• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU SENGONN (Paraserianthes falcataria L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK CROSS LAMINATED TIMBER KAYU SENGONN (Paraserianthes falcataria L."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI

SUDUT LAMINA

CROSS LAMINATED TIMBER

(

Paraserianthes falcataria

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI

SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK

CROSS LAMINATED TIMBER

KAYU SENGON

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen)

FETRI APRILIANA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI

KARAKTERISTIK

(2)

PENGARUH KOMBINASI TEBAL DAN ORIENTASI

SUDUT LAMINA TERHADAP KARAKTERISTIK

CROSS LAMINATED TIMBER

KAYU SENGON

(

Paraserianthes falcataria

L. Nielsen)

FETRI APRILIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Fetri Apriliana. E24070080. Pengaruh Kombinasi Tebal dan Orientasi Sudut Lamina Terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dibawah bimbingan Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS

Keterbatasan pasokan kayu dari hutan alam menyebabkan konsumen beralih pada kayu yang berasal dari hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan baku struktural. Pada umumnya kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat saat ini belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural. Untuk itu dibutuhkan teknologi untuk menghasilkan produk kayu struktural berkualitas tinggi. Salah satunya adalah teknologi pembuatan Cross Laminated Timber (CLT). CLT merupakan produk rekayasa kayu yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan papan kayu yang dikenal sebagai lamina secara bersilangan satu sama lainnya dan kemudian direkatkan.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga Januari 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Biokomposit, dan Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Sampel dibuat dengan perlakuan tiga kombinasi tebal lamina dan lima orientasi sudut lamina tengah masing-masing sebanyak tiga kali ulangan. Lamina-lamina tersebut disusun dan direkatkan dengan perekat isosianat menggunakan double spreed dengan berat labur sebesar 280 g/m². Pengujian yang dilakukan berdasarkan standar ASTM D-143:2005 dan Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 234 tahun 2003 (JPIC 2003). Proses pengempaan dilakukan dengan menggunakan kempa dingin selama ± 3 jam dan tekanan kempa sekitar 10 kg/m².

Berdasarkan hasil penelitian kerapatan dan kadar air panel CLT dari kayu sengon tidak dipengaruhi oleh faktor kombinasi tebal, orientasi sudut lamina ataupun interaksi keduanya. Delaminasi air dingin ataupun air mendidih tidak dipengaruhi oleh ketebalan lamina, orientasi sudut, ataupun interaksi keduanya. Rata-rata nilai delaminasi perendaman air dingin (0,14%) memenuhi standar JAS 234:2003, akan tetapi untuk delaminasi air panas (15,88%) belum memenuhi standar tersebut. Modulus elastisitas (MOE) panel CLT dari kayu sengon hanya dipengaruhi oleh kombinasi tebal lamina. Susut dan pengembangan volume panel CLT yang dihasilkan ternyata hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi sudut lamina. Kombinasi ketebalan lamina dan juga orientasi sudut lamina mempengaruhi nilai keteguhan geser rekat dan keteguhan tekan sejajar serat panel CLT dari kayu sengon. Interaksi antara kombinasi ketebalan lamina dengan orientasi sudut lamina mempengaruhi modulus patah (MOR) panel CLT dari kayu sengon.

Kata Kunci : Cross laminated timber, kombinasi tebal lamina, orientasi sudut lamina, sengon

(4)

ABSTRACT

Effect of Thickness Combination and Lamina Orientation on Characteristics of Cross Laminated Timber Made from Sengon Wood

(Paraserianthes falcataria L. Nielsen) by:

1)Fetri Apriliana, 2)Sucahyo Sadiyo

Nowadays timber supply from natural forests was not sufficient, so it caused the wood processing industries switched to used timber from community forests . Timber supply from community forests has poor quality for construction material, so the new technology should be applied to produce high quality structural timber. Along with the technological developments, a new method of laminated timber has been found, called cross laminated timber (CLT). Cross Laminated Timber is a new generation of lightweight and prefabricated system that consists of wood lamina stacked crosswise on top of each other (glued or nailed). The purpose of this research was to test the effect of modification combined patterns of different thickness and orientation angles of lamina about physical and mechanical properties a panel of CLT from sengon wood. Raw materials are sengon wood from community forest that was sawed into layers and formed with the cross-sectional size of 5 cm x 15 cm x 120 cm, namely type A1 (1 cm, 3 cm, and 1 cm), type A2 (1.67 cm, 1.67 cm, and 1.67 cm), and type A3 (1 cm, 2 cm, and 1 cm). The middle layer was based on the orientation angles of lamina: 0°, 30°, 45°, 60°, and 90°.The adhesive used was water based polymer isocyanate (WBPI) with the glue spread into 280 g/m2 for both surfaces. Testing was based on ASTM D 143 (2005) and JAS 234:2003. Result showed that the combination of thickness and angle orientation of lamina affected physical and mechanical properties of CLT. The thickness combination was influence to MOE, bonding shear, and compression parallel to grain of CLT. The orientation of angle was influence to swell and shrinkage in volume, bonding shear, and compression parallel to grain CLT. The interaction between thickness and angle orientation of lamina was influence MOR CLT. Meanwhile, delamination test showed that isocyanate was not complied with a request of JAS 234:2003 for boild water immersion.

Keywords : Combination thickness, cross laminated timber, lamina orientation, sengon

1)

Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB 2)Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kombinasi Tebal dan Orientasi Sudut Lamina terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Fetri Apriliana E24070080

(6)

Judul Skripsi : Pengaruh Kombinasi Tebal dan Orientasi Sudut Lamina terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

Nama : Fetri Apriliana

NIM : E24070080

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS NIP. 19580501 198403 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan,

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 199103 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas curahan rahmat dan kasih sayangNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya dengan tema kualitas kayu sengon sebagai produk kayu struktural, dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2011 hingga Januari 2012, dengan judul Pengaruh Kombinasi Tebal dan Orientasi Sudut Lamina terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen).

Pelaksanaan penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina terhadap karakteristik fisis dan mekanis produk Cross Laminated Timber. Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi terkait dengan penggunaan kayu rakyat sebagai bahan baku produk kayu struktural.

Penulis mengucapkan terimaksih kepada seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pihak yang berkepentingan.

Bogor, Maret 2012 Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 16 April 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Amien Suroso dan Wartini. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi bidang Rekayasa dan Desain Banguna Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai Bendahara Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kehutanan periode 2009-2010, Panitia KOMPAK Departemen Hasil Hutan tahun 2009, dan anggota Divisi Eksternal Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) periode 2010-2011. Selain itu penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Intracawood Mnufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur pada Februari – April 2011.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Kombinasi Tebal dan Sudut Lamina terhadap Karakteristik Cross Laminated Timber Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) yang dibimbing oleh Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas curahan rahmat dan kasih sayangnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi, diantaranya: 1. Orang tua tercinta mama dan papa, adik-adik tersayang Febi, keluarga besar

Atmosuwito beserta Watma Sasmita, dan sepupu-sepupu tersayang atas kasih sayang yang tak terbalaskan dan dukungan moril maupun materil yang senantiasa mengiringi perjuangan ini.

2. Dr. Ir. Sucahyo Sadiyo, MS. Sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS. Sebagai ketua sidang dalam pelaksanaan ujian komprehensif.

4. Resti Meilani, S.Hut, M.Si. Sebagai penguji dari Departemen KSH, Fakultas Kehutanan IPB.

5. Mardiyanto atas kerja kerasnya menjadi ‘partner’ yang hebat selama penulis melaksanakan penelitian.

6. Riana Anggraini yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman selama pelaksanaan penelitian.

7. Laboran Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB atas kerja keras dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium. 8. THH 44 Mukhlas Taqiyudin, Tinto Punto Kahar, Jala R, Rima J, Ria LW, Ana

A, Esi F, Nur Syamsi, M. Iftor, M. Fery P, Ika N, Alisa MJ, Harisfan N Batubara, Topik H, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah berjuang bersama dan menjadi bagian senyum dan tangis selama lebih dari tiga tahun terakhir.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Cross Laminated Timber (CLT)... 3

2.2 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) ... 5

2.3 Sistem Sambungan ... 6

2.4 Cross Laminated Timber dengan Sistem Sambungan Perekat ... 7

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 9

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Bahan dan Alat ... 9

3.3 Metode Penelitian ... 10

3.4 Pengujian ... 12

3.4.1 Kerapatan (ρ) ... 13

3.4.2 Kadar Air ... 13

3.4.3 Susut dan Kembang Volume ... 13

3.4.4 Delaminasi ... 14

3.4.5 Modulus of Elasticity (MOE) ... 14

3.4.6 Modulus of Rupture (MOR) ... 15

3.4.7 Keteguhan Geser Rekat ... 16

3.4.8 Keteguhan Tekan Sejajar Serat ... 16

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

(11)

Halaman

4.1.1 Kerapatan ... 20

4.1.2 Kadar Air ... 22

4.1.3 Susut dan Kembang Volume ... 23

4.1.4 Delaminasi ... 27

4.2 Sifat Mekanis ... 29

4.2.1 Modulus of Elasticity (MOE) ... 30

4.2.2 Modulus of Rupture (MOR) ... 32

4.2.3 Keteguhan Geser Rekat ... 35

4.2.4 Keteguhan Tekan Sejajar Serat ... 38

4.3 Penggolongan Kekuatan Panel CLT... 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Sifat Pemesinan Kayu Sengon……… 6 2 Rata-rata umum pengujian sifat fisis CLT kayu sengon………. 19 3 Hasil analisis sidik ragam sifat fisis panel CLT kayu sengon…………. 20 4 Rata-rata umum pengujian sifat mekanis CLT kayu sengon…………... 29 5 Hasil analisis sidik ragam sifat mekanis panel CLT kayu sengon……... 30

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Panel Cross Laminated Timber (CLT)……… 5

2 Papan kontrol dan lamina berdasarkan ukuran ketebalan ... 10

3 Pemilahan lamina dengan deflektometer ... 11

4 Pola Penyusunan Lamina ... 11

5 Pola Potongan Contoh Uji ... 12

6 Pengujian delaminasi (a) air dingin, dan (b) air mendidih ... 14

7 Pengujian lentur panel cross laminated timber kayu sengon ... 16

8 (a) Contoh Uji, dan (b) pengujian keteguhan geser rekat ... 16

9 Pengujian keteguhan tekan sejajar serat ... 17

10 Sebaran nilai rata-rata kerapatan panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 21

11 Sebaran nilai rata-rata kadar air panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 22

14 Sebaran nilai rata-rata pengembangan volume panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 25

15 Sebaran nilai rata-rata pengembangan volume panel CLT menurut orientasi sudut lamina. ... 26

16 Sebaran nilai rata-rata delaminasi air dingin panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 27

17 Sebaran nilai rata-rata delaminasi air panas panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 28

18 Sebaran nilai rata-rata MOE panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 31

19 Sebaran rata-rata nilai MOE panel CLT menurut kombinasi tebal lamina... 31

20 Sebaran rata-rata nilai MOR panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 33

21 Sebaran rata-rata nilai MOR panel CLT menurut kombinasi tebal. ... 33

22 Sebaran rata-rata nilai keteguhan geser rekat panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 35

(14)

No. Halaman 23 Sebaran rata-rata nilai keteguhan geser rekat panel CLT menurut

(a)kombinasi tebal dan (b)orientasi sudut lamina. ... 36 24 Sebaran rata-rata nilai keteguhan tekan sejajar serat panel CLT

menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. ... 38 25 Sebaran rata-rata nilai keteguhan tekan sejajar serat panel CLT

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tabel Perhitungan Berat Jenis dan Kerapatan Lamina Penyusun CLT Kayu Sengon... 46 2. Tabel Nilai MOE Lamina Penyusun CLT Kayu Sengon... 54 3. Tabel Susunan Lamina Pada Cross Laminated Timber (CLT)

Kayu Sengon... 59 4. Tabel Hasil Perhitungan Pengujian Sifat Fisis Papan Cross

Laminated Timber (CLT) Kayu Sengon... 61 5. Tabel Hasil Perhitungan Pengujian Sifat Mekanis Papan Cross

Laminated Timber (CLT) Kayu Sengon... 65 6. Transformasi Data Perhitunga KA, Susut Volume,

Pengembangan Volume, Delaminasi Air Dingin, dan

Delaminasi Air Panas/Mendidih... 69 7. Analisis Sidik Ragam Panel CLT Kayu Sengon... 71

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pasokan kayu dari hutan alam yang mempunyai diameter besar dan kualitas yang bagus sudah tidak mencukupi karena adanya eksploitasi berlebihan, konversi lahan, bencana alam, dan besarnya limbah dari penebangan. Dalam artikelnya yang berjudul ‘Memotret Kondisi Hutan Indonesia’, Lestari (2010) menyebutkan bahwa luas hutan di Indonesia menyusut setiap tahun. Kementerian Kehutanan mencatat kerusakan hutan hingga 2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per tahun. Menurut data tersebut pada tahun sebelumnya kerusakan hutan mencapai lebih dari 2 juta hektar per tahun. Hal ini menyebabkan konsumen beralih pada kayu yang berasal dari hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan baku struktural.

Pada umumnya kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat saat ini mempunyai ukuran diameter yang kecil karena siklus penebangan yang pendek, sehingga kayu sebagai bahan alamiah berupa log belum merupakan produk yang efisien sebagai komponen struktural. Selain itu kayu dari hutan rakyat ini biasanya memiliki kualitas yang rendah, sehingga penggunaan yang tidak sesuai akan berdampak pada pemborosan bahan baku dan dapat merugikan konsumen yang memakai produk dari kayu tersebut.

Potensi tegakan hutan rakyat di Indonesia diperkirakan mencapai 43 juta m3 dengan jenis kayu utama sengon, jati, akasia, mahoni, sonokeling, dan jenis buah-buahan. Data terakhir dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat (2007) diperoleh angka luasan sebesar 185.547,63 ha dengan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m3 dengan jenis kayu utama sengon, mahoni, jati, dan afrika (Mindawati et al 2006).

Pada awalnya tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L.) kalah bersaing dengan jenis komersial lainnya, seperti jati dan meranti karena kualitas kayunya yang setingkat lebih rendah. Namun seiring dengan kebutuhan industri pengolahan yang semakin tinggi serta ditambah dengan semakin menipisnya persediaan kayu hutan alam, maka permintaan pun beralih pada sengon.

Perkembangan teknologi rekayasa kayu belakangan ini semakin memperbesar kemungkinan kayu rakyat yang berkualitas rendah tersebut

(17)

dimodifikasi menjadi produk kayu struktural yang berkualitas tinggi. Salah satunya adalah teknologi pembuatan CLT (Cross Laminated Timber). CLT merupakan produk rekayasa kayu yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang dikenal sebagai lamina secara bersilangan satu sama lainnya dan kemudian direkatkan (Associates 2010).

Pada penelitian ini modifikasi yang dilakukan adalah membuat susunan lamina dengan kombinasi ketebalan dan orientasi silangan serat dengan menggunakan sambungan perekat. Kombinasi orientasi silang serat didasarkan pada sifat kayu yang bersifat anisotropik, yaitu memiliki perbedaan sifat-sifat pada bidang orientasi seratnya. Sedangkan efisiensi penggunaan kayu dilakukan dengan memodifikasikan susunan lamina.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh kombinasi ketebalan dan orientasi sudut lamina terhadap sifat fisis dan mekanis panel cross laminated timber dari jenis kayu sengon dengan menggunakan sambungan perekat.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi bahwa kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), yang merupakan kayu fast growing spesies, memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan struktural dalam bentuk produk panel cross laminated timber (CLT). Produk ini terutama dapat digunakan untuk mendukung pengadaan bahan baku secara nasional sebagai komponen komposit untuk lantai, dinding dan atap bangunan.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi

Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang dikenal sebagai lamina secara bersilangan satu sama lainnya dan kemudian direkatkan. Bila dibandingkan dengan produk konstruksi kayu yang lazimnya (konvensional), CLT merupakan produk baru untuk penggunaan konstruksi dalam perpindahan beban (Associates 2010).

2) Manfaat dan Keunggulan

Produk CLT ini sebagian besar digunakan untuk membentuk elemen lantai, dinding, dan elemen atap. Biasanya dibuat panel hingga panjang 18 m, yang digunakan untuk struktur panel atap, dinding, dan panel lantai yang mampu mencakup panjang hingga 8 m. Produk CLT dapat dibentuk untuk penggunaan jendela, pintu, dan fitur arsitektur yang dibuat melengkung dengan radius minimum 8 m (Anonim 2010).

Ada beberapa keunggulan dalam penggunaan CLT (NZWOOD 2010), diantaranya adalah :

1. Memberikan konstruksi pra-pabrikasi pada bangunan, seperti jendela dan pintu, sehingga perakitannya cepat dan mudah.

2. Tidak mengandung elemen beracun karena perakitannya yang ramah lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan.

3. Sistem pemasangannya yang cepat dan kering.

4. Mudah dikombinasikan dengan elemen struktural lain. 5. Tidak ada kerusakan pada lembaran panel.

6. Tahan api (Fire resistant). 7. Thermal Insulation. 8. Acoustic Insulation.

Menurut Perkins dan McCloskey (2010), keunggulan dalam penggunaan produk CLT, antara lain:

(19)

a. Biaya Efektif

- Pemasangan atau pembangunan panel lebih cepat dan keterlambatan

konstruksi lebih sedikit karena elemen prafabrikasi.

- Pemasangan cepat dan kering, dengan seketika dapat tahan lama.

- Pengurangan limbah di tempat untuk elemen dinding, lantai, dan atap

dapat dikurangi.

b. Keunggulan Kinerja Bangunan

- Perlindungan api: karena ketahanan terhadap penyebaran dan stabilitas

struktural dari ketebalan yang signifikan pada kayu solid.

- Kekuatan beban bergerak dan gempa bumi. Pemerintah Jepang telah

melakukan tes gempa bumi pada CLT dengan faktor skala 12 Richter.

- Stabilitas dimensi: pengaruh multi-lapisan papan, susut, dan

pembengkakan dapat diabaikan.

- Peluang mutu terlihat: CLT dapat diketam, diamplas, atau disikat/dikuas. - Kenyamanan tempat tinggal: sifat insulasi suhu dan kelembaban yang

layak.

c. Dampak Terhadap Lingkungan Kecil

- CLT memiliki potensi untuk menjadi elemen penting dalam konstruksi

bangunan yang seluruhnya terbuat dari kayu, dengan sifat positif mengurangi emisi karbon dan penyimpanan karbon karena kayu berasal dari sumber yang terbarukan atau lestari.

- Bangunan karbon netral. Kayu memberikan kontribusi netralitas secara

keseluruhan karena lebih banyak karbon akan dihilangkan dari atmosfer dengan pohon yang tumbuh daripada yang dipancarkan selama proses transformasi menjadi produk. Ini berarti produk kayu membawa "kredit karbon” yang membantu mengimbangi" utang karbon yang dikenakan oleh bahan bangunan lainnya.

3) Pembuatan CLT

CLT dibuat dari lembaran-lembaran papan solid yang menggunakan alternatif arah serat hingga 90o. Lembaran-lembaran tersebut yang memberikan kekuatan yang optimum pada papan (Gambar 1).

(20)

NZWOOD (2010) dalam artikelnya yang berjudul

Timber menyebutkan bahwa CLT dibuat dengan 3, 5, atau 7 lembaran papan yang dapat berbeda ketebalannya

misalnya 35 mm, 27 mm, 35 mm).

Gambar 1 Panel

2.2 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria

termasuk ke dalam famili

dibawa ke Kebun Raya Bogor oleh J. Teijsman dari Pulau Banda dan sejak 1871 tanaman ini mulai menyebar ke berbagai w

Ciri umum dari kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau coklat muda, dimana warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu, kesan raba pada pe

(0,24 – 0,49) dan kelas kuat IV

tanur 2,5% (radial) dan 5,2% (tangensial) (Martawijaya solid sengon sebesar 59.900 kg/cm

483 kg/cm2 (Kambey et al.

NZWOOD (2010) dalam artikelnya yang berjudul Cross Laminated menyebutkan bahwa CLT dibuat dengan 3, 5, atau 7 lembaran papan yang dapat berbeda ketebalannya (dengan catatan simetris terhadap bagian tengahnya, misalnya 35 mm, 27 mm, 35 mm).

Gambar 1 Panel Cross Laminated Timber (CLT). 2.2 Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen)

Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) merupakan jenis yang termasuk ke dalam famili Leguminosae (Martawijaya et al. 1989). Jenis ini dibawa ke Kebun Raya Bogor oleh J. Teijsman dari Pulau Banda dan sejak 1871 tanaman ini mulai menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara (Heyne 1987

Ciri umum dari kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau coklat muda, dimana warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu, kesan raba pada permukaan kayu agak licin atau licin, berat jenis 0,33 0,49) dan kelas kuat IV – V dengan penyusutan sampai dengan kering tanur 2,5% (radial) dan 5,2% (tangensial) (Martawijaya et al. 1989). MOE kayu solid sengon sebesar 59.900 kg/cm2, sedangkan nilai MOR kayu sengon sebesar

et al. 1986).

Cross Laminated menyebutkan bahwa CLT dibuat dengan 3, 5, atau 7 lembaran papan yang (dengan catatan simetris terhadap bagian tengahnya,

(L) Nielsen) merupakan jenis yang 1989). Jenis ini dibawa ke Kebun Raya Bogor oleh J. Teijsman dari Pulau Banda dan sejak 1871

ilayah di Nusantara (Heyne 1987). Ciri umum dari kayu sengon ini adalah warna kayu teras hampir putih atau coklat muda, dimana warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras, teksturnya agak kasar dan merata, arah serat lurus, bergelombang lebar atau rmukaan kayu agak licin atau licin, berat jenis 0,33 V dengan penyusutan sampai dengan kering 1989). MOE kayu i MOR kayu sengon sebesar

(21)

Martawijaya et al. (1989) menyebutkan bahwa meskipun kelas awetnya rendah, daya tahan kayu sengon terhadap rayap kayu kering termasuk sedang (kelas awet III), dan kayu sengon juga tidak mudah terserang jamur biru (blue stain).

Kayu sengon memiliki sifat yang mudah digergaji dan pengujian sifat permesinan menunjukkan bahwa kayu sengon dapat diserut dan dibentuk dengan baik, dapat diampelas dengan hasil baik sampai dengan sangat baik, tetapi pemboran dan pembuatan lubang persegi memberi hasil buruk sampai baik (Martawijaya et al. 1989).

Tabel 1 Sifat Pemesinan Kayu Sengon

No. Jenis Pengerjaan Nilai Cacat Kelas Sifat

Pemesinan

1. Pengetaman (planning) 15 Baik

2. Pembentukan (shapping) 15 Baik

3. Pengeboran (drilling) 45 Sangat Jelek

4. Pembuatan lubang persegi (mortising)

45 Sangat Jelek

5. Pengampelasan (sanding) 15 Baik

6. Pembubutan (Turning) 25 Sedang

(Sumber : Abdurachman dan Gadas 1979)

2.3 Sistem Sambungan

Sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Dalam pelaksanaan konstruksi kayu, harus diperhatikan cara menyambung, serta menghubungkan kayu tertentu sehingga dalam batas-batas tertentu gaya tarik dan gaya tekan yang timbul dapat diterima atau disalurkan dengan baik (Tular et al. 1981). Sesuai dengan teori mata rantai kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah. Oleh karena itu Surya (2007) menyatakan bahwa kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocok dan pas, penyambungan tidak boleh sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu, besarnya beban yang diberikan, dan keadaan alat sambungnya (Surjokusumo 1980).

(22)

Wirjomartono (1977) menyebutkan bahwa sambungan kayu dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan momen. Alat-alat sambung dapat digolongkan menjadi empat yaitu: 1. Paku, baut, skrup kayu;

2. Pasak-pasak kayu keras;

3. Alat-alat sambung modern; dan 4. Perekat.

2.4 Cross Laminated Timber dengan Sistem Sambungan Perekat

Perekat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan produk cross laminated timber (CLT). Pemilihan jenis dan banyaknya perekat yang dibutuhkan sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Blomquist et al. 1983; Forest Product Society 1999), perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Perekat merupakan material dengan sifat berbeda dengan kayu, dengan adanya perekat diantara lapisan kayu pada CLT, memungkinkan terjadi perubahan sifat mekanis CLT, seperti kekakuan dan kekuatannya. Fungsi dari perekatan adalah mengisi ruang kayu, menghasilkan ikatan perekat pada masing-masing komponen yang sama kuat serta membentuk ikatan kohesi diantara komponen.

Faherty dan Williamson (1999), mengemukakan bahwa perekat dipilih lebih kuat dan mempunyai ketahanan yang lebih besar daripada kayu yang direkat. Pemilihan jenis perekat pada CLT dipertimbangkan secara teknis maupun ekonomis sesuai penggunaanya. Perlu diketahui jenis perekat yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan penggunaan sistem laminasi. Dari beberapa jenis perekat, yang umum digunakan dalam pembuatan produk rekayasa kayu adalah perekat isosianat.

Perekat isosianat merupakan salah satu perekat yang dapat digunakan dalam pembuatan produk CLT. Perekat isosianat ini mempunyai sifat reaktifitas, kekuatan ikatan, dan daya tahan yang tinggi, serta merupakan perekat yang tidak berbasis formaldehida (Kawai et al. 1998). Perekat isosianat juga memiliki beberapa kelebihan seperti: pematangan (curing) perekat yang lebih cepat, memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap kadar air, suhu pengempaan yang

(23)

rendah, sifat fisis dan mekanis serta daya tahan panel yang lebih baik (Galbraith dan Newman 1992). Menurut Maloney (1993) bahwa gugus hydroxyl pada kayu berikatan secara kimia dengan sistem ikatan yang menghasilkan ikatan yang sangat baik. Ikatan tersebut tahan terhadap air dan cairan asam.

Menurut Marra (1992), keunggulan perekat ini antara lain adalah lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit, dan tidak adanya emisi formaldehida.

Perekat isosianat yang digunakan untuk CLT berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi, dan memerlukan tekanan tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering. (Vick 1999).

(24)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pembuatan CLT dengan sambungan perekat yang dilakukan di laboratorium dan bengkel kerja terdiri dari persiapan bahan baku, pembuatan contoh uji dan pengujian. Persiapan bahan baku untuk pembuatan panel CLT di lakukan di workshop pengerjaan kayu pada Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Pengujian sifat fisis panel CLT dilakukan di Laboratorium Biokomposit, sedangkan pengujian sifat mekanis panel CLT dilakukan di Laboratorium Keteknikan Kayu pada Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Penelitian dilakukan selama kurang lebih 7 bulan mulai Juni 2011 sampai dengan Januari 2012. Pengadaan bahan baku dan pembuatan contoh uji dilakukan selama kurang lebih lima bulan sedangkan pengujian dan analisa data dilakukan selama dua bulan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu sengon dan perekat isosianat. Kayu sengon didapat dari tempat penggergajian kayu yang berlokasi di daerah Cinangneng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Perekat yang digunakan merupakan jenis perekat campuran dengan merek dagang Polymare Isosyanate (PI) Bond. Perekat ini diproduksi oleh PolyOshika Co Ltd di Jepang dan didistribusikan oleh PT. Polychemi Asia Pasifik Indonesia. Perekat tersebut termasuk ke dalam jenis perekat water based polymer isosyanate (WBPI) tipe PI 3100 (base resin) dan H7 (hardener). Pada proses perekatannya takaran perbandingan yang dipakai untuk base resin dan hardenernya adalah 100 : 15.

Peralatan utama penelitian ini adalah Universal Testing Machine (UTM) merk Instron series IX version 8.27.00 dengan kapasitas 5 ton yang digunakan untuk pengujian sifat mekanis (lentur, geser rekat, dan tekan sejajar serat). Selain itu peralatan untuk pengujian sifat fisis seperti kerapatan, kadar air, kembang-susut volume meliputi kaliper, timbangan digital, oven, dan desikator. Sedangkan untuk pengujian delaminasi peralatan yang digunakan adalah water bath, wadah plastik (baskom), dan penggaris.

(25)

Selain peralatan utama, digunakan juga peralatan pendukung penelitian yang meliputi alat-alat pengukur kadar air, pengeringan, penyerutan, dan pemotongan sudut lamina, yaitu moisture meter, kipas angin, double planner, dan circular saw. Pembuatan panel CLT dilakukan dengan pengaplikasian perekat menggunakan potongan sandal jepit dan dikempa menggunakan kempa dingin (cold press).

3.3 Metode Penelitian

Balok digergaji menjadi lembaran-lembaran papan (lamina) dengan ketebalan yang disesuaikan untuk penggunaan tebal lamina sekitar ± 1,5-3,5 cm seperti pada Gambar 2. Untuk contoh uji papan kontrol (sengon utuh), kayu digergaji dengan ukuran 5 cm x 15 cm x 120 cm (tebal, lebar, panjang). Papan kontrol dan lamina-lamina tersebut dikeringkan secara alami dengan menggunakan kipas angin selama ± 30 hari sampai mencapai kadar air kering udara yaitu sekitar 12-15%. Lamina dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu lamina sejajar dan lamina bersilang. Lamina sejajar merupakan lamina dengan arah serat sejajar pada bidang permukaan kayu, sedangkan lamina bersilang merupakan lamina dengan arah membentuk sudut orientasi tertentu pada bidang permukaan lamina sejajar.

Gambar 2 Papan kontrol dan lamina berdasarkan ukuran ketebalan. Tahap selanjutnya adalah pemilahan lamina berdasarkan nilai modulus elastisitasnya (MOE) dilakukan dengan cara pengujian sistem non destructivetest menggunakan deflektometer. Prosedur pemilahan elastisitas kayu sederhana ini

(26)

serupa dengan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu, hanya faktor koreksi pada metode ini.

kemudian dikelompokkan

dan diberi simbol E1 dan E2 dimana E1 > E2. E1 digunakan pada bagian back, sedangkan E2 pada bagian dalam (

dapat dilihat pada gambar 3

Gambar 3

Panel CLT yang akan dibuat

kombinasi ketebalan lamina yang digunakan yaitu tipe panel CLT tipe panel CLT A2 (1,67

penyusunan bagian lamina bersilang dilakukan perlakuan orientasi sudut lamina B1, B2, B3, B4, dan B5 (0

Gambar 4 Pola Penyusunan Lamina Metode penyambungan lamina

dengan cara perekat isosianat yang digunakan dilaburkan pada dua permukaan (double spread) dengan berat labur 280 g/m

serupa dengan pemilahan menggunakan mesin pemilah kayu, hanya saja faktor koreksi pada metode ini. Besarnya nilai MOE tiap lamina dihitung kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok dengan rentang nilai tertentu dan diberi simbol E1 dan E2 dimana E1 > E2. E1 digunakan pada bagian

, sedangkan E2 pada bagian dalam (core). Pengujian non destructive test dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Pemilahan lamina dengan deflektometer.

Panel CLT yang akan dibuat terdiri dari 3 lapisan lamina dengan 3 kombinasi ketebalan lamina yang digunakan yaitu tipe panel CLT A1 (1

(1,67-1,67-1,67) cm, dan tipe panel CLT A3 (2-1-2

penyusunan bagian lamina bersilang dilakukan perlakuan orientasi sudut lamina 0o, 30o, 45o, 60o, dan 90o).

Gambar 4 Pola Penyusunan Lamina.

Metode penyambungan lamina-lamina dengan menggunakan perekat yaitu perekat isosianat yang digunakan dilaburkan pada dua permukaan ) dengan berat labur 280 g/m2. Perekat dilaburkan dengan saja tidak ada tiap lamina dihitung untuk menjadi dua kelompok dengan rentang nilai tertentu dan diberi simbol E1 dan E2 dimana E1 > E2. E1 digunakan pada bagian face atau non destructive test

3 lapisan lamina dengan 3 (1-3-1) cm, 2) cm. Pola penyusunan bagian lamina bersilang dilakukan perlakuan orientasi sudut lamina

lamina dengan menggunakan perekat yaitu perekat isosianat yang digunakan dilaburkan pada dua permukaan . Perekat dilaburkan dengan

(27)

menggunakan potongan-potongan sandal karet sesuai kebutuhan perekat setiap lamina.

Proses pengempaan dilakukan menggunakan mesin kempa dengan tekanan pengempaan dingin (cold press) berkisar 10 kg/cm2. Pengempaan dengan perekat isosianat berdasarkan standar pabrikasi adalah sekitar 3 jam dengan pemeriksaan kondisi perekatan. Panel CLT dikeluarkan dari mesin pengempaan dan dikondisikan selama ± satu minggu dengan kelembaban relatifnya berkisar 60%-70% dan suhu ruangan (25oC - 32oC). Pembuatan contoh uji dilakukan setelah panel CLT disimpan dalam ruangan (conditioning) selama ± satu minggu.

3.4 Pengujian

Tahap selanjutnya dilakukan pengujian panel CLT. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian sifat fisis dan mekanis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai karakteristik panel CLT dari kayu sengon dengan menggunakan sambungan perekat. Pengujian sifat fisik meliputi kerapatan (ρ), kadar air (KA), dan kembang susut panel CLT didasarkan pada standar ASTM D 143 (2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber yang telah dimodifikasi. Pengujian sifat mekanik meliputi modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan rekat sesuai standar ASTM D 143 (2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber dan pengujian delaminasi sesuai standar Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated Timber Notification No. 234 tahun 2003 (JPIC 2003).

Gambar 5 Pola Potongan Contoh Uji. Keterangan:

1. Contoh uji MOE dan MOR (5cm x 15cm x 76cm)

2. Contoh uji Keteguhan Tekan Sejajar Serat (2,5cm x 5cm x 10cm)

(28)

b. Contoh uji Delaminasi (Perendaman air panas) (5cm x 7,5cm x 7,5 cm) 4. Contoh uji Keteguhan Rekat (5cm x 5cm x 5cm)

5. Contoh uji Kerapatan, Kadar Air, dan Susut Kayu (5cm x 5cm x 5cm) 6. Contoh uji Pengembangan Tebal (5cm x 5cm x 5cm)

Pengujian sifat fisis meliputi kerapatan, kadar air, kembang dan susut volume, serta delaminasi. Sedangkan untuk pengujian sifat mekanis adalah modulus of elasticity (MOE), modulus of rupture (MOR), keteguhan tekan sejajar serat, dan keteguhan geser rekat. Pola pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis dan mekanis dapat dilihat pada Gambar 5.

3.4.1 Kerapatan (ρ)

Kerapatan merupakan nilai dari berat contoh uji sebelum di oven dibagi dengan volume sebelum di oven, yaitu pada kondisi kering udara. Volume contoh uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya dengan alat pengukur kaliper (VKU) dan selanjutnya ditimbang (BKU). Nilai kerapatan dihitung dengan rumus:

Kerapatan (g/cm3) =

3.4.2 Kadar Air

Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji kerapatan digunakan juga dalam menentukan kadar air. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam atau sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar Air (%) =

x 100

3.4.3 Susut dan Kembang Volume

Pengujian susut kayu dirumuskan sebagai selisih antara volume awal (VA) dengan volume akhir (VB) dibandingkan dengan dimensi awalnya dan dinyatakan dalam persen. Contoh uji kerapatan dan kadar air digunakan juga dalam menentukan susut kayu. Contoh uji diukur tebal, lebar, dan panjang dengan

(29)

menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal. Contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam. Contoh uji dikeluarkan dari oven kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh dimensi akhir. Nilai susut volume dihitung dengan rumus:

Susut Volume (%) = x 100

Pengujian pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara volume akhir (VB) dengan volume awal (VA) dibandingkan dengan dimensi awalnya. Contoh uji diukur tebal, lebar, dan panjang dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi awal. Contoh uji direndam dalam air selama ± 1 minggu. Contoh uji dikeluarkan dari air kemudian diadakan pengukuran panjangnya kembali sehingga diperoleh dimensi akhir. Nilai pengembangan volume dihitung dengan rumus:

Pengembangan volume (%) = x 100 3.4.4 Delaminasi

Contoh uji delaminasi yang digunakan diambil dari bagian ujung panel CLT dengan ukuran panjang 7,5 cm. Pengujian delaminasi dilakukan dengan dua cara yaitu perendaman dalam air dingin dan air mendidih (Gambar 6).

(a) (b) Gambar 6 Pengujian delaminasi (a) air dingin, dan (b) air mendidih Perendaman dalam air dingin dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6 jam. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 ± 3 oC selama 18 jam. Perendaman dalam air mendidih dilakukan dengan merebus contoh uji dalam air mendidih (± 100 oC) selama 4 jam kemudian dilanjutkan dengan merendamnya dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam.

(30)

Setelah itu contoh uji dikeringkan dalam oven pada suhu 70 ± 3 oC selama 18 jam. Kemudian dilakukan pengukuran persentase lepasnya bagian panjang rekat antar lamina (rasio delaminasi) dengan rumus:

Rasio delaminasi (%) = (cm) direkat yang rekat garis Panjang (cm) terbuka yang rekat garis Panjang x 100

3.4.5 Modulus of Elasticity (MOE)

Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 5 cm x 12 cm x 76 cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE panel CLT dengan cara meletakkan CLT tersebut diatas dua perletakan dengan bentang antara keduanya diperoleh dari perbandingan panjang bentang dan tebal penampang panel CLT sekitar 14. Beban terpusat diberikan ditengah bentang dan besarnya defleksi dicatat setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus:

MOE = 3 3 Ybh 4 PL ∆ ∆ Dimana:

MOE : Modulus of elasticity (kg/cm2)

∆P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak sangga (cm)

∆Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm)

h : Tebal contoh uji (cm) 3.4.6 Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian MOR panel CLT dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Pengujian MOR dilakukan sampai panel CLT yang diberikan beban terpusat ditengah bentangnya mengalami kerusakan. Nilai MOR dihitung dengan rumus:

MOR = 2

2bh PL 3

Dimana:

MOR : Modulus of rupture (kg/cm2)

(31)

P : Beban maksimum (kgf) L : Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm)

Gambar 7 Pengujian lentur panel cross laminated timber kayu sengon.

3.4.7 Keteguhan Geser Rekat

Pengujian keteguhan geser rekat dilakukan dengan cara memberikan pembebanan yang diletakkan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal. Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan rekat dihitung dengan rumus:

Keteguhan rekat (kg/cm2) = direkat yang permukaan Luas maksimum Beban (a) (b) Gambar 8 (a) Contoh Uji, dan (b) pengujian keteguhan geser rekat 3.4.8 Keteguhan Tekan Sejajar Serat

Keteguhan tekan sejajar serat merupakan kemampuan kayu menahan gaya tekan sejajar arah serat dan mengakibatkan terjadi perpendekan kayu. Contoh uji

(32)

dengan ukuran tebal, lebar, dan panjang masing-masing 2,5 cm, 5 cm, dan 10 cm diberikan beban pada arah sejajar serat pada kedudukan contoh uji vertikal, pemberian beban secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai keteguhan tekan sejajar serat dihitung dengan rumus:

Keteguhan tekan sejajar serat (kg/cm2) =

) (cm penampang Luas (kg) maksimum Beban 2

Gambar 9 Pengujian keteguhan tekan sejajar serat 3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SAS 9.1. Model rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor A adalah variasi kombinasi tebal lamina yang terdiri dari 3 taraf, yaitu A1 (1-3-1) cm, A2 (1,67-1,67-1,67) cm, dan A3 (2-1-2) cm. Faktor B adalah variasi pola penyusunan lamina bersilang yang terdiri dari 5 taraf yaitu orientasi lamina B1(0°), B2 (30°), B3 (45°), B4 (60°), dan B5 (90°). Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali ulangan. Dengan demikian jumlah satuan percobaan yang dibuat adalah 3 x 5 x 3 = 45 buah satuan percobaan.

Adapun model umum yang digunakan adalah:

Yij = µ + Ai + Bj + ABij + εij Keterangan :

(33)

ke-i pada ulangan ke-i. µ = Nilai tengah pengamatan

Ai = Nilai pengaruh faktor kombinasi tebal lamina pada taraf ke-i

Bj = Nilai pengaruh faktor orientasi sudut lamina bersilang pada taraf ke-j ABij = Nilai pengaruh interaksi taraf ke-i faktor kombinasi tebal lamina dan

taraf ke-j faktor orientasi sudut lamina bersilang

εij = Nilai galat percobaan yang mendapat taraf ke-i pada ulangan ke-i

Apabila pengaruh faktor utama dan interaksi antar faktor utama nyata pada tingkat kepercayaan 95% atau 99%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji beda wilayah Duncan.

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sifat Fisis

Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah kerapatan, kadar air, kembang susut volume, dan delaminasi. Hasil perhitungan uji sifat fisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan untuk rata-rata umum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rata-rata umum pengujian sifat fisis CLT kayu sengon

Contoh Uji Kerapatan

(g/cm3) KA (%) Susut Volume (%) Pengembangan Volume (%) Delaminasi Air Dingin (%) Delaminasi Air Panas (%) Kontrol 0,32 13,04 9,14 5,23 - - Perlakuan (Panel CLT) A1B1 0,32 13,25 4,50 4,53 0,00 1,63 A1B2 0,32 12,18 5,92 5,58 0,00 26,03 A1B3 0,33 13,03 3,76 5,95 0,00 35,35 A1B4 0,31 12,71 4,40 6,09 1,57 25,04 A1B5 0,32 13,07 4,30 6,17 0,00 10,93 A2B1 0,32 12,12 4,04 8,51 0,00 9,49 A2B2 0,32 11,42 4,25 6,17 0,00 13,02 A2B3 0,32 11,66 3,72 6,05 0,00 15,21 A2B4 0,31 12,25 4,78 5,10 0,60 6,27 A2B5 0,31 12,25 4,98 5,80 0,00 5,06 A3B1 0,32 12,85 4,26 5,49 0,00 16,62 A3B2 0,32 13,47 3,69 5,88 0,00 22,94 A3B3 0,33 12,72 6,24 6,07 0,00 25,99 A3B4 0,33 12,75 4,29 4,29 0,00 17,36 A3B5 0,31 12,89 3,64 4,94 0,00 7,35 Rata-rata 0,32 12,60 4,45 5,78 0,14 15,89 SD 0,01 0,57 0,77 0,97 0,42 9,56 Keterangan:

A1 = Kombinasi tebal lamina (1-3-1) cm B1 = Orientasi sudut 0o

B4 = Orientasi sudut 60o A2 = Kombinasi tebal lamina (1,67-1,67-1,67) cm B2 = Orientasi sudut 30o

B5 = Orientasi sudut 90o A3 = Kombinasi tebal lamina (2-1-2) cm B3 = Orientasi sudut 45o

Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata dan sebaran data yang dihasilkan pada pengujian sifat fisis panel CLT. Sebaran data kerapatan panel CLT bervariasi dengan rentan 0,31 g/cm3 hingga 0,33 g/cm3. Pada kadar air, sebaran data berada pada nilai 12,03% hingga 13,17%. Sebaran data rataan susut volume antara 3,68% sampai dengan 5,22%, sedangkan pada pengembangan volume sebaran datanya mulai dari 4,81% sampai dengan 6,75%. Sebaran rata-rata delaminasi air dingin berkisar antara 0,00% hingga 0,56%, sedangkan pada delaminasi air panas, sebaran data rata-ratanya berkisar antara 6,33% hingga 25,45%.

(35)

Hasil analisis sidik ragam sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa semua sifat fisis panel CLT yang diteliti tidak dipengaruhi oleh faktor kombinasi ketebalan, orientasi sudut lamina, dan interaksi keduanya kecuali pada susut dan pengembangan volume panel CLT yang hanya dipengaruhi secara nyata oleh faktor orientasi tebal lamina.

Tabel 3 Hasil analisis sidik ragam sifat fisis panel CLT kayu sengon F-Hit A B A*B Kerapatan (g/cm3) 2,08tn 0,96tn 1,15tn Kadar Air (%) 0,41 tn 0,58tn 0,47tn Susut Volume (%) 0,39tn 2,12* 1,67tn Pengembangan Volume (%) 1,11tn 0,44* 0,99tn Delaminasi Dingin (%) 1,45tn 1,95tn 1,45tn Delaminasi Panas (%) 0,00tn 1,66tn 3,32tn

A = Kombinasi tebal lamina * = Nyata tn = tidak nyata

B = Orientasi sudut ** = Sangat Nyata

A*B = Intareaksi A dan B

4.1.1.Kerapatan

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa suatu bahan terhadap volumenya dalam kondisi kering udara. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kerapatan panel CLT kayu sengon berkisar antara 0,31 - 0,33 g/cm3. Kerapatan kayu sengon utuh (papan kontrol) nilainya hampir sama dengan rata-rata kerapatan panel CLT. Kerapatan panel CLT yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh kombinasi tebal, orientasi sudut lamina, ataupun interaksi keduanya pada taraf 5% sehingga tidak dilakukan uji beda wilayah Duncan. Sebaran nilai rata-rata kerapatan panel CLT dalam bentuk histogram disajikan pada Gambar 10.

Pembuatan panel CLT tidak secara meningkatkan atau menurunkan kerapatan panel-panel tersebut karena nilainya hampir sama dengan lamina-lamina penyusunnya. Hal ini dapat dilihat dari perbandingannya dengan rataan kerapatan pada papan kontrol, yaitu sebesar 0,32 g/cm2. Menurut Kelly (1977) kerapatan akhir panel dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis kayu (kerapatan kayu), besarnya tekanan kempa, jumlah lapisan penyusun panel, kadar perekat serta bahan tambahan lainnya.

(36)

Gambar 10 Sebaran nilai rata dan orientasi sudut Menurut Setyawan

merupakan salah satu sifat fisis yang dapat mempengaruhi kual

Oleh karena itu kerapatan panel diupayakan seragam mungkin sehingga

terdapat perbedaan sifat yang diujikan, maka perbedaan tersebut bukan disebabkan oleh kerapatan panelnya.

kekuatan kayu, kerapatan dan berat jenis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Semakin besa

kayu tersebut (Mardikanto 4.1.2.Kadar Air

Berdasarkan data pada Tabel 2 untuk seluruh kombinasi tebal dan hingga 13,47% dan untuk papan terendah terdapat pada p

terdapat pada panel CLT dilihat pada Gambar 11.

Hasil analisis sidik ragam CLT tidak dipengaruhi

lamina, ataupun interaksi antara keduanya.

0.0 0.1 0.1 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0° K e ra p a ta n ( g/ cm 3 )

Gambar 10 Sebaran nilai rata-rata kerapatan panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina.

Setyawan et al. (2008), kerapatan panel yang dihasilkan merupakan salah satu sifat fisis yang dapat mempengaruhi kualitas panel CLT.

patan panel diupayakan seragam mungkin sehingga

terdapat perbedaan sifat yang diujikan, maka perbedaan tersebut bukan disebabkan oleh kerapatan panelnya. Dengan demikian jika dikaitkan dengan kekuatan kayu, kerapatan dan berat jenis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Semakin besar berat jenis dan kerapatan kayu semakin kuat kayu tersebut (Mardikanto et al 2011).

Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai kadar air panel kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina berkisar antara 11 ,47% dan untuk papan kontrol sebesar 13,04%. Rata-rata

terendah terdapat pada panel CLT A2B2, sedangkan rata-rata kadar air tertinggi CLT A3B2. Sebaran nilai rata-rata kadar air panel CLT dapat dilihat pada Gambar 11.

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa kadar air panel secara nyata oleh kombinasi tebal lamina, orientasi sudut lamina, ataupun interaksi antara keduanya.

30° 45° 60° 90°

Orientasi Sudut

A1 A2 A3

nel CLT menurut kombinasi tebal

kerapatan panel yang dihasilkan itas panel CLT. patan panel diupayakan seragam mungkin sehingga apabila terdapat perbedaan sifat yang diujikan, maka perbedaan tersebut bukan ika dikaitkan dengan kekuatan kayu, kerapatan dan berat jenis merupakan salah satu faktor yang semakin kuat

panel CLT berkisar antara 11,42% rata kadar air kadar air tertinggi rata kadar air panel CLT dapat

kadar air panel oleh kombinasi tebal lamina, orientasi sudut

Rata-rata ρ panel CLT (0,32 g/cm3 ) Rata-rata papan kontrol ( 0,32 g/cm3 )

(37)

Gambar 11 Sebaran nilai rata

dan orientasi sudut lamina.

Kadar air lamina sebelum perekatan sudah berada dalam keadaan setimbang dan nilainya relatif sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan panel CLT adalah kadar air. Kadar air suatu bahan (kayu) di bawah titik jenuh serat (15 18%) akan banyak mempeng

(penurunan) akan menyebabkan dinding sel mengalami pengerasan, sehingga semakin kering kayu tersebut apabila berada di bawah titik jenuh serat, maka kayu akan semakin kuat (Mardikanto

Jika dibandingkan dengan kadar air papan kontrol rata CLT ternyata lebih rendah

aplikasi perekat yang akan menghalangi penyerapan air dari lingkungan sehingga membutuhkan waktu

pengeringan yang dilakukan pada lamina

demikian pembuatan panel CLT dapat menghemat waktu pengeringan. 4.1.3.Susut dan Kembang Volume

1) Susut Volume Berdasarkan Tabel 2, panel CLT A3B3 (6,24 dihasilkan dari panel CLT

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0° 30 K a d a r A ir ( % )

Gambar 11 Sebaran nilai rata-rata kadar air panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina.

Kadar air lamina sebelum perekatan sudah berada dalam keadaan setimbang dan nilainya relatif sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan panel CLT adalah kadar air. Kadar air suatu bahan (kayu) di bawah titik jenuh serat (15 18%) akan banyak mempengaruhi sifat mekanis kayu. Perubahan kadar air (penurunan) akan menyebabkan dinding sel mengalami pengerasan, sehingga semakin kering kayu tersebut apabila berada di bawah titik jenuh serat, maka kayu akan semakin kuat (Mardikanto et al 2011).

gkan dengan kadar air papan kontrol rata-rata kadar air panel ternyata lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan pada papan kontrol

perekat yang akan menghalangi penyerapan air dari lingkungan sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama apabila dibandingkan pengeringan yang dilakukan pada lamina-lamina penyusun panel CLT. Dengan

pembuatan panel CLT dapat menghemat waktu pengeringan. Susut dan Kembang Volume

Berdasarkan Tabel 2, rata-rata penyusutan volume tertinggi terdapat pada 6,24%), sedangkan untuk nilai penyusutan volume terkecil CLT A3B5 (3,64%). Sebaran nilai rata-rata susut volume

30° 45° 60° 90°

Orientasi sudut

A1 A2 A3

rata kadar air panel CLT menurut kombinasi tebal

Kadar air lamina sebelum perekatan sudah berada dalam keadaan setimbang dan nilainya relatif sama. Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan panel CLT adalah kadar air. Kadar air suatu bahan (kayu) di bawah titik jenuh serat

(15-aruhi sifat mekanis kayu. Perubahan kadar air (penurunan) akan menyebabkan dinding sel mengalami pengerasan, sehingga semakin kering kayu tersebut apabila berada di bawah titik jenuh serat, maka kayu

kadar air panel dikarenakan pada papan kontrol tidak ada perekat yang akan menghalangi penyerapan air dari lingkungan sehingga dibandingkan CLT. Dengan

penyusutan volume tertinggi terdapat pada %), sedangkan untuk nilai penyusutan volume terkecil rata susut volume

Rata-rata KA panel CLT (12,60%) Rata-rata KA Papan kontrol (13,04%)

(38)

panel CLT disajikan pada Gambar 12. memperlihatkan bahwa

oleh faktor orientasi tebal laminanya pada taraf 5%.

Gambar 12 Sebaran nilai rata

tebal dan orientasi sudut lamina.

Hasi uji beda wilayah Duncan memperlihatkan bahwa susut volume panel CLT dengan orientasi sudut B2 (30°), B3 (45°), B4 (60°), dan B1 (0°) tidak berbeda nyata satu dengan lainnya, akan tetapi panel CLT tersebut berbeda nyata susut volumenya dengan panel CLT B5 (90°). Agar data kadar air panel CLT yang dinyatakan dalam persen tersebar secara normal dan memenuhi asumsi asumsi analisis sidik ragam, maka skala pengukuran d

menjadi bentuk lain menggunakan

lamina terhadap susut volume panel CLT disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 memperlihatkan susut volume terendah terdapat pada panel CLT B5 (90°). Panel tersebut memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan panel CLT lainnya. Susunan yang saling bersilang menyebabkan susut volume yang terjadi pada lamina sejajar (atas

bersilang pada arah transversal, dan begitu

Jika mengacu pada anggapan tersebut dapat dikatakan bahwa semakin besar sudut orientasi yang diberlakukan pada panel CLT maka susut volumenya akan semakin kecil. Kecenderungan yang diperlihatkan pada Gambar 9 tidak

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 0° S u su t V o lu m e ( % )

panel CLT disajikan pada Gambar 12. Hasil analisis sidik ragam

bahwa susut volume panel CLT hanya dipengaruhi secara nyata oleh faktor orientasi tebal laminanya pada taraf 5%.

nilai rata-rata susut volume panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina.

Hasi uji beda wilayah Duncan memperlihatkan bahwa susut volume panel CLT dengan orientasi sudut B2 (30°), B3 (45°), B4 (60°), dan B1 (0°) tidak ngan lainnya, akan tetapi panel CLT tersebut berbeda nyata susut volumenya dengan panel CLT B5 (90°). Agar data kadar air panel CLT yang dinyatakan dalam persen tersebar secara normal dan memenuhi asumsi asumsi analisis sidik ragam, maka skala pengukuran data asli ditransformasi menjadi bentuk lain menggunakan arcsin %. Gambaran pengaruh orientasi sudut lamina terhadap susut volume panel CLT disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 memperlihatkan susut volume terendah terdapat pada panel CLT sebut memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan panel CLT lainnya. Susunan yang saling bersilang menyebabkan susut volume yang terjadi pada lamina sejajar (atas-bawah) tertahan oleh laminasi bersilang pada arah transversal, dan begitu pula sebaliknya.

Jika mengacu pada anggapan tersebut dapat dikatakan bahwa semakin besar sudut orientasi yang diberlakukan pada panel CLT maka susut volumenya akan Kecenderungan yang diperlihatkan pada Gambar 9 tidak

30° 45° 60° 90°

Orientasi Serat

A1 A2 A3

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 3) susut volume panel CLT hanya dipengaruhi secara nyata

rata susut volume panel CLT menurut kombinasi

Hasi uji beda wilayah Duncan memperlihatkan bahwa susut volume panel CLT dengan orientasi sudut B2 (30°), B3 (45°), B4 (60°), dan B1 (0°) tidak ngan lainnya, akan tetapi panel CLT tersebut berbeda nyata susut volumenya dengan panel CLT B5 (90°). Agar data kadar air panel CLT yang dinyatakan dalam persen tersebar secara normal dan memenuhi

asumsi-ata asli ditransformasi . Gambaran pengaruh orientasi sudut

Gambar 13 memperlihatkan susut volume terendah terdapat pada panel CLT sebut memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan panel CLT lainnya. Susunan yang saling bersilang menyebabkan susut bawah) tertahan oleh laminasi

Jika mengacu pada anggapan tersebut dapat dikatakan bahwa semakin besar sudut orientasi yang diberlakukan pada panel CLT maka susut volumenya akan Kecenderungan yang diperlihatkan pada Gambar 9 tidak

Rata-rata susut volume Panel CLT (4,45%) Rata-rata susut volume papan control (9,14%)

(39)

sepenuhnya mendukung p

tinggi nilainya dibandingkan panel CLT B2 (30°), B3 (45°), dan B4 (60°).

Gambar 13 Sebaran nilai sudut lamina.

Perbedaan susut panel CLT tersebut diduga disebabkan oleh proses pelaburan perekat yang tidak merata, sehingga pada satu papan ada bagian

yang perekatannya lebih kuat dibandingkan bagi tertahan oleh perekat itu sendiri.

Nilai susut volume CLT lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu sengon utuh kurang lebih sebesar 51,31%. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan panel CLT dapat

kayu sengon jika dilihat hanya berdasarkan nilai susut volume yang dihasilkan. 2) Pengembangan Volume

Berdasarkan data pada Tabel 2, terendah adalah sebesar

terendah didapat dari panel

panel CLT A2B1. Sebaran nilai rata disajikan pada Gambar 14.

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 0° S u su t V o lu m e ( % )

sepenuhnya mendukung pernyataan tersebut karena panel CLT B1 (0°) tidak lebih tinggi nilainya dibandingkan panel CLT B2 (30°), B3 (45°), dan B4 (60°).

Gambar 13 Sebaran nilai rata-rata susut volume panel CLT menurut orientasi sudut lamina.

Perbedaan susut panel CLT tersebut diduga disebabkan oleh proses pelaburan perekat yang tidak merata, sehingga pada satu papan ada bagian

yang perekatannya lebih kuat dibandingkan bagian lain dan susut arah lebar papan tertahan oleh perekat itu sendiri.

Nilai susut volume CLT lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu sengon utuh kurang lebih sebesar 51,31%. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan panel CLT dapat meningkatkan stabilitas dimensi kayu sengon jika dilihat hanya berdasarkan nilai susut volume yang dihasilkan.

Pengembangan Volume

data pada Tabel 2, rata-rata pengembangan volume terendah adalah sebesar 4,29% dan tertinggi sebesar 8,51%. Nilai rata

didapat dari panel CLT A3B4, sedangkan nilai tertinggi didapat dari Sebaran nilai rata-rata pengembangan volume panel CLT disajikan pada Gambar 14.

30° 45° 60° 90°

Orientasi sudut

ernyataan tersebut karena panel CLT B1 (0°) tidak lebih tinggi nilainya dibandingkan panel CLT B2 (30°), B3 (45°), dan B4 (60°).

rata susut volume panel CLT menurut orientasi

Perbedaan susut panel CLT tersebut diduga disebabkan oleh proses pelaburan perekat yang tidak merata, sehingga pada satu papan ada bagian-bagian an lain dan susut arah lebar papan

Nilai susut volume CLT lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu sengon utuh kurang lebih sebesar 51,31%. Dengan demikian, hasil penelitian meningkatkan stabilitas dimensi kayu sengon jika dilihat hanya berdasarkan nilai susut volume yang dihasilkan.

volume panel CLT %. Nilai rata-rata , sedangkan nilai tertinggi didapat dari rata pengembangan volume panel CLT

Rata-rata susut volume Panel CLT (4,45%) Rata-rata susut volume papan kontrol (9,14%)

(40)

Gambar 14 Sebaran nilai rata

kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina. Hasil analisis sidik ragam (

ditransformasi dengan menggunakan

pengembangan volume panel CLT hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi sudut lamina pada taraf 5%.

pengembangan volume

panel CLT dengan orientasi sudut lainnya. Sedangkan pengembangan volume panel CLT B3 (45°), B1 (0°), B2 (30°) dan B5 (90°) tidak memberikan pengaruh yang nyata antara satu dengan lainnya. Pengaruh orient

pengembangan volume panel CLT yang diuji dapat dilihat pada Gambar 15. Berbeda dengan susut volume, rata

terjadi pada panel CLT B4 (60°). Walaupun kecenderungan yang terlihat adalah semakin besar orientasi sudut menyebabkan nilai pengembangan volume CLT semakin kecil, akan tetapi terjadi penyimpangan pada panel CLT B3 (45°) dan B4 (60°). Keadaan tersebut berbeda dengan penelitian Anggraini (2012) yang menyatakan bahwa panel CLT dari kayu Jabon yang

dimensi yang lebih stabil pada orientasi sudut 90°.

Perbedaan kecenderungan antara grafik pengembangan volume dengan susut volume mengindikasikan bahwa adanya ketidakseragaman pada proses

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 0° P e n ge m b a n ga n V o lu m e ( % )

Gambar 14 Sebaran nilai rata-rata pengembangan volume panel CLT menurut kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina.

analisis sidik ragam (Tabel 3), dengan menggunakan data yang ditransformasi dengan menggunakan arcsin , memperlihatkan bahwa pengembangan volume panel CLT hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi sudut lamina pada taraf 5%. Uji beda wilayah Duncan memperlihatkan

panel CLT B4 (60°) berpengaruh nyata terhadap panel panel CLT dengan orientasi sudut lainnya. Sedangkan pengembangan volume panel CLT B3 (45°), B1 (0°), B2 (30°) dan B5 (90°) tidak memberikan pengaruh yang nyata antara satu dengan lainnya. Pengaruh orientasi sudut terhadap nilai pengembangan volume panel CLT yang diuji dapat dilihat pada Gambar 15.

Berbeda dengan susut volume, rata-rata pengembangan volume terendah terjadi pada panel CLT B4 (60°). Walaupun kecenderungan yang terlihat adalah rientasi sudut menyebabkan nilai pengembangan volume CLT semakin kecil, akan tetapi terjadi penyimpangan pada panel CLT B3 (45°) dan B4 (60°). Keadaan tersebut berbeda dengan penelitian Anggraini (2012) yang menyatakan bahwa panel CLT dari kayu Jabon yang dihasilkan memberikan dimensi yang lebih stabil pada orientasi sudut 90°.

Perbedaan kecenderungan antara grafik pengembangan volume dengan susut volume mengindikasikan bahwa adanya ketidakseragaman pada proses

30° 45° 60° 90°

Orientasi Sudut

A1 A2 A3

rata pengembangan volume panel CLT menurut

dengan menggunakan data yang memperlihatkan bahwa pengembangan volume panel CLT hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi sudut emperlihatkan bahwa panel CLT B4 (60°) berpengaruh nyata terhadap panel-panel CLT dengan orientasi sudut lainnya. Sedangkan pengembangan volume panel CLT B3 (45°), B1 (0°), B2 (30°) dan B5 (90°) tidak memberikan pengaruh asi sudut terhadap nilai pengembangan volume panel CLT yang diuji dapat dilihat pada Gambar 15.

rata pengembangan volume terendah terjadi pada panel CLT B4 (60°). Walaupun kecenderungan yang terlihat adalah rientasi sudut menyebabkan nilai pengembangan volume CLT semakin kecil, akan tetapi terjadi penyimpangan pada panel CLT B3 (45°) dan B4 (60°). Keadaan tersebut berbeda dengan penelitian Anggraini (2012) yang dihasilkan memberikan

Perbedaan kecenderungan antara grafik pengembangan volume dengan susut volume mengindikasikan bahwa adanya ketidakseragaman pada proses

Rata-rata pengembangan volume panel CLT (5,78%) Rata-rata pengembangan volume papan kontrol (5,23%)

Referensi

Dokumen terkait

Bersama ini diumumkan daftar nama peserta yang berhak mengikuti Tes Akademis Rekrutmen Pegawai Tingkat Pelaksana Tahun 2016.. Adapun peserta agar memperhatikan hal

42 Janu 5uryanto Kementerian Direktur Akses Pasar Kepala Balai Besar Perindustrian Industri Internasional Bahan dan Barang Teknik di Bandung 43 Katri Kementeria n Direktur

Manajemen Waktu, mencakup pembuatan daftar aktifitas sehari-hari yang harus diselesaikan, prioritas aktifitas yang harus segera diselesaikan, mengetahui siklus kehidupan harus

Teorema

merupakan patogen tular tanah, sehingga epidemi penyakit dari patogen tular tanah sangat dipengaruhi oleh faktor tanah seperti sifat fisika dan kimia tanah seperti tekstur, kandungan

1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. 2) Hak untuk

Persamaan elips dengan grafik seperti pada gambar disamping

Pada motif identitas personal, sebagian besar mahasiswa berada pada kategori sedang, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan mereka akan pemahaman tentang diri sendiri dan