• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pendekatan sistem adalah pendekatan terpadu yang memandang suatu objek atau masalah yang kompleks dan bersifat interdisiplin sebagai bagian dari suatu sistem. Pendekatan sistem mencoba menggali elemen-elemen terpenting yang memiliki kontribusi signifikan terhadap tujuan sistem. Gagasannya adalah suatu paham sinergi, yakni jumlah bagian-bagian yang diintegrasikan lebih besar dari jumlah bagian secara terpisah. Dengan kata lain, hasil suatu sistem secara keseluruhan dapat ditingkatkan bila bagian-bagian komponennya dapat diintegrasikan. Gagasan lain adalah adanya hubungan timbal balik antar bagian atau sub sistem (komunikasi), hirarki bagian-bagian sistem, umpan balik, kontrol, batasan, dan lingkungan sistem (Simatupang 1995; Grady 1998; Eriyatno 1999; Buede 2009; Stair & Reynolds 2010).

Metode sistem pada prinsipnya melalui enam tahap analisis sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi : (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah , (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (Eriyatno, 1999; Buede 2009). Pendekatan sistem dicirikan oleh adanya suatu metodologi perencanaan atau pengelolaan, bersifat multi disiplin terorganisir, adanya penggunaan model matematik, berpikir secara kualitatif, optimasi serta dapat diaplikasikan dengan komputer. Pendekatan sistem menggunakan abstraksi keadaan nyata ataupun penyederhanaan sistem nyata untuk pengkajian suatu masalah .

Menurut Simatupang (1995); Eriyatno (1999) dan Hadiguna (2009) ada beberapa alasan mengapa perlu melakukan pendekatan sistem dalam mengkaji suatu permasalahan, yaitu: 1) memastikan bahwa pandangan yang menyeluruh telah dilakukan, 2) mencegah analis menyajikan secara dini definisi masalah yang spesifik, 3) mencegah analis menerapkan secara dini model tertentu, 4) agar lingkungan masalah didefinisikan secara luas sehingga berbagai kebutuhan yang relevan dapat dikenali.

Pada penelitian ini, pengembangan agropolitan merupakan proses yang berorientasi jangka panjang serta memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.

(2)

Kompleksitas ini menyangkut: 1) berbagai tujuan dan kepentingan yang dapat saling bertentangan, 2) faktor dan kriteria yang tidak seluruhnya dapat dinyatakan secara kuantitatif-numerik, akan tetapi bersifat kualitatif dan bahkan fuzzy, dan 3) berada pada lingkungan yang dinamis. Selain itu pengembangan agropolitan juga merupakan sistem yang memiliki banyak ketidakpastian, dengan demikian dalam pengembangan agropolitan perlu dilakukan pendekatan sistem, sehingga diperoleh penyelesaian yang utuh dan komprehensif.

4.1 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision Support

System (DSS) mulai dikenal pada akhir tahun 1960-an dengan time sharing

komputer. Namun, istilah SPK sendiri baru diperkenalkan pada 1971 oleh G. Anthony Gorry dan Michael S. Scott Morton, keduanya merupakan profesor MIT, yang merasakan perlunya suatu kerangka kerja untuk mengarahkan aplikasi komputer kepada pengambilan keputusan manajemen (McLeod 1995; Power 2002; Turban et al. 2006; Stair & Reynolds 2010).

Istilah SPK didefinisikan sebagai konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya (Eriyatno 1999). Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah sebagai berikut:

1. Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan 2. Dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda

3. Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain ilmu komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem dan ilmu manajemen 4. Mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan

berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Keen dan Morton di dalam McLeod (1995) mendefinisikan tujuan yang harus dicapai SPK sebagai berikut:

1. Membantu pengambil keputusan membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi-struktur.

2. Mendukung penilaian pengambil keputusan bukan mencoba menggantikannya 3. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan

(3)

Dalam aplikasinya, SPK baru bermanfaat apabila terdapat kondisi sebagai berikut : (1) Eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit mendayagunakannya, (2) Kepentingan adanya transformasi dan komputasi pada proses mencapai keputusan, (3) Adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam prosesnya, (4) Kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk menentukan dan mengetahui pokok permasalahan serta mengembangkan alternatif dan pemilihan solusi.

Model konsepsional dari SPK merupakan gambaran hubungan abstrak antara tiga komponen utama penunjang keputusan yaitu: para pengambil keputusan/pihak pengguna, model, dan data (Eriyatno 1999). Dari ketiga komponen tersebut, model merupakan inti dalam rancang bangun SPK, karena model harus dapat menghasilkan keputusan yang efektif bagi pengguna. Menurut Mulyono (1991) model adalah abstraksi atau penyederhanaan realitas sistem yang kompleks dimana hanya komponen-komponen yang relevan atau faktor-faktor yang dominan dari masalah yang dianalisis diikutsertakan. Model diperlukan untuk menemukan variabel-variabel apa yang penting atau menonjol.

4.2 Sistem Pakar

Sistem pakar (Expert Sistem) merupakan salah satu alat yang dikembangkan dalam AI (Artificial Intelligent). Sistem pakar merupakan pengembangan perangkat lunak yang menggunakan pengetahuan simbolik untuk meniru perilaku seseorang atau sekelompok ahli (Marimin 2002). Sistem pakar merupakan salah satu alternatif terbaik untuk meyelesaikan persoalan dengan menggunakan komputer yang didukung oleh teknik kecerdasan buatan, terutama untuk pemecahan persoalan yang kompleks dan belum memiliki algoritma. Sistem pakar berbeda dengan program konvensional, karena program yang terakhir hanya dapat dimengerti oleh programmer. Sistem pakar bersifat interaktif dan mempunyai kemampuan untuk menjelaskan apa yang ditanyakan pengguna (user friendly).

Pada prinsipnya sistem pakar tersusun dari beberapa komponen yang mencakup: 1) fasilitas akuisisi pengetahuan, 2) sistem berbasis pengetahuan (knowledge based sistem), 3) mesin inferensi (inference engine), 4) fasilitas untuk

(4)

penjelasan dan justifikasi, dan 5) penghubung antara pengguna dan sistem pakar (user interfase). Struktur dasar sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Struktur dasar sistem pakar (Marimin 2002) 4.3 SPK Intelijen

Menurut Turban (1990); Turban et al. (2006); Stair dan Reynolds (2010), terdapat kekurangan dalam SPK dan sistem pakar, tetapi jika dikombinasikan akan menghasilkan suatu sinergi. SPK memberikan pengendalian penuh terhadap pengambil keputusan dalam mengakuisisi informasi, mengevaluasi informasi dan dalam memberikan keputusan akhir. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keputusan manusia yang bias dan kompleks dibantu oleh SPK. Sebaliknya sistem pakar bebas dari akuisisi, evaluasi dan keputusan bias. Sistem pakar memiliki kecerdasan pada ranah yang jelas dan menghasilkan keputusan sementara. Pengambil keputusan dapat menggunakan SPK secara tradisional dan mengambil keputusan sementara. Hasil sistem pakar dan SPK secara bersamaan dapat diperbaiki dan dievaluasi, dan dengan hubungan yang saling mendukung akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan jika digunakan masing-masing. Keuntungan mengintegrasikan SPK dan sistem pakar dapat dilihat pada Tabel 7.

Akuisisi pengetahuan Penghubung Sistem Berbasis Pengetahuan Dangkal Mendalam Statis Dinamis Mekanisme inferensi Strategi Strategi Penalaran pengendalian Fasilitas penjelasan Pakar Fakta - Nasehat - Justifikasi - Konsultansi Pengguna Model Model Aturan Aturan Fakta - Fakta - Aturan - Model

(5)

Tabel 7 Keuntungan mengintegrasikan sistem pakar dan SPK

Kontribusi Sistem Pakar Kontribusi SPK Database dan

DBMS

- Memperbaiki konstruksi, operasi & perawatan DBMS - Memperbaiki kemampuan akses database besar - Meningkatkan kapabilitas DBMS

- Memungkinkan merepresentasi data simbolik

Menyediakan database bagi sistem pakar

Model dan MDBS

- Memperbaiki manajemen model - Membantu menyeleksi model

- Memiliki elemen justifikasi terhadap model - Memperbaiki analisis sensitivitas - Menghasilkan solusi alternatif - Menyediakan heuristik

- Menyederhanakan dlm membangun simulasi - Mempermudah modifikasi struktur permasalahan - Memperlancar simulasi trial and error

- Menyediakan awal struktur permasalahan

- Menyediakan model standar dan perhitungan - Menyediakan kenyataan (data) ke model - Menyimpan model khusus oleh para pakar pd basis model

Interface

- Menyediakan interface yang mudah - Menyediakan penjelasan-penjelasan

- Menyediakan bagian yg memudahkan pengguna - Bersikap seperti pengajar

- Memiliki kemampuan Interaktif, dinamis, & pemecahan masalah secara visual

Menyediakan tampilan sesuai gaya individu

Kemampuan sistem

- Menyediakan pendukung cerdas (lebih cepat & lebih murah dibandingkan manusia) thd SPK dan penggunaannya

- Mampu memberikan tambahan penjelasan - Memperluas komputerisasi dalam proses pengambilan keputusan

- Menyediakan percobaan pada pengumpulan data & implementasi

- Menyediakan bantuan bagi setiap pengguna agar sesuai dengan gaya keputusan (Turban 1990; Turban et al. 2006)

Menurut Turban (1990); Turban et al. (2006) dan Turban et al. (2007), Integrasi antara sistem pakar dan SPK dapat dilakukan dengan: 1) Sistem pakar dimasukkan ke dalam komponen-komponen SPK, 2) Sistem pakar sebagai komponen yang terpisah dari SPK, 3) Sistem Pakar berbagi dengan proses dengan SPK, 4) Sistem pakar memberikan solusi alternatif bagi SPK, dan 5) Pendekatan kesatuan (a unified approach).

Pendekatan kesatuan untuk mengintegrasikan SPK dan sistem pakar telah dikembangkan oleh Teng et al. dalam Turban (1990), usulan untuk pendekatan kesatuan ini dinamakan dengan SPK Intelijen dan arsitekturnya dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sistem pakar tersusun diantara data dan model-model. Sistem pakar menjadi fungsi dasar dalam mengintegrasikan dua komponen tersebut secara intelijen.

(6)

Gambar 8 Arsitektur kesatuan SPK intelijen (Teng et al. dalam Turban 1990)

Beberapa model SPK Intelijen telah dikembangkan dan dilaporkan berhasil dengan baik. Gachet dan Haettenschwiler (2003) mengembangkan SPK

Intelijen dengan pendekatan bipartit. Bose dan Sugumaran (2007)

mengembangkannya dengan teknologi Web. Yeh et al. (2009) menerapkan SPK intelijen dalam sistem seleksi proyek.

Menurut Turban et al. (2006) dan Turban et al. (2007), SPK regular berfungsi secara pasif dalam interaksi manusia-komputer. SPK mengeksekusi perhitungan dan menampilkan data serta merespon perintah standar, tetapi tidak dapat berfungsi sebagai asisten intelijen terhadap pembuat keputusan, hal ini membatasi penggunaan SPK sehingga tidak berarti. Pemecahan masalah yang ambigu dan kompleks memerlukan SPK intelijen.

SPK intelijen dapat mengambil inisiatif dalam pertanyaan dan perintah standar. SPK ini dinamakan SPK aktif atau simbiotik (active or symbiotic DSS). Menurut Mili (1990) di dalam Turban et al. (2006) dan Zhou et al. (2009), SPK Aktif dapat mengerjakan tugas: memahami domain (terminologi, parameter dan interaksi), memformulasikan permasalahan, memaparkan permasalahan, menginterpretasikan hasil dan menjelaskan hasil dan keputusan. Di mana tugas-tugas tersebut memerlukan komponen intelijen dalam SPKnya.

Basis data Sistem Manajemen Basis Data Subsistem akuisisi pengetahuan intelijen Mesin Inference Supervisor Penghubung bahasa natural Sistem Manajemen Basis Model Basis Model Basis pengetahuan Perekayasa pengeetahua Subsistem Dialog Pengguna Pusat Pengelola Intelijen

(7)

SPK Intelijen lainnya adalah SPK berevolusi sendiri (self-evolving DSS). SPK ini didesain dengan pendekatan premis dasar bahwa SPK harus siaga dalam penggunaan dan otomatis beradaptasi dengan penggunanya. Untuk itu diperlukan kemampuan: menu dinamis yang menyediakan hirarki dinamis untuk memenuhi kebutuhan pengguna, interface pengguna yang dinamis untuk menyediakan keluaran yang beragam untuk pengguna yang berbeda, dan sistem manajemen dengan dasar model intelijen dapat menyeleksi model yang sesuai dengan keinginan pengguna yang berbeda-beda (Turban et al. 2006; Turban et al. 2007; Zhou et al. 2009).

Sistem pengembangan agropolitan berbasis agroindustri pada penelitian ini direkayasa menggunakan SPK intelijen yang termasuk SPK aktif. SPK intelijen ini diharapkan dapat mengambil inisiatif dalam pertanyaan dan perintah standar. SPK intelijen ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai asisten intelijen terhadap pembuat keputusan dan dapat memecahkan permasalahan yang ambigu dan kompleks.

4.4. Sistem Intelijen

Sistem Intelijen merupakan suatu pendekatan atau metodologi tentang bagaimana merumuskan suatu sistem untuk menghasilkan Intelligent information (Marimin 2002 dan Turban et al. 2007).

(1) Hard System

Sistem ini bersifat numerik, seperti pada metode konvensional seperti

operation research, industrial statistic, dll. Sistem ini berkepentingan

dengan domain yang sifatnya pasti (hard), walaupun di dalamnya terdapat probabilitas. Sistem ini sulit mengakomodasikan sifat manusia yang cenderung kualitatif atau bersifat tidak pasti.

(2) Soft System

Sistem ini terdiri dari psychology engineering, analisis kualitatif dan metodologi soft system.

(3) Artificial Intelligence (AI)

AI atau kecerdasan buatan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana suatu benda berperilaku seperti manusia, atau mesin berfikir. Penerapan dalam

(8)

AI mencakup tiga bidang, yaitu: bahasa alamiah (natural languange), pengembangan dan penggunaaan robot (robotic), dan sistem pakar. Alat-alat (tools) yang dikembangkan dalam AI selain sistem pakar adalah fuzzy

logic, neural networks dan genetic algorithms.

4.4.1 Metode Pengambilan Keputusan Kelompok (Multi Expert-Multi Criteria

Decision Making / ME-MCDM)

Yager (1993) mengembangkan suatu model Multi Expert-Multi Criteria

Decision Making (ME-MCDM) untk pengambilan keputusan dengan banyak

kriteria secara berkelompok menggunakan penilaian non-numeric atau linguistic

label. Teknik evaluasi pilihan bebas (Independent Preference Evaluation/IPE)

merupakan salah satu cara untuk pengambilan keputusan dengan kaidah teori gugus tidak pasti (fuzzy set theory). Teknik tersebut untuk mengevaluasi kesukaan atau pilihan yang dapat ditempuh dengan metode perhitungan non-numerik.

Marimin, et al. (1997) menyatakan bahwa di dalam evaluasi pilihan bebas, setiap pembuat keputusan (dj ) (j = 1, 2, 3,..., m) dapat menilai setiap alternatif

(si ) (i = 1, 2, ..., n) pada setiap kriteria (ak

{

x1,x2,...xn

}

) (k = 1, 2, ..., l) secara bebas.

Penilaian ditetapkan dengan menggunakan label/simbol kualitatif. Hal ini dapat diperjelas dengan mengasumsikan V sebagai sesuatu yang menggambarkan nilai

dari suatu set X = dimana xn

Langkah-langkah agregasi dalam pengambilan keputusan dengan kaidah

Fuzzy IPE dapat diuraikan sebagai berikut :

adalah skor nilai yang diwujudkan

dalam bentuk simbol kualitatif.

Langkah pertama, setiap pembuat keputusan (dj ) akan mendapatkan suatu

set nilai (L) pada setiap alternatif (si ) dan setiap kriteria (ak

L =

) dengan formula

sebagai berikut :

{

vij(a1),vij(a2),...,vij(ak)

}

... (1) Keterangan :

vij (ak) adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i pada kriteria ke-k oleh

(9)

Langkah ke dua, menghitung negasi terhadap setiap bobot elemen dengan menggunakan rumus : Neg (wk) = wq-k+1 )] ( ) ( [ min ,..., 1 l ak ij k k ij Neg w v a v = ∨ = ... (2) Keterangan :

W adalah bobot nilai; q adalah jumlah item dari suatu set bobot penilaian dan k adalah item dari suatu set bobot penilain.

Langkah ke tiga, mengacu pada set nilai yang didapatkan dari persamaan

(1) dan nilai negasi dari persamaan (2) maka dapat dilakukan agregasi untuk memperoleh skor terhadap setiap alternatif ke- i oleh setiap pembuat keputusan ke-j pada semua kriteria dengan menggunakan formula sebagai berikut :

... (3) Keterangan :

vij adalah skor evaluasi terhadap alternatif ke-i oleh pembuat keputusan

ke-j; min adalah minimum; V adalah maksimum dan Neg (w ak )] 1 ( 1 [ ) ( r q jx Int

W

j − + =

) adalah negasi setiap bobot elemen.

Langkah ke empat, menghitung pembobot nilai dengan menggunakan

rumus : ... (4) Keterangan : W (j) ] [ max ) ( ,..., 1 m j j j i i f v w b v = = ∧ =

adalah pembobot nilai pada pakar ke-j ; j adalah pakar ke-j; r adalah jumlah pakar; q adalah jumlah skala (item) dan

Int adalah integer.

Langkah ke lima, agregasi penentuan kesimpulan akhir oleh pengambil

keputusan dengan menggunakan rumus :

... (5) Keterangan :

Max adalah maksimum; w j adalah pembobot nilai pada pakar ke-j;

Λ adalah minimum dan b j

yang diurutkan dari terbesar ke terkecil.

(10)

Pada penelitian ini metode ME-MCDM digunakan pada Sistem Pengembangan Agropolitan Berbasis Agroindustri dalam model pemilihan komoditi unggulan dan model pemilihan sarana dan prasarana. Model pemilihan komoditi unggulan menggunakan lima orang pakar sebagi sumber data, sedangkan pada model pemilihan sarana prasarana menggunakan tiga orang pakar. Untuk lebih jelasnya diagram alir model pemilihan komoditi dan model pemilihan sarana prasarana dapat dilihat pada Bab 7 Rekayasa Sistem.

4.4.2 Analytical Network Process (ANP)

Pendekatan ANP (Analytical Network Process) banyak diabaikan dibandingkan dengan pendekatan AHP (Analytical Hierarchy Process) yang berstruktur linear dan tidak mengakomodasikan adanya feedback. Hal ini dikarenakan AHP relatif lebih sederhana dan mudah untuk diterapkan, sedangkan ANP lebih luas dan dalam dan sesuai untuk diterapkan pada pengambilank eputusan yang rumit serta kompleks serta memerlukan berbagai variasi intertaksi dan ketergantungan. Metode ANP berguna pada perusahaan besar atau sektor publik yang memerlukan pengambilan keputusan dalam jumlah informasi, interaksi serta feedback yang banyak dan memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Sebagai metode pengembangan dari metode AHP, ANP masih menggunakan cara

Pairwise Comparison Judgement Matrices (PCJM) antar elemen yang sejenis.

Perbandingan berpasangan dalam ANP dilakukan antar elemen dalam komponen/kluster untuk setiap interaksi dalam network.

Saaty (1996) dan Saaty (2001), menyatakan bahwa jaringan umpan balik adalah struktur dalam memecahkan masalah yang tidak dapat disusun dengan menggunakan struktur hirarki. Jaringan umpan balik terdiri dari interaksi dan ketergantungan antara elemen pada level yang lebih rendah. Struktur umpan balik tidak mempunyai bentuk linier dari atas ke bawah, tetepai nampak seperti sebuah jaringan siklus pada masing-masing klaster dari setiap elemen serta dapat berbentuk looping pada klaster itu sendiri. Bentuk ini tidak dapat disebut sebagai level. Umpan balik juga mempunyai sumber (source) dan tumpahan (sink). Titik sumber menunjukkan asal dari jalur kepentingan dan tidak pernah dijadikan tujuan dari jalur kepentingan lain, sedangkan titik tumpahan adalah titik yang

(11)

menjadi tujuan dari jalur kepentingan dan tidak pernah menjadi asal untuk kepentingan lain.

Sebuah jaringan yang utuh terdiri dari titik sumber (source node), titik antara (intermediate node) yang berasal dari titik asal (source node), titik siklus, atau sebuah jalur yang menuju pada titik tumpahan (sink node), dan bagian akhir adalah titik tumpahan itu sendiri (sink node). Struktur ANP terdiri atas ketergantungan antar elemen dari komponen dalam (inner dependence) dan dari ketergantungan antar elemen dari komponen luar (outer dependence) seperti ditampilkan pada Gambar 9. Adanya jaringan (network) dalam suatu PJA dimungkinkan dapat merepresentasikan beberapa masalah tanpa terfokus pada awal dan kelanjutan akhir seperti pada AHP.

Gambar 9 Struktur jaringan umpan balik dalam ANP (Saaty, 2004)

Supermatriks ANP akan secara otomatis menghasilkan bobot yang tepat bagi kriteria dan alternatif jika data yang digunakan adalah vektor prioritas pada supermatriks. Hal ini merupakan cara yang sederhana karena tidak membutuhkan pemikiran per bagian pada pengguna. Hanya mengetahui data dan supermatriks akan menghasilkan prioritas pada setiap titik pada model (Saaty 2004).

Menurut Azis (2004), dengan umpan balik, alternatif bukan hanya dapat tergantung pada kriteria tetapi juga dapat tergantung antara satu alternatif dengan alternatif lainnya. Kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif dan yang lainnya. Untuk merepresentasikan feedback pada ANP maka diperlukan matriks

Komponen sumber Komponen antara (wilayah antara) Komponen tumpahan Komponen tumpahan (wilayah penyerapan) Komponen sumber (lingkaran umpan balik )

(12)

yang besar yang disebut sebagai supermatrix yang terdiri dari beberapa sub matriks.

Gambar

Gambar 7  Struktur dasar sistem pakar (Marimin 2002)
Gambar 8  Arsitektur kesatuan SPK intelijen                     (Teng et al.  dalam Turban 1990)
Gambar 9  Struktur jaringan umpan balik dalam ANP (Saaty, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kali dalam (inner product) merupakan salah satu konsep yang penting untuk mempelajari sifat geometri pada suatu bidang atau ruang.. Panjang suatu garis dan

Setiap budaya memberi identitas kepada sekolompok orang tertentu sehingga jika kita ingin lebih mudah memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam msaing-masing

ObservasiSPBKuntuk tanggal 17 Juli 2017menunjukan sebagian besar ProvinsiRiau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,Bali, NTB, NTT,

1. Keputusan Gubernur tentang Penetapan Status Siaga Darurat Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan/Atau Lahan di Kalimantan Selatan. Penetapan Status Siaga

………(5) adalah struktur yang dicirikan oleh ketidakhadiran skistositas, porfiroklas umumnya runcing serta fragmen litik tertanam dalam matriks yang berukuran lebih halus

Secara umum suatu sistem perlu diganti dan disempurnakan karena alasan-alasan sebagai berikut (Jogiyanto 2010): 1) Adanya permasalahan-permasalahan yang dijumpai pada sistem

Hasil penelitian dari jurnal tersebut mununjukan dengan Latihan senam yang bersifat aerobik ditentukan oleh volume, intensitas, frekuensi dan pengulangan dapat

Kot vplivne spremenljivke na količino maso oziroma volumen vejevja smo uporabili prsni premer drevesa, višino drevesa, starost drevesa, deblovino drevesa, delež krošnje v skupni