• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tm Agama Kehidupan Beragama Dilingkungan Keluarga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tm Agama Kehidupan Beragama Dilingkungan Keluarga"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS MANDIRI

TUGAS MANDIRI

KEHIDUPAN BERAGA

KEHIDUPAN BERAGAMA DI

MA DI LINGKUNGAN KELUARGA

LINGKUNGAN KELUARGA

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Buddha

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Buddha

Nama

Nama : : Irvon Irvon AnggrainiAnggraini NPM

NPM : : 160810016081005858 Prodi

Prodi : : AkuntansiAkuntansi

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

UNIVERSITAS PUTERA BATAM

FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI

TAHUN 2017

TAHUN 2017

(2)

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah Puji syukur Saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, telah menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Buddha dengan menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Buddha dengan tema pembahasan mengenai

tema pembahasan mengenai “Pelaksanaan Agama Buddha Dalam“Pelaksanaan Agama Buddha Dalam Kehidupan

Kehidupan Sehari Hari Dalam Keluarga” dalam bentuk makalah.Sehari Hari Dalam Keluarga” dalam bentuk makalah.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.

orang tua, sehingga kendala-kendala dapat teratasi.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wacana dan keilmuan bagi pembaca. Dan sangat bersyukur sekali dapat wacana dan keilmuan bagi pembaca. Dan sangat bersyukur sekali dapat dikembangkan menjadi hal yang bermanfaat lagi sesuai dengan dikembangkan menjadi hal yang bermanfaat lagi sesuai dengan kebutuhannya.

kebutuhannya.  Akhir

 Akhir saya saya menyadari menyadari tulisan tulisan ini ini memiliki memiliki banyak banyak kekurangan, kekurangan, karena karena ituitu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat tulisan ini sebagai perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat tulisan ini sebagai referensi.

referensi.

Sadhu…Sadhu…Sadhu… Sadhu…Sadhu…Sadhu…

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta (Semoga Semua Makhluk Bahagia) (Semoga Semua Makhluk Bahagia)

Batam, 07 Juli 2017 Batam, 07 Juli 2017 Penyusun, Penyusun, Irvon Anggraini Irvon Anggraini

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengatar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pandangan Agama Buddha ... 4

2.2 Perayaan Hari-hari Suci ... 5

2.3 Tradisi dan Adat Istiadat ... 6

2.4 Kehidupan Beragama dalam Keluarga ... 10

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Agama dalam Keluarga ... 12

3.2 Kesadaran dalam Beragama ... 14

3.3 Keluarga Harmonis Buddhis ... 16

BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan ... 18

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Menurut KBBI Agama merupakan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Dan Agama Juga dapat dikatakan sebagai pengalaman dan penghayatan dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan. Pengalaman dan penghayatan itu merangsang dan mendorong individu terhadap hakikat pengalaman kesucian, penghayatan terhadap ke-Tuhanan atau sesuatu yang dirasakannya supernatural dan diluar batas jangkauan dan kekuatan manusia.

Dan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan agama merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing seseorang menjadi orang yang baik terutama dalam pembentukan kepribadian. Dengan pendidikan agama akan terbentuk karakter akhlakul karimah sehingga mereka mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Tujuan daripada Pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkwalitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan

(5)

mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan.

Di Indonesia, pendidikan agama mempunyai tujuan kedua-duanya. Selain untuk menciptakan manusia-manusia berilmu pengetahuan dan menumbuhkan kohesi sosial, artinya mewujudkan keseimbangan kehidupan di tengah masyarakat, pendidikan agama di Indonesia juga untuk membentuk manusia yang shaleh. Pendidikan  Agama di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam

membentuk karakter siswa disamping menumbuhkan keterampilan ilmu pengetahuan. Itulah yang membedakan fungsi dan tujuan pendidikan agama di Indonesia dengan negara-negara lain di Timur Tengah, Eropa, dan Amerika.

Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, k arena sebagian besar kehidupan atau aktifitas anak dilakukan didalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga dan disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan besar sebagai pendidikan bagi anak-anaknya. Proses pembentukan tingkah laku atau kepribadian ini hendaklah di mulai dari masa kanak-kanak, karena masa ini termasuk masa yang sangat sensitive bagi perkembangan kemampuan berbahasa, cara berpikir dan sosislisasi anak. Di dalamnya terjadi proses pembentukan  jiwa anak yang menjadi dasar keselamatan mental dan moralnya. Sering kali anak remaja kontradiksi dengan orang-orang disekitarnya, seperti enggan bekerja sama, membantah dan menentang.

Di sini peran serta orang tua adalah harus memberikan perhatian ekstra terhadap masalah pendidikan anak dan mempersiapkannya untuk menjadi insane yang handal dan aktif di masyarakatnya kelak.Dalam hal ini,keluarga sebagai peletak dasar bagi perkembangan pribadi anak yang pertama dansebagai tempat utama anak mengenal.Kehidupannya sangat berperan dalam

(6)

pembentukan kepribadian anak.Kepribadaian orang tua memberi pengaruh yang besar terhadap terbentuknyakepribadian anak, sebab segala tingkah laku orang tua mempengaruhi anak. Olehkarena itu, para orang tua harus menyadari, bahwa kepribadian muslim anak hanya dapat dibentuk melalui pendidikan akhlak.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Pendidikan Agama dalam Keluarga b. Kesadaran dalam beragama

c. Keluarga dalam Agama Buddhis 1.3 TUJUAN

Pendidikan agama Buddha bertujuan agar :

a. Agar lebih mengenal maksud daripada Agama dalam segala lingkungan terutama dalam lingkungan keluarga.

b. Dapat mengembangkan keyakinan (Saddha) kepada Sang Trirtna Buddha,Dhamma, dan Sangha, Para Bhodhisattva dan Mahasatva. c. Mengembangkan manusia Indonesia yang memahami, menghayati,

dan mengamalkan/menerapkan dharma sesuai dengan ajaran Buddha yang terkandung dalam kitab suci tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab sesuai dengan prinsip dharma dalam kehidupan sehari-hari.

(7)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PANDANGAN AGAMA BUDDHA

Buddha Dhamma sebagai suatu agama atau sebagai suatu cara hidup yang benar dihargai oleh orang-orang berintelek tinggi di banyak bagian dunia ini. Alasan yang sederhana ialah bahwa Sang Buddha, pendiri agama ini, adalah guru yang telah mencapai penerangan sempurna dan berpandangan luas. Cara hidup menurut agama Buddha sangatlah sederhana; bebas dari kepercayaan membuta dan dogma-dogma. Sayang sekali banyak orang yang belum mengerti bagaimana menempuh cara hidup yang benar menurut agama Buddha. Dewasa ini, di banyak bagian dunia ini, dan bahkan di antara masyarakat beragama Buddha sendiri, berbagai kepercayaan dan praktek masih dilakukan atas nama agama ini. Banyak diantara praktek-praktek ini sama sekali bukan ajaran asli Sang Buddha dan bahkan kadang-kadang bertentangan. Sebenarnya banyak orang telah mengabaikan dan melupakan cara hidup yang benar menurut agama Buddha. Banyak pula yang mempunyai pengertian yang keliru mengenai segi-segi panting tertentu dari agama ini. Dengan harapan untuk menghilangkan pandangan salah dan memberikan penerangan kepada masyarakat inilah, maka buku kecil ini diterbitkan.

Mengerti cara hidup menurut agama Buddha berarti harus menempuh cara hidup yang benar. Menghargai sifat kehidupan ini berarti mencapai suatu kehidupan nan bahagia dan damai.

Orang-orang tertentu yang disebut kaum intelektuil menggunakan Buddhisme hanya sebagai suatu dasar bagi pokok pembicaraan mereka dalam membahas segi-segi metafisika dan filsafat agama ini. Mereka mencemoohkan kebiasaan-kebiasaan kebudayaan umat Buddha yang telah diterima, bahkan menyalahkan kebiasaan-kebiasaaan demikian. Suatu agama tanpa pengertian dan

(8)

agama yang tidak meresap ke dalam kebudayaannya tak akan dapat bertahan, agama itu hanya akan menjadi filsafat kering dan menghilangkan beberapa waktu kemudian. Toleransi adalah hal utama dalam ajaran-ajaran Sang Buddha. Jika seserang tidak dapat menerima pelaksanaan-pelaksanaan budaya tertentu, ia setidak-tidaknya harus membiarkan pelaksanaan-pelaksanaan tersebut. Dalam pada itu, seseorang harus meneliti makna dan arti yang mendasari pelaksanaan tersebut daripada ia mengeluarkan kata-kata yang gegabah dan tidak pada tempatnya.

Pengembangan batin adalah segi terpenting dari agama. Untuk mencapai perkembangan batin ini, kita harus memulai dengan menumbuhkan dasar moral yang kuat sehingga kita mempunyai dasar yang teguh, dan dengan mengerti ajaran-ajaran Sang Buddha, kita dapat memperoleh inspirasi batin yang diperlukan. Rasa terima kasih dan penghormatan kita tertuju kepada Sang Guru Agung, Ajaran-ajaranNya dan Sangha tidak boleh dilupakan. Dengan demikian kita mempunyai tiga objek suci, Buddha, Dhamma dan Sangha, yang dalam bahasa Buddhis biasa kita sebut Tiratana yang harus kita hormati. Pencapaian pengembangan batin dan penghormatan pada Sang Tiratana adalah jalan yang dapat membawa kita kepada kehidupan yang benar menuju kedamaian, kebahagiaan dan keselamatan akhir. Inilah tujuan setiap umat Buddha.

2.2 Perayaan Hari-Hari Suci

Penyelenggaraan upacara keagamaan untuk peringatan di wihara atau di rumah merupakan suatu bentuk lain untuk menghormati orang yang meninggal dunia. Ini dapat diikuti dengan perbuatan jasa yang lain dengan memberikan dana kepada bhikkhu-bhikkhu dan orang-orang miskin. Penyelenggaraan upacara peringatan biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah seseorang meninggal dunia dan  juga pada bulan ketiga atau hari keseratusnya. Selanjutnya upacara itu dapat dilakukan pada hari peringatan tanggal kematiannya. Bagi

(9)

mereka yang mampu, suatu bentuk perbuatan jasa yang lebih patut dipuji adalah berdana kepada yayasan keagamaan atau panti derma guna menghormati orang yang telah meninggal duniai atau menerbitkan buku-buku keagamaan untuk dibagikan pada masyarakat untuk memberi penerangan mengenai ajaran Sang Buddha nan agung.

2.3 TRADISI DAN ADAT ISTIADAT

Pelaksanaan tradisi dan adat istiadat kebangsaan tidak perlu dibuang bila seseorang menjadi umat Buddha atau mengikuti ajaran Sang Buddha. Sesungguhnya Sang Buddha menasihati para pengikutnya untuk menghormati tradisi dan adat istiadat mereka sendiri jika hal itu mempunyai arti penting dan tidak merugikan. Sebaliknya, jika praktik-praktik itu bertentangan dengan atau melanggar prinsip-prinsip Buddhis yang fundamental, membahayakan orang lain, atau menyusahkan, maka praktik-praktik itu hendaknya dibuang, betapapun hal itu ditujukan untuk maksud baik. Beberapa tradisi serta adat istiadat yang telah melekat dalam agama Buddha, Seperti ;

 Pemberkatan Rumah

Menempati suatu rumah baru atau pindah dari suatu rumah ke rumah lainnya sering diikuti dengan sesuatu bentuk peringatan atau upacara selamatan. Adalah suatu tradisi Buddhis bagi keluarga yang bersangkutan untuk mengundang para bhikkhu untuk memberikan berkah demi kedamaian, kesejahteraan dan keselarasan rumah tangga itu.

 Penghormatan Kepada Para Dewa Dan "Roh" Suci

Di banyak rumah umat Buddha, pesta-pesta tertentu atau perayaan-perayaan khusus diadakan untuk menghormati berbagai dewa dan "roh" suci yang dipuja di dalam rumah mereka atau di kuil-kuil. Walaupun tidak ada keberatan khusus sepanjang hal itu tidak

(10)

melanggar azas-azas pokok Buddhis, namun harus ditarik suatu perbedaan terhadap kenyataan bahwa perayaan-perayaan yang demikian sifatnya tidaklah mernbantu dalam kemajuan batin kita kecuali untuk kemajuan duniawi. Hal-hal itu harus dengan jelas dibedakan dari Buddha Dhamma sendiri. Oleh karena itu kita jangan memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan menurut adat atau tradisi ini sebagai kebiasaan-kebiasaan agama Buddha. Menurut ajaran-ajaran Sang Buddha cara yang tepat untuk mengenang atau menghormati dewa-dewa ini adalah melalui pemindahan jasa-jasa dengan jalan melaksanakan perbuatan-perbuatan berjasa dan memancarkan cinta kasih (Metta) kita kepada mereka melalui meditasi.

 Pemberkahan Bagi Anak Yang Baru Dilahirkan

Orang tua anak yang baru melahirkan diminta untuk membawa anak itu ke wihara untuk menerima berkah Sang Tiratana setelah anak itu berusia satu bulan. Persembahan bunga, dupa, lilin atau buah-buahan boleh dilakukan di ruang pemujaan wihara itu dan bhikkhu-bhikku yang tinggal di wihara itu diminta untuk membacakan sutta-sutta untuk memberkahi anak tersebut. Jika dikehendaki, boleh  juga dimintakan nasihat para bhikku itu untuk memberikan nama

Buddhis yang cocok bagi anak tersebut.

  Pernikahan

Biasanya di beberapa negara Buddhis pasangan yang bertunangan mengundang para bhikkhu untuk memberikan pemberkahan di rumah mereka ataupun di wihara sebelum hari pernikahan. Jika dikehendaki, Persembahan sederhana berupa bunga, dupa dan lilin adalah sernua yang diperlukan untuk kebaktian Pemberkahan sederhana yang diikuti oleh orang tua kedua pihak dan sanak keluarga serta kawan-kawan yang diundang. Pemberkahan demikian, yang diberikan pada hari bertuah, akan menjadi suatu sumbangan spiritual yang pasti untuk keberhasilan, langkah dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah.

(11)

  Sakit

Pemberkahan seperti itu dapat menanamkan pengaruh spiritual dan kejiwaan pada si pasien sehingga mempercepat penyembuhannya. Khususnya bila penyakit itu kebetulan berhubungan dengan sikap batin si sakit, suatu pelayanan spiritual oleh seorang bhikkhu akan sangat menolong. Dalam hal terdapat kepercayaan bahwa suatu penyakit disebabkan oleh pengaruh buruk dari luar atau "roh-roh" jahat, maka suatu kebaktian Pemberkahan dapat menjadi obat penawar yang baik. Tetapi, sebagai umat Buddha yang mengerti, kita jangan menyerahkan diri pada kepercayaan atau khayalan keliru bahwa "roh-roh" jahat merupakan sebab penyakit kita.

Nasihat Sang Buddha:"Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu menjadi sakit juga", sungguhlah benar. Sesuai dengan nasehat ini, kita harus mempergunakan kecerdasan dan pikiran sehat kita untuk mencari pengabatan medis yang cocok untuk penyakit kita daripada menyerah pada tahyulan.

  Pemakaman

Bertentangan dengan kepercayaan popular dalam masyarakat, upacara pemakaman Tionghoa yang sangat ramai, rumit dan kadang-kadang menyolok yang menelan biaya jutaan rupiah dan sering dikatakan sebagai kebiasaan normal bagi umat Buddha sebenarnya sama sekali bukanlah pelaksanaan Buddhis. Kebiasaan-kebiasaan itu hanya merupakan pengabdian adat istiadat dan tradisi kuno yang berasal dari generasi lampau. Meskipun agama Buddha tidak berkeberatan terhadap penerusan pelaksanaan itu, sepanjang praktik-praktik itu tidak bertentangan dengan ajaran Sang Buddha,

Upacara pemakaman secara Buddhis hendaknya sederhana, khidmat, terhormat dan penuh arti. Bhikku-bhikku boleh diundang ke rumah orang yang meninggal dunia untuk membacakan sutta-sutta sebelum pemakaman. Pelayanan seperti ini diberikan dengan sukarela oleh para bhikkhu tanpa sesuatu pembayaran. Persembahan

(12)

bunga-bunga dan pembakaran hio dan lilin adalah kebiasaan normal dan dapat diterima.

  Penguburan

Banyak umat Buddha mempersoalkan apakah seorang yang meninggal dunia harus dikubur atau diperabukan. Buddha Dhamma bersikap lunak dalam persoalan ini. Tidak ada aturan yang keras dan ketat, meskipun di beberapa negara Buddhis perabuan merupakan kebiasaan yang lazim. Pilihan atas sesuatu cara pada dasarnya tergantung pada "permintaan terakhir" dari orang yang meninggal dunia atau atas kebijaksanaan keluarga terdekat.

Namun, dalam pandangan modern, perabuan dianjurkan sebagai suatu bentuk pengaturan mayat yang sesuai dengan syarat-syarat kesehatan. Baik dalam penguburan atau perabuan, telah diperhatikan bahwa orang-orang tertentu memasukkan benda-benda berharga milik orang yang meninggal dunia ke dalam peti mati atau tempat perabuan dengan harapan dan keyakinan bahwa orang yang meninggal dunia mendapat keuntungan daripadanya.

 Pengaturan Abu

Pertanyaan sering diajukan tentang apakah yang harus dilakukan terhadap abu jenazah yang telah diperabukan. Tidak ada aturan yang keras dan ketat tentang pengaturannya. Abu itu dapat disimpan dalam sebuah guci dan diletakkan dalam suatu pagoda yang khusus didirikan dalam sebuah wihara untuk maksud itu atau dapat disimpan di mana saja menurut kehendak keluarga terdekat. Pada umumnya, setelah kebaktian singkat abu jenazah ditaburkan ke dalam laut atau sungai.

 Menghormati Orang Yang Meninggal Dunia

Persembahan bunga adalah suatu bentuk penghormatan yang lazim untuk mengenang orang yang meninggal dunia. Namun, dalam hubungan ini juga, dilakukan hal-hal yang berlebih-lebihan karena

(13)

pada upacara-upacara kita melihat karangan-karangan bunga bernilai ratusan ribu rupiah bertumpuk-tumpuk diatas makam, yang hanya dibersihkan sebagai sampah dalam satu atau dua hari berikutnya. Untuk menghindari pemborosan seperti ini, suatu kebiasaan yang lebih dapat diterima dan lebih layak telah disetujui oleh orang-orang masa kini yang lebih mengerti.

Penghormatan kepada orang yang meninggal dunia biasanya pertama-tama diberikan oleh keluarga terdekat orang yang meninggal dunia itu.

 Upacara Peringatan

Penyelenggaraan upacara keagamaan untuk peringatan di wihara atau di rumah merupakan suatu bentuk lain untuk menghormati orang yang meninggal dunia. Ini dapat diikuti dengan perbuatan jasa yang lain dengan memberikan dana kepada bhikkhu-bhikkhu dan orang-orang miskin. Penyelenggaraan upacara peringatan biasanya dilakukan pada hari ketujuh setelah seseorang meninggal dunia dan  juga pada bulan ketiga atau hari keseratusnya. Selanjutnya upacara

itu dapat dilakukan pada hari peringatan tanggal kematiannya. 2.4 Kehidupan Beragama dalam Keluarga

Setiap keluarga mempunyai suatu aturan tersendiri. Baik dalam hal pengaturan ekonomi ataupun dalam pola pengasuhan anak. Dalam hal ini pola pengasuhan anak sangatlah penting karena untuk menciptakan generasi penerus yang baik. Untuk masalah agama juga harus menjadi hal yang utama, karena agamalah yang akan menjadi pedoman dalam menjalani hidup. Agama mempunyai banyak aturan yang baik untuk para umatnya. Agama tidak pernah mengajarkan hal yang menyeleweng. Jika terjadi penyelewengan dalam setiap perilaku anak atau manusia, itu mungkin karena pola pengasuhan dan pendidikan agama yang diajarkan oleh orang tua masih sangat kurang. Sebagai contoh ada suatu keluarga yang si

(14)

orang tua sangatlah taat pada agama, dan mereka mengajarkan agama pada anaknya secara terus menerus dan selalu memberikan contoh yang baik pada anaknya. Dan pada suatu keluarga yang lain si orang tua tidak terlalu peduli pada ajaran agamanya sehingga pengajaran untuk anaknya pun menjadi terbengkalai. Dari contoh tersebut kita akan mengetahui hasil dari ajaran orang tua masing-masing, dilihat dari perilaku si anak di lingkungannya. Pastinya akan terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok. Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dengan pentingnya suatu pengajaran agama dalam keluarga bagi kehidupan lingkungannya.

(15)

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Agama dalam Keluarga

Dalam keberagamaan, keluarga memiliki peran yang sangat penting karena sebagai media pertama yang diterima oleh seorang anak. Berdasarkan sabda Buddha, dapat dirumuskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin dari dua orang yang berbeda jenis kelamin, yang hidup bersama untuk selamanya dengan melaksanakan Dharma (termasuk vinaya). Apa yang disebut kebahagiaan dalam kehidupan sekorang ataupun kehidupan yang akan datang menghendaki adanya keyakinan, sila, kemurahan hati, dan kebijaksanaan yang sebanding.

Saddha atau keyakinan dikatakan demikian apabila “ia percaya pada penerangan agung dan Sang Buddha” (M.53). Namun keyakinan ini harus “masuk akal dan berdasarkan pada pengertian” (M.47), dengan demikian ia diharapkan untuk menyelidiki dan menguji apa yang ia yakini (M.47-49). Sehubungan dengan pengertian atau rumusan tentang keyakinan dalam Samyutta Nikaya XLVIII.45 dikatakan “seorang yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian”. Jelaslah bahwa saddha didasarkan pada pengertian, sehingga pengalaman (praktek), penalaran, dan pengetahuan sangat menentukan tingkat keyakinan dari yang bersangkutan.

Sila atau pelaksanaan latihan peraturan moral. Sila bukan peraturan larangan, tetapi ajaran moral dengan tujuan agar umat Buddha menyadari akan akibat yang baik bila melaksanakannya dan akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Seseorang adalah bertanggung-jawab penuh pada setiap perbuatannya. Sehingga menurut Buddha Dhamma.

Caga atau kemurahan hati, kedermawanan, kasih sayang yang dinyatakan dalam bentuk pertolongan melalui perbuatan atau kata-kata,

(16)

serta tanpa ada perasaan bermusuhan dan iri hati, agar mahluk lain dapat hidup dengan tenang, damai dan bahagia.

Panna atau kebijaksanan adalah sebagai hasil dari pengalaman, penalaran, dari pengetahuan pribadi.Secara ideal, yang dimaksudkan dengan panna adalah pengertian benar dari penembusan tentang anicca (ketidak kekalan), dukkha (sulit mempertahankan sesuatu karena sesuatu itu tidak kekal), dan anatta (tanpa inti atau jiwa yang kekal) sampai mencapai penerangan sempurna.

Tugas seorang ibu adalah mengasihi, memperhatikan, dan melindungi anaknya, sekali pun dengan akibat-akibat yang sangat buruk. Umat Buddha mengikuti ajaran bahwa orang tua mesti memberi perhatian kepada anaknya seperti bumi mengasihi semua tanaman dan binatang.

Orang tua bertanggung-jawab untuk merawat dan membesarkan anak-anak mereka. Anak yang tumbuh menjadi kuat, sehat, dan berguna bagi masyarakat, merupakan hasil dari usaha orang tua. Anak tumbuh menjadi penjahat, orang tualah yang harus bertanggung-jawab. Tugas orang tua untuk menuntun anak-anaknya ke jalan yang benar. Seorang anak pada usianya yang muda, paling mudah terpengaruh, memerlukan cinta yang lembut, dan perhatian dari orang tuanya. Tanpa kasih-sayang dan petunjuk orang tua, anak akan menghadapi banyak rintangan, dan melihat dunia ini sebagai tempat yang ruwet untuk ditinggali.

Buddha memberikan sejumlah kewajiban dan tugas utama yang harus diperhatikan oleh para orang tua. Salah satunya adalah sikap dan tindakan untuk menjauhkan anak dari perbuatan yang tidak baik. Hubungannya dengan hal ini, orang tua harus memberikan perhatian yang sangat besar bagi anak-anaknya. Bukan apa yang dikatakan, tetapi apa yang dilakukan orang tua, yang akan diserap oleh anak-anak dengan polos dan tanpa disadari. Mengikuti kaidah demikian, kebaikan menghasilkan yang baik dan keburukan membawa yang buruk. Pada saatnya anak-anak terjun ke masyarakat, tetap membawa sifat-sifat yang dipelajari dari perilaku orang tuanya.

(17)

Kewajiban orang tua adalah untuk menyejahterakan anaknya. Sesungguhnya orang tua yang penuh tanggung-jawab dan kasih sayang akan memikul tanggung jawab dengan senang hati. Memimpin anak ke  jalan yang benar, orang tua pertama-tama memberi contoh dengan menjalankan hidup yang benar. Tidak mungkin mengharapkan anak yang baik namun orang tua tak bermartabat. Di samping hasil karma dari kehidupan masa lampau yang dibawa oleh seorang anak, mereka juga akan mewarisi sifat-sifat baik dan jelek dari orang tuanya. Orang tua yang bertanggung-jawab selayaknya membuat pencegahan dimana dibutuhkan untuk tidak menularkan hal-hal yang tidak diinginkan kepada keturunannya.

Sesuai dengan Sigalovada Sutta (D.III.189) orang tua mempunyai kewajiban terhadap anaknya yaitu (1) mencegah anak berbuat jahat, (2) menganjurkan anak berbuat baik, (3) memberikan pendidikan profesional kepada anak, (4) mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak, (5) menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat.

3.2 Kesadaran dalam Beragama

Kesadaran beragama dalam makalah ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman Buddha Dhamma, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadiaan. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan.

Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama tidak dapat terlepas kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya tedapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang. Akan tetapi kepribadian yang matang belum tentu disartai kesadaran beragama yang mantap. Seseorang yang tidak beragama

(18)

(atheis) mungkin saja memiliki kepribadian yang matang walaupun ia tidak memiliki kesadaran beragama.

Kepribadian yang menyakut salah tafsir dan jenis kelamin, bagi seorang yang mempunyai kepribadian introvert, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat tuhan yang maha asih dan penyayang. Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupakan pula factor yang menentuhkan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih matang dalam perkembangan nya lebih cepat menunjukan keraguan keraguan dari pad remaja pria, tetapai sebaliknya dalam kualitas dan kuantitas keraguan remaja putriu lebih kecil jumlahnya, disamping itu keraguan wanita bersifat alami dan pria bersifat intelek.

Keadaan jiwa remaja yang demikian itu nampak pula dalam dalam kehidupan agama yang mudah goyah, timbul kebimbangan, kerisauaan dan konflik batin. Di samping itu remaja mulai menemukan pengalaman dan penghayatan yang bersifat indiividual dan sukar digambarkan kepada orang lain seperti dalam pertobatan. Kepercayaannya mulai otonom, hubungannya dengan tuhan makin disertai kesadaran dan kegiatannya dalam bermasyarakat makin diwaranai oleh rasa keagamaan.

Perpecahan dan kegoncangan kepribadian yang dialami remaja terlihat pula dala lapangan peribadatan. Ibadahnnya secara berganti-ganti ditentukan oleh sikap terhadap dunia dalam dirinya sendiri. Keseimbangan  jasmaniah yang terganggu menyebabkan ketidaktenagan pada diri remaja. Ia serin tidak tahu sendiri, apa kemauannya. Kalau hari ini ia ingin kebaktian dengan hikmah, besoknya ia tidak kebaktian lagi. Tetapi dapat pula remaja menjadi orang yang menghindari peribadatan. Ia menolak pengikatan norma-norma agama, menolak keharusan-keharusan agama, malahan ingin mencoba melanggar larangan agama.

Hal ini dapat menimbulakan disorientasi norma dan menimbulkan usaha penghayatan terhadap norma-norma agama. Ia berusaha mencari-cari pegangan baru yang lebih mendasar dan lebih mantap. Nilai-nilai

(19)

pribadi dan hati nuraninya mengalami pembaruan, restrukturalisasi dan pematangan. Walaupun moral dan agama tidaklah identik, tapi keduanya berhubungan erat.

3.3 Keluarga Harmonis Buddhis

Kebahagian dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga adalah sasaran yang dicari-cari dan didambakan oleh setiap keluarga. Paul Pearsall (1997) menulis sebuah buku „rahasia kekuatan keluarga‟, mengilustrasikan kekuatan hidup keluarga untuk memperkokoh, membangkitkan, dan menyembuhkan. Masing-masing individu mempunyai rumusan tentang kehidupan keluarga yang harmonis tidak sama, dimana batasan atau kecenderungan setiap individu berbeda-beda. Begitu pula ajaran agama memberikan rumusan dan cara untuk merealisasikan kehidupan keluarga yang harmonis dengan uraian dan metodenya masing-masing.

Hubungan demikian merupakan pertalian dua kepentingan dan pengorbanan dilakukan demi kepentingan kedua belah pihak. Saling pengertianlah rasa aman dan puas dalam perkawinan dapat tercapai. Tak ada jalan pintas kepada kebahagiaan dalam perkewinan. Tak ada dua orang anak manusia yang bisa hidup bersama dalam hubungan emosional yang intim dalam waktu yang lama, tanpa harus berhadaban dengan kesalahpahaman dan perselisihan yang timbul dari waktu ke waktu. Pengertian dan toleransi dibutuhkan untuk mengatasi perasaan cemburu, kemarahan, dan curiga. Demikianlah di dunia ini, hidup sesuai dengan petunjuk Dhamma, pasangan suami istri yang sepadan kebaikannya, di alam dewa bersuka cita mencapai kebahagiaan yang di idam-idamkan” (A. II.61).

Kekuatan keluarga pertama adalah kegiatan ritual keluarga, hal ini dimaksudkan adalah kesanggupan keluarga untuk mengembangkan ketetapan dan kelanjutan dengan menyediakan waktu untuk sepenuhnya melakukan aktivitas keluarga yang paling sederhana, „tidak sekedar menyelesaikan apa saja‟ guna menikmati kebersamaan melakukan hal apapun; dengan bertindak atas dasar rasa hormat dalam aktivitas kehidupan keluarga, yang bukan merupakan tugas atau kewajiban, melainkan kesempatan untuk bersama.

Pertimbangan keluarga berupa memahami bahwa kita menciptakan dunia kita sendiri dengan cara yang kita pilih untuk berpikir mengenai dunia itu, dan bahwa kehidupan keluarga yang rasional membutuhkan

(20)

tanggung jawab pribadi untuk perasaan dan pikiran kita, serta kepedulian bahwa kita bukanlah reaktor melainkan interaktor atas kejadian dan orang-orang dalam kehidupan kita.

Kenangan keluarga adalah tidak pernah melupakan apa yang diwariskan keluarga kita, dan sanggup melihat masa depan keluarga sambil memberikan kepercayaan atas senioritas anggota k eluarga, respek atas sejarah/riwayat keluarga serta nilai, dan belajar dari tahap-tahap perkembangan dan konflik yang telah dilalui anggota-anggota keluarga demi kita.

Ketegaran keluarga merupakan keberadaan sistem keluarga yang diterima bersama dengan suara bula untuk menjernihkan tekanan hidup, kesanggupan untuk tabah dan tetap tumbuh dalam ketidakpastian dan ketidaktenteraman yang berkepanjangan, serta kesetiaan bahwa semangat kekeluargaan tak terkalahkan.

Resonansi keluarga harus dibina, berupa kesanggupan mendengarkan, merasakan, dan berbagi energi spiritual dengan anggota keluarga, memberikan energi kepada keluarga untuk melangkah dengan bebas di antara perkembangan individu dan kesatuan keluarga, dan memandang keluarga sebagai sistem aliran energi alih-alih sekumpulan orang yang saling terpisah.

Penghormatan keluarga penting dimana berbagi sistem keyakinan berkenaan dengan tujuan hidup dan komitmen pad kesatuan keluarga selamanya, yang ditunjukkan dengan sikap anggota keluarga sehari-hari.

(21)

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Keluarga merupakan sekelompok manusia yang terdiri dari suami, istri, anak-anak (bila ada) yang terikat atau didahului dengan perkawinan.Perkewinan merupakan persekutuan antara dua individu, yang diperkaya dan ditinggikan jika perkawinan itu membolehkan kepribadian yang bersangkutan tumbuh.

Rumah adalah sekolah pertama, dan orang tua sebagai guru yang pertama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru di rumah; guru adalah orang tua di sekolah. Baik orang tua maupun guru bertanggung-jawab atas masa depan yang baik bagi anak-anak, yang akan menjadi sebagaimana mereka dibentuk. Melalui pengembangan batin yang berdasarkan kebijaksanaan, perilaku moral (sila), konsentrasi, dan belas kasih. Menyadari betapa pentingnya keterkaitan antara manusia dengan lingkungan secara luas, sehingga manusia tidak dapat hidup sendiri. Menjaga keseimbangan antara dunia kecil (diri manusia) dan dunia besar (lingkungan yang luas).

Membangun keluarga yang harmonis diutuhkan keselarasan dari semua komunitas anggota keluarga berdasarkan norma keluarga dan norma dharma sebagai guru keluarga.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Pearsall P., 1996, Rahasia Kekuatan Keluarga, Jakarta: Pustaka Delapratasa.

YM. Bhikkhu K. Sri. Dhammananda Nayake Mahathera, 2010, Pelaksanaan Agama Buddha dalam Kehidupan Sehari-hari.

http://bimasbuddha.kemenag.go.id

Mahathera Nyanasuryanadi,2013, Nasihat Buddha untuk Keluarga. http://surganimmanarati.blogspot.co.id

Dikibhante, 2012, Keharmonisan Keluarga dalam Pandangan Agama Buddha. https://dikibhante.wordpress.com

 Artikel Buddhis, 2011 , Karma Orang Tua dan Anak. http://artikelbuddhist.com

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian untuk menghitung data yang diperoleh dari angket Pendidikan Agama Islam dan angket pembentukan kepribadian jujur serta angket pembentukan kepribadian

Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara pendidikan agama Islam dengan pembentukan kepribadian anak seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maIm dapat diambil

Namun tak kalah pentingnya bahwa disamping sekolah yang Islami orang tua juga harus selalu membimbing anak-anaknya ketika dirumah terutama dalam menerapkan ilmu pendidikan agama

penerapan pendidikan agama dalam keluarga dilakukan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan agama Islam kepada anak adalah mengarahkan mana yang benar dan salah

Bimbingan orang tua merupakan suatu usaha dalam membimbing anak-anaknya untuk kearah yang lebih baik yang dilakukan orang tua di dalam keluarga terutama pada Pendidikan Agama

Hal lain yang menjadi pengaruh baik dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam anak yaitu usaha orang tua untuk memberikan sarana pendidikan seperti sekolah, masjid

Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Kementerian Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum

Pengertian dari pendidikan dalam bahasa arab berasal dari kata “tarbiyah” dengan kata kerja “rabba”, sedangkan menururt istilah pendidikan agama islam adalah pembentukan kepribadian