I. Tujuan
Mengamati terjadinya perubahan warna, mengamati banyaknya larutan NaOH yang diperlukan menitrasi larutan HCl, menentukan konsentrasi larutan HCl dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M.
II. Dasar Teori
Titrasi merupakan salah satu prosedur dalam ilmu kimia yang digunakan untuk menentukan molaritas dari suatu asam dan basa. Reaksi kimia pada titrasi dikenakan pada "larutan yang sudah diketahui volumenya, namun tidak diketahui konsentrasinya" dan "larutan yang sudah diketahui volume dan konsentrasinya". Tingkat keasaman atau kebasaan dapat ditentukan dengan menggunakan asam atau basa yang ekivalen. Ekivalen asam setara dengan satu mol ion hidronium (H+ atau H3O+). Sedangkan ekivalen basa setara dengan satu mol ion hidroksida (OH-). Jika yang direaksikan adalah asam atau basa poliprotik (banyak ekivalen), maka setiap mol zat tersebut akan melepaskan lebih dari satu H+ atau OH-.
Titik Ekivalen
Ketika larutan yang sudah diketahui konsentrasinya direaksikan dengan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya, maka akan dicapai titik dimana jumlah asam sama dengan jumlah basa, yang disebut dengan titik ekivalen. Titik ekivalen dari asam kuat dan basa kuat mempunyai pH 7. Untuk asam lemah dan basa lemah, titik ekivalen tidak terjadi pada pH 7. Dan untuk larutan asam basa poliprotik, akan ada beberapa titik ekivalen.
Cara Memprediksi Titik Ekivalen
Metode ini melibatkan grafik sebagai fungsi pH dan volume titran yang dipakai yang disebut dengan kurva titrasi. Contoh kurva titrasi adalah:
2. Menggunakan indikator
Metode ini mengandalkan timbulnya perubahan warna larutan. Indikator asam basa merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan terdisosiasi maupun tidak. Karena digunakan dalam konsentrasi yang rendah, indikator tidak menunjukkan perubahan yang besar pada titik ekivalen. Titik dimana indikator berubah warna merupakan titik akhir titrasi. Untuk titrasi, perbedaan volume antara titik akhir dengan titik ekivalen relatif kecil. Seringkali kesalahan (error) pada perbedaan volume diabaikan. Seharusnya dalam kasus tersebut diberlakukan faktor koreksi. Volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana berikut:
VANA = VBNB
dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa.
Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu cara analisis kuantitatif volumetrik berdasarkan reaksi asam-basa secara titrasi. Kedua analisis tersebut dibedakan pada larutan standar yang digunakan. Asidimetri merupakan penentuan konsentrasi / kadar suatu larutan basa dengan larutan standar yang digunakan asam, sebaliknya alkalimetri merupakan penentuan konsentrasi / kadar suatu larutan asam dengan larutan standar yang digunakan basa.
Titrasi asam asetat atau asam cuka (CH3COOH) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) sebagai larutan standar akan menghasilkan garam CH3COONa yang berasal dari sisa asam lemah dan basa kuat yang kemudian terhidrolisis. Reaksi hidrolisis ini merupakan reaksi keseimbangan yang dapat ditulis sebagai berikut :
CH3COOH (aq) + NaOH (aq) CH3COONa (aq) + H2O (l)
Pada titrasi ini sebagian asam asetat (asam cuka) dan basanya akan tinggal dalam larutan. Saat titik ekivalen (titik akhir titrasi) terjadi, banyaknya asam asetat (asam cuka) dan NaOH bebas adalah sama, tetapi karena asam asetat termasuk elektrolit lemah, maka ion H+ yang dibebaskan sangat sedikit, dan akan lebih banyak tinggal sebagai molekul CH3COOH. Sedangkan basa bebasnya (NaOH) merupakan elektrolit kuat yang hampir terionisasi sempurna, membebaskan ion hidroksil (OH-) dalam larutan. Hal ini mengakibat-kan titrasi akan berakhir pada pH di atas 7.
Adanya asam dan basa yang bersifat kuat dan lemah menyebabkan garam yang dihasilkan dari reaksi netralisasi tidak selalu bersifat netral (pH 7), tetapi tergantung pada sifat asal dari asam dan basa yang membentuk garam. Hanya garam yang berasal dari asam dan basa kuat yang dapat menghasilkan garam yang bersifat netral. Bila garam terbentuk dari asam kuat dan basa lemah, maka garam yang dihasilkan bersifat asam, dan sebaliknya (J. Basset, 1978 : 236-247).
III. Alat dan Bahan
3. Pipet tetes 4. Buret 5. Beaker glass
IV. Gambar Rangkaian Alat
Pipet Tetes Buret
Beaker Glass
Corong
V. Cara Kerja
1. Tuangkan larutan NaOH kedalam buret menggunakan corong 2. Isilah labu Erlenmeyer dengan HCl sebanyak 10 ml
3. Tambahkan 2-4 tetes indikator Phenolftalein kedalam HCl 4. Lakukanlah titrasi HCl dengan NaOH
5. Hentikan titrasi saat terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda ( warna merah mudanya tidak hilang )
6. Catatlah volume NaOH yang digunakan VI. Hasil Pengamatan "larutan yang sudah diketahui volume dan konsentrasinya". Tingkat keasaman atau kebasaan dapat ditentukan dengan menggunakan asam atau basa yang ekivalen.
2. Perubahan warna terjadi saat jumlah asam sama dengan jumlah basa, yang disebut dengan titik ekivalen. Hal ini terjadi dikarenakan adanya Indikator asam basa, yang merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan terdisosiasi maupun tidak.
phenolftalein, lalu ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah di sediakan dalam buret setetes demi setetes sampai warnanya berubah menjadi merah muda.
4. Dalam percobaan titrasi pertama, langkah pertama yang dilakukan adalah memasukan larutan HCl kedalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan 4 tetes larutan phenolftalein, lalu memasukan larutan NaOH kedalam buret. Kemudian, larutan HCl ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah di sediakan dalam buret setetes demi setetes sampai warnanya berubah menjadi merah muda. Sehingga didapatkan volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi larutan HCl 10 ml yaitu sebanyak 1 ml.
5. Dalam percobaan titrasi kedua, langkah pertama yang dilakukan adalah memasukan larutan HCl kedalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan 4 tetes larutan phenolftalein. Kemudian, larutan HCl ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah di sediakan dalam buret setetes demi setetes sampai warnanya berubah menjadi merah muda. Sehingga didapatkan volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi larutan HCl 10 ml yaitu sebanyak 0,8 ml.
6. Perhitungan :
1. Volume rata-rata NaOH yang digunakan yaitu (1 + 0,8) : 2 = 0,9 ml
2. Jumlah mol NaOH yang digunakan yaitu : n NaOH = M.V = 0,1 x 9 x 10-4 = 9 x 10-5 mol 3. Persamaan reaksi NaOH + HCl NaCl + H2O
4. Jumlah mol HCl berdasarkan perbandingan koefisien reaksi yaitu Mol HCl = Mol NaOH = 9 x 10-5 mol
Hitunglah konsentrasi HCl dari hasil titrasi di atas Jawab:
Dengan menggunakan volume rata-rata NaOH pada dua percobaan, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut:
M HCl . 10 = 0,1 . 0,9
M HCl = 0,1 . 0,9 : 10 = 0,009 = 9 x 10-3 M Atau :
M HCl = Mol HCl : Volume HCl = 9 x 10-5 : 10-2 = 9 x 10-3 M VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kita dapat mengetahui : 1. Volume rata-rata NaOH yang digunakan yaitu 0,9 ml 2. Jumlah mol NaOH yang digunakan yaitu 9 x 10-5 mol 3. Persamaan reaksi pada percobaan diatas yaitu
NaOH + HCl NaCl + H2O
4. Jumlah mol HCl berdasarkan perbandingan koefisien reaksi yaitu 9 x 10-5 mol
5. Konsentrasi HCl yang dititrasi yaitu 9 x 10-3 M
Daftar Pustaka
Ansori,Irvan.1984.Penuntun Pelajaran Kimia.Bandung:Ganeca Exact Budi,Sentot.1987.Belajar Kimia.Solo:Tiga Serangkai