• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Hidup dan Kehidupan Sebab-Musabab Yang Saling Bergantung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fenomena Hidup dan Kehidupan Sebab-Musabab Yang Saling Bergantung"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PATICCASAMUPPADA

Fenomena Hidup dan Kehidupan Sebab-Musabab

Yang Saling Bergantung

(oleh Selamat Rodjali)

Para pembaca yang baik... Paticcasamuppada (sebab-musabab yang saling bergantung) merupakan ajaran Buddha yang paling banyak disalahartikan oleh banyak orang, termasuk oleh umat Buddha sendiri. Walaupun rumusan prinsip umum-nya sangat sederhana, namun setelah kita memulai mendalami ke dalam tiap-tiap faktor dari rantai ikatan kondisi-kondisi yang mencul bergantungan yang merupakan standar prinsip umum, kita akan dengan mudah menghadapi keraguan. Standar format tersebut memiliki dua interpretasi

Utama: satu format adalah sebagai proses yang berlangsung dari kehidupan satu ke kehidupan lain,

(2)

kesadaran. Namun demikian, baik kita menginterprestasikannya yang mencakup kehidupan ke kehidupan

berikut atau pun kemunculan dalam satu moment kesadaran, kita menghadapi subjek materi yang mengatasi persepsi biasa... Rumusan prinsip umum Paticcasamuppada yang banyak dikenal adalah sebagai berikut:

Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu

Dengan adanya ini, maka ada-lah itu Dengan padamnya ini, maka padamlah itu Dengan tidak adanya ini, maka itupun tidak ada (Samyutta Nikaya II:28:65, Sutta Pitaka)

Rumusan sederhana di atas mengandung makna dalam. Dalam rumusan di atas, kata ¡®timbul¡¯ tidak sama dengan kata ¡®ada¡¯, dan kata ¡®padam¡¯ tidak sama dengan kata ¡®tidak ada.¡¯ Apabila salah satu kalimat di atas tidak ada, maka rumusan tersebut tidak mencerminkan kaidah Pa4iccasamupp1da secara tepat.

Demikian dalamnya hakekat hidup dan kehidupan yang diuraikan tersebut, sehingga di dalam salah satu Sutta, Sang Buddha menyatakan bahwa Ia yang melihat Paticcasamuppada, melihat Dhamma dan ia yang melihat Dhamma, melihat Paticcasamuppada.

Secara umum di dalam Nidana Vagga, Samyutta Nikaya I:1:1, Sutta Pitaka, Paticcasamuppada diuraikan di dalam dua model sebagai kemunculan dukkha dan padamnya dukkha, sebagai berikut:

Proses kemunculan yang saling bergantung (Anuloma)

- Avijja (1) mengkondisikan sankhara - Sankhara (2) mengkondisikan vinnana - Vinnana (3) mengkondisikan nama-rupa - Nama-rupa (4) mengkondisikan salayatana - Salayatana (5) mengkondisikan phassa - Phassa (6) mengkondisikan vedana - Vedana (7) mengkondisikan tanha - Tanha (8) mengkondisikan upadana - Upadana (9) mengkondisikan bhava - Bhava (10) mengkondisikan jati

- Jati (11) mengkondisikan jara-marana (12)

Proses kepadaman yang saling bergantu (Patiloma):

Dengan padamnya avijja maka padam-lah sankhara Dengan padamnya sankhara maka padam-lah vinnana Dengan padamnya vinnana maka padam-lah nama-rupa Dengan padamnya nama-rupa maka padamlah salayatana Dengan padamnya Salayatana maka padam-lah phassa Dengan padamnya phassa maka padam-lah Vedana Dengan padamnya vedana maka padam lah tanha Dengan padamnya tanha maka padamlah upadana Dengan padamnya upadana maka padamlah bhava Dengan padamnya bhava maka padamlah jati Dengan padamnya jati maka padam lah jara-marana

Saudara, rumusan di atas, merupakan rumusan umum yang seringkali dibahas. Sebenarnya, di dalam mempelajari dan mencoba memahami Paticca samuppada ini, terdapat beberapa sudut pandang pembahasan, sebagai berikut:

Dipandang dari 12 faktor (nidana 12) Dipandang dari 3 periode (tayo-addha 3) Dipandang dari 3 hubungan (ti-sandhi) Dipandang dari 2 akar (dve-mulani) Dipandang dari 3 lingkaran (tini-vattani) Dipandang dari 4 bagian (catu-sankhepa) Dipandang dari 4 fase 5 sebab-akibat (visatakara)

(3)

Pembahasan akan kita bagi secara bertahap berkesinambungan dimulai dari edisi yang saudara sedang baca dan akan berlanjut ke edisi-edisi berikutnya. Pada kesempatan ini, kita akan membahas sudut pandang pertama, yaitu dari sudut pandang 12 faktor. Namun sebagai peringatan kepada saudara, bahwa hanya dengan sudut pandang ini, bila tidak dicermati dengan baik, dapat mengakibatkan beberapa pandangan salah, yaitu : Memungkinkan munculnya pernyataan bahwa sebab pertama adalah Avijja (kebodohan batin). Pernyataan ini menganggap bahwa ternyata mirip dengan pandangan agama lain, ujungnya adalah X¡±, dan X¡± di dalam Buddhism ternyata adalah Avijja¡±. Padahal saudara... tidak demikian...Avijja bukanlah sebab pertama ...Memungkinkan munculnya pernyataan bahwa

Pa4iccasamuppad1 ini hanya menyangkut tumimbal lahir di alam kehidupan lampau, kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Padahal.... Tidak demikian...

Saudara untuk mengatasi salah tafsir tersebut, saya menyarankan agar Saudara lengkap mengikuti uraian dari berbagai sudut pandang di atas, yang nanti akan saya uraikan di dalam edisi-edisi berikutnya. Dan untuk edisi ini, kita akan membahas dasariahnya dulu, yaitu dari sudut pandang 12 faktor (nidana 12). Saudara, mohon maaf...uraian kali ini.... yang saya tuliskan ini..., sengaja saya bentuk seolah berbincang bersama para pembaca..., agar lebih komunikatif, tidak teoritis sebagai buku pegangan atau handbook. Sumber acuan untuk penulisan ini dapat saudara ketahui melalui senarai pustaka pada akhir dari tulisan... Selamat mengikuti... .

PATICCASAMUPPADA

Fenomena hidup dan kehidupan, sebab-musabab yang saling bergantung

Saya akan membahas perihal fenomena hidup dan kehidupan, sebab-musabab kehidupan, tetapi bukan dari sisi empat kebenaran mulia (ariya sacca 4), melainkan dari sisi yang lebih rinci. Uraian ini

menggunakan alat bantu, yang cukup menyeramkan bagi yang belum mengerti (terlampir). Alat ini dapat membuat kita mengerti, bila kita berusaha mendalaminya secara seksama.

Para pembaca... telah mempelajari Dhamma cukup banyak, buku-buku lebih dari satu sudah dibaca, kalau saya bertanya demikian, ¡°kita melihat, hidup ini memang tidak memuaskan (istilah lain dari penderitaan)¡±. Jika hidup ini memuaskan, untuk apa kita beragama, bermeditasi, bersembahyang, mencari ilmu dan sebagainya Banyak orang yang tidak menyetujui bahwa hidup ini tidak memuaskan. Mereka beranggapan, bahwa hidup ini bahagia. Apakah benar demikian

Selama seseorang masih mencari uang, berdagang, bersekolah, mencari agama, belajar, mencari ilmu yang lebih tinggi, mencari pasangan hidup, mencari-mencari...hal ini membuktikan bahwa keadaan yang dialaminya saat itu masih belum memuaskan. Bila keadaannya cukup memuaskan untuk apa susah-susah, itu toh yang tertinggi, apakah demikian Semuanya ini menunjukkan, mau mengakui atau pun tidak, bahwa kehidupan kita sekarang ini masih belum memuaskan. Ini berarti bahwa kehidupan ini diliputi dukkha. Sekarang pertanyaannya, mengapa kita menderita, mengapa kita mati, sakit berbulan-bulan sampai habis jutaan, kena kanker, kecewa, gagal, jatuh bangun, dicaci, dihina, serba tidak memuaskan, sakit, tua, mati Anicca, keinginan, karena hawa nafsu, karena kamma, ini semua yang paling mudah dan umum dijawab, tetapi saudara, yang paling dekat dan paling mudah, mengapa Karena lahir, saudara. Kalau tidak lahir, tidak menderita. Tetapi, di dunia ini tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri, tak ada yang tiba-tiba muncul. Semua perwujudan, keadaan, suka, duka, pintar, bodoh, jadi pria, jadi wanita, yang mancung, yang pesek, jelek, cakap, semua yang lahir ini ada sebabnya. Saudara, memang... kalau mau gampang nya.... Bisa saja kita katakan...¡±ya diciptakan¡±..., selesai... . Saudara pendek, jelek, ganteng, jangkung, hitam, ya kodrat... selesai. Itu jawaban yang paling gampang. Gampang sekali, padahal kalau kita mau menganalisa, mau meneliti, cara ini apakah sesuai dengan ilmu pengetahuan, sesuai dengan psikologi Kalau kita malas, tidak senang, pertanyaan bisa cepat berhenti. Mengapa saudara beragama Buddha Karena panggilan... selesai..., tak ada lagi pertanyaan. Saudara... itu tidak benar, itu menyembah berhala...! Ya memang... sudah panggilan koq ... . Kalau bukan karena panggilan, saya tidak beragama yang menyembah berhala ini. Saudara janganlah mempengaruhi saya, kalau saya sudah dipanggil, saya akan ke situ sendiri. Saya masih sedang dipanggil ke yang menyembah berhala ini.... selesai... . Saudara, jawaban ini tidak akan

menyelesaikan perkara....

Saudara semua, mengapa ada kelahiran Kelahiran terjadi karena ada sebab yang membawa kita untuk memperpanjang penderitaan. Sesudah kematian terjadi, karena sebab itu masih ada maka terjadilah tumimbal lahir (istilah umum sering salah, yaitu kelahiran kembali). Mengapa kita suka, duka, gagal, menderita, frustrasi, marah, jengkel, emosi, rugi, sedih menderita, karena dilahirkan. Kalau kelahiran tidak ada, tidak ada menderita, tidak ada yang dinamakan penyakit. Mengapa terjadi kelahiran, tentu tidak berdiri

(4)

sendiri, dari nihil tidak mungkin menjadi ada, ada sebab yang menyebabkan kelahiran. Sebab itu adalah proses yang kita buat, proses yang memperpanjang penderitaan, proses perbuatan (kamma). Di dalam kamma itu ada kekuatan yang menyeret kita untuk tumimbal lahir meskipun fisik kita hancur, umur sudah tua, kekuatan kamma itu menyebabkan kita tumimbal lahir lagi.

Mengapa kita membuat kamma yang bermacam-macam itu sehingga menyebabkan kita tumimbal lahir lagi Bukan sudah dari sananya! Kita membuat kamma bermacam-macam itu tidak lain dan tidak bukan, karena kita melekat. Melekat kepada sesuatu yang nikmat, yang kita sayangi, juga melekat kepada sesuatu yang kita benci. Ingin menikmati terus, merasakan terus, sehingga sampai kita mati, kekuatan untuk menikmati terus-menerus itu menyebabkan kita tumimbal lahir.

Lalu, mengapa kita bisa melekat Kalau bertemu sekali, ingin bertemu terus-menerus...Kalau sudah bertemu terus-menerus, bosan, mencari yang lain... .Mengapa mencari yang lain Karena keinginan itu tidak bisa padam begitu saja, menjerat, sehingga timbul kemelekatan, ingin menikmati terus, merasakan terus, baik melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, sentuhan, terus-menerus apa saja. Sudah tua, sudah mau mati, masih tetap ingin, akibatnya setelah mati, terpenuhi tumimbal lahir supaya dapat menikmati terus. Karena melekat timbul perbuatan yang beragam, sehingga tumimbal lahir untuk melanjutkan kemelekatan itu. Mengapa bisa melekat Apakah dari mata Melekat disebabkan nafsu keinginan (tanha). Tak hanya sekadar ingin minum, ingin makan, makan enak nafsu sekali, selanjutnya ingin enak, ingin lagi, ingin lagi. Bukan tidak boleh makan, tidak boleh bergaul, tidak boleh bersuami isteri. Boleh-boleh saja! Bukan berarti tidak boleh cari kepandaian, pengalaman. Boleh, Saudara, tetapi harus bijaksana. Kalau melekat karena bernafsu ingin memiliki, menguasai, kemelekatan ini akan menyebabkan hidupnya

bersambung. Dapatkah dimengerti Cukup mudah, bukan Selama ilmu dapat dipandang secara bijaksana, dan kita mengerti ilmu itu berproses, tidak menjadi masalah. Tidak semua ilmu menyebabkan penderitaan. Ilmu-ilmu yang berpandangan bahwa segala sesuatu dicengkeram oleh ketidakkekalan (anicca),

ketidakpuasan (dukkha), tak dapat dimiliki, tak berinti/¡¯diri¡¯ (anatta), maka ilmu itu tidak membawa penderitaan bila dipandang secara benar.

Mengapa muncul nafsu keinginan Kalau mau gampangnya... Itu sudah kodrat, ya ... sudah! Bukan

demikian, saudara! Nafsu keinginan ini muncul dikondisikan oleh perasaan. Bila perasaan muncul terhadap sesuatu yang disentuh, dilihat, dikecap, dibaui dan sebagainya, maka bila tidak ada kebijaksanaan, dan pengendalian diri serta perhatian murni, maka terjadilah keinginan untuk merasakan, lalu ingin mengulang-ulang merasakan, sehingga melekat, dan selanjutnya dilakukanlah kamma yang menyebabkan proses tumimbal lahir terjadi lagi.

Lalu, saudara, apa yang mengkondisikan munculnya perasaan Kebetulan Bukan, saudara! Perasaan terjadi dikondisikan oleh kontak! Kontak, bukan berarti kontak fisik, tetapi kejadian batin yang berlangsung saat proses bersama antara indera, objek, perhatian, dan media. Saat mata melihat objek penglihatan disertai perhatian pada saat cahaya cukup kuat, maka terjadilah proses batin yang disebut kontak berbarengan dengan kesadaran melihat. Saat kontak terjadi, perasaan otomatis muncul.

Mengapa terjadi kontak Karena memiliki lima jendela dan satu pintu, yang semuanya disebut salayatana (6 landasan indera). Indera penglihatan dengan objek penglihatan, mengkondisikan kontak penglihatan. Indera pendengaran dengan objek pendengaran, mengkondisikan kontak pendengaran. Objek pendengaran tidak dapat dilihat, karena yang dilihat adalah objek penglihatan. Saudara, ini bukan berarti saya mengajarkan ilmu pengetahuan, supaya agama Buddha kelihatan ilmiah ditambah hal-hal seperti ini, bukan, saudara. Lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu, Sang Buddha sudah mengajarkan demikian. Oleh karena itu, saudara ikut mendengarkan dhamma menjadi baik dan pandai. Indera pendengaran ini landasan luarnya apa Suara! Rasa kecapan tidak dapat didengar telinga. Hanya suara yang dapat didengar. Fisik jasmani kontak dengan semua objek sentuhan, bukan dengan suara atau bentuk. Indera pikiran bisa kontak dengan kesan-kesan, ide/gagasan.

Jadi, karena hawa nafsu keinginan dikondisikan oleh perasaan, dan perasaan dikondisikan oleh kontak sebagai akibat adanya 6 landasan indera, apakah berarti kita harus menghancurkan indera-indera kita Tidak, saudara. Bukan demikian. Pengertian benar kita akan hakekat sesungguhnya segala sesuatu yang dapat mengendalikan batin kita saat perasaan muncul ketika terjadi kontak sehingga tidak cenderung memunculkan nafsu keinginan (TANHA). Jadi bukan dengan cara menghancurkan indera, seseorang bisa

(5)

menjadi lebih suci, sebab jika demikian, orang buta tentu lebih suci, orang tuli, tentu lebih suci dan sebagainya. Jadi ajaran ini bukan berarti merusak jasmani, harus makan sayuran saja atau buah-buahan saja. Bukan demikian.

Mengapa bisa ada 6 landasan indera Karena dikondisikan oleh batin (NAMA) dan jasmani (RUPA). Jika punya jasmani saja, seperti boneka, patung tak dapat mengalami.

Selanjutnya mengapa timbul batin dan jasmani Karena ada proses yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang. Ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vi00ana), yang menghubungkan kehidupan lampau dengan kehidupan sekarang.

Mengapa ada kesadaran tumimbal lahir (patisandhi vi00ana) Karena ada sa<khara (kamma) yang bermacam-macam yang telah dilakukan.

Mengapa ada sankhara Karena dikondisikan oleh Avijja (kegelapan batin), tidak mengerti hakekat sesungguhnya segala sesuatu, tidak mengerti yang benar dan yang salah, tidak mengerti yang baik dan yang jahat. Saudara, belajar Dhamma bukan hanya satu kali saja, cukup. Belajar Dhamma harus berulang-ulang, sehingga Avijja makin berkurang.

Keduabelas kondisi inilah, yang menyebabkan makhluk-makhluk tunggang langgang, mati, lahir-mati tak henti-hentinya. Secara singkat, bila diulangi, kehidupan itu sebagai berikut:

1. Dikondisikan oleh kegelapan batin (avijja), terbentuklah kamma (sankhara). 2. Dikondisikan oleh sa<khara, terjadilah tumimbal lahir (patisandhi).

3. Dikondisikan oleh patisandhi terbentuklah batin (NAMA) dan jasmani(RUPA). 4. Dikondisikan oleh NAMA-RUPA maka terdapat enam landasan indera 5. (SALAYATANA).

6. Dikondisikan oleh salayatana, terjadilah kontak (PHASSA). 7. Dikondisikan oleh phassa, terdapat perasaan (vedana). 8. Dikondisikan oleh perasaan, terjadilah nafsu keinginan (Tanha). 9. Dikondisikan oleh Tanha, muncullah kemelekatan (upadana)

10. Dikondisikan oleh kemelekatan, muncullah bentuk-bentuk proses perbuatan untuk meneruskan (Bhava).

11. Dikondisikan oleh Bhava, terjadilah kelahiran (Jati).

12. Dikondisikan oleh jati, terjadilah usia tua (jara) dan kematian (marana).

Saudara, dalam rangkaian tersebut, semua sebab menimbulkan akibat; selanjutnya akibat menjadi sebab untuk menimbulkan akibat selanjutnya.

Jadi, mengapa terjadi kematian dan usia tua Karena ada kelahiran. Mengapa terjadi kelahiran Karena ada kamma yang mempertahankan kemelekatan. Mengapa ada kamma yang mempertahankan kemelekatan Karena ada kemelekatan. Mengapa ada kemelekatan Karena ada nafsu keinginan yang terus-menerus. Mengapa ada nafsu keinginan Karena dikondisikan oleh perasaan. Mengapa ada perasaan Karena ada kontak. Mengapa ada kontak Karena ada enam landasan indera. Mengapa ada enam landasan indera Karena ada batin dan jasmani. Mengapa ada batin dan jasmani Karena ada tumimbal lahir / proses penerusan kehidupan. Mengapa ada proses penerusan Karena ada berbagai perbuatan. Mengapa ada berbagai perbuatan Karena dikondisikan oleh kegelapan batin.

Beberapa hal yang patut diingat, Saudara, bahwa Avijja bukanlah sebab pertama. Jara-marana juga bukan menjadi penyebab avijja.

Inilah gambaran umum pa4iccasamupp1da. Sang Buddha menggunakan rumusan ini untuk menjelaskan sebab-musabab penderitaan, dan cara agar terbebas dari penderitaan.

Karena terkikisnya avijja hingga musnah, maka tidak ada lagi bentuk-bentuk perbuatan yang menyeret ke arah tumimbal lahir. Selanjutnya tidak ada lagi proses tumimbal lahir artinya tidak ada lagi kelahiran, dengan demikian tidak ada lagi usia tua dan kematian, tidak ada lagi ratap tangis, keluh kesah, tidak ada lagi penderitaan.

(6)

Saudara, untuk memudahkan mengingat rumusan di atas, dapat digunakan gambar di bawah ini: Gambar itu bukan gambar cap jie shio! Janganlah saudara memikirkan arti gambar yang macam-macam dulu, agar tidak terjadi salah tafsir.

Gambar Paticcasamuppada (lihat lampiran)

Sekarang saya akan menguraikan makna yang terkandung di dalam gambar tersebut.

Pada pusat gambar, terdapat lingkaran dengan tiga ekor binatang, yaitu :

1.

Seekor ayam, melambangkan keserakahan

2.

Seekor ular, melambangkan kebencian

3.

Seekor babi, melambangkan kegelapan batin

Keserakahan tidak pernah muncul bersama dengan kebencian, tetapi keserakahan atau kebencian selalu muncul bersama dengan kegelapan batin. Ketiganya merupakan sebab akar buruk yang

menyebabkan tumimbal lahir, dalang kelahiran dan kematian, dalang samsara.

Di sebelah luar dari pusat tersebut, terdapat jalan berwarna putih dan jalan berwarna hitam. Di jalan berwarna putih, orang-orang berjalan dengan benar di dalam cara-cara latihan yang bermanfaat (kusala kamma), baik bhikkhu maupun upasaka-upasika; sedangkan di jalan berwarna hitam, orang-orang telanjang (simbol tidak tahu malu berbuat jahat/ahirika dan tidak takut akan akibat perbuatan jahat/anottappa) jatuh ke bawah akibat perbuatan-perbuatan jahatnya (akusala kamma). Dari jalan yang putih, dapat memasuki dua alam yang menyenangkan, namun dari jalan yang hitam jatuh ke dalam alam-alam menyedihkan. Selama dalangnya, yaitu lobha, dosa, moha masih ada, kita selalu tunggang langgang dalam ¡®putih dan hitam. ¡®

Alam-alam yang menyenangkan ditunjukkan pada gambar sebelah atas di dalam lingkaran, di sebelah kanan melambangkan/mewakili alam surga. Ada para brahma bercahaya, ada istana para dewa yang cemerlang, ada yang mulai redup, di sebelah bawahnya terdapat gambar asura-deva yang sedang bertengkar/perang dengan para deva.

Di sebelah kiri alam deva, digambarkan alam manusia. Ada rumah sakit (palang merah), ada gereja, ada Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma kepada lima orang petapa, ada dewa sedang mendengarkan khotbah (di sekitar pohon), ada gereja, ada mesjid, ada tank baja untuk perang, dan sebagainya. Dari mulut Sang Buddha keluar Dhamma yang berupa jalur teratai yang melintasi mata rantai Jati dan Jara-marana. Selama kehidupan kita dapat memotong rantai untuk merealisasi Nibbana melalui Jalan Mulia berunsur delapan.

Dunia setan berada pada gambar di sebelah kanan bawah. Ada setan bermulut sebesar lubang jarum, ada setan yang bergelimpangan di kotoran, ada setan yang kepanasan (matahari sepotong), ada setan yang mengerubuti sesajian di meja sembahyang, yang menunggu pelimpahan jasa, ada semua yang dimakannya berubah jadi api dan sebagainya.

Alam binatang, di bawah alam manusia. Ada sapi sedang meluku sawah, ada ikan (ada orang yang memancingnya), ada burung, ada pemburu sedang membidik burung, ada kambing dan pintu kandang, ada kapal selam, ada ikan besar memakan ikan kecil, ular dimakan burung, dan sebagainya. Kehidupan binatang serba tidak tenang.

Di dasar lingkaran, digambarkan alam neraka. Ada makhluk yang menggelepar di sungai darah yang mendidih, ada yang tubuhnya tak kuasa dicabik-cabik binatang, tak terhindarkan tertusuk-tusuk batang pohon berduri, ada yang tersirami air panas, dan sebagainya, yang semuanya mengalami sensasi sangat

tak menyenangkan yang tak terhindarkan akibat kamma buruknya.

Mengitari ¡®lima¡¯ (mewakili 31) alam ini adalah rantai sebab-musabab yang saling tergantung

(pa4iccasamupp1da), dengan simbolisasi 12 mata rantai (diuraikan mulai dari mata rantai sebelah kanan mulut raksasa), sebagai berikut:

(7)

1.

Mata rantai pertama, dengan gambar: pria buta tua sedang bersandar pada tongkatnya, bingung

menentukan arah. Ada tonggak-tonggak yang menghadang di depannya. Gambar tersebut, melambangkan AVIJJA (kegelapan batin). Batin yang gelap... membingungkan seseorang, sehingga tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak benar, mana yang merupakan hakekat sesungguhnya mana yang bukan. Karena gelap, terjadi perbuatan macam-macam.

2.

Mata rantai kedua, dengan gambar: pembuat periuk. Di sebelah belakangnya ada periuk yang

sudah dibuat, ada yang masih utuh, ada yang besar, kecil, gendut, ada yang sudah pecah, sementara ia masih terus membuat periuk. Gambar tersebut melambangkan perbuatan - perbuatan lampau yang dilakukan (SANKHARA), yang baik maupun yang jelek, ada yang sudah berbuah (pecah) ada yang belum berbuah (masih utuh), dan tetap orang itu melakukan kamma terus (membuat pot).

3.

Mata rantai ketiga, dengan gambar: seekor kera sedang meloncat dari dahan pohon yang sudah

kering tanpa daun dan buah ke pohon yang masih lebat dan banyak buah. Gambar kera tersebut melambangkan kesadaran (VINNANA), yaitu kesadaran melihat, mendengar, mencium bau, mengecap rasa kecapan, mengalami sentuhan, memikirkan, kesadaran tumimbal lahir yang merupakan penerusan dari kehidupan yang lampau¡± (pohon kering) ke kehidupan yang baru¡± (pohon yang masih hijau dan lebat buahnya), sehingga terjadilah makhluk baru.¡± Harap diingat bahwa kesadaran ini bukan roh. Bukan roh yang padam. Juga bukan berarti bahwa setelah padam kesadaran meloncat seperti kera pindah dari satu tubuh ke tubuh yang baru. Bukan demikian... .

4.

Mata rantai keempat, dengan gambar: pemuda dan pemudi (sepasang) sedang duduk di dalam

perahu yang sama mendayung sampan bersama). Gambar tersebut melambangkan batin dan jasmani (NAMA-RUPA) yang bersatu dalam berproses (bekerja bersama-sama) terombang-ambing di tengah-tengah lautan kehidupan.

5.

Mata rantai kelima, dengan gambar: rumah yang memiliki 5 jendela dan 1 pintu. Gambar tersebut

melambangkan bahwa di dalam batin dan jasmani (rumah) ini terdapat lima pintu indera dan satu pintu pikiran (enam landasan indera/ SALAYATANA)

6.

Mata rantai keenam, dengan gambar: Sepasang muda-mudi sedang duduk di malam hari dengan

bulan sabitnya, tangan pemuda sedang kontak dengan pemudi. Gambar tersebut melambangkan kontak (PHASSA) antara enam landasan indera dengan objek-objeknya yang bersesuaian.

7.

Mata rantai ketujuh, dengan gambar: orang terjatuh karena kedua matanya terkena panah.

Gambar tersebut melambangkan perasaan (VEDANA). Perasaan akan membutakan seseorang apabila orang itu tidak memiliki pengendalian diri dan perhatian murni (SATI).

8.

Mata rantai kedelapan, dengan gambar: malam hari dengan bulan sabitnya orang masih

makan-makan, dan minum minuman keras. Gambar tersebut melambangkan nafsu (TANHA)yang membuat seseorang lupa daratan, mabuk kepayang.

9.

Mata rantai kesembilan, dengan gambar: orang sedang memetik buah.buahan. Walaupun

keranjang telah terisi penuh buah, namun ia tetap masih memetik sehingga ada banyak buah tercecer di sekitar keranjang. Gambar tersebut melambangkan kemelekatan (UPADANA) akan sesuatu yang telah dirasakan dan dinikmati dan masih terus ingin menikmatinya.

10.

Mata rantai kesepuluh, dengan gambar: Seorang wanita hamil. Gambar tersebut melambangkan

suatu proses menjadi (BHAVA) yang memiliki kekuatan untuk diteruskan di dalam kelahiran selanjutnya dan menyebabkan penderitaan menjadi lebih panjang.

11.

Mata rantai kesebelas, dengan gambar: seorang wanita sedang melahirkan, ada tas dan tanda

palang. Gambar tersebut melambangkan proses kelahiran/tumimbal lahir (jati).

12.

Mata rantai keduabelas, dengan gambar: seorang tua renta sedang berjalan dan seonggok mayat

sedang terbujur kaku. Gambar tersebut melambangkan proses penuaan (jara) dan kematian (marana) yang menimpa setiap makhluk yang dilahirkan. Antara kelahiran dan kematian, selama masih ada avijja dan tanha maka selalu terjadi proses-proses kamma dan berlanjutlah proses pa4iccasamupp1da ini.

Semua kehidupan kita merupakan proses dari dua belas mata rantai tersebut. Rantai melingkar itu dicengkeram oleh raksasa kala/¡¯waktu¡¯, semua diputar oleh kaki dan tangan raksasa waktu tersebut. Di atas kepala raksasa tersebut terdapat mahkota dengan lima buah tengkorak kepala, yang

melambangkan bahwa makhluk-makhluk dalam samsara ini mengagungkan mahkota lima kelompok perpaduan (PANCAKKHANDHA) yang membahayakan, dan membentuk kepribadian kita. Padahal lima

(8)

kelompok perpaduan ini pada hakekatnya adalah tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa kepemilikan atau tanpa aku (digambarkan dengan dasar mahkota yang bertuliskan anicca, dukkha, anatta).

Seluruh alam, rantai melingkar dan raksasa itu dikelilingi oleh lidah api, yang panas, seperti panasnya

keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kegelapan batin (moha).

Di bawah rantai tersebut, terdapat ekor raksasa yang panjang sekali, hingga tak terlihat ujungnya. Hal ini melambangkan kelahiran dan kematian kita yang tak dapat ditelusuri awalnya. Setiap pertanyaan tentang yang awal itu akan mengundang spekulasi menyesatkan dan sangat tidak bermanfaat dalam upaya menghancurkan penyebab penderitaan.

Di sisi atas sebelah kiri atas, jalan Dhamma yang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Buddha, digambar teratai (8 buah) dimulai dari mulut beliau menuju As Roda Dhamma yang berjari-jari 8 buah. Delapan teratai dijalani oleh para bhikkhu maupun upasaka-upasika. Delapan bunga teratai melambangkan jalan mulia berunsur delapan (Ariya Magga 8), sedangkan jari-jari roda melambangkan delapan kondisi dunia (Lokadhamma 8, yaitu untung rugi, dicela dipuji, terhormat tidak terhormat, suka - duka). Di luar jari-jari terdapat 4 kali 3 buah teratai, yang melambangkan empat kebenaran mulia dalam tiga tahap

perkembangan batin yang merealisasinya (tiga tahap dua belas segi pandangan seperti di bahas di

dalam Dhammacakkappavattana Sutta) As Roda Dhamma sudah tidak berputar (diam), melambangkan Nibbana. Jalur teratai itu keluar dari mulut Sang Buddha di alam manusia melintasi mata rantai jati dan jara-marana.

Di sisi kanan atas, terdapat Buddha sedang menunjukkan Nibbana yang berada di tepi seberang, Beliau yang telah selamat, terbebas dari sakitnya pengembaraan, dan memperingatkan kita yang masih jatuh bangun di dasar jurang gelap yang membahayakan dan menghadapi kita di manapun.

Tunggang langgangnya makhluk, khususnya manusia, tidak harus tumimbal lahir sebagai manusia; ada yang tumimbal lahir sebagai binatang, setan, deva dan sebagainya, demikian pula makhluk lain ada yang tumimbal lahir sebagai manusia. Itulah sebabnya, walaupun program KB (keluarga berencana) ada, manusia tetap bertambah. Semua itu tergantung pada kamma yang telah dilakukan.

Gambar di atas, dapat saja direkayasa atau digambar ulang dengan tambahan sana-sini oleh para

pembaca... sehingga menjadi makin lengkap dan memadai, dengan warna-warni yang juga lebih mendekati, tidak ada yang melarang, juga tidak ada hak cipta... .

Saudara, gambar di atas dapat menjelaskan banyak hal, perihal 5 alam (mewakili 31 alam), perihal 3 akar kejahatan, perihal perbuatan (kamma), perihal Nibbana, perihal Jalan Mulia Berunsur Delapan, perihal delapan kondisi dunia yang memusingkan manusia, perihal empat kebenaran mulia dalam tiga tahap dua belas segi pandangannya, perihal pancakkhandha, perihal tilakkhana, perihal paticcasamupp1da. Menjelaskan dengan menggunakan gambar, membuat indera penglihatan, indera pendengaran, indera pikiran turut bekerja semua.

Saudara, sebagai salah satu cara sederhana memasyarakatkan ajaran Buddha yang cukup kompleks seperti pa4iccasamupp1da ini dengan menggunakan gambar, dapat saja dilakukan dengan cara mewarnai gambar tersebut. Di dalam sebuah keluarga misalnya, anak mewarnai bagian tertentu, ayah dan ibu mewarnai bagian lainnya... Dana selama proses mewarnai ini, pasti akan muncul tanya jawab antara anak, ayah dan ibu atas gambar tersebut.... Di sinilah peluang untuk saling tukar informsi dan pengertian akan hakekat yang terkandung di dalam gambar tersebut... Dhamma dan pengertian akan Dhamma akan tersosialisasi dengan mulus dan mengalir sederhana... tanpa tekanan yang menyulitkan...., semua yang mewarnai terlibat di dalam perbincangan dan kusala citta (kesadaran baik). Atau saudara.... Gambar tersebut bisa juga diwarnai dengan cara melombakannya kepada anak maupun remaja. Selain akan diperolah gambar yang sangat bagus, juga dalam persiapan lomba tersebut, pastilah terjadi sosialisasi Dhamma yang indah dalam keluarga para peserta tersebut. Tata cara ini merupakan salah satu cara untuk menimbulkan kusala kamma secara beruntun, banyak sekali...

Atau.... Mungkin saja saudara membuat bingkai (pigura) atas gambar yang telah diwarnai tersebut, dipajang di rumah... , di ruang tamu... . Mungkin saja ada tamu atau teman yang bertanya-tanya... gambar apakah ini apakah saudara pemuja setan Pemuja berhala Koq seram banget ...! Mungkin saja tamu atau teman tersebut tidak mengungkapkan pertanyaannya, namun menunjukkan mimik yang bisa dibaca oleh

(9)

saudara... . Di sinilah saudara dapat mulai sedikit demi sedikit memasyarakatkan hakekat hidup dan kehidupan yang fana ini dengan menjelaskan gambar tersebut sedikit demi sedikit kepada ¡®tamu atau siapa pun yang bertanya¡¯, bahkan dapat dijelaskan tanpa menggunakan bahasa Pali sekalipun.

Demikianlah saudara, kehidupan makhluk-makhluk, persoalan kehidupan ini dapat diatasi dengan berbuat baik sebanyak mungkin (berdana, melaksanakan latihan moralitas), melakukan meditasi dan meningkatkan pengertian benar kita dengan jalan mulia berunsur delapan, memutuskan rantai melingkar

paticcasamupp1da. Upaya pengendalian diri saat munculnya perasaan akibat kontak, sangatlah diperlukan, sehingga tidak terjebak ke dalam tanha yang akhirnya membuat kita terus menderita.

Akhir kata...., gambar ini bukan untuk disembahyangi, juga bukan untuk menolak bala ataupun menolak setan, tetapi untuk dimengerti sebagai alat di dalam memahami dhamma sehingga kebijaksanaan kita dapat bertambah.

Semoga uraian yang sangat dasariah ini, pada kesempatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, semoga saudara senantiasa sehat dan sejahtera, semoga semua mahluk berbahagia. Sampai bertemu dalam edisi berikutnya...

Bahan bacaan, pendengaran dan referensi:

Khantipalo Bhikkhu. Buku Buddhism

Explained

, edisi Singapore Buddhist Meditation Centre, Singapore.

Khantipalo Bhikkhu.

The Wheel of Birth and Death, Wheel Series

edisi Buddhist Publication Society, Sri Lanka.

Maha-Nidana Sutta, Digha Nikaya, Tipitaka, edisi Pali Text Society, London

Pannavaro. 1987. Hasil rekaman kotbah Bhikkhu Pannavaro tentang Paticca Samuppada Dhamma, edisi Buddha Metta Arama, Jakarta

Payutto P.A. 1994.

The Law of Conditionality

Referensi

Dokumen terkait

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia dituntut dimuka pengadilan

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar, saya bersedia dituntut di

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia dituntut di muka pengadilan

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar, saya bersedia dituntut dimuka pengadilan

Dengan karya ini diharapkan masyarakat mengerti bahwa apa yang telah dilakukan dalam aktivitas upacara agama dan judi tajen adalah perbuatan yang salah, tidak sesuai dengan ajaran

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia dituntut dimuka

Pilih dan brikan tanda (X) yang paling benar menurut anda. Jika ada pertanyaan yang kurang mengerti atau ragu, tanyakan langsung kepada penyebar angket. Jawablah pertanyaan