• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU

INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT

(STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN

TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

INDAH TRI RIANTIKA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Indah Tri Riantika

(3)

ABSTRAK

INDAH TRI RIANTIKA. Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya). Dibimbing oleh HARDJANTO.

Industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya yang telah berumur >5 tahun tidak berkembang secara signifikan. Walaupun demikian, banyak industri pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5 tahun terus bermunculan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap produk olahan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Data penggunaan dan kebutuhan bahan baku diperoleh menggunakan metode recalling pada tahun 2011 sampai dengan 2014 (Juni). Kemudian, dikaitkan dengan potensi hutan rakyat yang ada pada Desa Cibatok 1 dan Ciatuteun Ilir Kecamatan Cibungbulang serta Desa Tapos 1 dan Situ Daun Kecamatan Tenjolaya. Terdapat dua jenis industri pengolahan kayu rakyat di lokasi penelitian yang tidak memiliki keterkaitan produktifitas secara signifikan. Ketersediaan bahan baku industri penggergajian kayu rakyat tidak kontinu dan industri sekunder adalah kontinu. Kata kunci: bahan baku, hutan rakyat, industri kayu

ABSTRACT

INDAH TRI RIANTIKA. The Availability Of Continuity Raw Materials The Community Wood Processing Industry. (Case Study in Cibungbulang and Tenjolaya District). Supervised by HARDJANTO.

The community wood processing industry in Cibungbulang and Tenjolaya District, Bogor Regency have aged >5 years does not evolved significantly. However, many community wood processing industry ≤5 years old were emerging. This is due to the high demand for wood products. The object of this research is to analyze continuity of community wood stock in Cibungbulang and Tenjolaya District, Bogor Regency. Data and material obtained using recalling methods from 2011 to 2014 (June). Then, associated with the potential for community forest in the Cibatok 1 and Ciatuteun Ilir Village of Cibungbulang District, Tapos 1 and Situ Daun Village of Tenjolaya District. There are have two type of the community wood industry research sites that do not have significant productivity linkages. Raw materials community wood industry stock is not continue and secondary industry is continue.

(4)

ABSTRAK

INDAH TRI RIANTIKA. Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya). Dibimbing oleh HARDJANTO.

Industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya yang telah berumur >5 tahun tidak berkembang secara signifikan. Walaupun demikian, banyak industri pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5 tahun terus bermunculan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap produk olahan kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Data penggunaan dan kebutuhan bahan baku diperoleh menggunakan metode recalling pada tahun 2011 sampai dengan 2014 (Juni). Kemudian, dikaitkan dengan potensi hutan rakyat yang ada pada Desa Cibatok 1 dan Ciatuteun Ilir Kecamatan Cibungbulang serta Desa Tapos 1 dan Situ Daun Kecamatan Tenjolaya. Terdapat dua jenis industri pengolahan kayu rakyat di lokasi penelitian yang tidak memiliki keterkaitan produktifitas secara signifikan. Ketersediaan bahan baku industri penggergajian kayu rakyat tidak kontinu dan industri sekunder adalah kontinu. Kata kunci: bahan baku, hutan rakyat, industri kayu

ABSTRACT

INDAH TRI RIANTIKA. The Availability Of Continuity Raw Materials The Community Wood Processing Industry. (Case Study in Cibungbulang and Tenjolaya District). Supervised by HARDJANTO.

The community wood processing industry in Cibungbulang and Tenjolaya District, Bogor Regency have aged >5 years does not evolved significantly. However, many community wood processing industry ≤5 years old were emerging. This is due to the high demand for wood products. The object of this research is to analyze continuity of community wood stock in Cibungbulang and Tenjolaya District, Bogor Regency. Data and material obtained using recalling methods from 2011 to 2014 (June). Then, associated with the potential for community forest in the Cibatok 1 and Ciatuteun Ilir Village of Cibungbulang District, Tapos 1 and Situ Daun Village of Tenjolaya District. There are have two type of the community wood industry research sites that do not have significant productivity linkages. Raw materials community wood industry stock is not continue and secondary industry is continue.

(5)

KONTINUITAS KETERSEDIAAN BAHAN BAKU

INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU RAKYAT

(STUDI KASUS DI KECAMATAN CIBUNGBULANG DAN

TENJOLAYA KABUPATEN BOGOR)

INDAH TRI RIANTIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 sampai bulan Februari 2015 ini ialah Industri Pengolahan Kayu Rakyat, dengan judul Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat (Studi Kasus di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga, serta teman-teman atas doa dan dukungan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat dan Objek 3

Jenis Data 3

Metode Pengumpulan Data 3

Pengolahan dan Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Karakteristik Responden 5

Potensi Hutan Rakyat 7

Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat 8 Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

10

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat Dalam Lingkup Kecamatan

Cibungbulang dan Tenjolaya 14

Dinamika Asal Usul Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat 19

SIMPULAN DAN SARAN 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(9)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik responden untuk masing-masing desa contoh 6 2 Potensi hutan rakyat sengon berdasarkan kelas diameter 8 3 Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat 9

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata penggunaan bahan baku industri penggergajian di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014 10 2 Rata-rata penggunaan bahan baku industri penggergajian di

Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 11 3 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan

Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014 12 4 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan

Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 13 5 Persentase penggunaan bahan baku industri penggergajian di

Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014 14 6 Persentase penggunaan bahan baku industri penggergajian di

Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 15 7 Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di

Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014 16 8 Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di

Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 17 9 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan

baku industri penggergajian kayu rakyat di Kecamatan

Cibungbulang 18

10 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri penggergajian kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya 19 11 Dinamika asal usul bahan baku industri penggergajian kayu rakyat

di Kecamatan Cibungbulang 20

12 Dinamika asal usul bahan baku industri penggergajian kayu rakyat

di Kecamatan Tenjolaya 20

13 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di

Kecamatan Cibungbulang 21

14 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner Karakteristik Petani Hutan Rakyat 26 2 Kuisioner Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat 27

3 Gambar Kecamatan Cibungbulang 28

(11)
(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor tidak terjadi secara signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2010 sampai dengan 2013 bahwa industri primer di Kecamatan Cibungbulang berjumlah satu unit industri Primer dengan jumlah tenaga kerja 30 orang tahun 2010 dan 2011, 50 orang tahun 2012, dan 100 orang tahun 2014 serta mesin utama berjumlah 1 unit mesin. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2012 sampai dengan 2013 bahwa industri primer di Kecamatan Tenjolaya berjumlah dua unit industri primer dengan jumlah tenaga kerja 2 orang dan mesin utama sebanyak 1 unit mesin.

Ditengah kondisi pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan kayu rakyat yang telah berumur >5 tahun masih stagnan, banyak industri pengolahan kayu rakyat yang berumur ≤5 tahun terus bermunculan. Industri tersebut adalah industri primer (industri penggergajian) dan indutri sekunder (industri kusen, pintu, dan jendela) yang masih sedikit dokumentasi keberadaannya. Berdasarkan survei pra penelitian dan keterangan dari penyuluh pertanian dan kehutanan BP3K Cibungbulang dapat diketahui bahwa industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya terus bermunculan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan industri pengolahan kayu, salah satunya adalah bahan baku yang merupakan faktor produksi utama industri pengolahan kayu. Industri pengolahan kayu rakyat yang berada di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor Barat dengan potensi hutan rakyat yang cenderung mengalami peningkatan dari sisi jumlah produksi/tahun. Hal tersebut diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 bahwa produksi hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang secara berurutan yaitu 138.53 m3, 188.76 m3, 271.77 m3, 244.71 m3 dan 479.72 m3 . Kemudian, berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 Kecamatan Tenjolaya memiliki produksi hutan rakyat secara berurutan 125.71 m3, 182.39 m3, 242.5 m3, 258.37 m3, dan 472 m3.

Produksi hutan rakyat yang cenderung meningkat belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat yang ada. Berdasarkan data hasil survei pra penelitian dapat diketahui bahwa kebutuhan bahan baku industri primer tahun 2014 di Kecamatan Cibungbulang sebanyak 5 616 m3/tahun dan Kecamatan Tenjolaya sebanyak 12 000 m3/tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan kayu rakyat sebagai bahan baku industri pengolahan kayu rakyat, karena produksi hutan rakyat masih belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri

(13)

2

berdasarkan kapasitas terpasang mesin. Oleh karena itu, penelitian ini melihat dari sisi kontinuitas ketersediaan bahan baku yang selama ini dialami oleh industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

Rumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini antara lain: 1. Adanya ketidakseimbangan antara persediaan dan permintaan terhadap kayu

rakyat sebagai bahan baku pengolahan kayu rakyat. Kondisi ini disebabkan adanya kecenderungan permintaan lebih besar dari pada persediaan.

2. Keberadaan hutan rakyat yang selama ini merupakan usaha sampingan, mengakibatkan muncul kekhawatiran bahwa bahan baku yang dibutuhkan industri pengolahan kayu rakyat tidak dapat dipenuhi oleh hutan rakyat setempat.

3. Ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat dari hutan rakyat setempat tidak kontinu, sehingga industri akan berupaya mendatangkan bahan baku dari berbagai wilayah. Hal ini berkaitan dengan upaya industri mempertahankan eksistensinya.

Tujuan

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Menganalisis kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

2. Mengukur besarnya kontribusi hutan rakyat di desa contoh (Cibatok 1 dan Ciaruteun Ilir serta Situ Daun dan Tapos 1), terhadap ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

3. Menganalisis dinamika asal usul bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli tahun 2014 di Desa Ciaruteun Ilir dan Cibatok I untuk Kecamatan Cibungbulang serta Desa Situ Daun dan Tapos I untuk Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

(14)

3

Alat dan Objek

Penelitian ini menggunakan alat antara lain meteran, haga hipsometer, alat tulis, tally sheet, dan kalkulator. Kemudian, objek dalam penelitiaan ini antara lain petani hutan rakyat di Desa Ciaruteun Ilir dan Cibatok I untuk Kecamatan Cibungbulang, serta Desa Situ Daun dan Tapos I untuk Kecamatan Tenjolaya, serta industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya Kabupaten Bogor.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, meliputi: 1. Data primer

a. Petani hutan rakyat

 Identifikasi petani hutan rakyat: nama responden, umur, pendidikan, pekerjaan tetap, dan tanggungan dalam keluarga.

b. Potensi hutan rakyat

 Identifikasi hutan rakyat: luas hutan rakyat setiap responden, dan umur tanaman.

 Pengukuran potensi hutan rakyat: tinggi bebas cabang dan diameter pohon (Dbh).

c. Industri pengolahan kayu rakyat

 Identifikasi perusahaan: nama pemilik, tahun berdiri, jenis mesin yang dimiliki, dan kapasitas terpasang mesin utama.

2. Data sekunder

 Data monografi dan peta administrasi Kabupaten Bogor.

 Data monografi dan peta administrasi Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

 Data profil industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.  Data keadaan dan potensi hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan

Tenjolaya.

Metode Pengumpulan Data

1. Petani hutan rakyat

Lokasi dan petani hutan rakyat sebagai responden dipilih secara

purposive sampling, berdasarkan potensi hutan rakyat yang dimiliki dari segi

luasan dan pengelolaan yang dilakukan. Petani hutan rakyat secara keseluruhan ada 60 petani dari empat desa contoh. Data primer terkait petani hutan rakyat diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuisioner terhadap responden yang terpilih.

(15)

4

2. Potensi hutan rakyat

Pengukuran potensi hutan rakyat dilakukan dengan inventarisasi potensi pada masing-masing hutan rakyat yang dimiliki oleh petani hutan rakyat. Inventarisasi dilakukan pada petak ukur berbentuk lingkaran dengan luas 0,1 ha untuk lahan dengan luasan >0,1 ha dan sensus untuk lahan dengan luasan ≤0,1 ha. Pengambilan data berupa tinggi bebas cabang dan diameter pohon (Dbh).

3. Industri pengolahan kayu rakyat

Industri primer dan sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya yang menjadi reponden diperoleh secara sensus. Selanjutnya, data primer terkait industri dan bahan baku diperoleh melalui wawancara dengan metode recalling menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya.

Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang telah diperoleh, kemudian diolah dan dianalisis untuk menjawab semua tujuan yang diinginkan.

1. Analisis karakteristik petani

Analisis karakteristik responden dilakukan melalui analisis tabulasi, yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan tetap, dan tanggungan keluarga. Berbagai variabel di atas dikaitkan dengan motivasi petani hutan rakyat dalam pengembangan hutan rakyat yang akan berpengaruh terhadap ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan kayu rakyat.

2. Analisis potensi hutan rakyat

Pendugaan potensi tegakan hutan rakyat dilakukan melalui rumus sebagai berikut:

 Volume kayu: ⁄ d = diameter pohon

t = tinggi pohon (tinggi bebas cabang) x = volume kayu

f = angka bentuk  Volume desa contoh

Masing-masing petani : ∑ [ ⁄ ]

̅ ∑ ⁄

Masing-masing desa : ̅ Keterangan:

Vhap = Total volume petani hutan rakyat ̅hap = Rata-rata volume petani hutan rakyat Vhad = Total volume masing-masing desa Lpu = Luas petak ukur

(16)

5 Lhrp = Luar hutan rakyat yang dimiliki masing-masing petani

Lhrd = Luas hutan rakyat yang dimiliki masing-masing desa

Hasil dari pengolahan data diarahkan untuk menjelaskan potensi hutan rakyat yang dapat diharapkan kontribusinya terhadap ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat sekitar.

3. Analisis karakteristik industri pengolahan kayu rakyat

Analisis karakteristik industri pengolahan kayu rakyat diperoleh melalui analisis tabulasi yang meliputi kepemilikan, jenis usaha, tahun berdiri, bentuk usaha, jenis peralatan, dan kapasitas terpasang industri. Berbagai variabel di atas digunakan untuk menjelaskan kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat baik jenis maupun jumlah.

4. Analisis kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat Hasil analisis akan tertuang dalam bentuk grafik berdasarkan data tabulasi. Data kontinuitas ketersediaan bahan baku industri pengolahan rakyat dikaitkan dengan keseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri.

5. Analisis kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat dalam lingkup Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya.

Hasil analisis akan tertuang dalam bentuk diagram yang menunjukkan peran hutan rakyat di lokasi indutri berdiri terhadap ketersediaan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri pengolahan rakyat tersebut.

6. Analisis dinamika asal bahan baku industri pengolahan kayu rakyat

Analisis dinamika asal usul bahan baku diperoleh melalui analisis tren jumlah wilayah asal bahan baku pada setiap industri. Hasil analisis akan tertuang dalam bentuk grafik dinamika asal bahan baku industri pengolahan kayu rakyat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Hutan Rakyat

Analisis karakteristik petani hutan rakyat dilakukan terhadap 60 responden yang seluruhnya merupakan petani hutan rakyat pada dua desa contoh di masing-masing kecamatan contoh. Analisis karakteristik petani hutan rakyat dilakukan berdasarkan variabel umur, pendidikan, pekerjaan dan tanggungan keluarga yang dilakukan untuk mengetahui tingkat motivasi petani hutan rakyat dalam mengembangkan hutan rakyat yang dimiliki (Waluyo et al. 2010). Motivasi merupakan faktor yang sangat diperlukan, karena salah satu masalah yang selama ini dihadapi dalam pengembangan hutan rakyat adalah sumberdaya manusia sebagai pelaku dan pembina usaha hutan rakyat yang masih terbatas (Winarno 2007). Analisis karakteristik responden berdasarkan empat variabel tersaji pada Tabel 1.

(17)

6

Tabel 1 Karakteristik petani hutan rakyat untuk masing-masing desa contoh

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar petani hutan rakyat pada seluruh desa contoh berusia >50 tahun yang tergolong usia lanjut. Usia petani yang tergolong lanjut akan berpengaruh terhadap tingkat produktiviatas petani yang cenderung menurun. Apabila produktivitas dari petani hutan rakyat sendiri menurun, maka kontribusi hutan rakyat juga akan menurun, yang akan mempengaruhi ketersediaan bahan baku dan produktivitas industri pengolahan kayu rakyat.

Pada variabel tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa sebagian besar petani hutan rakyat pada seluruh desa contoh berpendidikan setingkat sekolah dasar yaitu 61,67%. Desa Tapos 1 merupakan desa dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) terbesar yaitu 5 responden. Kemudian Desa Cibatok 1 dan Tapos 1 merupakan desa yang memiliki petani hutan rakyat dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) terbesar yaitu 2 petani. Tidak adanya pengetahuan yang cukup dari petani tentang pengelolaan hutan rakyat dan pemasaran hasil kayu rakyat yang baik akan menjadi faktor yang mendukung menurunnya minat petani dalam mengembangkan hutan rakyat sebagai usaha yang berpotensi menambah pendapatan mereka. Umumnya petani lebih mengembangkan usaha jangka pendek yang lebih cepat menghasilkan.

Pada variabel pekerjaan petani hutan rakyat menunjukkan bahwa usaha hutan rakyat merupakan pekerjaan sampingan. Hal tersebut terlihat dari 41,67% pekerjaan utama responden pada seluruh desa contoh adalah wirausaha, 30% petani, 18,33% buruh, dan 10% PNS. Karakteristik petani hutan rakyat tersebut menunjukkan bahwa posisi hutan rakyat sebagai usaha sampingan yang belum mendapatkan perhatian lebih, akan mengakibatkan produktivitas hutan rakyat tidak dapat ditargetkan dengan pasti, sehingga kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan dan produktivitas industri pengolahan kayu rakyat akan sangat dinamis

Karakteristik Desa Persentase

(%) Cibatok 1 Ciaruten ilir Tapos 1 Situ Daun Umur (thn) 20-30 0 0 0 0 0 31-40 5 3 2 2 20 41-50 3 4 5 5 28.33 >50 7 8 8 8 51,67 Total 100 Pendidikan SD 7 11 10 9 61.67 SMP 1 2 1 2 10 SMA 5 2 2 4 21.67 PT 2 0 2 0 6.67 Total 100 Pekerjaan Petani 1 7 6 4 30 Buruh 4 3 1 3 18.33 PNS/Pensiunan 1 0 2 3 10 Wirausaha 9 5 6 5 41.67 Total 100 Tanggungan Keluarga (orang) 0-3 6 9 5 3 38.33 4-6 9 6 10 12 61.67 >6 0 0 0 0 0 Total 100

(18)

7 Jumlah tanggungan keluarga petani hutan rakyat umumnya sekitar 4-6 orang. Desa Situ Daun merupakn desa dengan tanggungan keluarga 4-6 orang yang tertinggi. Jumlah tanggunagan keluarga akan berpengaruh terhadap usahan hutan rakayat. Dimana semakin banyak tanggungan keluarga maka pola berfikir responden akan lebih kearah usaha yang lebih cepat menghasilkan. Hal tersebut tentu akan menurunkan kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku dan produktivitas industri pengolahan kayu rakyat, sehingga permintaan masyarakat akan produk kayu rakyat akan sulit dipenuhi oleh industri pengolahan kayu rakyat.

Menurunnya kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan kayu rakyat disekitarnya, akan menyebabkan ketersediaan bahan baku bagi industri pengolahan kayu rakyat akan semakin berkurang, sehingga menghambat proses produksi. Bahan baku merupakan salah satu faktor produksi yang memegang peranan penting, karena kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan terhentinya suatu proses produksi Reksohadiprojo dan Sudarno (1984), Assauri (1978).

Potensi Hutan Rakyat

Potensi standing stock hutan rakyat diukur terhadap jenis sengon yang merupakan jenis dominan pada lokasi penelitian. Menurut Greeneconomics Indonesia (2004) bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer hasil hutan, harus diperhatikan kemampuan daya dukung hutan secara lestari. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui potensi hutan rakyat saat ini di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui ketersediaan bahan baku yang dapat diharapkan bagi industri pengolahan kayu rakyat

Hutan rakyat umumnya berada pada lahan-lahan kering seperti sawah, pekarangan, kebun, talun, serta ladang/tegakan (LP IPB 1990 dalam Hardjanto 2000). Hal tersebut sesuai dengan kondisi yang ada pada lokasi penelitian. Berikut potensi standing stock hutan rakyat dengan jenis sengon di desa contoh Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

8

Tabel 2 Potensi hutan rakyat sengon di masing-masing desa contoh pada Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya berdasarkan kelas diameter

Kelas Diameter (cm) Lokasi Cibungbulang Tenjolaya Cibatok 1 Ciaruteun Ilir

Total Situ Daun Tapos 1 Total

Jumlah pohon (batang)

0-4.9 4 283 3 735 8 017 10 131 742 10 873 5-9.9 7 722 5 556 13 278 13 731 23 374 37 104 10-19.9 9 290 2 216 11 507 11 725 23 036 34 761 >20 1 585 243 1 828 8 845 1 327 10 173 Total 34 630 92 912 Volume (m3) 0-4.9 22.81 17.48 40.29 57.99 6.58 64.57 5-9.9 161.83 382.17 544 299.21 467.72 766.93 10-19.9 711.84 89.5 801.34 937.98 1 147.56 2 085.54 >20 397.62 57.04 454.66 2 247.9 389.94 2 637.8 Total 1 840.29 5 554.82

Pada Tabel 2 terlihat bahwa potensi total standing stock di Desa Tapos 1 (20 ha) dan Situ Daun (16 ha) Kecamatan Tenjolaya sebesar 92 912 batang atau 5 554.82 m3, lebih besar dibandingkan dengan Desa Cibatok 1 (16 ha) dan Ciaruteun Ilir (14.4 ha) Kecamatan Cibungbulang, dengan potensi sebesar 34 630 batang atau 1 840.29 m3.

Besarnya potensi hutan rakyat di desa contoh Kecamatan Tenjolaya dibandingkan dengan potensi hutan rakyat di desa contoh Kecamatan Cibungbulang disebabkan oleh pengelolaan kelompok tani di desa contoh Kecamatan Tenjolaya lebih baik dibandingkan pengelolaan kelompok tani di desa contoh Kecamatan Cibungbulang. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kegiatan yang telah diadakan pada kelompok tani di desa contoh Kecamatan Tenjolaya terkait pengembangan hutan rakyat, dibandingkan dengan kelompok tani di desa contoh Kecamatan Cibungbulang. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh anggota masing-masing kelompok tani. Menuurt Sylviani (2005) bahwa pemberian program pelatihan teknis dan non teknis serta penguatan kelembagaan terhadap masyarakat dan stakeholder oleh fasilitator tingkat daerah, melalui bimbingan teknis disemua sektor dapat meningkatkan potensi sumberdaya manusia.

Karakteristik Industri Pengolahan Kayu Rakyat

Industri pengolahan kayu rakyat dapat didefinisikan sebagai suatu usaha dengan kegiatan mengubah kayu rakyat menjadi barang jadi/setengah jadi baik secara mekanis atau tidak, untuk menjadi suatu barang yang bernilai (Rufaidah 2009). Lokasi industri pengolahan kayu rakyat di dua kecamatan contoh selalu didekat jalan/pinggir jalan agar kegiatan aksesbilitas dapat dilakukan dengan mudah, sehingga biaya yang terkait hal tersebut dapat diminimalisasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Abdullah (2007) bahwa penempatan lokasi industri

(20)

9 pengolahan kayu oleh pengusaha kayu olahan didasarkan atas ketersediaan bahan baku, biaya perolehan bahan baku, biaya pemasaran, dan biaya tenaga kerja. Berdasarkan jenis bahan baku yang digunakan industri yang ada terbagi dalam dua jenis yaitu industri primer dan industri sekunder. Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat di dua kecamatan contoh tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat

Jenis industri Nomer

industri Tahun berdiri Jumlah pegawai (orang) Jumlah mesin utama (unit) Kapasitas terpasang mesin (m3/bulan) Cibungbulang Primer 1 1995 30 1 468 Sekunder 1 1998 2 - - 2 2000 1 - - 3 1980 1 - - 4 1995 4 - - 5 2011 2 - - 6 1995 2 - - 7 2005 1 - - 8 2011 3 - - 9 2011 8 - - 10 1995 3 - - 11 2006 2 - - 12 2014 2 - - 13 2005 2 - - 14 2010 2 - - 15 2008 2 - - 16 2011 1 - - 17 1990 2 - - Total 18 Tenjolaya Primer 1 2012 4 1 200 2 2012 4 1 200 3 2006 12 1 200 4 2005 4 1 200 5 2014 2 1 200 Sekunder 1 2011 10 - - 2 2009 5 - - 3 2014 2 - - 4 2002 2 - - 5 2010 2 - - 6 2013 2 - - Total 11

Tabel 3 dapat diketahui bahwa industri pengolahan kayu rakyat di lokasi penelitian berjumlah 29 industri yang dapat digolongkan kedalam dua jenis industri yaitu industri primer dan industri sekunder berdasarkan bahan baku yang digunakan dan jenis produk yang dihasilkan.

Berdasarkan tahun berdiri setiap industri, terlihat bahwa terdapat industri baru yang terus bermunculan dengan tahun berdiri 2011-2014 atau industri yang berumur ≤4 tahun. Sedangkan, kondisi industri yang telah lama dengan tahun berdiri kurang dari tahun 2000 atau industri yang berumur >4 tahun tidak

(21)

10 0 20 40 60 80 100 120 2011 2012 2013 2014 B a ha n B a k u (m 3) Tahun

mengalami perkembangan yang berarti, terlihat dari jumlah mesin utama (industri primer) yang tidak bertambah sejak awal berdiri Sumarni dan Soeprihanto (1991). Industri primer di Kecamatan Cibungbulang tergolong industri sedang dan di Kecamatan Tenjolaya tergolong rumah tangga hingga kecil. Sedangkan, industri sekunder di dua kecamatan contoh tergolong industri kerajinan rumah tangga hingga kecil. Seperti yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik dalam Rufaidah (2009) bahwa industri pengolahan di Indonesia dapat digolongkan kedalam jenis industri rumah tangga apabila memiliki 1-4 karyawan, industri kecil apabila memiliki 5-19 karyawan, dan sedang apabila memiliki 20-99 karyawan, tanpa memperhatikan besarnya modal yang ditanam ataupun kekuatan mesin yang digunakan.

Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

a. Industri Primer

Analisis kontinuitas ketersediaan bahan baku dilakukan untuk mengetahui keseimbangan antara persediaan dan permintaan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri pengolahan kayu rakyat pada dua kecamatan contoh. Rata-rata kebutuhan dan penggunaan bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang disajikan pada Gambar 1.

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sebesar 104.17 m3/bulan/industri, tahun 2012 sebesar 86.17 m3/bulan/industri, tahun 2013 sebesar 80.17 m3/bulan/industri, dan tahun 2014 sebesar 76.49 m3/bulan/industri. Rata-rata penggunaan bahan baku yang semakin menurun menunjukkan bahwa ketersedian bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang semakin terbatas. Selain itu, berdasarkan data penggunaan bahan baku empat tahun terakhir terlihat bahwa penggunaan bahan baku masih jauh dibawah kapasitas Gambar 1 Rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan

(22)

11 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 2 3 4 5 B a ha n B a k u (m 3) Nomer Industri 2011 2012 2013 2014

terpasang mesin utama yaitu 468 m3/bulan atau 5 616 m3/tahun (Tabel 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersedian bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang selama ini belum kontinu.

Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri primer di Kecamatan Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 2.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sebesar 41.13 m3/bulan/industri, tahun 2012 sebesar 33 m3/bulan/industri, tahun 2013 sebesar 51.79 m3/bulan/industri, dan tahun 2014 sebesar 33.59 m3/bulan/industri. Rata-rata penggunaan bahan baku industri primer tersebut masih dibawah kapasitas terpasang mesin utama yaitu 1 000 m3/bulan atau 12 000 m3/tahun (Tabel 3). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya belum kontinu.

Pada hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa ketersediaan bahan baku industri primer di dua kecamatan contoh belum mampu memenuhi penggunaan bahan baku yang selama ini dilakukan oleh industri primer tersebut.

b. Industri Sekunder

Keberadaan industri primer merupakan stimulator timbulnya industri kayu lanjutan (sekunder dan tersier), karena produk yang dihasilkan oleh industri primer dapat digunakan secara langsung sebagai bahan baku industri kayu lanjutan, seperti yang dikemukakan oleh Darmawan et al (2011) bahwa adanya industri primer dapat merangsang timbulnya industri lanjutan. Sehingga secara Gambar 2 Rata-rata penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan

(23)

12

tidak langsung terjadi keterkaitan antara produktivitas industri primer dengan industri sekunder yang ada di lokasi penelitian.

Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada Gambar 3 terlihat rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang cenderung konstan. Kebutuhan bahan baku tahun 2011 sebesar 2.96 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2012 sebesar 2.97 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2013 sebesar 3.14 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, dan tahun 2014 sebesar 2.93 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri. Selain itu, penggunaan kata “kebutuhan” menunjukan bahwa selama ini penggunaan bahan baku oleh industri sekunder telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 B a ha n B a k u (m 3) Nomer Industri 2011 2012 2013 2014

Gambar 3 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014

(24)

13 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 1 2 3 4 5 6 B a ha n B a k u (m 3) Nomer Industri 2011 2012 2013 2014

industri sekunder tersebut. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang adalah kontinu.

Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 4.

Pada Gambar 4 terlihat bahwa rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya cenderung konstan. Pada tahun 2011 sebesar 6.83 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2012 sebesar 42.63 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, tahun 2013 sebesar 34.78 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri, dan tahun 2014 sebesar 30.87 m3 kayu gergajian/ bulan/ industri. Selain itu, penggunaan kata “kebutuhan” menunjukan bahwa selama ini penggunaan bahan baku oleh industri sekunder telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing industri sekunder tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya adalah kontinu..

Pada hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa ketersediaan bahan baku industri sekunder di dua kecamatan contoh telah mampu memenuhi kebutuhan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri sekunder tersebut.

Gambar 4 Rata-rata kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014

(25)

14 48.6% 51.4% 2011 47% 53% 2012 40.5% 59.5% 2013 50.2% 49.8% 2014

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

a. Industri Primer

Pengukuran kontribusi hutan rakyat di desa contoh (Cibatok 1 dan Ciaruteun Ilir serta Situ Daun dan Tapos 1), terhadap ketersediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya, dilakukan untuk seluruh industri pengolahan kayu rakyat pada kecamatan contoh (sensus) secara terpisah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui peran hutan rakyat di wilayah industri berdiri terhadap ketersediaan bahan baku yang selama ini digunakan oleh industri tersebut. Kontribusi hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang terhadap ketersediaan bahan baku industri primer pengolahan kayu rakyat di kecamatan tersebut tersaji pada Gambar 5.

Keterangan:

Pada Gambar 5 dapat diketahui bahwa kontribusi hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang terhadap penggunaan bahan baku industri primer selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 46.6%, yaitu 48.6% pada tahun 2011, 47% pada tahun 2012, 40.5% pada tahun 2013, dan 50.2% pada tahun 2014. Penggunaan bahan baku oleh industri primer di Kecamatan Cibungbulang Gambar 5 Persentase penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan

Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014

Dalam Kecamatan Cibungbulang

(26)

15 48.7% 51.3% 2011 46% 54% 2012 55.1% 44.9% 2013 33.4 % 66.6 % 2014

sebagian besar berasal dari wilayah dalam Kabupaten Bogor, namun dari luar Kecamatan Cibungbulang.

Kondisi penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya cenderung sama dengan Kecamatan Cibungbulang. Penggunaan bahan baku sebagian besar berasal dari kayu rakyat walaupun didatangkan dari wilayah luar Kecamatan Tenjolaya. Agar lebih jelas, penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan:

Pada Gambar 6 terlihat bahwa kontribusi hutan rakyat di Kecamatan Tenjolaya terhadap penggunaan bahan baku industri primer selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 45.8%, yaitu 48.7% tahun 2011, 46% tahun 2012, 55.1% tahun 2013, dan 33.4% tahun 2014. Meskipun demikian, penggunaan bahan baku sebagian besar masih berasal dari wilayah luar Kecamatan Tenjolaya dengan jenis kayu rakyat yang digunakan.

Berdasarkan Gambar 5 dan 6 dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan bahan baku oleh industri primer di kecamatan contoh sebagian besar berasal dari wilayah dalam Kabupaten Bogor. Namun, persentase yang terbesar berasal dari wilayah luar kecamatan contoh. Hal tersebut menunjukan bahwa potensi hutan rakyat di kecamatan contoh baik Kecamatan Cibungbulang maupun Kecamatan Tenjolaya belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer di Gambar 6 Persentase penggunaan bahan baku industri primer di Kecamatan

Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014

Dalam Kecamatan Tenjolaya

(27)

16 3.9 % 13.1% 83% 2011 8% 13.5% 78.5% 2012 5% 16.7% 78.3% 2013 15.7% 84.3% 2014

sekitarnya. Wilayah di luar Kabupaten Bogor tidak berperan dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya. Hal tersebut disebabkan karena keterbatasan modal yang dimiliki industri primer, sehingga tidak dapat menjangkau bahan baku yang letaknya jauh atau hanya dapat mengelola bahan baku di sekitar lokasi industri (Hariadi 1989) dan (Perhutani 2009) dalam (Nadeak 2009). Efisiensi dan optimalisasi industri diarahkan agar perusahaan memperoleh keuntungan melalui penekanan biaya operasional dan peningkatan manfaat dari pengolahan hasil (Sulaeli 2009).

b. Industri Sekunder

Kondisi yang serupa juga terjadi pada industri sekunder di kecamatan contoh. Kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan:

Pada Gambar 7 terlihat bahwa kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang empat tahun terakhir sebagian besar dipenuhi dari luar Gambar 7 Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan

Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014

Dalam Kecamatan Cibungbulang

Luar Kecamatan Cibungbulang dalam Kabupaten Bogor Luar Kabupaten Bogor

(28)

17 Kabupaten Bogor, yaitu 83% tahun 2011, 78.5% tahun 2012, 78.3% tahun 2013, dan 84.3% tahun 2014. Sedangkan, hutan rakyat di kecamatan asal industri berperan memenuhi kebutuhan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 4.2%, yaitu 3.9% pada tahun 2011, 8% pada tahun 2012, 5% pada tahun 2013, dan 0% pada tahun 2014.

Kontribusi hutan rakyat dari dalam Kecamatan Tenjolaya terhadap pemenuhan kebutuhan bahan baku industri sekunder setempat menunjukkan kondisi yang hampir sama dengan Kecamatan Cibungbulang. Kontribusi hutan rakyat terhadap ketersediaan bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014 dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan:

Gambar 8 menunjukkan bahwa hutan rakyat setempat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan bahan baku selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 4.4%, yaitu 11% pada tahun 2011, 1.3% pada tahun 2012, 3.6% pada tahun 2013, dan 1.8% pada tahun 2014. Besarnya kontribusi hutan rakyat setempat jauh lebih kecil dibandingkan dengan wilayah di dalam Kabupaten

1.3% 75.1% 23.6% 2012 11% 66.5% 22.5% 2011 3.6% 73% 23.4% 2013 1.8% 55% 43.2% 2014

Gambar 8 Persentase penggunaan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya tahun 2011 sampai dengan 2014.

Dalam Kecamatan Tenjolaya

Luar Kecamatan Tenjolaya dalam Kabupaten Bogor Luar Kabupaten Bogor

(29)

18 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 0 2 4 6 8 V o lum e ( m 3) Tahun

Kebutuhan bahan baku industri

Potensi standing stock

Bogor dan wilayah luar Kabupaten Bogor. Wilayah dalam Kabupaten Bogor lebih dominan dalam penyediaan bahan baku industri sekunder dibandingkan dengan wilayah luar Kabupaten Bogor. Namun, bahan baku yang digunakan bukan berasal dari hutan rakyat di wilayah tersebut, melainkan dari toko perkayuan di daerah Bubulak Bogor Kota.

Berdasarkan Gambar 7 dan 8 dapat diketahui bahwa potensi hutan rakyat setempat tidak berperan besar dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku industri sekunder di kecamatan contoh. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar bahan baku yang dibutuhkan oleh industri sekunder bukanlah jenis kayu yang dihasilkan oleh hutan rakyat setempat. Sehingga industri harus mendatangkan sebagian besar bahan baku dari luar Kabupaten Bogor dan sedikit bahan baku dari hutan rakyat sekitar.

Perbedaan jenis kayu yang digunakan sebagai bahan baku antara industri sekunder dengan industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya menunjukkan bahwa pada saat ini belum adanya keterkaitan produktivitas yang signifikan antar industri tersebut. Melihat kondisi tersebut, maka potensi hutan rakyat setempat difokuskan berkontribusi pada ketersediaan bahan baku bagi industri primer.

Perbandingan standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang.

Pada Gambar 9 terlihat bahwa setiap tahunnya terjadi “gap” yang cukup besar antara potensi standing stock di desa contoh Kecamatan Cibungbulang dengan kebutuhan bahan baku industri primer yang ada di kecamatan tersebut. Potensi standing stock diperoleh dari Desa Ciatureun Ilir dan Cibatok 1 sebesar 1 839.2 m3 pada tahun ke 1 (pada saat dilakukan pengukuran), 1 744.9 m3 tahun ke 2, 3 734.8 m3 tahun ke 3, 3 023.1 m3 tahun ke 4, 1 382 m3 tahun ke 5, dan potensi

(30)

19 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 2 4 6 8 Vo lum e (m 3) Tahun

Kebutuhan bahan baku industri

Potensi standing stock

standing stock di desa contoh belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku

industri primer secara keseluruhan disetiap tahunnya, dengan kebutuhan industri primer kayu rakyat sebesar 468 m3/bulan atau 5 616 m3/tahun. Potensi yang ada hanya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam hitungan waktu beberapa bulan saja atau dengan kata lain belum mampu mensuplai secara terus menerus.

Kondisi yang serupa juga terjadi pada perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri Primer di Kecamatan Tenjolaya, seperti pada Gambar 10.

Gambar 10 Perbandingan potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya.

Pada Gambar 10 terlihat disetiap tahunnya terjadi “gap” yang cukup besar antara potensi standing stock dengan kebutuhan bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya. Potensi standing stock Desa Situ Daun dan Tapos 1 Kecamatan Tenjolaya sebesar 5 369.2 m3 pada tahun ke 1 (pada saat dilakukan pengukuran), 4 158 m3 tahun ke 2, 8 591.1 m3 tahun ke 3, 6 527.5 m3 tahun ke 4, 1 438.6 m3 tahun ke 5, dan potensi standing stock hutan rakyat di dua desa contoh tersebut akan habis pada tahun ke 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi

standing stock di Desa Situ Daun dan Tapos 1 Kecamatan Tenjolaya belum

mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri primer di kecamatan tersebut secara keseluruhan, dengan kebutuhan industri primer kayu rakyat sebesar 1 000 m3/bulan atau 12 000 m3/tahun. Potensi yang ada hanya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam kurun waktu beberapa bulan saja.

Hutan rakyat pada umumnya belum dapat memberikan hasil yang lestari yang disebabkan oleh kelas umur yang terdapat pada areal hutan rakyat tidak menyebar secara merata dan tidak lengkap (Terry 2000) dalam (Mile 2010).Salah satu cara untuk menutupi “gap” agar kebutuhan bahan baku terpenuhi adalah industri harus mendatangkan bahan baku dari luar wilayah asal industri (Pribadi 2001), (Risnasari 2001). Perbandingan ini mengasumsikan bahwa seluruh potensi hutan rakyat yang ada mensuplai kebutuhan bagi industri primer.

(31)

20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 2011 2012 2013 2014 Ra ta -ra ta j u m la h k ec a m a ta n a sa l ba ha n ba k u Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 2011 2012 2013 2014 Ra ta -ra ta j um la h k ec a m a ta n a sa l ba ha n ba k u Tahun

Dinamika Asal Usul Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

a. Industri Primer

Dinamika asal usul bahan baku hubungan antara jumlah kecamatan asal bahan baku dengan tahun pengambilan data agar dapat diketahui perubahan jumlah kecamatan asal bahan baku yang selama ini industri gunakan, sehingga terlihat apakah membentuk tren yang linier atau non linier. Dinamika asal usul bahan baku pada industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukkan bahwa bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang rata-rata berasal dari 4 hingga 6 kecamatan yaitu Cibungbulang, Tenjolaya, Pamijahan, Rumpin, Leuwiliang, dan Ciampea. Pada hasil analisis terlihat jumlah kecamatan asal bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang menunjukkan tren non linier yang cenderung menurun. Pada dasarnya rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku sudah banyak, sehingga asal usul bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang dapat dikategorikan dinamis. Hal yang serupa terjadi pada dinamika asal usul bahan baku di Kecamatan Tenjolaya, seperti yang tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12 Dinamika asal usul bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya

Gambar 11 Dinamika asal usul bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang

(32)

21 0 0,5 1 1,5 2 2,5 2011 2012 2013 2014 Ra ta -ra ta j um la h k ec a m a ta n a sa l ba ha n b a k u Tahun

Gambar 12 menunjukkan bahwa dinamika asal usul bahan baku industri primer kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya cukup tinggi. Hal tersebut terlihat dari tren rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku non linier yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Kecamatan asal bahan baku industri primer di Kecamatan Tenjolaya rata-rata berjumlah 4 sampai dengan 7 kecamatan, yaitu Cibungbulang, Tenjolaya, Pamijahan, Jasinga, Rumpin, Leuwiliang, dan Ciampea.

Pada tahun 2014 tren rata-rata jumlah kecamatan asal bahan baku mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan oleh pengambilan data pada tahun 2014 hanya dilakukan sampai bulan Juni, sehingga masih ada kemungkinan terjadi penambahan jumlah kecamatan asal bahan baku pada tahun 2014.

Tingginya dinamika asal usul bahan baku industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya menunjukkan bahwa masih kurangnya peran hutan rakyat setempat sebagai tumpuan ketersediaan bahan baku industri tersebut. Sehingga, memaksa industri primer mendatangkan bahan baku dari berbagai daerah agar kuantitas dan kwalitas bahan baku yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Selain itu, tingginya biaya pengangkutan dan minimnya modal menjadikan industri primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya hanya mampu mengolah bahan baku dari wilayah sekitar lokasi berdirinya industri tersebut, sehingga industri primer tersebut memilih berproduksi dibawah kapasitas terpasang mesin, hingga terkadang tidak melakukan kegiatan produksi.

b. Industri Sekunder

Hal yang berbeda terlihat pada dinamika asal usul bahan baku pada industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya. Perbedaan yang terjadi disebabkan oleh berbagai faktor. Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan bahwa selama empat tahun terakhir bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Cibungbulang rata-rata didatangkan dari beberapa wilayah utama yang konsisten, terlihat dari grafik yang Gambar 13 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di

(33)

22 0 0,5 1 1,5 2 2,5 2011 2012 2013 2014 Ra ta -ra ta j u m la h k ec a m a ta n a sa l ba ha n ba k u Tahun

membentuk garis linier. Bahan baku sebagian besar berasal dari Bubulak Bogor Kota dan Lampung dengan jenis kamper dan jenis kayu keras lainnya. Sedangkan, bahan baku dari wilayah lainnya seperti dalam kecamatan contoh didatangkan hanya ketika ada pesanan, terutama untuk jenis kayu hutan rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa asal usul bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang cenderung kurang dinamis.

Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pada dinamika asal usul bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya. Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder pengolahan kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 menunjukkan bahwa bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya berasal dari beberapa wilayah yang konsisten. Hal tersebut terlihat dari grafik yang membentuk garis linier. Bahan baku sebagian besar berasal dari Bubulak Bogor Kota dan Ciomas dengan jenis kayu keras. Sedangkan, wilayah yang lainnya berperan sebagai pemasok bahan baku hanya ketika terdapat pesanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa asal usul bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang cenderung kurang dinamis.

Kondisi dinamika asal bahan baku pada industri sekunder di kecamatan contoh yang cenderung tidak dinamis atau konstan disebabkan oleh kebutuhan bahan baku industri tersebut dapat dipenuhi oleh ketersediaan bahan baku yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat dua jenis industri pengolahan kayu rakyat di kecamatan contoh yang tidak memiliki keterkaitan produktivitas, yaitu industri Primer dan sekunder (kusen, pintu, dan jendela).

Gambar 14 Dinamika asal usul bahan baku industri sekunder kayu rakyat di Kecamatan Tenjolaya

(34)

23 2. Ketersediaan bahan baku bagi industri Primer tidak kontinu dan industri

sekunder kontinu.

3. Besarnya kontribusi hutan rakyat setempat terhadap penggunaan bahan baku industri Primer di Kecamatan Cibungbulang selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 46.6%, yaitu 48.6% pada tahun 2011, 47% pada tahun 2012, 40.5% tahun 2013, dan 50.2% tahun 2014.

4. Besarnya kontribusi hutan rakyat setempat terhadap penggunaan bahan baku industri Primer di Kecamatan Tenjolaya selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 45.8%, yaitu 48.7% tahun 2011, 46% tahun 2012, 55.1% tahun 2013, dan 3.4% tahun 2014.

5. Besarnya kontribusi hutan rakyat setempat terhadap kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Cibungbulang selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 4.2%, yaitu 3.9% tahun 2011, 8% tahun 2012, 5% tahun 2013, dan 0% pada tahun 2014.

6. Besarnya kontribusi hutan rakyat setempat terhadap kebutuhan bahan baku industri sekunder di Kecamatan Tenjolaya selama empat tahun contoh rata-rata mencapai 4.4%, yaitu 11% tahun 2011, 1.3% tahun 2012, 3.6% tahun 2013, dan 1.8% pada tahun 2014.

7. Asal usul bahan baku industri Primer di dua kecamatan contoh adalah dinamis. Sedangkan, asal usul bahan baku industri sekunder di dua kecamatan contoh adalah tidak dinamis.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian terkait profil industri sekunder pengolahan kayu rakyat (kusen, pintu, dan jendela) dan industri Primer di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya agar rencana pengembangan usaha pengolahan kayu rakyat dapat dibuat lebih baik dikaitkan dengan pengembangan sumber bahan baku yang ada.

2. Perlu dilakukan pembinaan terhadap kelompok-kelompok tani hutan rakyat di Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya secara lebih intensif, agar produktivitas hutan rakyat dapat ditingkatkan sehingga produksi hutan rakyat dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MH. 2007. Analisis keterkaitan pusat industri pengolahan kayu dan wilayah pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR) di Sulawesi Selatan.

Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(3):268-279.

Assuari S. 1978. Manajemen Produksi. Jakarta (ID): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2010. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2011. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka. Bogor.

(35)

24

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2012. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka. Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Kecamatan Cibungbulang Dalam Angka. Bogor.

Darmawan W, Rahayu IS, Padlinurjaji IM, Pandit KN. 2011. Pengerjaan Kayu (Ilmu-ilmu Penunjang dan Teknologi Proses). Bogor (ID): IPB Pr.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2008. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2009. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2010. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2011. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2012. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (ID). 2013. Monografi

Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Greeneconomics Indonesia. 2004. Industri Pengolahan Kayu. Jakarta (ID): Greeneconomics Indonesia.

Hardjanto. 2000. Beberapa ciri pengusahaan hutan rakyat di Jawa. Suhardjito D, editor. Hutan Rakyat di Jawa. Bogor (ID): Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM).

Mile MY. 2010. Kajian permasalahan teknis dalam pengelolaan hutan rakyat yang sesuai (studi kasus permasalahan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis). Di dalam: Rostiwati T, Nurhasby, Pramono AA, Baskorowati L, Mile MY, Achmad B, editor. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian; 2010 Okt 20; Bandung, Indonesia. Ciamis (ID): Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. hlm 277-283.

Nadeak GT. 2009. Analisis kelayakan financial dan ekonomi perusahaan kayu gergajian merbau dan woodworking terintegrasi di Papua ( studi kasus di Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, dan Kabupaten Keerom) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reksohadiprojo, Sudarno. 1984. Pengantar Ekonomi Pembangunan II. Yogyakarta (ID): BPFE.

Risnasari I. 2001. Profil industri pengolahan kayu di Provinsi Sumatra Utara. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara.

Rufaidah AH. 2009. Keragaan usaha industri pengolahan kayu rakyat di Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sylviani. 2005. Studi kemungkinan pengembangan social forestry di kawasan hutan lindung Nanggala Sulawesi Selatan. Info Sosial Ekonomi 5:145-152. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan.

Pribadi S. 2001. Kontribusi hutan rakyat dalam penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu rakyat (studi kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

(36)

25 Sulaeli JR. 2009. Strategi peningkatan efektivitas pengelolaan industri primer hasil hutan rakyat di Kabupaten Bogor. [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sumarni M, Soeprihanto. 1991. Pengantar Bisnis (Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan). Edisi ke-2. Yogyakarta (ID): Liberty Yogyakarta.

Waluyo EA, Ulya NA, Martin E. 2010. Perencanaan Sosial Dalam RangkaPengembangan Hutan Rakyat Di Sumatra Selatan. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. VII(3):271-280.

Winarno J. 2007. Strategi pengembangan hutan rakyat di Indonesia [makalah]. Bogor (ID): Seminar pengembangan hutan rakyat mendukung kelestarian kayu kakyat, 3 Desember.

(37)

26

Lampiran 1 Kuisioner karakteristik petani hutan rakyat

KUISIONER PENELITIAN SKRIPSI SARJANA S1 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

No. Responden : ………. Tanggal : ………. Desa/ RT/ RW : ... A. Identitas Responden 1. Nama :... 2. Jenis Kelamin : ... 3. Umur : ... 4. Pendidikan : ... 5. Pekerjaan Tetap : ... 6. Pekerjaan Sampingan : ... 7. Tanggungan Keluarga : ...

B. Potensi Hutan Rakyat

1. Lama Pengusahaan Hutan Rakyat : ... 2. Luas Lahan Hutan Rakyat : ... 3. Status Lahan Huutan Rakyat : ... 4. Jumlah Pohon Pada Hutan Rakyat : ... 5. Rata-rata Umur Pohon : ... 6. Dasar Dilakukannya Penebangan : ... 7. Berapa kali Penebangan (Setahun) : ... 8. Rata-rata Jumlah Pohon/Penebangan : ... 9. Kepada Siapa Kayu Rakyat Dijual : ... 10. Berapa Harga Jual Per Sortimen : ... 11. Pendapatan Rata-rata/Penebangan : ...

(38)

27 Lampiran 2 Kuisioner karakteristik industri pengolahan kayu rakyat

KUISIONER PENELITIAN SKRIPSI SARJANA S1 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kontinuitas Ketersediaan Bahan Baku Industri Pengolahan Kayu Rakyat

No. Responden : ………. Tanggal : ………. Desa/ RT/ RW : ... A. Identitas Perusahaan 1. Nama Pemilik :... 2. Status Industri : ... 3. Kapasitas Terpasang Industri/Hari : ... 4. Berapa Jumlah Mesin Yang Ada : ... 5. Berapa Jumlah Tenaga Kerja : ...

6. Identifikasi Bahan Baku

7. Asal Bahan Baku : a Per bulan dalam kurun 5 tahun (N) b Perincian setiap bulan perjumlah (m3)

untuk setiap jenis 8. Bagaimana Mencari Bahan Baku : Per asal bahan baku

9. Berapa Bahan Baku Masuk : a Per bulan dalam kurun 5 tahun (N) b Perincian setiap bulan perjumlah (m3)

untuk setiap jenis 10. Dasar Masuknya Bahan Baku : a Pesanan Industri

b Kontiniu Setiap Harinya

11. Produk Apa Yang Dihasilkan : ... 12. Berapa Rendemen Industri : ...

(39)

28

(40)

29 Lampiran 4 Gambar Kecamatan Tenjolaya

(41)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung, pada 02 April 1992 dari ayah Erees Purwiyanto dan ibu Mulatifah. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Kotagajah Lampung Tengah dan pada tahun yang sama diterima menjadi mahasiswi di Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis pernah melakukan praktek kerja lapang mengenai pengelolaan hutan di PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan Barat (2014).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif diorganisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota Keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA), sebagai sekretaris umum Gugus Disiplin Asrama (GDA), Koordinator Cyber Asrama Cybertron Club Asrama TPB IPB, Koordinator Pandawa Asrama Rusunawa TPB IPB, Anggota Himpro FMSC Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Ketua Komisi Administrasi dan Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (2012), dan Ketua Badan Audit Administrasi dan Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB (2013). Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan kampus.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik petani hutan rakyat untuk masing-masing desa contoh
Tabel  2  Potensi  hutan  rakyat  sengon  di  masing-masing  desa  contoh  pada  Kecamatan Cibungbulang dan Tenjolaya berdasarkan kelas diameter
Tabel 3 Karakteristik industri pengolahan kayu rakyat
Gambar  3    Rata-rata  kebutuhan  bahan  baku  industri  sekunder  di  Kecamatan  Cibungbulang tahun 2011 sampai dengan 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Raya Pondok Kelapa Komplek DKI Blok P3 No.29 Pondok Kelapa - Jakarta Timur. JIMBARAN WAHANA

Memperhatikan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta menindaklanjuti proses pengadaan untuk Paket Pekerjaan Pekerjaan Konsultan

Upaya represif adalah sebuah upaya yang dilakukan BNN Kabupaten Kediri pada saat penyalahgunaan narkotika sudah terjadi dan diperlukan upaya penyembuhan (treatment)

Alat ini terdiri dari sebuah bidang miring yang dapat diatur sudut kemiringannya mulai dari 0 o hingga 90 o , jenis permukaan yang bervariasi (akrilik, kayu,

Pengujian keseluruhan sistem obstacle avoidence pada differential steering mobile robot ini meliputi pengujian penentuan arah menghindar robot dan pemilihan

Adapun permasalahan yang akan dibahas kali ini berkenaan dengan tinggalan arkeologis berupa sisa struktur bangunan tua di situs Kota Rebah, apakah sisa struktur

Dari percobaan pengukuran benda padat diatas, untuk mendapatkan nilai keakuratan massa jenis suatu benda bisa kita tempuh melalui dua cara, yaitu cara perhitungan

Pada menu File terdapat perintah-perintah yang digunakan untuk semua proses utama yang berhubungan dengan file data dan aplikasi, seperti melakukan pengiriman file dari linux