• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM ACARA TALK SHOW JUST ALVIN DI METRO TV DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM ACARA TALK SHOW JUST ALVIN DI METRO TV DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM ACARA TALK SHOW JUST ALVIN

DI METRO TV DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

(Skripsi)

Oleh

ASTUTI ALAWIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM ACARA TALK SHOW JUST ALVIN

DI METRO TV DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

Oleh

ASTUTI ALAWIYAH

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah alih kode dan campur kode dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV dan implikasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam acara talk show just Alvin dan implikasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini ialah video dalam acara talk show Just Alvin di Stasiun TV Metro TV. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap kemudian teknik catat. Kajian alih kode dan campur kode dalam penelitian ini meliputi bentuk dan faktor penyebab.

Berdasarkan penelitian, terdapat bentuk alih kode ekstern. Alih kode ekstern berlangsung dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dan sebaliknya. Faktor penyebabnya adalah penutur dan lawan tutur. Selain itu, terjadi peristiwa campur kode dalam bentuk kata, frasa, baster, perulangan kata, dan klausa. Faktor yang mempengaruhi terjadinya campur kode adalah latar belakang sikap penutur dan kebahasaan.

Kaitannya dengan materi pembelajaran, alih kode dan campur kode yang terdapat dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV ini dapat dijadikan sebagai contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan juga penggunaan bahasa Indonesia secara kontekstual. Kaitannya dengan bahan ajar dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dalam pelajaran menulis teks naskah drama dan film.

(3)

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM ACARA TALK SHOW JUST ALVIN

DI METRO TV DAN IMPLIKASINYA

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

Oleh

ASTUTI ALAWIYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(4)
(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Way Kanan pada 20 Mei 1993. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Abdullah dan Ratna. Penulis memulai pendidikan pada tahun 2000 di SD Negeri 2 Campang Lapan yang diselesaikan pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Banjit dan selesai pada tahun 2009, dan melanjutkan sekolah di SMA Negeri 6 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2012.

Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur SMPTN Tertulis. Penulis tergabung ke dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJPBS) sebagai anggota bidang pendidikan. Penulis telah menyelesaikan KKN-KT di pekon Banyu Urip, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus dan menyelesaikan PPL di SMK PGRI Wonosobo.

(8)

MOTO



























Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap. (Quran Surat Ash-Syarh: 6-8)

Berusaha,berdoa,dan beruntung adala knci kesuksesan.

(9)

PERSEMBAHAN

Alhamdulilah dan rasa syukur atas nikmat yang diberi Allah Subhanahuwataala, segenap jiwa dan raga serta dengan penuh rasa kasih sayang dan cinta kupersembahkan kepada.

1. Ibuku Ratna dan Nenekku Arnati yang selalu memberikan yang terbaik untukku, terima kasih atas doa dan pengorbanan demi terwujudnya keberhasilanku.

2. Kakakku Apriyanti, M.Pd. dan adikku Maria Ulpah yang selalu memberikan dukungan, doa dan motivasi.

3. Sahabat dan teman-teman yang selalu memberikan pelajaran berharga, dukungan dan doa.

(10)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Karena atas karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Alih kode dan Campur Kode dalam Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Shalawat, salam, dan doa semoga selalu tetap tercurah kepada Rasul yang agung Rosulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang Allah pastikan di Surga. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penulisan skripsi ini banyak menerima bimbingan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd. selaku pembimbing I yang telah membantu dan membimbing penulis, serta memberikan motivasi, saran, dan nasihat yang berharga bagi penulis.

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing II yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis, serta memberikan motivasi, saran, dan nasihat yang berharga bagi penulis.

(11)

3. Dr. Siti Samhati, M.Pd. selaku penguji bukan pembimbing yang telah memberikan kritik, saran, dan nasihat kepada penulis.

4. Dra. Ni Nyoman Wetty Suliani, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik.

5. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 6. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia.

7. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra telah memberi penulis berbagai ilmu yang bermanfaat.

9. Pengurus Bidik Misi Universitas Lampung.

10. Orang tuaku tercinta, Ibu Ratna dan Bapak Abdullah yang selalu memberikan kasih sayang dan doa, serta tak henti memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan studi.

11. Nenekku tersayang Arnati yang selalu memberikan semangat dan doa dalam setiap langkahku.

12. Kakakku Apriyanti, M. Pd. dan adikku Maria Ulpah yang selalu dapat diajak bekerja sama dan memberikan keceriaan, semangat, serta motivasi.

13. Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusanku dengan memberikan, doa, dukungan, dan motivasi.

14. Sahabatku Tri Wahyuni, Fitri Nursilawati, Delta Yuliana, Indah Yuni Wulandari, Resi Bisma Sari, dan Dwi Seftiani yang selalu memberikan pelajaran berharga, selalu memberikan nasihat, dukungan, kritik, dan saran, serta motivasi. Dan teman-teman seperjuangan, Anggun Mawar Sari, Risky Amelia, Fransiska Retno,

(12)

Desti Wulandari, Wirda Oktarini, Ahriani, Ade Iis Juliawati, Ana Ayu, Retno Fitria, Jihan Dilli Anisa, Indah Ayu Pratiwi, Arufil, Lovira, Dian Puspita Sari, Mb Acid, Rahmad Arifin, Mario Efendi, Alfian Rohmadi, Alex Sudrajat, dan lain-lain. 15. Sahabat-sahabat SMA yang luar biasa, Nur’aini Comala Dewi, A.Md. Kep., Sunarni, A.Md.A.K., Desi Angki, A.Md. Ak., dan Asriani Lestari semoga silaturahmi kita tetap terjaga.

16. Sahabat IPIS, Nopal Deswari, Anggraeni Susilawati, Dwi Fitriani, Karina Pratiwi, A.Md. Keb., Dedy Mikael Kurniawan, A.Md., Panca Agustiawan, Saiful Maruf, Ayu Indah Lestari, dan Rahmat Hidayat, dan lain-lain terima kasih atas canda tawa, suasana kekeluargaan, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

17. Sahabat ISIS, Zariya Alfath, Puji Puspita Sari, dan Suyanti semoga silaturahmi kita tetap terjaga.

18. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 terima kasih atas persahabatan, doa, serta kebersamaan selama ini.

19. Teman-teman KKN/PPL di Pekon Banyu Urip, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus.

20. Kepala sekolah, guru, dan siswa SMK PGRI Wonosobo yang sudah mengajarkan penulis menjadi seorang guru, memberikan motivasi serta doa.

21. Semua Pihak yang terlibat dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu, dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terima kasih dan doa yang bisa penulis berikan.

(13)

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, Juli 2016

Penulis,

(14)

x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iii RIWAYAT HIDUP ... v PERSEMBAHAN ... vi SANWACANA ... vii MOTO ... x DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sosiolinguistik………11 2.2 Bahasa ... ………….. 12 2.3 Variasi Bahasa ... 13 2.4 Kedwibahasaan ... 16 2.5 Bentuk Dwibahasawan ... 17 2.6 Alih Kode ... 18

2.6.1 Bentuk-Bentuk Alih Kode ... 20

2.6.2 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode ... 22

2.7 Campur Kode ... 24

2.7.1 Wujud Campur Kode Berdasarkan Unsur-Unsur Pembentuknya. 26 2.7.2 Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode ... 29

2.8 Konteks………..30

2.8.1 Unsur- Unsur Konteks ... 31

2.8.2 Peranan Konteks dalam Peristiwa Alih Kode dan Campur Kode .33 2.9 Program Talk Show Just Alvin di Metro TV ... 35

(15)

xi

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 42

3.2 Sumber Data ... 43

3.3 Teknik Pengumpulan ... 43

3.4 Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil………...49

4.2 Pembahasan………...52

4.2.1 Bentuk-Bentuk Alih Kode………..52

4.2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode………...56

4.2.3 Bentuk-Bentuk Campur Kode………....64

4.2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode………..108

4.3 Implikasi Alih Kode dan Campur kode pada Acara Talk Show Just Alvin terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA……...……....118

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... .129

5.2 Saran ... .130 DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 3.1 Tabel Indikator Alih Kode dan Campur Kode……….45 4.1 Tabel Hasil Alih Kode yang Terdapat dalam Acara Talk Show Just Alvin di

Metro TV……….…………50 4.2 Tabel Hasil Campur Kode yang Terdapat dalam Acara Talk Show Just Alvin

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Tabel 1. Analisis Bentuk-Bentuk Alih Kode dalam Acara Talk

Show Just Alvin di Metro TV……… 134 Lampiran 2 Tabel 2. Analisis Faktor Penyebab Alih Kode dalam Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV………... 148 Lampiran 3 Tabel 3. Analisis Bentuk-Bentuk Campur Kode dalam Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV……… 162 Lampiran 4 Tabel 4. Analisis Faktor Penyebab Campur Kode dalam Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV……….….. 220 Lampiran 5 Tabel 5. Klasifikasi Alih Kode dan Campur Kode dalam Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV……….. 271 Lampiran 6 Transkrip Percakapan Acara Talk Show Just Alvin di Metro TV 276 Lampirann 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran……….………… 298 Lampiran 8 Bahan Ajar Memproduksi Teks Film atau Drama………... 304

(18)

DAFTAR SINGKATAN

DT =Data T =Tayangan AK = Alih Kode

AK E = Alih Kode Ekstern CK =Campur Kode CK Kt = Campur Kode Kata CK Fr = Campur Kode Frasa CK Kl = Campur Kode Klausa CK Bs = Campur Kode Baster

CK Pk = Campur Kode Perulangan Kata Sp =Pengaruh Sikap Penutur

K =Kebahasaan Bar =Bahasa Arab BIng =Bahasa Inggris BJw =Bahasa Jawa

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai mahkluk sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Manusia dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Bahasa adalah sarana yang utama dalam komunikasi, karena tanpa bahasa sulit untuk memahami apa yang ingin disampaikan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Bahasa merupakan alat komunikasi utama dibandingkan dengan alat komunikasi lainnya. Chaer dan Agustina (2010: 14) mengungkapkan bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan.

Di Indonesia ada tiga macam bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Ketiga bahasa itu memiliki kedudukan dan fungsinya masing-masing. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Fungsinya sebagai bahasa nasional dimulai sejak diikrarkanya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan sebagai bahasa negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV pasal 36.

(20)

2

Bahasa lain yang ada di Indonesia yang juga memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah bahasa daerah. Bahasa daerah juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting. Kedudukan bahasa-bahasa daerah ini dijamin kehidupan dan kelestariannya seperti dijelaskan pada pasal 36, Bab XV Undang-Undang Dasar 1945.

Bahasa-bahasa lain yang bukan milik penduduk asli Indonesia seperti bahasa Cina, bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Jerman, dan bahasa Prancis berkedudukan sebagai bahasa asing. Selain dari ketiga jenis bahasa di atas, pada masyarakat Indonesia sekarang ini juga mengenal bahasa pergaulan yang disebut dengan istilah bahasa slang. Bahasa slang ini bahasa yang banyak digunakan oleh remaja.

Keragaman bahasa yang terjadi di masyarakat menyebabkan terciptanya masyarakat bilingual atau multilingual yang memiliki dua bahasa atau lebih sehingga mereka harus memilih bahasa atau variasi bahasa mana yang harus digunakan dalam sebuah situasi. Penguasaan terhadap lebih dari satu bahasa oleh seseorang mengakibatkan kedwibahasaan dalam komunikasi. Kedwibahasaan atau bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Mackey dan Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 84) mengartikan bilingualisme sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

(21)

3

Pada situasi kedwibahasaan akibat yang ditimbulkan adalah peristiwa alih kode dan campur kode. Alih kode adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh penutur karena adanya sebab-sebab tertentu yang dilakukan dengan sadar (Chaer dan Agustina, 2010: 107). Campur kode (Code Mixing) adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten (Pranowo, 1996: 12). Misalnya, seorang penutur yang dalam berbahasa Indonesia masih banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, dapat dikatakan melakukan campur kode. Pada umumnya peristiwa alih kode dan campur kode dapat terjadi pada peristiwa bahasa tutur (lisan) dan tulisan. Alih kode dan campur kode dapat terjadi dimana saja, sejauh ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti di sekolah, di lingkungan rumah, di kampus, lingkungan kerja, maupun media cetak dan media elektronik. Salah satunya adalah media elektronik seperti televisi di dalam acara talk show.

Talk show adalah aksen dari bahasa Inggris di Amerika. Istilah talk show di

Inggris sendiri disebut chat show. Pengertian talk show adalah suatu acara bincang-bincang yang menyampaikan beberapa informasi, diskusi, dengan tema-tema tertentu dan biasanya diselingi beberapa isian menarik seperti musik, lawakan, kuis, dan lain-lain. Talk show disebut juga sebagai pertunjukan wawancara. Kadangkala, talk show menghadirkan tamu berkelompok yang ingin mempelajari berbagai pengalaman hebat. Tamu yang diundang biasanya terdiri dari orang-orang yang telah mempelajari atau memiliki pengalaman luas yang terkait dengan isu yang sedang diperbincangkan.

(22)

4

Acara talk show di Indonesia semakin menjamur dari hari ke hari, mulai dari kemasan yang serius, lucu, berbobot hingga yang hanya sekedar bermain-main daripada memberikan informasi yang bermanfaat kepada pemirsa. Metro TV tidak mau ketinggalan dengan menghadirkan sejumlah talk show, salah satunya adalah acara Just Alvin. Acara Just Alvin tayang pada hari Sabtu pukul 22.30 WIB di Metro TV yang dipandu oleh seorang pembawa acara yang bernama Alvin Adam.

Acara Just Alvin di Metro TV merupakan acara talk show yang bersifat memberikan inspirasi kepada orang lain atau memberikan nilai lain dari kehidupan seorang sosok atau selebriti. Pada acara tersebut para selebritas diberikan waktu dan ruang seluas-luasnya. Mereka bisa berbagi rasa dan berbagi pengalaman yang dapat memberikan inspirasi kepada masyarakat. Mereka diberikan seluas-luasnya ruang dan waktu untuk membeberkan kasus yang sebenarnya terjadi tanpa ada pemaksaan tentunya.

Acara Just Alvin bukan merupakan acara gosip yang memaparkan isu-isu yang belum jelas kebenarannya, tetapi disini menjelaskan tentang kehidupan sosok narasumber yang belum banyak diketahui oleh masyarakat. Misalnya, bagaimana sang narasumber sebelum menjadi seseorang yang berhasil dalam karirnya ketika ia masih dalam perjalanan untuk menjadi seorang yang sukses, kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, bagaimana ia bergerak dari angka nol hingga ia menjadi seorang yang sukses. Narasumber juga tidak sungkan menerangkan bagaimana hubungannya dengan keluarga, lingkungan, sahabat, dan pada saat menjadi sosok

(23)

5

publik figur. Ia juga bukan hanya menceritakan keberhasilannya, tetapi juga menceritakan bagaimana susahnya ia menggapai impian. Kadang juga sang narasumber sampai mengeluarkan air mata sehingga membuat suasana menjadi haru, namun karena kepiawaian Alvin dalam mensiasati suasana haru menjadi cair kembali dengan membuat sedikit lelucon tanpa harus membuat narasumber merasa dipojokkan atau sakit hati.

Alvin Adam seringkali membuat kejutan-kejutan untuk narasumber misalnya, menghadirkan seseorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan, dan seseorang itu juga akan melengkapi informasi dengan menceritakan bagaimana pandangannya, dukungannya kepada narasumber. Untuk mendapatkan informasi yang maksimal terkadang sosok narasumber itu diliput bagaimana kehidupannya sehari-hari dalam sosok seorang biasa dan dokumenter tersebut akan ditayangkan diakhir acarannya, biasanya narasumber yang dihadirkan dalam tayangan ini adalah sosok yang fenomenal sehingga tema yang ditentukanpun haruslah semenarik mungkin agar pembicaraan menjadi menarik untuk disaksikan dan masyarakat lebih terpuaskan. Penyajiaanya acara talk show Just Alvin lebih cendrung konsisten dan tidak basa-basi pada tema yang dibawakannya, sehingga konsep acaranya dibuat formal sehingga mengalir apa adannya.

Berdasarkan uraian di atas peneliti merasa tertarik untuk meneliti tayangan Just

Alvin karena dianggap berbeda dengan talk show yang lain terlihat dari

narasumber yang dihadirkan, materi yang dibawakan hanya mencakup ruang lingkup sang narasumber sehingga tema yang dibahas lebih fokus. Penulis juga

(24)

6

tertarik untuk menganalisis alih kode dan campur kode dalam acara talk show Just

Alvin di Metro TV dengan pertimbangan bahwa dalam acara talk show Just Alvin

penulis menemukan beberapa peristiwa campur kode yang digunakan dalam acara tersebut dan biasanya peristiwa campur kode diikuti dengan peristiwa alih kode. Selain itu, penulis juga tertarik untuk meneliti talk show Just Alvin karena pembawa acara dan bintang tamu adalah seorang multilingual, yakni menguasai dua bahasa atau lebih, sehingga dapat terjadi peristiwa alih kode dan campur kode.

Penelitian tentang alih kode dan campur kode pernah diteliti sebelumnya oleh Nurdewi Safitri pada tahun 2011 dengan judul skripsi Alih Kode dan Campur Kode dalam Novel Kembang Jepun karya Remi Sylado dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama meneliti tentang alih kode dan campur kode serta mengimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, Nurdewi Safitri menggunakan novel Kembang Jepun karya Remi Sylado sebagai sumber data, sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan acara talk show Just Alvin sebagai sumber data. Perbedaan selanjutnya Safitri Nurdewi mengimplikasikan alih kode dan campur kode pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedangkan pada penelitian ini peneliti mengimplikasikan alih kode dan campur kode pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA dengan menggunakan Kurikulum 2013.

(25)

7

Selanjutnya, Ima Susanti pada tahun 2012 pernah meneliti dengan skripsi, yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode dalam Film Laskar Pelangi Karya Monty Tiwa dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Adapun persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini sama-sama meneliti tentang alih kode dan campur kode serta mengimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, Ima Susanti menggunakan film Laskar Pelangi karya Monty Tiwa sebagai sumber data, sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan acara

talk show Just Alvin sebagai sumber data. Perbedaan selanjutnya Ima Susanti

mengimplikasikan alih kode dan campur kode pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA dengan menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sedangkan pada penelitian ini peneliti mengimplikasikan alih kode dan campur kode pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA dengan menggunakan Kurikulum 2013.

Peneliti merasa penting meneliti alih kode dan campur kode karena fenomena kebahasaan yang dapat mempermudah dalam berkomunikasi. Pada penelitian ini, data yang diambil berupa tuturan antara pembawa acara dan bintang tamu dalam acara talk show karena dinilai lebih alami dibandingkan dalam novel ataupun film. Karena novel ataupun film menggunakan naskah dalam berkomunikasi sehingga mereka mengikuti setiap kata yang ada pada naskah tersebut. Jadi, pembicaraan dalam novel ataupun film telah direkayasa sehingga akan menghasilkan data yang tidak alami. Sedangkan pada acara talk show tidak menggunakan naskah dalam berkomunikasi. Mereka berbicara secara spontanitas dan apa adanya sesuai

(26)

8

dengan situasi dan kondisi saat itu. Dengan demikian, pembicaraan tersebut dapat menghasilkan data yang alami dan tidak direkayasa.

Implikasi penelitian ini tertuang dalam Kurikulum 2013 yang digunakan pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Salah satu kompetensi inti yang digunakan adalah menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan standar kompetensi mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan. Lebih tepatnya pada KD 4.2 memproduksi teks film/drama yang koheren sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang secara umum masalah di atas dapat dirumuskan sebagai berikut, “Bagaimanakah alih kode dan campur kode dalam acara talk

show Just Alvin di Metro TV dan impilkasinya pada pembelajaran bahasa

Indonesia di SMA?” Rumusan masalah tersebut secara khusus dapat dirinci sebagai berikut.

1. “Bagaimanakah bentuk alih kode dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV?”

2. “Apakah faktor penyebab terjadinya alih kode dalam acara talk show Just

Alvin di Metro TV?’’

3. Bagaimanakah bentuk campur kode dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV?”

(27)

9

4. Apakah faktor penyebab terjadinya campur kode dalam acara talk show

Just Alvin di Metro TV?’

5. “Bagaimanakah implikasi alih kode dan campur kode dalam acara talk

show Just Alvin di Metro TV pada pembelajaran bahasa Indonesia di

SMA?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah pada penelitian di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan wujud alih kode dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV.

2. Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya alih kode dalam acara talk

show Just Alvin di Metro TV.

3. Mendeskripsikan wujud campur kode dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV.

4. Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya campur kode dalam acara

talk show Just Alvin di Metro TV.

5. Mengetahui implikasi alih kode dan campur kode dalam acara talk show

Just Alvin di Metro TV terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memperkaya referensi di bidang kebahasaan dan memberikan masukan bagi pengembang kajian di bidang sosiolinguistik, khususnya pada kajian alih kode

(28)

10

dan campur kode yang berhubungan dalam acara talk show. Selanjutnya, manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan alternatif media pembelajaran dan bahasa Indonesia, serta memberikan pengetahuan kepada guru dan penulis mengenai deskripsi alih kode dan campur kode dalam acara talk show

Just Alvin di Metro TV, dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa

Indonesia di SMA.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah talk show Just Alvin di Metro TV. Objek penelitian ini adalah percakapan atau tuturan antara pembawa acara dan para bintang tamu dalam acara talk show Just Alvin di Metro TV. Tempat penelitian ini adalah tayangan acara talk show Just Alvin di Metro TV. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016.

(29)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sosiolinguistik

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk selalu berinteraksi dengan sesamanya menggunakan bahasa. Sosiolinguistik mengkaji bahasa mengenai bahasa yang dihubungkan dengan masyarakat penuturnya. Sosiolinguistik adalah ilmu interdisipliner. Istilahnya sendiri menunjukkan bahwa terdiri atas bidang sosiologi dan linguistik. Pada istilah sosiolonguistik, kata sosio adalah aspek utama dalam penelitian dan merupakan ciri umum bidang ilmu tersebut. Linguistik dalam hal ini juga berciri sosial sebab bahasa pun berciri sosial, yaitu bahasa dan strukturnya hanya dapat berkembang dalam suatu masyarakat tertentu. Aspek sosial dalam hal ini mempunyai ciri khusus, misalnya ciri sosial yang spesifik dan bunyi bahasa dalam kaitannya dengan fonem, morfem, kata, kata majemuk, dan kalimat (Rokhman, 2013: 1).

Kridalaksana (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 3) mengemukakan bahwa Sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari ciri dan berbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa sedangkan Nababan (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 3) berpendapat pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan disebut

(30)

12

sosiolinguistik. Jadi, dapat disimpulkan sosiolinguistik merupakan kajian yang menggabungkan antara dua bidang ilmu antardisiplin, dan mempelajari penggunaan bahasa dalam masyarakat penuturnya.

2.2 Bahasa

Bahasa ialah sebuah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi (Sudaryat, 2009: 2). Bahasa adalah sistem lambang bunyi, yang arbitrer, dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008: 24). Bahasa juga merupakan alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 1984: 1). Komunikasi melalui bahasa memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Sebagai alat komunikasi yang utama, bahasa harus mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan penuturnya.

Bahasa berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya (Chaer dan Agustina, 1995: 21). Fungsi lain dari bahasa adalah sebagai alat ekspresi diri, alat komunikasi, alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, serta sebagai kontrol sosial (Keraf, 1984: 3). Menyadari fungsi bahasa sangat penting dapat dikatakan bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Bahasa dipergunakan manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Hakikat bahasa menurut Chaer (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 2) adalah sebagai berikut.

(31)

13

1. Bahasa adalah sebuah sistem. 2. Bahasa berwujud lambang. 3. Bahasa berwujud bunyi. 4. Bahasa bersifat arbitrer. 5. Bahasa bermakna.

6. Bahasa bersifat konvensional. 7. Bahasa bersifat unik.

8. Bahasa bersifat universal. 9. Bahasa bersifat produktif. 10. Bahasa bersifat dinamis. 11. Bahasa bervariasi.

12. Bahasa adalah manusiawi.

Berdasarkan dua belas butir hakikat bahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan hal paling penting dalam kehidupan manusia.

2.3 Variasi Bahasa

Variasi bahasa atau ragam bahasa adalah penggunaan bahasa menurut pemakainya, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang dibicarakan serta medium pembicaraan. (KBBI, 2003: 920). Sebuah bahasa telah memiliki sistem dan subsistem yang dapat dipahami secara sama oleh para penutur bahasa tersebut. Meskipun penutur itu berada dalam masyarakat tutur yang sama, tidak merupakan kumpulan manusia homogen, wujud bahasa yang konkret menjadi tidak seragam atau

(32)

14

bervariasi. Keragaman dan kevariasian bahasa ini tidak hanya terjadi karena para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga kegiatan dan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam (Chaer dan Agustina, 2010: 61).

Pada variasi bahasa ini, terdapat dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Variasi bahasa dibedakan menjadi empat, yaitu variasi bahasa dari segi penutur, pemakaian, keformalan, dan sarana (Chaer dan Agustina, 2010: 62).

Variasi bahasa dapat dilihat dari segi penuturnya terdiri dari (1) idiolek ialah variasi bahasa yang berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat dan sebagainya, (2) dialek ialah variasi bahasa dari kelompok penutur yang jumlahnya relative sedikit, yang berada dalam satu tempat, wilayah, atau areal tertentu, (3) kronolek ialah variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu, dan (4) sosiolek ialah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial penuturnya (Chaer dan Agustina, 2010: 62).

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi bahasa berdasarkan pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan dan bidang apa.

(33)

15

Variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini yang paling tampak cirinya adalah kosakata. Setiap bidang kegiatan ini biasanya memunyai sejumlah kosakata khusus atau tertentu yang tidak digunakan dalam bidang lain. Namun, variasi berdasarkan bidang kegiatan ini tampak juga dalam tataran morfologi dan sintaksis (Chaer dan Agustina, 2010: 68).

Berdasarkan tingkat keformalannya variasi atau ragam bahasa ini atas lima macam yaitu ragam baku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (Martin Joos dalam Chaer dan Agustina, 2010: 70). Ragam baku adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat atau upacara-upacara kenegaraan, khotbah di masjid, dan tata cara pengambilan sumpah. Ragam resmi adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, buku-buku pelajaran, dan sebagainya. Ragam usaha adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil produksi. Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan oleh penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti anggota keluarga, atau teman karib (Chaer dan Agustina, 2010: 71).

Variasi (ragam) bahasa dapat juga dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam berbahasa, dengan menggunakan alat tertentu, misalnya dalam bertelepon dan bertelegram (Chaer dan Agustina, 2010: 72). Masyarakat bilingual atau

(34)

16

multilingual yang memiliki dua bahasa atau lebih harus memilih bahasa atau variasi bahasa mana yang harus digunakan dalam sebuah situasi.

2.4 Kedwibahasaan

Pada umumnya, masyarakat Indonesia dapat menggunakan lebih dari satu bahasa. Mereka menguasai bahasa pertama dan bahasa kedua. Kedua bahasa tersebut berpotensi untuk digunakan secara bergantian oleh masyarakat. Artinya, masyarakat yang menggunakan kedua bahasa tersebut terlihat dalam situasi kedwibahasaan. Kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain (Nababan, 1986: 27).

Kedwibahasan adalah penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau suatu masyarakat (Kridalaksana, 2008: 36). Mackey (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 84) secara sosiolinguistik mengartikan kedwibahasaan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Bloomfield (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 23) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya, sedangkan Haugen (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 86) mengatakan tahu akan dua bahasa atau lebih berarti bilingual. Kemudian memperjelas dengan mengatakan seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Sementara itu, Pranowo (1996: 9) menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseptif oleh seorang individu atau masyarakat.

(35)

17

Berdasarkan beberapa definisi kedwibahasaan di atas, peneliti mengacu pada pendapat Pranowo karena definisi yang diberikan memiliki batasan yang jelas,yaitu (a) pemakaian dua bahasa, (b) dapat sama baiknya atau salah satunya saja yang lebih baik, (c) pemakaian dapat produktif maupun reseptif, dan dapat oleh individu atau oleh masyarakat.

2.5 Bentuk Dwibahasawan

Orang yang memiliki kemampuan menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya disebut dwibahasawan (Pranowo, 1996: 8). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu (pertama bahasa ibunya [B1], dan yang kedua bahasa lain yang menjadi bahasa kedua [B2]), orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dwibahasawan), (Chaer dan Agustina, 2010: 84). Dwibahasawan adalah pembicara yang memakai dua bahasa secara bergantian dalam sistem komunikasi. Seseorang yang terlibat dalam praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian itulah yang disebut bilingual atau dwibahasawan (Weinrich dalam Aslinda dan Syafyahya, 2010: 26). Mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak dengan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya. Seorang yang mempelajari bahasa asing, kemampuan bahasa asing atau B2-nya, akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai dwibahasawan di atas, peneliti mengacu pada pendapat Chaer dan Agustina yang mengatakan “untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu

(36)

18

(pertama bahasa ibunya [B1], dan yang kedua bahasa lain yang menjadi bahasa kedua [B2]), orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dwibahasawan)”.

Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain karena tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain, akan tetap menjadi masyarakat tutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat yang monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka, yang memunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, akan mengalami kontak bahasa dengan segala peristiwa kebahasaan. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang dapat terjadi antara lain adalah interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode (Chaer dan Agustina, 2010: 84). Berdasarkan beberapa akibat kedwibahasaan di atas, dalam penelitian ini peneliti membatasi pada peristiwa alih kode dan campur kode.

2.6 Alih Kode

Sebelum membahas mengenai alih kode sebaiknya terlebih dahulu mengetahui pengertian kode (code). Kridalaksana (2008: 127) mendeskripsikan kode (code) sebagai berikut: 1) lambang atau sistem ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu. Bahasa manusia adalah sejenis kode; 2) sistem bahasa dalam suatu masyarakat; dan 3) variasi tertentu dalam suatu bahasa. Pateda (1987: 83) menyatakan kode adalah berpindah bahasa. Perpindahan bahasa tersebut terjadi ketika pemakai bahasa lain di atas bergabung dengan kelompoknya.

(37)

19

Alih kode adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi (Apple dalam Chaer dan Agustina, 2010: 107). Berbeda dengan Apple yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 107) mengatakan alih kode bukan terjadi antarbahasa, melainkan juga terjadi antar ragam-ragam bahasa dan gaya bahasa yang terdapat dalam satu bahasa. Dengan demikian, alih kode itu merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa yang terjadi karena situasi dan terjadi antarbahasa serta antarragam dalam satu bahasa (Aslinda dan Syafyahya, 2010: 85).

Kridalaksana (2008: 9) mengungkapkan bahwa alih kode merupakan penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain dalam satu peristiwa bahasa sebagai strategi untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain, atau karena adanya partisipan lain. Kalau ditelusuri penyebab terjadinya alih kode tersebut, maka harus dikembalikan kepada pokok persoalan sosiolinguistik, yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Contoh peristiwa alih kode yang dikutip dari Suwito (1983: 70) berupa percakapan antara seorang sekretaris (S) dengan majikannya (M) dapat dikemukakan sebagai berikut.

S : Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini? M : O, ya, sudah. Inilah!

S : Terima kasih.

M : Surat ini berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah.Saya sudah kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak mencari untung. Lha saiki yen usahane pengin maju kudu wani ngono (Sekarang jika usahanya ingin maju harus berani bertindak demikian)

S : Panci ngaten, Pak (Memang begitu, Pak)

M : Panci ngaten priye? (Memang bagitu bagaiman?)

S :Tegesipun mbok modalipun kados menapa, menawi (Maksudnya, betapa pun besarnya modal kalau…)

(38)

20

M :Menawa ora akeh hubungane lan olehe mbathi kakehan, usahane ora bakal dadi. Ngono karepmu? (kalau tidak banyak hubungan, dan terlalu banyak mengambil untung usahanya tidak akan jadi. Begitu maksudmu?)

S : Lha inggih ngaten! ( Memang begitu, bukan?)

M : O, ya, apa surat untuk Jakarta kemarin sudah jadi dikirim? S :Sudah, pak. Bersamaan dengan surat pak Ridwan dengan kilat

khusus.

Pada contoh percakapan antara sekretaris dan majikan di atas sudah dapat dilihat ketika topiknya tentang surat dinas, maka percakapan itu berlangsung dalam bahasa Indonesia. Tetapi, ketika topiknya bergeser pada pribadi orang yang dikirimi surat, terjadilah alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Sebalikya, ketika topik kembali lagi tentang surat alih kode pun terjadi lagi dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

2.6.1 Bentuk-Bentuk Alih Kode

Alih kode mungkin terjadi antar bahasa, antar varian (baik rasioanl maupun sosial), antar register, antar ragam ataupun antar gaya. Hymes (dalam Suwito, 1983: 69) mengatakan bahwa alih kode adalah istilah umum untuk menyebut pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa gaya dari satu ragam. Apabila alih kode itu terjadi antar bahasa-bahasa daerah dalam satu bahasa nasional, atau antara dialek-dialek dalam satu bahasa daerah, atau antar beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam satu dialek, alih kode seperti disebut bersifat intern. Sedangkan apabila yang terjadi adalah antara bahasa asli dengan bahasa asing, maka disebut alih kode ekstern. Pada peristiwa tutur tertentu mungkin saja terjadi alih kode intern dan ekstern secara beruntun, apabila fungsi kontekstual dan siatuasi relevansialnya dinilai oleh penutur cocok untuk melakukannya. Contoh alih kode intern yang dikutip dari Suwito (1983: 70) berikut ini.

(39)

21

Sekretaris :Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran untuk surat ini?

Majikan :O ya sudah. Inilah. Sekretaris :Terima kasih.

Majikan :Surat itu berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah. Saya sudah kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi dan tidak banyak untung. Lha saiki yen usahane pengin maju kudu wani ngono.... (Sekarang jika usahanya ingin maju harus berani bertindak demikian ....) Sekretaris :Panci ngaten, Pak. (Memang begitu. Pak).

Majikan :Panci ngaten priye? (Memang begitu bagaimana?)

Sekretaris:Tegesipun, mbok modalipin agenga kados menapa, menawi .... (Maksudnya, betapa pun besarnya modal kalau ....) Majikan :Menawa ora akeh hubungane lan olehe mbathi kakehan,

usahane ora bakal dadi. Ngono karepmu? (….kalau tidak banyak hubungan dan terlalu banyak mengambil untung, usahanya tidak akan jadi. Begitu maksudmu?)

Sekretaris : Lha inggih, ngaten! (Memang begitu bukan?)

Majikan : O ya. Apa surat untuk Jakarta kemrin sudah jadi dikirim? Sekretaris :Sudah Pak. Bersama surat Pak Ridwan dengan kilat

khusus.

Dialog sekretaris dan majikan pada contoh di atas menunjukkan terjadinya peristiwa alih kode intern antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa (Krama). Alih kode itu terjadi karena perubahan situasi dan pokok pembicaraan. Dimulai dari pertanyaan sekretaris kepada majikan tentang lampiran surat yang belum diterimanya, maka baik situasi maupun pokok pembicaraannya mengenai hal-hal yang formal. Keduanya menggunakan bahasa Indonesia yang cukup baku. Tetapi setelah pokok pembicaraannya menyangkut masalah pribadi (yaitu sifat-sifat pribadi seorang pemborong) maka majikan beralih kode ke bahasa Jawa (ngoko). Untuk mengimbangi peralihan bahasa majikannya, maka sebagai bawahannya sekretaris beralih kode dengan menggunakan bahasa Jawa (krama). Namun, ketika pokok pembicaraan beralih lagi kepada masalah yang bersifat formal (tentang pengiriman surat ke Jakarta), maka keduanya beralih kode lagi ke bahasa

(40)

22

Indonesia. Contoh alih kode ekstern yang dikutip dari Suwito (1983: 71) berikut ini.

Petra : Have you written the letter for Mr. Hotman, Mr Dijk? Van Dijk : Oh yes, l have. Here it is

Petra : Thank you.

Van Dijk : Ah this man Hotman got this organization to contribute a lot of money to the Amsterdamer fancy-fair. Ben jij naar de optocht geweest? (Apakah engkau akan pergi ke (melihat) pekan raya itu?)

Petra : Ja, ik ben er geweest (ya, saya akan melihat). Van Dijk : Ja (ya)?

Petra : He, eh (iya).

Van Dijk : Hoe vond je het (Bagaimana engkau suka melihatnya)? Petra : Oh, erg mooi (oh, sangat bagus).

Van Dijk : Oh ya. Do you think that you could get this letter out to day?

Petra : Of course. I’ll have it this afternoon for you. Van Dijk : Okey, good, fine then (ok, baik)

Dialog pada contoh di atas menunjukkan alih kode ekstern antarbahasa Inggris dan bahasa Belanda. Dalam dialog tersebut nampak jelas bahwa situasi dan pokok pembicaraan menentukan terjadinya alih kode. Ketika pembicaraan dalam situasi serius dan berkisar kepada hal-hal yang “zakelijk” (bersifat urusan dagang)”, pembicaraan berlangsung dengan bahasa Inggris. Tetapi setelah pokok pembicaraannya beralih kepada hal-hal yang lebih santai, maka mereka beralih kode ke bahasa Belanda (bahasa asli mereka).

2.6.2 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

Aslinda dan Syafyahya (2010: 85) mengungkapkan faktor-faktor yang dapat memengaruhi terjadinya alih kode antara lain, (1) siapa yang berbicara, (2) dengan bahasa apa, (3) kepada siapa, (4) kapan, dan (5) dengan tujuan apa. Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2010:108) mengemukakan bahwa Alih kode dapat

(41)

23

terjadi karena beberapa faktor, antara lain, pembicara atau penutur, pendengar atau mitra tutur, perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga, perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, dan perubahan topik pembicaraan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, penulis lebih mengacu pada teori dari Fishman karena dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum pun memantapkan penyebab alih kode antara lain sebagai berikut.

1. Pembicara atau Penutur

Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih kode yang dilakukan biasanya dilakukan penutur dalam keadaan sadar.

2. Pendengar atau Lawan Tutur

Pendengar atau lawan tutur dapat menyebabkan alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur tersebut. Biasanya hal ini terjadi karena kemampuan berbahasa mitra tutur kurang atau karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya. Jika lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi berupa peralihan varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Alih kode ini juga dapat dipengaruhi oleh sikap atau tingkah laku lawan tutur.

3 Perubahan Situasi Karena Hadirnya Orang Ketiga

Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang memiliki latar belakang bahasa berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan dalam suatu pembicaraan.

(42)

24

4. Perubahan dari Situasi Formal Ke Informal atau Sebaliknya

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Alih kode yang terjadi bisa dari ragam formal ke informal, misalnya dari ragam bahasa Indonesia formal menjadi ragam bahasa santai, atau dari bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau sebaliknya.

5.Berubahnya Topik Pembicaraan

Peristiwa alih kode dipengaruhi juga oleh pokok pembicaraan. Misalnya, seorang pegawai sedang berbincang-bincang dengan atasannya mengenai surat, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia resmi. Namun, ketika topiknya berubah menjadi membicarakan masalah keluarga, maka terjadilah alih kode ke dalam bahasa Indonesia ragam santai. Alih kode ini terjadi karena topik pembicaraan telah berbeda, yaitu dari membicarakan masalah pekerjaan kemudian berganti topik menjadi membicarakan masalah pribadi.

2.7 Campur Kode

Pranowo (1996: 12) mengungkapkan campur kode (code mixing) adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa lain secara konsisten. Campur kode merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang menyisip di dalam bahasa lain (Rokhman, 2013: 39). Suatu keadaan berbahasa ketika seorang penutur mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa (speech act) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu sendiri itulah yang disebut campur kode (Nababan dalam Suandi, 2014: 139). Campur kode terjadi

(43)

25

ketika sorang penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia. Apabila seseorang berbicara dengan kode utama bahasa Indonesia yang memiliki fungsi keotonomiannya, sedangkan kode bahasa daerah yang terlibat dalam kode utama merupakan serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomiannya sebagai sebuah kode (Aslinda dan Syafyahya, 2010: 86). Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115) mengatakan bahwa campur kode terjadi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri. Kemudian Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 115) yang mengatakan bahwa campur kode terjadi apabila seseorang menggunakan satu kata atau frasa dari satu bahasa.

Contoh campur kode yang diambil dari buku Chaer dan Agustina (2010: 124), dapat dikemukakan sebagai berikut.

Mereka akan merried bulan depan. (Mereka akan menikah bulan depan)

Nah, karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja. (Nah, karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangan saja)

Contoh di atas adalah kalimat-kalimat bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa Inggris dan Jawa, yang berupa kata dan frasa. Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa formal jarang terjadi campur kode, kalaupun terdapat campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu

(44)

26

memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing (Nababan, 1986: 32). Seorang penutur misalnya, dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan bahasa daerahnya, maka penutur itu dapat dikatakan telah melakukan campur kode (Aslinda dan Syafyahya, 2010: 87).

2.7.1 Wujud Campur Kode Berdasarkan Unsur-Unsur Pembentuknya

Menurut Suwito (1983: 78) Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, campur kode dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya sebagai berikut.

1. Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Kata

Kata yaitu satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (KBBI, 2003: 513). Seorang penutur bilingual sering melakukan campur kode dengan menyisipkan unsur-unsur dari bahasa lain yang berupa penyisipan kata. Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan unsur berupa kata.

Mangka sering kali sok ada kata-kata seolah-olah bahasa daerah itu kurang penting. (Karena sering kali ada anggapan bahwa bahasa daerah itu kurang penting)

Kata mangka dan sok pada contoh di atas merupakan kalimat bahasa Indonesia yang terdapat sisipan bahasa Sunda. Kata mangka yang bermakna karena dan kata sok yang bermakna ada dalam bahasa Indonesia. Pada kalimat tersebut terjadi peristiwa campur kode yang berupa penyisipan kata bahasa daerah yaitu kata mangka dan sok.

(45)

27

2. Penyisipan Unsur yang Berupa Frase

Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan itu dapat rapat dapat renggang (Kridalaksana, 2008: 66). Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan yang berupa frase.

Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia ya saya teken. (Nah karena saya sudah terlanjur baik dengan dia ya saya tanda tangan)

Kalimat di atas terdapat sisipan frasa verbal dalam bahasa Jawa yakni kadhung apik yang berarti terlanjur baik dan saya teken yang berarti saya tanda tangan. Jadi jelas tergambar bahwa kalimat di atas merupakan campur kode frasa.

3.Penyisipan Unsur-Unsur yang Berupa Baster

Kridalaksana (2008: 31) baster merupakan gabungan pembentukan asli dan asing. Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan berupa baster.

Banyak klub malam yang harus ditutup.

Hendaknya segera diadakan hutanisasi kembali.

Contoh kalimat pertama di atas terdapat baster yakni klub malam kata klub merupakan serapan dari asing (bahasa Inggris) sedangkan kata malam merupakan bahasa asli Indonesia. Kedua kata tersebut sudah bergabung dan menjadi sebuah bentukan yang mengandung makna sendiri. Dengan demikian campur kode yang terdapat di atas adalah campur kode baster. Sama halnya dengan kalimat kedua kata hutan merupakan kata asli Indonesia sedangkan sisipan isasi merupakan serapan dari bahasa asing. Ketika kedua kata tersebut digabungkan menjadi hutanisasi maka akan memunculkan makna baru. Oleh karena itu campur kode yang terjadi pada kalimat kedua di atas merupakan campur kode baster.

(46)

28

4. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Perulangan

Perulangan adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai sebagai alat fonologis atau gramatikal; mis. rumah-rumah, bolak-balik, dsb (Kridalaksana, 2008: 193). Berikut adalah contoh penyisipan unsur yang berupa pengulangan kata.

Sudah waktunya kita hindari backing-backing dan klik-klikan. Saya sih boleh-boleh saja, asal dia tidak tonya-tanya lagi.

Contoh kalimat pertama terdapat sisipan bahasa Inggris berwujud pengulangan kata bentuk dasar penuh atau kata ulang murni (dwilingga) yaitu backing-backing dan kata ulang berimbuhan atau perulangan sebagian bentuk dasar yaitu klik- klikan. Begitupula pada kalimat kedua terdapat sisipan tonya-tanya yang merupakan kata ulang berubah bunyi. Campur kode yang terjadi pada kedua kalimat di atas adalah campur kode perulangan kata.

5. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Ungkapan atau Idiom

Ungkapan atau idiom adalah konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya (KBBI, 2003:417). Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan yang berupa ungkapan atau idiom.

Pada waktu ini hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon (perlahan-lahan asal apat berjalan).

Ungkapan alon-alon asal kelakon yang berarti perlahan-lahan asal dapat berjalan merupakan ungkapan dalam bahasa Jawa yang bahkan menjadi pegangan hidup orang-orang bersuku jawa yang terkenal dengan kelemah-lembutannya. Pada kalimat di atas ungkapan alon-alon asal kelakon disisipkan di dalam kalimat

(47)

29

bahasa Indonesia jadi kalimat tersebut merupakan campur kode berupa penyisipan ungkapan.

6. Penyisipan Unsur-unsur yang Berwujud Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif (Chaer, 2012: 231). Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan yang berupa klausa.

Pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. (di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi)

Kalimat di atas merupakan campur kode klausa karena terdapat sisipan klausa bahasa Jawa yakni, ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani yang berarti di depan memberi teladan, di tengah mendorong semangat, di belakang mengawasi.

2.7.2 Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Ciri menonjol terjadinya campur kode biasanya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun, bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mengandung satu fungsi. Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua (Suwito dalam Suandi , 2014: 142), seperti yang dipaparkan berikut ini.

(48)

30

1. Latar Belakang Sikap Penutur

Latar belakang penutur ini berhubungan dengan karakter penutur, seperti latar sosial, tingkat pendidikan, atau rasa keagamaan. Misalnya, penutur yang memiliki latar belakang sosial yang sama dengan mitra tuturnya dapat melakukan campur kode ketika berkomunikasi. Hal ini dapat dilakukan agar suasana pembicaraan menjadi akrab.

2. Kebahasaan

Latar belakang kebahasaan atau kemampuan berbahasa juga menjadi penyebab seseorang melakukan campur kode, baik penutur maupun orang yang menjadi pendengar atau mitra tuturnya. Selain itu, keinginan untuk menjelaskan maksud atau menafsirkan sesuatu juga dapat menjadi salah satu faktor yang ikut melatar belakangi penutur melakukan campur kode.

2.8 Konteks

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga konteks sebaliknya, konteks baru memiliki makna jika terdapat tindakan bahasa di dalamnya (Duranti dalam Rusminto, 2015: 48). Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur (Grice dalam Rusminto, 2015: 50). Sementara itu, Schiffrin (dalam Rusminto, 2015: 48) mendefinisikan konteks sebagai sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi

(49)

31

tentang suasana keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian dari konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan diinterprestasi.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, penulis mengacu pada pendapat Grice karena lebih mudah dipahami dengan adanya unsur-unsur yang maksud konteks adalah (1) latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur, (2) adanya penutur, (3) mitra tutur, dan (4) mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur.

2.8.1 Unsur-Unsur Konteks

Dell Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 48) menyatakan bahwa unsur- unsur konteks mencakup komponen yang bila disingkat menjadi akronim SPEAKING. Adapu penjelasannya sebagai berikut.

1. Setting and scene., di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicara. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbeda di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola seseorang bias berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan seperlahan mungkin.

(50)

32

2. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tutur, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid, khotib sebagai pembicara dan jamaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial participant sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibanding berbicara dengan teman-teman sebayanya.

3. Ends merujuk pada maksud dan tujuan yang diharapkan dari sebuah tuturan. Misalnya peristiwa tutur yang terjadi ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara.

4. Act sequence mengacu pada bentuk dan isi ujaran. Bentuk ujaran itu berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunanya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta berbeda, begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

5. Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dan dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

(51)

33

6. Instrumentailtis mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalitis ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, fragam, atau register.

7. Norm of interaction and interruption mengacu pada norma atau aturan yang dipakai dalam sebuah peristiwa tutur, juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

8. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

2.8.2 Peranan Konteks dalam Peristiwa Alih Kode dan Campur Kode

Alih kode dan campur kode adalah salah satu peristiwa tutur. Sebuah peristiwa tutur tidak dapat dilepaskaan dari konteks yang melatarinya. Schiffrin (dalam Rusminto, 2015: 53) menyatakan bahwa konteks memainkan dua peran penting dalam teori tindak tutur, yakni (1) sebagai pengetahuan abstrak yang mendasari bentuk tindak tutur; dan (2) suatu bentuk lingkungan sosial tempat tuturan-tuturan dapat dihasilkan dan diinterprestasikan sebagai relasi aturan-aturan yang mengikat. Sementara itu, Hymes (dalam Rusminto, 2015: 55) menyatakan bahwa peran konteks dalam penafsiran tampak pada kontribusinya dalam membatasi jarak perbedaan tafsiran terhadap tuturan dan penunjang kenerhasilan pemberian tafsiran terhadap tuturan tersebut, konteks dapat menyingkirkan makna-makna yang tidak relevan dari makna-makna yang sebenarnya sesuai dengan

(52)

34

pertimbangan-pertimbangan yang layak dikemukakan berdasarkan konteks situasi tertentu.

Sejalan dengan pertimbangan tersebut, Kartomihardjo (dalam Rusminto, 2015: 55) mengemukakan bahwa konteks situasi sangat mempengaruhi bentuk bahasa yang digunakan dalam berinteraksi. Bentuk bahasa yang telah dipilih oleh seorang penutur dapat berubah bila situasi yang melatarinya berubah. Berdasarkan uraian tersebut konteks berperan dalam peristiwa alih kode dan campur kode.Berikut akan di sajikan contoh peranan konteks dalam peristiwa alih kode dan campur kode.

Contoh.alih kode di kutip dari Suandi (2014:136) dikemukakan sebagai berikut.

PI :”Saya rasa semua seksi sudah tahu tugasnya masing-masing.Jangan lupa deadlinenya diperhatikan.Kalau begitu rapat saya tutup.Selamat siang. Pak Gatot tolong panggilkan Pak Min ya.”

P2 :“Iya Pak.”

P3 :”Bapak panggil saya?”

P1 :”Kopi Pak Min. Delehno mejaku ae yo. Eh, gulane tambahi,kepaitan wingi.(Kopi Pa Min.Letakan di meja saya saja ya. Eh,gulanya ditambahin,yang kemarin terlalu pait)”

P3 :“Nggih Pak.”(Iya Pak)

Peristiwa tutur tersebut terjadi di sebuah ruang rapat. P1 mengawali tuturannya dengan menggunakan kode bahasa Indonesia karena konteks situasi tersebut adalah situasi formal. Setelah acara rapat ditutup, P1 beralih ke kode bahasa Jawa ketika bertutur dengan P3. Peralihan kode tersebut terjadi karena adanya perubahan situasi, dari situasi formal pada saat rapat ke situasi non formal setelah rapat .

(53)

35

Contoh campur kode yang menggunakan konteks adalah sebagai berikut.

Ely : Iya bareng gua, lo proposal. Intan : He’eh. Kuwe hasil yo? Ely :Iya (sambil tertawa)

Peristiwa tutur di atas merupakan peristiwa campur kode berwujud kata. Hal tersebut ditandai dengan adanya penyisipan unsur-unsur dari bahasa Jawa, yakni kata kuwe. Kata kuwe dalam bahasa Jawa memiliki arti kamu. Dalam bahasa Indonesia kata kuwe merupakan kata ganti persona kedua. Jadi, campur kode tersebut adalah campur kode berwujud kata dari bahasa Jawa yakni kata kuwe.

Peristiwa tutur tersebut terjadi di sebuah kelas perkuliahan Ely bersama dengan teman-temannya. Intan secara tidak sengaja menyisipkan kata dari bahasa Jawa. Hal tersebut dilakukan Intan karena Ely ingin mengajaknya seminar bersama dan ia pun menyetujui ajakan Ely. Ajakan tersebut dimaksudkan Ely agar Intan segera seminar proposal dan ia seminar hasil. Jadi, campur kode tersebut karena latar belakang sikap penutur ingin memperoleh hasil dari tindakannya.

2.9 Program Talk Show Just Alvin di Metro TV

Talk show adalah aksen dari bahasa Inggris di Amerika. Istilah talk show di Inggris sendiri disebut chat show. Istilah talk show di Indonesia lebih terkenal dengan gelar wicara. Pengertian talk show (gelar wicara) adalah suatu acara bincang-bincang yang menyampaikan beberapa informasi, diskusi, dengan tema-tema tertentu dan biasanya diselingi beberapa isian menarik seperti musik, lawakan, kuis, dan lain-lain. Talk show disebut juga sebagai pertunjukan

(54)

36

wawancara. Kadangkala, Talk show menghadirkan tamu berkelompok yang ingin mempelajari berbagai pengalaman hebat. Tamu yang diundang biasanya terdiri dari orang-orang yang telah memiliki pengalaman luas yang terkait dengan yang sedang diperbincangkan (https://id.wikipedia.org/wiki/Gelar_wicara).

Morrisan (eJurnal Ilmu Komunikasi, Volume 3, Nomor 1, 2014: 14-25 ) mengungkapkan Talk show adalah sebuah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahas suatu topik tertentu yang dipandu oleh seorang pembawa acara (host). Mereka yang diundang adalah orang-orang yang berpengalaman langsung dengan peristiwa atau topik yang diperbincangkan atau mereka yang ahli dalam masalah yang tengah dibahas.

Talk show adalah sebuah program televisi atau radio dimana seseorang ataupun group berkumpul bersama untuk mendiskusikan berbagai hal topik dengan suasana santai tapi serius, yang dipandu oleh seorang moderator. Kadangkala, Talk show menghadirkan tamu berkelompok yang ingin mempelajari berbagai pengalaman hebat. Tamu yang diundang biasanya terdiri dari orang-orang yang telah mempelajari atau memiliki pengalaman luas yang terkait dengan isu yang sedang diperbincangkan. Acara Talk show ini biasanya diikuti dengan menerima telpon dari para pendengar atau penonton yang berada di rumah, mobil, ataupun ditempat lain

Acara Just Alvin di Metro TV merupakan acara talk show yang bersifat memberikan inspirasi kepada orang lain atau memberikan nilai lain dari

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan wujud alih kode dan campur kode serta faktor penentu pemilihan kode, alih kode, dan campur kode pada kelompok masyarakat perantau

Tuturan dalam berdagangan di pasar kususnya di pasar Klewer Surakarta seringkali terjadi campur kode dan alih kode, wujud campur kode dan alih kode yang

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang melatarbelakangi Tukul menggunakan campur kode dalam acara talk show Bukan Empat Mata Trans7 adalah (1) latar

What types of maxim are flouted in Just Alvin Talk Show. What type of maxim is dominantly flouted in

Campur Kode Bahasa Indonesia pada Acara Talkshow “Sarah Sechan” di NET. TV; Citra Delian Sistia Rosida; 100210402111; 2014; 58 halaman; Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Penelitian yang berjudul Alih Kode dan Campur Kode pada Percakapan di Status Jejaring Sosial Facebook, bertujuan untuk mendeskripsikan terjadinya alih kode dan campur

mendeskripsikan alih kode dan campur kode pada rubrik “Buras” surat kabar Lampung Post serta menjelaskan faktor penyebabnya. Berdasarkan data yang telah terhimpun, disimpulkan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses alih kode dan campur kode, serta faktor-faktor penyebab terjadinya alih kode dan campur kode dalam