• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTEGRASI MASYARAKAT ETNIS BALI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTEGRASI MASYARAKAT ETNIS BALI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

106 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 INTEGRASI MASYARAKAT ETNIS BALI

DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG A B. Wirawan

Program Studi Pendidikan Agama Hindu STAH Dharma Sentana Sulawesi Tengah Email: agusbudiwirawan@gmail.com

ABSTRAK

Di Kabupaten Parigi Moutong, struktur masyarakat terdiri dari berbagai etnis. Etnis Bali sebagai pendatang di Kabupaten Parigi Moutong menghadapi tantangan untuk berintegrasi dengan masyarakat lokal. Perbedaan antar etnis yang ada akan membawa dampak positif yaitu sebagai kekayaan budaya etnis yang dapat dijadikan modal dasar dalam pembangunan dengan syarat seluruh elemen memahami perbedaan antar etnis dengan menempatkan toleransi sebagai perekat integritas sosial. Namun sebaliknya, perbedaan-perbedaan yang ada akan membawa dampak negatif yaitu sebagai sumber pemicu disintegrasi sosial jika tiap-tiap etnis yang berbeda saling mengedepankan kepentingan kelompoknya dengan mengabaikan keberadaan kelompok sosial lainnya. Hal ini memunculkan permasalahan yaitu bagaimana integrasi yang dilakukan oleh etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong? Apa saja faktor penghambat terjadinya integrasi etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong? Simpulannya, masyarakat etnis Bali telah berupaya untuk berintegrasi dengan masyarakat lokal dengan mengatasi perbedaan antar individu, tidak mengeksklusifkan diri, dan berbaur dalam segala aspek kehidupan. Faktor-faktor yang mengganggu integrasi etnis Bali yaitu sensitifnya isu SARA, kesenjangan ekonomi dan pendidikan, dan perubahan sosial.

Kata Kunci: Integrasi, Masyarakat, Etnis 1. Pendahuluan

Disintegrasi sosial di tengah-tengah masyarakat kian meningkat. Terutama disintegrasi sosial yang bersifat horizontal, yakni disintegrasi yang berkembang di antara anggota masyarakat. Disintegrasi adalah keadaan anggota masyarakat yang saling bertikai, bertentangan, dan bersaing dengan keinginan untuk saling menyingkirkan, menjatuhkan, mengalahkan, hingga memusnahkan, walaupun harus menggunakan kekerasan untuk mewujudkan keingina tersebut. Disintegrasi dalam masyarakat merupakan proses interaksi yang alamiah karena masyarakat tidak selamanya bebas disintegrasi.

Hanya saja, persoalan menjadi lain jika disintegrasi sosial yang berkembang dalam masyarakat berubah menjadi anarkis. Sumadi (2007:195-196) mengungkapkan bahwa kemajemukan memang bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi akan mampu menjadi

alat perekat persatuan dan kesatuan bangsa, lewat adaptasinya, meskipun tidak sepenuhnya mampu meleburkan diri dalam budaya lokal di daerah bersangkutan, sedangkan di sisi lain merupakan sumber disintegrasi yang laten, jika integrasi dalam masyarakat tidak dapat diwujudkan.

Kabupaten Parigi Moutong merupakan kabupaten dengan masyarakat heterogen dengan beragam etnis (multietnis) sehingga menyuguhkan keberagaman budaya (multikultural) dengan ciri khasnya masing-masing. Awal kedatangan masyarakat etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong yaitu ketika ada beberapa masyarakat etnis Bali yang dipindahkan keluar Pulau Bali sebagai hukuman dari raja yang ada di Bali. Pembuangan ke wilayah lain yang umumnya sebagai hukuman ini disebut sebagai maselong. Sekitar tahun 1890, salah satu daerah yang dijadikan sebagai daerah maselong yaitu di wilayah Kabupaten

(2)

WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 107 Donggala (sekarang Kabupaten Parigi

Moutong) tepatnya di Desa Mertasari. Desa Mertasari ditempati oleh suku Kaili sebagai suku asli. Kedatangan orang Bali yang diselong disambut baik dan kemudian terjadi pembauran budaya dan bahasa diantara kedua suku ini. Pada perkembangan berikutnya, program transmigrasi masyarakat etnis Bali menempati daerah-daerah seperti Desa Sumbersari, Torue, Purwosari, Tolai, Balinggi, Sausu, dan beberapa daerah lainnya.

Di tengah kemajemukan ini, masyarakat etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong sebagai kaum minoritas berusaha berintegrasi dengan lingkungan sebaik mungkin demi terpelihara dan terciptanya kehidupan yang harmonis. Usaha positif dari masyarakat etnis Bali untuk menjaga stabilitas dan keamanan sosial agar tidak terjadi disharmonisasi dan masalah sosial tidak selamanya berbuah manis. Sejauh ini, belum ada disintegrasi yang memicu kekerasan fisik yang terjadi. Di Desa Pakareme Kecamatan Sausu tahun 2012. Permasalahan yang terjadi yaitu masalah persengketaan tanah. Tanah permukiman, persawahan, dan perkebunan yang sudah puluhan tahun ditempati dan diolah oleh masyarakat Etnis Bali kemudian diklaim oleh sekelompok masyarakat lokal yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah milik leluhur mereka. Sempat terjadi ketegangan, tetapi akhirnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

Permasalahan lain diantaranya perbedaan sudut pandang tentang halal dan haramnya makanan. Masyarakat etnis Bali yang memelihara dan mengonsumsi daging babi, sedangkan masyarakat lokal yang mayoritas muslim tidak mengonsumsi daging babi. Perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku seperti minum minuman keras, perkelahian, dan mengonsumsi obat-obatan terlarang. Remaja dengan latar belakang ekonomi keluarga tinggi umumnya cenderung menunjukkan atau memamerkan miliknya secara berlebihan sehingga

memungkinkan munculnya reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial itu antara lain berupa kekaguman, pujian, hormat, pesona, simpati, sikap acuh tak acuh, cemburu, iri hati, ketakutan, penolakan, kemuakan, kebencian, kemarahan hebat, dan tindakan-tindakan konkret.

Berdasarkan uraian permasalahan pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana integrasi yang dilakukan oleh etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong? Apa saja faktor penghambat terjadinya integrasi etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong? Secara teoritis, manfaat tulisan ini yaitu dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal integrasi masyarakat Etnis Bali di wilayah transmigrasi untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat. Secara praktis, bagi masyarakat Etnis Bali di wilayah transmigrasi, tulisan ini dapat memberikan informasi mengenai integrasi dan disintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga dapat lebih mawas diri dalam melakukan hubungan sosial. Bagi majelis keagamaan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam mengatasi disintegrasi yang muncul dalam masyarakat.

2. Hasil dan Pembahasan a. Integrasi dan Disintegrasi

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1998) mengartikan integrasi sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan. Kata kesatuan mengisyaratkan berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain mengalami proses pembauran. Jika pembauran telah mencapai suatu perhimpunan, maka gejala perubahan itu dinamai integrasi. Dalam Bahasa Inggris, integrasi (integration) antara lain bermakna keseluruhan atau

(3)

108 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 kesempurnaan.

Hendry (2013: 194) menyebutkan bahwa jika berbagai komponen yang berbeda-beda dalam masyarakat merujuk pada kemajemukan sosial yang telah tercapai dalam suatu kehidupan bermasyarakat, maka proses ini dinamai integrasi sosial. Dalam sosiologi, integrasi sosial berarti proses penyesuaian unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Dengan demikian, ada dua unsur pokok integrasi sosial. Unsur pertama adalah pembauran atau penyesuaian, sedangkan unsur kedua adalah unsur fungsional. Apabila kemajemukan dalam masyarakat gagal mencapai pembauran atau penyesuaian satu sama lain, maka berarti disintegrasi sosial. Dengan kata lain, kemajemukan gagal membentuk (disfungsional) masyarakat.

Pahrudin dkk (2009:160-161) mengemukakan bahwa kondisi kerukunan hidup beragama akan berubah menjadi disintegrasi jika faktor-faktor penyebab disintegrasi tidak diperhatikan oleh berbagai kelompok masyarakat Etnis Bali beragama maupun pemerintah. Disintegrasi adalah sebuah kondisi yang berlawanan dengan integrasi, yaitu suatu keadaan dimana warga bangsa atau masyarakat yang di dalamnya ada dua pihak atau lebih yang berusaha menggagalkan tercapainya tujuan masing-masing pihak disebabkan adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai ataupun tuntutan dari

masing-masing pihak.

Nasikun memberikan batasan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang menganut berbagai sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya, sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain (dalam Setiadi & Kolip, 2011:550)

Para sosiolog mengemukakan bahwa ciri-ciri masyarakat majemuk yaitu: a) masyarakat tersegmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan sub-kebudayaan antara satu dan lainnya. Masyarakat majemuk dapar dilihat dari banyaknya perbedaan adat istiadat, bentuk atau model pakaian adat, bahasa, dan agama yang dijadikan sebagai patokan pada tata kelakuan masyarakat. Masyarakat tersegmentasi ke dalam kelompok-kelompok sosiokultural yang beraneka ragam. Perbedaan yang berakibat terkotak-kotaknya masyarakat ini disebut sebagai bentuk segmentasi kelompok sosial; b) memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer. Nonkomplementer dapat diartikan tidak saling melengkapi, sehingga tidak ada sifat nonkomplementer antar lembaga berarti antara lembaga satu dan lainnya tidak ada hubungan keterkaitan atau korelasional. Ini berarti masing-masing lembaga sosial berdiri sendiri. Sifat

(4)

WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 109 kemandirian antar lembaga ini disebabkan

oleh karakter masing-masing asosiasi yang berbeda-beda. c) kurang mengembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat mendasar. Konsensus antar lembaga tidak bersifat mengakar sebab keragaman cara pandang antar lembaga tidak mampu mengikis ideologi atau cara pandang masing-masing asosiasi sosial yang ada; d) seringkali mengalami disintegrasi antara kelompok satu dan kelompok lain, akan tetapi juga sering terintegrasi jika terdapat persamaan kepentingan, cara pandang, tujuan, atau kadang-kadang juga integrasi sering terjadi melalui proses paksaan. Perbedaan tujuan dan cara pandang tentang suatu persoalan akan menimbulkan berbagai macam persoalan sosial seperti persaingan, contravention, dan disintegrasi. Tetapi jika antar asosiasi terdapat persamaan pandang dan tujuan biasanya akan melakukan konsolidasi di antara mereka; e) terjadi dominasi politik suatu kelompok atau oleh aliansi kelompok terhadap kelompok lain yang lemah (Setiadi & Kolip, 2011:551-552).

Memperhatikan ciri-ciri masyarakat majemuk yang dikemukakan oleh para sosiolog di atas, maka salah satu dampak dari kemajemukan sosial adalah disintegrasi sosial yaitu proses atau keadaan dimana dua pihak atau lebih berusaha menggagalkan tujuan pihak lain karena ada perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau tuntutan masing-masing pihak. Disintegrasi merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga

disintegrasi bersifat inheren, artinya disintegrasi akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dari setiap disintegrasi ada beberapa diantaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar disintegrasi sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan. Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya disintegrasi yaitu adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebuatan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan (power) yang jumlah ketersediaannya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat. b. Integrasi Sosial yang dibangun oleh Etnis

Bali

Kabupaten Parigi Moutong berbatasan langsung dengan Kabupaten Poso yang pernah dilanda konflik. Oleh karena itu, isu SARA masih dianggap hal yang sensitif untuk diangkat ke permukaan dalam wacana dialog di daerah tersebut. Integrasi sosial antara etnis Bali dengan masyarakat lokal di Kabupaten Parigi Moutong memiliki keunikan tersendiri, mengingat jumlah etnis Bali yang ada di Kabupaten Parigi Moutong paling besar dibanding etnis Bali di kabupaten lainnya se-Sulawesi Tengah.

Integrasi akan timbul karena orientasi antar elemen-elemen sosial memiliki perasaan in group terhadap kelompoknya, dan

(5)

110 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 kelompok lain di luar kelompoknya (out

group). Perbedaan antar individu,

mengharuskan masyarakat Etnis Bali sebagai pendatang di wilayah transmigrasi untuk berintegrasi dengan masyarakat lokal wilayah transmigrasi tersebut. Integrasi penting dilaksanakan karena mengingat perbedaan antar individu yang dimiliki masing-masing kelompok agar tercipta toleransi diantara kedua belah pihak. Interaksi dan komunikasi yang intensif antara masyarakat Etnis Bali dengan masyarakat asli wilayah transmigrasi memungkinkan terjadinya integrasi diantara mereka guna menuju masyarakat yang harmonis. Masyarakat Etnis Bali dituntut untuk selalu mawas diri dan tidak mengeksklusifkan diri bersama kelompoknya dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi bagaimana membuka diri dan berintegrasi sesuai dengan norma yang berlaku serta tidak menonjolkan identitas agama pada interaksi sosial secara berlebihan.

Hubungan internal (in group) antara sesama masyarakat Etnis Bali juga harus harmonis dan saling berintegrasi, tidak boleh terpecah belah atau terkotak-kotak, sehingga ketika ada permasalahan atau isu yang melibatkan masyarakat Etnis Bali maka seluruh komponen akan bersatu, bersama-sama mencari jalan keluar atau solusi mengatasi permasalahan tersebut. Dalam kehidupannya, masyarakat Etnis Bali terkumpul dalam suatu organisasi sosial religius yang disebut Desa Pakraman. Desa Pakraman merupakan wadah kehidupan

bersama yang didasarkan pada petunjuk-petunjuk kerohanian sebagai dasar untuk bekerja dan bertingkah laku. Petunjuk kerohanian yang dimaksud adalah agama Hindu itu sendiri sebagai sumber penataan hidup. Menurut Lancar (2009:60), Desa Pakraman dibentuk atas dasar tiga unsur yaitu unsur Ketuhanan, usur kemasyarakatan, dan unsur teritorial atau wilayah. Terciptanya keseimbangan ketiga unsur tersebut dalam kehidupan masyarakat Etnis Bali yang tergabung dalam Desa Pakraman, maka diharapkan dapat terjalin simakrama yang harmonis antar warga pakraman dan lestarinya adat-istiadat, seni dan sosial budaya yang berlandaskan agama Hindu. Keharmonisan yang terjalin antara komponen-komponen sistem ini kemudian dapat direfleksikan dalam kehidupan bermasyarakat di luar Desa Pakraman, yaitu membangun keharmonisan melalui Desa Pakraman.

Setiap kehidupan sosial masyarakat akan terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi sejumlah kekuatan-kekuatan lain. Benturan antar kepentingan baik secara ekonomi ataupun politik. Untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara masyarakat Etnis Bali dengan masyarakat lokal wilayah transmigrasi, maka untuk mengantisipasi agar tidak muncul disintegrasi karena perbedaan tingkat ekonomi di antara kedua pihak, masyarakat Etnis Bali sebaiknya tidak bergaya hidup mewah, tidak menunjukkan sebagai orang yang tingkat ekonominya tinggi, namun sebaiknya dapat menerapkan pola hidup yang

(6)

WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 111 sederhana menyesuaikan diri dengan

lingkungan agar kesenjangan itu tidak begitu nampak dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kecemburuan sosial dapat diminimalisir demi terciptanya keharmonisan.

Menurut Setiadi dan Kolip, (2011:581) dalam mengembangkan integrasi sosial dalam rangka manghindarkan diri dari disintegrasi sosial, maka perlu ditempuh beberapa langkah yaitu: a) menegakkan konsensus antar individu atau antar kelompok sosial. Dalam poin ini perlu diintegrasikan semua komponen sosial yang berupa kesepakatan antar anggota masyarakat terhadap nilai-nilai sosial yang ada; b) mengembangkan peran struktur masyarakat secara silang-menyilang. Ini artinya, konsensus akan mudah terjalin apabila dilakukan pembauran antar komponen sosial yang berbeda melalui hubungan silang-menyilang (cross-cutting affiliations). Berdasarkan langkah pertama yang dikemukakan oleh Setiadi dan Kolip tersebut, maka masyarakat Etnis Bali dalam mengatasi penyebab disintegrasi yang berupa masalah remaja, dipandang perlu untuk menginternalisasikan nilai-nilai dan norma-norma sosial dalam kehidupan demi menghindari adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh remaja seperti mengonsumsi narkoba, berkelahi, dan mabuk-mabukan. Nilai dan norma memiliki hubungan yang saling terkait, kendati keduanya memiliki perbedaan. Jika nilai merupakan sesuatu yang dianggap sebagai hal yang baik, patut, layak, benar, maka norma

merupakan perwujudan dari nilai yang di dalamnya terdapat kaidah, aturan, patokan, atau kaidah pada suatu tindakan (aksi). Terjadinya perilaku yang tidak sejalan dengan nilai dan norma sosial disebabkan oleh unsur kesengajaan karena nilai-nilai dan norma sosial dianggap sebagai ikatan yang mengurangi kebebasan perilaku mereka, serta unsur ketidaktahuannya karena tidak tersosialisasinya seperangkat nilai-nilai dan norma sosial yang ada. Melalui proses sosialisasi, para anggoa masarakat belajar mengetahui dan memahami perilaku mana yang diharuskan, diperbolehkan, dianjurkan, dan tidak boleh dilakukan. Proses sosialisasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak yang melakukan sosialisasi dan pihak yang disosialisasi. Internalisasi adalah proses yang dilakukan oleh pihak yang tengah menerima sosialisasi. Dalam proses ini, pihak yang diinternalisasi melakukan interpretasi (pemahaman) dari pesan yang diterima. Langkah selanjutnya adalah meresapkan dan mengorganisasi hasil pemahaman ke dalam ingatan dan batinnya. Proses sosialisasi dapat diberikan oleh keluarga, tokoh-tokoh agama, maupun majelis keagamaan. Setelah mendapatkan internalisasi nilai dan norma, diharapkan remaja tidak melakukan perbuatan yang melanggar aturan.

Langkah kedua yang dikemukakan oleh Setiadi dan Kolip yaitu mengembangkan peran struktur masyarakat secara silang-menyilang. Artinya, konsensus akan mudah terjalin apabila dilakukan pembauran antar komponen

(7)

112 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 sosial yang berbeda melalui hubungan

silang-menyilang. Pembauran dapat dilakukan misalnya saat masyarakat Etnis Bali melaksanakan kegiatan dharma shanti yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mempererat hubungan persaudaraan baik inter maupun antar masyarakat Etnis Bali beragama. Seperti halnya di Kabupaten Parigi Moutong, ketika diadakan kegiatan dharma shanti maka selalu mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama dari agama sahabat sehingga melalui kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan toleransi dalam kehidupan beragama. Sering dalam kegiatan ini juga dipentaskan tari-tarian dari etnis lain. Dengan demikian, integrasi dalam kehidupan bermasyarakat diharapkan dapat tercipta dengan selalu menjunjung tinggi toleransi tanpa mempermasalahkan perbedaan-perbedaan yang ada. Ketika masyarakat lokal atau masyarakat non Hindu melaksanakan kegiatan atau hari raya keagamaan mereka, maka masyarakat Etnis Bali menghargai dan menghormatinya. Demikian juga ketika masyarakat Etnis Bali melaksanakan upacara keagamaan disesuaikan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal atau desa, kala, dan patra. Dilakukannya pembauran antar komponen sosial yang berbeda melalui hubungan silang-menyilang ini diharapkan dapat mengatasi akar penyebab disintegrasi yang keempat yaitu perbedaan kebudayaan. Meninggalkan sikap primordialisme yang akan menjerumuskan kehidupan berbangsa dan bernegara kepada pola-pola sikap yang bersifat

etnosentrisme, ekstremisme, dan konservatisme yang berlebihan.

c. Faktor-faktor yang Mengganggu Integrasi Sosial Etnis Bali.

Faktor-faktor yang dapat mengganggu integrasi sosial Etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Sensitifnya isu SARA

Secara umum harus diakui, secara keseluruhan di wilayah Kabupaten Parigi Moutong sensitif dengan persoalan etnisitas. perbedaan kebudayaan, yang mengakibatkan adanya perasaan in group dan out group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme kelompok, yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah paling baik, ideal, beradab diantara kelompok lain. Jika masing-masing kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap demikian, maka sikap ini akan memicu timbulnya disintegrasi antar penganut kebudayaan. Isu SARA yang cukup mengganggu integrasi yang dilakukan oleh Etnis Bali, antara lain dalam hal makanan dan perkawinan. Etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong pada umumnya beragama Hindu, sebagaian kecil ada yang beragama Kristen. Hewan ternak yang umumnya dipelihara dan dikonsumsi oleh etnis Bali adalah ternak babi. Padahal, bagi masyarakat lokal yang mayoritas beragama Islam, babi adalah haram hukumnya. Inilah salah satu yang menjadi penghambat terjadinya integrasi. Ketika ada pesta yang dilaksanakan oleh etnis Bali, tidak terjadi pembauran yang sempurna karena

(8)

WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 113 tempat makan untuk etnis Bali dipisahkan

dengan yang muslim. Isu SARA lain yang cukup mengganggu yaitu perkawinan antar etnis. Etnis Bali yang beragama Hindu atau Kristen menikah dengan masyarakat lokal yang beragama muslim, juga menjadi isu yang cukup kental di masyarakat. Isu bahwa etnis pendatang mau menghindukan atau mengkristenkan masyarakat lokal sering mengemuka di kalangan masyarakat.

Keharmonisan akan tercapai jika antar kelompok dapat memahami perbedaan yang ada dengan menempatkan toleransi sebagai perekat integritas sosial. Permasalahan perbedaan kebudayaan dapat dikatakan sebagai kemajemukan horizontal artinya adalah struktur masyarakat yang majemuk secara kultural, seperti suku bangsa, agama, ras. Kemajemukan horizontal-kultural menimbulkan disintegrasi yang masing-masing unsur kultural tersebut mempunyai karakteristik sendiri dan masing-masing penghayat budaya tersebut ingin mempertahankan karakteristik budayanya tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya seperti ini, jika belum ada konsensus nilai yang menjadi pegangan bersama, maka akan menimbulkan disintegrasi.

2. Kesenjangan Ekonomi dan Pendidikan Benturan antar kepentingan ekonomi sering menjadi faktor penghambat integrasi. Benturan kepentingan ekonomi dipicu oleh makin bebasnya berusaha, sehingga banyak di antara kelompok pengusaha saling memperebutkan wilayah pasar dan perluasan

wilayah untuk mengembangkan usahanya. Kesenjangan ekonomi yaitu perbedaan tingkat ekonomi antara masyarakat Etnis Bali dengan masyarakat lokal wilayah transmigrasi dapat menjadi benih timbulnya disintegrasi. Kesuksesan dan kemajuan yang diraih oleh masyarakat Etnis Bali dengan kerja keras mereka dapat memunculkan kecemburuan dari masyarakat lokal serta memunculkan prasangka-prasangka bahwa masyarakat Etnis Bali “menjajah” atau ingin menguasai wilayah mereka. Dari segi pendidikan, masyarakat Etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong sangat mengutamakan pendidikan, sehingga bermacam-macam profesi dapat digeluti oleh masyarakat Etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong dan salah satunya adalah terjun ke dunia politik. Masalah dalam bidang ekonomi dan pendidikan ini dapat dikategorikan sebagai kemajemukan vertikal artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan disintegrasi sosial karena ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekayaan, pendidikan yang mapan, kekuasaan, dan kewenangan yang besar, sementara sebagian besar tidak atau kurang memiliki kekayaan, pendidikan rendah, dan tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan. Polarisasi masyarakat seperti ini merupakan benih subur bagi timbulnya disintegrasi sosial. Singkat kata, distribusi sumber-sumber nilai di dalam masyarakat yang pincang akan menjadi penyebab utama timbulnya disintegrasi.

(9)

114 WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 3. Perubahan Sosial

Perubahan sosial, yang terjadi secara mendadak biasanya menimbulkan kerawanan disintegrasi. Disintegrasi dipicu oleh keadaan perubahan yang terlalu mendadak biasanya diwarnai oleh gejala dimana tatanan perilaku lama sudah tidak digunakan lagi sebagai pedoman, sedangkan tatanan perilaku yang baru masih simpang siur sehingga banyak orang kehilangan arah dan pedoman perilaku. Keadaan demikian ini, memicu banyak orang bertingkah semau gue yang berakibat pada benturan antar kepentingan baik secara individual maupun antar kelompok. Contohnya yaitu masalah remaja etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong. Kehidupan ekonomi para transmigran etnis Bali yang cukup mapan membuat remaja etnis Bali di Kabupaten Parigi Moutong mulai mengalami perubahan dalam pergaulannya. Pada awal masa transmigrasi, remaja etnis Bali terkenal berprestasi di bangku sekolah maupun kuliah. Tetapi, seiring perkembangan waktu mulai banyak kenakalan remaja etnis Bali yang terjadi, merosot dalam prestasi belajar, dan berkonflik dengan remaja dari etnis lain.

Masa remaja adalah fase perkembangan anak yang menginjak antara masa anak-anak ke masa dewasa. Masa tersebut dianggap juga sebagai masa transisi. Di masa-masa tersebut biasanya anak memiliki kecenderungan untuk mencari figur yang menjadi idola. Anak juga dihadapkan pada permasalahan pencarian jati diri ditambah lagi di dalam jiwanya terdapat perasaan ingin diperhatikan oleh lingkungan masyarakatnya. Akibatnya, anak tersebut

sering melakukan tindakan dan gaya sebagaimana tokoh yang diodalakan. Dia juga dapat terjebak dalam tindakan kontroversial seperti terjerumus ke dalam tindakan menyimpang seperti mengonsumsi narkoba, berkelahi, dan mabuk-mabukan. Perilaku penyimpangan tersebut semata-mata dipicu oleh karakter sebagai remaja yang masih labil jiwanya sehingga bertingkah semau gue. d. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Masyarakat etnis Bali telah berupaya untuk berintegrasi dengan masyarakat lokal dengan mengatasi perbedaan antar individu, tidak mengeksklusifkan diri, dan berbaur dalam segala aspek kehidupan. Faktor-faktor yang mengganggu integrasi etnis Bali yaitu sensitifnya isu SARA, Kesenjangan ekonomi dan pendidikan, dan perubahan sosial.

Saran bagi masyarakat Etnis Bali, hendaknya dapat melakukan integrasi dengan masyarakat lokal melalui terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial. Selalu mawas diri, sebisa mungkin tidak begitu menampakkan kemewahan atas kesuksesan yang telah diraih agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Selalu berusaha berinteraksi dengan baik antar masyarakat Etnis Bali agar tercipta saling pengertian dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi para remaja Etnis Bali, selalu mematuhi norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan negatif yang dapat merugikan berbagai pihak. Bagi majelis

(10)

WIDYA GENITRI Volume 8, Nomor 1, Juli 2016 115 keagamaan yaitu Parisada, hendaknya selalu

mengawasi dan melihat keadaan masyarakat Etnis Bali di wilayahnya, memberikan bimbingan kerohanian dan sosialisasi pentingnya kerukunan antar masyarakat Etnis Bali beragama menuju keharmonisan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2002. Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara

Achmad, Nur. 2001. Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta: Kompas.

Balipost.com. 2012. Sejak 1953 Bali Kirim 56. 036 KK Transmigran (dalam

Balipost.com diakses tanggal 24 Juni 2013).

Depdikbud. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Ekopriyono, Adi. 2005. The Spirit of Pluralism: Menggali Nilai-Nilai Kehidupan, Mencapai Kearifan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hendry, Eka dkk. 2013. Integrasi Sosial Dalam Masyarakat Multi Etnik. STAIN

Pontianak: Jurnal Walisongo, Volume 21, Nomor 1, Mei 2013.

Lancar, I Ketut, dkk. 2009. Nitisastra. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Departemen Agama RI.

Pahrudin, Agus, dkk. 2009. Penyerapan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Kehidupan

Beragama di Lampung (dalam

Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1). Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan

Pemecahannya. Jakarta: Kencana. Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu

Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers Sumadi, Ketut. 2007. Apresiasi Estetika

dan Etnis Multikultur di Indonesia: Mencegah Disharmoni, Menjaga Kebertahanan NKRI (dalam Mudra: Jurnal Seni Budaya. Volume 21). Institut Seni Indonesia Denpasar.

Referensi

Dokumen terkait

KNP mencerminkan bagian atas laba atau rugi dan aset bersih dari entitas anak yang tidak dapat diatribusikan, secara langsung maupun tidak langsung, pada perseroan, yang masing-

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pengelolaan piutang yang dilaksanakan telah sesuai dengan pengendalian internal, data yang digunakan merupakan data primer

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kualitas darah dengan konsentrasi transforming growth factor (TGF- β1) pada platelet rich plasma (PRP) yang

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat bimbingan dan penyertaanNya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul “Formulasi Sediaan

Setelah melihat gejala alam yang merupakan akibat dari peningkatan polusi udara dari industri, transportasi, bangunan dan penggunaan energi secara besar-besaran pada semua

Target SKP guru, kepala sekolah, dan guru yang diberi tugas tambahan sebagai pejabat fungsional tertentu, adalah pelaksanaan tugas jabatan guru yang berdampak pada perolehan

59 Dalam membuat perencanaan dan persiapan pengajar menjadi terbebani dengan adanya supervisor klinis yang dilakukan kepala sekolah terhadap saya. 60 Supervisi kunjungan

instruksi pengerjaan lembar kerja tersebut Membimbing siswa dalam pengerjaan lembar kerja √ Cukup Memastikan bahwa semua kelompok telah menyelesaikan lembar