LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II LARUTAN
NAMA : ASRI BUDI YULIANTI
NPM : 260110140110
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : KAMIS , 26 MARET 2015
ASISTEN : NOVIA EKA PUTRI
RIMBA T
LABORATORIUM ANALISIS INSTRUMEN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR
ABSTRAK
Larutan didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen, yaitu sistem satu fase, dimana komposisinya dapat bervariasi dengan luas. Kelarutan (solubility) adalah suatu zat dalam suatu pelarut yang menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu pelarut. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah membuat larutan natrium hidroksida yang dibakukan dengan asam oksalat dengan menggunakan indikator fenolftalein, untuk membuat pelarut campuran dan menentukan kelarutan dari asam benzoat dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campur yaitu etanol, air, gliserin, dan propilen glikol. Pada percobaan ini prinsip yang digunakan adalah prinsip titrasi asam-basa. Berdasarkan percobaan tersebut dapat diketahui kelarutan dari asam benzoate dan kelarutan asam salisilat dipengaruhi oleh pelarut campur dan memiliki tingkatan yang berbeda pada setiap perbandingan pelarut campur. Kelarutan asam salisilat dan asam benzoat dalam pelarut tersebut berbeda-beda, dengan adanya gliserin, etanol, dan propilen glikol, kelarutan dari asam salisilat dan asam benzoat menjadi meningkat. Hal itu disebabkan karena keempat pelarut tersebut merupakan kosolven yang dapat meningkatkan kelarutan. Kosolven dapat meningkatkan kelarutan dengan cara menurunkan tegangan antara zat terlarut hidrofobik dan lingkungan yang mengandung air atau dengan mengubah tetapan dielektrik, sehingga asam salisilat dan asam benzoat yang pada awal nilai kelarutannya kecil, akan menjadi bertambah besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa kelarutan itu berbanding lurus dengan adanya penambahan kosolven.
ABSTRACT
The solution is defined as a mixture of two or more components which form a homogenous molecular dispersion, ie one-phase system, wherein the composition may vary widely. Solubility (solubility) is a substance in a solvent which states the maximum amount of a substance that can be dissolved in a solvent. The purpose of this lab is to create a standardized sodium hydroxide solution with oxalic acid using phenolphthalein indicator, to create a solvent mixture and determine the solubility of benzoic acid and salicylic acid from a wide variety of mixed solvent is ethanol, water, glycerin, and propylene glycol. In this experiment used the principle is the principle of acid-base titration. Based on these experiments can be seen solubility of benzoate acid and salicylic acid solubility is influenced by solvent mixtures and have different levels in any comparison of mixed solvent. The solubility of salicylic acid and benzoic acid in the solvent is different, with the presence of glycerin, ethanol, and propylene glycol, the solubility of salicylic acid and benzoic acid is increased. That's because the fourth solvent is kosolven that can increase the solubility. Kosolven can increase the solubility by lowering the voltage between hydrophobic solutes and water containing environment or by changing the dielectric constant, so the salicylic acid and benzoic acid in the initial solubility value of small, will become magnified. So it can be said that the solubility was directly proportional to the addition kosolven
I. Tujuan
Membuat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dibakukan dengan larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indicator fenolftalein.
Membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan propilenglikol.
Menentukan kelarutan asam benzoate dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campuran.
Membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase campuran pelarut.
II. Prinsip
1. Azas Le Chatelier
Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi sekecil-kecilnya (Ratna, 2009).
2. Kelarutan
Kelarutan digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu larutan (Suyatno,2006).
3. Titrasi asam-basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi yang melibatkan reaksi asam dan basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi, 2007).
Suatu senyawa akan larut pada senyawa yang mempunyai struktur kimia yang sama polar dengan polar dan nonpolar dengan non polar (Arsyad,2001).
5. Reaksi Netralisasi
Reaksi yang terjadi dengan pembentukan garam dan H2O netral (pH=7) hasil reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu basa (Sumardjo,2006).
6. Pengenceran
Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan yang lebih pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses
pengenceran, perlu diingat bahwa penambhaan lebih banyak pelarut ke dalam sejumlah tertentu larutan stok akan mengubah (mengurangi) konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan (Chang,2005).
7. Stoikiometri
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukkan senyawanya
(Alfian,2009).
III. Reaksi
H2C2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O (Svehla, 1990).
IV. Teori Dasar
Larutan sejati didefinisikan sebagai suatu campuran dari dua atau lebih komponen yang membentuk suatu dispersi molekul yang homogen, yaitu sistem satu fase, dimana komposisinya dapat bervariasi dengan luas
Suatu larutan yang dibangun dua macam zat saja yang dikenal sebagai larutan biner, dan komponen atau konstituennya dikenal dengan nama pelarut dan zat terlarut. Konstituen yang berada dalam jumlah yang lebih besar dalam larutan biner disepakati sebagai pelarut dan konstituen dengan jumlah yang lebih sedikit disebut zat terlarut (Martin, 1990).
Sifat larutan secara fisik, zat dapat dikelompokkan dalam sifat koligatif, aditif, dan konstitutif. Sifat kognitif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif larutan adalah tekanan osmotik, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik didih. Sifat aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat konstituen dalam larutan. Sifat konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul (Martin, 1990).
Larutan dikatakan juga campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut partikel-partikel penyusunnya berukuran sama dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair dan gas. Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar. Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi :
a. Larutan pelarut yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute disbanding solvent
b. Larutan encer yaitu yang mengandung lebih sedikit solute dibandingkan solvent (Juliantara, 2009)
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka zat padat tadi terbagi secara molekular dalam cairan tersebut .Kelarutan suatu zat tergantung atas dua faktor, yaitu luasnya permukaan dan kecepatan difusi (Martin, 1990).
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen (Martin, 1990).
Kelarutan (solubility) adalah suatu zat dalam suatu pelarut yang menyatakan jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu larut dalam suatu pelarut. Besarnya kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Jenis pelarut 2. Konsentrasi 3. Jenis zat terlarut 4. Katalis
5. Tekanan
6. Suhu (Sukardjo, 2002).
Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 200 dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat padat atau satu bagian volume zat cair larut dalam bagian tertentu volume pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak
zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit kotoran mekanik seperti bagian kertas saring , serat dan butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zaat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah (Depkes RI, 1979).
Kelarutan zat yang tercantum dalam farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut :
Istilah Kelarutan Jumlah Bagian Pelarut yang Diperlukan Untuk Melarutkan 1 Bagian zat sangat mudah larut kurang dari 1
mudah larut 1 sampai 10
larut 10 sampai 30
agak sukar larut 30 sampai 100
sukar larut 100 sampai 1000
sangat sukar larut 1000 sampai 10.000 praktis tidak larut lebih dari 10.000
V. Alat dan Bahan 5.1 Alat a. Batang pengaduk b. Beaker Glass c. Buret d. Erlenmeyer e. Gelas ukur f. Labu ukur g. Neraca Analitis h. Pipet i. Spatel j. Statif 5.2 Bahan a. Aquades b. Asam benzoate c. Asam salisilat d. Etanol 90% e. Fenolftalein f. Gliserin g. NaOH h. Propilenglikol
5.3 Gambar Alat
Batang pengaduk Beaker Glass Buret
Erlenmeyer Gelas ukur Labu ukur
VI. Prosedur
6.1 Pembakuan larutan NaOH
Larutan NaOH 0,1 N dibuat kemudian dibakukan dengan larutan asam oksalat 0,1 N dan ditambahkan fenolftalein.
6.2 Pembuatan larutan sampel
Dibuat sederet pelarut campur yang terdiri dari etanol, air, gliserin dan propilenglikol dengan perbandingan tertentu : masing-masing pelarut campur volumenya 20 ml. Sampel dilarutkan sedikit demi sedikit sampai diperoleh larutan jenuh.
6.3 Penentuan kelarutan
Larutan sampel jernih dipipet sebanyak 10 ml, kemudian ditetapkan kadarnya secara titrasi asam basa.
6.4 Dibuat grafik hubungan (plot) konsentrasi dengan persentase campuran pelarut
VII. Hasil Pengamatan 7.1 Pembakuan NaOH
Volume Asam Oksalat Volume NaOH
10 ml 10,3 ml
10 ml 10,5 ml
10 ml 9,8 ml
Rata-rata = 10 ml Rata-rata = 10,1667 ml
7.2 Pembuatan pelarut campuran
Kelo mpok Bahan Uji NO Pelarut/ kosolven Pelarut/Kosolven
Etanol Air Gliserin Propilenglikol 1. Asam Salisilat / Asam Benzoat 1 2 3 4 - 1,5 ml - - 30 ml 28,5 ml 27 ml 27 ml - - 3 ml - - - - 3 ml 2. Asam Salisilat / Asam Benzoat 1 2 3 4 3 ml 4,5 ml 3 ml 3 ml 27 ml 25,5 ml 24 ml 24 ml - 3 ml - - - - 3 ml 3. Asam Salisilat / Asam Benzoat 1 2 3 4 6 ml 7,5 ml 6 ml 6 ml 24 ml 22,5 ml 21 ml 21 ml - - 3 ml - - - - 3 ml 4. Asam Salisilat / 1 2 9 ml 10,5 ml 21 ml 19,5 ml - - -
Asam Benzoat 3 4 9 ml 9 ml 18 ml 18 ml 3 ml - - 3 ml 7.3 Penentuan Kelarutan Kelompok 1 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Benzoat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,5 mL 0,6 2. 10 mL 0,075 mL 0,09 3. 10 mL 0,15 mL 0,18 4. 10 mL 1,5 mL 1,8 Kelarutan Rata-Rata 0,6675 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Salisilat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,3 mL 0,4
2. 10 mL 0,05 mL 0,679
3. 10 mL 0,15 mL 0,204
4. 10 mL 0,25 mL 0,339
Kelompok 2 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Benzoat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,5 mL 0,6 2. 10 mL 0,75 mL 0,9 3. 10 mL 1,15 mL 1,38 4. 10 mL 1,35 mL 1,62 Kelarutan Rata-Rata 1,125 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Salisilat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 1,35 mL 1,83 2. 10 mL 1,6 mL 2,17 3. 10 mL 0,7 mL 0,95 4. 10 mL 1,25 mL 1,69 Kelarutan Rata-Rata 1,66 Kelompok 3 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Benzoat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 0,3 mL 0,36
2. 10 mL 0,45 mL 0,54
4. 10 mL 2 mL 2,4 Kelarutan Rata-Rata 1,815 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Salisilat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 1,3 mL 1,7 2. 10 mL 0,45 mL 0,54 3. 10 mL 0,3 mL 0,4 4. 10 mL 2 mL 2,4 Kelarutan Rata-Rata 1,26 Kelompok 4 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Benzoat(Duplo) Volume
NaOH Kelarutan (gram/mL)
1. 10 mL 4,55 mL 5,46 2. 10 mL 2,7 mL 3,24 3. 10 mL 3,5 mL 4,2 4. 10 mL 1,75 mL 2,1 Kelarutan Rata-Rata 3,75 Pelarut Campur Volume Larutan Asam Salisilat(Duplo) Volume
2. 10 mL 2,35 mL 3,2
3. 10 mL 5,05 mL 6,9
4. 10 mL 3,75 mL 5,1
Kelarutan Rata-Rata 5,75
7.4 Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku 𝑉1 𝑥 𝑁1 = 𝑉2 𝑥 𝑁2
10 𝑥 0.1 = 10.1667 𝑥 𝑁 𝑁 = 10 𝑥 0.1
10.1667= 0.0983 𝑁 b. Penentuan Kelarutan Kelompok 4
Perhitungan Kelarutan Asam Benzoat
Kelarutan = (Volume NaOH x N NaOH) x BE As. Benzoat 10 L 1. Kelarutan = 4,55 mL x 0,0983 N x 122,12 10 mL = 5,46 gram/mL 2. Kelarutan = 2,7 mL x 0,0983 N x 122,12 10 mL = 3,24 gram/mL 3. Kelarutan = 3,5 mL x 0,0983 N x 122,12 10 mL = 4,2 gram/mL
4. Kelarutan = 1,75 mL x 0,0983 N x 122,12 10 mL
= 2,1 gram/mL
Perhitungan kelarutan asam salisilat
Kelarutan = (Volume NaOH x N NaOH) x BE As. Salisilat 10 L 1. Kelarutan = 5,75 mL x 0,0983 N x 138,12 10 mL = 7,8 gram/mL 2. Kelarutan = 2,35 mL x 0,0983 N x 138,12 10 mL = 3,2 gram/mL 3. Kelarutan = 5,05 mL x 0,0983 N x 138,12 10 mL = 6,9 gram/mL 4. Kelarutan = 3,75 mL x 0,0983 N x 138,12 10 mL = 5,1 gram/mL
7.5 Grafik
Grafik 1 Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Air Etanol : Air (1:9) Etanol : Air (1:4) Etanol : Air (3:7) Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 2. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Etanol : Air (1:19) Etanol : Air (3:17) Etanol : Air (1:3) Etanol : Air (3:7) Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 3. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Gliserin 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Air : Gliserin (9:1) Etanol : Air : Gliserin (1:8:1) Etanol : Air : Gliserin (2:7:1) Etanol : Air : Gliserin (3:6:1) Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 4. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Propilenglikol 0 1 2 3 4 5 6 Air : Propilenglikol (9:1) Etanol : Air : Propilenglikol (1:8:1) Etanol : Air : Propilenglikol (2:7:1) Etanol : Air : Propilenglikol (3:6:1) Asam Salisilat Asam Benzoat
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan tentang larutan. Adapun tujuan pada praktikum ini adalah Membuat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dibakukan dengan larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indikator fenolftalein, membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan propilenglikol, menentukan kelarutan asam benzoate dan asam salisilat dari berbagai macam pelarut campuran, membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase campuran pelarut. Adapun prinsip yang digunakan pada praktikum ini adalah azas le chatelier, kelarutan, titrasi asam-basa, like dissolve like, reaksi netralisasi, pengenceran dan stoikiometri. Namun pada kali ini prinsip titrasi asam basa dan kelarutan lebih ditekankan pada praktikum ini.
Penentuan kelarutan pada praktikum ini dilakukan untuk menentukan kelarutan dari asam salisilat dan asam benzoate dengan metode titrasi asam basa, dimana pada titrasi ini NaOH berfungsi sebagai titran dan larutan asam benzoat dan asam salisilat sebagai analitnya. Titrasi ini dilakukan untuk mengetahui volume NaOH yang terpakai saat tercapainya titik ekuivalen, volume NaOH dicari digunakan pada rumus saat perhitungan kelarutan. Karena NaOH merupakan larutan baku sekunder maka sebelum dilakukan titrasi dengan asam salisilat atau asam benzoate harus dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini pembakuan NaOH ini menggunakan asam oksalat yang merupakan larutan baku primer dan menggunakan indicator Phenolphtalein. Penggunaan indikator phenolphtalein ini dikarenakan pH pada saat titik ekuivalen berada diantara trayek pH indikator phenolphtalein, range trayek pH indiktor phenolphtalein adalah 8,3-10,5. Pembakuan NaOH dilakukan triplo sehingga didapatkan konsentrasi NaOH yaitu 0,0983 N.
Setelah dilakukan pembakuan NaOH, maka dibuat larutan asam salisilat dan asam benzoat dalam berbagai macam pelarut campur yang terdiri dari air, etanol, propilen glikol dan gliserin dengan perbandingan
tertentu. Asam salisilat dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut kemudian diaduk sampai jenuh, kejenuhan larutan ditandai dengan adanya endapan. Setelah jenuh, lalu disaring sehingga didapatkan endapan dan filtratnya. Penyaringan ini dilakukan karena terbentuk dua fase dan yang dipakai adalah filtratnya. Dari filtrat tersebut kemudian diambil 10 ml sebanyak 2 kali untuk penitrasian duplo. Penitrasian dilakukan duplo agar didapatkan rata-rata, karena titrasi sebanyak satu kali belum tentu menunjukkan hasil yang tepat.
Setelah diketahui konsentrasi dari NaOH maka selanjutnya dilakukan penentuan kelarutan dari asam salisilat dengan asam benzoat dalam berbagai macam pelarut campuran. Pada tahap ini prinsip yang digunakan adalah prinsip titrasi asam basa atau reaksi netralisasi.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Air Etanol : Air Etanol : Air Etanol : Air
Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 1. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
Pada grafik pertama pelarut yang digunakan untuk mengetahui kelarutan dari asam benzoate dan asam salisilat ini adalah pelarut campuran air dan etanol. Dari grafik tersebut terlihat bahwa kelarutan semakin bertambah ketika jumlah etanol semakin banyak. Kelarutan asam benzoat dan asam salisilat yang tidak memakai etanol (0:30) kelarutannya adalah 0,6 g/ml dan 0,4 g/ml. Kemudian ditambah etanol sebanyak 3 ml dan kelarutan asam benzoate tetap dan kelarutan asam salisilat naik menjadi 1,83 g/ml. Tetapi pada saat penambahan etanol menjadi 6 ml kelarutan asam benzoat berkurang menjadi 0,36 g/ml dan kelarutan asam salisilat berkurang menjadi 1,7 g/ml. Hal ini bisa saja terjadi karena penambahan kosolven belum tentu pasti menaikkan kelarutan. Pada beberapa kasus kelarutan bertambah sangat kecil bahkan berkurang. Pada kasus ini kelarutan asam benzoate dan asam salisilat menurun karena larutannya masih belum jenuh sehingga jumlah zat terlarutnya sedikit sehingga kelarutannya menjadi kecil. Kemudian pada saat etanol ditambahkan lagi kelarutan asam salisilat dan asam benzoat pun bertambah. Etanol disini dapat meningkatkan kelarutan karena asam benzoate larut dalam kurang lebih 3 bagian etanol 95% (Depkes RI, 1979). Lebih larut dalam etanol dibandingkan dengan air, disisi lain memang etanol adalah kosolven seperti yang dikatakan oleh Yalkowsky (1985) bahwa kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Arti dari kosolven sendiri yaitu suatu bahan yang dapat meningkatkan kelarutan
dengan cara menurunkan tegangan antara zat terlarut yang hidrofobik (Yalkowsky, 1985).
Grafik 2. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air
Pelarut yang digunakan pada grafik kedua adalah etanol dan aquadest sama seperti pelarut pada grafik pertama hanya saja perbandingan pelarutnya berbeda. Pada grafik kedua ini hamper sama seperti pada grafik yang kedua walau dengan perbandingan pelarut yang berbeda. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat dengan penambahan etanol maka kelarutan asam salisilat dan asam benzoate semakin tinggi. Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahawa pada pelarut campuran etanol dan air dengan perbandingan 1 : 3 mengalami penurunan kelarutan yang cukup besar hal ini bisa disebabkan karena saat proses titrasi larutan belum benar-benar jenuh sehingga jumlah zat terlarutnya sedikit dan
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Etanol : Air (1:19) Etanol : Air (3:17) Etanol : Air (1:3) Etanol : Air (3:7) Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 3. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Gliserin
Pelarut yang digunakan pada grafik ketiga adalah etanol, air, dan gliserin. Dari grafik pelarut campuran yang ketiga, dapat dilihat bahwa mulai dari kelompok 1 sampai 5 diberi perlakuan penambahan volume etanol sebanyak 3 mL, pengurangan volume air sebanyak 3 mL dan gliserin tetap sebanyak 3 mL. Pada grafik asam salisilat, mulai dari kelompok 1 yang tidak memakai etanol tetapi memakai 3 mL gliserin bisa dibandingkan dengan grafik pelarut 2 kelompok 1 yang tidak memakai gliserin tetapi memakai etanol, kelarutan asam benzoatnya adalah 0,09 g/ml sedangkan dengan ditambahkannya gliserin tanpa etanol meningkat menjadi 0,18 g/ml. Hal itu dapat terjadi karena etanol yang diberikan pada pelarut 2 hanya 1,5 mL sedangkan gliserin yang ditambahkan pada pelarut 3 adalah 3 mL. Jadi bisa dikatakan bahwa kosolvensi oleh
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Air : Gliserin (9:1) Etanol : Air : Gliserin (1:8:1) Etanol : Air : Gliserin (2:7:1) Etanol : Air : Gliserin (3:6:1) Asam Salisilat Asam Benzoat
gliserin ataupun etanol sama kuatnya, sama-sama meningkatkan kelarutan. Kemudian, terlihat pada grafik, kelarutan asam salisilat mengalami penurunan hingga pada kelompok 3 didapat kelarutannya adalah 0,204 g/ml yang berarti lebih rendah dari kelarutan pada grafik pelarut 2 kelompok 3 yaitu 0,679 g/ml.
0 1 2 3 4 5 6 Air : Propilenglikol (9:1) Etanol : Air : Propilenglikol (1:8:1) Etanol : Air : Propilenglikol (2:7:1) Etanol : Air : Propilenglikol (3:6:1) Asam Salisilat Asam Benzoat
Grafik 4. Perbandingan Hubungan antara Kelarutan Asam Salisilat dan Asam Benzoat dengan Presentase Campuran Pelarut
Etanol : Air : Propilenglikol
Pelarut yang digunakan pada grafik keempat ini adalah etanol, air, dan propilenglikol. Berdasarkan grafik pelarut ke-4 tersebut, dapat dilihat bahwa mulai dari kelompok 1 sampai 4 diberi perlakuan penambahan volume etanol sebanyak 3 mL, pengurangan volume air sebanyak 3 mL dan propilenglikol tetap sebanyak 3 mL. Pada grafik asam salisilat, nilai kelarutan kelompok 1 yang tidak memakai etanol tetapi memakai 3 mL propilenglikol yaitu 0,339 g/ml bisa dibandingkan dengan kelarutan pada grafik pelarut 3 kelompok 1 yang juga tidak ditambah etanol tetapi ditambah 3 mL gliserin yaitu 0,204 g/ml. Kelarutan yang memakai 3 ml propilenglikol lebih tinggi dibandingkan dengan yang memakai 3 ml gliserin, berarti dapat dikatakan bahwa kosolvensi oleh propilenglikol lebih baik daripada dengan gliserin. Hal ini karena asam benzoate dan asam salisilat bersifat non polar sehingga akan larut pada yang pelarut non polar pula (propilenglikol). Jadi, asam salisilat dan asam benzoat itu sebenarnya bersifat semi polar. Semi polar adalah sifat yang berarti dapat menjadi polar dan non polar,sifat semi polar yang dimiliki kedua zat tersebut ternyata lebih cenderung ke non polarnya karena keduanya adalah asam organik, sehingga ketika ditambahkan propilenglikol yang bersifat nonpolar dan dibandingkan dengan gliserin yang bersifat polar maka kelarutan pada propilenglikol lebih tinggi. Hal tersebut didasarkan pada prinsip like dissolve like yaitu dimana suatu senyawa akan larut pada senyawa yang mempunyai struktur kimia yang sama, polar dengan polar dan nonpolar dengan non polar seperti yang dikatakan oleh Arsyad (2001).
Pelarut campuran dan kosolven mempengaruhi kelarutan dari asam salisilat dan asam benzoate.
IX. Simpulan
1. Dapat membuat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang dibakukan dengan larutan asam oksalat (H2C2O4) dengan indikator PP sehingga didapatkan normalitas NaOH 0,0983 N.
2. Dapat membuat pelarut campur dari etanol, air, gliserin, dan propilenglikol dengan perbandingan tertentu untuk menjadi pelarut asam benzoate dan asam salisilat.
3. Kelarutan asam salisilat dan asam benzoate dipengaruhi oleh pelarut campur dan memiliki tingkatan yang berbeda pada setiap perbandingan pelarut campur.
4. Dapat membuat grafik hubungan konsentrasi dengan persentase campuran pelarut yang menyatakan bahwa kelarutan asam benzoat dan asam salisilat semakin bertambah dengan diberikannya etanol, gliserin dan propilen glikol.
Daftar Pustaka
Alfian, Zul. 2009. Kimia Dasar. Medan: USU Press.
Arsyad, N. 2001. Kamus Kimia Anti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Dirjen POM. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Dirjen POM. Juliantara. 2009. Kimia Larutan. Tersedia Online di
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/kimia-larutan-kimia-dasar-39481.html [Diakses pada tanggal 27 Maret 2015].
Muchtaridi. 2007. Kimia 2. Jakarta: Yudhistira.
Ratna. 2009. Azas Le Chatelier. Available at
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/azas-le-chatelier/. [Diakses pada tanggal 15 Maret 2015].
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC Suyatno. 2006. Kimia. Jakarta: Grasindo.
Svehla. 1990. Analisis Kuantitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta: PT.Kalman Media Pustaka.
Yalkowsky dan Rubino. 1985. American Pharmaceutical Association. Journal of Pharmaceutical Sciences: Solubilization by cosolvents I: Organic solutes in propylene glycol–water mixtures. Volume 74, No. 4, pages 416–421.
Lampiran
Gambar Percobaan
Larutan Jenuh Asam Larutan Jenuh Asam Titrasi Penetapan Kadar Salisilat Benzoat
Asam Benzoat duplo yang
pertama
Asam Benzoat duplo yang kedua
Asam Salisilat 2 duplo yang pertama
Asam Salisilat 2 duplo yang kedua
AsamSalisilat 1 duplo yang
pertama
AsamSalisilat 1 duplo yang kedua
Gliserin 6 mL Asam salisilat 4
duplopertama
Etanol yang digunakan Asamsalisilat 2 yang aka
Asam benzoate 1 yang
sudahdititrasi Asam benzoate 2 yang digunakan
AsamBenzoat yang
digunakan