• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah suatu proses untuk memajukan taraf hidup masyarakat dan warganya. Pembangunan bukan hanya semata-mata dalam bentuk fisik. Proses peningkatan demokrasi (demokratisasi) juga merupakan suatu proses pembangunan. Dalam proses demokratisasi tersebut, diharapkan meningkatnya kesadaran politik rakyat dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara.

Salah satu wujud dari demokrasi adalah Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.1

Susilo Bambang Yudhoyono/Yusuf Kalla adalah presiden dan wakil

presiden yang pertama sekali dihasilkan dari Pemilu secara langsung ini. Sementara Sejak tahun 2005, selain Pemilu yang kita kenal sebelumnya, yaitu Pemilu legislatif, di Indonesia sudah dilaksanakan Pemilu presiden/wakil presiden (Pilpres) dan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pilkada) secara langsung.

1

itu, Pilkada yang pertama kali dilaksanakan adalah Pilkada di Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur yang menghasilkan Syaukani Hassan

Rais/Samsuri Aspar (Partai Golkar) sebagai pasangan calon terpilih dengan

perolehan suara mencapai 60,85 %.2

Berbagai pelaksanaan Pilkada lainnya telah terlaksana di Indonesia dengan peserta yang beragam. Awalnya, yang boleh mencalonkan diri sebagai pasangan calon hanyalah yang mendapat dukungan dari partai politik, sesuai dengan Undang- undang nomor 32 tahun 2004.3

Putusan ini merupakan revisi pasal 56 ayat (2) dan pasal 59 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang sebelumnya hanya memberikan kewenangan kepada partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mencalonkan wakilnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Putusan MK ini kemudian diikuti dengan lahirnya Undang-undang nomor 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang nomor 32 tahun 2004. Calon perseorangan, yang disebut juga sebagai calon independen

Tetapi perkembangan berikutnya, melalui putusan MK No. 5/PPU-V/2007, pasangan perseorangan pun dimungkinkan mencalonkan diri dengan dukungan sejumlah warga negara yang memiliki hak pilih.

2

Amirudin dan A. Zaini Bisri, Pilkada Langsung, Problem dan Prospek, Sketsa Singkat Perjalanan Pilkada 2005, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hal. 81-83.

3

dijadikan sebagai alternatif calon di luar yang dicalonkan melalui mekanisme partai politik.4

Berdasarkan catatan hasil pelaksanaan Pilkada yang sudah dilakukan, beberapa keberhasilan calon perseorangan atau calon independen yakni Pilkada di Kabupaten Sidoardjo yang dimenangkan pasangan Saifullah-MG Hadi Sutjipto. Meski maju lewat jalur perseorangan, Saifullah-MG Hadi Sutjipto tercatat sebagai

incumbent. Pemenang perseorangan lainnya adalah pada Pilkada Kabupaten Batubara

Propinsi Sumatera Utara, yang dimenangkan oleh OK Arya Zulkarnain-Gong Dibukanya ruang bagi calon perseorangan ini, menyebabkan kompetisi untuk menduduki posisi sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi semakin ketat dan jumlah pasangan calon pun relatif makin banyak. Tetapi sampai saat ini, yang menjadi pemenang pada kontes Pilkada tersebut umumnya adalah pasangan calon yang diusung oleh partai politik. Hal ini karena umumnya partai politik sudah mempunyai perangkat atau struktur sampai ke tingkat desa yang dapat bekerja untuk memenangkan calon yang diusung partainya, sedangkan calon perseorangan belum memilikinya, dan baru membentuk tim pemenangan atau tim sukses menjelang dilaksanakannya Pilkada. Namun demikian, bukan berarti bahwa pasangan perseorangan tidak ada yang menang.

4

Matua Siregar.5 Selanjutnya adalah Ceng Fikri yang berpasangan dengan artis

Dicky Chandra, yang saat ini menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Garut.6

Adalah harapan kita bersama, baik masyarakat di daerah yang sudah dan akan menggelar perhelatan pesta demokrasi lokal tersebut, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, Pilkada tersebut, proses dan hasilnya memenuhi kriterium akuntabilitas Pemilu, sejalan dengan tuntutan demokrasi. Penentuan kepala daerah melalui mekanisme pemilihan umum bergulir sejak berakhirnya pemerintahan orde baru. Penentuan kepala daerah secara langsung ini juga menjadi bagian dari kebijakan otonomi daerah (desentralisasi), yang mana memberi kebebasan ruang gerak bagi pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerahnya, termasuk potensi sumber Semua calon, baik calon yang diusung oleh partai politik maupun calon perseorangan memiliki peluang menang dalam kontes Pilkada sepanjang calon tersebut memiliki modal dalam berkompetisi. Modal tersebut adalah (1) Modal Politik, (2) Modal Sosial, dan (3) Modal Ekonomi. Selain ketiga modal tersebut, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah juga harus menerapkan strategi yang tepat dalam memengaruhi calon pemilih, termasuk dalam pemilihan thema saat kampanye. Sementara itu, dalam menentukan pilihannya yang disebut dengan perilaku memilih, pemilih dipengaruhi oleh berbagai pendekatan, di antaranya adalah pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis.

Zulkarnain, Bupati Independen Pertama Indonesia”

daya manusia (SDM) yang layak menjadi pemimpin. Pemimpin yang mampu memahami potensi, karakteristik, serta visi tentang daerahnya secara holistik. Tentu saja, tuntutan berikutnya adalah pemimpin yang memahami nilai-nilai demokrasi. Karena realitanya, munculnya pemimpin-pemimpin baru melalui mekanisme Pilkada acap kali hanya melahirkan perspektif peluang kekuasaan dan "raja kecil' yang cenderung berkehendak untuk membangun lingkaran kekuasaan semata.

Adanya berbagai pendapat, baik yang setuju maupun yang tidak setuju dengan Pilkada, adalah sah di alam demokrasi sekarang ini. Namun pada hakekatnya, Pilkada diharapkan mampu memperkuat mekanisme reward dan punishment antara kepala daerah dan rakyatnya. Mekanisme reward dan punishment diharapkan tumbuh dan pelan-pelan mengakar dalam praktek dan norma politik di Indonesia, yang antara lain lewat Pilkada. Selain itu, Pilkada juga diharapkan mampu menjadi instrumen untuk meningkatkan participatory democracy sehingga dapat memenuhi semua unsur yang diharapkan. Karena Pilkada adalah bersifat lokal, maka salah satu tujuan Pilkada adalah memperkuat legitimasi demokrasi di tingkat lokal.

Sejak digulirkannya tahun 2005 lalu, Pilkada telah menjadi topik utama berbagai media di tanah air dan menjadi pembicaraan hangat berbagai lapisan masyarakat. Sama halnya dengan daerah lainnya, di Kabupaten Tapanuli Utara, yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, telah dilaksanakan Pilkada langsung, yang untuk pertama kalinya pada 27 Oktober 2008. Pilkada tersebut diikuti oleh 6 (enam) pasangan calon, yaitu (1) Torang

Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, (2) Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir. Djudjung Pangondian Hutauruk, (3) Samsul Sianturi/Drs. Frans A. Sihombing, MM, (4) Ir. Sanggam Hutapea, MM/Ir. Londut Silitonga, (5) Drs. Wastin Siregar/Ir. Soaloon Silitonga, dan (6) Ir. Edward Sihombing/Drs. Alpha Simanjuntak, M. Pd.7

Berdasarkan Rekapitulasi KPU Kabupaten Tapanuli Utara, pasangan calon Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE, ditetapkan sebagai calon terpilih bupati/wakil bupati masa bakti 2009-2014.8

Berdasarkan gugatan tersebut, MK melalui putusan nomor 49/PHPU.D- VI/2008 tanggal 16 Desember 2008 perihal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian dan memerintahkan KPU Kabupaten Tapanuli Utara untuk melaksanakan pemungutan suara ulang paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibacakannya putusan, di 14 (empat belas) kecamatan dari 15 (lima belas) kecamatan se Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Kecamatan Tarutung, Adiankoting, Sipoholon, Siatas Barita, Parmonangan, Siborongborong, Pagaran, Pahae Julu, Pahae Namun karena merasa tidak puas dengan hasil Pilkada tersebut, pasangan calon Ir. Roy Mangotang Sinaga/Ir. Djudjung Pangondian Hutauruk, dkk melakukan gugatan (permohonan) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

7

Keputusan KPU Kabupaten Tapanuli Utara No. 21 tahun 2008, tanggal 28 Agustus 2008.

8

Jae, Purbatua, Simangumban, Sipahutar, Pangaribuan dan Garoga, tidak termasuk Kecamatan Muara.9

Sebagai penyelenggara Pilkada, KPU Tapanuli Utara pun melaksanakan putusan MK tersebut dan menggelar pemungutan suara ulang pada 13 Pebruari 2009. Dari hasil pemungutan suara ulang tersebut, tidak terjadi perubahan pemenang, bahkan perolehan suara pada Pilkada 27 Oktober 2008 untuk pasangan Torang Lumbantobing/Bangkit Parulian Silaban, SE mengalami peningkatan. Pada Pilkada 27 Oktober 2008 perolehan suaranya adalah 46.645 (34,13 %), sedangkan pada pemungutan suara ulang 13 Pebruari 2009, perolehan suaranya meningkat menjadi 51.453 (38.62 %). Dalam hal ini terjadi peningkatan sebesar 4.808 suara (4,49 %). Selanjutnya, pasangan Torang Lumbantobing dan Bangkit Parulian Silaban, SE ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Tapanuli Utara masa bhakti 2009-2014.10