• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tindakan Tidak Aman

2.1.1 Definisi Tindakan Tidak Aman

Tindakan merupakan bagian dari prilaku. Dalam pengertian umum, prilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya prilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun demikian tidak berarti bahwa perilaku hanya dapt dilihat dari sikap dan tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain bekerja. (Notoadmodjo, 2013).

Skinner (1938) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2013), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

A. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Perilaku tertutup terjadi bila respons stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam

(2)

bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus bersangkutan.

B. Perilaku Terbuka (Overt Behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observeable behaviour”. Benyamin Bloom (1908) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2013), seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya tiga ranah perilaku, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge) b. Sikap (attitude)

c. Tindakan (practice)

Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2013). Istilah-istilah perilaku berbahaya (tindakan tidak aman) yang diterjemahkan oleh bebrapa ahli seperti dikutip Winarsumu (2008), antara lain :

1. Silalahi (1995) dari kata unsafe act.

2. McCornick (1992) dan Tiffin (1974) menggunakan istilah unsafe behavior dan juga hazardous behavior.

(3)

Defenisi perilaku berbahaya (tindakan tidak aman) menurut beberapa ahli yang juga dikutip dari Winarsunu (2008), Antara lain :

1. Kavianian (1990) adalah kegagalan (human failure) dalam mengikuti persaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar sehingga menyebabkan terjadinya cidera.

2. Ramsey, seperti yang dikutip oleh McCornick (1992) adalah suatu kesalahan dalam tahap-tahap persepsi, mengenali, memutuskan, menghindari, dan kemapuan menghindari bahaya.

3. Lawton, (1998) mendefenisikan perilaku berbahaya(tindakan tidak aman) adalah kesalahan-kesalahan (errors) dan pelanggaran-pelanggaran (violations) dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakan kerja.

2.1.2 Teori Tindakan Tidak Aman

Menurut Heinrich dalam Sumak’mur (2013), 88% Tindakan tidak aman (unsafe act) berkontribusi terhadap kecelakaan kerja, 10% disebabkan oleh unsafe conditions (kondisi tidak aman), dan 2% adalah anavoidable (hal yang tidak dapat di hindari). Dengan demikian, accident lebih banyak disebabkan oleh tindakan tidak aman manusia (man) yang meliputi faktor umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, pelatihan yang pernah di ikuti, serta faktor manajemen berupa penggunaan APD saat bekerja.

Teori domino disebutkan oleh W. Heinrich terdiri dari 5 elemen, yaitu :

1. Ancestry and social environment : karakter negatif dari seseorang untuk berprilaku tidak aman, seperti ceroboh. Selain itu, pengaruh lingkungan sosial juga dapat menyebabkan seseorang membuat kesalahan.

(4)

2. Fault of person : karakter negatif yang menyebabkan kesalahan pada seseorang merupakan alasan untuk melakukan tindakan tidak aman.

3. Unsafe act and/or mechanical or physical hazard : tindakan tidak aman seseorang seperti masuk kedalam lobang tambang emas tanpa APD, menyalakan mesin tanpa prosedur yang benar, bahaya mekanik dan fisik. 4. Accident : kejadian, seperti jatuh, terkena benda yang menghasilkan penyebab

kecelakaan karena tindakan tidak aman.

5. Injury : cidera yang merupakan awal dari tindakan tidak aman.

Tindakan tidak aman disebabkan oleh banyak faktor. Faktor yang berkontribusi menyebabkan 4M, yaitu Manusia (man), Mesin (machine), Media, dan Management.

1. Faktor Manusia (man)

Faktor manusia merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap Tindakan tidak aman karena berperan sebagai pemegang atau pengendali machine, media dan managemen. Yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, pelatihan yang pernah di ikuti, dan lain-lain.

2. Faktor Mesin (machine)

Faktor mesin meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energy, cara kerja, tipe gerakan, dan bahan mesin itu sendiri.

3. Faktor Media

Faktor media meliputi lingkungan kerja misalnya suhu, kebisingan, getaran, gedung, jalan, ruang kerja, dan sebagainya.

(5)

4. Faktor Managemen

Faktor managemen adalah konteks dimana ketiga faktor berada dan di jalankan, meliputi kebijakan (Pemakaian APD), gaya managemen, struktur organisasi, komunikasi dan prosedur-prosedur lain yang dijalankan di organisasi (Gros dalam Notoadmodjo, 2013).

Gambar 2.1 Multiple Factors Theory

Dari keseluruhan defenisi yang dinyatakan oleh para ahli tersebut, perilaku berbahaya adalah tindakan tidak aman yang sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia (man) yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, pelatihan yang pernah di ikuti, serta faktor managemen berupa pemakaian APD.

2.1.3 Jenis-jenis Tindakan Tidak Aman

Jenis-jenis Tindakan tidak aman menurut Bird dan Germain (1990) dalam Saragih (2014) antara lain:

a. Mengoperasikan peralatan tanpa otoritas. b. Gagal untuk mengingatkan.

MAN

MACHINE

MEDIA

(6)

c. Gagal untuk mengamankan.

d. Pengoperasian dengan kecepatan yang tidak sesuai. e. Membuat peralatan safety menjadi tidak beroperasi. f. Memindahkan peralatan safety.

g. Menggunakan peralatan yang rusak.

h. Menggunakan peralatan secara tidak benar. i. Tidak menggunakan alat pelindung diri (APD). j. Laoding barang yang salah.

k. Penempatan barang yang salah. l. Pengangkutan yang salah.

m. Memperbaiki peralatan saat operasi. n. Posisi yang salah dalam bekerja. o. Bercanda.

p. Dibawah pengaruh alkohol dan atau obat-obatan.

Jenis-jenis Tindakan tidak aman menurut H.W Heinrich (1928) seperti yang di kutip oleh Saragih (2014), antara lain:

a. Mengoperasikan alat dengan kecepatan yang tidak sesuai. b. Mengoperasikan peralatan yang bukan haknya.

c. Menggunakan peralatan yang tidak pantas. d. Menggunakan peralatan yang tidak benar. e. Membuat peralatan safety tidak berfungi.

f. Kegagalan untuk memperingatkan karyawan lain.

(7)

h. Beban, tempat, dan materi yang tidak layak dalam pengangkutan. i. Mengambil posisi yang salah.

j. Mengangkat yang salah.

k. Tidak disiplin dalam pekerjaan.

l. Menservice peralatan yang sedang bergerak. m. Meminum minuman yang beralkohol. n. Mengkonsumsi obat-obatan.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Tidak Aman

Banyak Tindakan tidak aman berdampak cidera yang sering terjadi disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error. Namun, human error bukanlah satu-satunya penyebab Tindakan tidak aman. Penyebab laninnya yang bersifat laten dan seakan-akan di anggap human error adalah organization error, yakni error yang disebabkan oleh kebijakan organisasi ( Winarsunu, 2008).

Metodologi yang digunakan dalam jurnal “Evaluation of relationship between Job Stress and Unsafe Acts With Occupational Accident Rates in a Vehicle Manufacturing in Iran oleh Iraj Mohammad Fam, dkk” adalah safety behaviorsampling techique dan kuesioner. Kuesioner digunakan untuk meneliti job stress, sedangkan safety behavior sampling technique dilakukan dengan mengamati perilaku pekerja, kemudian dibandingkan antara jumlah pekerja yang melakukan unsafe acts dengan total jumlah pekerja yang diamati.

Penelitian dilakukan secara observational analitik dengan pendekatan case control. Pengambilan sampel dilakukan secara non random sampling dengan

(8)

teknik purposive sampling dengan besar sampel sebanyak 40 orang kasus dan 40 orang control.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan tidak aman tersebut antara lain :

A. Umur

Umur memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yag diperolehnya semakin membaik.Umur adalah lamanya hidup pekerja tambang emas yang dinyatakan dalam tahun. Disamping itu, umur mempunyai hubungan yang saling terkait dengan Tindakan tidak aman oleh seseorang pekerja, dengan bertambahnya usia akan berdampak terhadap menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual (Saragih, 2014).

B. Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang sekolah terakhir pendidikan formal yang dilalui pekerja. Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab (Idris, 1992).

Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau

(9)

latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Tingkat atau jenjang pendidikan (yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan formal atau akademis) di Indonesia meliputi :

1. Pendidikan Usia Dini

Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini dapat berbentuk sekolah playgroup atau taman kanak-kanak.

2. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yaitu meliputi Sekolah Dasar (SD) dan sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.

(10)

3. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar yang harus dilaksanakan yang meliputi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajatnya.

4. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran SMA.

C. Masa kerja

Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sebagai penambang emas. Tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. Senioritas dalam masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat kejenuhan yang bisa mempengaruhi Tindakan tidak aman pekerja atau malah sebaliknya.

D. Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2013), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah seseorang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Menurut Bloom (1975) dalam Saragih (2014), pengetahuan dalah pemberian bukti dari seseorang melalui proses pengingatan dan pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan penelitian

(11)

Rogers (1974) dalam Notoadmodjo (2013), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

1. Tahu ( know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagi kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (syinthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

(12)

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

E. Pelatihan

Pelatihan adalah sebuah program yang diharapkan memberikan respon atau stimulus kepada seseorang untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan tertentu dan memperoleh pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja atau organisasi. Pelatihan ini bertujuan untuk membina sumberdaya manusia dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta melatih kesiagaan karyawan dalam menghadapi keadaan darurat. Pelatihan disini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai Pelatihan kerja yang tercantum dalam pasal : 1. Pasal 9

Pelatihan kerja diselenggaran dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan.

2. Pasal 11

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan atau meningkatkan dan atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

(13)

3. Pasal 13

a) Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan atau lembaga pelatihan swasta.

b) Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau di tempat kerja.

c) Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (a) dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.

4. Pasal 15

Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan : a) Tersedianya tenaga kepelatihan.

b) Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan. c) Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja.

d) Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggraan pelatihan kerja.

Program pelatihan dengan sasaran para Pekerja Tambang Emas Desa Hutabargot Julu Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal antara lain : 1. Pelatihan pelaksanaan instruksi kerja standard saat awal rekrutmen pegawai

atau pekerja.

2. Pelatihan skill training satu kali setiap tahunnya. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja para pekerja tambang emas secara berkelanjutan.

(14)

3. Pelatihan tanggap kecelakaan kerja. Pelatihan ini biasanya dilaksanakan sebanyak satu kali setiap lima tahun.

4. Pelatihan cara menggunakan APD yang baik dan benar.

F. Pemakaian APD

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri saat bekerja. Standar APD yang diperkenankan untuk dipakai pada pekerja tambang emas didalam lubang yaitu :

1. Helm

Fungsi helm pengaman sudah jelas, untuk melindungi kepala dari jatuhan batu atau benda lainnya. Helm yang digunakan di dalam lubang agak berbeda dengan yang dipermukaan. Helm pekerja tambang bawah tanah memiliki tepi yang lebih melebar dengan cantelan di bagian depan untuk mengaitkan lampu kepala.

2. Lampu kepala

Malam dan siang hari di dalam lubang tak ada bedanya, sama-sama gelap. Itu sebabnya, lampu kepala jadi wajib dikenakan. Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau batere (elemen kering) yang diikat di kepala. Dibanding batere, aki memiliki beberapa kelemahan. Selain ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat yang bocor dapat merusak pakaian.

3. Kacamata keselamatan

Tidak hanya pekerja tambang bawah tanah, yang bekerja di permukaan pun sebenarnya wajib mengenakan alat pelindung ini. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan lensa khusus sesuai dengan kebutuhan yang

(15)

bersangkutan. Yang pasti, lensa ini tidak boleh terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah, serpihan kaca malah akan membahayakan penggunanya.

4. Respirator

Respirator atau masker berguna untuk melindungi jalur pernapasan para pekerja. Respirator yang digunakan adalah respirator khusus, jadi tidak sekedar kain kasa putih yang biasa digunakan untuk menangkal influenza. Respirator ini mesti memiliki filter yang dapat diganti-ganti. Penggunaan filter harus disesuaikan dengan keadaaan, apakah untuk menangkal debu atau gas berbahaya.

5. Sabuk

Sabuk ini terutama digunakan sebagai cantelan berbagai alat keselamatan lain. Setidaknya ada dua alat yang melekat setia pada sabuk, aki/ batere untuk lampu kepala dan self resquer. Sabuk juga dilengkapi kait di bagian belakang yang dapat digunakan untuk cantelan alat-alat tangan seperti palu atau senter.

6. Self resquer

Dalam kondisi darurat akibat gas beracun, alat inilah yang dapat jadi penyelamat para pekerja. Alat ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.

7. Safety vest

Safety vest adalah nama lain untuk rompi keselamatan. Rompi ini diengkapi dengan iluminator, bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya.

(16)

Bahan berpendar ini akan memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan lubang. Ini menjadi penting untuk menghindari tabrakan antar pekerja saat bekerja di dalam lubang yang gelap.

8. Sepatu boot

Dengan kondisi lubang yang kadang berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot ini juga mesti dilengkapi dengan sol berlapis logam dan lapisan logam untuk melindungi jari kaki.

9. Alat tambahan

Untuk bekerja di ketinggian seperti pekerja tambang emas yang mengantar material tambang dengan cara dipundak yang melewati jalanan berlumpur diatas bukit, pekerja memerlukan safety harness. Alat ini digunakan sebagai pelindung jatuh, agar ketika terpeleset, pekerja tetap tertahan dan tidak berdebam.

2.2 Kecelakan Kerja

2.2.1 Definisi Kecelakan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan serupa tidak berulang kembali.

Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga menghasilkan cidera yang rill (nyata).

(17)

Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja RI Nomor: 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan “bahwa yang dimaksud kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda”.

Benneth Silalahi (1995) dalam Saragih (2014) menyatakan kecelakaan terjadi tanpa di sangka-sangka dan dalam sekejap mata, dan setiap kejadian terdapat 4 (empat) faktor yang saling mempengaruhi yaitu Lingkungan, Bahaya, Peralatan, dan Manusia.

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Suma’mur, 2013).

Dengan demikian menurut defenisi tersebut ada 3 hak pokok yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak diinginkan.

2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda.

3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber bahaya atau energi yang melebihi ambang batas tubuh.

2.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO, 1962) dalam Suma’mur (2013) adalah sebagi berikut :

(18)

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan 1. Terjatuh.

2. Tertimpa benda jatuh.

3. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. 4. Terjepit oleh benda.

5. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. 6. Pengaruh suhu tinggi.

7. Terkena arus listrik.

8. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

9. Jenis-jenis termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab

A. Mesin

1. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. 2. Mesin penyalur.

3. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. 4. Mesin-mesin pengolah kayu.

5. Mesin-mesin pertanian. 6. Mesin-mesin pertambangan.

7. Mesin-mesin yang tidak termasuk kalsifikasi tersebut. B. Alat angkat dan angkut

1. Mesin angkat dan peralatannya. 2. Alat angkutan di atas rel.

(19)

4. Alat angkutan udara. 5. Alat angkutan air. 6. Alat-alat angkutan lain. C. Peralatan lain

1. Bejana bertekanan.

2. Dapur pembakar dan pemanas. 3. Instalasi pendingin.

4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

5. Alat-alat listrik (tangan).

6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik. 7. Tangga.

8. Perancah.

9. Peralatan lain yang belum termasuk kalsifikasi tersebut. D. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

1. Bahan peledak.

2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. 3. Benda-benda melayang.

4. Radiasi.

5. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. E. Lingkungan kerja

1. Di luar bangunan. 2. Di dalam bangunan.

(20)

3. Di bawah tanah.

F. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut 1. Hewan.

2. Penyebab lain.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan 1. Patah tulang.

2. Dislokasi/ keseleo. 3. Regang otot/ urat.

4. Memar dan luka dalam yang lain. 5. Amputasi.

6. Luka-luka lain. 7. Luka di permukaan. 8. Gegar dan remuk. 9. Luka bakar.

10. Keracunan-keracunan mendadak (akut). 11. Akibat cuaca dan lain-lain.

12. Mati lemas.

13. Pengaruh arus listrik. 14. Pengaruh radiasi.

15. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 16. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh 1. Kepala.

(21)

2. Leher. 3. Badan. 4. Anggota atas. 5. Anggota bawah. 6. Banyak tempat. 7. Kelainan umum.

8. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.

2.2.3 Penyebab Kecelakaan Kerja

Santoso (2004), dalam buku manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga menyatakan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dan selebihnya adalah karena kondisi tidak aman.

Menurut Ramli (2010), kecelakaan kerja merupakan salah satu masalah yang besar di perusahaan dan banyak menimbulkan kerugian. Menurut statistik 85% penyebab kecelakaan adalah tindakan tidak aman (unsafe act) dan 15% disebabkan oleh kondisi yang berbahaya (unsafe condition).

H.W Heinrich dalam teri domino menggolongkan faktor penyebab kecelakaan mejadi dua, yaitu Kondisi tidak aman dan Tindakan tidak aman. Kondisi tidak aman (unsafe condition) adalah kondisi lingkungan kerja baik alat, material, atau lingkungan yang tidak aman dan membahayakan. Tindakan tidak aman (unsafe action) adalah tindakan yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Seperti umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan, dan pelatihan.

(22)

2.3 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.4 Hipotesa

Ada hubungan antara Umur, Pendidikan, Masa Kerja, Pengetahuan, dan Pelatihan dengan Tindakan Tidak Aman pada pekerja tambang emas Desa Hutabargot Julu Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal tahun 2017.

Variabel Independen Umur Pendidikan Masa Kerja Pengetahuan Pelatihan Pemakaian APD Variabel Dependen

Gambar

Gambar 2.1 Multiple Factors Theory
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

40 Shift 1 (Pukul 07.45) MUSTIKA CAHYA NIRMALA DEWINTA UGM | Fakultas Kedokteran Gizi Kesehatan 41 Shift 1 (Pukul 07.45) ARDHY KHARTIKA DEWI UGM | Fakultas Kedokteran Ilmu

Infeksi Cacing Saluran Pencernaan pada Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil.. Di bawah bimbingan ELOK BUDI RETNANI

Konsentrasi dari pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya pH diantara 6 sampai 9). Limbah cair mempunyai konsentrasi pH

Pemilihan media yang telah dilaksanaan oleh Bajaj Pulsar 200 DTS-I ini mengefektifkan budget atau anggaran belanja iklan yang ada dapat dilihat dari penggunaan anggaran yang

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

Berdasarkan hasil penelitian di Perairan Pulau Belakang Padang terdapat 6 (enam) spesies lamun yang di temukan yaitu Syringodium iseotifolium, Halodule uninervis,

Namun penggunaan probe lima lubang untuk pengamatan efektivitas sudu pengarah aliran dan kaitannya dengan stabilitas pembakaran belum pernah dilakukan secara eksperimental, Untuk