FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN
CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI
KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009
TESIS
O l e h
LAMTAGON MANALU
097024061/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN
CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI
KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
Dalam Program Studi Magister Studi Pembangunan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAMTAGON MANALU
097024061/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis
:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHIKETERPILIHAN CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009
Nama Mahasiswa : Lamtagon Manalu Nomor Pokok : 097024061
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Subhilhar, MA, Ph.D Drs. Bengkel Ginting, M.Si
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
Telah diuji pada
Tanggal 20 Januari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS:
Ketua
: Prof. Subhilhar, MA, Ph.D
Anggota
: 1. Drs. Bengkel Ginting, M.Si
PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERPILIHAN
CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DI
KABUPATEN TAPANULI UTARA TAHUN 2008-2009
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 20 Januari 2012
Penulis,
Jadilah ayah bagi adik-adikmu,
dan ibu bagi saudara-saudaramu
(Japinar Manalu dan Tiurma Rumagorga, 1987)
Tesis yang sederhana ini kupersembahkan kepada :
Istriku tercinta, Krista Loisa Damanik, S.Sos dan Anak-anakku tersayang, Vrede Johannes Tua Manalu dan Miranda Uli Tua Manalu
ABSTRAK
Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah melaksanakan Pilkada, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008 dan diulang tanggal 13 Pebruari 2009 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008, yang dimenangkan oleh pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Setelah diulang, perolehan suara pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %).
Penelitian ini, yang dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 24 (dua puluh empat) orang informan dan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) terhadap 40 (empat puluh) orang, menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterpilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.
Banyak pihak beranggapan bahwa uang merupakan modal utama untuk memenangkan Pilkada. Tetapi dalam konteks Pilkada Tapanuli Utara ini, tidak sepenuhnya demikian. Dalam Pilkada Tapanuli Utara tahun 2008 dan 2009 yang lalu, keterpilihan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE, memang membutuhkan sejumlah uang yang digunakan sebagai “pelumas” untuk menggerakkan mesin politik. Tetapi uang tersebut bukanlah penentu kemenangan mereka karena pasangan lainnya juga mempunyai uang yang diyakini jumlahnya juga besar. Keterpilihan pasangan ini terutama dipengaruhi oleh rekam jejak mereka yang lebih baik dari calon lainnya. Bahkan akibat rekam jejak yang relatif baik ini, para tim sukses dan masyarakat pendukung ikut berperan membiayai berbagai kegiatan kampanye Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Para pendukung ini tidak dibayar tetapi malah membiayai kampanye yang dilakukan pasangan calon tersebut. Faktor lainnya yang menyebabkan keterpilihan calon tersebut adalah dukungan partai politik, kinerja tim sukses, kampanye, peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat, dukungan media massa (pers), dan primordial (faktor marga).
ABSTRACT
North Tapanuli, which is one of the regencies in North Sumatra Province, has been carrying out elections, which for the first time on October 27, 2008 and repeated on 13 February 2009 in accordance with the Constitutional Court ruling of 16 December 2008 Number 49/PHPU.D-VI/2008, which was won by a couple Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. After repeated, couples Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE vote increased. On Election October 27, 2008 acquisition of voice is 46,645 (34.13%), whereas the re-voting 13 February 2009, the acquisition of his voice rose to 51,453 (38.62%). In this case there was an increase of 4,808 votes (4.49%).
This study, conducted with in-depth interviews of 24 (twenty four) informants and Focus Group Discussions (FGD) to 40 (forty) people, answering questions about what factors are causing desirability Candidates of Regional Head and Deputy Head of North Tapanuli Regency in 2008 and repeated in 2009.
Many people assume that money is the main capital to win the elections. But in the context of this North Tapanuli election, not entirely so. In North Tapanuli elections in 2008 and 2009, the desirability Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE, does require a certain amount of money that is used as a "lubricant" to move the political machinery. But money is not a decisive victory for the other pair are also believed to have the amount of money too large. Mate desirability is primarily influenced by their track record is better than other candidates. In fact, due to the relatively good track record, the team's success and contributed to public support for campaign finance various activities of Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. The Proponents are not paid but instead conducted a campaign finance such candidate. Other factors that cause such candidate victory is the desirability of political party support, a successful team performance, the campaign, the role of religious leaders and community leaders, support the mass media (the press), and primordial (factor clan).
KATA PENGANTAR
Dalam praktek pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
(Pilkada) sekarang ini, banyak faktor yang harus dimiliki pasangan calon untuk dapat
memenangkan kompetisi tersebut. Di antaranya adalah modal politik, modal sosial
dan modal ekonomi. Masing-masing hal tersebut sejatinya dimiliki oleh pasangan
calon secara bersamaan. Sebab bila salah satu tidak dimiliki, maka akan
mengakibatkan si calon sulit untuk memenangkan kompetisi demokrasi tersebut.
Semuanya signifikan dan sama pentingnya. Selain ketiga hal tersebut, strategi
kampanye yang dilakukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
harus benar-benar menyentuh “akar rumput” sehingga calon pemilih dapat
menentukan pilihannya secara tepat.
Dalam tulisan ini, yang merupakan Tesis dengan judul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keterpilihan Calon Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008-2009 (Factors Affecting Desirability
Of Head and Vice Head Regional Candidates In North Tapanuli Regency Year
2008-2009), pada Program Studi Magister Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, penulis mencoba menguraikan
Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE pada Pilkada Tapanuli Utara
tahun 2008 dan tahun 2009 yang lalu.
Berbicara tentang faktor yang mempengaruhi keterpilihan pasangan calon,
tentulah berbicara tentang hal-hal yang menyangkut kebaikan atau sisi positif dari
pasangan yang terpilih tersebut. Demikian juga dalam tesis ini, sesuai dengan judul
dan tujuan penelitian, maka penjelasan-penjelasan yang disajikan tentulah merupakan
kebaikan atau sisi positif dari pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian
Silaban, SE. Hal ini bukan berarti bahwa pasangan tersebut tidak mempunyai
kekurangan, tetapi semata-mata karena pembahasan yang diperlukan sesuai dengan
tujuan penelitian adalah hal-hal yang menyangkut kebaikan atau sisi positif pasangan
calon tersebut karena itulah yang merupakan faktor yang mempengaruhi keterpilihan
mereka.
Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih amat
sederhana dan penuh kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisannya
sehingga masih dimungkinkan adanya kajian yang lebih mendalam terkait dengan
hal-hal yang menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi keterpilihan calon
tersebut.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang luar biasa kepada penulis sejak masa perkuliahan hingga selesainya penulisan
tesis ini:
1. Kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM). Sp.A (K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Kepada Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Kepada Prof. Dr. M. Arif Nasution dan Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Kepada pembimbing, Prof. Subhilhar, MA, Ph. D dan Drs. Bengkel Ginting,
M.Si, yang telah memberikan berbagai masukan yang sangat berharga kepada
penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini.
5. Kepada seluruh staf pengajar dan pegawai pada Program Studi Magister Studi
Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
Medan, yang selama perkuliahan telah banyak membantu penulis hingga
menyelesaikan tesis ini.
6. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Studi
Pembangunan (MSP) USU, khususnya pada Efendi, Falmer, Manik, Risna,
Helmi, dan Emma yang senantiasa memberikan dorongan bagi rampungnya
penulisan tesis ini.
7. Kepada Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE,
Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan informan kunci,
telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Tanpa kesediaan
dan dukungannya, tentulah tesis ini akan semakin jauh dari yang diharapkan.
8. Kepada seluruh informan dalam penelitian tesis ini, khususnya kepada Ir. Roy
Mangotang Sinaga dan Ir. Sanggam Hutapea, MM, yang telah bersedia penulis
9. Kepada Ketua KPU Sumatera Utara, Irham Buana Nasution, SH, M.Hum yang
telah memberikan persetujuan bagi saya untuk melanjutkan studi ke MSP USU.
10. Kepada sahabat-sahabatku Komisioner KPU Kabupaten Tapanuli Utara,
Janpiter Lumbantoruan, SH, Lambas JJ. Matondang, Erids Aritonang, SS,
dan Hotman Harianja, ST, yang telah banyak membantu penulis dalam
menyajikan tesis ini, juga yang telah senantiasa “memaklumi” saya yang sering
bolos kerja selama perkuliahan hingga selesainya tesis ini.
11.Kepada Sekretaris KPU Tapanuli Utara, John Suhartono Purba, S.Pd, SH, serta
seluruh staf yang telah banyak membantu penulis sejak masa perkuliahan
hingga penyelesaian tesis ini, khususnya kepada M. Anwar Lumbangaol dan
Indah Lumbangaol, serta Parlindungan Manalu, Maruli Nasution, dan Leo Vernando Sinaga, yang telah bersusah payah dan turut serta marhoi-hoi
membantu penulis dalam menelusuri data-data terkait penulisan tesis ini. Dang
tarlupahon au halojaon muna i daba.
12.Kepada ayahanda Japinar Manalu yang senantiasa mendorong dan mendoakan
saya untuk tetap meraih keberhasilan, asa panaekkon gellengmu sian natorasna,
dan menjauhkan ginjang ni roha, dan almarhumah ibunda Tiurma Rumagorga,
huingot do tongtong inong, halojaon dohot haburju on mi, nang pe naung parjolo
ho tumopot Tuhan i, hingga akhir hayatmu tidak kenal lelah menopang
“kehidupan” keluarga asa boi sude gellengmu marsikkola.
13.Kepada kakakku tercinta Hetty, Leni, Retno, dan adik-adikku tersayang Labora,
Dendi, Dimpos, Semart, Cristina, juga laeku Robinson, Hisar, Daniel, Untor, Tigor, Manson dan anggi boruku Iche, serta semua bereku, yang senantiasa
memberikan dorongan sejak masa perkuliahan hingga selesainya tesis ini.
14.Kepada mertuaku, Kalionim br. Purba dan almarhum Wilson Firman Damanik
serta seluruh keluarga besar Damanik, yang senantiasa mendoakan dan
mendukung saya, meski selama ini saya sering meninggalkan peran sebagai boru
15.Kepada istriku tercinta, Krista Loisa Damanik, S.Sos dan anak-anakku tersayang, Vrede Johannes Tua Manalu dan Miranda Uli Tua Manalu yang
senantiasa memberi semangat dan dorongan, dan yang terkadang menjadi
“korban” karena waktuku yang tersita sejak kuliah hingga menyelesaikan tesis ini.
Kalian adalah mahkota dan inspirasi dalam hidupku.
16.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya guna membantu penulis
menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya penulis mengucapkan semoga tesis ini dapat berguna kelak bagi
penulis dan pembaca sekalian. Terimakasih. Horas....!!!
Medan, 20 Januari 2012
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : LAMTAGON MANALU, S.Si, MSP
2. N I M : 097024061/SP
3. Tempat/Tanggal Lahir : Partungkoan (Taput), 23 September 1971
4. Alamat : Desa Aekraja Kecamatan Parmonangan Kab. Tapanuli
Utara, Sumatera Utara – Indonesia, HP. 08126497283;
5. Pekerjaan : Ketua KPU Kabupaten Tapanuli Utara
6. Nama Istri : Krista Loisa Damanik, S.Sos
7. Nama Anak : 1. Vrede Johannes Tua Manalu
2. Miranda Uli Tua Manalu
8. Nama orang tua : Ayah : Japinar Manalu
Ibu : Tiurma br. Rumagorga (+)
9. Pendidikan :
2012 : Magister Studi Pembangunan, Fak. Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan.
1996 : Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
1990 : SMA Negeri 7 Medan.
1987 : SMP Negeri Hutatinggi, Kecamatan Parmonangan
Kabupaten Tapanuli Utara.
1984 : SD Negeri Doloknauli, Kecamatan Parmonangan
Kabupaten Tapanuli Utara.
10. Riwayat Pekerjaan :
Des 2008- sekarang : Ketua KPU Kabupaten Tapanuli Utara.
Kebijakan (ELSAKA) Medan.
Jun 2006 – Nop 2008 : Field Manager Elsaka untuk Program Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi/
Tsunami Kepulauan Nias.
Jan 2005 – Mei 2006 : Field Manager Elsaka untuk Program Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi/
Tsunami Propinsi NAD.
Apr 2000-Mar 2003 : Koord. Divisi Advokasi pada Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI), Sumatera Utara.
Tahun 1999 : Koordinator Divisi Indok pada KIPP (Komite
Independen Pemantau Pemilu) Medan-Sumatera
Utara.
Okt 1998 – Mar 2000 : Tenaga Pendamping Program Aksi Pemberdayaan
Masyarakat Tani di Kabupaten Toba Samosir dan
Kab. Tap. Utara, kerjasama
USU-IPB-Depkop-Deptan.
Apr 1997-Sept 1998 : Staf Auditor pada PT. Survey Research Indonesia
(SRI)
Cabang Medan.
Jan 1997-April 1997 : Marketing Executive pada PT. Dunia Ilmu Satria
Medan.
11. Pengalaman Organisasi :
2011 - 2014 : Ketua Forum Senior GMKI, Cabang Tapanuli Utara.
2009 – 2012 : Wakil Sekretaris PTS (Parsadaan Toga Simamora)
Kabupaten Tapanuli Utara.
2005 : Pendiri PERAK (Perintis Aspirasi Rakyat), Tapanuli
2003 : Pendiri ELSAKA (Lembaga Studi dan Advokasi
Kebijakan), Medan Sumatera Utara.
1990 - 1996 : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Kajian Pustaka ... 8
1.6 Defenisi Konsep ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Demokrasi dan Pemilu ... 12
2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi ... 22
2.3 Perilaku Memilih dan Partisipasi Politik ... 26
2.3.1 Perilaku Memilih ... 26
2.3.1.1 Pendekatan Sosiologis ... 27
2.3.1.2 Pendekatan Psikologis ... 30
2.3.2 Partisipasi Politik ... 36
2.4 Sistem Politik Orde Baru dan Pasca-Orde Baru... 39
2.5 Perkembangan Sistem Pemilihan Kepala Daerah ... 43
2.5.2 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Pada Era Orde Baru ... 47
2.5.3 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No. 22/1999 ... 50
2.5.4 Sistem Pemilihan Kepala Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004. 53 2.5.5 Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah... 56
2.6 Syarat-syarat Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ... 59
2.6.1 Calon Yang Diusung Partai Politik ... 60
2.6.2 Calon Perseorangan ... 61
2.7 Modal Calon dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.... 62
2.7.1 Modal Politik ... 64
2.7.2 Modal Sosial ... 67
2.7.3 Modal Ekonomi ... 69
2.8 Kampanye ... 73
2.8.1 Pertemuan Terbatas ... 74
2.8.2 Tatap Muka dan Dialog... 75
2.8.3 Melalui Media Massa ... 76
2.9 Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.... 77
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 79
3.1 Jenis Penelitian ... 79
3.2 Lokasi Penelitian ... 79
3.3 Informan Penelitian ... 80
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 81
3.5 Teknik Analisis Data ... 82
3.6 Jalannya Penelitian ... 82
3.7 Sistematika Penulisan ... 83
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 88
4.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara ... 88
4.1.2 Jumlah Kecamatan, Desa/Kelurahan dan Aparatur Pemerintahan
Daerah ... 96
4.1.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 98
4.1.4 Kondisi Sosial Budaya ...
104
4.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi ...
106
4.1.6 Pendidikan ...
107
4.1.7 Kondisi Sosial Politik ...
108
4.1.8 Pilkada Langsung Tahun 2008 dan 2009 ...
112
4.2 Deskripsi Informan ...
116
4.3 Profil Pasangan Calon Terpilih ...
121
4.3.1 Profil Torang Lumbantobing ...
121
4.3.2 Profil Bangkit Parulian Silaban, SE ...
126
4.4 Proses Pencalonan ...
128
4.5 Pemungutan Suara dan Sengketa Hasil Pilkada ...
4.5.1 Pemungutan Suara 27 Oktober 2008 ...
136
4.5.2 Sengketa Hasil Pilkada dan Pemungutan Suara Ulang
13 Pebruari 2009 ...
140
4.5.3 Kinerja Penyelenggara (KPU)...
149
4.6 Keunggulan Pasangan Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian
Silabaan, SE...
155
4.6.1 Modal Politik...
155
4.6.1.1 Dukungan Partai Politik ...
155
4.6.1.2 Kinerja Tim Sukses ...
160
4.6.1.3 Kampanye...
162
4.6.2 Modal Sosial ...
168
4.6.2.1 Rekam Jejak...
169
4.6.2.2 Peranan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat...
174
4.6.2.3 Dukungan Media Massa/Pers...
175
4.6.2.4 Primordial (Faktor Marga) ...
4.6.3 Modal Ekonomi (Dukungan Dana) ...
188
4.7 Perbandingan Faktor-faktor ...
192
4.8 Persepsi Calon Lain Terhadap Torang Lumbantobing dan Bangkit
Parulian Silaban,SE...
196
4.9 Keterkaitan Antar Faktor...
199
4.10 Perilaku Memilih di Tapanuli Utara...
201
BAB V PENUTUP ...
206
5.1 Kesimpulan ...
207
5.2 Saran ...
211
DAFTAR PUSTAKA ...
DAFTAR TABEL
No. Judul
Halaman
1. Perubahan Politik Pasca-Orde Baru... 42
2. Nama Bupati Kabupaten Tapanuli Utara dan Masa Bhakti... 94
3. Nama Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara dan Masa Bhakti... 95
4. Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan... 97
5. Luas Wilayah, Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan... 99
6. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin...
101
7. Jumlah Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Miskin...
103
8. Daftar Perolehan Suara Sah Partai Politik Yang Memperoleh Kursi
Pada Pemilihan Umum Tahun 2004 di Kabupaten Tapanuli Utara....
109
9. Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009
Menurut Partai dan Jenis Kelamin...
110
10. Rekapitulasi Jumlah Pemilih yang Memberikan Suara Dengan
Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT)...
111
11. Daftar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pada
Pilkada Kab. Tapanuli Utara Tahun 2008-2009...
113
Daerah Kabupaten Tapanuli Utara 27 Oktober 2008...
114
13. Perolehan Suara Sah Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten Tapanuli Utara 13 Pebruari 2009...
115
14. Deskripsi Informan Berdasarkan Kategori...
118
15. Deskripsi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin...
118
16. Deskripsi Informan Berdasarkan Penghasilan...
119
17. Deskripsi Informan Berdasarkan Pendidikan...
120
18. Deskripsi Informan Berdasarkan Umur...
120
19. Deskripsi Informan Berdasarkan Agama...
121
20. Persentase Perolehan Suara Sah Gabungan Partai Politik Peserta
Pemilu 2004 Kabupaten Tapanuli Utara Yang Mengusung
Pasangan Calon Dalam Pilkada Dan Syarat Dukungan Pasangan
Calon Perseorangan...
130
21. Persentase Perolehan Jumlah Kursi Gabungan Partai Politik
Peserta Pemilu 2004 Kabupaten Tapanuli Utara Yang Mengusung
Pasangan Calon Dalam Pilkada Dan Syarat Dukungan Pasangan
Calon Perseorangan...
131
Kepala Daerah Pada Pilkada Tapanuli Utara 27 Oktober 2008...
137
23. Rekapitulasi DPS, Perubahan DPS dan DPT Pemungutan Suara
Ulang Pada Pilkada Kabupaten Tapanuli Utara...
145
24. Perolehan Suara Sah Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten
Tapanuli Utara 13 Pebruari 2009...
147
25. Komposisi Komisioner KPU Tapanuli Utara...
150
26. Perbandingan Perolehan Suara Gabungan Partai Politik Pendukung
Pasangan Calon Dengan Perolehan Hasil Pada Pilkada Kab.
Tapanuli Utara Tahun 2008-2009...
157
27. 20 (Dua Puluh) Besar Komposisi Marga Pemilih Tapanuli Utara...
180
28. Rekapitulasi Per Kecamatan Perolehan Suara Pada Pilkada dan
Pemungutan Suara Ulang Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun
2008 dan 2009...
182
29. Perbandingan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keterpilihan
Pasangan Calon...
193
30. Persepsi Calon Lain Terhadap Pasangan Torang Lumbantobing
dan Bangkit Parulian Silaban, SE...
DAFTAR GAMBAR
No. Judul
Halaman
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terpilihnya Pasangan
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara kepada Informan... 222
2. Contoh surat peneliti kepada Informan tentang Wawancara... 224
3. Daftar Nama dan Identitas Informan... 225
4. Surat Ketua KPU Tapanuli Utara Nomor 027/KPU-TU/I/2010 tanggal 27 Januari 2010 tentang Permohonan Izin Belajar pada Program Studi Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara... 228
5. Surat Keterangan Ketua KPU Sumatera Utara Nomor
270-291/KPU-SU tanggal 02 Februari 2010 tentang Persetujuan Izin Belajar pada Program Studi Magister Studi Pembangunan di
Universitas Sumatera Utara... 229
6. Surat Ketua Program Magister Studi Pembangunan Fisipol USU Nomor 083/H5.2.1.9.2.2/PPM/2011 tanggal 14 Mei 2011 tentang
Izin Pra Penelitian... 230
7. Surat Sekretaris KPU Tapanuli Utara Nomor 171/KPU-TU/V/2011
tanggal 23 Mei 2011 tentang Izin Pra Penelitian... 231
8. Surat Ketua Program Magister Studi Pembangunan Fisipol USU Nomor 112/UN5.2.1.9.2.2/PPM/2011 tanggal 21 Juli 2011 tentang
Izin Penelitian... 232
Tanggal 22 Juli 2011 tentang Izin Penelitian... 233
10. Surat Keterangan Sekretaris KPU Tapanuli Utara Nomor 004/KPU-TU.3/I/2012 tanggal 09 Januari 2012 tentang telah
melakukan penelitian di Kantor KPU Tapanuli Utara... 234
11. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 188.2/2302/Sj tanggal 7 Agustus 2008 tentang Tindak Lanjut Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 17/PUU-VI/2008... 235
12. Pendaftaran Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2008 (30 Juli s/d 5 Agustus 08)... 237
13. Surat Torang Lumbantobing tanggal 07 Juli 2008 tentang
Pernyataan Pengunduran Diri Sebagai Kepala Daerah Kabupaten
Tapanuli Utara... 238
14. Surat Bupati Tapanuli Utara Nomor 121/4347/TAPEM/VII/08 Tanggal 7 Juli 2008 tentang Penyampaian Surat Pengunduran Diri
Bupati Tapanuli Utara... 239
15. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2124/SJ tanggal 24 Juli 2008 tentang Persetujuan Pengunduran Diri sebagai
Bupati Tapanuli Utara... 240
16. Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2123/SJ Tanggal 24 Juli 2008 tentang pelaksana tugas Bupati Tapanuli Utara... 241
18. Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2393/SJ tanggal 14 Agustus 2008 tentang Pencabutan Atas Persetujuan
Pengunduran Diri Sebagai Bupati Tapanuli Utara... 243
19. Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2394/SJ Tanggal 14 Agustus 2008 tentang pencabutan Surat Telegram Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12/2123/SJ tentang pelaksana tugas Bupati Tapanuli Utara... 244
20. Surat Torang Lumbantobing tanggal 07 Agustus 2008 tentang Surat Pernyataan Penarikan Surat Pernyataan Pengunduran Diri Sebagai Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara... 245
21. Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 850/3459/K/Tahun 2008 Tanggal 09 Oktober 2008 tentang Izin Cuti Melaksanakan
Kampanye Pemilihan Bupati/Wakil Bupati Tapanuli Utara... 246
22. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12-189 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009 tentang Pengesahan
Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara... 248
23. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.12-190 Tahun 2009 tanggal 5 Maret 2009 tentang Pengesahan
Pengangkatan Wakil Bupati Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara... 250
tentang Proses Pilkada Tapanuli Utara... 252
25. Surat Keputusan KPU Tapanuli Utara Nomor 25 Tahun 2008 Tanggal 23 Nopember 2008 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008... 256
ABSTRAK
Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah melaksanakan Pilkada, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008 dan diulang tanggal 13 Pebruari 2009 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008, yang dimenangkan oleh pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Setelah diulang, perolehan suara pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %).
Penelitian ini, yang dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 24 (dua puluh empat) orang informan dan Diskusi Kelompok Terfokus (DKT) terhadap 40 (empat puluh) orang, menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan keterpilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.
Banyak pihak beranggapan bahwa uang merupakan modal utama untuk memenangkan Pilkada. Tetapi dalam konteks Pilkada Tapanuli Utara ini, tidak sepenuhnya demikian. Dalam Pilkada Tapanuli Utara tahun 2008 dan 2009 yang lalu, keterpilihan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE, memang membutuhkan sejumlah uang yang digunakan sebagai “pelumas” untuk menggerakkan mesin politik. Tetapi uang tersebut bukanlah penentu kemenangan mereka karena pasangan lainnya juga mempunyai uang yang diyakini jumlahnya juga besar. Keterpilihan pasangan ini terutama dipengaruhi oleh rekam jejak mereka yang lebih baik dari calon lainnya. Bahkan akibat rekam jejak yang relatif baik ini, para tim sukses dan masyarakat pendukung ikut berperan membiayai berbagai kegiatan kampanye Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE. Para pendukung ini tidak dibayar tetapi malah membiayai kampanye yang dilakukan pasangan calon tersebut. Faktor lainnya yang menyebabkan keterpilihan calon tersebut adalah dukungan partai politik, kinerja tim sukses, kampanye, peranan tokoh agama dan tokoh masyarakat, dukungan media massa (pers), dan primordial (faktor marga).
ABSTRACT
North Tapanuli, which is one of the regencies in North Sumatra Province, has been carrying out elections, which for the first time on October 27, 2008 and repeated on 13 February 2009 in accordance with the Constitutional Court ruling of 16 December 2008 Number 49/PHPU.D-VI/2008, which was won by a couple Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. After repeated, couples Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE vote increased. On Election October 27, 2008 acquisition of voice is 46,645 (34.13%), whereas the re-voting 13 February 2009, the acquisition of his voice rose to 51,453 (38.62%). In this case there was an increase of 4,808 votes (4.49%).
This study, conducted with in-depth interviews of 24 (twenty four) informants and Focus Group Discussions (FGD) to 40 (forty) people, answering questions about what factors are causing desirability Candidates of Regional Head and Deputy Head of North Tapanuli Regency in 2008 and repeated in 2009.
Many people assume that money is the main capital to win the elections. But in the context of this North Tapanuli election, not entirely so. In North Tapanuli elections in 2008 and 2009, the desirability Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE, does require a certain amount of money that is used as a "lubricant" to move the political machinery. But money is not a decisive victory for the other pair are also believed to have the amount of money too large. Mate desirability is primarily influenced by their track record is better than other candidates. In fact, due to the relatively good track record, the team's success and contributed to public support for campaign finance various activities of Torang Lumbantobing and Bangkit Parulian Silaban, SE. The Proponents are not paid but instead conducted a campaign finance such candidate. Other factors that cause such candidate victory is the desirability of political party support, a successful team performance, the campaign, the role of religious leaders and community leaders, support the mass media (the press), and primordial (factor clan).
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah suatu proses untuk memajukan taraf hidup masyarakat
dan warganya. Pembangunan bukan hanya semata-mata dalam bentuk fisik. Proses
peningkatan demokrasi (demokratisasi) juga merupakan suatu proses pembangunan.
Dalam proses demokratisasi tersebut, diharapkan meningkatnya kesadaran politik
rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara.
Salah satu wujud dari demokrasi adalah Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.1
Susilo Bambang Yudhoyono/Yusuf Kalla adalah presiden dan wakil
presiden yang pertama sekali dihasilkan dari Pemilu secara langsung ini. Sementara Sejak tahun 2005, selain Pemilu yang kita kenal sebelumnya, yaitu Pemilu
legislatif, di Indonesia sudah dilaksanakan Pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres)
dan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) secara
langsung.
1
itu, Pilkada yang pertama kali dilaksanakan adalah Pilkada di Kabupaten Kutai
Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur yang menghasilkan Syaukani Hassan
Rais/Samsuri Aspar (Partai Golkar) sebagai pasangan calon terpilih dengan
perolehan suara mencapai 60,85 %.2
Berbagai pelaksanaan Pilkada lainnya telah terlaksana di Indonesia dengan
peserta yang beragam. Awalnya, yang boleh mencalonkan diri sebagai pasangan
calon hanyalah yang mendapat dukungan dari partai politik, sesuai dengan
Undang-undang nomor 32 tahun 2004.3
Putusan ini merupakan revisi pasal 56 ayat (2) dan pasal 59 ayat (1), (2), dan
(3) Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang
sebelumnya hanya memberikan kewenangan kepada partai politik atau gabungan
partai politik untuk dapat mencalonkan wakilnya sebagai kepala daerah dan wakil
kepala daerah. Putusan MK ini kemudian diikuti dengan lahirnya Undang-undang
nomor 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang nomor
32 tahun 2004. Calon perseorangan, yang disebut juga sebagai calon independen Tetapi perkembangan berikutnya, melalui putusan
MK No. 5/PPU-V/2007, pasangan perseorangan pun dimungkinkan mencalonkan diri
dengan dukungan sejumlah warga negara yang memiliki hak pilih.
2
Amirudin dan A. Zaini Bisri, Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hal. 81-83.
3
dijadikan sebagai alternatif calon di luar yang dicalonkan melalui mekanisme partai
politik.4
Berdasarkan catatan hasil pelaksanaan Pilkada yang sudah dilakukan,
beberapa keberhasilan calon perseorangan atau calon independen yakni Pilkada di
Kabupaten Sidoardjo yang dimenangkan pasangan Saifullah-MG Hadi Sutjipto.
Meski maju lewat jalur perseorangan, Saifullah-MG Hadi Sutjipto tercatat sebagai
incumbent. Pemenang perseorangan lainnya adalah pada Pilkada Kabupaten Batubara
Propinsi Sumatera Utara, yang dimenangkan oleh OK Arya Zulkarnain-Gong Dibukanya ruang bagi calon perseorangan ini, menyebabkan kompetisi untuk
menduduki posisi sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi semakin
ketat dan jumlah pasangan calon pun relatif makin banyak. Tetapi sampai saat ini,
yang menjadi pemenang pada kontes Pilkada tersebut umumnya adalah pasangan
calon yang diusung oleh partai politik. Hal ini karena umumnya partai politik sudah
mempunyai perangkat atau struktur sampai ke tingkat desa yang dapat bekerja untuk
memenangkan calon yang diusung partainya, sedangkan calon perseorangan belum
memilikinya, dan baru membentuk tim pemenangan atau tim sukses menjelang
dilaksanakannya Pilkada. Namun demikian, bukan berarti bahwa pasangan
perseorangan tidak ada yang menang.
4
Matua Siregar.5 Selanjutnya adalah Ceng Fikri yang berpasangan dengan artis
Dicky Chandra, yang saat ini menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Garut.6
Adalah harapan kita bersama, baik masyarakat di daerah yang sudah dan akan
menggelar perhelatan pesta demokrasi lokal tersebut, pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat, Pilkada tersebut, proses dan hasilnya memenuhi kriterium
akuntabilitas Pemilu, sejalan dengan tuntutan demokrasi. Penentuan kepala daerah
melalui mekanisme pemilihan umum bergulir sejak berakhirnya pemerintahan orde
baru. Penentuan kepala daerah secara langsung ini juga menjadi bagian dari kebijakan
otonomi daerah (desentralisasi), yang mana memberi kebebasan ruang gerak bagi
pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerahnya, termasuk potensi sumber Semua calon, baik calon yang diusung oleh partai politik maupun calon
perseorangan memiliki peluang menang dalam kontes Pilkada sepanjang calon
tersebut memiliki modal dalam berkompetisi. Modal tersebut adalah (1) Modal
Politik, (2) Modal Sosial, dan (3) Modal Ekonomi. Selain ketiga modal tersebut,
calon kepala daerah dan wakil kepala daerah juga harus menerapkan strategi yang
tepat dalam memengaruhi calon pemilih, termasuk dalam pemilihan thema saat
kampanye. Sementara itu, dalam menentukan pilihannya yang disebut dengan
perilaku memilih, pemilih dipengaruhi oleh berbagai pendekatan, di antaranya adalah
pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis.
Zulkarnain, Bupati Independen Pertama Indonesia”
daya manusia (SDM) yang layak menjadi pemimpin. Pemimpin yang mampu
memahami potensi, karakteristik, serta visi tentang daerahnya secara holistik. Tentu
saja, tuntutan berikutnya adalah pemimpin yang memahami nilai-nilai demokrasi.
Karena realitanya, munculnya pemimpin-pemimpin baru melalui mekanisme Pilkada
acap kali hanya melahirkan perspektif peluang kekuasaan dan "raja kecil' yang
cenderung berkehendak untuk membangun lingkaran kekuasaan semata.
Adanya berbagai pendapat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju dengan
Pilkada, adalah sah di alam demokrasi sekarang ini. Namun pada hakekatnya, Pilkada
diharapkan mampu memperkuat mekanisme reward dan punishment antara kepala
daerah dan rakyatnya. Mekanisme reward dan punishment diharapkan tumbuh dan
pelan-pelan mengakar dalam praktek dan norma politik di Indonesia, yang antara lain
lewat Pilkada. Selain itu, Pilkada juga diharapkan mampu menjadi instrumen untuk
meningkatkan participatory democracy sehingga dapat memenuhi semua unsur yang
diharapkan. Karena Pilkada adalah bersifat lokal, maka salah satu tujuan Pilkada
adalah memperkuat legitimasi demokrasi di tingkat lokal.
Sejak digulirkannya tahun 2005 lalu, Pilkada telah menjadi topik utama
berbagai media di tanah air dan menjadi pembicaraan hangat berbagai lapisan
masyarakat. Sama halnya dengan daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara, yang
merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah dilaksanakan
Pilkada langsung, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008. Pilkada
Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, (2) Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir.
Djudjung Pangondian Hutauruk, (3) Samsul Sianturi/Drs. Frans A. Sihombing, MM,
(4) Ir. Sanggam Hutapea, MM/Ir. Londut Silitonga, (5) Drs. Wastin Siregar/Ir.
Soaloon Silitonga, dan (6) Ir. Edward Sihombing/Drs. Alpha Simanjuntak, M. Pd.7
Berdasarkan Rekapitulasi KPU Kabupaten Tapanuli Utara, pasangan calon
Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, ditetapkan sebagai calon terpilih
bupati/wakil bupati masa bakti 2009-2014.8
Berdasarkan gugatan tersebut, MK melalui putusan nomor
49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, mengabulkan
permohonan pemohon untuk sebagian dan memerintahkan KPU Kabupaten Tapanuli
Utara untuk melaksanakan pemungutan suara ulang paling lama 60 (enam puluh) hari
sejak dibacakannya putusan, di 14 (empat belas) kecamatan dari 15 (lima belas)
kecamatan se Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Tarutung, Adiankoting,
Sipoholon, Siatas Barita, Parmonangan, Siborongborong, Pagaran, Pahae Julu, Pahae Namun karena merasa tidak puas dengan
hasil Pilkada tersebut, pasangan calon Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir. Djudjung
Pangondian Hutauruk, dkk melakukan gugatan (permohonan) ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
7
Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara No. 21 tahun 2008, tanggal 28 Agustus 2008.
8
Jae, Purbatua, Simangumban, Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga, tidak termasuk
Kecamatan Muara.9
Sebagai penyelenggara Pilkada, KPU Tapanuli Utara pun melaksanakan
putusan MK tersebut dan menggelar pemungutan suara ulang pada 13 Pebruari 2009.
Dari hasil pemungutan suara ulang tersebut, tidak terjadi perubahan pemenang,
bahkan perolehan suara pada Pilkada 27 Oktober 2008 untuk pasangan Torang
Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada
27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada
pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi
51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %).
Selanjutnya, pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE
ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Tapanuli Utara masa bhakti
2009-2014.10
1.2Perumusan Masalah
Sekaitan dengan pesta demokrasi di Kabupaten Tapanuli Utara tersebut, maka
dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahan adalah: Faktor-faktor apa saja
9
Keputusan MK Nomor 49/PHPU.D-VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara.
10
yang menyebabkan keterpilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009?
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan keterpilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2008 dan yang diulang tahun 2009.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat Ilmiah
Meningkatkan pemahaman tentang mekanisme pelaksanaan Pilkada serta
pemahaman tentang manfaat dilaksanakannya Pilkada dalam kehidupan
bermasyarakat, khususnya di tingkat lokal.
2. Manfaat Praktis
Mengetahui strategi atau upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk
1.5Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini, untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis
tentang Pilkada, penulis melakukan kajian pustaka, baik berupa buku, jurnal, hasil
penelitian/riset, undang-undang dan peraturan, makalah, klipping koran/majalah,
dokumen resmi yang diterbitkan KPU, maupun bahan lain yang relevan. Sebagian
bahan pustaka tersebut diperoleh dalam bentuk fisik (hard copy) dan sebagian lagi
diunduh dari internet (soft copy).
1.6Defenisi Konsep
Defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :
1. Pemilihan Umum (Pemilu)
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.
2. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) Langsung
Pilkada langsung adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah
Negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
3. Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
Kepala daerah/wakil kepala daerah adalah gubernur/wakil gubernur untuk
propinsi, bupati/wakil bupati untuk kabupaten, dan walikota/wakil walikota untuk
kota, yang memimpin penyelenggaraan dan bertanggung jawab penuh atas jalannya
pemerintahan daerah.
4. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilihan umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri.
5. Pemilih
Pemilih adalah warga negara yang telah mempunyai hak pilih, berusia
sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun, atau sudah pernah menikah, sehat
jasmani dan rohani serta tidak sedang dicabut hak pilihnya oleh suatu putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
6. Perilaku Memilih
Perilaku memilih adalah aktifitas pemberian suara oleh individu yang
berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak
memilih (to vote or not to vote) dalam sebuah pemilihan umum, bila pemilih
memutuskan untuk memilih (to vote) maka pemilih akan memilih atau mendukung
7. Modal Politik
Modal politik berarti adanya dukungan politik, baik dari rakyat maupun dari
kekuatan-kekuatan politik yang dipandang sebagai representasi dari rakyat.
8. Modal Sosial
Modal soaial adalah berkaitan dengan bangunan relasi dan kepercayaan (trust)
yang dimiliki oleh pasangan calon dengan masyarakat yang memilihnya. Termasuk
di dalamnya adalah sejauh mana pasangan calon itu mampu meyakinkan para
pemilih bahwa mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin daerahnya dan
memiliki integritas yang baik. Suatu kepercayaan tidak akan tumbuh begitu saja
tanpa didahului oleh adanya perkenalan. Tetapi, keterkenalan atau popularitas saja
kurang bermakna tanpa ditindaklanjuti oleh adanya integritas.
9. Modal Ekonomi
Modal ekonomi memiliki makna sebagai “penggerak” dan “pelumas” mesin
politik yang dipakai. Modal ekonomi ini tidak hanya dipakai untuk membiayai
kampanye, tetapi juga untuk membangun relasi dengan para (calon) pendukungnya,
termasuk di dalamnya adalah modal untuk memobilisasi dukungan pada saat
menjelang dan berlangsungnya masa kampanye. Di dalam musim kampanye
misalnya, membutuhkan uang yang cukup besar untuk membiayai berbagai
kebutuhan seperti mencetak poster, mencetak spanduk, membayar iklan, menyewa
kendaraan untuk mengangkut pendukung, dan berbagai kebutuhan lainnya termasuk
10. Tim Sukses
Yang dimaksud dengan tim sukses dalam penelitian ini adalah tim yang
dibentuk pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menggalang
dukungan, menjabarkan visi dan misi pasangan calon, dan melakukan upaya lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demokrasi dan Pemilu
Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya
turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, atau disebut juga pemerintahan
rakyat.11
Kata demokrasi yang dalam bahasa Inggrisnya democracy berasal dari bahasa
Perancis democratie yang baru dikenal abad ke 16, yang dirujuk dari bahasa Yunani
(Greek) demokratia yang berasal dari kata demos berarti rakyat (people) dan kratos
berarti tanaman (rule)
Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara.
Demokrasi dan Pemilu sering disederhanakan sebagai dua hal yang sama. Ada
klaim bahwa sebuah negara dikatakan demokratis manakala telah dilaksanakannya
Pemilu di negara tersebut. Padahal demokrasi tidak identik dengan Pemilu, meskipun
keduanya tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tidak ada demokrasi tanpa
Pemilu, tetapi diselenggarakannya Pemilu bukanlah indikasi dari demokrasi.
12
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008, Ed. Ketiga, Cetakan Kelima), hlm. 249.
12
Held, David, Model of Democracy, Stanford University Press, Cambridge, 1996, hlm. 1.
. Saat ini, demokrasi identik dengan legitimasi kehidupan
beragam dan luas, mulai dari pemerintah bervisi teknokrat sampai pada konsepsi
kehidupan sosial yang ditandai oleh ektensifnya partisipasi politik.
Demokrasi merupakan sebuah konsep yang berarti pemerintahan di mana
kekuasaan tertinggi (atau kedaulatan) ada di tangan rakyat atau sering juga dikatakan
bahwa demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat atau pemerintahan mayoritas.
Salah satu defenisi demokrasi yang paling umum, bahwa demokrasi adalah
pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dijalankan
langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemilihan bebas. Dari batasan ini, tampak beberapa unsur penting ciri demokrasi, di
antaranya adanya unsur kekuasaan yang dilaksanakan secara langsung atau melalui
perwakilan, kedaulan di tangan rakyat, sistem pemilihan yang bebas. Prinsip
kedaulatan rakyat dan kebebasan sangat penting dalam konsepsi tersebut di atas.
Selain prinsip-prinsip maka demokrasi juga mengandung unsur seperangkat praktek
dan prosedur dari sebuah proses pelembagaan kebebasan yang panjang dan berliku.
Dari prakteknya, maka demokrasi dapat dibedakan atas dua bentuk: langsung
dan tidak langsung (sering disebut ‘demokrasi perwakilan’). Demokrasi langsung
adalah sistem demokrasi yang semua warga biasanya aktif terlibat di dalam
pembuatan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh
negara; mereka tidak mewakilkan pandangan, pikiran, atau kepentingan mereka pada
tua atau lebih dikenal sebagai demokrasi masa Yunani kuno atau demokrasi Athena.
Demokrasi model ini biasanya dilaksanakan dalam sebuah negara yang kecil dan
dengan penduduk yang jumlahnya kecil.
Sedangkan demokrasi tidak langsung bersifat lebih umum dan diberlakukan
oleh banyak negara modern saat ini. Jumlah penduduk yang besar dan wilayah negara
yang sangat luas menyebabkan lebih dipilihnya model demokrasi tidak langsung atau
demokrasi perwakilan ini. Dalam model ini warga akan memilih wakil-wakil atau
pejabat-pejabat yang akan membuat keputusan atau kebijakan politik, merumuskan
undang-undang dan menjalankan program untuk kepentingan umum atas nama
mereka. Warga mewakilkan kepentingan, aspirasi, pikiran, atau pandangan mereka
pada para anggota dewan, pemimpin atau pejabat yang mereka pilih melalui Pemilu.
Dengan demikian kewenangan yang dimiliki oleh penguasa atau pemerintah baik
untuk membuat keputusan atau kebijakan pemerintah dan untuk melaksanakannya
diperoleh berdasarkan persetujuan warganya yang diberikan melalui Pemilu.
Pemilu merupakan mekanisme memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat yang
akan mengatasnamakan rakyat dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Dengan kata
lain ketika warga memilih wakil-wakil atau pejabat-pejabat untuk mewakili mereka
di dalam Pemilu maka warga sekaligus memberikan mandat pada para wakil dan
kebijakan dan melaksanakan program untuk kepentingan mereka. Untuk memperoleh
wakil atau pejabat yang mengatasnamakan rakyat maka pemilihan harus demokratis.
Untuk Indonesia, sejak masa pergolakan politik dalam rangka pencapaian
kemerdekaan, para pendiri negara memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
menentukan pemikiran politik yang melandasi praktek-praktek kenegaraan dan
demokrasi. Secara historis, pelaksanaan (orde) demokrasi di Indonesia telah
melampaui 4 (empat) masa dan bentuk, yaitu: demokrasi liberal (1950-1959),
demokrasi terpimpin (1959-1966), demokrasi Pancasila (1966-1997), dan demokrasi
pasca orde baru (1998-sekarang).
Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan sudah lama dikenal,
yang diperkirakan pertama kali diterapkan di Yunani kuno, sekitar 2500 tahun lalu.13
Pengertian itu bisa saja bertolak belakang atau bertabrakan, meski tidak jarang
juga ditemukan defenisi yang bisa ditarik “benang merahnya”. Sebagai contoh
perbedaan ini bisa diamati dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia—sejak merdeka Bisa dipahami, betapa demokrasi menjadi pokok pembahasan yang tidak lekang
sepanjang zaman, hingga sekarang. Oleh karena itu, sebagaimana dilihat dari
berbagai literatur, pendefenisian secara beragam mengenai demokrasi oleh para ahli
dan demikian juga pilihan defenisi oleh negara-negara tertentu, menjadi tidak
terelakkan.
13
hingga sekarang—yang mengenal nama “Demokrasi Terpimpin”, “Demokrasi
Pancasila”. Hingga kini, masih menjadi perdebatan yang tiada akhir tentang
demokrasi. Ini artinya, demokrasi sebagai konsep masih layak dijelajahi dan dicari
bentuk idealnya. Huntington, misalnya, mencatat bahwa pada pertengahan abad
ke 20, dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum.
Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telah didefenisikan berdasarkan
sumber kewenangan bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan
prosedur untuk membentuk pemerintahan.14
Tidak ada defenisi tunggal tentang apa itu demokrasi. Namun beberapa
defenisi demokrasi berikut ini bisa membantu kita ketika membicarakan Pilkada
sebagai sebuah proses politik yang sangat penting di negara kita dewasa ini. Prosedur
utama demokrasi, adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat
yang mereka pimpin. Rumusan modern terpenting dari konsep demokrasi ini
dikemukakan oleh Yoseph Schumpeter pada tahun 1942. Dalam studi perintisnya,
Capitalism, Socialism, and Democracy, Schumpeter menyatakan secara rinci
kekurangan dari apa yang diistilahkannya “teori demokrasi klasik” yang
mendefenisikan demokrasi dengan istilah-istilah “kehendak rakyat [the will of the
people]” (sumber) dan “kebaikan bersama [the common god]” (tujuan). Setelah
meruntuhkan secara efektif pendekatan itu, Schumpeter mengemukakan apa yang ia
14
namakan “teori lain mengenai demokrasi”. Metode demokratis”, katanya, “adalah
prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu
memperoleh suara rakyat”.15
Huntington mendefenisikan sistem politik abad ke-20 sebagai demokratis
sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih
melalui pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala, dan di dalam sistem itu para
calon secara bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk
dewasa berhak memberikan suara. Dengan demikian, menurut defenisi Huntington,
demokrasi mengandung dua dimensi, yakni kompetisi dan partisipasi. Demokrasi
juga, kata Huntington lebih lanjut, mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan
politik yaitu kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul dan berorganisasi,
yang dibutuhkan bagi perdebatan politik dan pelaksanaan kampanye-kampanye
pemilihan itu.16
Lebih lanjut, Huntington menjelaskan, defenisi demokrasi dari sudut prosedur
ini memberikan sejumlah patokan yang memungkinkan kita untuk menilai sejauh
manakah suatu sistem politik bersifat demokratis, membandingkan sistem-sistem dan
menganalisis apakah suatu sistem bertambah atau berkurang demokratis. Bila di
sebuah negara masih ada pembatasan hak pilih pada sebagian pihak, maka sistem itu
tidak demokratis. Begitu pula, suatu sistem menjadi tidak demokratis apabila oposisi
15
Ibid., hal. 4-5
16
tidak diperbolehkan di dalam pemilihan umum, atau oposisi itu dikontrol atau
dihalang-halangi dalam mencapai apa yang dapat dilakukannya, atau koran-koran
oposisi disensor atau dibredel, atau hasilnya menimbulkan pertanyaan mengenai
tingkat kompetisi yang diperbolehkan oleh sistem itu. 17
Pendapat Huntington di atas tampaknya tidak jauh berbeda dengan pendapat
Robert A. Dahl, yang dikenal sangat intens membahas tema demokrasi. Menurut
Dahl, 18
Ketiga, pemahaman yang cerah. Dalam batas waktu yang rasional, setiap
anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk mempelajari
kebijakan-kebijakan alternatif yang relevan dan konsekuensi yang mungkin.
Keempat, pengawasan agenda. Setiap anggota harus mempunyai kesempatan
eksklusif untuk memutuskan bagaimana dan apa permasalahn yang dibahas dalam demokrasi adalah suatu sistem politik yang memberikan kesempatan untuk
beberapa hal berikut ini. Pertama, partisipasi efektif. Sebelum sebuah kebijakan
digunakan oleh asosiasi, seluruh anggota harus mempunyai kesempatan yang sama
dan efektif untuk membuat pandangan mereka diketahui oleh anggota-anggota
lainnya, sebagaimana seharusnya kebijakan itu dibuat. Kedua, persamaan suara.
Ketika akhirnya tiba saat dibuatnya keputusan tentang kebijaksanaan itu, setiap
anggota harus mempunyai kesempatan yang sama dan efektif untuk memberikan
suara dan seluruh suara harus dihitung sama.
17
Ibid., hal. 6
18
agenda. Jadi proses demokrasi yang dibutuhkan oleh tiga kriteria sebelumnya tidak
pernah tertutup. Berbagai kebijakan asosiasional tersebut selalu terbuka untuk dapat
diubah oleh para anggotanya jika mereka menginginkannya begitu. Kelima,
pencakupan orang dewasa. Semua, atau paling tidak sebagian besar orang dewasa
yang menjadi penduduk tetap seharusnya memiliki hak kewarganegaraan penuh yang
ditunjukkan oleh empat kriteria sebelumnya.
Lebih lanjut lagi, Dahl merumuskan lembaga-lembaga politik dalam
pemerintahan demokrasi perwakilan modern sebagai berikut:19
1. Para pejabat yang dipilih. Kendali terhadap keputusan pemerintah mengenai kebijakan secara konstitusional berada di tangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi, pemerintahan demokrasi skala besar yang modern merupakan perwakilan;
2. Pemilihan umum yang bebas, adil dan berkala. Para pejabat yang dipilih ditentukan dalam pemilihan umum yang sering kali diadakan dan dilaksanakan dengan adil, di mana tindakan pemaksaan agak jarang terjadi;
3. Kebebasan berkumpul. Warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa adanya bahaya hukuman yang keras mengenai masalah-masalah persamaan politik yang didefenisikan secara luas, termasuk kritik terhadap para pejabat, pemerintah, rezim, tatanan sosial ekonomi dan ideologi yang ada;
4. Akses ke sumber-sumber informasi alternatif. Warga negara berhak mencari sumber-sumber informasi alternatif dan bebas dari warga lain, para ahli, surat kabar, majalah, buku, telekomunikasi dan lain-lain. Lagi pula, sumber-sumber informasi alternatif yang ada secara nyata tidak berada di bawah kendali pemerintah atau kelompok politik lain yang berusaha mempengaruhi keyakinan dan tingkah laku masyarakat dan sumber-sumber alternatif ini secara efektif dilindungi undang-undang;
5. Otonomi asosiasional. Untuk mencapai hak mereka yang beraneka ragam itu, termasuk hak yang diperlukan untuk keefektifan tindakan lembaga-lembaga politik demokrasi, maka warga negara juga berhak membentuk perkumpulan atau
19
organisasi yang relatif bebas, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan yang bebas;
6. Hak warga negara yang inklusif. Tak seorang dewasa pun yang menetap di suatu negara dan tunduk pada undang-undang tersebut dapat diabaikan hak-haknya, hal ini diberikan kepada warga lainnya dan diperlukan kelima lembaga politik yang baru saja disebutkan. Hak-hak tersebut meliputi hak memberikan suara untuk memilih para pejabat dalam pemilihan umum yang bebas dan adil; hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan; hak untuk bebas berpendapat; hak untuk membentuk dan berpartisipasi dalam organisasi politik; hak untuk mendapatkan sumber informasi yang bebas; dan hak untuk berbagai kebebasan dan kesempatan lainnya yang mungkin diperlukan bagi keberhasilan tindakan lembaga-lembaga politik pada demokrasi skala besar.
Tidak jauh berbeda dengan Dahl maupun Huntington, dalam pembahasan
lainnya, Linz & Stepan, mendefenisikan demokrasi sebagai berikut:20
Berdasarkan sejumlah indikator demokrasi yang dikemukakan sejumlah
ilmuwan politik, Afan Gaffar mencoba menyimpulkan sejumlah persyaratan untuk Kebebasan hukum untuk merumuskan dan mendukung alternatif-alternatif politik dengan hak yang sesuai untuk bebas berserikat, bebas berbicara, dan kebebasan dasar lain bagi setiap orang, persaingan yang bebas dan anti kekerasan di antara para pemimpin dengan keabsahan periodik bagi mereka untuk memegang pemerintahan; dimasukkannya seluruh jabatan politik yang efektif di dalam proses demokrasi; dan hak untuk berperan serta bagi semua anggota masyarakat politik, apapun pilihan mereka. Secara praktis, ini berarti kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan jujur pada jangka waktu tertentu tanpa menyingkirkan jabatan politis efektif apapun dari akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
20
mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratis atau
tidak, yakni:21
1. Akuntabilitas. Dalam demokrasi setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang dan bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas;
2. Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi, tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang untuk orang lain tertutup sama sekali;
3. Rekrutmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekrutmen politik biasanya dilakukan secara tertutup, hanya dinikmati oleh segelintir orang saja; 4. Pemilihan umum. Dalam sebuah negara yang demokratis, Pemilu dilaksanakan
secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Warga bebas menentukan partai atau calon yang didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan suara;
5. Menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya hak menyatakan pendapat, hak berkumpul dan berserikat dan hak menikmati pers yang bebas. Hak untuk menyatakan pendapat dapat digunakan untuk menentukan preferensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, ia punya hak untuk ikut menentukan agenda yang diperlukan. Hak untuk berkumpul dan berserikat dapat diwujudkan dengan memasuki berbagai organisasi politik dan nonpolitik tanpa dihalang-halangi oleh siapa pun dan institusi manapun. Kebebasan pers dalam masyarakat yang demokratis mempunyai makna bahwa masyarakat dunia pers dapat menyampaikan informasi apa saja yang dipandang
21
perlu, sepanjang tidak mempunyai elemen menghina, menghasut, ataupun mangadu-domba sesama warga masyarakat.
Untuk melengkapi beberapa teori demokrasi di atas, berikut indikatornya,
perlu kiranya dicatat satu hal penting lagi menyangkut hakekat demokrasi, yakni
tersedianya mekanisme cheks & balances dalam berbagai proses politik. Dalam
sistem politik demokrasi, menurut Ramlan Surbakti,22
2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi
terdapat distribusi kekuasaan
yang relatif merata di antara kelompok sosial dan lembaga pemerintahan. Situasi ini
akan menimbulkan persaingan dan saling kontrol antara kelompok yang satu dan
kelompok yang lainnya, antara lembaga pemerintah yang satu dengan lembaga yang
lain (legislatif, eksekutif dan yudikatif), dan antara kelompok sosial dan lembaga
pemerintahan. Akan tetapi, pada pihak lain, kelompok-kelompok sosial maupun
lembaga-lembaga pemerintah mempunyai suatu kesadaran dan kesepakatan bahwa
kekuasaan hanya sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat umum.
Maka untuk mewujudkan kesejahteraan umum diperlukan kesediaan untuk
berkompromi dan bekerja sama, bahwa pemerintah sebagai lembaga yang memadai
untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum. Jadi, persaingan dan saling kontrol di
antara pusat-pusat kekuasaan akan melahirkan konflik, sedangkan kesadaran dan
kesepakatan akan melahirkan konsensus.
22
Otonomi daerah (desentralisasi) bisa diartikan dalam berbagai cara sesuai
dengan perspektif masing-masing. Rodinelli dan Cheema mendefenisikan otonomi
daerah adalah sebagai berikut :23
Otonomi daerah atau desentralisasi akan membawa sejumlah manfaat bagi
masyarakat di daerah ataupun pemerintah nasional. Shabbir Cheema dan Rondinelli
Decentralization is the transfer of planning, decision-making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi autonomous and parastatal (italics in original) organization, local government or non-governmental orgainzation.
(Otonomi daerah adalah proses pelimpahan wewenang perencanaan,
pengambilan keputusan atau pemerintahan dari pemerintah pusat kepada organisasi unit-unit pelaksana daerah, kepada organisasi semi-otonom dan parastatal (teks aslinya berhuruf miring), ataupun kepada pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah.
Di Indonesia, salah satu wujud pengembangan desentralisasi dalam hubungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah otonomi daerah. Hal ini berarti
bahwa desentralisasi mengacu kepada pembentukan sebuah area (teritory) yang
disebut sebagai daerah otonom yang berkedudukan sebagai tempat wewenang
diserahkan atau diatur, diurus, dan dilaksanakan. Daerah tersebut memiliki hak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Namun demikian desentralisasi
(otonomi) tidaklah menghapuskan kekuasaan pemerintah pusat.
23
menyampaikan paling tidak ada empat belas (14) alasan yang merupakan rasionalitas
dari desentralisasi, yaitu:24
1. Desentralisasi dapat merupakan cara yang ditempuh untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan yang bersifat sentralistik dengan mendelegasikan sejumlah kewenangan, terutama dalam perencanaan pembangunan, kepada pejabat di daerah yang bekerja di lapangan dan tahu betul masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan desentralisasi maka perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakat di daerah yang bersifat heterogen.
2. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat.
3. Dengan desentralisasi fungsi dan penugasan kepada pejabat di daerah, maka tingkat pemahaman serta sensitivitas terhadap kebutuhan masyarakat daerah akan meningkat. Kontak hubungan yang meningkat antara pejabat dengan masyarakat setempat akan memungkinkan kedua belah pihak untuk memiliki informasi yang lebih baik, sehingga dengan demikian akan mengakibatkan perumusan kebijaksanaan yang lebih realistis dari pemerintah.
4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya “penetrasi” yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah-daerah yang terpencil atau sangat jauh dari pusat, di mana sering kali rencana pemerintah tidak dipahami oleh masyarakat setempat atau dihambat oleh elite lokal, dan di mana dukungan terhadap program pemerintah sangat terbatas.
5. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaan di dalam perencanaan pembangunan yang kemudian dapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikan sumber daya dan investasi pemerintah.
6. Desentralisasi dapat meningkatkan kapasitas pemerintahan serta lembaga private di daerah, yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mengambil alih fungsi yang selama ini dijalankan oleh departemen yang ada di pusat. Dengan desentralisasi maka peluang bagi masyarakat di daerah untuk meningkatkan kapasitas teknis dan manajerial.
7. Desentralisasi dapat meni