• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bronkopneumonia Tp Rehabmed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bronkopneumonia Tp Rehabmed"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BRONKOPNEUMONIA

I. Definisi

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat. Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

II. Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional (SKN) tahun 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama pneumonia. Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens

(2)

kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industry atau asap rokok).

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.

III. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lesi di paru - pneumonia lobaris - pneumonia interstisial - bronkopneumonia

Berdasarkan asal infeksi

- pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia)\

- pneumonia RS atau pneumonia nosokomial (hospital acquired pneumonia)

Berdasarkan etiologi penyebab - pneumonia bakteri - pneumonia virus

- pneumonia mikoplasma - pneumonia jamur

IV. Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia

(3)

pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi

streptococcus pneumonia, haemophillus influenzae tipe B dan

staphylococcus aureus. Sedangkan pada anak yang lenih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi mycoplasma pneumoniae.

Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah respiratory syncytial virus, rino virus dan virus para influenza.

Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Micoplasma pneumonia. Kelompok anak berusia 2 tahun keatas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2 tahun.

Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada : - usia

- status imunologis - kondisi lingkungan - status imunisasi

- faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia)

(4)

V. Patogenesis

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen.

Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut hepatisasi merah.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. System bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal

VI. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

(5)

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah inmaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

 Gambaran infeksi umum :

Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.

 Gambaran gangguan respiratorius:

Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400 C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnoe, pernafasan yang dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan mungkin sulit untuk dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisis, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung, harus dipikirkan kemungkinan pneumonia.

(6)

VII. Pemeriksaan Fisik

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisis tergantung daripada luas daerah yang terkena. Pada perkusis thoraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengan ronki basah nyaring halus atau sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluen) mungkin pada perkusi ditemukan keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terdengar lagi.

VIII. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan radiologi

Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :

 Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

 Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

(7)

2. Pemeriksaan laboratorium a. Darah perifer lengkap

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

b. C-Reactive Protein

C-reactive protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama interleukin dan tumoe necrosis factor. Meskipun fungsi pastinya belum diketahui, CRP sangat berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak. Secara klinis CRP digunakan sebagai lata diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi bakteri atau virus, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada kadar infeksi bakteri profunda.

IX. Diagnosis

Pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,

(8)

sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut : takipnea, batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara nafas melemah. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

Kriteria takipneu menurut WHO :

Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit 2. Suara merintih (grunting) pada bayi muda 3. Pada auskultasi didapatkan:

- Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) - Suara pernafasan menurun

- Suara pernafasan bronkial 4. Foto thorax

Menunjukkan gambaran infiltrat difus, konsolidasi. 5. Leukositosis :

Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.

Kadar leukosit berdasarkan umur:

Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500 Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500

Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500 Anak umur 8-13 tahun : 4500 – 13500

(9)

Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :

Bayi berusia di bawah 2 bulan

 Pneumonia

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atau sesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

 Pneumonia berat

Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Pneumonia

Bila tidak ada sesak nafas

Ada nafas cepat dengan laju nafas :

>50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun >40x/menit untuk anak >1-5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

 Bukan pneumonia

Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simtomatis seperti penurun panas.

Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.

Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

(10)

X. Diagnosis banding  Bronkiolitis

Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun Hiperinflasi dinding dada

Ekspirasi memanjang

Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai Tidak ada respon dengan bronkodilator  Aspirasi pneumonia

Riwayat tiba-tiba tersedak

Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba

Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal  Tb paru primer

Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif

Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm) Penurunan berat badan

Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas Batuk kronis > 3 minggu

Pembesaran KGB

XI. Penatalaksanaan

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap

(11)

keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk demam dan nyeri dapat diberikan analgetik dan antipiretik.

Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itum antibiotic dipilih berdasarkan pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotic empiris berdasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.

 Untuk anak yang dirawat jalan

Beri antibiotik kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

 Untuk anak yang dirawat di rumah sakit 1. Terapi antibiotik

 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam) yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respon yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.  Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat

keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum atau makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis, sianosis, distres pernafasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25mg/kgBB/kali iv sekali setiap 8 jam).  Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan

oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.

(12)

 Sebagai alternatif, beri ceftriakson (80-100mg/kgBB iv sekali sehari.

 Bila anak tidak membaik, maka memungkinkan untuk dibuat foto dada.

 Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7,5mg/kgBB sekali sehari) dan kloksasilin (50mg/kgBB setiap 6 jam) atau klindamisin (15mg/kgBB 3 kali pemberian).

 Terapi oksigen

 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

 Bila tersedia pulse oxymetry, gunakan untu panduan sebagai panduan untuk terapi oksigen.

 Gunakan nasal prongs, kateter nasal atau kateter nasofaringeal  Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia tidak

ditemukan lagi (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau nafas ≥ 70/menit).

Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intra vena.

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis

2. Berat ringan penyakit

3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

(13)

Nutrisi

Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil. Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

Kriteria rawat inap: bayi

1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis 2. frekuensi nafas > 60 x/ menit 3. distres pernafasan, apneu intermiten 4. tidak mau minum atau menetek 5. keluarga tidak bisa merawat dirumah anak

1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis 2. frekuensi nafas > 50 x/ menit 3. distres pernafasan

4. terdapat tanda dehidrasi

5. keluarga tidak bisa merawat dirumah

Kriteria pulang:

- gejala dan tanda pneumonia menghilang - asupan peroral adekuat

- pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah

- keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol

(14)

XII. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

XIII. Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

XIV. Pencegahan

Bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan

(15)

makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.

Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:

 Vaksinasi Pneumokokus  Vaksinasi H. Influenza

 Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

(16)

Daftar Pustaka

1. Behrman Richard E, Kliegman Robert, Nelson Waldo E, Arvin Ann. nelson textbook of pediatrics. 15th edition. EGC. Jakarta : 2000

2. Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta

3. Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO indonesia

4. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1 cetakan Pertama IDAI Jakarta h.350-365

5. Ilmu kesehatan anak.1985. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum: setelah posyandu lansia terbentuk diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit lansia

Bak ini berfungsi untuk menampung limbah cair yang telah mengalami proses penyaringan dan koagulasi yang kemudian akan dibuang ke sungai.1. 51

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang merupakan penelitian ilmiah sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Pada penelitian

selama 2 menit, hal ini disebabkan karena pada heat treatment 200 o C selama 2 menit lebih mendekati suhu transisi glass polimer PI (Tg = 320 o C), sehingga pemanasan asimetris

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Masa pandemi saat ini ada bantuan dari pemerintah melalui perbankan untuk UMKM nilainya cukup besar Rp2,4 Juta untuk satu pelaku usaha. Namun

Kurang vitamin A pada ibu menyusui berpengaruh secara signifikan terhadap rendahnya kadar vitamin A dalam ASI setelah dikontrol oleh kovariat status gizi ibu menyusui

3) Perdarahan yang banyak, segera atau dalam 1 jam setelah melahirkan, sangat berbahaya dan merupakan penyebab kematian ibu paling sering. Keadaan ini dapat

Tabrani (1996:14) “metode pemberian tugas merupakan salah satu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas agar siswa giat belajar. Metode pemberian tugas