• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1 Peran Bandara dari Masa ke Masa

Bandara pada awalnya hanya berfungsi sebagai tempat landasan bagi pesawat dengan material dan spesifikasi yang sederhana berupa tanah lapang dengan dasar rumput maupun hanya tanah. Lambat laun seiring dengan adanya perkembangan jaman, hirarki Bandara mulai berubah dari sebuah area menjadi suatu place yang dalam pengertian urban desain merupakan sebuah tempat dengan berbagai aktifitas di dalamnya. Dahulu Bandara memulai fungsinya sebagai sebuah fasilitas untuk perang dan pada akhirnya berkembang menjadi suatu fasilitas publik yang komersil dan dapat diakses oleh siapa saja.

Saat ini fungsi privat maupun public tersebut masih tetap berjalan dan telah berkembang lebih luas lagi. Istilah Airport yang mengindikasikan sebuah tempat berlabuh telah berkembang menjadi Airport City yang berarti bandara besar yang dapat menaungi berbagai aktifitas sehingga disamakan hirarkinya sebagai sebuah kota hingga adanya istilah Aerotropolis yang meletakkan bandara sebagai suatu sentra pertumbuhan sebuah kota. Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu dimana bandara merupakan suatu fasilitas dari kota, saat ini kota – kota mulai tumbuh di sekeliling bandara dan menghasilkan suatu perputaran ekonomi sendiri yang menyebabkan hidupnya masyarakat di sekitar bandara. Pada masa ini makna City Airport telah bergeser menjadi

Airport Cities.

Sebuah kota harus mampu merespon pergeseran makna tersebut, dimana ketika ada sebuah bandara yang terbangun akan diikuti oleh berkembangnya aspek ekonomi dan juga sebaliknya ketika animo perekonomian masyarakat perkotaan naik, sebuah bandara harus dapat menjadi suatu fasilitas penunjang ekonomi tersebut. Infrastruktur kota harus mendukung aktifitas di dalamnya guna mendorong berkembangnya kota tersebut.

1.1.2 Meningkatnya Penumpang di Bandara Adisutjipto

Naiknya kondisi ekonomi masyarakat menengah di Indonesia beberapa tahun terakhir ini meningkatkan nilai konsumerisme yang juga berimbas pada tuntutan mobilitas dan akses yang semakin tinggi. Termasuk yang terjadi di Kota Yogyakarta yang terkenal sebagai Kota Pelajar, Kota

(2)

2 Budaya dan Kota Wisata ini. Peningkatan ekonomi ini diperkirakan akan mendatangkan lebih banyak masyarakat. Dilihat dari aspek penduduk tidak tetap, jumlah kunjungan ke Yogyakarta rata – rata meningkat sebesar 5.87%1 setiap tahunnya dan diperkirakan akan terus berkembang.

Sedangkan di sisi lain penduduk tetap juga diproyeksikan untuk terus meningkat dari total 3,5 juta pada tahun 2012 hingga 3,7 juta pada tahun 20212.

Bandara sebagai salah satu pintu gerbang penghubung arus masuk maupun keluar dari Yogyakarta tentunya memiliki nilai vital dalam pengembangan kota selanjutnya. Ironisnya pada saat ini Bandara Adisutjipto yang terletak di Kabupaten Sleman ini dirasa tidak mampu lagi untuk mengakomodasi kebutuhan para penumpang yang datang. Beberapa tahun belakangan ini terjadi lonjakan penumpang di Bandara Adisutjipto, dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebanyak sekitar 600 ribu penumpang yang dimana pada tahun – tahun sebelumnya hanya meningkat sekitar 100 ribu hingga 300 ribu penumpang. Pada tahun 2011 total penumpang mencapai angka 4.3 juta dan sangat jauh dari kapasitas rancangan awal Bandara Adisutjipto yang hanya 1.2 juta per tahun. Tentunya overcrowding atau kelebihan kapasitas ini menurunkan kenyamanan bagi penumpang, namun pada sisi lain kemungkinan memperluas bandara eksisting guna menambah kapasitas fungsi terbentur keterbatasan lahan. Maka gagasan akan pembangunan Bandara baru lalu telah menjadi suatu alternatif yang sudah lama diperbincangkan. Kulonprogo sebagai Kabupaten yang cenderung masih belum padat permukiman dan pembangunannya dipilih untuk menjadi lokasi bagi bandara baru Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 1.1. Data lalulintas angkutan udara pada Bandara Adisutjipto, Yogyakarta

Tahun Lalulintas Penumpang Pergerakan Pesawat

Domestik Internasional Transit Total Domestik Internasional Lokal Total

2001 722267 0 84477 806744 11167 0 338 11505 2002 878853 0 38861 917714 11652 0 358 12010 2003 1438452 6 42564 1481022 17009 2 41 17052 2004 2349069 32745 61101 2442915 26575 525 2 27102 2005 2441940 46438 69884 2558262 25320 632 9 25961 2006 2472239 24093 67812 2564144 22506 508 36 23050 2007 2548775 499 49275 2598549 22472 85 2 22559 2008 2660930 91491 41348 2793769 23206 936 8 24150 2009 3136666 188901 42661 3368228 24904 1734 11247 37885 2010 3428732 206410 55208 3690350 26669 1728 18060 46457 2011 4027655 209190 55171 4292016 30419 1672 19125 51216

Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I

1 yogyakarta.bps.go.id/diakses pada 14/11/2014, 10:33 2 yogyakarta.bps.go.id/diakses pada 14/11/2014, 11:13

(3)

3 Gambar 1.0.1. Grafik Perkiraan Jumlah Penumpang di Bandara Yogyakarta

Sumber: PUSTRAL UGM, 20133

New Yogyakarta International Airport (NYIA) atau bandara baru Yogyakarta yang tepatnya akan berlokasi di Temon, Kulon Progo ini direncanakan untuk dapat menampung hingga 19 juta penumpang pertahunnya pada tahap pembangunan di tahun 2041. Luas sebesar 670 ha diharapkan dapat menampung jumlah penumpang tersebut. Keberadaan Bandara baru tentunya sangat memengaruhi arah pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta. Margin yang besar antara luas Bandara Adisutjipto yang hanya 88.3 ha dengan luasan bandara baru diperkirakan akan menimbulkan culture shock pada masyarakat sekitar dan juga menimbulkan peembangunan kota yang semakin pesat. Mengambil contoh dari Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, Medan, yang memiliki karakteristik perpindahan yang cukup mirip dengan kasus Bandara Adisutjipto – NYIA ini, yaitu dengan sebab tidak cukupnya lagi kapasitas bandara dengan penumpang yang datang dan letaknya di tengah kota yang menyebabkan pembatasan ketinggian bangunan – bangunan di sekitarnya. Saat ini Bandara Kuala Namu lambat laun telah merubah daerah yang dahulu sepi lambat laun menjadi semakin ramai dan bertumbuh. Namun perkembangan tersebut tidak hanya memberi manfaat baik seperti peningkatan taraf ekonomi warga sekitar, namun juga akibat buruk seperti kemacetan yang mulai merajalela karena banyaknya pendatang dan kawasan yang tidak terkendali karena kurangnya perencanaan infrastruktur.

(4)

4

1.1.3 Berkembangnya Isu Aerotropolis di Kulon Progo

Sejak kemunculannya pada abad ke 19 kereta api telah menjadi pengaruh yang luar biasa bagi perkembangan sebuah kota. Stasiun yang terletak di luar kota menjadi sebuah nodes4 bagi

distrik baru yang lalu terhubung dengan kota pusatnya. Dengan menghubungkan satu kota dan yang lainnya, sebuah stasiun kereta dapat menjadi sebuah titik sebuah pusat perkembangan. Efek berkembangnya sebuah bandara itulah yang saat ini banyak menjadi titik pusat berkembangnya area perkotaan. Maka dari itu banyak berkembang isu Aerotropolis atau yang biasa disebut dengan kota bandara dimana sebuah bandara menjadi titik awal atau poin utama dari berkembangnya sebuah kota, bandara sebagai sumber penghidupan kota tersebut.

Begitupula dengan perkembangan area Glagah, Kulon Progo yang saat ini direncanakan akan menaungi kawasan site bandara baru, New Yogyakarta International Airport. Terdapat rencana adanya sebuah Aerotropolis, pada hakikatnya pengembangan area Aerotropolis ini sangat berdasar dengan prinsip komersial dimana semua hal harus dapat dijual karena harga tanah yang tinggi dan tuntutan akan investasi yang tinggi juga. Maka ketika area Glagah direncanakan sebagai sebuah area Aerotropolis, semua infrastrukturnya harus mampu menunjang rencana tersebut sebagai suatu wilayah komersial tanpa mengesampingkan kenyamanan dari penggunanya. Sama halnya dengan stasiun sebagai bagian dari infrastruktur utama pada kawasan bandara sehingga diharapkan dapat menunjang rencana kedepan wilayah tersebut.

Namun idealnya, adaptasi terhadap konsep Aerotropolis ini sebaiknya juga harus tetap diimbangi dengan menilik nilai – nilai sosial maupun budaya yang terkandung dalam keseharian masyarakat di Kulon Progo serta Yogyakarta. Sehingga pembangunan bandara dan stasiun sebagai tulang punggung infrastruktur pada daerah tersebut akan mendukung keberlangsungan budaya luhung yang menjadi suatu keunikan tersendiri bagi pengunjung yang datang maupun hanya melakukan transit.

1.1.4. Perlu Adanya Stasiun Bandara sebagai Akses dari dan Menuju Bandara

Pertumbuhan angka penumpang bandara yang terus berkembang harus diimbangi dengan fasilitas yang memadai sehingga sirkulasi di bandara dapat berjalan dengan optimal. Letak bandara baru yang cukup jauh dari pusat kota seharusnya tidak mengganggu mobiitas maupun akses penumpang dari dan ke bandara. Dibutuhkan adanya sebuah sistem terintegrasi antar moda transportasi yang ada diantara bandara dan pusat kota, bukan hanya bandara sebagai sebuah terminal tunggal namun perlu adanya desain yang baik yang menggabungkan bandara dengan moda

4 Nodes atau pusat kegiatan merupakan area yang menjadi pusat aktifitas dan terdapat perubahan struktur ruang

(5)

5 transportasi yang digunakan para penumpang guna mencapai tempat tujuan dengan aman dan nyaman tanpa harus memadati lalu lintas dan salah satu solusinya adalah dengan menggunakan transportasi publik. Kereta Bandara atau di beberapa negara kerap disebut sebagai Airport Rail Link ini dapat menjadi suatu alternatif untuk menghubungkan bandara dengan kota atau daerah di sekitarnya. Kereta Bandara tersebut akan berhenti di sebuah Stasiun Kereta Bandara yang lalu akan menghubungkan penumpang menuju terminal bandaranya dan sebaliknya dari terminal bandara ke daerah lainnya. Di Indonesia sendiri telah ada dua contoh penerapan sistem Rail Link tersebut, yakni pada Bandara Kuala Namu di Medan dan Bandara Adisutjipto di Yogyakarta yang masing – masing telah memiliki konsumen tetap yang mengindikasikan bahwa adanya permintaan untuk sistem ini.

Pada saat ini di site Kulonprogo terdapat dua stasiun kereta api yang masih beroperasi yakni stasiun Wates di Gunung Kidul, Yogyakarta serta stasiun Wojo di Dadirejo, Bagelan, Purworejo selain itu juga terdapat satu stasiun kereta non aktif, Kedundang, yang berada di daerah Temon, Gunung Kidul, cukup dekat dengan site bandara baru. Ketiga stasiun tersebut rencananya akan dikembangkan menjadi suatu stasiun penumpang yang besar. Stasiun Kedundang yang di non aktifkan pada tahun 2007 ini berada di tengah – tengah lintasan stasiun Wates dan Wojo. Stasiun Wates sendiri hingga saat ini masih terbilang cukup ramai dengan puncak penumpang di bulan liburan dan akhir pekan. Sedangkan Stasiun Wojo saat ini berfungsi sebagai stasiun logistik dengan lima kali pemberhentian tiap harinya, area stasiun sangat berdekatan dengan perkampungan warga yang cukup sepi dan tidak memiliki suatu aktifitas ekonomi dikarenakan tidak adanya penumpang maupun sedikitnya pekerja yang datang.

Gambar 1.0.2. Stasiun Kereta Api di Yogyakarta Sumber: Skema Penulis 2014

(6)

6 Stasiun Bandara NYIA ini diharapkan nantinya akan terhubung langsung dengan Stasiun Kedundang yang berjarak 5.3 km dan dapat mencapai pusat kota Yogyakarta yaitu stasiun Tugu dengan jarak 41.7 km maupun Stasiun Lempuyangan yang berjarak 43 km. Pengadaan stasiun ini tentunya dapat membantu mengurangi angka kemacetan di Yogyakarta, untuk menunjang tujuan tersebut diperlukan adanya suatu stasiun yang nyaman sehingga dapat menjadi penarik massa untuk menggunakan transportasi massal ini. Selain berfungsi sebagai stasiun kereta, stasiun ini nantinya juga dapat berkembang menjadi plaza untuk berbagai aktifitas public dan komersial serta menjadi tempat interchange, atau tempat berpindahnya satu moda transportasi dengan yang lainnya seperti antar bis kota, mobil pribadi, mobil rental, taksi hingga fasilitas paratransit tradisional seperti becak dan andong.

Manfaat yang diperoleh dengan adanya stasiun kereta bandara:

- Stasiun Kereta Bandara dapat mempercepat akses penumpang dari Bandara menuju Pusat Kota maupun sebaliknya.

- Meningkatkan kemudahan akses bagi warga di luar Yogyakarta untuk mengunjungi dan berkeliling kota.

- Memudahkan penumpang transit untuk dapat naik kereta di kota sekeliling Yogyakarta. - Adanya dukungan untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor sebagai moda akses lalu

lintas.

- Mengurangi angka kemacetan dan menghindari tata kota yang berantakan.

1.1.5. Integrasi Stasiun dengan Fungsi Komersial dan Fungsi Area Publik

Mobilitas merupakan sebuah elemen penting dalam menghidupkan perekonomian sebuah kota. Stasiun sebagai salah satu moda transportasi sudah seharusnya dapat mendukung elemen tersebut. Begitu halnya dengan Stasiun Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) sebagai suatu jembatan antara bandara itu sendiri dengan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Stasiun Bandara sebagai sebuah fasilitas kota sebaiknya dapat secara mandiri menyokong kebutuhannya sehingga ketika terjadi perubahan situasi ekonomi tidak lalu menghentikan mobilitas masyarakat karena yang kerap terjadi saat ini adalah alokasi beban bagi konsumen. Dengan stabil secara ekonomi diharapkan sebuah stasiun bandara lalu dapat berkembang mengikuti permintaan para penumpangnya. Selama ini pemasukkan terbesar dari sebuah stasiun adalah dari penjualan tiket begitu pula dengan Angkasa Pura, menurut Annual Report 20115 pendapatan non aeronautika

(7)

7 pada tahun 2011 adalah 29% senilai 677 miliar rupiah sangat jauh dengan pendadapatan aeronautika yang adalah 1.989 miliar rupiah. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Incheon Airport, Korea Selatan yang pada tahun 2014 menjadi Airport terbaik di Asia dimana pendapatan non aeronautikanya mencapai 40%6.

Gambar 1.0.3. Skema Hubungan Fungsi Komersial dan Fungsi Komersial dalam Stasiun Kereta Sumber: Olah Data Sekunder

Guna mewujudkan proses memasukkan program ke fungsi yang bukan sebenarnya tersebut dibutuhkan adanya suatu pendekatan tertentu dalam perancangan proyek ini. Pendekatan sirkulasi menjadi sebuah opsi pilihan dimana sirkulasi diharapkan dapat menjembatani fungsi awal stasiun sebagai tempat transit dan menggabungkannya dengan fungsi komersial sehingga dapat terintegrasi dengan baik tanpa mengganggu fungsi satu dengan yang lainnya. Sirkulasi diharapkan dapat menggerakkan flow penumpang ke tempat – tempat yan diharapkan dengan akses yang baik.

(8)

8 Pada pertengahan ‘90an para arsitek mulai bergerak dari semantics ke economics7 dalam

perancangan para arsitek tersebut tidak lagi mencari sebuah gaya baru melainkan mengacu pada statistik dan data. Bangunan – bangunan baru saat ini dirancang untuk semakin fleksibel dan fluid sehingga pergerakan di dalamnya dapat berjalan dengan baik, mendukung mobilitas. Dalam sirkulasi arsitektur menurut Delalex (2006) sebuah bangunan tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus memiliki keterkaitan dengan bangunan di sekitarnya sehingga dapat tercipta suatu flow yang baik, suatu bangunan harus memiliki koneksi. Flow atau flux disini berarti terkait dengan pergerakan, manusia dan system wayfinding. Pada saat ini diyakini bahwa flow merupakan elemen penting dari arsitektur sebagaimana diperlakukan seperti sebuah material atau bentuk.

Bagi John Urry (2002), mobilitas adalah sebuah pembentuk kapital social. Sebuah mobilitas dapat terbentuk dari beberapa sequences of flow. Perlu adanya sense of place di dalam sebuah area untuk mendefinisikan sirkulasi yang ingin dibentuk. Begitu halnya dengan perancangan stasiun dengan fungsi komersial di dalamnya. Setiap ruang hendaknya memiliki suatu bentuk yang dapat memperlancar akses dan mobilitas sehingga fungsi stasiun dan komersial tersebut dapat berjalan optimal.

Namun pada sisi lain fungsi komersial tersebut perlu diimbangi oleh fungsi area publik sehingga dapat menjadi satu hal yang saling tarik menarik, dimana fungsi komersial membutuhkan area public sebagai sebuah poin yang menarik pengunjung untuk datang dan memperlama waktu mereka untuk berada di stasiun dan sebaliknya sebuah area public yang gratis membutuhkan fungsi komersial untuk membuatnya tetap terawat dan atraktif.

(9)

9

1.2. Rumusan Masalah

Gambar 1.0.4. Hubungan antar Luasan Konteks Rumusan Masalah Sumber: Skema Penulis 2014

Sebagai pintu gerbang menuju Daerah Istimewa Yogyakarta, stasiun Bandara NYIA ini perlu didesain dengan memertimbangkan banyak analisa dari berbagai aspek seperti efisiensi sirkulasi serta fungsi sosialnya. Diharapkan setelah dikaji lebih dalam gagasan yang ada di dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat serta sudut pandang baru mengenai pembangunan stasiun di bandara pada tahun – tahun berikutnya. Setelah melalui beberapa analisa dan pencarian referensi ditemukan beberapa permasalahan yang ada pada perancangan di kasus ini:

1.2.1. Permasalahan Makro

1.

Bagaimana sebuah stasiun kereta api di bandara dapat menjadi sebuah gerbang bagi area Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana merancang sebuah stasiun kereta api di bandara yang berkesinambungan dengan Kabupaten Kulon Progo?

1.2.2. Permasalahan Messo

1.

Bagaimana stasiun kereta api dapat menanggapi pengembangan Aerotropolis dari New Yogyakarta International Airport kedepannya?

2. Bagaimana agar stasiun kereta dapat merespon karakter site kawasan bandara secara baik sehingga nyaman?

1.2.3. Permasalahan Mikro

1. Bagaimana agar bangunan stasiun mudah dikenali dan khas secara desain?

2. Bagaimana stasiun kereta api dapat berintegrasi dengan New Yogyakarta International Airport?

(10)

10

1.3. Maksud dan Tujuan Perencanaan

1. Secara Makro, mengembangkan aksesibilitas antara Kabupaten Kulon Progo dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kota – kota di sekitarnya.

2. Secara Messo, mengembangkan kawasan bandara yang merepresentasikan budaya lokal. 3. Secara Messo, meningkatkan perekonomian mandiri yang ada di sekitar kawasan Stasiun

Bandara.

4. Secara Mikro, menintegrasikan fungsi bangunan stasiun dengan bandara.

5. Secara Mikro, mengembangkan kemungkinan keberlanjutan desain stasiun bandara sebagai stasiun Aerotropolis yang dapat mengakomodasi kegiatan publik.

1.4. Pendekatan Perancangan

Pendekatan yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan di atas dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1.4.1. Studi Pustaka

- Karakteristik dan Fungsi sebuah Stasiun Kereta Api - Hubungan antara Bandara dan Stasiun

- Masterplan New Yogyakarta International Airport - Standar ruang pada Stasiun Kereta Api Bandara - Studi Preseden dengan tema terkait

- Aturan Pemerintah Setempat

1.4.2.

Studi Banding

Mengunjungi dan menganalisa bangunan dengan tipologi yang serupa dengan obyek pada karya

1.4.3. Studi Lapangan

Mengunjungi site terkait untuk mengetahui kondisi fisik maupun social yang ada di daerah tersebut.

1.4.4. Wawancara

Wawancara dengan pihak Terkait Wawancara dengan Pihak Institusional Wawancara dengan Pihak Masyarakat

1.4.5. Seleksi Kembali

Menyaring kembali segala informasi yang ada baik arsitektural maupun non arsitektural untuk diolah kembali menjadi sebuah gagasan yang baik.

(11)

11

1.5. Lingkup dan Batasan Perencanaan

- Pemilihan site berada pada lingkup site rencana pembangunan New Yogyakarta International Airport, site merupakan area rencana pembangunan stasiun kereta api bandara

- Perancangan mengikuti standar ukuran ruangan terhadap masing – masing kegiatan - Pembahasan pada proyek mengacu pada Master Plan Daerah Istimewa Yogyakarta - Pembahasan site proyek mengacu pada rencana Angkasa Pura

(12)

12

1.6. Kerangka Berpikir

JUDUL PROYEK DAN TEMA

Perancangan Stasiun Kereta Api di New Yogyakarta International Airport, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Integrasi Komersial dan Area Publik

LATAR BELAKANG KASUS

 Meningkatnya jumlah penumpang di Bandara Adisutjipto

 Perlu adanya akses dari dan menuju NYIA Kulonporogo

 Mendukung pembangunan stasiun

dalam perencanaan pembangunan NYIA secara konsep Aerotropolis

LATAR BELAKANG TEMA

Gagasan dalam proyek ini berfokus kepada integrasi antara program sebuah stasiun kereta di bandara melalui program fungsi komersial dan fungsi publik untuk mewujudkan sebuah stasiun yang dapat berkembang secara berkelanjutan.

MAKSUD DAN TUJUAN

 Mengembangkan aksesibilitas antara Kabupaten Kulon Progo dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan kota – kota di sekitarnya.Mengurangi angka kemacetan dengan menawarkan alternatif kereta sebagai angkutan massal yang nyaman dan aman dibandingkan dengan kendaraan pribadi.

 Mengembangkan kawasan bandara yang merepresentasikan budaya lokal.

 Meningkatkan perekonomian mandiri yang ada di sekitar Stasiun Bandara.

 Mengintegrasikan fungsi bangunan stasiun dengan bandara.

 Mengembangkan kemungkinan keberlanjutan desain stasiun bandara sebagai stasiun Aerotropolis yang dapat mengakomodasi kegiatan publik.

PERMASALAHAN

 Bagaimana sebuah stasiun kereta api di bandara dapat menjadi sebuah gerbang bagi area Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

 Bagaimana stasiun kereta api dapat menanggapi pengembangan Aerotropolis dari New Yogyakarta International Airport kedepannya?

 Bagaimana agar stasiun kereta dapat merespon karakter site kawasan bandara secara baik sehingga nyaman?

 Bagaimana agar bangunan stasiun mudah dikenali dan khas secara desain?

 Bagaimana stasiun kereta api dapat berintegrasi dengan New Yogyakarta International Airport?

 Bagaimana agar pengguna mudah dalam mengakses poin – poin utama dalam stasiun?

STUDI LITERATUR DAN STUDI KASUS

 Program ruang Stasiun Bandara

 Studi kasus dengan tipologi serupa

 Analisa tema dengan fungsi bangunan

PENGUMPULAN DATA

STUDI SITE

 Studi lokasi dan ukuran site

 Peraturan setempat

ANALISA

Analisa site: analisa iklim, arah matahari, sirkulasi, visibility dari dan ke stasiun bandara

 Analisa program: aktifitas, kebutuhan ruang, standar besar ruang, koneksi antar ruangan

KONSEP PERANCANGAN DESAIN

(13)

13

1.7. Keaslian Penulis

Telah banyak karya tugas akhir mahasiswa Arsitektur Universitas Gadjah Mada yang mengulas tentang perancangan sebuah stasiun, baik sebuah perancangan baru maupun revitalisasi. Karya – karya sebelumnya digunakan sebagai pembanding untuk aspek teknis maupun non teknis dari perancangan sebuah stasiun. Hal yang membedakan karya ini dengan karya – karya sebelumnya adalah lokasi dan isu bandara baru New Yogyakarta International Airport. Selain itu pendekatan yang berusaha mengintegrasikan fungsi area publik dan komersial di dalam sebuah stasiun.

1. Nisya, Siti Chairun, 2013, Perencanaan Stasiun Kereta Api di Bandara Internasional Kuala Namu,

Medan, Sumatera Utara, Yogyakarta: Tugas Akhir Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas

Teknik Universitas Gadjah Mada. Perbedaan terletak pada lokasi bangunan yang akan dirancang serta fokus penekanan pada bangunan.

2. Rosediana, Elok Norma, 2012, Redesain serta Pengembangan Stasiun Kereta Api Tawang dengan

Pusat Perbelanjaan, Yogyakarta: Tugas Akhir Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas

Teknik Universitas Gadjah Mada. Karya tulis ini dijadikan pembanding terkait dengan nilai komersialitas yang ingin ditekankan penulis dalam karyanya.

3. Natalia, Maria Erna, 2012, Stasiun MRT Lebak Bulus: Gerbang Publik sebagai Landmark

Kawasan, Yogyakarta: Tugas Akhir Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada. Walaupun karya ini menjelaskan mengenai moda MRT namun terdapat kesamaan poin yaitu sebuah stasiun sebagai landmark yang memiliki fungsi publik.

1.8. Sistematika Laporan

- BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang dan isu eksisting yang terjadi saat ini serta rumusan masalah yang melatar belakangi gagasan pada tulisan ini, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metodologi pembahasan serta sistematika laporan.

- BAB II BANDARA DAN STASIUN KERETA API

Bab ini berisi teori terkait dan data standar mengenai konsep dan teori perancangan stasiun Kereta Api dan keterkaitan stasiun dengan bandara. Selain itu juga terdapat beberapa analisa studi kasus mengenai bangunan – bangunan dengan tipologi sejenis. - BAB III TINJAUAN EKSISTING NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT

Bab ini berisikan tinjauan kondisi eksisting site New Yogyakarta International Airport serta analisa lokasi penempatan stasiun kereta api dengan mempelajari situasi terkini. Pemaparan dan perancangan gagasan ditinjau uang dari tema rancangan yang dipilih.

(14)

14 - BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN DAN PERENCANAAN

Bab ini berisikan pembahasan konsep yang berhubungan dengan rancangan stasiun kereta api NYIA dan konsep yang berhubungan dengan prinsipi perencanaan serta penerapan prinsip dan ekspresi seni melalui pendekatan perancangan untuk menentukan konsep terpilih yang disesuaikan dengan kondisi eksisting saat ini.

- BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN KERETA API

Bab ini berisi tentang proses perencanaan tapak pemilihan desain gubahan masssa dan konsep – konsep perencanaan dan perancangan lainnya sehingga membentuk sebuah rencana bangunan stasiun yang terintegrasi dengan bandara.

Gambar

Tabel 1.1. Data lalulintas angkutan udara pada Bandara Adisutjipto, Yogyakarta
Gambar 1.0.1. Grafik Perkiraan Jumlah Penumpang di Bandara Yogyakarta  Sumber: PUSTRAL UGM, 2013 3
Gambar 1.0.2. Stasiun Kereta Api di Yogyakarta  Sumber: Skema Penulis 2014
Gambar 1.0.3. Skema Hubungan Fungsi Komersial dan Fungsi Komersial dalam Stasiun Kereta  Sumber: Olah Data Sekunder
+2

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Lampung telah berhasil melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian

Kesepian merupakan pengalaman subjektif dan tergantung pada interpretasi individu terhadap suatu kejadian.Berdasarkan hasil penelitian, lansia yang di tinggal pasangan di

Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keanekaragaman produk memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap keputusan pembelian konsumen di Toserba Maya hal

Kemampuan logam induk dan logam pengisi untuk berfusi tanpa menyebabkan suatu efek kimia yang buruk merupakan hal yang penting dalam hubungannya dengan weld ability..

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa permainan Cindelaras: The Game telah berhasil dikembangkan dan dapat meningkatkan ketertarikan masyarakat akan

Rencana Strategis2016 – 2021 ( revisi ) IV | 2 Meningkatkan kualitas dan partisipasi pemuda dalam pembangunan Jumlah peningkatan Penciptaan dan Penumbuhan entrepreuner

Istilah sekuritas (securities) seringkali disebut juga dengan efek, yakni sebuah nama kolektif untuk macam-macam surat berharga, misalnya saham, obilgasi, surat hipotik, dan jenis

Untuk contoh yang lebih jelas, petiklah kembali dawai busur- bambu tadi (jika ada, dapat pula memakai salah satu dawai gitar atau biola.) Kemudian geseklah kawat yang sama