• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imple mentasi Restorative Justice Secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Imple mentasi Restorative Justice Secara"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Restorative Justice Secara Ideal Bagi Anak Yang Berkonflik dengan Hukum di Indonesia;l Sebuah Opini Tinaauan Sosiologi

Peradilan Pidana Oleh

Rizki Akbar Hasan

Seiring waktu, perkembangan paradigma peradilan pidana mengalami banyak perubahan dalam rangka pemberian pidana. Diawali dari prinsip pemidanaan retributif yang menandai bahwa tujuan pemberian pidana adalah untuk menjatuhkan konsekuensi atas pelanggaran hukum yang diperbuat oleh seseorang. Hingga ke perkembangan pemidanaan yang saat ini sedang berkembang dan seringkali diusung-usung sebagai prinsip pemidanaan yang paling baik, yakni prinsip pemidaaan restoratif alias restorative justice, yang menandai bahwa tujuan pemberian pidana adalah untuk mengembalikan keseimbangan yang rusak akibat suatu perbuatan melanggar hukum.

Di Indonesia, prinsip pemidanaan restoratif telah banyak menjadi buah bibir publik yang memerhatikan perkembangan sistem hukum di Tanah Air. Puncaknya adalah kala media arus utama secara intensif memberitakan mengenai kasus Kecelakaan Maut kendaraan yang dikemudikan oleh anak dari salah satu musisi ternama di Indonesia, yang diketahui menewaskan 7 orang dan beberapa korban luka-luka1. Sebelum kasus tersebut terjadi, RJ (restorative justice) juga acap kali menjadi fokus dari studi para akademisi yang berfokus pada isu reformasi hukum sistem peradilan pidana di Indonesia dalam menangani kasus-kasus anak yang berkonflik dengan hukum. Seperti kasus yang ditangani oleh LBH Mawar Saron tentang dua orang pelajar SMP yang dituduh mencuri2. Menurut keterangan anggota LBH Mawar Saron, kedua orang pelajar SMP dengan pihak korban pencurian telah melakukan kesepakatan damai, namun polisi dan kejaksaan tetap meneruskan kasus tersebut hingga ke meja hijau. Seharusnya, prinsip-prinsip RJ dapat diberlakukan, bukan saja demi kepentigan pemulihan korban melainkan mengembalikan potensi kebaikan anak-anak tersebut dengan cara mempertanggungjawabkan perbuatannya, disamping menghindari kerugian yang mungkin akan lebih

1 Alia Fathiyah. (2013). Korban Tewas Kecelakaan Dul di Jagorawi Jadi 7. Tempo Online. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/14/064513198/Korban-Tewas-Kecelakaan-Dul-di-Jagorawi-Jadi-7. diakses pada 19 Juni 2014

2 Jecky Tengens. (2011). Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana Indonesia. Hukum Online. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e25360a422c2/pendekatan-irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia-broleh--jecky-tengens--sh-. Artikel tersebut berisi pengalaman Tengens sebagai anggota LBH Mawar Saron ketika

(2)

parah dialami oleh anak-anak tersebut karena harus menjalani hukuman pidana penjara dan putus sekolah.

Memang, prinsip RJ dalam sistem hukum di Indonesia baru diterapkan dalam UU Nomor 11 tahun 2012 dan disahkan pada tahun 2014 ini. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah potensi pelaksanaan RJ dalam Sistem Peradilan Anak dapat dilaksanakan sesuai dengan hakikat yang sebenarnya dari RJ itu sendiri apabila Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dan lembaga-lembaga pendukungnya belum memadai dalam melakukan praktik RJ dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum. Maka, pokok analisis yang diangkat oleh penulis dalam esai ini adalah mengenai bagaimana implementasi Restorative Justice yang ideal bagi anak yang berkonflik dengan hukum di Indonesia. Penulis akan membahas secara singkat mengenai prinsip pemidanaan restoratif dalam sistem peradilan pidana, garis besar RJ dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, dan analisis RJ yang ideal berbasis hukum adat di Indonesia.

Menerapkan Keadilan Restoratif Secara ‘Ideal’

Idealnya menurut Morrisson, RJ merupakan suatu bentuk resolusi konflik yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pelanggar hukum bahwa perbuatannya adalah sikap yang salah dan di satu sisi, setiap penanganan yang ditujukan untuk menyelesaikan konflik tersebut harus bersifat suportif dan menghargai hak asasi individu. Sedangkan menurut Profesor Mustofa dalam materi yang disampaikannya dalam perkuliahan Viktimologi, idealnya, Restorative Justice merupakan suatu proses non-formal yang digunakan dalam menyelesaikan masalah kejahatan dan hakikatnya dengan mengadopsi hukup peradilan adat. Profesor Mustofa mencontohkan bahwa Pengadilan Adat Suku Maori di Selandia Baru adalah salah satu bentuk paling ideal dari pelaksanaan Restorative Justice dalam praktik pemidanaan.

RJ Masyarak

at

Korban Pelanggar

(3)

Skema Restorative Justice

Dalam konteks sistem peradilan pidana, prinsip pemidanaan restoratif adalah serangkaian proses dimana setiap pihak yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dalam suat tindak kejahatan atau pelanggaran hukum berkumpul bersama untuk menemukan solusi secara kolektif tentang bagaimana menangani dan menghadapi dampak dari suatu pelanggaran hukum tersebut dan implikasinya di masa mendatang3. Tujuan inti dari penggunaan prinsip RJ dalam pemidanaan adalah memulihkan hubungan interaksi antara pelaku dengan korban menjadi sedia kala dan mengembalikan keseimbangan yang dirusak atas perbuatan pelaku kejahatan yang memberikan dampak kerugian bagi masyarakat dan dilakukan dengan teknik-teknik non-kekerasan.

Mengapa perlu bercermin pada Pengadilan Adat Suku Maori dan Kearifan Hukum Adat Lokal di Indonesia, seperti yang dijelaskan oleh Profesor Mustofa pada paragraf diatas? Ada dua hal penting yang patut menjadi cerminan dalam pelaksanaan pemidanaan restoratif dalam SPP Indonesia, yakni pertama bahwa prinsip-prinsip RJ dapat dilakukan idealnya pada masyarakat dengan solidaritas organik non-anomie. Kondisi masyarakat yang seperti itu menghasilkan elemen-elemen masyarakat yang terlibat dalam melakukan praktik restoratif sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya, yakni mendasar pada pemulihan keseimbangan. Yang kedua adalah bahwa ketika menerapkan prinsip pemidanaan restoratif, maka atribut-atribut dan perangkat dari Sistem Peradilan Pidana pada umumnya haruslah ditanggalkan. Segala macam simbol dan bahasa yang mengisyaratkan kekerasan, opresi, dan kekuasaan ordinat tidak dapat berlaku dalam praktik restoratif karena bertentangan dengan prinsip dasarnya, yakni memulihkan keseimbangan tanpa praktik kekerasan. Seperti yang diutarakan John Braithwaite adalah bahwa kekerasan, stigma, label, dan kriminalisasi membuat fenomena kejahatan semakin buruk di masyarakat4, maka penggunaan simbol dan representasi instansi yang sarat akan kekerasan tidak diperlukan dan harus dihindari dalam pelaksanaan restorative justice.

Restorative Justice dalam UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

3 Tony Marshall dalam John Braithwaite. (2002). Restorative Justice & Responsive Regulation. London: Oxford Press

(4)

Pada Pasal 5 (1), diutarakan bahwa Sistem Peradilan Anak (SPA) wajib mengutamakan Keadilan Restoratif dengan menggunakan diversi seperti yang tertera pada Pasal 6, sebagai teknik pelaksanaannya. Restorative justice dengan teknik diversi tersebut digunkan sebagai opsi utama dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum.

Undang-undang yang disahkan pada tahun 2014 ini mulai diberlakukan di Indonesia untuk menangani kasus anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Sistem Peradilan Pidana formal merupakan institusi yang dimandatkan untuk melaksanakan UU ini untuk menangani setiap kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Salah satu kasus yang ramai diberitakan dan diusung-usung sebagai model dari pelaksanaan prinsip RJ dalam UU Peradilan Anak adalah kasus kecelakaan yang melibatkan Dul, anak dari musisi Ahmad Dhani. Sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, Dul telah melaksanakan proses peradilan yang seringkali disebut oleh media mengusung prinsip RJ dalam menjalani prosesnya. Dul dan orang tuanya dipertemukan dengan keluarga korban, dan penegak hukum untuk menemukan solusi atas permasalahannya. Namun apakah prosesnya selesai sampai disitu? Dul tetap harus menjalani pengadilan dan proses sistem peradilan pidana tetap berlangsung pada Dul.

Memang jika ditelisik lebih jauh, praktik diversi pada UU Peradilan Anak di Indonesia masih banyak mengalami kendala dan dirasa masih belum siap dalam menerapkan prinsip restorative justice untuk menanagani anak yang berkonflik denga hukum. Kenyataannya, sistem peradilan pidana di Indonesia masih belum siap secara substantif dan administratif dalam mempraktikkan prinsip RJ yang ideal dan juga belum siap sebagai solusi dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum yang berbasis pada kepentingan terbaik anak. SPP juga belum mampu menggantikan hukum adat dalam memberikan peradilan yang bersifat ‘memulihkan’ hubungan antara anak yang berkonflik dengan hukum dengan korban serta masyarakat (memulihkan hubungan mikro-makro sebagai prinsip dasar dalam RJ).

(5)

Anak dengan Kerangka HAM-KHA dan Hukum Adat di Indonesia dengan cara; (a) mengamandemen/Peninjauan Kembali/Revisi UU Peradilan Anak, (b) Reformasi Sistem Hukum dan Peradilan Pidana di Indonesia berbasis kerangka HAM-KHA, dan (c) mengahapuskan UU Penghapusan Hukum Adat, memberlakukan kembali pelaksanaan hukum adat secara formil, dan membuat UU yang mengatur pelaksanaan hukum adat yang berbasis Hak Asasi Manusia, Hak Anak, dan UU Peradilan Anak untuk membentuk dasar hukum pelaksanaan RJ dalam menangani anak yang berkonflik dengan hukum yang ideal di Indonesia.

Tulisan ini dibuat sebagai syarat kelulusan pada matakuliah Sosiologi Peradilan Pidana pada Program Sarjana Departemen Kriminologi FISIP-UI pada tahun 2014. Isi tulisan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.

Dafar Pustaka

Alia Fathiyah. (2013). Korban Tewas Kecelakaan Dul di Jagorawi Jadi 7. Tempo Online. http://www.tempo.co/read/news/2013/09/14/064513198/Korban-Tewas-Kecelakaan-Dul-di-Jagorawi-Jadi-7. diakses pada 19 Juni 2014

Jecky Tengens. (2011). Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana

Indonesia. Hukum Online.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e25360a422c2/pendekatan-irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia-broleh--jecky-tengens--sh-. Artikel tersebut berisi pengalaman Tengens sebagai anggota LBH Mawar Saron ketika berhadapan dengan kasus dua orang pelajar SMP yang dituduh mencuri.

John Braithwaite. (2002). Restorative Justice & Responsive Regulation. Halaman 74. London: Oxford Press

Referensi

Dokumen terkait

Sajrone komponen iki guru ngamati dhampak utawa asil saka tindakan kang ditindakake marang siswa. Tes kanthi mangsuli pitakonan-pitakonan kanggo mangertene pencapaian

Warna ungu yang terdapat pada daun miana adalah indikator keberadaan pigmen antosianin.Pemanfaatan daun miana sebagai sumber antosianin dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami

Selain itu, penulis menganggap bahwa Museum Benteng Vredeburg memiliki keunikan yakni bangunannya berupa bangunan bekas Belanda yang sudah termasuk dalam Benda

Berdasarkan hasil analisis ragam terhadap warna secara uji organoleptik minuman serbuk instan daun gaharu menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi gula stevia berpengaruh sangat

Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan, adapun persyaratan yang diajukan PT Panca Kharisma Utama Pangkalan Jati Cinere dalam rekrutmen tenaga kerja

Hanya 5 strain mampu memfermentasi biji-biji benguk; tetapi tempe yang dihasilkannya mempunyai aroma yang tidak menyenangkan (berbau apak). Jenis jamur ini

Jika NIS benar dan terdapat dalam database maka sistem akan menampilkan data umum siswa, jika data siswa yang dimaksud benar pilih tahun ajaran dan semester lalu tekan

Dalam sistem manajemen kinerja yang diterapkan Perum PHT pimpinan di- haruskan untuk memvalidasi atas apa yang telah diinput oleh karyawan dalam formulir RLK untuk memastikan