• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola (Good Corporate Governance) bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola (Good Corporate Governance) bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

NOMOR …../……/POJK/2014 TENTANG

PENERAPAN TATA KELOLA(GOOD CORPORATE GOVERNANCE) BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR ../..../POJK/2014

TENTANG

PENERAPAN TATA KELOLA(GOOD CORPORATE GOVERNANCE) BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT BAB I. KETENTUAN UMUM

1 Pengertian

1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR adalah Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan;

Cukup jelas.

2. Komisaris: Cukup jelas.

a. bagi BPR berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;

b. bagi BPR berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perusahaan Daerah;

c. bagi BPR berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perkoperasian.

3. Direksi: Cukup jelas.

a. bagi BPR berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;

b. bagi BPR berbentuk badan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perusahaan Daerah;

c. bagi BPR berbentuk badan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam

(2)

Undang-Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Undang tentang Perkoperasian.

4. Komisaris Independen adalah anggota dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

Cukup jelas.

5. Pihak Independen adalah pihak di luar BPR yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan dewan Komisaris, Direksi dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.

Cukup jelas.

6. Tata kelola (Good Corporate Governance) yang selanjutnya disebut GCG adalah tata kelola BPR yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness)

Cukup jelas.

7. Stakeholders adalah seluruh pihak yang memiliki

kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha BPR.

Cukup jelas.

8. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR, antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi, kepala bagian, kepala Satuan Kerja Audit Intern atau pegawai yang ditunjuk bertanggung jawab mengenai pelaksanaan fungsi audit intern, manajer dan/atau pejabat lainnya yang setara.

(3)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 2 (1) BPR wajib melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola (GCG)

dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.

Penerapan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya termasuk pada saat penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan, dan langkah-langkah pengawasan internal pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.

(2) Penerapan prinsip-prinsip GCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang harus diwujudkan dalam:

a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan Komisaris; b. kelengkapan dan pelaksanaan fungsi komite;

c. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; d. penanganan benturan kepentingan;

e. penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern;

f. penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern,

g. batas maksimum pemberian kredit; h. rencana strategis BPR;

i. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.

Huruf a

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan Komisaris mengacu pada anggaran dasar BPR dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut.

Huruf b

Pembentukan komite antara lain dimaksudkan untuk membantu kelancaran tugas pengawasan oleh dewan Komisaris sedangkan pelaksanaan fungsi komite dimaksudkan untuk mendukung terlaksananya GCG bagi BPR

Huruf c

Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi mengacu pada anggaran dasar BPR dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut.

Huruf d Cukup jelas Huruf e

(4)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Huruf f

Cukup Jelas Huruf g

Penerapan prinsip GCG mengenai batas maksimum pemberian kredit mengacu pada ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit bagi BPR.

Huruf h

Rencana strategis BPR meliputi rencana korporasi (corporate plan) maupun rencana bisnis (business plan).

Huruf i

Transparansi meliputi aspek pengungkapan (disclosure) informasi BPR yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif kepada Stakeholders.

3 Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap penerapanGCG BPR.

Cukup Jelas BAB II DEWAN KOMISARIS

Bab II. Bagian Pertama

Jumlah, Komposisi, Kriteria dan Independensi Dewan Komisaris

4 (1) Bagi BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50.000.000.000,00(lima puluh miliar rupiah), anggota dewan Komisaris berjumlah paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi.

Pengertian mengenai modal inti mengacu pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan Rakyat.

(2) Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), anggota dewan Komisaris berjumlah paling kurang 2 (dua) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi.

(3) Seluruh anggota dewan Komisaris wajib berdomisili di Indonesia.

(5)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (4) Paling kurang 1 (satu) orang anggota dewan Komisaris wajib

berdomisili di provinsi yang sama atau di kota atau kabupaten pada provinsi lain yang berbatasan langsung dengan provinsi lokasi kantor pusat BPR.

Domisili anggota dewan Komisaris dibuktikan dengan kartu identitas atau kartu tanda penduduk atau surat keterangan domisili dari kepala desa atau lurah setempat

(5) Dewan Komisaris dipimpin oleh Komisaris Utama. Cukup jelas. 5 (1) Dewan Komisaris terdiri dari Komisaris dan Komisaris

Independen.

Keberadaan Komisaris Independen dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan kewajaran (fairness) dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan Stakeholders lainnya.

(2) Bagi BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama dengan Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah), paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen

Cukup jelas.

(3) Bagi BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan kurang dari Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) paling kurang satu anggota dewan Komisaris adalah Komisaris Independen

Cukup jelas.

(4) Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50 miliar (lima puluh miliar rupiah), salah satu anggota Komisaris dapat merupakan Komisaris Independen

Cukup jelas

(5) Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif BPR atau pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan BPR, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat menjadi Komisaris Independen pada BPR yang bersangkutan sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 1 (satu) tahun.

Yang dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau hubungan lain dengan BPR, dengan pengangkatan yang bersangkutan secara efektf sebagai Komisaris Independen

(6)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(5) tidak

berlaku bagi mantan Direksi atau Pejabat Eksekutif yang melakukan fungsi pengawasan.

Yang dimaksud dengan “yang melakukan fungsi pengawasan”, antara lain direktur kepatuhan, direktur manajemen risiko, dan Pejabat Eksekutif yang membawahi unit kerja pengawasan, antara lain Pejabat Eksekutif yang membidangi audit intern, kepatuhan, dan manajemen risiko.

6 (1) Bagi BPR yang membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi, setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota dewan Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi.

Cukup jelas.

(2) Anggota dewan Komisaris harus memenuhi persyaratan telah lulus Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

Cukup jelas.

7 (1) Anggota dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai komisaris paling banyak pada 2 (dua) BPR atau BPRS lain.

Yang dimaksud pada ayat ini adalah bahwa seseorang hanya dapat menjabat sebagai Komisaris paling banyak pada 3 (tiga) BPR yaitu pada 1 (satu) BPR dan 2 (dua) BPRS atau pada 2 (dua) BPR dan 1 (satu) BPRS.

(2) Anggota Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada BPR, BPRS dan/atau Bank Umum.

Cukup jelas.

(3) Mayoritas dari dari jumlah anggota dewan Komisaris dilarang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi.

Cukup jelas

Bab II. Bagian Kedua

Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris

8 Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara independen.

Yang dimaksud dengan independen dalam pasal ini adalah pelaksanaan tugas secara obyektif dan bebas dari tekanan dan kepentingan pihak manapun.

(7)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 9 (1) Dewan Komisaris wajib memastikan terselenggaranya

penerapanGCG dalam setiap kegiatan usaha BPR pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

Cukup jelas.

(2) Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, serta memberikan nasihat kepada Direksi

Cukup jelas.

(3) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Komisaris wajib mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis BPR

Cukup jelas.

(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional BPR, kecuali: a. penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana

diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR; dan

b. hal-hal lain yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan kegiatan operasional adalah kegiatan kredit, penghimpunan dana dan kegiatan operasional lainnya.

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas. (5) Pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian dari tugas pengawasan oleh Komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab Direksi atas pelaksanaan kepengurusan BPR.

Cukup jelas.

10 Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern BPR, auditor eksternal, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lainnya

Yang dimaksud dengan otoritas lain, antara lain adalah termasuk namun tidak terbatas pada:

a. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

b. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) c. Direktur Jenderal Pajak

(8)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 11 Dewan Komisaris wajib memberitahukan kepada Otoritas Jasa

Keuanganpaling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak ditemukannya:

a. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan; dan

b. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.

Cukup jelas.

12 (1) Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris pada BPR dengan modal inti lebih dari atau sama dengan Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) wajib membentuk paling kurang:

a. Komite Audit; dan

b. Komite Pemantau Risiko;

Cukup jelas.

(2) Dewan Komisaris dapat membentuk Komite Nominasi dan Remunerasi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.

Cukup jelas

(3) Pengangkatan anggota komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan oleh Direksi berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris

Cukup jelas.

(4) Dewan Komisaris wajib memastikan bahwa komite yang telah dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjalankan tugasnya secara efektif.

Cukup jelas.

(5) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menyusun pedoman dan tata tertib kerja komite.

Cukup jelas. 13 (1) Dewan Komisaris wajib memiliki pedoman dan tata tertib

kerja yang bersifat mengikat bagi setiap anggota Dewan Komisaris

Cukup jelas.

(2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang wajib mencantumkan:

a. Pengaturan etika kerja b. Waktu kerja; dan

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

(9)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan

c. Pengaturan rapat Huruf c

Pengaturan rapat antara lain mengatur tentang agenda rapat, persyaratan kuorum, pengambilan keputusan, hak anggota dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan dan risalah rapat. 14 Dewan Komisaris wajib menyediakan waktu yang cukup untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.

Indikator penyediaan waktu yang cukup dicerminkan antara lain oleh kehadiran yang bersangkutan sesuai waktu kerja yang telah ditetapkan dalam tata tertib dan tingkat kehadiran yang bersangkutan dalam rapat.

Bab II. Bagian Ketiga Rapat Dewan Komisaris

15 (1) Rapat Dewan Komisaris wajib diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dan wajib dihadiri secara fisik oleh seluruh anggota Dewan Komisaris.

Seluruh anggota Dewan Komisaris wajib hadir secara fisik pada rapat dalam rangka evaluasi/penetapan kebijakan strategis dan evaluasi realisasi rencana bisnis BPR.

(2) Dalam hal anggota dewan komisaris tidak dapat menghadiri rapat secara fisik, maka dapat menghadiri rapat melalui teknologi telekonferensi.

Pelaksanaan rapat melalui teknologi telekonferensi harus dilakukan dengan teknologi video dan audio dan dapat dibuktikan dengan bukti rekaman

16 (1) Pengambilan keputusan rapat Dewan Komisaris dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.

Cukup jelas. (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Cukup jelas.

(3) Segala keputusan Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi seluruh anggota Dewan Komisaris.

Cukup jelas.

(4) Hasil rapat Dewan Komisaris wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan dengan baik.

(10)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (5) Perbedaan pendapat (dissenting opinions) yang terjadi dalam

Rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut.

Cukup jelas.

Bab II. Bagian Keempat

Aspek Transparansi Dewan Komisaris

17 Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan:

a. kepemilikan sahamnya, baik pada BPR yang bersangkutan maupun pada lembaga jasa keuangan dan perusahaan lain; b. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota

Dewan Komisaris lain, anggota Direksi dan/atau pemegang saham BPR,

dalam laporan penerapanGCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Cukup jelas.

18 (1) Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan BPR untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR.

Cukup jelas.

(2) Anggota Dewan Komisaris dilarang mengambil dan/atau menerima keuntungan pribadi dari BPR selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham.

Tidak termasuk dalam pengertian keuntungan pribadi antara lain dalam hal anggota Dewan Komisaris sebagai nasabah BPR menerima penghasilan bunga/imbalan secara wajar.

(3) Anggota Dewan Komisaris wajib mengungkapkan remunerasi dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada laporan penerapanGCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Cukup jelas.

BAB III DIREKSI

Bab III. Bagian Pertama

Jumlah, Komposisi, Kriteria dan Independensi Direksi

19 (1) Bagi BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), anggota Direksi berjumlah paling kurang 3 (tiga) orang dan 1

(11)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (satu) orang diantaranya merupakan Direktur Kepatuhan.

(2) Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), anggota Direksi paling kurang 2 (dua) orang dan 1 (satu) diantaranya ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan

Direktur yang menjalankan fungsi kepatuhan bukan merupakan Direktur yang menangani kegiatan yang terkait langsung dengan bisnis BPR.

(3) Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di kota/kabupaten yang sama atau di kota/kabupaten yang berbatasan langsung dengan kota/kabupaten lokasi kantor pusat BPR.

Domisili anggota direksi dbuktikan dengan kartu identitas atau kartu tanda penduduk atau surat keterangan domisili dari kepala desa atau lurah setempat

(4) Direksi dipimpin oleh Direktur Utama. Cukup jelas. 20 (1) Mayoritas anggota Direksi dilarang memiliki hubungan

keluarga sampai dengan derajat kedua dengan sesama anggota dewan Komisaris dan/atau Direksi

Yang dimaksud dengan “hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua” adalah hubungan baik vertikal maupun horizontal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Bank Perkreditan Rakyat.

(2) Anggota Direksi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dilarang memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari modal disetor BPR dan/atau menjadi pemegang saham mayoritas di lembaga jasa keuangan non bank

Cukup jelas.

21 (1) Bagi BPR yang membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi, setiap usulan penggantian dan/atau pengangkatan anggota Direksi oleh Dewan Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham harus memperhatikan rekomendasi Komite Remunerasi dan Nominasi

Ayat (1)

Tidak termasuk penggantian sementara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Perseroan Terbatas.

(2) Anggota Direksi wajib memiliki pengalaman di bidang operasional perbankan dan/atau keuangan paling singkat selama 2 (dua) tahun.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pengalaman di bidang operasional perbankan dan/atau keuangan” antara lain pemasaran, akuntansi, audit, pendanaan, perkreditan, hukum atau pengalaman di bidang pengawasan operasional perbankan.

(12)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Setiap anggota Direksi harus memenuhi persyaratan telah

lulus Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) sesuai dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

Cukup jelas.

22 Anggota Direksi dilarang merangkap jabatan pada Bank, perusahaan dan/atau lembaga lain.

Anggota Direksi harus fokus dalam menjalankan kegiatan operasional BPR yang dipimpinnya, sehingga tidak dapat merangkap jabatan di perusahaan atau lembaga lain, kecuali asosiasi industri BPR, lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan kompetensi SDM BPR dan lembaga sosial kemasyarakatan, sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugasnya sebagai Direksi BPR.

23 Anggota Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi.

Yang dimaksud dengan pihak lain adalah satu orang karyawan atau lebih atau orang lain.

BAB III. Bagian Kedua

Tugas dan Tanggung Jawab Direksi

24 (1) Direksi bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan kepengurusan BPR.

Cukup jelas. (2) Direksi wajib mengelola BPR sesuai dengan kewenangan dan

tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Cukup jelas.

25 Direksi wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCGdalam setiap kegiatan usaha BPR pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Cukup jelas.

26 Direksi wajib menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja audit intern BPR, auditor eksternal, hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau hasil pengawasan otoritas lain.

Yang dimaksud dengan otoritas lain adalah termasuk namun tidak terbatas pada:

a. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);

b. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS); dan/atau c. Direktur Jenderal Pajak

(13)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 27 (1) Dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip

GCGsebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Direksipada BPR dengan modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)paling kurang wajib membentuk:

a. Satuan Kerja Audit Intern;

b. Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko; dan

c. Satuan Kerja Kepatuhan.

Huruf a

Satuan Kerja Audit Intern bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama

Huruf b

Satuan Kerja Manajemen Risiko bertanggung jawab langsung kepada salah satu anggota Direksi.

Huruf c

Satuan Kerja Kepatuhan bertanggungjawab langsung kepada salah satu anggota Direksi yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi kepatuhan dan bertugas membantu pelaksanaan fungsi direktur kepatuhan (2) Bagi BPR dengan modal inti kurang dari

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), Direksi wajib menunjuk pejabat yang akan melaksanakan:

a. Fungsi Audit Intern;

b. Fungsi Manajemen Risiko; dan c. Fungsi Kepatuhan.

Huruf a

Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi audit intern tidak dapat merangkap tugas lainnya dan harus independen serta bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama BPR.

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi kepatuhan bertanggung jawab langsung kepada salah satu Direksi BPR yang bertanggungjawab terhadap fungsi kepatuhan.

(14)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi audit

intern dan fungsi kepatuhan termasuk Satuan Kerja Audit Intern, dan Satuan Kerja Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Cukup jelas

(4) Penerapan fungsi manajemen risiko termasuk pembentukan Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai Penerapan Manajemen Risiko bagi BPR

Cukup jelas

28 Direksi wajib memastikan terpenuhinya jumlah sumber daya manusia yang memadai untuk menunjang operasional bagi terselenggaranya GCG yang baik, antara lain:

a. terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab antara bagian pembukuan, operasional, dan kegiatan penunjang operasional b. adanya pegawai yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan pengendalian intern dan independen terhadap unit kerja lain

Huruf a.

Pemisahan tugas untuk memastikan tidak terdapat perangkapan jabatan antara bagian pembukuan, operasional, dan kegiatan penunjang operasional. Huruf b.

Cukup jelas 29 Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya

kepada pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham.

Cukup jelas. 30 Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai kebijakan BPRyang

bersifat strategis di bidang kepegawaian.

Cukup jelas. 31 Direksi dilarang menggunakan penasihat perorangan dan/atau jasa

profesional sebagai konsultan kecuali memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. proyek bersifat khusus;

b. didasari oleh kontrak yang jelas, yang sekurang kurangnya mencakup lingkup kerja, tanggung jawab dan jangka waktu pekerjaan serta biaya;

c. konsultan adalah Pihak Independen dan memiliki kualifikasi untuk mengerjakan proyek yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Huruf a

Termasuk dalam kategori proyek yang bersifat khusus antara lain adalah proyek teknologi informasi yang memiliki kriteria seperti adanya target waktu tertentu.

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

(15)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 32 Direksi wajib menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan

dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris.

Data dan informasi dimaksud diperlukan dalam kaitan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan BPR. 33 (1) Direksi wajib memiliki pedoman dan tata tertib kerja yang

bersifat mengikat bagi setiap anggota Direksi.

Cukup jelas. (2) Pedoman dan tata tertib kerja sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) paling kurang wajib mencantumkan: a. pengaturan etika kerja;

b. waktu kerja; dan c. pengaturan rapat. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Pengaturan rapat antara lain mengatur tentang agenda rapat, persyaratan kuorum, pengambilan keputusan, hak anggota dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan dan risalah rapat. 34 Segala keputusan Direksi yang diambil sesuai dengan pedoman dan

tata tertib kerja mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota Direksi.

Cukup jelas.

BAB III. Bagian Ketiga Rapat Direksi

35 (1) Setiap kebijakan dan keputusan strategis wajib diputuskan melalui rapat Direksi dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4).

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan strategis adalah keputusan BPR yang dapat mempengaruhi keuangan BPR secara signifikan dan/atau memiliki dampak yang berkesinambungan terhadap anggaran, sumber daya manusia, struktur organisasi, dan/atau pihak ketiga.

(16)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (2) Pengambilan keputusan rapat Direksi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.

Ayat (2)

Cukup jelas. (3) Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Ayat (3)

Cukup jelas. (4) Hasil rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik.

Ayat (4)

Cukup jelas. (5) Perbedaan pendapat (dissenting opinions) yang terjadi dalam

rapat Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut.

Ayat (5)

Cukup jelas.

BAB III. Bagian Keempat Aspek Transparansi Direksi

36 Anggota Direksi wajib mengungkapkan:

a. kepemilikan sahamnya, baik pada BPR yang bersangkutan maupun pada bank dan perusahaan lain;

b. hubungan keuangan dan hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lain dan/atau pemegang saham BPR,

dalam laporan penerapanGCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Cukup jelas.

37 (1) Anggota Direksi dilarang memanfaatkan BPR untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan BPR.

Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Anggota Direksi dilarang mengambil dan/atau menerima

keuntungan pribadi dari BPR, selain remunerasi dan fasilitas lainnya yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.

Ayat (2)

Tidak termasuk dalam pengertian keuntungan pribadi antara lain dalam hal anggota Direksi sebagai nasabah BPR menerima penghasilan bunga/imbalan secara wajar.

(17)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Anggota Direksi wajib mengungkapkan remunerasi dan

fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada laporan penerapanGCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Ayat (3)

Cukup jelas.

BAB IV

KOMITE-KOMITE

BAB IV. Bagian Pertama

Struktur dan Keanggotaan Komite

38 (1) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a paling kurang terdiri dari:

a. seorang Komisaris Independen;

b. seorang dari Pihak Independen yang memiliki kompetensi dan/atau pengalaman di bidang keuangan atau akuntansi; dan

c. seorang dari Pihak Independen yang memiliki kompetensi dan/atau pengalaman di bidang hukum atau perbankan.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen.

Ayat (2)

Cukup Jelas (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Audit

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (3)

Cukup Jelas (4) Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi

anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota Komite Audit.

Ayat (4)

Cukup Jelas

(5) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki integritas, akhlak, dan moral yang baik.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan memiliki integritas yang baik antara lain tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus Otoritas Jasa Keuangan dan daftar kredit macet, yang didukung dengan surat pernyataan pribadi.

(18)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 39 (1) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud

dalam pasal 12 ayat (1) huruf b paling kurang terdiri dari: a. seorang Komisaris Independen;

b. seorang Pihak Independen yang memiliki kompetensi dan/atau pengalaman di bidang keuangan; dan

c. seorang Pihak Independen yang memiliki kompetensi dan/atau pengalaman di bidang manajemen risiko.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen.

Ayat (2)

Cukup jelas. (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Pemantau

Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (3)

Cukup jelas. (4) Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi

anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota Komite Pemantau Risiko.

Ayat (4)

Cukup jelas.

(5) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki integritas, akhlak, dan moral yang baik.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan memiliki integritas yang baik antara lain tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus Otoritas Jasa Keuangan dan daftar kredit macet, yang didukung dengan surat pernyataan pribadi.

40 (1) Dalam hal BPR membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi, anggota Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) paling kurang terdiri dari:

a. seorang Komisaris Independen; b. seorang Komisaris; dan

c. seorang Pejabat Eksekutif.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen.

Ayat (2)

(19)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite

Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ayat (3)

Cukup jelas. (4) Dalam hal anggota Komite Remunerasi dan Nominasi

ditetapkan lebih dari 3 (tiga) orang maka anggota Komisaris Independen paling kurang berjumlah 2 (dua) orang.

Ayat (4)

Cukup jelas. 41 Dalam hal BPR membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi

secara terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) maka keanggotaan masing-masing komite tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 40.

Yang dimaksud dengan pembentukan Komite Remunerasi dan Nominasi secara terpisah adalah pembentukan Komite Remunerasi ydengan Komite Nominasi

BAB IV. Bagian Kedua

Jabatan Rangkap Ketua Komite

42 Ketua komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua komite paling banyak pada 1 (satu) komite lainnya.

Cukup Jelas

BAB IV. Bagian Ketiga

Tugas dan Tanggung Jawab Komite

43 (1) Komite Audit melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan.

Ayat (1)

Cukup Jelas

(2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komite Audit paling kurang melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap:

a. pelaksanaan tugas Satuan Kerja Audit Intern;

b. kesesuaian pelaksanaan audit oleh Kantor Akuntan Publik dengan standar audit yang berlaku;

c. kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku;

Ayat (2)

(20)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan d. pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas hasil

temuan Satuan Kerja Audit Intern, akuntan publik, dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain

guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris. (3) Komite Audit wajib memberikan rekomendasi mengenai

penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

Ayat (3)

Cukup Jelas

44 Komite Pemantau Risiko paling kurang melakukan:

a. evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut;

b. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko,

guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.

Cukup jelas

45 Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) mempunyai tugas dan tanggung jawab paling kurang:

a. terkait dengan kebijakan remunerasi:

1) melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi; dan 2) memberikan rekomendasi kepada dewan Komisaris

mengenai:

a) kebijakan remunerasi bagi dewan Komisaris dan Direksi untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham;

b) kebijakan remunerasi bagi Pejabat Eksekutif dan pegawai secara keseluruhan untuk disampaikan kepada Direksi; b. terkait dengan kebijakan nominasi:

1) menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota dewan Komisaris dan Direksi kepada dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham;

(21)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 2) memberikan rekomendasi mengenai calon anggota dewan

Komisaris dan/atau Direksi kepada dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham;

3) memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pasal 39 ayat (1) huruf b dan huruf c kepada dewan Komisaris.

46 Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib memastikan bahwa kebijakan remunerasi paling kurang sesuai dengan:

a. kinerja keuangan dan pemenuhan cadangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. prestasi kerja individual;

c. kewajaran dengan peer group; dan

d. pertimbangan sasaran dan strategi jangka panjang BPR.

Huruf a

Yang dimaksud dengan cadangan adalah cadangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Huruf b

Remunerasi yang dikaitkan dengan prestasi kerja individual dimaksudkan agar tercapai kesetaraan antara hasil kerja individual dengan imbalan yang diterima oleh individu yang bersangkutan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan peer group adalah kesetaraan jabatan pada intern BPR dan pada beberapa bank sejenis, antara lain dari sisi aset dan karakteristik.

Huruf d

Cukup jelas. BAB IV. Bagian Keempat

Rapat Komite

47 (1) Rapat Komite diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan BPR.

Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Rapat Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko hanya

dapat dilaksanakan apabila dihadiri oleh paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota termasuk seorang Komisaris Independen dan Pihak Independen.

Ayat (2)

(22)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Rapat Komite Remunerasi dan Nominasi hanya dapat

dilaksanakan apabila dihadiri oleh paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota termasuk seorang Komisaris Independen dan Pejabat Eksekutif.

Ayat (3)

Cukup jelas.

48 (1) Keputusan rapat komite dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat.

Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.

Ayat (2)

Cukup jelas. (3) Hasil rapat komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik.

Ayat (3)

Cukup jelas. (4) Perbedaan pendapat (dissenting opinions) yang terjadi dalam

rapat komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas.

BAB V

FUNGSI KEPATUHAN, AUDIT INTERN DAN AUDIT EKSTERN Bab V. Bagian Pertama

Fungsi Kepatuhan dan Penugasan Direktur Kepatuhan BPR

49 BPR wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan undangan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Cukup jelas.

50 (1) Dalam rangka memastikan kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)wajib menunjuk seorang Direktur Kepatuhan.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Dalam rangka membantu pelaksanaan fungsi Direktur Kepatuhan secara efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPR membentuk satuan kerja kepatuhan (compliance unit) yang independen terhadap satuan kerja operasional.

Ayat (2)

(23)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (3) Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), wajib menunjuk 1 (satu) orang anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

(4)

Dalam rangka membantu pelaksanaan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BPR menunjuk Pejabat Eksekutif untuk melaksanakan fungsi kepatuhan.

Ayat (4)

Cukup jelas. (5) Satuan kerja kepatuhan atau Pejabat Eksekutif yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) wajib menyusun dan mengkinikan pedoman kerja, sistem dan prosedur.

Ayat (5)

Cukup jelas.

51 Penugasan dan pemberhentian Direktur Kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dilakukan oleh dewan Komisaris dan Direktur Utama dengan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan.

Cukup jelas.

52 Anggota Direksi BPR yang ditugaskan sebagai Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:

a.tidak merangkap jabatan sebagai Direktur Utama BPR;

b.tidak membawahi kegiatan operasional, akuntansi dan/atau Satuan Kerja Audit Intern (SKAI);

c. memahami peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku; dan

d.mampu bekerja secara independen.

Cukup jelas.

53 Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan bertugas dan bertanggung jawab sekurang-kurangnya untuk:

(24)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan a. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk

memastikan BPR telah memenuhi seluruh peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian;

b. memantau dan menjaga agar kegiatan usaha BPR tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku; dan

c. memantau dan menjaga kepatuhan BPR terhadap seluruh komitmen yang dibuat oleh BPR kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Huruf a

Yang dimaksud dengan menetapkan langkah-langkah antara lain adalah menyiapkan prosedur kepatuhan (compliance procedure) pada setiap satuan kerja, menyesuaikan pedoman intern BPR terhadap perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menyiapkan proses pengambilan keputusan oleh manajemen.

Yang dimaksud dengan ketentuan dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian, antara lain adalah ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Batas maksimum Pemberian Kredit, Kualitas Aktiva Produktif dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif.

Huruf b

Dilakukan antara lain dengan pemantauan penerapan prosedur kepatuhan (compliance procedure) pada setiap satuan kerja yang digunakan sebagai alat dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan, dan melakukan pelatihan serta sosialisasi kepatuhan terhdap ketentuan yang berlaku. Huruf c

Komitmen yang dibuat oleh BPR adalah kesanggupan BPR untuk memenuhi perintah dan larangan dari Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu (misalnya Cease and Desist Order).

(25)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 54 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,

Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan wajib mencegah Direksi BPR agar tidak menempuh kebijakan dan/atau menetapkan keputusan yang menyimpang dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Dalam hal Direktur Kepatuhan telah melakukan pencegahan namun masih terjadi penyimpangan, Direksi BPR tetap bertanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi.

55 Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan wajib melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara berkala kepada Direktur Utama dengan tembusan kepada Dewan Komisaris.

Cukup jelas.

56 BPR wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan tentang pelaksanaan tugas Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan, yaitu:

a. laporan pokok-pokok pelaksanaan tugas Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;

b. laporan khusus mengenai kebijakan dan/atau keputusan direksi yang menurut pendapat Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan telah menyimpang dari peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54.

Cukup jelas.

57 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 yang ditandatangani oleh Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi kepatuhan dan Direktur Utama wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap akhir bulan Juni dan Desember, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah bulan laporan.

(26)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Bab V. Bagian Kedua

Fungsi Audit Intern

58 (1) BPR wajib menerapkan fungsi audit intern secara efektif Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Bagi BPR yang memiliki modal inti lebih dari atau sama

dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), wajib membentuk Satuan Kerja Audit Intern yang independen terhadap fungsi operasional.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Bagi BPR yang memiliki modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), wajib menunjuk 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern.

Ayat (3)

Cukup jelas.

(4) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan fungsi audit intern diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Ayat (4)

Cukup Jelas 59 Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 ayat (2) dan (3) bertugas dan bertanggung jawab untuk:

a. membantu tugas Direktur Utama dan Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan dengan cara menjabarkan secara operasional baik perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit;

b. membuat analisis dan penilaian di bidang keuangan, akuntansi, operasional dan kegiatan lainnya melalui pemeriksaan langsung dan pengawasan secara tidak langsung;

c. mengidentifikasi segala kemungkinan untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana; dan d. memberikan saran perbaikan dan informasi yang objektif tentang kegiatan yang diperiksa pada semua tingkatan manajemen.

(27)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 60 (1) Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit internbertanggung jawab langsung kepadaDireksi .

Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Kerja Audit Intern

atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan atau anggota Direksi yang menjalankan fungsi kepatuhan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Kepala Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama BPR dengan persetujuan Dewan Komisaris.

Ayat (3)

Cukup jelas.

(4) Tata cara pelaksanaan Satuan Kerja Audit Intern akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK.

Ayat (4)

Cukup jelas. 61 BPR wajib menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan

tentang pelaksanaan fungsi audit intern, yaitu:

a. laporan pengangkatan atau pemberhentian kepala Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern yang disertai dengan pertimbangan dan alas an pengangkatan atau pemberhentian; b. laporan pelaksanaan dan pokok-pokok hasil audit intern

termasuk informasi hasil audit yang bersifat rahasia;

c. laporan khusus mengenai setiap temuan audit intern yang diperkirakan dapat mengganggu kelangsungan usaha BPR; dan d. laporan hasil kaji ulang pihak ekstern yang memuat pendapat

tentang hasil kerja Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern dan kepatuhannya terhadap Standar pelaksanaan Fungsi Audit Intern BPR serta perbaikan yang mungkin dilakukan. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

(28)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 62 (1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a

yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Dewan Komisaris wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pengangkatan atau pemberhentian kepala Satuan Kerja Audit Intern atau Pejabat Eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi audit intern.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Dewan Komisaris wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan setiap akhir tahun, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah bulan laporan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c yang ditandatangani oleh Direktur Utama dan Dewan Komisaris wajib segera disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak temuan audit diketahui.

Ayat (3)

Cukup jelas.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) tahun, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah hasil kaji ulang oleh pihak ekstern diterima oleh BPR.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Bab V. Bagian Ketiga Fungsi Audit Ekstern

63 (1) BPR wajib menunjuk Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan BPR.

Ayat (1)

Pelaksanaan audit laporan keuangan BPR antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan dan akurasi penyajian kondisi keuangan BPR.

(29)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan (2) Apabila BPR telah memiliki Komite Audit maka penunjukan

Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan calon yang diajukan oleh Dewan Komisaris sesuai rekomendasi Komite Audit.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Pelaksanaan Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penunjukan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Bab VI. Penerapan Manajemen Risiko

64 Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif, yang disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan

kompleksitas usaha serta kemampuan BPR dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi BPR.

Cukup Jelas

Bab VII. Batas Maksimum Pemberian Kredit

65 Pelaksanaan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) wajib berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BPR.

Cukup jelas.

Bab VIII. Rencana Strategis BPR

66 (1) BPR wajib menyusun rencana strategis BPR Rencana strategis BPR disusun dengan berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur tentang Rencana Bisnis BPR.

(2) Penyampaian rencana strategis BPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perubahannya kepada Otoritas Jasa Keuangan berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Rencana Bisnis BPR.

(30)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Bab IX. Aspek Transparansi Kondisi Bank

67 (1) BPR wajib melaksanakan transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR.

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kondisi non-keuangan meliputi antara lain kepengurusan, kepemilikan, perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, strategi dan kebijakan manajemen, dan laporan manajemen.

(2) Dalam rangka pelaksanaan transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan dengan tata cara, jenis dan cakupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR.

Ayat (2)

Cukup jelas.

68 BPR wajib melaksanakan transparansi informasi mengenai produk dan penggunaan data nasabah BPR dengan berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan tentang Transparansi Kondisi Keuangan BPR.

Cukup Jelas

BAB X

PELAPORAN INTERNAL DAN BENTURAN KEPENTINGAN Bab X. Bagian Pertama

Pelaporan Internal

69 Dalam rangka meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan oleh Direksi dan kualitas proses pengawasan oleh dewan Komisaris, BPR wajib memastikan ketersediaan dan kecukupan pelaporan internal yang didukung oleh sistem informasi manajemen yang memadai.

(31)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Bab X. Bagian Kedua

Penanganan Benturan Kepentingan

70 Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif dilarang mengambil tindakan yang dapat merugikan BPR atau mengurangi keuntungan BPR dan wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud dalam setiap keputusan.

Yang dimaksud dengan benturan kepentingan antara lain adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis BPR dengan kepentingan ekonomis pribadi pemilik, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Pejabat Eksekutif, dan/atau pihak terkait dengan BPR.

Ketentuan dalam Pasal ini pada dasarnya dimaksudkan agar anggota dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif menghindarkan diri dari pengambilan suatu keputusan dalam situasi dan kondisi ada benturan kepentingan. Namun demikian apabila keputusan tetap harus diambil maka pihak-pihak dimaksud wajib mengutamakan kepentingan ekonomis BPR dan menghindarkan BPR dari kerugian yang mungkin timbul atau kemungkinan berkurangnya keuntungan BPR serta wajib mengungkapkan kondisi benturan kepentingan tersebut dalam setiap keputusan.

Dalam kaitan ini, pemberian perlakuan istimewa kepada pihak-pihak tertentu di luar prosedur dan ketentuan yang berlaku termasuk dalam kategori benturan kepentingan yang menimbulkan kerugian BPR atau mengurangi keuntungan BPR, antara lain pemberian suku bunga yang tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku.

(32)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan BAB XI

LAPORAN DAN PENILAIAN PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE Bab XI. Bagian Pertama

Laporan PenerapanGood Corporate Governance

71 (1) BPR wajib menyusun laporan penerapanGCGsetiap akhir tahun buku.

Ayat (1)

Cukup jelas. (2) Laporan penerapanGCG sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), paling kurang meliputi:

a. cakupan GCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan hasil penilaian (self assesment) atas penerapanGCGBPR;

b. kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris dengan anggota Dewan Komisaris lain, anggota Direksi dan/atau pemegang saham BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;

c. kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi lain dan/atau pemegang saham BPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36;

d. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Komisaris serta Direksi;

e. rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;

f. frekuensi rapat Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;

g. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian oleh BPR;

Ayat (2) Cukup jelas. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Pengungkapan paket/kebijakan remunerasi ini menjadi tolok ukur Stakeholders dalam menilai kesesuaian remunerasi dengan hasil kinerja BPR yang dikelola Dewan Komisaris dan Direksi BPR.

Yang dimaksud dengan fasilitas lain adalah fasilitas yang diterima tidak dalam bentuk keuangan, antara lain fasilitas perumahan, fasilitas transportasi dan fasilitas asuransi kesehatan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.

(33)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan h. jumlah permasalahan hukum dan upaya penyelesaian

oleh BPR;

i. transaksi yang mengandung benturan kepentingan;dan j. pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan

politik, baik nominal maupun penerima dana.

Huruf h

Penyimpangan (internal fraud) dalam ketentuan ini dibatasi pada penyimpangan yang berkaitan dengan operasional BPR dan mempengaruhi kondisi keuangan BPR secara signifikan.

Huruf i

Permasalahan hukum dalam ketentuan ini meliputi permasalahan hukum perdata dan pidana.

Huruf j

Cukup jelas. (3) Pengungkapan paket/kebijakan remunerasi fasilitas lain

bagi Dewan Komisaris dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d paling kurang mencakup jumlah anggota Dewan Komisaris, jumlah anggota Direksi, dan jumlah keseluruhan gaji, tunjangan (benefits), kompensasi berbasis saham, bentuk remunerasi lainnya, dan fasilitas yang ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.

Ayat (3)

Cukup jelas.

72 (1) BPR wajib menyampaikan laporan penerapanGCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 kepada pemegang saham dan paling kurang kepada:

Ayat (1)

Penyampaian laporan penerapanGCG kepada pemegang saham diutamakan untuk pemegang saham pengendali sedangkan untuk pemegang saham lain didasarkan atas pertimbangan tingkat efisiensi dan tingkat kepentingan dari setiap BPR.

(34)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan a. Otoritas Jasa Keuangan;

b. Asosiasi BPRdi Indonesia;

c. 1 (satu) media atau majalah ekonomi dan keuangan,paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

Huruf a.

Cukup jelas Huruf b.

Yang dimaksud dengan asosiasi BPR adalah PERBARINDO atau PERBAMIDA setempat dimana lokasi kantor pusat BPR berada

Huruf c.

Cukup jelas. (2) Bagi BPR yang telah memiliki homepage wajib

menginformasikan laporan penerapanGCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada homepage BPR paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Laporan penerapanGCG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pertama kali untuk posisi laporan akhir Desember 2016

Ayat (3)

Cukup jelas (4) BPR dianggap terlambat menyampaikan laporan

penerapanGCG apabila BPR menyampaikan laporan dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan melampaui batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi belum melampaui 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

(5) BPR dianggap tidak menyampaikan laporan GCGapabila BPR belum menyampaikan laporan dimaksud dalam batas waktu keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Ayat (5)

Cukup jelas. 73 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan laporan

penerapanGCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Cukup Jelas

74 Penyampaian laporan penerapanGCG kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a

(35)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan dialamatkan kepada:

a. Kantor Regional 1, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan;

b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan.

Bab XI. Bagian Kedua

Penilaian PenerapanGood Corporate Governance (Self Assesment)

75 (1) BPR wajib melakukan penilaian (self assessment) atas penerapanGCGBPR yang mencakup hal-hal sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Hasil penilaian (self assessment) penerapanGCGsebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan penerapanGCG.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Tata cara penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (3)

Cukup jelas. 76 (1) Dalam rangka melakukan penilaian terhadap penerapanGCG

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan penilaian atau evaluasi terhadap hasil penilaian (self assessment) penerapanGCG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1).

Ayat (1)

Cukup jelas.

(2) Berdasarkan hasil penilaian atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BPR untuk menyampaikan action plan yang memuat langkah-langkah perbaikan yang wajib dilaksanakan oleh BPR dengan target waktu tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

(3) Dalam hal diperlukan Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta BPR untuk melakukan penyesuaian action plan

Ayat (3)

(36)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau melakukan

pemeriksaan khusus terhadap hasil perbaikan penerapanGCG yang telah dilakukan oleh BPR.

BAB XII SANKSI

Bab XII. Bagian Pertama

Sanksi PenerapanGood Corporate Governance

77 BPR yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71 dikenakan sanksi administratif antara lain berupa: a. teguran tertulis;

b. penurunan tingkat kesehatan berupa penurunan peringkat faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan;

c. pembekuan kegiatan usaha tertentu;

d. pemberhentian pengurus BPR dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; dan

e. pencantuman anggota pengurus, pegawai, pemegang saham BPR dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test.

Cukup jelas.

(37)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan Sanksi Pelaporan

78 (1) BPR yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan.

Yang dimaksud dengan hari adalah hari kerja.

(2) BPR yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (5) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.5.000.000,00 (limajuta rupiah) dan teguran tertulis oleh Otoritas Jasa Keuangan.

BPR yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar pada ayat ini tidak dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) BPR yang menyampaikan laporan yang dinilai tidak benar dan atau tidak lengkap secara signifikan sebagaimana diatur dalam Pasal 61 dan Pasal 62 dikenakan sanksi administratif berupa kewajiban membayar sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan sanksi administratif antara lain berupa:

a. penurunan tingkat kesehatan BPR; dan/atau

b. pencantuman anggota pengurus, pegawai, pemegang saham BPR dalam daftar tidak lulus melalui mekanisme uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).

Cukup jelas.

(4) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah BPR diberikan 2 (dua) kali surat teguran oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk setiap teguran dan BPR tidak memperbaiki laporan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah surat teguran terakhir.

Cukup jelas.

Bab XIII. Ketentuan Peralihan

79 Kewajiban kelengkapan struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1), pasal 5 ayat (2) dan (3), pasal 12 ayat (1), pasal 19 ayat (1) dan (2), pasal 27 ayat (1) dan (2) dipenuhi oleh BPR paling lambat 2 (dua) tahun sejak ketentuan berlaku

Kelengkapan struktur organisasi yaitu jumlah anggota dewan Komisaris dan Direksi tetap

mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai BPR

(38)

Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan 80 Pengenaan sanksi terhadap penyampaian laporan penerapan GCG

mulai diterapkan sejak laporan posisi 31 Desember 2017

Cukup jelas. Bab XIV. Ketentuan Penutup

81 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

13) Anggota Direksi yang membawahkan Fungsi Kepatuhan menyampaikan laporan khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan apabila terdapat kebijakan atau keputusan Direksi yang

Sering kali saya merasa saya dapat mengubah apa yang akan terjadi besok dengan kelakuan saya hari ini.. Apa yang harus terjadi akan terjadi juga sekeras apapun saya

Sebagai pedoman pelaksanaan Tata Kelola atau Good Corporate Governance (GCG) bagi PT BPR Bank Daerah Gunungkidul (Perseroda), sehingga dapat meningkatkan kinerja BPR,

13) Anggota Direksi yang membawahkan Fungsi Kepatuhan menyampaikan laporan khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan apabila terdapat kebijakan atau keputusan Direksi

Namun hal penting yang disampaikan Dr Jaenal Effendi selaku Direktur Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan adalah bahwa unit bisnis yang ada di IPB University juga harus

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan konsep diri remaja pada siswa UPTD SMPN

13) Anggota Direksi yang membawahkan Fungsi Kepatuhan menyampaikan laporan khusus kepada Otoritas Jasa Keuangan apabila terdapat kebijakan atau keputusan Direksi yang

Sesuai POJK Nomor 4/POJK.03/2015 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perkreditan Rakyat, setiap anggota Direksi dilarang untuk rangkap jabatan pada Bank dan/atau perusahaan