonesia merupakan jumlah
yang terbesar setelah Cina.
Meningkatnya jumlah buruh bertolak belakang dengan konsekuensi besarnya
upah minimum yang diterima buruh. Menurut Santoso (2010) upah buruh yang
rendah disebabkan oleh kondisi buruh yang tidak memiliki keahlian dalam bekerja
sehingga buruh menghadapi pekerjaan yang sama setiap harinya dan cenderung tidak
mengalami kemajuan. Syafa’at (2008) menyatakan bahwa upah buruh di Indonesia
merupakan upah yang terendah di Asia seperti yang dapat dilihat dalam tabel yang
menyajikan besarnya upah yang diterima buruh baik laki-laki maupun perempuan.
Tabel 1.2 Rata-Rata Upah/Gaji menurut Jenis Kelamin Februari 2006-Februari 2008
Karakteristik Pekerja
2006 2007 2008
Februari Agustus Februari Agustus Februari
Rata-rata upah per Bulan (Rp)
Laki-laki 827.101 905.503 958.971 982.450 1.031.348
Perempuan 612.131 693.987 715.414 747.277 773.979
Sumber: Sensus Ekonomi 2006
Tabel di atas menunjukkan perbedaan menurut jumlah upah yang diterima
oleh buruh laki-laki maupun perempuan. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun
tetapi. Pada Februari 2006 rata-rata upah laki-laki adalah Rp 827.101 dan perempuan
sebesar Rp 612.131. Bulan Agustus 2006 rata-rata upah meningkat menjadi Rp
905.503 untuk laki-laki dan Rp 693.987 untuk perempuan. Pada tahun 2007 di bulan
Februari rata-rata upah kembali meningkat menjadi Rp 958.971 untuk laki-laki dan
Rp 715.414 untuk perempuan. Bulan Agustus rata-rata upah meningkat menjadi Rp
982.450 untuk laki-laki dan Rp 747.277 untuk perempuan. Pada Februari 2008
rata-rata upah untuk laki-laki menjadi meningkat sebesar Rp 1.031.348 dengan jumlah
rata-rata upah yang diterima perempuan masih lebih rendah dari laki-laki yaitu
sebesar Rp 773.979.
Selain upah yang rendah jaminan dan hak dasar buruh juga lemah dan kurang
diperhatikan oleh pihak pemerintah sehingga buruh sering melakukan aksi
demonstrasi atau mogok kerja yang jumlahnya semakin meningkat setiap tahun,
tuntutannya antara lain perbaikan kondisi kerja dan peningkatan kesejahteraan
(Syafa’at, 2008). Aksi unjuk rasa antara lain terjadi pada beberapa daerah seperti di
Bandung yang dilaporkan Detik Bandung (1 Mei 2012) bahwa buruh melakukan
demonstrasi untuk memperjuangkan kenaikan upah, penghapusan sistem kontrak
kerja, dan mengadakan jaminan sosial. Dari Jambi pada tanggal 1 Mei 2012
Kompas.com melaporkan bahwa buruh mengeluhkan atas lemahnya jaminan
kesehatan dan keselamatan kerja yang diberikan oleh para pengusaha. Para buruh di
Jambi juga menuntut pengupahan yang layak dan sesuai dengan jam kerja disertai
dengan jaminan kesehatan dan keselamatan. Kompas.com juga melaporkan dari
yang layak sesuai dengan UMK karena di Malang masih terdapat perusahaan yang
tidak membayar upah buruh sesuai dengan UMK atau di bawah besar UMK Malang.
Selain meminta pembayaran upah yang sesuai, buruh juga menuntut tanggal 1 Mei
sebagai hari libur nasional agar para buruh dapat menikmati waktu luang untuk
berlibur setelah setiap hari memenuhi target produksi perusahaan. Semua aksi unjuk
rasa yang dilakukan tidak lain dilakukan buruh untuk memperjuangkan hak dasar dan
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Di Indonesia banyak pabrik yang didirikan di beberapa kabupaten dan kota
seperti Karawang, Purwakarta, Bekasi, Cikarang, Bogor, dan beberapa kota lainnya
yang berorientasi dagang dan ekspor. Pabrik-pabrik yang didirikan di kota tersebut
mempekerjakan buruh untuk meningkatkan hasil produksi, sehingga buruh menjadi
unsur yang penting dalam perusahaan untuk menjalankan proses produksi (Santoso,
2010). Salah satu pabrik yang mempekerjakan buruh untuk menjalankan proses
produksi yaitu PT. Laksana Tekhnik Makmur yang terletak di Cileungsi Kabupaten
Bogor.
PT. Laksana Tekhink Makmur merupakan sebuah perusahaan yang
memproduksi aksesoris mobil dengan 125 buruh untuk melancarkan kegiatan
produksi setiap harinya. Upah yang diterima oleh buruh di PT. Laksana Tekhnik
Makmur dapat dikatakan sudah mencapai tingkat UMR dengan konsekuensi
pekerjaan yang cenderung repetitif setiap harinya. Rata-rata setiap bulan buruh
mendapatkan upah pokok sebesar Rp 1.270.000 dengan tambahan uang lembur
ditetapkan dan dijadwalkan oleh masing-masing kepala produksi. Seperti yang tertera
dalam situs Kadin Kabupaten Bogor besarnya UMR yang ditetapkan untuk
Kabupaten Bogor pada tahun 2012 yaitu Rp 1.269.320, maka upah pokok yang
diterima para buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur sudah mencapai UMR di
Kabupaten Bogor.
Berdasarkan studi pendahuluan yang pernah dilakukan sebelumnya pada
bulan Maret 2012 terhadap 106 buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur, hasil sebaran
kuesioner terbuka beberapa buruh mengaku bahwa upah yang diterima tidak sesuai
karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka juga mengungkapkan
bahwa mereka dianggap sebagai mesin produksi, bekerja keras setiap hari, dan
kurang diperhatikan kesejahteraannya. Berdasarkan pernyataan buruh dalam studi
pendahuluan tersebut, beberapa buruh masih belum merasa puas dengan upah yang
mencapai UMR. Hal tersebut menandakan masih ada beberapa faktor lain yang
membuat buruh menilai dirinya belum merasakan kesejahteraan secara utuh.
Penilaian atau evaluasi tentang kesejahteraan tersebut pada kehidupan buruh
mengacu pada pendapat Diener (Deci dan Ryan, 2006) yang telah memfokuskan
kesejahteraan (well-being) pada eksplorasi tentang kesejahteraan subjektif yang
dianggap lebih subjektif untuk menilai atau mengevaluasi sejauh mana tingkat
kesejahteraan individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi dan tingkat
kesejahteraan individu dapat dilihat dari cara mengevaluasi atau menilai individu
terhadap pengalaman yang positif maupun negatif tentang hidup mereka yang
dan Lucas (Daniel, Diener, dan Schwarz, 1999) bahwa kesejahteraan subjektif
merupakan evaluasi seseorang terhadap kehidupan mereka yang termasuk pada hal
yang bersifat kognitif terhadap kepuasan dan evaluasi afeksi terhadap perasaan dan
emosi.
Kesejahteraan subjektif terdiri dari dua penilaian yaitu secara kognitif dan
afektif. Suka dan duka yang dirasakan buruh selama bekerja di PT. Laksana Tekhnik
Makmur terangkum dalam sebuah pengalaman hidup sebagai seorang buruh.
Pengalaman tersebut tidak terlepas dari penilaian atas kebahagiaan yang dirasakan
maupun kepuasan yang diraih selama bekerja. Penilaian buruh mengenai
kebahagiaan, kesedihan, dan reaksi emosi lain yang dirasakan dikatakan sebagai
penilaian terhadap komponen afektif pada kesejahteraan subjektif. Buruh yang
merasakan kebahagiaan lebih banyak dibandingkan kesedihan dapat dikatakan telah
mencapai kesejahteraan atau kondisi kesejahteraan subjektif yang baik, seperti dalam
teori hedonis yang diungkapkan oleh Seligman (2005) bahwa kualitas kehidupan
seseorang diukur dari kuantitas peristiwa menyenangkan dikurangi kuantitas
peristiwa tidak menyenangkan. Diener dan Suh (2000) menjelaskan bahwa
kebahagiaan merupakan suatu bentuk evaluasi positif seseorang terhadap keseluruhan
hidupnya secara utuh, selain itu kebahagiaan juga dapat diartikan sebagai kondisi
kehidupan dimana individu merasakan kesejahteraan berupa materi maupun
kebebasan terhadap hidup yang dijalaninya.
Diener dan Suh (2000) menyatakan bahwa kebahagiaan dan kepuasan
hanya digunakan untuk mengungkapkan kepuasan maupun kebahagiaan, tetapi juga
untuk mengungkapkan perasaan tidak nyaman atau suasana hati yang kurang
menyenangkan. Kesejahteraan maupun kebahagiaan yang dikaitkan dengan materi
dan kebebasan atas pilihan berhubungan erat dengan kepuasan yang didapatkan oleh
buruh. Kepuasan merupakan salah satu bentuk penilaian komponen kognitif pada
kesejahteraan subjektif. Buruh akan berada pada kondisi kesejahteraan yang baik
ketika mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Kepuasan yang dirasakan juga
berkaitan dengan pencapaian suasana hati yang positif. Menurut Seligman (2005)
seseorang yang merasakan suasana hati positif akan cenderung memperlihatkan hasil
kerja yang memuaskan serta mampu dihadapkan pada berbagai tugas dengan baik.
Pihak industri tentunya selalu menginginkan buruh yang memiliki kinerja baik, tetapi
hal tersebut akan lebih baik disertai dengan pemenuhan hak dasar seperti UMR yang
sesuai, jaminan sosial, dan waktu libur yang sesuai dengan jam kerja yang telah
didedikasikan buruh untuk perusahaan.
Ketetapan upah yang sesuai atau tidak sesuai dengan batas UMR, kurang
diperhatikannya jaminan sosial, serta jam kerja yang relatif menyita waktu luang para
buruh di pabrik khususnya PT. Laksana Tekhnik Makmur tidak banyak
mengurungkan masyarakat untuk memilih buruh sebagai mata pencahariannya
memenuhi kebutuhan hidup. Dengan adanya aksi unjuk rasa membuktikan bahwa
pilihan menjadi buruh juga tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat, perolehan
upah yang sesuai dengan UMR membuat beberapa buruh di PT. Laksana Tekhnik
kesejahteraan tidak hanya ditentukan oleh faktor pekerjaan dan pendapatannya saja,
sejalan dengan penelitian Diener et al. (dalam Diener dan Suh, 2000) diperoleh
temuan bahwa pendapatan tidak selalu kesejahteraan subjektif yang tinggi. Menurut
Diener dan Suh (2005) tingkat kesejahteraan seseorang tentunya bisa ditentukan oleh
beberapa faktor seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan pernikahan. Dari faktor
tersebut apabila individu belum mendapatkan kehidupan secara layak, maka individu
tersebut tidak dikatakan telah mencapai kesejahteraan. Dalam suatu studi yang
dilakukan Ravaillion dan Lokshin (Diener dan Suh, 2000) kondisi pendidikan,
pekerjaan, kesehatan, dan pernikahan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan
serta berdampak pada kepuasan secara finansial.
Dapat dikatakan bahwa kesejahteraan subjektif buruh tidak hanya dilihat dari
pemenuhan upah saja. Masih ada hal lain yang mendorong masyarakat untuk bekerja
sebagai buruh, sehingga buruh dapat menilai dan memberikan evaluasi yang bersifat
kognitif dan afektif terhadap dirinya mengenai kesejahteraan yang dirasakannya.
Penilaian atau evaluasi seseorang yang bekerja sebagai buruh dapat diketahui dari
penelitian dengan judul “Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) Buruh
Pabrik (Studi Deskriptif pada Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur Kabupaten
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan dalam latar belakang, penelitian
ini difokuskan pada kesejahteraan subjektif buruh. Menurut Diener (2005)
kesejahteraan subjektif diartikan sebagai evaluasi kognitif mencakup kepuasan hidup
dan reaksi afektif seperti kesedihan dan kebahagiaan. Kesejahteraan subjektif pada
penelitian ini diartika sebagai kondisi kesejahteraan buruh yang dilihat berdasarkan
penilaian buruh terhadap aspek kognitif dan aspek afektif.
Diener (2009) mendefinisikan aspek kognitif sebagai penilaian terhadap
kepuasan hidup secara umum dan domain tertentu (khusus). Dalam penelitian ini
kepuasan hidup secara umum terdiri dari penilaian buruh terhadap kebermaknaan,
tujuan dan harapan hidup, optimisme, dan penyesuaian diri. Kepuasan dalam domain
tertentu (khusus) terdiri dari kepuasan terhadap penghargaan, pekerjaan, pendidikan,
dan hubungan kerja.
Diener (2005) menyatakan bahwa aspek afektif pada kesejahteraan subjektif
terdiri dari afek positif dan afek negatif. Aspek afektif dalam penelitian ini yaitu
reaksi emosi yang dirasakan buruh selama bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur
yang terdiri dari reaksi emosi positif dan negatif, termasuk di dalamnya adalah
C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah utama penelitian
adalah “Bagaimana kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur?”
dari masalah umum tersebut, ada tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi kesejahteraan subjektif buruh dilihat dari penilaian aspek
kognitif terhadap pengalaman bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur?
2. Bagaimana kondisi kesejahteraan subjektif buruh dilihat dari penilaian aspek
afektif terhadap pengalaman bekerja di PT. Laksana Tekhnik Makmur?
3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh di PT.
Laksana Tekhnik Makmur?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan fakta
empirik mengenai kesejahteraan subjektif buruh yang bekerja di PT. Laksana
Tekhnik Makmur. Tujuan khusus penelitian ini yaitu mendeskripsikan fakta empirik
mengenai:
1. kondisi kesejahteraan buruh berdasarkan penilaian aspek kognitif.
2. kondisi kesejahteraan buruh berdasarkan penilaian aspek afektif.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat
secara teoretis yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. memperluas bidang kajian mengenai buruh yang difokuskan pada kesejahteraan
untuk mengembangkan wawasan di bidang psikologi industri.
2. bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
mengembangkan penelitian tentang kesejahteraan subjektif. Lebih baik lagi
peneliti selanjutnya dapat menyusun program pengembangan menuju sumber
daya manusia yang sejahtera.
Adapun manfaat praktis dari penelitian bagi perusahaan yaitu data dalam
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk lebih memperhatikan
kebutuhan buruh di lingkungan pabrik dan kesejahteraan buruh terutama untuk
menyusun kebijakan kerja seperti upah, jam kerja, dan jaminan sosial serta dapat
50
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatanmixed methodyang merupakan suatu
penelitian dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Model yang digunakan adalah dominant and less dominant yang artinya ada salah
satu pendekatan yang menjadi pendekatan utama, dalam penelitian ini yaitu
pendekatan kuantitatif yang menjadi pendekatan utama serta menjadi dasar
pendekatan kualitatif (Creswell, 2003).
Metode yang dipilih yaitu studi deskriptif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan suatu situasi atau kejadian serta menguraikan informasi faktual
mengenai suatu gejala yang ada di PT. Laksana Tekhnik Makmur untuk
menghasilkan gambaran lengkap dan terorganisasi dengan baik mengenai
kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur (Suryabrata, 2011).
Penelitian dilakukan ke dalam tiga tahapan inti yang kemudian terurai
kembali dalam beberapa kegiatan. Berikut penjelasan pada masing-masing tahapan.
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang pertama dilakukan adalah identifikasi masalah yang
dilakukan di PT. Laksana Tekhnik Makmur. Adapun tahapan yang dilakukan
51
a. pengajuan judul yang diteliti dalam bentuk proposal kepada dewan skripsi
serta melengkapi persyaratan administrasi di jurusan Psikologi maupun di
Fakultas Ilmu Pendidikan,
b. pengumpulan materi dan studi literatur yang sesuai dengan penelitian,
c. permohonan izin penelitian terhadap pihak perusahaan yaitu PT. Laksana
Tekhnik Makmur serta menjalin komunikasi dengan Direktur (owner) dan
Kepala Divisi HRD (Human Resource Development) untuk mendapatkan
informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti profil
perusahaan, jumlah populasi yaitu banyaknya buruh yang bekerja di
perusahaan, besarnya upah pokok dan upah lembur, dan banyaknya jam kerja
yang harus ditempuh buruh setiap hari agar permasalahan yang terjadi di
perusahaan dapat diidentifikasi.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahapan ini saat tahap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan antara
lain mempersiapkan pelaksanaan penelitian seperti yang dijelaskan sebagai
berikut:
a. penentuan desain dan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian,
b. persiapan instrumen penelitian meliputi persiapan rancangan instrumen yang
diajukan pada ahli untuk uji kelayakan item pada kuesioner maupun pedoman
wawancara.
52
d. pengolahan data kuesioner dan menyajikannya ke dalam tabel dan grafik
untuk mempermudah perolehan skor masing-masing responden kemudian
menggolongkan responden pada golongan kelas yang telah ditentukan serta
menentukan subjek wawancara dari hasil penggolongan tersebut,
e. pengumpulan data wawancara pada subjek studi dengan kondisi kesejahteraan
subjektif tingkat tinggi dan rendah.
f. pengolahan data wawancara dengan melakukan verbatim yang kemudian
dapat dianalisis dengan teknik analisis data yang telah ditentukan (penyajian
data, reduksi, dan verifikasi).
3. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian merupakan tahap akhir dalam penelitian yang terdiri
dari beberapa kegiatan sebagai berikut:
a. melakukan analisa data kuesioner yang telah diolah kemudian ditampilkan
dalam bentuk tabel dan grafik untuk mendeskripsikan data empirik kondisi
kesejahteraan subjektif buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur serta dijelaskan
dalam pembahasan,
b. melakukan analisa pada data wawancara yang telah diverbatim dengan
tahapan penyajian data, reduksi data, dan verifikasi data untuk dapat
menjelaskan secara detail kesejahteraan subjektif pada buruh yang
digolongkan dalam kategori kelas tinggi dan rendah,
53
B. Definisi Konseptual dan Operasional
Secara konsep ada banyak para ahli yang telah mendefinisikan kesejahteraan
subjektif diantaranya:
1. Synder dan Lopez (2002) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi
individu baik secara kognitif maupun secara afektif terhadap kehidupannya.
Evaluasi yang dimaksud seperti reaksi emosional terhadap peristiwa yang terjadi
dan juga evaluasi kognitif terhadap kepuasan dan pribadi yang berfungsi penuh.
2. Diener (2005) mendefinisikan kesejahteraan subjektif sebagai evaluasi kognitif
dan reaksi afektif. Evaluasi kognitif mencakup kepuasan hidup, kepuasan kerja,
serta minat sedangkan yang termasuk reaksi afektif seperti kebahagiaan atau
kesedihan. Dari pernyataan Diener (2005) dapat disimpulkan bahwa
kesejahteraan subjektif merupakan suatu istilah individu untuk mengevaluasi atau
memberikan penilaian terhadap pengalaman hidup, peristiwa yang terjadi dalam
hidup, tubuh, pikiran, serta keadaan hidup mereka secara menyeluruh.
3. Compton (2005) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif terbagi ke dalam dua
variabel yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup. Kebahagiaan merupakan evaluasi
individu terhadap keadaan emosional serta apa yang mereka rasakan, sedangkan
kepuasan hidup berhubungan dengan penerimaan terhadap diri mereka sendiri.
Kepuasan hidup dan penerimaan diri ini termasuk pada evaluasi kognitif individu.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
54
evaluasi individu terhadap aspek kognitif dan afektif atas seluruh pengalaman hidup
yang dilalui individu. Ada dua aspek yang diukur untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan subjektif buruh yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Dalam penelitian
ini kesejahteraan subjektif (subjective well-being) didefinisikan sebagai kondisi
kesejahteraan yang dirasakan individu yang bekerja sebagai buruh berdasarkan
evaluasi terhadap dua aspek yaitu:
a. Aspek kognitif terdiri dari kepuasan hidup secara umum dan secara khusus pada
domain hidup tertentu. Kepuasan hidup secara umum terdiri dari: kebermaknaan,
tujuan dan harapan hidup, penyesuaian diri, optimisme. Kepuasan hidup khusus
pada domain tertentu terdiri dari: kepuasan terhadap penghargaan, kepuasan
pekerjaan, kepuasan terhadap pendidikan, dan kepuasan hubungan kerja.
b. Aspek afektif dibagi menjadi dua yaitu suasana hati yang positif (afek positif) dan
suasana hati yang negatif (afek negatif). Afek positif terdiri dari: perasaan
tertarik, gembira, kuat, bersemangat, bangga, siap, terinspirasi, memiliki tekad,
penuh perhatian dan aktif. Afek negatif terdiri dari suasana hati yang negatif
seperti: tertekan, kecewa, bersalah, takut, iri hati, marah, malu, gelisah, gugup,
dan khawatir.
Kesejahteraan subjektif dalam penelitian ini dapat ditinjau dari hasil
perolehan skor pada instrumen yang digunakan yaitu Instrumen Kesejahteraan
Subjektif Buruh dan hasil wawancara untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh
55
C. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen untuk mengungkap data.
Berikut penjelasan mengenai instrumen yang digunakan.
Tabel 3.1. Jenis Instrumen yang Digunakan
No Jenis Instrumen Subjek Data yang diungkap
1. Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
125 buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur yang tergabung dalam Divisi Produksi Plant I dan Plant II.
Gambaran kesejahteraan subjektif buruh.
2. Pedoman wawancara Dua orang subjek yang
termasuk dalam kategori kesejahteraan subjektif tinggi dan dua orang subjek yang
1. Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan subjektif
adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh yang terdiri dari 47 item. Instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur penilaian buruh terhadap aspek kognitif
dan afektif pada kesejahteraan subjektif buruh. Instrumen Kesejahteraan Subjektif
Buruh menggunakan skala Likert 1-4 di mana angka 1 menunjukkan pernyaataan
sangat tidak sesuai, angka 2 menunjukkan pernyataan tidak sesuai, angka 3
menunjukkan sesuai, dan angka 4 menunjukkan pernyataan sangat sesuai, berikut
56
Tabel 3.2 Penyekoran Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
Item Nilai Item
STS TS S SS
Favorit 1 2 3 4
Tidak Favorit 4 3 2 1
Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh dibuat dengan menggunakan dua
jenis instrumen yaituSatisfaction with Life Scale(SWLS) danPositive Affect Negative
Affect Schedule (PANAS) dengan item yang diadaptasi, ditambah, dan dimodifikasi
sesuai kepentingan penelitian dan kondisi tempat penelitian. Berikut penjelasan
mengenai instrumen yang membentuk Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
tersebut:
a. SWLS (Satisfaction with Life Scale) dibuat oleh Diener, Emmons, Larsen, dan
Griffin. Instrumen ini lebih difokuskan pada kepuasan hidup secara umum
(Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin: 1985). SWLS digunakan untuk
mengungkap kepuasan hidup secara menyeluruh yang merupakan aspek kognitif
kesejahteraan subjektif yang terdiri dari 5 item untuk mengukur kepuasan secara
kognitif dengan skala Likert 1 – 7. Angka 1 menunjukkan pernyataan sangat tidak
setuju hingga angka 7 yang menyatakan sangat setuju. Dalam penelitian iniSWLS
diadaptasi, ditambah, dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi lingkungan
penelitian. Setelah itu dilakukan perbandingan dengan hasil terjemahan dari
Seligman (2005) dalam buku Authentic Happiness (terjemahan), kemudian
57
sehingga ada item SWLS yang dihapus dan dimodifikasi. Hasilnya Instrumen
Kesejahteraan Subjektif Buruh yang digunakan untuk mengukur aspek kognitif
berjumlah 28 item dengan skala penilaian 1-4 agar pilihan responden tegas dan
responden tidak kebingungan dengan banyaknya pilihan.
b. PANAS-X(Positive Affect and Negative Affect Schedule) dibuat oleh Watson dan
Clark pada tahun 1994.PANAS digunakan untuk menjelaskan dua dimensi besar
dari suasana hati (Watson dan Tellegen, 1985 dalam Watson dan Clark, 1994)
yaitu afek positif dan afek negatif. PANAS-X merupakan suatu alat ukur yang
dapat digunakan untuk mengungkap pengalaman emosional individu yang terdiri
dari afek positif dan afek negatif (Watson dan Clark: 2004). Hal yang berkaitan
dengan afektif dapat diukur dengan PANAS-X yang terdiri dari 20 item, 10 item
untuk mengukur afek positif dan 10 item untuk mengukur afek negatif dengan
skala 1-5. Skala 1 yang berarti tidak pernah merasakan hingga skala 5 yang
berarti sering merasakan. Dalam penelitian iniPANASdimodifikasi sesuai dengan
kondisi penelitian dengan jumlah 20 item terdiri dari 20 kata yang mewakili
perasaan positif dan negatif dengan modifikasi kalimat yang disesuaikan dengan
lingkungan pekerjaan di pabrik. Hasil modifikasi menggunakan skala Likert 1-4
dengan menghilangkan pilihan netral. Instrumen diadaptasi dengan
menerjemahkan instrumen asli ke dalam bahasa Indonesia, kemudian dilakukan
perbandingan dengan hasil terjemahan dari Seligman (2005) dalam buku
58
beberapa kata yang diubah artinya dengan kata lain yang mendekati arti
sebenarnya dengan alasan agar kata dapat lebih dipahami oleh responden,
kemudian dilakukan uji validitas isi pada instrumen olehjudgement experts.
2. Pedoman Wawancara
Penjelasan mendalam mengenai kondisi kesejahteraan subjektif pada buruh
diketahui dari wawancara yang menggunakan pedoman wawancara. Pedoman
wawancara disusun berdasarkan pada dua komponen kesejahteraan subjektif yaitu
evaluasi kognitif dan evaluasi afektif serta kepuasan hidup berdasarkan konsep
kesejahteraan subjektif Diener (2009) dan Argyle, 1987; Myers, 1992; Dienerset al.,
1999 (Compton, 2005) yang dikembangkan dalam bentuk pertanyaan wawancara.
D. Proses Pengembangan Instrumen
1. Pengembangan Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
Instrumen yang digunakan adalah Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
yang dibuat berdasarkan teori kesejahteraan subjektif. Pengambilan data dilakukan
dengan cara uji coba terpakai artinya pengambilan data dilakukan satu kali saja. Uji
coba terpakai dipilih dengan pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan masalah
birokrasi perusahaan yang membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkan
populasi dengan karakteristik serupa. Data yang telah didapatkan kemudian diolah
dengan bantuan program SPSS 19.0 for windows 7 untuk uji coba validitas dan
59
2. Pengembangan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara dibuat berdasarkan teori kesejahteraan subjektif yang
dikemukakan oleh Diener (2009) di mana kesejahteraan subjektif memiliki dua
dimensi besar yaitu komponen kognitif yang mencakup kepuasan hidup secara umum
dan khusus serta komponen afektif yang menggambarkan suasana hati, perasaan, atau
emosi. Kedua komponen dikembangkan menjadi pedoman wawancara untuk
pengambilan data dengan teknik wawancara dikembangkan dari teori Diener (2009)
dan Argyle, 1987; Myers, 1992; Dieners et al., 1999 (Compton, 2005). Sebelum
digunakan, pedoman wawancara ditelaah terlebih dahulu oleh para ahli agar
kesesuaian antara pertanyaan wawancara dengan teori teruji. Selanjutnya pedoman
wawancara mengacu pada konstruk instrumen kesejahteraan subjektif buruh yang
telah dikembangkan.
E. Uji Coba Instrumen 1. Uji Kelayakan Item
Uji kelayakan item dilakukan oleh para ahli (judgement experts) yaitu tiga
dosen ahli dari Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia yaitu Sri
Maslihah, M. Psi., Ita Juwitaningrum, S. Psi, M. Pd., dan Gemala Nurendah, M.A.
Kemudian ditinjau kembali oleh Agung Nugroho, S.H. selaku pihak HRD (Human
Resource Development) PT. Laksana Tekhnik Makmur dan Hasan Rosidi selaku
Engineer PT. Laksana Tekhnik Makmur agar item sesuai dengan kondisi buruh,
60
Masing-masing ahli memberikan penilaian dan pendapatnya pada instrumen
yang telah dirancang untuk mengukur kesejahteraan subjektif pada buruh pabrik.
Penilaian dilakukan berdasarkan kesesuaian item dengan isi alat ukur agar sesuai
dengan kondisi buruh di pabrik. Uji kelayakan item menghasilkan item yang
memadai untuk mengukur kesejahteraan subjektif buruh, ada item yang dibuang,
direvisi, dan ditambah. Berikut merupakan hasil uji validitas isi dari para ahli
mengenai skala kesejahteraan subjektif buruh.
Tabel 3.3 Hasil Uji Kelayakan Item pada Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
Kesimpulan No item Jumlah
Memadai 3 5 7 11 12 14 16 21 26 27 28 29 30 31 32 33 34 39 41 43 44 45 46 47
28
Revisi 1 2 8 10 11 17 19 20 23 24 26 35 36 37 38 40 42 48 49 50 14
Buang 4 6 9 13 15 20 22 25 8
Tambahan 5
Total 47
Pada awalnya instrumen memiliki item sebanyak 50 buah. Dari pendapat lima
orang ahli, instrumen yang awalnya berjumlah 50 item mengerucut menjadi 47 item
seetelah adanya revisi serta pembuangan jumlah item. Penambahan item dilakukan
berdasarkan item yang direvisi karena ada beberapa item yang bisa dipecah menjadi
dua item.
2. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui derajat kemampuan instrumen
dalam mengukur atribut yang dimaksudkan untuk diukur (Noor, 2009). Instrumen
61
(Sugiyono, 2011). Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian
validitas konstruk dengan analisis faktor.
Uji validitas konstruk merupakan uji validitas yang dititikberatkan pada
kesesuaian instrumen dengan konstruk teori yang mendasari. Validitas konstruk
dilakukan melalui analisis faktor yang perhitungannya dibantu oleh program SPSS
19.0for windows 7.
1) Pemilihan Item Valid
Pemilihan item dilakukan pada setiap dimensi kesejahteraan subjektif dengan
cara melihat output atau besaran angka pada KMO-MSA (Kaiser-Meyer-Olkin of
Sampling Adequacy)danBartlett’s test of Sphericity terlebih dahulu untuk kemudian
dianalisis lebih lanjut. Instrumen dikatakan layak untuk dianalisis jika nilai
KMO-MSA> 0.5. Tabel berikut merupakan kategorisasi besaran nilaiKMO-MSA.
Tabel 3.4 Kategorisasi NilaiKMO-MSA Nilai KMO Derajat Varian Umum
0.90 sampai 1.00 Bagus sekali
0.80 sampai 0.89 Bagus
0.70 sampai 0.79 Cukup sekali
0.60 sampai 0.69 Cukup
0.50 sampai 0.59 Jelek
0.00 sampai 0.49 Jangan difaktor
Sumber: Ihsan, 2009
Output KMO-MSA di setiap dimensi kesejahteraan subjektif menunjukkan
angka > 0,5 yang nilainya termasuk pada kategori cukup, sehingga proses pemilihan
item pada analisis faktor dapat dilanjutkan pada tahap kedua yaitu menentukan item
62
yang memiliki indeks korelasi anti image ≥ 0,5 dipertahankan dan item yang
memiliki indeks korelasi anti image ≤ 0,5 dibuang (hasil terlampir). Berikut hasil
pengujian terhadap 47 item Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh setelah
dilakukan analisis faktor.
Tabel 3.5 Item Valid Instrumen Kesejahteraan Subjektif Buruh
Dimensi Item Valid
Aspek kognitif (penilaian terhadap kepuasan hidup secara menyeluruh dan terhadap domain tertentu individu yang bekerja sebagai buruh)
1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 27.
Aspek afektif (suasana hati yang bersifat positif maupun negatif yang dirasakan buruh selama bekerja)
28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47.
Hasil dalam tabel 3.5 menunjukkan bahwa 42 item valid pada Instrumen
Kesejahteraan Subjektif Buruh dan 5 item tidak valid. Berikut merupakan tabel
instrumen setelah dilakukan uji validitas konstruk menggunakan analisis faktor.
Tabel 3.6 Instrumen Skala Kesejahteraan Subjektif Buruh
Dimensi dan
pekerjaan sesuai standar dan harapan dari atasan di pabrik.
1. Buruh dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan dari atasan di pabrik salah satunya tepat waktu. 2. Buruh dapat bekerja
63
buruh) Tujuan dan harapan hidup: tujuan hidup yang telah ditetapkan serta harapan yang dibangun buruh.
1. Buruh memiliki tujuan hidup yang jelas dalam meraih tujuan dan memenuhi harapan hidup seta kesesuain antara harapan dan kondisi hidup yang nyata.
1. Buruh dapat meraih tujuan hidupnya dengan bekerja
2. Buruh dapat memenuhi harapan hidupnya buruh dari atasan berupa pujian.
1. Buruh mendapatkan pujian atas
pekerjaannya yang baik 15 1
Kepuasan terhadap
pekerjaan: buruh mendapat kepuasan kerja termasuk juga dalam ruang lingkup kesehatan, waktu luang, dan upah kerja.
1. Buruh mendapat pekerjaan yang sesuai dengan harapannya 2. Buruh puas dengan kesehatan fisiknya selama bekerja 3. Buruh puas dengan
waktu luang yang
1. Buruh puas dengan tingkat pendidikan yang telah dicapainya
2. Tingkat pendidikan yang ditempuh buruh
64
perusahaan dan rekan kerja.
1. Buruh puas memiliki hubungan yang baik kecewa, bersalah, iri hati, marah, malu, gelisah,
Adapun pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada hasil pengembangan instrumen kesejahteraan subjektif sebagai berikut.
Tabel 3.7 Pedoman Wawancara
Dimensi Sub dimensi Gambaran
Aspek kognitif
Bermakna: penilaian bermakna ketika buruh mampu melakukan pekerjaan sesuai standar dan harapan dari atasan di pabrik.
Penilaian subjek mengenai kehidupan yang bermakna.
Subjek menilai dirinya bermakna ketika melakukan pekerjaan di lingkungan pabrik.
Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan atasan.
Tujuan dan harapan hidup: tujuan hidup yang telah ditetapkan serta
65
individu yang bekerja
sebagai buruh).
harapan yang dibangun buruh. Subjek memiliki target untuk dicapai. Subjek dapat memenuhi segala tujuan, harapan, dan targetnya dengan bekerja di pabrik.
Penyesuaian diri: buruh dapat beradaptasi dengan tuntutan dan aturan pabrik.
Subjek dapat menyesuaikan diri dengan peraturan pabrik.
Optimisme: buruh optimis dalam meraih tujuan dan memenuhi harapan hidup seta kesesuain antara harapan dan kondisi hidup yang nyata.
Subjek mengetahui cara meraih tujuan dan harapan hidup.
Subjek mampu memenuhi segala tujuan, harapan, dan targetnya dengan bekerja di pabrik.
Subjek merasakan kesesuaian hidup antara harapan dan kondisi kehidupan yang ideal.
Prestasi dan penghargaan: prestasi maupun penghargaan yang diraih buruh selama bekerja.
Subjek mendapatkan penghargaan atas pekerjaannya yang baik.
Kepuasan terhadap pekerjaan. Penilaian subjek terhadap pekerjaannya.
Penilaian subjek terhadap upah kerja. Subjek dapat menggunakan upah kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Penilaian buruh terhadap kesehatan fisik.
Pengungkapan kepuasan buruh terhadap asuransi yang diberikan perusahaan.
Subjek memiliki waktu luang yang cukup.
Kepuasan terhadap pendidikan . Penilaian buruh terhadap tingkat pendidikan yang telah ditempuh. Kepuasan terhadap hubungan kerja:
kepuasan yang dirasakan buruh terhadap hubungan sosial di lingkup pabrik yaitu dengan rekan kerja dan manajerial perusahaan.
Subjek memiliki asuransi.
Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan bawahan.
Subjek memiliki hubungan kerja yang baik dengan rekan kerja.
Subjek dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pekerjaan. Aspek afektif
(Suasana hati
66
yang bersifat positif maupun negatif yang dirasakan buruh selama bekerja).
Merasakan suasana hati yang negatif. Pengungkapan subjek tentang suasana hati yang negatif.
3. Uji Reliabilitas
Dalam suatu penelitian, instrumen yang digunakan untuk mengukur harus
memiliki derajat konsistensi atau kestabilan saat digunakan. Uji reliabilitas instrumen
dilakukan untuk mengetahui derajat konsistensi atau tingkat kestabilan instrumen jika
pengukuran tersebut dilakukan kembali dengan instrumen yang sama namun pada
situasi yang berbeda (Noor, 2009). Guilford telah menetapkan derajat koefisien
korelasi reliabilitas ke dalam empat tingkatan sebagai berikut:
3.8 Derajat Keofisien Korelasi Reliabilitas
Koefisien Derajat Korelasi
< 0.20 Tidak ada korelasi
0.20 – 0.40 Korelasi rendah
0.41 – 0.70 Korelasi tinggi
0.71 – 1.00 Korelasi tinggi sekali
Sumber: Noor, 2009
Reliabilitas dapat ditentukan dengan cara menggunakan Rumus Cronbach
Alphasebagai berikut:
ݎଵଵ= ൬݇−݇ 1൰ ቆ1− ∑ ߪܾ ଶ
ߪଶݐ ቇ
ݎଵଵ = Reliabilitas instrumen
67
∑ ߪܾଶ = Jumlah varians butir
ߪଶݐ = Varians total
Sumber: Arikunto, 2009
Pengolahan data untuk menentukan reliabilitas dalam penelitian ini dibantu
dengan menggunakan program SPSS 19.0 for windows 7 dengan menggunakan
Cronbach Alpha, maka didapatkan reliabilitas dengan jumlah total item 37 adalah
sebesar 0.822.
Tabel. 3.9 Hasil Uji Reliabilitas
Cronbach's
Alpha N of Items
.816 42
Suatu instrumen yang memiliki tingkat reliabilitas antara 0.71 – 1.00 dapat
dikatakan memiliki korelasi yang tinggi. Berdasarkan tabel koefisien korelasi pada
tabel sebelumnya, reliabilitas pada instrumen kesejahteraan subjektif termasuk pada
kategori tinggi sekali.
F. Lokasi Penelitian, Populasi, dan Sampel 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian bertempatkan di PT. Laksana Tekhnik Makmur yang
merupakan sebuah pabrik aksesoris mobil di Cileungsi Kabupaten Bogor.
2. Populasi, Sampel, dan Subjek Studi
Secara ideal penelitian harus menyelidiki keseluruhan populasi, bila populasi
68
mewakili keseluruhan populasi (Nasution, 2004: 86). Berdasarkan pengertian tersebut
dalam penelitian ini seluruh anggota populasi dijadikan responden untuk mengisi
kuesioner yaitu sebanyak 125 buruh dengan jumlah buruh laki-laki sebanyak 109
orang dan buruh perempuan sebanyak 16 orang periode Desember 2012. Hasil
kuesioner menunjukkan klasifikasi tingkat kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi.
Responden yang mendapatkan nilai rendah dan tinggi dalam kategori masing-masing
dipilih dua orang buruh untuk menjadi subjek wawancara.
Setelah terpilih dua orang pada masing-masing kategori, penelitian
dilanjutkan dengan melakukan wawancara pada subjek terpilih. Subjek wawancara
didapatkan dengan cara memilih populasi untuk mendapatkan gambaran subjek
dengan nilai kesejahteraan subjektif rendah dan tinggi. Subjek untuk wawancara
dipilih dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling digunakan karena
sampel dipilih dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan
tersebut berdasarkan pada kondisi sosial tertentu dan jumlah skor kesejahteraan
subjektif.
G. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga jenis teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu kuesioner, wawancara, dan studi dokumentasi. Berikut penjelasan
69
Tabel 3.10 Teknik Pengumpulan Data
No Teknik Pengumpulan
Data
Subjek Studi atau Sumber
Informasi Deskripsi Hasil Prosedur
1. Kuesioner Buruh PT. Laksana Tekhnik
Makmur yang berjumlah 125 orang.
1. Data yang didapatkan berupa skor yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
2. Skor yang diperoleh masing-masing responden mendeskripsikan kondisi kesejahteraan subjektif buruh yang dibagi kedalam aspek kognitif, aspek afektif, serta faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif.
3. Skor yang diperoleh masing-masing responden dikelompokkan
berdasarkan kategorisasi
kesejahteraan subjektif tinggi dan rendah.
4. Penggolongan memunculkan subjek studi untuk pengambilan data wawancara yang bertujuan untuk memperdalam kesejahteraan subjektif pada kategori tinggi dan rendah.
1. Menentukan jumlah populasi dan sampel yang menjadi target kuesioner.
2. Menentukan alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur aspek kognitif dan afektif yang menjadi alat ukur kesejahteraan subjektif buruh.
3. Mengadaptasi, mengembangkan, dan memodifikasi alat ukur agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan lingkungan tempat penelitian.
4. Melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur.
5. Menyebarkan kuesioner yang telah disiapkan kepada seluruh responden.
6. Melakukan kategorisasi sesuai dengan perolehan skor masing-masing responden.
2. Wawancara Buruh PT. Laksana Tekhnik
Makmur yang memenuhi kualifikasi untuk
diwawancarai. Kualifikasi tersebut ditetapkan
1. Hasil wawancara berupa rekaman padatape recorderdituangkan ke dalam verbatim untuk diolah dengan cara melakukan penyajian data, reduksi data, dan verifikasi.
70
berdasarkan hasil kuesioner yang telah dikategorisasikan pada kesejahteraan subjektif tinggi dan rendah.
2. Hasil wawancara mendeskripsikan kondisi kesejahteraan subjektif subjek studi secara khusus dan menyeluruh berdasarkan aspek kognitif, aspek afektif, dan faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif.
pedoman wawancara mengacu pada teori Diener tentang kesejahteraan subjektif yang terbagi ke dalam dua dimensi yaitu kognitif dan afektif.
3. Studi Dokumentasi Profil perusahaan Data yang diperoleh dari dokumen
perusahaan dapat menjelaskan profil perusahaan
71
2. Teknik Analisis Data Kuesioner
Data yang diperoleh dari pengumpulan kuesioner dianalisis dengan statistik
deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan data populasi.
Pengolahan data dibantu oleh programMicrosoft ExceldanSPSS 19.0for windows 7
dengan menggunakan perhitungan statistika sederhana yaitu mean, standar deviasi,
presentil, dan perhitungan presentase. Kemudian data diolah untuk menentukan
kategori pada tingkat kesejahteraan subjektif. Tingkat kesejahteraan subjektif
dikategorikan dalam dua kelas yaitu kelas dengan tingkat kesejahteraan subjektif
tinggi dan rendah dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
Tabel 3.11 Kategorisasi Skala Kesejahteraan Subjektif Buruh
Variabel Kriteria Kategori
Kesejahteraan Subjektif X≥µ Kesejahteraan Tinggi
X< µ Kesejahteraan Rendah
Tabel 3.12 Kategorisasi Kesejahteraan Subjektif Buruh PT. Laksana Tekhnik Makmur
Variabel Kriteria Kategori
Kesejahteraan Subjektif X≥122 Kesejahteraan Tinggi
X< 122 Kesejahteraan Rendah
1. Teknik Analisis Data Wawancara
Data wawancara dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data model
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011). Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono,
2011). Proses analisis data dibagi menjadi tiga yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi data. Berikut ini penjelasan proses analisis data yang dijelaskan Sugiyono
72
a. Reduksi Data
Jumlah data yang didapatkan di lapangan akan mencapai jumlah yang sangat
banyak dan rumit. Tahap reduksi data ini berfungsi untuk merangkum, memilih dan
memfokuskan data pada hal yang penting.
b. Penyajian Data
Setelah reduksi data dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan
penyajian data. Penyajian data dapat dilakukan dengan cara membuat uraian singkat,
bagan, atau hubungan antar kategori. Penyajian data diperlukan agar data tersusun
dalam hubungan pola tertentu sehingga akan semakin mudah untuk dipahami serta
merencanakan proses selanjutnya.
c. Verifikasi Data
Tahap verifikasi data merupakan tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan akan dikatakan memiliki kredibilitas yang tinggi jika didukung oleh
bukti yang valid dan konsisten. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan
deskripsi atau gambaran suatu obyek yang diteliti dengan jelas berupa hubungan
165
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, didapatkan kesimpulan
sebagai berikut.
1. Kesejahteraan subjektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur terbilang rendah.
Dilihat dari aspek-aspek pembentuk kesejahteraan subjektif, buruh di PT. Laksana
Tekhnik Makmur telah menilai puas pada seluruh bagian dari aspek kognitif.
Dilihat dari aspek afektif buruh pa da kondisi kesejahteraan subjektif tinggi lebih
banyak merasakan afek positif daripada negatif, namun buruh pada kondisi
kesejahteraan subjektif rendah lebih banyak merasakan afek negatif daripada
positif. Hal yang menjadi dasar pembentuk kesejahteraan subjektif dalam
penelitian ini ternyata tidak hanya dilihat dari aspek kognitif dan aspek afektif
saja, masih ada beberapa faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif
mereka sehingga berbeda dan membuat buruh berada pada tingkat kesejahteraan
subjektif yang rendah.
2. Berdasarkan aspek kognitif buruh menilai hidupnya memuaskan. Buruh sudah
bisa menyesuaikan diri dengan aturan kerja dan tuntutan pekerjaan dari
perusahaan. Kepuasan khusus maupun umum saling berkaitan satu sama lain,
buruh memiliki tujuan dan harapan dalam hidupnya, tetapi jika buruh tidak
166
keras mereka maka yang terjadi adalah buruh merasakan ketidakpuasan dalam
bekerja serta memengaruhi buruh dalam memenuhi semua tujuan dan harapannya.
Begitu juga ketidakpuasan dalam pendidikan akan berpengaruh pada kepuasan
bekerja dan peraihan tujuan dan harapan hidup. Sebagian besar buruh memiliki
tujuan dan harapan hidup yang hendak dicapai dengan bekerja, namun optimisme
buruh untuk mencapai semua harapan dan tujuannya memiliki persentasi yang
tidak sebanding dengan besarnya harapan dan tujuan mereka.
3. Pada aspek afektif buruh di PT. Laksana Tekhnik Makmur lebih banyak
mengalami hal yang tidak menyenangkan, mereka mampu dan lebih cepat
menemukan pengalaman yang tidak menyenangkan dibandingkan pengalaman
yang menyenangkan. Selain itu buruh juga sering mengalami perasaan yang
negatif (afek negatif) selama bekerja baik terhadap pekerjaan, upah kerja, dan
hubungan sosial di lingkungan pabrik dibandingkan perasaan yang positif (afek
positif).
4. Faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif buruh adalah jenis kelamin,
usia, pendidikan, status pernikahan, masalah pendapatan, dan kepuasan kerja yang
dapat dilihat dari masa kerja dan jam kerja per hari. Dari ke tujuh faktor tersebut,
pendapatan sangat berpengaruh besar pada keadaan kesejahteraan buruh. Dalam
menanggapi permasalahan pendapatan ini, ada buruh yang menilai kurang puas
sehingga buruh mengejar kepuasan tersebut sampai buruh menilai dirinya puas
dalam pendapatan, sedangkan buruh lain lebih berbesar hati menerima
167
lain yang dapat memengaruhi antara lain kehidupan beragama (religiusitas) dan
kebebasan memilih pekerjaan karena unsur kesenangan sehingga kepuasan kerja
dapat diraih. Secara keseluruhan buruh dihadapkan pada permasalahan yang
serupa yaitu ketidakpuasan dalam pendapatan, tetapi terdapat perbedaan sikap
dalam menghadapinya antara buruh yang berada pada kategori kesejahteraan
subjektif rendah dan tinggi. Hal itu lah yang menjadi pembeda kesejahteraan
subjektif buruh.
B. Rekomendasi
Ada beberapa hal yang direkomendasikan untuk beberapa pihak terkait
dengan kesejahteraan subjektif buruh yang mengacu pada hasil penelitian ini.
1. Bagi pihak perusahaan dan pengusaha diharapkan memberikan kompensasi yang
sewajarnya dan layak atas asas keadilan sesuai dengan produktivitas (meliputi
kualitas dan kuantitas hasil produksi), kinerja, prestasi, dan jabatan. Hasil
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam upaya
mengembangkan sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kerja dan
kuantitas. Hal lain diharapkan perusahaan memperhatikan kualitas alat pendukung
kerja yang dapat membantu buruh dalam meningkatkan hasil produksi.
2. Bagi pihak HRD (Human Resource Development) ada baiknya mendatangkan
mediator dan konselor. Mediator berfungsi sebagai perantara yang
menghubungkan antara pihak perusahaan dengan buruh agar komunikasi dua arah
168
perusahaan, sedangkan konselor berfungsi untuk melakukan konseling pada
buruh yang mengalami penurunan produktivitas karena hal tersebut dapat menjadi
indikasi bahwa buruh sedang membutuhkan arahan dalam pekerjaan atau
kehidupan pribadi.
3. Adapun rekomendasi bagi peneliti selanjutnya yaitu:
a. bagi peneliti yang hendak menulis skripsi dengan setting industri diharapkan
dapat mempersiapkan lebih jauh dan lebih matang dalam menghadapi birokrasi
perusahaan.
b. dalam penggunaan alat ukur kesejahteraan subjektif diharapkan tidak
menggunakan alat ukur yang sudah ada tanpa ada proses pengembangan terlebih
dahulu dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan maupun responden penelitian
169
DAFTAR PUSTAKA
Ainul, Yatimun. (2012). Buruh di Malang Digaji Rp 10.000 Setengah Hari.[online]. Tersedia:http://megapolitan.kompas.com/read/2012/05/01/19020053/Buruh.di .Malang.Digaji.Rp.10.000.Setengah.Hari. (1 Mei 2012)
Ainul, Yatimun. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Jadi Libur Nasional.[online]. Tersedia: http://regional.kompas.com/read/2012/05/01/13141747/Buruh.Tuntut.1.Mei.J adi.Hari.Libur.Nasional. (1 Mei 2012).
Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2009).Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Badan Pusat Statistik. (2006). Sensus Ekonomi 2006 Analisis Ketenagakerjaan (Kondisi Sosial Ekonomi Pekerja). [online]. Tersedia: http://daps.bps.go.id/index.php?page=website.Home. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2011). Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2011. [online]. Tersedia: http://www.bps.go.id/getfile.php?news=849. (26 Juni 2012). Jakarta: BPS.
Chamsyah, Bachtiar. (2008). Kesejahteraan (Welfare): Reinventing Pembangunan Sosial untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Trisakti University Press.
Chaplin, JP. (2008).Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Compton, William C. (2005). An Introduction to Positive Psychology. USA: Thomson Wadsworth.
Creswell, John W. (2003). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches.
Deci, Edward. L dan Richard M. Ryan. (2008). Hedonia, Eudaimonia, and Well-Being: An Introduction. Journal of Happiness Studies. 9. 1-4.
170
Diener, Ed dan Eunkook M. Suh. (2000). Culture and Subjective Well-Being. England: The MIT Press.
Diener, Ed. (2005). Guidelines for national Indicators of Subjective Well-Being and Ill-Being. University of Illinois. Tersedia: http://s.psych.uiuc.edu/~ediener/Documents/Guidelines_for_National_Indicat ors.pdf. [16 Februari 2012].
Diener, Ed. (2009). Assesing Well-Being: The Collected Works of Ed Diener. New York: Springer.
Diener, Ed. (2009).Culture And Well-Being: The Collected Worksof Ed Diener. New York: Springer.
Diener, Ed. (2009).The Science of Well-Being. New York: Springer.
Eurobarometer. (2011). Eurobarometer Qualitative Studies Well-Being Aggregate Report September 2011. Europian Commission.
Gandapurnama, Baban. (2012).Buruh Tuntut 1 Mei Libur Nasional dan Upah Layak.
[online]. Tersedia:
http://bandung.detik.com/read/2012/05/01/122856/1905879/486/buruh-tuntut-1-mei-libur-nasional-dan-upah-layak. (1 Mei 2012).
Ihsan, Helli. (2009).Metode Skala Psikologi. Bandung: Psikologi UPI.
Kahneman, Daniel; Ed Diener, dan Norbert Schwarz. (1999). Well-Being The Foundations of Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation.
Keyes, Corey L.M, & Magyar-Moe, Jeanna L. The Measurement and Utility of Adult SWB. In Lopez, Shane J & Synder, C.R. (ed). (2003). Positive Psychological Assesment; A Handbook of Models and Measures. Washington DC: American Psychological Association.
Ndarha, Taliziduhu. (2002).Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Noor, Hasanuddin. (2009). Psikometri: Aplikasi Dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku.Bandung: Fakultas Psikologi UNISBA.
171
Gerakan Buruh, Antologi Tulisan Perburuhan Mengenang Fauzi Abdullah.
Depok: Kepik.
Raharjo, Joko. (2013). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia: Kunci Sukses Meningkatkan Kinerja, Produktivitas, Motivasi, dan Kepuasan Kerja. Tangerang: Platinum.
Santoso, Slamet. (2010).Penerapan Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Santrock, John W. (2002). Edisi Kelima Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Schimmack, Ulrich. (2007).The Structure of Subjective Well-Being. In R. Larsen and M. Eid (Eds.) The Science of Subjective Well-Being. (p. 97-123). New York: Guilford.
Seligman, Martin EP. (2005). Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif
Authentic Happiness. Bandung: Mizan.
Şimşek, Ӧmer Faruk. (2009). Happiness Revisited: Ontological Well-Being as a Theory-Based Construct of Subjective Well-Being. Journal Happiness Stud. 10. 505-506.
Sobur, Alex. (2003).Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Subiyantoro, Eko Bambang. (2004). Buruh Perempuan: Antara Kapitalisasi Modal dan Budaya Patriarkhi, Apa yang Dapat Dilakukan Negara?. Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan: Halo Senayan!. 35. 83-96.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumarnonugroho, T. (1984). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta: PT. Hanindita Offset
Suryabrata, Sumadi. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.