• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nurati Rajab, Djabir Hamzah dan Muh. Yunus Amar ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nurati Rajab, Djabir Hamzah dan Muh. Yunus Amar ABSTRAK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGARUH BUDAYA KERJA TERHADAP KEMAMPUAN, KOMITMEN DAN

KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PUSAT KAJIAN DAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR II LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

The effect of Work Culture which consists of diligence, crativity and discipline toward the Civil Servants’ Ability, Commitment and Performance in Pusat Kajian dan Pendidikan

dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara

Nurati Rajab, Djabir Hamzah dan Muh. Yunus Amar

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya kerja terhadap kemampuan, komitmen dan kinerja pegawai negeri sipil pada Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi, wawancara dan kuesioner. Data dianalisis dengan metode analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan, komitmen dan kinerja pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan, komitmen dan kinerja masing-masing pegawai di PKP2A II LAN dengan menggunakan alat ukur yang digunakan peneliti. Dari hasil analisis diketahui persamaan struktural model penelitian ini adalah: (1) Kemampuan = 0,748X1 + 0,430X2 – 0,004X3; (2) Komitmen = 0,632X1 + 0,243X2 – 0,121X3; (3) Kinerja = 0,917Y1 + 0,589Y2.

Kata Kunci: budaya kerja, kemampuan, komitmen, kinerja. ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the effect of work culture which consists of values diligence, creativity and discipline towards the the civil servants’ ability, commitment and performance in Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara. Data are collected with observation, interview and questionnaire, then the data was analyzed with path analysis method. The results of this research are: (1) there was a significant effect of work culture which consists of values diligence, creativity and discipline toward the civil servants’ ability at PKP2A II LAN; (2) there was a significant effect of work culture which consists of values diligence, creativity and discipline toward the civil servants’ commitment at PKP2A II LAN ; (3) there was a significant effect of ability and comitment toward the civil servants’ performance at PKP2A II. Besides, this research shows that the model can be used to predict each civil servants’ ability, commitment and performance in PKP2A II LAN by using this research questionnaire. With path analysis, the following structural equalizing model are composed: (1) Ability = 0,748X1 + 0,430X2 – 0,004X3; (2) Commitment = 0,632X1 + 0,243X2 – 0,121X3; (3) Performance = 0,917Y1 + 0,589Y2.

(2)

2

PENDAHULUAN

Organisasi merupakan kesatuan sosial yang yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diindentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). Akibat terjadinya interaksi dengan karakteristik masing-masing serta banyak kepentingan yang membentuk gaya hidup, pola perilaku, dan etika kerja, yang kesemuanya akan mencirikan kondisi suatu organisasi. Sehingga setiap individu dalam organisasi tidak lepas dari hakekat nilai-nilai budaya yang dianutnya, yang akhirnya akan bersinergi dengan perangkat organisasi, teknologi, sistem, strategi dan gaya hidup. Sehingga pola interaksi sumber daya manusia dalam organisasi harus diseimbangkan dan diselaraskan agar oganisasi dapat tetap eksis. Robbin (2006) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Dalam lingkungan instansi pemerintah dikenal adanya budaya kerja aparatur negara. Sesuai Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002 tanggal 25 April 2002, sebagai budaya, maka budaya kerja aparatur negara dapat dikenali wujudnya dalam bentuk nilai-nilai yang terkandung didalamnya, institusi atau sistem kerja, serta sikap dan perilaku SDM aparatur yang melaksanakannya. Budaya kerja aparatur negara dalam keputusan tersebut diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Budaya kerja aparatur negara diharapkan akan bermanfaat bagi pribadi aparatur negara maupun unit kerjanya, dimana secara pribadi memberi kesempatan berperan, berprestasi dan aktualisasi diri, sedangkan dalam kelompok dapat meningkatkan kualitas kinerja bersama.

Untuk menjaga agar penelitian ini tetap fokus maka penulis membatasi pada tiga nilai budaya kerja dari 17 pasang nilai yang disebutkan pada Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2002 yaitu ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan. Alasan penulis membatasi pada 3 (tiga) nilai budaya kerja tersebut adalah melihat kondisi PNS pada umumnya di Indonesia dimana mekanisme pengawasan pimpinan belum berjalan dengan baik sehingga sangat diperlukan kesadaran PNS itu sendiri untuk berperilaku profesional. Disinilah penulis melihat pentingnya nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan dipahami, dimiliki dan dilaksanakan sehingga menjadi bagian yang terinternalisasi dalam diri PNS dalam melaksanakan tugasnya sebagai aparatur negara yang berintegritas dan profesional.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, dirumuskan pertanyaan penelitian: (1) Apakah budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan berpengaruh terhadap kemampuan pegawai negeri sipil di lingkup PKP2A II LAN?; (2) Apakah budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan berpengaruh terhadap komitmen pegawai negeri sipil di lingkup PKP2A II LAN?; (3) Apakah kemampuan dan komitmen berpengaruh terhadap kinerja pegawai negeri sipil di lingkup PKP2A II LAN?

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap kemampuan pegawai negeri sipil di PKP2A II LAN; (2) Untuk mengetahui pengaruh budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap komitmen pegawai negeri sipil di PKP2A II LAN; (3) Untuk mengetahui pengaruh kemampuan dan komitmen terhadap kinerja pegawai negeri sipil di PKP2A II LAN.

(3)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Widyo Yudo (2004) berjudul "Budaya Kerja, Kemampuan dan Komitmen Pegawai Negeri Sipil di Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur". Penelitian ini termasuk penelitian analitik design

cross sectional. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas budaya kerja yang terdiri dari budaya kejujuran, budaya ketekunan, budaya kreativitas, budaya kedisiplinan dan budaya iptek, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan dan komitmen. Data dianalisi dengan menggunakan analisis regresi linear berganda (multiple regression). Hasil penelitian membuktikan bahwa besarnya pengaruh variabel bebas budaya kerja terhadap kemampuan pegawai adalah 0,171 atau 17,1% dan nilai F hitung = 3,973 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,003 (p<0,05) yang berarti budaya kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan. Sedangkan hasil penelitian besarnya pengaruh variabel bebas budaya kerja terhadap komitmen hanya sebesar 0,044 atau 4,4% dan nilai F hitung = 0,893 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,489 (p>0,05) yang berarti bahwa budaya kerja tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap komitmen.

1. Budaya Kerja

Menurut Kepmenpan Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002 budaya kerja adalah sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi sifat serta kebiasaan para aparatur negara dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Sedangkan menurut LAN (2004) arti dan makna budaya kerja dapat diartikan sebagai sikap dan perilaku individu dan kelompok aparatur negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan telah menjadi sifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa

budaya kerja merupakan sikap, perilaku dan cara pandang individu dari kelompok anggota organisasi dalam bekerja. Kesadaran dalam melakukan aktifitas pekerjaan tersebut didasari atas nilai-nilai yang diyakini oleh para anggota organisasi kebenarannya dan hal tersebut menjadi sifat serta kebiasaan para anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik. Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.25/KEP/M.PAN/2002, disebutkan nilai-nilai dasar budaya kerja terdiri dari 34 unsur nilai atau 17 pasang nilai yang dapat dikembangkan oleh setiap aparatur negara sehingga antara nilai-nilai yang diyakini dan kerja sebagai bentuk aktualisasi keyakinan tersebut, akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktivitas dan kinerja. Menurut Worseley dan Campbell (Supriyadi & Tri Guno, 2001) menyatakan bahwa orang yang terlatih melalui kelompok budaya kerja, antara lain akan: (a) Menyukai kebebasan, pertukaran pendapat, terbuka bagi gagasan-gagasan baru dan fakta baru dalam usahanya untuk mencari kebenaran, mencocokkan apa yang ada padanya dengan keinsyafan dan daya imajinasi seteliti dan seobyektif mungkin; (b) Memecahkan permasa-lahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metoda ilmu pengetahuan, dibandingkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan; (c) Berusaha menyesuaikan diri antara kehidupan pribadinya dengan kebiasaan sosialnya, baik nilai-nilai spritual maupun standar-standar etika yang fundamental untuk menyerasikan kepribadian dan moral karakternya.

Organisasi pemberi pelayanan yang tidak memiliki budaya kerja akan mengalami berbagai krisis, baik yang dilakukan pimpinan (penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme, diskriminasi pelayanan) maupun pegawai (konflik antar

(4)

4 pegawai, pelanggaran aturan,

demotivasi) dan berdampak pada ketidakkemampuan organisasi memecahkan permasalahan pelayanan. Sebaliknya jika budaya kerja yang sesuai dapat ditanamkan, dikembangkan dan dimiliki oleh setiap pegawai, seluruh komponen organisasi akan mencapai keberhasilan. Kebiasaan baru dan penanaman nilai-nilai positif dalam organisasi ini akan dapat mendorong pegawai untuk menjalankan tugas dengan penuh komitmen dan kebersamaan. Refleksi yang terpancar dari kemurnian budaya kerja akan mampu menghindarkan kebiasaan negatif, dan mendorong organisasi bergerak lancar mencapai tujuannya.

2. Kemampuan, Komitmen dan Kinerja

Menurut Robbins (1996) “ability

is an individual’s capacity to perform the various task in a job.” Kemampuan

adalah kapasitas seseorang dalam mengerjakan berbagai macam tugas dalam pekerjaannya, dengan kemampuan yang ada diharapkan kegiatan karyawan tidak akan menyimpang jauh dari kegiatan organisasi, sehingga bukan hal yang aneh apabila organisasi memberi harapan kepada karyawan agar tujuan karyawan dan organisasi tercapai. Menurut Hasley (1978) dimensi-dimensi kemampuan adalah: (a) Knowledge (pengetahuan). Setiap karyawan memiliki pengetahuan yang berbeda begitu juga pekerjaan yang dijalani membutuhkan pengetahuan yang berbeda pula, sehingga karyawan berusaha untuk mempertemukan pengetahuan yang dimiliki dengan kebutuhan pekerjaan, jadi pengetahuan merupakan kelengkapan karyawan dalam memiliki segala keterangan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan dalam menjalankan tugas sehari-hari; (b)

Initiatif (inisiatif). Setiap karyawan

membutuhkan inisiatif yang berbeda, tergantung pada jenis pekerjaan yang dihadapi oleh seorang karyawan. Apabila karyawan sanggup memikul tanggung jawab dan mulai melakukan

sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan tanpa menunggu instruksi secara terperinci berarti karyawan tersebut memiliki inisiatif yang tinggi; (c)

Attitude (sikap). Sikap karyawan tidak

terbatas hanya pada pekerjaan yang dihadapi, tetapi juga memperhatikan sikap terhadap orang lain baik rekan kerja maupun atasan. Sikap positif terhadap orang lain dapat tercermin pada kerja sama dan hubungan kerja, bersedia menerima saran dan kritik yang membangun.

Shadur, Kinzle dan Rodwell (1999) memberi pengertian bahwa pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja menunjukkan kuatnya pengenalan dan keterlibatan pegawai dalam satuan kerja yang dinyatakan sebagai berikut "Organizational commitment was defined as the strength of an individual's identification with and involvement in a particular organization” Sedangkan Allen dan

Meyer (1990) mengklasifikasikan komitmen organisasional kedalam tiga dimensi, yaitu: (1)Komitmen afektif (affective commitment) yaitu keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang memuaskan. Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk mendapatkan skill yang berharga; (2) Komitmen berkesinambungan (continuance

commitment) yaitu keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya pekerja dari organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat individu melakukan investasi. Investasi tersebut akan hilang atau berkurang nilainya apabila individu beralih dari organisasinya; (3) Komitmen normatif (normative

commitment) yaitu keterlibatan perasaan

pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif

(5)

5 dipengaruhi dan atau dikembangkan

sebagai hasil dari internalisasi tekanan normatif untuk melakukan tindakan tertentu dan menerima keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas.

Kinerja menurut Bernadin dan Russel (1993): “Performance is defined

as the records of outcomes produced on a specified job function or activity during a specific time period.”

Pernyataan ini mengatakan bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil dari suatu kegiatan atau fungsi pekerjaan tertentu selama periode tertentu. Untuk menghasilkan kinerja yang baik diperlukan alat ukur yang dapat dijadikan standard karyawan dalam bekerja. Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang menjadi aspek dalam kinerja karyawan menurut Ivancevich yang disampaikan kembali oleh Eny Damawiyanti (2008) yaitu:

1. Kuantitas Kerja (Quantity of work). Hal ini berkaitan dengan hasil jumlah volume kerja yang dapat diselesaikan karyawan dalam kondisi normal.

2. Kualitas Kerja (Quality of Work). Meliputi ketelitian, kerapihan, dan ketepatan dalam bekerja atau standard mutu yang ditetapkan. 3. Pengetahuan tentang Pekerjaan

(Knowledge of Job). Meliputi pengetahuan yang jelas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tanggung jawab pekerjaannya.

4. Kualitas Personal (Personal

Qualities). Meliputi penampilan,

kepribadian, sikap, kepemimpinan, integritas, dan kemampuan sosial. 5. Kerjasama (Cooperation).

Kerjasama sesama rekan kerja yaitu kemampuan dan keinginan untuk bekerja dengan rekan kerja, atasan serta bawahan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 6. Dapat dipercaya (Dependability).

Meliputi kesadaran akurasi, menjunjung tinggi nilai kejujuran, kedisiplinan/tingkat kehadiran, dan sebagainya.

7. Inisiatif (Initiative). Kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, meningkatkan hasil kerja serta memiliki keberanian untuk bekerja secara mandiri.

3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

Orientasi penelitian ini adalah melihat hubungan yang terjadi antara variabel budaya kerja (nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan), kemampuan, komitmen dan kinerja pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara (PKP2A II LAN).

Budaya yang tertanam kuat dan nilai-nilai budaya diterima dengan baik, serta pegawai melaksanakan tugas yang seharusnya dilaksanakan dengan norma-norma yang telah ditetapkan akan menunjukkan sejauhmana pegawai dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat, tepat dan benar sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Deal dan Kennedy (1982) dalam Narayanan dan Nath (1993) menggambarkan bagaimana budaya yang kuat mampu membantu pegawai mengerjakan tugasnya dengan lebih baik. Sehingga pegawai yang terlatih dalam budaya kerja akan mampu memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan (Wolseley dan Campbell, dalam Triguno, 2004). Dalam Kepmenpan RI No. 25/2002 dinyatakan bahwa budaya kerja dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, lebih memahami makna hidup dan pengabdian sebagai aparatur negara dengan cara bekerja sebaik-baiknya dan berprestasi dalam lingkungan tugas kerja intansinya. Kemampuan tanpa akhlak mulia akan membuahkan sosok manusia yang cerdas secara intelektual tetapi bodoh secara moral, sehingga kecerdasan dan keahliannya dapat digunakan untuk mengembangkan pikiran dan praktek

(6)

6 negatif yang merugikan masyarakat dan

negara. Budaya kerja juga dapat membangkitkan kesanggupan aparatur negara untuk mencari daya sesuai

(adaptability) dengan keadaan-keadaan

yang berbeda. Oleh karena itu penghayatan nilai-nilai budaya kerja harus diarahkan untuk menciptakan sikap kerja profesional, sedangkan apresiasi nilai-nilai yang aplikatif akan membuahkan akhlak mulia. Budaya yang dibangun dari nilai-nilai yang dianut dianggap sebagai pemicu tumbuhnya komitmen pegawai sehingga pegawai dengan mudah akan memahami nilai-nilai dan norma yang dianut dalam satuan kerja dan menerapkannya dalam lingkungan kerja sebagai pedoman dalam berperilaku. Pegawai yang mempunyai komitmen terhadap satuan kerja akan menunjukkan sikap dan perilaku positif serta cenderung mempertahankan keanggotaannya sebagai wujud kebanggaan pada satuan kerja yang

dianggap mampu memenuhi

harapannya. Komitmen juga akan tetap dipegang sebagai bentuk kesetiaan. Satuan kerja atau organisasi dengan budaya yang berorientasi kuat pada hubungan manusia diwarnai akan kepedulian pada komitmen (West, 1997). Komitmen pegawai tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Ada hubungan yang signifikan antara budaya kerja dengan komitmen pegawai (Shadur, Kienzle dan Rodwell, 1999). Budaya dianggap sebagai pemicu tumbuhnya komitmen pegawai, karena budaya yang dibangun sejalan dengan nilai-nilai yang dianut pegawai. Atau dengan kata lain pegawai yang komit akan bersedia memberikan diri mereka dengan suka rela untuk memajukan satuan kerjanya. Budaya kerja mempunyai peran dalam mengikat pegawai untuk selalu bekerja sama mencapai keberhasilan dengan tetap

menerapkan nilai-nilai yang mampu menggerakkan komitmen pegawai.

Kemampuan individu sebagai nilai yang dimiliki aparatur pemerintah menjadikan suatu kekuatan dalam menanggapi setiap kejadian- kejadian atau persoalan dilingkungan pekerjaan. Kemampuan individu yang terbentuk dengan baik akan memberikan pengaruh positif dengan kinerja organisasi.

Stephen P. Robbins (1996) menyampaikan bahwa tingkat kinerja pegawai akan sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, pengalaman. Komitmen anggota pada suatu organisasi pada dasarnya dibangun atas dasar kepercayaan anggota atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi anggota terhadap organisasinya. Jika anggota merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada, maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat. Penjelasan di atas didukung oleh pendapat dari Mayer (1990) yang melakukan penelitian antara komitmen dengan kinerja pegawai. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan kuat antara komitmen yang dimiliki oleh anggota suatu organisasi terhadap kinerjanya diorganisasi tersebut.

Berikut dikemukakan kerangka konseptual sebagai penuntun dalam alur berpikir dan menjadi dasar dalam perumusan hipotesis:

(7)

7

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah (1) Diduga budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara; (2) Diduga budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan berpengaruh signifikan terhadap komitmen pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara; (3) Diduga kemampuan dan komitmen berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara.

METODOLOGI PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil kantor Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara di

Makassar. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknik pengumpulan data melalui survei dengan metode analisis jalur. Variabel penelitian diklasifikasikan menjadi variabel eksogen adalah nilai-nilai budaya kerja pegawai negeri sipil yang meliputi :Ketekunan (X1); Kreativitas (X2); Kedisiplinan (X3), vriabel endogen terdiri dari: Kemampuan (Y1); Komitmen (Y2); Kinerja (Z). Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disusun dengan sejumlah pertanyaan yang dibuat berdasarkan definisi operasional variabel. Penilaian dilakukan dengan skala pengukuran metode likerts summated ratings (LSR). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Products and Service Solutions (SPSS).

Metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Analisis model jalur dalam penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh langsung variabel budaya kerja yang terdiri dari ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap kemampuan dan komitmen, pengaruh langsung Nilai-Nilai Budaya Kerja

(Kepmenpan No.25/2002) 1. Ketekunan (X1) 2. Kreativitas (X2) 3. Kedisiplinan (X3) Kemampuan (Hasley, 1978) • Pengetahuan • Inisiatif • Sikap Komitmen • Afektif • Berkesinambungan • Normatif Sumber: Allen & Meyer (1990) Kinerja (John M. Ivancevich, 2001) • Kuantitas kerja • Kualitas kerja • Pengetahuan tentang pekerjaan • Kualitas personel • Kerjasama • Dapat dipercaya • Inisiatif

(8)

8 kemampuan dan komitmen terhadap

kinerja, pengaruh tidak langsung masing-masing nilai budaya kerja terhadap kinerja melalui kemampuan dan pengaruh tidak langsung

masing-masing nilai budaya kerja terhadap kinerja melalui komitmen. Tahapan analisis jalur dilakukan menurut Jonathan Sarwono (2007).

Model Diagram Jalur Penelitian

Substruktur 1 : Y1=PY1X1+PY1X2+PY1X3+€1 Substruktur 2 : Y2=PY2X1+PY2X2+PY2X3+€1 Substruktur 3 : Z=PZY1+PZY2+€

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan data diketahui bahwa besarnya pengaruh budaya kerja yang terdiri atas ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap kemampuan secara simultan/bersama-sama dapat diketahui dari besarnya angka R square (r2) yaitu sebesar 0,630 atau 63,0%. Sedangkan hasil uji-f menunjukkan bahwa nilai f-penelitian adalah sebesar 27,210 lebih besar dari F tabel (2,015) dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang disyaratkan. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa hipotesis 1 penelitian ini diterima bahwa ada pengaruh signifikan budaya kerja yang terdiri dari ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan secara simultan terhadap kemampuan pegawai negeri sipil Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II Lembaga Administrasi Negara.

Hasil ini menunjukkan bahwa budaya kerja yang kuat merupakan pembangkit semangat yang paling berpengaruh dalam menuntun perilaku karena membantu pegawai dalam melakukan tugas-tugasnya dengan lebih baik sebagaimana dikemukakan oleh Deal dan Kennedy dalam Pabundu Tika

(2008). Hasil penelitian ini juga konsisten dengan pendapat Wolseley dan Campbell dalam Triguno (2004) yang menyatakan bahwa pegawai yang terlatih dalam budaya kerja akan mampu memecahkan permasalahan secara mandiri dengan bantuan keahliannya berdasarkan metode ilmu pengetahuan, dibangkitkan oleh pemikiran yang kritis kreatif, tidak menghargai penyimpangan akal bulus dan pertentangan. Dengan kata lain, budaya kerja menjadi pengarah perilaku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi (Stoner, Freman dan Gilbert, 1996).

Hasil pengolahan data diketahui bahwa besarnya pengaruh budaya kerja yang terdiri atas ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap komitmen secara simultan/bersama-sama dapat diketahui dari besarnya angka R square (r2) yaitu sebesar 0,427 atau 42,7%. Sedangkan hasil uji-f menunjukkan bahwa nilai f-penelitian yang diperoleh adalah sebesar 11,937 lebih besar dari F tabel sebesar 2,015 dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang disyaratkan. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa hipotesis 2 penelitian ini diterima.

Budaya Kerja: Ketekunan (X1) Kreativitas (X2) Kedisiplinan (X3) Kemampuan (Y1) Komtmen (Y2) Kinerja (Z)

(9)

9 Hasil ini sejalan dengan dengan

apa yang dinyatakan oleh Shadur, Kienzle dan Rodwell (1999) yang membuktikan adanya pengaruh signifikan antara budaya kerja dengan komitmen pegawai. Demikian pula dengan pendapat Robbins (1996) bahwa semakin kuat budaya kerja maka komitmen akan semakin tinggi, makin banyak pegawai menerima nilai-nilai makin tinggi komitmen mereka pada nilai-nilai itu maka makin kuat budaya tersebut. Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel budaya kerja yang terdiri dari ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan terhadap komitmen pegawai negeri sipil PKP2A II LAN dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya nilai-nilai budaya kerja yang terdiri dari ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan telah tertanam dan tumbuh dengan baik dalam organisasi PKP2A II LAN.

Hasil pengolahan data diketahui bahwa besarnya pengaruh kemampuan dan komitmen terhadap kinerja secara simultan/bersama-sama dapat diketahui dari besarnya angka R square (r2) yaitu sebesar 0,963 atau 96,3%. Sedangkan hasil uji-f menunjukkan bahwa nilai F penelitian yang diperoleh adalah sebesar 658.490 lebih besar dari F tabel sebesar 2,010 dengan nilai signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05 yang disyaratkan. Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa hipotesis 3 penelitian ini diterima.

Hasil penelitian ini turut memperkuat pendapat Stephen P. Robbins (1996) bahwa tingkat kinerja pegawai akan sangat bergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri seperti tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman dimana dengan tingkat kemampuan yang semakin tinggi akan mempunyai kinerja semakin tinggi pula. Komitmen anggota pada suatu organisasi pada dasarnya dibangun atas dasar kepercayaan anggota atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. Oleh karena itu, komitmen organisasi akan

menimbulkan rasa ikut memiliki (sense

of belonging) bagi anggota terhadap

organisasinya. Jika anggota merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada, maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat. Penjelasan di atas didukung oleh pendapat dari Mayer (1990) yang melakukan penelitian antara komitmen dengan kinerja pegawai. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan kuat antara komitmen yang dimiliki oleh anggota suatu organisasi terhadap kinerjanya diorganisasi tersebut. Diagram jalur penelitian ini dapat dibuat melalui hasil perhitungan dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung.

KESIMPULAN

1. Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh signifikan budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan secara simultan terhadap kemampuan pegawai negeri sipil PKP2A II LAN. Adapun besar pengaruh adalah 63,0%.

2. Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh signifikan budaya kerja yang terdiri dari nilai ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan secara simultan terhadap komitmen pegawai negeri sipil PKP2A II LAN. Adapun besar pengaruh adalah 42,7%.

3. Penelitian ini menunjukkan ada pengaruh signifikan kemampuan dan komitmen secara simultan terhadap kinerja pegawai negeri sipil PKP2A II LAN. Adapun besar pengaruh adalah 96,3%.

SARAN

1. Melakukan upaya internalisasi nilai-nilai budaya kerja sebagaimana yang tercantum dalam Kepmenpan Nomor 25 tahun 2002, khususnya ketekunan, kreativitas dan kedisiplinan dalam bentuk program kerja/kegiatan tahunan organisasi yang dibarengi dengan penerapan

(10)

10 “rewards and punishments” secara

konsisten dan berkesinambungan. 2. Membentuk Kelompok Budaya

Kerja sebagai upaya sinergis dalam rangka internalisasi dan penegakan nilai-nilai budaya kerja sehingga komitmen pegawai dapat terus terjaga dan bahkan dapat ditingkatkan.

3. Mengikutsertakan pegawai pada program pengembangan misalnya pendidikan dan pelatihan, workshop, bimbingan teknis dan bentuk pengembangan lainnya sesuai dengan pola karir dan pemetaan kompetensi yang telah ditetapkan organisasi. Dengan demikian, pegawai dapat memberikan kontribusi kinerja yang maksimal dan komprehensif sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarman, 2007. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku.

Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hasibuan, SP, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed Revisi,

Jakarta : PT. Bumi Aksara. Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara RI Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002

tentang Pedoman

Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, Jakarta. Kotter, JP dan J.L. Heskett, 1997.

Corporate Culture and

Performance, Jakarta:PT. Prenhallindo

Muhammad Jufri, Jurnal Administrasi Publik, Vol.II 2006. Budaya Korporat dan Keunggulan Organisasi. PKP2A II LAN. Mulajaya, H.R.P., 1995. Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Prestasi dan Kepuasan Kerja. Tesis Program Pascasarjana Magister

Administrasi Publik Universitas Gajah Mada, Yogjakarta. Ndraha, Taliziduhu. 2003. Budaya Organisasi, Ed 2, Jakarta, PT.

Rineka Cipta.

Newstorm, JW dan Keith D, 1993. Organization Behavior : Human Behavior at Work. 9th, McGraw-Hill, Inc. p 58-59.

Osborn, D dan Peter P, 2000, Memangkas Birokrasi, Ed Revisi,

Jakarta. PPM.

Reni Anggraeni, 2008. Pengaruh Faktor-Faktor Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Studi Kasus pada Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Selatan). Tesis Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Hasanuddin, Makassar.

Robbins, SP, 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi. Ed Indonesia, Jakarta, PT. Prenhallindo.

Siagian, Sondang P, 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Pt. Rineke Cipta. Sarwono, Jonathan, 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan

SPSS. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung. Suwarto, F.X. dan Koeshartono. Budaya Organisasi. Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya.

Sutrisno, Edy, 2010. Budaya Organisasi, Ed.1, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Supriyadi dan Triguno, 2006. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah,

(11)

11 LAN RI.

Tamin, Feisal. 2010. Remunerasi PNS Sebagai Bagian Reformasi

Birokrasi. http://www.madina-sk.com (diakses tanggal 20

Agustus 2010).

Wirawan, 2008. Budaya dan Iklim Organisasi, Jakarta: Salemba

Empat.

Referensi

Dokumen terkait

Hasilnya menunjukkan bahwa: (a) Pengendalian penguasaan dan pemilikan tanah pada pulau-pulau kecil dapat dilakukan dengan strategi pengintegrasian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep daur air dengan menerapkan metode Bamboo Dancing pada siswa kelas V SDN 01 Manjungan Ngawen

[11] Anak Agung Gde Putra Ajiwerdhi, Made Windu Antara Kesiman, I Made Agus Wirawan, &#34;PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BERBASIS MOBILE UNTUK PENGISIAN

Hasil penelitian menunjukan proporsi kejadian abortus cenderung lebih tinggi pada sampel dengan positif Chlamydia trachomatis yaitu 44,0% dibandingkan dengan sampel dengan

Permata Timur Lines, maka hasil yang didapat adalah: Masing-masing dari variabel independent, yaitu kompensasi dan motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

What is the relative level of impairment compared with healthy control subjects on neuropsychological tests of memory, verbal skills, and spatial-praxic skills in patients

Dengan latar belakang dari beberapa penelitian yang tersebut maka dapat kembangkan suatu penelitian alat pengendali ketinggian air agar lebih teliti maka dapat

Berdasarkan hasil dari siklus 1 dan siklus 2 yang telah dilakukan peneliti, maka dapat diambil kesimpulan: (1) Proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD yang