• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karsinoma Nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous dengan batas superior tulang sfenoid, bagian inferior berbatasan dengan palatum mole, bagian posterior berbatas dengan clivus dan vertebra cervical I dan II, dan bagian anterior berbatas dengan koana (Cottrill & Nutting, 2003; Wei, 2006; Zhou et. al., 2007; Plant, 2009).

Berbeda dengan selaput lendir saluran nafas lainnya, selaput lendir nasofaring mengandung banyak sekali jaringan limfoid yang terletak didalam dan dibawah epitel yang merupakan kumpulan sel limfosit tipe B dan sedikit tipe T yang membentuk folikel-folikel dan pusat germinal tanpa kapsul. Struktur limfoid ini banyak terdapat di dinding lateral terutama di sekitar muara tuba Eustachius, dinding posterior dan bagian nasofaring di palatum molle. Struktur limfoid ini merupakan lengkung bagian atas dari cincin Waldeyer (Gustafson & Neel, 1989; Chew, 1997). Pada dinding lateral, terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya akan pembuluh limfe. Aliran limfenya juga berjalan ke arah anteroposterior dan bermuara ke kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari masing-masing sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, dimana rantai kelenjar ini terletak di bawah otot sternokleidomastoideus pada tiap prosesus

(2)

mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya sangat dekat dengan saraf-saraf kranial terakhir, yaitu saraf-saraf IX,X,XI,XII (Cottrill & Nutting, 2003).

KNF sering berawal dari fossa Rosenmuller dan dapat meluas kedalam atau keluar dari dinding lateral dan/atau posterosuperior ke dasar otak atau ke palatum, kavum nasi atau orofaring (Brennan, 2006). KNF mudah meluas ke fosa serebri media melalui 2 titik lemah yaitu foramen laserum dan ovale (Cotrril &Nutting, 2003).

Kluster KNF pada suku di Cina Selatan secara kuat menunjukkan keterlibatan faktor etiologi mayor termasuk genetik, lingkungan dan faktor virus. Faktor etiologi yang penting lainnya pada beberapa tipe dari KNF adalah EBV (Epstein-barr virus). Ada dua jenis infeksi EBV yang terjadi, yaitu infeksi litik, dimana DNA dan protein virus disintesis, disusul dengan perakitan partikel virus dan lisis sel. Jenis infeksi kedua adalah infeksi laten non litik, disini DNA virus dipertahankan di dalam sel terinfeksi sebagai episom. Infeksi laten inilah yang sering berlanjut menjadi keganasan. Berbagai antigen yang disandi oleh virus dapat diidentifikasi dalam nukleus, sitoplasma dan membran sel terinfeksi. Antigen ini dapat menginduksi respon imun seperti EBNA (Epstein-barr nuclear antigen) yang diekspresikan pada infeksi litik dini tapi juga dapat diekspresikan pada infeksi laten. Protein lain adalah LMP (latent membrane protein) dan VCA (viral capsid antigen). Infeksi EBV mempunyai dampak yang jelas pada sel B. Percobaan invitro membuktikan bahwa virus ini merupakan aktivator proliferasi poliklonal sel B yang tidak tergantung pada sel T, dan mengakibatkan sel B yang terinfeksi menjadi immortal dan mengalami transformasi ganas. Walaupun dapat

(3)

terjadi respon seluler atau respon humoral terhadap antigen yang disandi oleh virus DNA tersebut, ternyata hanya sel T spesifik terhadap antigen tersebutlah yang dapat memperantarai penolakan terhadap tumor tersebut secara in vivo. Jadi untuk mengatasi infeksi EBV diperlukan respon imun seluler atau respon sel T. Pada keadaan defisiensi respon imun seluler, dapat mengakibatkan sel yang terinfeksi EBV secara laten mengalami transformasi ganas (Notopuro, Kentjono & Harijono, 2005). Klonal EBV DNA telah ditemukan pada beberapa lesi pre-invasif, menunjukkan bahwa adanya hubungan antara EBV DNA dengan proses transformasi. Hubungan lain meliputi infeksi hidung yang kronis, higienis yang buruk dan paparan dari nitrosamin dan hidrokarbon polisiklik pada makanan yang diasinkan (Jeyakumar et. al., 2006).

KNF merupakan salah satu kanker yang sering pada penduduk Cina atau Asia, dan merupakan salah satu masalah kesehatan di Cina Selatan dengan insiden 20 kasus per 100.000 (Cho, 2007). Pada daerah endemik, insiden meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncak pada dekade IV dan V. Pada daerah resiko rendah usia terbanyak pada dekade V dan VI tapi masih terdapat insidensi yang signifikan pada usia dibawah 30 tahun sehingga didapati distribusi usia bimodal dengan puncak awalnya antara usia 15-25 tahun. Kanker nasofaring lebih sering dijumpai pada pria,dengan perbandingan pria dan wanita 3:1 (Cottrill & Nutting, 2003; Ganguly et al. 2003).

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial dan pembesaran kelenjar limfe leher (Wei & Kwong, 2010). Dikarenakan kaya akan suplai limfatik dan

(4)

area yang sulit diperiksa, maka metastasis servikal sering dijumpai pada tampilan awal (Plant, 2009). Lebih dari 40% dari seluruh kasus KNF, keluhan adanya tumor di leher ini yang paling sering dijumpai dan yang mendorong penderita untuk datang berobat (Soetjipto, 1989; Ahmad, 2002). Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen terutama ditemukan di tulang, paru, hepar dan kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosis yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis ditegakkan (Chiesa & De Paoli, 2001). Tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosis saat stadium lanjut dibandingkan keganasan kepala leher lainnya (Plant, 2009). Mayoritas kematian KNF berhubungan dengan metastasis tumor dibandingkan tumor primer. Namun, mekanisme molekular invasi dan metastasis KNF masih belum sepenuhnya dimengerti (Li et. al.,2010).

Konfirmasi pasti diagnosis KNF diperoleh dari hasil biopsi positif yang diambil dari tumor di nasofaring. Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan dengan kontras dan MRI dengan enhancement (Chew, 1997; Jeyakumar et. al. 2006; Wei, 2006).

KNF diklasifikasikan oleh World Health Organization (WHO) menjadi 3 tipe histologi, yaitu:

Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (keratinizing squamous cell carcinoma)

(5)

Tipe 2 : Karsinoma sel skuamosa tidak berkeratinisasi (non keratinizing squamous cell carcinoma)

Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated carcinoma)

Terdapat beberapa cara untuk menentukan stadium KNF. Di beberapa negara Asia digunakan penentuan stadium yang dikemukakan oleh Ho pada tahun 1978 (Ho’s system), sementara di Amerika dan Eropa lebih disukai penentuan stadium sesuai dengan kriteria yang ditetapkan AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer / International Union Against Cancer). Cara penentuan stadium KNF yang terbaru adalah menurut AJCC/UICC tahun 2010.

Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:

Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak terbukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dan / kavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.

T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak dan/atau sinus paranasal

(6)

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya saraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke fossa infratemporal / ruang mastikator.

KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular, dan/atau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang.

N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.

N3 Metastasis pada kelenjar getah bening diatas 6 cm dan/atau pada fossa supraklavikular:

N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm N3b Meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

M0 Tanpa metastasis jauh M1 Metastasis jauh

(7)

Tabel 1. Stadium KNF berdasarkan AJCC 2010 Stadium T N M I II III IV A IV B IV C T T 1 T 1 T 2 T 1-2 T 3 semua T 4 semua T No N N 1 N 0-1 N 2 N 0-2 0-N 2 Semua N 3 Mo Mo Mo Mo Mo Mo M M 0 1 Penatalaksanaan menurut NCCN 2010

(8)

Radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama bertahun-tahun. KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala leher lainnya (Guigay et al. 2006; Wei, 2006).

Prognosis

Prognosis yang jelek berhubungan dengan perluasan tumor terutama yang melibatkan saraf kranial atau perluasan intrakranial, keterlibatan pembesaran kelenjar limfe, kelenjar limfe bilateral dan di supraklavikular, peninggian LDH dan kadar antibodi EBV yang tinggi. Angka harapan hidup bervariasi pada stadium. Pada stadium I dan II (terbatas di nasofaring, tanpa metastasi kelenjar limfe atau metastasis lainnya) mempunyai 5-year survival sebesar 70-80%. Pada stadium III mempunya 40-50% 5-year survival. Sedangkan 5-year survival pada stadium IV (invasi ke dasar tengkorak atau saraf kranial, pembesaran kelenjar limfe bilateral atau metastasis jauh) adalah 20-40% (Titcomb, 2001).

2.2. Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks metalloproteinase pertama kali diidentifikasi pada vertebra oleh Jerome Gross dan Charles M. Lapiere pada tahun 1962 yang meneliti degradasi kolagen triple-helical selama metamorfosis kecebong (Krizkova et al,2011).

Matriks metalloproteinase (MMP), cysteine proteinases, aspartic proteinases dan serine proteinase merupakan enzim proteolisis yang terlibat dalam degradasi matriks ekstraseluler (Amalinei et. al., 2010). MMP merupakan

(9)

famili zinc dependent endopeptidase, kumpulan besar enzim yang bertanggung jawab terhadap remodelling jaringan dan degradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan proteoglikan (Verma & Hansch, 2007; Angulo et. al., 2011).

Saat ini, terdapat lebih dari 26 anggota keluarga MMP dan semuanya dapat dikelompokkan berdasarkan strukturnya (Amalinei et. al., 2010). Struktur MMP secara garis besar terdiri dari : 1) sinyal peptida yang mengarahkan MMP untuk mensekresi atau jalur insersi membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik domain berikatan dengan zinc; 4) domain hemopexin yang menjadi perantara interaksi dengan substrat dan enzim spesifik; 5) regio hinge yang berhubungan dengan katalitik dan domain hemopexin (Cao & Zucker, 2007).

Gambar 2.2. Struktur MMP (Gill & Parks, 2011)

MMP secara garis besar terbagi menurut spesifisitas substrat, persamaan rangkaian dan organisasi domain, dibagi menjadi enam grup, yaitu : Kolagenase,

(10)

Gelatinase, Stromelysin, Matrilysin, Membrane-type MMPs Transmembrane, MMP lainnya (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Enzim MMP Kolagenase : • Kolagenase - 1 • Kolagenase - 2 • Kolagenase - 3 MMP - 1 MMP - 8 MMP – 13 Gelatinase : • Gelatinase - A • Gelatinase - B MMP – 2 MMP – 9 Stromelysin : • Stromelysin – 1 (progelatinase) • Stromelysin – 2 • Stromelysin – 3 MMP – 3 MMP – 10 MMP – 11 Matrilysin :

• Matrilysin – 1 (uterine matrilysin)

• Matrilysin – 2 (endometase) MMP – 7 MMP – 26 Membrane-type MMPs Transmembrane : • MT1 – MMP • MT2 – MMP • MT3 – MMP • MT5 – MMP • MT4 – MMP • MT6 – MMP (leukolysin) MMP – 14 MMP – 15 MMP – 16 MMP – 24 MMP – 17 MMP – 25 Lainnya : • Macrophage elastase RASI–1 • Enamelysin MMP – 12 MMP – 19 (MMP – 18) MMP – 20

(11)

XMMP (Xenopus)/Cy–MMP (Cynops) • Femalysin • CA–MMP • CMMP (Gallus) • Epilysin MMP – 21 (MMP – 23A) MMP – 22 MMP – 23 MMP – 27 MMP – 28 Tabel 2. Grup MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Antara kondisi fisiologis dan patologis, ekspresi MMP akan cepat terangsang ketika remodeling jaringan diperlukan (Decock et. al., 2008). MMP mempunyai peranan pada embriogenesis dan kondisi fisiologis lainnya seperti proliferasi, motilitas sel, remodeling, penyembuhan luka dan proses reproduksi seperti ovulasi, implantasi embrio, proliferasi endometrium, involusi uterus, payudara serta prostat (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

MMP diekskresikan oleh bermacam connective tissue dan sel pro-inflamasi termasuk fibroblast, osteoblas, sel endotelial, makrofag, neutrofil dan limfosit (Verma & Hansch, 2007). Ekspresi aktivasi MMP dapat dikontrol pada tingkat transkripsi gen oleh aktivasi proenzim dan inhibitor spesifik dan non spesifik. Kebanyakan MMP disekresi sebagai proenzim laten (inactive zymogen)

yang mengalami pemecahan proteolisis di amino-terminal domain saat aktivasi (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001; Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Secara kolektif, kesemua famili MMP dapat mendegradasi semua komponen matriks ektraseluler dan membran basalis epitel. Masing-masing komponen matriks ekstraseluler dapat dipecah oleh kelompok MMP atau MMP yang spesifik (Ahmed & Mohammed, 2011).

(12)

Ekspresi MMP yang tidak terkontrol mempunyai keterkaitan dengan patogenesis rheumatoid arthritis, invasi tumor dan metastasis (Yoshizaki et. al,

1998). MMP berperan pada beberapa proses patofisiologi yang kompleks, antara lain :

 destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi.

 fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis, aterosklerosis, dan multiple sclerosis.

 kelemahan matriks, misalnya pada kardiomiopati dilatasi, aneurisma aorta dan epidermiolisis bulosa ( Amalinei et. al., 2010).

2.2.1. Peranan MMP dalam Angiogenesis

Angiogenesis merupakan proses yang kompleks dimana terbentuknya pembuluh darah baru yang berasal dari pembuluh darah yang telah ada, yang melibatkan interaksi multipel antara sel endotelial, perisit sekitar dan sel otot polos, matriks ekstraseluler dan sitokin angiogenik (Rundhaug, 2003). Angiogenesis penting pada proses remodelling vaskular dan penyembuhan luka namun juga dapat terjadi pada beberapa kondisi patologis seperti rheumatoid artritis, retinopati diabetik, psoriasis dan kanker (Amalinei et. al., 2010). Dasar angiogenesis adalah migrasi sel endotel kedalam jaringan longgar di sekitarnya, MMP mempunyai peranan yang kompleks termasuk degradasi matriks ekstraseluler, pelepasan substansi proangiogenik, proses growth factor, integrin

(13)

dan molekul adhesi serta menimbulkan efek keseimbangan antara proangiogenik dan antiangiogenik (Amalinei et. al., 2010).

Angiogenesis bisa diawali oleh pelepasan faktor proangiogenik (seperti VEGF, bFGF, dan TNF- α) dari sel inflamasi, sel mast, makrofag atau sel tumor. Faktor ini akan berikatan dengan reseptor di permukaan sel endotel yang dapat merangsang proliferasi, meningkatkan ekspresi cell adhesion molecules (misalnya integrin α1β1, α2β1 dan α5β1), sekresi MMP dan meningkatkan invasi dan migrasi (Rundhaug, 2003).

VEGF merupakan mitogen poten dan bertindak sebagai chemoattractant

untuk sel endotel dan merangsang pelepasan MMP-2, MMP-9 dan MT1-MMP oleh sel endotel. Selain itu, VEGF dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, yang akan menimbulkan kebocoran protein plasma yang terdiri dari fibronektin dan protein clotting lainnya. Aktivitasi sistem clotting menyebabkan penumpukan fibrin di stroma sementara. Fibronektin dan fibrin kemudian berikatan dan mengaktifkan reseptor integrinnya (α5β1 dan αvβ3) pada sel endotel yang aktif. Beberapa laporan menduga αvβ3 mempunyai efek antiangiogenik sebagai reseptor untuk inhibitor angiogenik endogen, trombospondin dan tumstatin. TGFβ (transforming growth factor-β) merupakan chemoattractant yang poten untuk monosit dan makrofag dan merangsang ekspresi MMP-2 dan -9 sel endotel dan menurunkan ekspresi TIMP. TGFβ juga berperan dalam maturasi pembuluh darah (Rundhaug, 2003).

Bergers et. al. (2000) menunjukkan MMP-9 mempunyai peranan sebagai komponen angiogenik saat terjadi karsinogenesis pankreatik dan mempunyai

(14)

fungsi untuk meningkatkan kemampuan angiogenesis VEGF. Pada penelitiannnya didapatkan bahwa MMP-9 meningkatkan pelepasan VEGF dari pulau Langerhans pankreas secara in vitro. Antibodi yang menghambat VEGF akan mengganggu MMP-9 untuk merangsang angiogenik.

MMP mempunyai efek langsung terhadap sel endotelial yang diperlukan untuk migrasi sel dan pembentukan saluran. MMP-2, MMP-9 dan MMP-7 terekspresi pada sel endotel vaskular tumor (Amalinei et.al., 2010). Saat berlangsungnya proses degradasi matriks ektraseluler, MMP juga dapat mengaktivasi beberapa faktor pro-angiogenik seperti VEGF, bFGF (basic fibroblast growth factor) atau TGF-β yang berperan dalam memfasilitasi angiogenesis tumor (Amalinei et. al. 2010; Chen, 2011).

2.2.2. MMP dalam Proses Keganasan

Karakteristik dasar dari kanker adalah kemampuannya untuk menginvasi jaringan sekitarnya dan metastasis regional dan jauh (Petruzzeli, 2000).

Penelitian dasar kanker pada umumnya ditujukan kepada mutasi sel kanker yang menyebabkan gain-of-function onkogen atau loss-of-function tumor supressor gen. Namun, matriks ekstraseluler tumor, sel stromal pada tumor juga berperan penting terhadap progresi dari tumor (Egeblad &Werb, 2002).

Matriks ekstraseluler merupakan barrier utama yang harus dilewati sel kanker untuk menimbulkan suatu metastasis. Sel kanker awalnya harus melewati membran basal epitel, kemudian sel kanker menginvasi ke stroma di sekitarnya. Setelah itu, sel kanker akan memasuki pembuluh darah atau limfatik dan

(15)

ekstravasasi ke organ jauh untuk membuat proliferasi tumor yang baru (Vasala , 2008). Proses metastasis ini didukung dengan munculnya dan sekresi beberapa enzim proteolisis yang akan mendegradasi beberapa komponen matriks ekstraseluler (Chen et. al., 2011). Degradasi ini akan membentuk lubang kecil pada membran basal sekitar pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi dan invasi sel tumor (Morris, Dawson & Young, 2009). MMP, famili zinc dependent endopeptidase, merupakan protease utama yang berperan dalam migrasi sel tumor, penyebaran, invasi jaringan dan metastasis (Chen et. al. ,2011). Disamping itu, terjadinya malignansi juga berhubungan dengan angiogenesis yang memudahkan terjadinya pertumbuhan tumor, memudahkan penyebaran melalui hematogen. MMP mempunyai peranan terjadinya angiogenesis melalui pelepasan dan aktivasi proangiogenik potensial atau melakukan degradasi terhadap inhibitor angiogenesis (Ahmed & Mohammed, 2011). Aktivitas MMP juga berhubungan dengan mekanisme sel kanker terhindar dari respon sistem imun. Beberapa MMP termasuk MMP-9 mampu menekan proliferasi limfosit T dengan merusak sinyal IL-2Rα (Krizkovq et al, 2011).

MMP memfasilitasi proses invasi dan metastasis dengan mendegradasi komponen matriks ekstraseluler. Selain itu juga memperantarai aktivasi faktor pertumbuhan, menekan apoptosis sel tumor, dan merusak perkembangann gradien kemokin respon imun host serta pelepasan faktor angiogenesis (Vasala, 2008).

(16)

Gambar 2.3 MMP pada progresi tumor (Vasala, 2008)

Peningkatan aktivitas MMP telah dideteksi dan menunjukkan hubungan dengan invasi dan metastasis beberapa kanker termasuk ovarium, paru, payudara, kolorektal dan kanker sel serviks (Ahmad & Mohammed, 2011).

Marguiles et. al. (1992) sebagai pelopor yang menduga bahwa kanker kandung kemih berhubungan dengan peningkatan aktivitas kolagenase. Selanjutnya, Davies et. al. (1993) melaporkan ekspresi pro MMP-9 dan pro MMP-2 mempunyai hubungan dengan derajat tumor kandung kemih. Selain itu, ia juga melaporkan bahwa kadar MMP-9 lebih tinggi pada kanker kandung kemih dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Angulo et. al. (2010) dengan studi kasus kontrol pada 11 kontrol dan 31 kasus kanker kandung kemih diperoleh kadar mRNA MMP-9 dan MMP-2 pada darah tepi lebih tinggi pada kasus dibandingkan kontrol (p<0.05) dan juga melaporkan bahwa MMP-9 dan MMP-2 mempunyai hubungan dengan stadium klinis (p<0.05).

Berdasarkan studi terhadap 54 pasien dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher didapatkan kadar MMP 1, MMP-2, MMP-3, MMP-7, MMP-9

(17)

dan MMP 13 dan lebih tinggi pada jaringan tumor dibandingkan dengan mukosa normal. Selain itu juga diperoleh hubungan yang signifikan kadar MMP-9 dengan pembesaran kelenjar limfe (p<0.001) (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Delektorskaya et. al. (2007) dengan studi kasus kontrol terhadap kanker kolorektal dengan 92 sampel dengan metastasis jauh (kasus) dan 73 sampel tanpa metastasis jauh (kontrol) didapatkan overekspresi MMP-9 (61.9%) dan MMP-2 (46.7%) pada kasus dengan p=0.001. Ekspresi MMP-9 di sel kanker mempunyai hubungan signifikan dengan prognosis (p=0.032).

Ahmad & Mohammed (2011) melakukan studi potong lintang pada 40 sampel jaringan adenokarsinoma kolorektal dan memperoleh adanya perbedaan yang signifikan antara ekspresi MMP-2 dan MMP-9 in situ mRNA antara jaringan tumor dengan batas reseksi potongan jaringan tersebut (p<0.001 dan p<0.001). Selain itu, mereka juga melaporkan adanya peningkatan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada tumor yang menginvasi submukosa sampai ke propria muskularis dibandingkan dengan tumor yang menginvasi di serosa (p<0.05 dan p<0.05) yang menunjukkan adanya perbedaan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada kedalaman invasi tumor.

Pada analisa hibridisasi in situ menunjukkan adanya ekspresi mRNA MMP-2 dan MMP-9 pada sel tumor adenokarsinoma dan sel stroma, terutama yang berdekatan dengan sel kanker. Hal ini mencerminkan dugaan bahwa induksi ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada sel adenokarsinoma kolorektal distimulus oleh sel stroma. Hal ini mendukung laporan sebelumnya yang menunjukkan ekspresi MMP diregulasi oleh interaksi tumor-stroma. Sel stroma (fibroblas, sel inflamasi

(18)

dan sel endotelial) mensekresi berbagai tipe MMP sebagai respon terhadap sitokin, kemokin, extracellular matrix metalloproteinase inducers (EMMPRIN)

yang disekresikan dari sel tumor (sel tumor menggunakan MMP yang dihasilkan untuk merusak membran basal, menginvasi jaringan yang terdekat dan metastasis organ jauh) (Ahmed & Mohammed, 2011). Sel tumor juga dapat merangsang sel penjamu di sekitar stroma untuk mensekresi enzim MMP atau sebaliknya (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Aktivitas MMP diatur pada tiga tahap yaitu transkripsi, aktivasi zimogen prekursor dan inhibisi oleh inhibitor terutama tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) dan proteinase inhibitor nonspesifik. TIMPs

diekspresi awalnya oleh sel tumor dan berperan dalam sebagai regulator mekanisme aktivasi stroma MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007; Ahmed & Mohammed, 2011). TIMP terdiri dari empat anggota dan berperan kuat dalam mengatur mekanisme aktivasi dan fungsi MMP. TIMP-1 dapat menghambat kolagenase MMP-3 dan gelatinase. TIMP-2 mengikat MMP-2 dan juga menghambat aktivitas MMP-1, MMP-3, MMP-7 dan MMP-9. Keseimbangan lokal antara enzim MMP dan inhibitornya merupakan faktor yang sangat penting dalam invasi dan metastasis tumor (Charoenrat, Rhys-Evans & Eccles, 2001; Chen, 2011). Penelitian Ikebe et al (1999) terhadap 57 spesimen karsinoma sel skuamosa oral diperoleh kadar TIMP-1 pada spesimen jaringan tumor lebih tinggi pada kasus non-metastasis dibandingkan kasus metastasis. Pada kasus dengan kadar MMP yang tinggi dan kadar TIMP yang rendah berpotensial untuk terjadi metastasis.

(19)

Jalur Mitogen-activated protein kinase (MAPK) dikenal berpartisipasi pada beberapa kaskade dalam pertumbuhan sel, apoptosis, diferensiasi dan metastasis.

Extracellular signal regulating kinase (ERK1/2) dan c-Jun N-terminal kinase (JNK), merupakan MAPK mamalia yang utama berperan dalam migrasi sel dan induksi proteinase, yang menjadi dasar proses metastasis. ERK1/2 dan JNK berperan dalam mengatur ekspresi MMP. Selain itu, Pl3K/Akt dan sinyal MAPK juga berperan dalam regulasi ekspresi MMP melalui faktor transkripsi termasuk NF-κB. NF-κB disimpan dalam bentuk inaktif di sitoplasma oleh inhibitor κB (IκB). NF-κB dilepas dari IκBα dan bertranslokasi dari sitoplasma ke nukleus, yang berikatan dengan target gen yang selanjutnya memfasilitasi proliferasi sel, angiogenesis, dan metastasis. Dengan demikian, penghambatan P13K/Akt dan jalur MAPK termasuk NF-κB merupakan target potensial pengembangan strategi terapi tumor (Chen, 2011).

Tahapan MMP dalam proses keganasan yaitu sebagai berikut :

• MMP membantu pembentukan microenvironment yang mendukung bagi pertumbuhan tumor yang diperkirakan terjadi melalui pelepasan growth factor

matriks ekstraseluler.

• MMP membantu proses angiogenesis tumor dan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermigrasi dan menginvasi stroma disekitarnya.

• MMP berperan dalam proses angiogenesis pada lokasi metastasis sehingga mendukung kelangsungan hidup sel tumor metastasis

(20)

• MMP berperan dalam kerusakan membran basalis dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan masuknya sel tumor kedalam sirkulasi darah (intravasasi) dan keluar dari sirkulasi darah (ekstravasasi).

• MMP kemudian berperan juga dalam modifikasi microenvironment baru di tempat metastasis. Hal ini akan membantu proses pertumbuhan sel tumor metastasis di lingkungan barunya.

Gambar 2.4. Peranan MMP pada kanker (Rao, 2003)

2.2.3. Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9)

Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini, jenis Gelatinase dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim utama untuk mendegradasi kolagen tipe IV,V, VII, X, XI dan XIV, gelatin, elastin,

proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, fibrilin-1dan prekursor TNF-α dan IL-1b dan mampu memecah kolagen tipe I, komponen

(21)

utama yang membentuk struktur molekul stroma (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007; Chen, 2011).

Gambar 2.5 Struktur domain gelatinase. (Vasala, 2008)

MMP-2 dan MMP-9 adalah jenis enzim sering diteliti dan dipelajari karena sangat berhubungan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker (Rundhaug, 2005; Decock, 2008). Ekspresi MMP-2 dan MMP-9 mempunyai peranan dalam karakter invasi sel melalui kemampuannya untuk mendegradasi kolagen tipe IV yang merupakan komponen utama membran basal (Yoshizaki, 1998).

MMP-9 (92-kDa gelatinase) pertama kali disaringdari makrofag manusia (Vasala, 2008). Ekspresi MMP-9 terbatas di osteoklas, makrofag, trofoblas, dan dikontrol oleh growth factor, kemokin dan sinyal stimulus lainnya (

Peranan MMP dilakukan dengan regulasi sitokin, growth factor, dan cell adhesion molecules. MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP-19 melepaskan IGF (insulin-like growth factor) yang menstimulasi proliferasi tumor. Permukaan yang telah berikatan dengan MMP-9 akan mengaktifkan TGF-β yang berperan dalam invasi tumor dan angiogenesis. 2, 3, 7, 9, MMP-12, MMP-13 dan MMP-20 melepas angiostatin selain itu MMP-3, MMP-7,

Amalinei, Caruntu & Balan, 2007; Vasala, 2008).

(22)

MMP-9 dan MMP-19 juga melepas VEGF yang menstimulasi angiogenesis tumor (Amalinei et. al., 2010).

2.2.4. MMP-9 pada KNF

KNF merupakan neoplasma yang berasal dari mukosa epitel nasofaring dan diperkirakan berhubungan erat dengan infeksi EBV, diet dan faktor genetik (Liu et. al., 2010). Pada masa laten, EBV menghasilkan enam EBV nuklear antigen (EBNA 1, 2, 3A, 3B, 3C, dan LP) dan tiga Latent membran Protein (LMP-1, 2A, 2B), serta dua EBV Non-Polyadenylated RNAs (EBERs) (Zheng et al, 2007). LMP-1 diduga mempunyai peranan dalam patogenesis KNF (Morris, Dawson & Young, 2009). LMP-1 diperlukan untuk transformasi limfosit B dan ekspresi LMP-1 dijumpai pada 70% KNF dan pada seluruh lesi preinvasif EBV (Yoshizaki et.al., 1998).

LMP-1 dapat merangsang ekspresi dan aktivitas beberapa faktor yang berperan dalam invasi sel dan metastasis. Pada degradasi matriks ekstraseluler, LMP-1 secara in vitro dapat merangsang MMP-9 yang disertai dengan adhesi, migrasi dan invasi. LMP-1 memperantarai induksi MMP-9 diatur melalui aktivasi NF-κB dan ERK-MAPK. Selain itu, juga diatur oleh AP-1 dan faktor transkripsi Ets, termasuk c-Jun. Selain itu, MMP juga terlibat dalam produksi VEGF. LMP-1 juga dapat mengurangi ekspresi TIMP tertentu (Morris, Dawson & Young, 2009). Pada pemeriksaan darah tepi sel mononuklear (peripheral blood mononuclear cells) dari 146 kasus KNF dibandingkan dengan 110 kontrol diperoleh kadar mRNA MMP-9 pada kasus lebih tinggi dibandingkan dengan

(23)

kontrol (p<0.001). Peningkatan ekspresi MMP-9 berhubungan dengan karakter klinis yaitu stadium lanjut (p<0.001), T (p=0.016), N (p=0.002), tipe histologi (p=0.037) dan poor overall survival (p=0.049) (He et. al., 2011).

Studi kasus kontrol Liu et. al. (2010) dengan mendeteksi ekspresi mRNA MMP-9 pada 32 jaringan normal nasofaring dibandingkan dengan 164 jaringan KNF menunjukkan tingkat ekspresi MMP-9 lebih tinggi 3.4 kali dibandingkan jaringan normal nasofaring (p=0.008). Selain itu, juga mendapatkan adanya korelasi tingkat ekspresi MMP-9 dengan metastasis kelenjar limfe (p=0.002) dan stadium klinis (p<0.001). Sedangkan antara tingkat ekspresi MMP-9 berdasarkan karakter klinikopatologis (umur, jenis kelamin, riwayat merokok, klasifikasi T dan metastasis jauh) tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Pasien dengan ekspresi MMP-9 yang lebih tinggi mempunyai overall survival time yang lebih pendek dibandingkan pasien dengan MMP-9 lebih rendah (p=0.001). Selain itu, klasifikasi T,N,M dan stadium juga mempunyai hubungan siginifikan dengan kesintasan pasien (p=0.034, p<0.001, p<0.001 dan p<0.001). Dengan analisa mulivariat diduga tingkat ekspresi MMP-9 merupakan indikator prognosis independen (p=0.008). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah menunjukkan overekspresi mRNA MMP-9 pada jaringan KNF maka diperkirakan adanya keterlibatan MMP-9 pada patogenesis KNF. Overekspresi MMP-9 pada KNF akan mempercepat pertumbuhan tumor dengan degradasi matriks ekstraseluler yang akan memicu angiogenesis dan invasi sel lokal. (Liu et. al.; 2010).

Wong et. al. (2004) melakukan pengukuran tingkat proMMP-2 dan proMMP-9 plasma pada 40 sampel undifferentiated KNF dan 40 sampel normal,

(24)

dan diperoleh peningkatan ekspresi proMMP-2 dan proMMP-9 pada stadium lanjut.

Horikawa et. al (2000) melakukan pemeriksaan immunohistokimia pada 38 spesimen tumor dari penderita KNF mendapatkan adanya korelasi ekspresi MMP-9 dengan metastasis kelenjar limfe (p=0.0004), namun ekspresi MMP-9 berdasarkan histologi, umur, jenis kelamin, klasifikasi T atau stadium klinis menunjukkan tidak adanya korelasi yang signifikan.

KERANGKA KONSEP

: Hal yang diamati dalam penelitian

Faktor proangiogenik MMP-9 Infeksi EBV LMP-1 NF-κB MAPK c-JNK PI3 Akt AP-1 •Tumor primer (T)

•Metastasis kelenjar getah bening (N)

•Stadium •Histopatologi Karsinoma Nasofaring angiogenesis invasi metastasis Sel stroma

Gambar

Tabel 1. Stadium KNF berdasarkan AJCC 2010  Stadium  T  N  M  I  II   III  IV A  IV B  IV C  TT 1T 1 T2 T 1-2 T3  semua T 4 semua T  No NN1N 0-1 N2 N0-2 0-N 2  Semua N 3  Mo Mo Mo Mo Mo Mo MM0  1  Penatalaksanaan menurut NCCN 2010
Gambar 2.2. Struktur MMP (Gill &amp; Parks, 2011)
Gambar 2.3  MMP pada progresi tumor (Vasala, 2008)
Gambar 2.4. Peranan MMP pada kanker (Rao, 2003)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu jenis analisis multivariat adalah analisis faktor yaitu suatu analisis yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk menemukan

Presiden Park Geun-hye berbicara dalam forum senior aides bahwa pemerintahannya tidak akan “mengubur kepala” dalam isu-isu sejarah yang berhubungan dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komite audit, kepemilikan manajerial terhadap kinerja perusahaan

Rangkuman model matematis prediksi kecelakaan dengan menggunakan hubungan antara besarnya frekuensi kecelakaan total, tunggal, dan jamak dengan volume lalulintas per

Selamat datang ke kebaktian Bahasa Malaysia yang ke-12 bagi tahun ini, doa kami supaya Tuhan kita Yesus Kristus memberkati anda dalam kebaktian kita hari ini..

SLEMAN 31-12-1935 Perempuan Nikah

l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil akukan $leh petugas 1ang ada

Data Total Penjualan Perumahan Griya Tonjong Asri Pada PT. Wira Karya Utama).. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa total penjualan perumahan Griya Tonjong Asri sejak