• Tidak ada hasil yang ditemukan

Warisan Dunia Gunung Fuji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Warisan Dunia Gunung Fuji"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

- HAVE MORE FUN ! -

Warisan Dunia

Gunung Fuji

Objek Kepercayaan Spiritual dan Sumber Inspirasi Seni

Katsushika Hokusai, "Ombak Besar Lepas Pantai Kanagawa", dari 36 Pemandangan Gunung Fuji (Koleksi Museum Prefektur Yamanashi)

Melalui pendakian spiritual dari dasar hingga ke puncak

dan perziarahan ke area sakral di kaki gunung, Gunung

Fuji nan agung dan sakral mendapatkan kekuatan spiritual

dewa-dewi Buddha yang mendiaminya, menumbuhkan

sebentuk kepercayaan unik dengan permohonan atas

kematian dan kebangkitan diri, serta menjadi menjadi

objek karya-karya seni seperti lukisan papan cetak ukiyo-e

yang memengaruhi seniman asing pula.

Gunung Fuji yang menjadi objek kepercayaan dan

sumber inspirasi seni ini mendapat penghargaan tinggi di

dunia dan terdaftar sebagai Warisan Budaya Dunia pada

sidang ke-37 Komite Warisan Dunia UNESCO (Juni 2013).

-  CONTENTS –

-  Gunung Fuji , Objek Kepercayaan Spiritual dan Sumber Inspirasi Seni -  Gunung Fuji dan Kepercayaan SpiritualSpiritual

-  Gunung Fuji dan Seni -  Aset pembentuk

…Page 2 …Page 3 …Page 4 …Page 5-15

Click these icons to see more information or

videos with a working Internet connection.

(2)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Warisan Dunia

Gunung Fuji

,

Objek Kepercayaan Spiritual

dan

Sumber Inspirasi Seni

 Pada Januari 2007, Gunung Fuji tercatat dalam Daftar Tentatif kandidat Situs Warisan Budaya Dunia yang hendak direkomendasikan kepada

UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB). Gunung Fuji memiliki nilai yang tiada duanya di dunia sebagai gunung yang membentuk kepercayaan spiritual dan memberi inspirasi seni berkat keagungan, keluhuran, serta keelokannya.

Untuk menjadikan Gunung Fuji sebagai Warisan Budaya Dunia, Prefektur Yamanashi, Prefektur Shizuoka, dan kota-kota terkait berupaya

membuktikan nilai Gunung Fuji berdasarkan kriteria penilaian Warisan Dunia, merumuskan rencana manajemen konservasi yang memadai dan mengatur kebijakan perlindungan serta pelestarian Gunung Fuji, dan

menyerahkan rancangan pencalonannya kepada Badan Urusan

Kebudayaan pada Juli 2011. Pemerintah Jepang kemudian memutuskan untuk mencalonkan Gunung Fuji sebagai Warisan Budaya Dunia pada bulan September 2011, dan menyerahkan berkas nominasinya kepada UNESCO pada bulan Januari 2012.

Setelah melalui survei lapangan oleh ICOMOS (Dewan Monumen dan Situs Internasional), badan penasihat UNESCO, Gunung Fuji didaftarkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh Komite Warisan Dunia UNESCO pada bulan Juni 2013.

Menurut "Panduan Operasional Penerapan Konvensi Warisan Dunia" yang memuat aturan pendaftaran Warisan Dunia, berbagai langkah harus dilakukan untuk memastikan manajemen pelestarian serta

melindungi nilai-nilai aset sebagai persyaratan pendaftaran. "Rencana Manajemen Perlindungan" menetapkan kebijakan serta cara-cara yang akan digunakan untuk melindungi nilai istimewa Gunung Fuji dan

mewariskannya secara pasti kepada generasi mendatang.

Gunung Fuji yang terbentang di Prefektur Yamanashi dan Shizuoka memiliki aset-aset budaya yang terkait dengan kepercayaan spiritual dan seni yang tersebar di berbagai penjuru. Untuk itu, perlu dirumuskan rencana manajemen perlindungan yang menetapkan kebijakan serta mekanisme perlindungan dan pelestarian Gunung Fuji secara

menyeluruh, termasuk dengan aset-aset kulturalnya, sebagai satu

kesatuan. Berdasarkan rencana ini, kita dapat mengantarkan Gunung Fuji melewati waktu hingga ke masa depan dalam kondisi yang lebih sesuai sebagai Warisan Budaya Dunia.

Gunung Fuji terdaftar sebagai Warisan Budaya Dunia karena memiliki nilai budaya utama sebagai "objek kepercayaan spiritual" dan "sumber inspirasi seni" yang telah memenuhi kriteria penilaian yang disebutkan dalam "Panduan Operasional Penerapan Konvensi Warisan Dunia" yang ditetapkan oleh Komite Warisan Dunia. Gunung Fuji telah memenuhi sepuluh kriteria penilaian yang tersebut di bawah ini:

“Mewariskan Gunung Fuji ke Masa Depan

“Kriteria Penilaian

untuk Pendaftaran Situs Warisan Budaya Dunia

(3)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Nilai Gunung Fuji yang Universal dan Mengemuka

Dasar Penilaian (iii)

Bukti yang menunjukkan adanya tradisi budaya khas akan gunung yang disebut "kepercayaan spiritual akan Gunung Fuji"

Sebagai awal kepercayaan akan dewa-dewi Buddha yang dipercaya mendiami Gunung Fuji berkembanglah tradisi yang menekankan harmoni dengan gunung berapi serta tradisi terima kasih kepada benda-benda seperti mata air di kaki gunung. Esensi kepercayaan itu telah diwariskan dalam bentuk dan semangat ziarah serta pendakian Gunung Fuji yang bertahan melampaui zaman

hingga saat ini.

Berbagai aset budaya yang dibuat sebagai momentum Gunung Fuji dan kepercayaannya merupakan bukti tiadanya tandingan tradisi budaya pada gunung yang tetap hidup hingga sekarang.

Kriteria Penilaian (vi)

Kaitan langsung dan konkret dengan karya-karya seni dengan arti universal yang mengemuka.

Ikon Gunung Fuji yang tergambar pada ukiyo-e pada paruh pertama abad ke-19 banyak digunakan sebagai motif seni modern Barat,

berpengaruh besar terhadap karya-karya seni Eropa, dan dikenal luas di luar negeri sebagai simbol Jepang serta budaya Jepang.

Gunung Fuji adalah gunung yang tiada tandingannya yang memiliki kaitan langsung dan konkret dengan karya-karya seni dengan arti universal yang mengemuka dan merupakan simbol Jepang serta budaya Jepang.

Page 3

 Masyarakat Jepang sejak dahulu merasa takjub akan Gunung Fuji yang menjadi tempat bersemayam dewa-dewi dan kerap meletus. Kuil Sengen kemudian didirikan di kaki gunung untuk meredam letusan tersebut.

Pada akhir Zaman Heian, setelah aktivitas

vulkanik gunung mereda, Gunung Fuji menjadi pusat kegiatan kepercayaan "Shugen-do" yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan purba Jepang akan gunung-gunung dan ajaran esoteris Buddha.

Seorang biksu bernama Matsudai Shonin yang hidup pada awal abad ke-12 membangun Kuil Buddha Dainichi di puncaknya. Pada akhir

Zaman Muromachi, penganut Shugen-do dan para warga biasa mulai mendaki gunung

sebagai perziarahan spiritual. Perziarahan itu kemudian dijadikan sebagai doktrin

kepercayaan spiritual baru akan Gunung Fuji oleh Kakugyo Hasegawa yang hidup pada Zaman Sengoku.

Ajaran Kakugyo diwariskan kepada murid-muridnya dan sekte "Fujiko" menjadi sangat populer pada pertengahan Zaman Edo,

terutama di wilayah Kanto. Setelah itu, banyak orang mulai mendaki Gunung Fuji atau

berziarah ke tempat-tempat spiritual, seperti Lima Danau Fuji.

Pada Zaman Meiji, berkat pencabutan larangan pendakian ke puncak bagi

perempuan serta pembangunan jaringan jalan dan kereta, banyak orang ingin mendaki

puncak Gunung Fuji.

Patung Putri Konohana Sakuya (Koleksi Museum Sejarah Lokal Fujiyoshida)

Sejak Zaman Edo, Putri

Konohana Sakuya mulai dipuja sebagai dewi Gunung Fuji.

Lukisan Sutra Warna Mandala Ziarah Fuji (Koleksi Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan)

Menggambarkan pendakian ziarah Gunung Fuji pada Zaman

Muromachi.

(4)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Berkat keindahannya, Gunung Fuji menjadi tema berbagai karya kreatif. "Man'yoshu", koleksi puisi Jepang tertua dari abad ke-8, juga mencakup karya-karya bertemakan Gunung Fuji yang salah satunya menyebut Gunung Fuji sebagai dewa kedamaian negeri dan sebagai harta karun. Asap vulkanik yang membubung pada waktu itu digambarkan dalam banyak karya sastra sebagai simbol cinta yang membara. Gunung Fuji juga ditampilkan dalam karya-karya klasik seperti "Kisah Pemotong

Bambu", "Kokin Wakashu", dan "Kisah Ise", haiku Matsuo Basho dan Yosa Buson, serta karya-karya Natsume Soseki dan Dazai Osamu. Beberapa representasi Gunung Fuji yang paling terkenal adalah ukiyo-e dari Zaman Edo. Di antara ukiyo-e tersebut, karya Katsushika Hokusai "36

Pemandangan Gunung Fuji", dan karya Utagawa Hiroshige "36

Pemandangan Gunung Fuji" serta "53 Stasiun Tokaido" menggambarkan Gunung Fuji dari berbagai tempat dalam karya-karyanya. Ukiyo-e juga mempengaruhi seniman-seniman impresionis seperti Van Gogh dan

Monet. Pada lukisan modern Jepang, seniman seperti Yokoyama Taikan yang dikenal atas karyanya "Fuji Biru Laut" menciptakan banyak karya yang menyertakan Gunung Fuji. Karena itu, bisa dikatakan bahwa

Gunung Fuji merupakan sumber inspirasi seni dan layak menjadi Warisan Budaya Dunia.

Gunung Fuji dan Seni

Katsushika Hokusai, "Angin Selatan Langit Cerah", dari 36 Pemandangan Gunung Fuji (Koleksi Museum Prefektur Yamanashi)

Yokoyama Taikan, "Fuji Biru Laut" (Koleksi Museum Seni Prefektur Shizuoka)

(5)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Nilai Gunung Fuji sebagai Warisan Budaya Dunia berkat

pemandangannya nan agung dan sakral, yang menjadikannya "objek kepercayaan spiritual" serta "sumber inspirasi seni". Area (dengan

ketinggian 1.500 meter atau lebih) yang terutama penting bagi nilai Gunung Fuji dipandang sebagai bagian aset Gunung Fuji. Hal ini

didasarkan pada cakupan area-area yang digambarkan dalam lukisan-lukisan terkenal dan tepat berada di atas "Umagaeshi", yang merupakan salah salah satu batas kesakralan spiritual. Dalam lingkup area itu

terdapat Posko 8 dan setelahnya yang merupakan tempat Dewa

Sengen bersemayam, serta pemandangan dari Danau Motosu, seperti yang tergambar dalam lembaran uang kertas 1.000 yen saat ini.

1. Situs Gunung Fuji (Yamanashi dan Shizuoka)

Page 5

Warisan Dunia

Gunung Fuji , Objek Kepercayaan Spiritual dan

Sumber Inspirasi Seni – Aset pembentuk -

(6)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Berbagai fasilitas spiritual seperti kuil tersebar di sepanjang dinding

kawah di puncak gunung. Setelah pendakian ziarah Gunung Fuji dimulai, bangunan kuil, patung Buddha, dan lain-lain dipersembahkan, dan

aktivitas-aktivitas spiritual di puncak gunung pun dikelola secara sistematis. Bahkan saat ini, banyak pendaki beraktivitas di puncak

gunung, seperti berdoa ketika melihat matahari terbit dan mengelilingi kawah (ritual "Ohachimeguri"). Lewat hal-hal itu, semangat kepercayaan spiritual akan Gunung Fuji terus diwariskan hingga zaman modern.

1-1. Relikui kepercayaan spiritual yang di

puncak gunung (Yamanashi dan Shizuoka)

Page 6

Jalan lintas ini berawal di Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan, melewati Kuil Sengen Murayama, dan menuju ke sisi selatan puncak gunung. Aktivitas Matsudai Shonin pada awal serta pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah mendorong pendakian Gunung Fuji. Sejak itu, masyarakat mulai melakukan pendakian sebagai suatu perziarahan spiritual, yang

digambarkan dalam “Lukisan Sutra Warna Mandala Ziarah Fuji” (Kenbon Chakushoku Fuji Mandarazu) pada abad ke-16. Lingkup aset ini adalah Posko 6 dari Jalan Lintas Fujinomiya dan setelahnya.

(7)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Jalan lintas ini berawal dari Kuil Sengen Suyama dan menuju area tenggara puncak gunung. Meskipun awal jalan lintas ini tidak jelas, keberadaannya pada tahun 1486 dapat dipastikan dari

dokumen-dokumen kuno. Jalan ini mengalami kerusakan parah akibat letusan Hoei Gunung Fuji (tahun 1707) dan diperbaiki sepenuhnya pada tahun 1780. Lingkup aset ini adalah ketinggian 2.050 meter (tempat Jalan Lintas Gotemba saat ini) dan setelahnya, dan pada area di sekitar Suyama Otainai (ketinggian 1.435-1.690 meter).

1-3. Jalan Lintas Suyama

(kini Jalan Lintas Gotemba)

Page 7

Jalan lintas ini berawal di Kuil Sengen Fuji, menyatu dengan Jalan Lintas Yoshida di Posko 8, dan menuju area timur puncak gunung. Meskipun awal jalan lintas ini tidak jelas, piring gantung Buddha bertatahkan tahun 1384 ditemukan di jalan tersebut. Banyak penganut Fujiko dan

kepercayaan lain mulai memanfaatkannya pada paruh kedua abad ke-18. Lingkup aset ini adalah Posko 5 dan setelahnya.

(8)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Jalan lintas ini berawal di Kuil Sengen Fuji Hongu Kitaguchi dan menuju ke puncak Gunung Fuji. Pada paruh kedua abad ke-14 mulai dibangun persinggahan bagi para peziarah dan juga fasilitas bagi banyak

pendaki. Setelah Jikigyo Miroku meletakkan dasar kebesaran Fujiko dan menetapkan Jalan Lintas Yoshida sebagai jalur pendakian utama bagi para penganutnya, jumlah penganut Fujiko bertambah secara bertahap sejak paruh kedua abad ke-18 dan banyak orang menggunakan jalan lintas tersebut.

1-5. Jalan Lintas Yoshida

Kuil ini bermula dari tempat memandang yang didedikasikan untuk Asama no Okami. Pada tahun 1480 sebuah gerbang kuil "Gunung Fuji" didirikan dan pada pertengahan abad ke-16 paviliun Kuil Sengen

dibangun. Karena kaitan eratnya dengan kepercayaan Fujiko,

bangunan-bangunan tersebut direnovasi pada tahun 1730-an dengan kontribusi seorang pendeta Fujiko, Murakami Kosei, dan dibuat lanskap halaman yang dapat dilihat saat ini.

1-6. Kuil Sengen Fuji Hongu Kitaguchi

(9)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

 Para penganut Fujiko menetapkan aturan “Uchi Hakkai Meguri” dan menziarahi delapan danau di kaki Gunung Fuji. Meskipun lokasi

perziarahan berubah menurut zaman, Lima Danau Fuji yang mencakup juga Danau Sei, Danau Shoji, dan Danau Motosu tetap selalu menjadi objek ziarah yang tak lekang oleh zaman. Di antara Lima Danau Fuji itu, Danau Motosu menjadi sumber inspirasi banyak karya seni berkat

pemandangannya yang sungguh elok dan permai. Di antara

karya-karya itu, foto “Musim Semi di Tepi Danau” karya-karya Okada Koyo yang terus memburu Gunung Fuji sepanjang hidupnya diadopsi sebagai gambar lembaran uang kertas 5.000 yen dan 1.000 yen.

1-7. Danau Sai / 1-8. Danau Shoji /

1-9. Danau Motosu

 Kuil Sengen mengawali pemujaan Gunung Fuji sebagai Asama no

Okami dan Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan adalah pusat Kuil-kuil Sengen yang ada. Menurut legendanya, Kuil Besar tersebut dipindahkan ke

lokasinya yang sekarang dari Yamamiya. Kepercayaan spiritual itu

bermula pada abad ke-9, dan paviliun kuil yang ada saat ini dibangun di bawah perlindungan khusus Tokugawa Ieyasu. Selain itu, berkat kontribusi Ieyasu, area Gunung Fuji dari Posko 8 hingga puncak gunung dikelola sebagai simbol sakral dewa-dewi. Di halaman kuil terdapat "Kolam

Wakutama" yang bersumber dari mata air Gunung Fuji dan di masa lalu airnya digunakan penganut kepercayaan untuk menyucikan tubuh sebelum mendaki Gunung Fuji.

2. Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan

(10)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Menurut legenda Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan, Kuil Sengen

Yamamiya merupakan pendahulu Kuil Besar Sengen Hongu Fujisan yang dibangun oleh Yamatotakeru no Mikoto. Ketiadaan bangunan pada bagian dalam kuil yang merupakan hasil konfigurasi unik dari bangunan tempat beribadah untuk melihat Gunung Fuji, diperkirakan didasarkan pada sebentuk ritual kuno ibadah Gunung Fuji dari kejauhan yang bertujuan untuk meredam letusannya.

3. Kuil Sengen Yamamiya

Page 10

Setelah aktivitas letusan Gunung Fuji reda pada abad ke-12, Matsudai Shonin dan orang-orang lain mulai melakukan praktik asketis di gunung. Aktivitas ini terus berkembang hingga lahir kepercayaan Shugen-do di Gunung Fuji pada awal abad ke-14. Sebagai pusatnya adalah Kuil

Sengen Murayama (juga dikenal dengan nama Koho-ji). Para penganut Shugen-do mengelola Jalan Lintas Omiya-Murayama hingga paruh

kedua abad ke-19.

4. Kuil Sengen Murayama

Kuil Sengen Suyama merupakan titik awal Jalur Suyama. Menurut legenda, kuil ini dibangun oleh Yamatotakeru no Mikoto dan

keberadaannya pada tahun 1524 dapat dipastikan dari penanda konstruksi kuil. Kuil ini juga mengalami kerusakan parah akibat letusan Hoei pada tahun 1707 dan bangunan kuil utama yang ada saat ini direnovasi pada tahun 1823.

(11)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Kuil Sengen Fuji merupakan titik awal Jalan Lintas Subashiri dan

menarik banyak penganut kepercayaan Fujiko. Di sana

tertinggal sekitar 70 monumen peringatan yang menunjukkan

hal-hal seperti jumlah pendakian sebanyak 33 kali sebagai satu

jeda. Menurut legenda, kuil ini dibangun pada tahun 807.

Meskipun mengalami kerusakan parah akibat letusan Hoei

(tahun 1707), pada tahun 1718 direnovasi dan telah berkali-kali

diperbaiki hingga menjadi bentuknya yang sekarang.

6. Kuil Sengen Fuji (Kuil Sengen Subashiri)

Page 11

Dikisahkan bahwa kuil ini merupakan Kuil Asama pertama yang

dibangun di kaki utara Gunung Fuji pada momentum letusan

yang terjadi pada paruh kedua abad ke-9. Daerah Kawaguchi

yang berpusat di Kuil Sengen dibangun sebagai permukiman

Oshi sejak paruh kedua zaman pertengahan ketika pendakian

ziarah Gunung Fuji menjadi populer hingga Zaman Edo. Hingga

saat ini, aktivitas spiritual yang terkait erat dengan Gunung Fuji

pun masih terus dilakukan.

7. Kuil Asama Kawaguchi

8. Kuil Sengen Omuro Fuji

Dikisahkan bahwa kuil ini dibangun pada awal abad ke-9 di

lokasi Posko 2 dari Jalan Lintas Yoshida, dan terdapat pula

dokumen-dokumen yang menyebutkan bahwa kuil ini adalah

kuil pertama yang didedikasikan untuk Gunung Fuji. Meskipun -

(12)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Pemukim Oshi membantu penganut kepercayaan Fujiko yang

sedang melakukan pendakian ziarah dengan menyediakan

persinggahan dan makanan. Mereka juga secara reguler

beribadah dan menyebarkan ajaran kepercayaan akan

Gunung Fuji. Banyak rumah Oshi berbentuk memanjang dengan

pintu masuk menghadap jalan utama, dan mencakup

bangunan rumah tinggal serta persinggahan peziarah yang

berlokasi di belakang drainase yang mengaliri kompleks tersebut.

Foto menunjukkan bekas rumah tinggal keluarga Togawa.

*) 10. Tempat tinggal keluarga Osano tidak terbuka untuk umum

(Model rekonstruksi rumah dapat dilihat di Museum Sejarah Lokal

Fujiyoshida)

9.10. Permukiman Oshi (dulu tempat tinggal

keluarga Togawa dan Osano)

Page 12

Dua danau ini merupakan danau bendungan yang terbentuk

akibat aktivitas vulkanik Gunung Fuji dan termasuk dalam Lima

Danau Fuji. Dalam naskah pendeta Hasegawa yang ditulis tangan

pada paruh kedua abad ke-16 disebutkan bahwa beliau

melakukan "Suigyo" dan berziarah ke Danau Yamanaka dan

Danau Kawaguchi. Dalam "Catatan 31 Hari" tahun 1733, Jikigyo

Miroku menyebutkan tentang ziarah "Uchi Hakkai Meguri" ke

delapan danau. Dari 8 danau tersebut, Danau Yamanaka dan

Danau Kawaguchi termasuk dalam Lima Danau Fuji yang

merupakan objek ziarah suigyo yang tak lekang oleh zaman.

11. Danau Yamanaka / 12. Danau Kawaguchi

- bangunan utama kuil dipindahkan tanpa mengalami

perubahan ke kaki gunung pada tahun 1970-an, kuil ini telah

berfungsi sebagai kombinasi antara kuil utama di Posko 2 yang

dipandang sebagai basis berbagai bentuk kepercayaan spiritual

akan Gunung Fuji, seperti Shugen dan pendakian ziarah, dan kuil

di kaki gunung yang berfungsi sebagai tempat bersemayamnya

Ubusunagami, dewa pelindung bumi.

(13)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Inilah 8 kolam air yang bersumber dari

air tanah Gunung Fuji, yang merupakan

tempat menyemayamkan 8 Raja Naga,

dan masing-masing merupakan tujuan

ziarah keliling dari kepercayaan akan

Gunung Fuji. Para pendaki ziarah

Gunung Fuji menyucikan hadas dengan

air tersebut. Kolam-kolam ini dikisahkan

sebagai lokasi-lokasi suci bersejarah

yang disebut dengan "delapan danau

mata air Gunung Fuji" dan disamakan

dengan delapan kolam praktik asketis

Hasegawa Kakugyo, dan diperkirakan

diungkap kembali oleh para penganut

Fujiko pada tahun 1843.

13~20. Oshino Hakkai

Saat Hasegawa Kakugyo melakukan pendakian ziarah Gunung

Fuji pada tahun 1617, ia menemukan gua di area utara kaki

gunung (yang diperkirakan merupakan satu lubang pohon lava

berskala kecil yang tersebar di seluruh area gua lubang pohon

Funatsu) dan mendedikasikannya untuk Asama no Okami.

Gua-gua lubang pohon Funatsu yang ada saat ini ditemukan oleh

para penganut Fujiko pada tahun 1673, dan gua-gua lubang

pohon Yoshida diperbaiki sebagai "Otainai" baru pada 1892. Putri

Konohana Sakuya disemayamkan di dalam gua.

Page 13

21. Lubang Pohon Lava Funatsu

(14)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Menurut legenda, gua angin Hitoana

(gua lava) yang menjadi "tempat

bersemayam Dewa Sengen

Daibosatsu" (nama dewi Gunung Fuji)

merupakan tempat suci. Hasegawa

Kakugyo yang diperkirakan merupakan

pendiri Fujiko melakukan latihan spiritual

dan bermeditasi di sini pada abad ke-16

hingga 17. Di halaman kuil tertinggal

sekitar 230 monumen peringatan serta

penghormatan bagi Kakugyo dan para

pendeta lain, dan juga

monumen-monumen peringatan pendakian yang

didirikan oleh para peziarah spiritual.

23. Relikui Fujiko Hitoana

Air terjun Shiraito menyembur setinggi

sekitar 200 meter dari mata air Gunung

Fuji. Hasegawa Kakugyo, yang

diperkirakan merupakan pendiri Fujiko,

diperkirakan pula melakukan latihan

latihan spiritual di sini. Air terjun ini juga

menjadi tempat latihan dan ziarah

penganut kepercayaan, terutama

penganut Fujiko.

24. Air Terjun Shiraito

(15)

Copyright © Yamanashi Free Wi-Fi Project

Miho no Matsubara ditampilkan sebagai

objek banyak puisi Jepang pasca

"Man'yoshu" dan juga menjadi latar

pertunjukan drama Noh "Hagoromo". Selain

itu, penempatan gambar Miho no

Matsubara di sisi depan merupakan tipe

gambar Gunung Fuji abad ke-15 serta ke-16

dan setelahnya. Melalui karya-karya itu dan

banyak karya seni lain, Miho no Matsubara

dikenal luas sebagai lokasi permai untuk

melihat Gunung Fuji.

Page 15

Referensi

Dokumen terkait

Program ini juga menghasilkan menu lihat rute jalur yang dapat digunakan oleh pengguna angkutan umum maupun admin untuk melihat rute sebuah jalur. Pengguna angkutan umum

It is possible to create libraries of generic algorithms and user-defined types that are just as efficient or almost as efficient as code that is not written generically..

Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi pelaksanaan prinsip restorative justice yang ideal adalah dengan mengintegrasikan UU

Yaitu suatu perjanjian antara pihak yang satu dan pihak. lainnya, dimana pihak yang satu menghendaki suatu

Terdapat Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Cretive Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis.. Berdarkan analisis data menggunakan uji t terhadap

Tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi serta likuiditas perusahaan yang digambarkan oleh aktiva lancar jumlahnya meningkat, maka perusahaan akan dapat

Setelah penulis mengadakan penelitian terhadap optimalisasi fungsi manajemen dalam meningkatkan peran dan fungsi masjid pada Masjid Istiqamah Bandung, dan berdasarkan yang telah

Data hasil penelitian atau eksperimen diuji secara statistik untuk mengetahui variabel proses mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap jenis pahat, kecepatan