• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi beras dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Beras juga merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Di Indonesia beras adalah komoditas yang strategis yang merupakan makanan pokok bagi 95% bagi lebih dari 220 juta penduduknya. Sekitar 20% dari pendapatan penduduk Indonesia dialokasikan untuk beras dan sedikitnya 45% dari tenaga kerja baik pria maupun wanita terserap di sektor yang berkaitan dengan beras ini. Selain itu beras juga merupakan suatu komoditas politik yang merupakan indikator dari kestabilan politik. Banyak kekuasan yang jatuh karena tidak sukses dalam mengelola sektor ini. Karena itu beras merupakan salah satu komoditas penting yang harus diberi perhatian dan intervensi yang penuh dari pemerintah.

Kendala yang dihadapi saat ini adalah kesulitan dalam hal memantau perkembangan tanaman padi ini secara cepat dan kontinu sehingga dapat memperkirakan produktivitas yang mengarah kepada stok beras lokal. Ini akan sangat sulit dilakukan mengingat metoda konvensional yang ada sangat membutuhkan usaha dan waktu yang lama. Untuk itu dibutuhkan suatu teknologi yang handal yang dapat mencakup area yang luas, waktu yang cepat serta hasil yang cukup akurat.

Teknologi penginderaan jauh adalah suatu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi yang diinginkan (Barrett and Curtis, 1982 dalam Chwen-Ming Yang et.al, 2004). Penginderaan jauh umumnya sangat berkaitan erat dengan radiasi matahari yang dipantulkan. Para ilmuwan dan pengguna citra penginderaan jauh (fotografi atau citra satelit) menggunakan informasi panjang gelombang tersebut dalam menganalisis suatu objek yang kemudian disebut sebagai spectral signatures. Melalui interpretasi data penginderaan jauh/citra satelit, kita akan mengembangkan pemahaman kita mengenai pattern recognition dan bagaimana reaksi dari pantulan sinar matahari

(2)

yang mengenai suatu objek. Ide dasarnya adalah bahwa sinar pantul terdiri dari kontinum panjang gelombang dan panjang gelombang tersebut akan memberikan respon yang berbeda tergantung pada objek yang dikenai.

Gambar 1.1. Total radiasi yang mengenai suatu objek yang dikenal sebagai radiasi datang (incident radiation).

Topik kajian penelitian yang dibahas dalam disertasi ini adalah pemanfaatan data penginderaan jauh dalam bidang bidang pertanian yang tentu saja terkait dengan masalah vegetasi. Untuk menganalisis vegetasi, spektral dari suatu vegetasi dan hubungannya antara karakteristik spektral dengan parameter-parameter biofisik harus ditentukan terlebih dahulu melalui pengukuran laboratorium dan data lapangan sebelum mengaplikasikannya. Riset-riset terdahulu telah mengembangkan beberapa indeks spektral dari transformasi spektral dari beberapa panjang gelombang untuk meningkatkan pengukuran secara radiometrik pada suatu vegetasi dan untuk memonitor serta mengevaluasi perkembangan dari vegetasi yang diamati.

Indeks-Indeks vegetasi kanal lebar (broad band) adalah hal yang umum digunakan untuk mengestimasi parameter-parameter biofisik dan selanjutnya akan digunakan dalam model untuk memprediksi panen (Myneni et al., 1995 dalam Alexandro Candido Xavier et al., 2006). Penentuan indeks-indeks ini berdasarkan pada 2 hal yaitu tingginya nilai penyerapan dari panjang gelombang tampak (visible) radiasi matahari oleh pigmen tanaman dan tingginya nilai hamburan (scattering) gelombang infra merah (Infrared) oleh lapisan mesophyll daun.

(3)

Penggunaan indeks vegetasi yang umum digunakan untuk mengestimasi biomassa, indeks luas daun (leaf area index, LAI) dan penyerapan radiasi untuk fotosintesis tanaman adalah Simple Ratio (SR; Jourdan, 1969) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI, Rouse et al., 1974). Belakangan, Huete (1998) telah mengembangkan Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI) untuk mereduksi pengaruh spektral tanah pada pengukuran spektral vegetasi.

Gambar 1.2. Struktur sel daun dan interaksinya dengan energi elektromagnetik. Sebagian besar cahaya tampak diserap sedangkan hampir setengah dari energi inframerah dekat dipantulkan.

(sumber:

http://www.seos-project.eu/modules/agriculture/images/leaf_structure_small.png

1.1.1. Teknologi Hiperspektral Penginderaan Jauh

Teknologi hyperspektral penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi multispektral, yang memiliki ratusan kanal yang sempit sehingga mampu menyajikan spektral yang kontinu pada setiap objek yang diamati. Dengan memiliki ratusan bahkan ribuan kanal yang sempit, data hiperspektral mampu menyajikan informasi jauh lebih detil daripada data kanal lebar dalam menghitung variabel-variabel biofisik dan kimia dari tanaman (Mutanga and Skidmore, 2004 dalam Wang et al, 2008). Karena kemampuannya dalam

(4)

menyediakan analisis informasi yang lebih detil, dimensi data yang dihasilkan akan sangat besar dan ini merupakan tantangan baru tidak hanya pada teknik pengolahan data tapi juga pada penyimpanan dan pemindahan (transport) datanya (Jiminez dan Landgrebe, 1999).

Gambar 1.3. Skala ruang beberapa wahana pengamatan (Sumber: modifikasi dari M. Evri 2009)

Selain itu, karena memiliki kanal yang sangat sempit dalam menganalisis data hiperspektral ini, timbul permasalahan lain yaitu adanya perulangan informasi antara kanal-kanal yang berdekatan (band redundancy) sehingga memerlukan suatu pemrosesan yang lebih rumit dibanding kanal lebar (Thenkabail et al., 2004; Becker et al., 2005 dalam Wang et al., 2008). Semakin besar jumlah kanal maka dibutuhkan suatu training set data yang besar yang selanjutnya menghasilkan suatu dimensi data yang besar juga. Tentu saja ini bukan suatu pekerjaan mudah dan salah satu solusinya adalah dengan menyeleksi beberapa spektral optimal yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap objek yang sedang diteliti. Dan ini tentu saja akan menghasilkan dimensi data yang lebih kecil.

(5)

Tabel 1.1. Tipe-tipe sensor hiperspektral

Sensor Organisasi Jumlah

Kanal Rentang Panjang Gelombang (nm) AHS (Airborne Hyperspectral Scanner) SenSyTech http://www.sensytech .com 48 433-12,700 AISA (Airborne Imaging Spectrometer for Applications) Spectral Imaging http://www.specim.fi Hingga 288 430-1,000 AVIRIS (Airborne Visible/Infrared Imaging Spectrometer)

NASA Jet Propulsion Lab http://www.makalu.jp l.nasa.gov/ 224 400-2,500 CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager) ITRES Research Limited http://www.itres.com Hingga 228 400-1,000 CHRIS (Compact High Resolution Imaging Spectrometer) European Space Agency http://www.esa.int NA 450-1,050 DAIS 21115 (Digital Airborne Imaging Spectrometer) GER Corp. http://www.ger.com 211 430-12,000 Hymap Integrated Spectronics http://www.intspec.co m 100 to 200 Visible to thermal infrared

Hyperion on EO-1 NASA Goddard

Space Flight Center http://www.gsfc.nasa. gov 220 400-2,500 TRWIS III (TRW Imaging spectrometer) TRW Inc. http://www.trw.com 384 380-2,450

New satellite with HS Sensor

Japan (will launch on 2013)

200 400 – 2,500

Sampai saat ini penelitian tentang kanal optimal untuk tanaman pertanian telah banyak dilakukan oleh para peneliti-peneliti penginderaan jauh. Thenkabail et al., (2000) telah merekomendasikan untuk menggunakan kanal-kanal sempit

(6)

untuk menyajikan informasi tentang vegetasi di dalam rentang panjang gelombang 350 sampai 1050 nm. Berdasarkan analisis nilai turunan kedua, Becker et al. (2005) telah mengidentifikasi 8 kanal-kanal optimal dalam rentang panjang gelombang tampak dan infra merah dekat. Melalui berbagai macam teknik pemrosesan data, pengulangan informasi yang terdapat dalam kanal-kanal yang berdekatan bisa dihilangkan. Teknik pemrosesan yang dilakukan yaitu antara lain melalui metoda koefisien korelasi (Currant et al., 2001; Huang et al., 2004 dalam Wang et al., 2008), metoda index-based vegetasi (Thenkabail et al., 2000) dan metoda regresi (Grossman et al., 1996; Lee et al., 2004 dalam Wang et al., 2008). Walaupun beberapa studi tentang kanal optimal telah banyak dilakukan, beberapa usaha masih diperlukan untuk menajamkan analisis tentang penentuan kanal-kanal optimal dari data hyperspektral. Dan ini merupakan tujuan dari penelitian ini yakni dapat mengestimasi parameter-parameter biofisik seperti LAI dan klorofil relatif pada beberapa fase pertumbuhan melalui penentuan kanal optimal yang tepat.

Dengan pengukuran hiperspektral lanjut tidak hanya dari pengukuran laboratorium dan lapangan namun juga melalui pengukuran satelit seperti Earth Observation-1 (EO-1, 2003) dengan sensor Hyperion, suatu metoda baru telah dikembangkan untuk menganalisa data spektral reflektan. Sebagai contoh, analisis turunan spektral (spectral derivative) pada vegetasi membuat pengukuran spektral reflektan tidak sensitif terhadap efek dari spektral tanah (Demetriades-Shah et al., 1990 dalam Alexandre Candido Xavier, et al., 2006). Elvidge dan Chen (1995) dan Chen (1998) telah mengembangkan beberapa indeks spektral dari kurva reflektan turunan di dalam batas ujung dari panjang gelombang merah (red-edge region, 620-795 nm). Di mana pada rentang panjang gelombang ini, efek dari reflektan tanah adalah sangat kecil dikanalingkan dengan indeks vegetasi pada indeks vegetasi kanal lebar. Di lain pihak, Broge dan Leblanck (2001) menemukan bahwa data hiperspektral tidak lebih baik dari data indeks vegetasi kanal lebar untuk perhitungan nilai LAI.

Di dalam disertasi ini, pengukuran spektral tanaman padi akan dianalisa dalam indeks vegetasi kanal sempit (narrow-band) untuk mengestimasi nilai spektral pada beberapa fase pertumbuhan hingga panen. Penggunaan kombinasi

(7)

nilai spektral reflektan dari dua atau lebih pada panjang gelombang tertentu dapat meningkatkan tingkat kepekaan (sensitivity) tehadap vegetasi daripada hanya menggunakan satu nilai spektral pada panjang gelombang tertentu (Wanjura dan Hatfield, 1987 dalam Muhammad Evri et al., 2008). Beberapa studi menunjukkan bahwa hubungan antara karakteristik reflektan dengan beberapa atribut vegetasi melalui analisa regresi dari data hyperspektral akan memberikan hasil yang lebih baik. Dalam menyiapkan informasi kombinasi panjang gelombang yang optimal akan dipengaruhi oleh status pertumbuhan dari vegetasi tersebut (memiliki perbedaan fenologi pada setiap tahap pertumbuhannya yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan perlakuan dalam penanamannya.

1.1.2. Indeks-indeks Vegetasi dan Model Regresi

Indeks-indeks vegetasi yang digunakan pada studi ini yaitu:  Ratio Vegetation Index (RVI; SR, Jourdan, 1969)

RVI 2 1 B B ; (1.1)

 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI; Rouse et al., 1974)

2 1 2 1 B B B B NDVI    ; (1.2)

 dan Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI; Huete, 1988)

L B B B B L SAVI      2 1 2 1 ) 1 ( ; (1.3)

Dimana: B1adalah kanal 1 dan B2adalah kanal 2 dan L adalah nilai konstanta, 0.5

untuk meminimalkan efek tanah (Huete, 1988). Model regresi yang akan digunakan adalah:

B = a0+ a1VI (linier) (1.4)

B = a0expa1VI (eksponensial) (1.5)

(8)

dimana: B adalah variabel biofisik tidak bebas (dependent), VI adalah variabel bebas (independent) Indeks vegetasi (SR, NDVI atau SAVI), a0 dan a1 adalah

parameter regresi, m adalah derajat dari model.

1.1.3. Normalized Difference Spectral Index (NDSI)

Untuk menghindari kerancuan dengan Normalize Different Vegetation Index (NDVI), di dalam penelitian ini akan digunakan indek Normalized Difference Spectral Index (NDSI). NDSI diturunkan dari persamaan berikut ini:

dimana:

SNDSI adalah Normalized Difference Spectral Index dan λ1, λ2 (λ1 < λ2) adalah

reflektan pada panjang gelombang 1 dan 2.

Model Polinomial dan eksponensial keduanya digunakan untuk meningkatkan estimasi variabel-variabel biofisik dari variabel-variabel spektral. (Turner et al., 1999; Xavier dan Vettorazzy, 2004 dalam Alexandre Candido Xavier et al., 2006).

Data reflektan akan dianalisa dengan menggunakan beberapa metoda seperti: optimum multiple narrow-kanal reflectivity (OMNBR, Thenkabail et al., 2000; 2004 dalam Alexandre Candido Xavier et al., 2006); narrow-kanal NDVI (NB_NDVI; Thenkabail et al., 2000 dalam Alexandre Candido Xavier et al., 2006); turunan orde pertama dan kedua dari reflektan (Demetriades-Shah et al., 1990 Alexandre Candido Xavier et al., 2006).

OMNBR akan ditentukan dengan menggunakan analisa statistik untuk mendapatkan kombinasi kanal-kanal sempit yang terbaik yang akan digunakan untuk memperediksi model variabel biofisik (R2 maksimum) pada setiap fase pertumbuhan padi.

 n j j jNB a B 1 , (1.7)

dimana: B adalah variabel biofisik;

NB adalah reflektan kanal sempit pada kanal j (j=1,...,n) 1 2 1 2        NDSI S

(9)

n adalah jumlah kanal dan a adalah parameter regresi

Untuk 1,2,3 dan 4 kanal sempit dapat dituliskan seperti dalam persamaan berikut:

B = a + a1NB1; (1.8)

B = a + a1NB1+ a2NB2; (1.9)

B = a + a1NB1+ a2NB2+ a3NB3; (1.10)

B = a + a1NB1+ a2NB2+ a3NB3+ a4NB4 (1.11)

Kanal sempit NDVI (NB_NDVI) adalah ditentukan sebagai:

j i j i ij NB NB NB NB NDVI NB    _ ; (1.12)

dimana i dan j adalah nomor kanal kombinasi NB_NDVI untuk tiap variabel biofisik. Koefisien regresi R2 antara semua kemungkinan kanal sempit dan variabel biofisik akan ditentukan dengan membuat program routine di Delphi, yang akan membuktikan bahwa kombinasi kanal-kanal sempit tersebut memiliki nilai R2tertinggi.

Reflektan turunan pertama dan kedua akan digunakan untuk mengurangi pengaruh reflektan dari background (Demetriades-Shah et al., 1990 Alexandre Candido Xavier et al., 2006) dan dihitung seperti berikut:

 

   

1 1 1 1 '        i i i i i NB NB NB      ; (1.13)

 

 

 

1 1 1 1 ' ' ' '        i i i i i NB NB NB      ; (1.14)

dimana NB’(λi) dan NB’’(λi) adalah turunan pertama dan kedua pada nilai tengah

kanal i ( i = jumlah kanal sempit). Nilai R2 tertinggi untuk turunan pertama dan kedua akan ditentukan dengan menggunakan model regresi linear:

B = a + a1NB’(λi) ; (1.15)

B = a + a1NB’’(λi) (1.16)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

(10)

1. Estimasi pendugaan produksi padi untuk suatu kawasan pertanian saat ini sangat sulit untuk dilakukan mengingat luasan lahan pertanian yang setiap tahunnya selalu mengalami perubahan (alih fungsi lahan) di tambah dengan kurangnya dukungan teknologi. Untuk itu langkah awal yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah dengan melakukan klasifikasi lahan persawahan dari data hyperspektral pada lokasi penelitian. Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan teknik klasifikasi dari data hiperspektral ini seperti:

 Lebar spektral yang sempit sehingga menghasilkan citra dengan gangguan tumpang tindih antar objek

 Karakteristik signal to noise yang rendah  Adanya efek bayangan

Pada penelitian ini untuk teknik klasifikasi spasial (unsupervised) dan spektral (supervised) menggunakan metoda Spectral Angle Mapper (SAM). Dengan metode ini wilayah penelitian diklasifikasikan secara spasial dalam area yang seragam (homogen) berupa tutupan vegetasi dan area yang beragam (heterogen) yaitu non vegetasi. Setelah itu dilakukan analisa secara spektral untuk masing-masing area tersebut. Diharapkan dengan metode ini, terutama untuk area yang seragam, tiap fase pertumbuhan padi dapat lebih detil perbedaannya secara nilai spektral.

2. Bagaimana memilih panjang gelombang optimal untuk perhitungan beberapa variabel tanaman (crop variable) dengan menggunakan data hiperspektral wahana pesawat dan ground spectrometer/FieldSpec. Metode turunan orde dua untuk perhitungan beberapa variabel tanaman dengan memanfaatkan data hiperspektral akan diterapkan pada penelitian ini. Kendala teknis yang dihadapi meliputi pemilihan kanal yang tepat dan teknik pengukuran in situ dengan ground spectrometer.

3. Bagaimana mengintegrasikan model perhitungan variabel tanaman pada sistem prediksi panen. Sejauh ini dari beberapa literatur yang telah dibaca penulis, model yang dikembangkan untuk aplikasi pertanian bukan padi seperti gandum, jagung dan varietas lainnya. Selain itu untuk kawasan studi

(11)

yang dipilih, varietas padi yang ditanam terdiri dari beberapa varietas dan waktu tanam yang berbeda sehingga model yang akan dikembangkan akan memiliki indeks vegetasi yang berbeda pula. Untuk itu pemilihan nilai reflektan pada panjang gelombang yang sensitif terhadap perubahan karakteristik dan sifat (behaviour) masing-masing vegetasi adalah sangat menentukan dalam keakuratan model yang akan dibangun. Pertanyaan selanjutnya yang akan dijawab pada penelitian ini adalah apakah estimasi prediksi panen dari model ini dapat dijadikan suatu model estimasi panen untuk daerah-daerah lainnya yang memiliki kondisi tanah dan iklim yang berbeda.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Melakukan studi penentuan kombinasi kanal-kanal optimal dari data hiperspektral dan ground spectroradiometer untuk perhitungan beberapa indeks vegetasi.

2. Melakukan estimasi panen dari model multivariat regresi yaitu MLR, PCR, PLSR pada beberapa variabel tanaman dengan menggunakan data hiperspektral.

1.4. Lingkup Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data ground spectroradiometer (FieldsSpec), data hiperspektral wahana pesawat (airborne hyperspectral), Hymap yang memiliki 126 kanal dengan rentang panjang gelombang 450 – 2500 nm lebar kanal (bandwidths) 15 – 20 nm, dan data pengukuran biofisik tanaman seperti LAI, SPAD dan panen (ubinan). Hymap memiliki signal to noise ratio, SNR (>500:1). Dengan keterbatasan data yang ada (terutama data hiperspektral satelit dan pesawat) maka pengambilan data diusahakan dalam waktu yang sama atau paling tidak hampir sama. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh perbedaan waktu tanam pada lokasi studi agar identifikasi varietas berdasarkan nilai spektralnya akurat.

(12)

1.4.1. Lokasi Penelitian (Region of Interest, ROI)

Lokasi penelitian dilakukan di sawah beririgasi daerah Indramayu (15 km x 30 km) dan Subang (19 km x 22 km), Jawa Barat (Gambar 1.3) dari tanggal 25 Juni – 1 Juli 2008. Area ini merupakan daerah lumbung beras dengan beberapa varietas seperti Ciherang, ketan dan IR-42. Selama survei berlangsung, ada 3 fase pertumbuhan padi yang diukur yaitu, fase vegetatif, reproduktif dan pematangan (ripening). Data spektral yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan fase pertumbuhannya. Selanjutnya, secara simultan dilakukan pengukuran beberapa variabel tanaman seperti indeks luas daun (LAI) dan klorofil (SPAD) dengan menggunakan alat LICOR-LAI 2000 untuk LAI dan chlorophyll meter (SPAD-502 Minolta) untuk klorofil.

Gambar 1.3. Wilayah studi di Kabupaten Subang dan Indramayu, Jawa Barat.

Untuk data citra yang merupakan data masukan, sudah dilakukan proses klasifikasi fase pertumbuhan vegetasi pada kawasan penelitian. Untuk klasifikasi ini akan digunakan metoda Spectral Angle Mapper (SAM). Pemetaan fase-fase pertumbuhan menggunakan metode SAM. Metode klasifikasi SAM biasa

(13)

digunakan untuk citra hiperspektral. Dan perangkat lunak ENVI dilengkapi dengan modul klasifikasi menggunakan metode ini.

Pada dasarnya, SAM mengklasifikasi spektral citra menggunakan sudut n-D dalam mencocokan piksel dengan spektra referensi. Algoritma ini menentukan kesamaan antara 2 spektra dengan menghitung sudut antara kedua nilai spektra dan menjadikannya sebagai vektor arah dalam jumlah dimensi yang sama dengan jumlah kanal. SAM memilih sudut yang terkecil untuk dikelaskan sesuai dengan spektral referensi. Piksel yang terdapat diluar sudut maksimum tidak diklasifikasikan.

Untuk spektral referensi di ROI Indramayu, digunakan spektral dari hasil pemilihan region untuk setiap fase pertumbuhan. Ada 4 fase pertumbuhan: vegetatif, reproduktif, ripening, dan panen. Tahap klasifikasi menggunakan kanal HyMap yang bebas dari serapan air, yaitu 116 kanal dari total 126 kanal.

Setelah dilakukan klasifikasi setiap strip citra HyMap, dimana untuk ROI Indramayu terdapat 4 strip sedangkan ROI Subang 11 strip. Kemudian dilakukan mosaic seluruh strip pada masing-masing ROI tersebut.

Untuk proses verifikasi metodologi yang akan dibangun terdiri dari:

 Evaluasi terhadap proses klasifikasi yang dilakukan secara visual antara area vegetasi dan bukan vegetasi berdasarkan perbedaan nilai/kualitas kontras tiap objek.

 Evaluasi terhadap nilai spektal yang diperoleh dengan membandingkannya dengan nilai spektral referensi.

 Penyusunan vektor ciri dilakukan sesuai dengan data dari sensor yang tersedia, sebenarnya diharapkan pustaka vektor ciri yang diperlukan sudah tersedia.

 Evaluasi terhadap nilai spektra dari data hiperspektral untuk membedakan tipe/kelompok vegetasi.

 Evaluasi terhadap perhitungan nilai spektra dari tiap tipe/kelompok vegetasi untuk estimasi beberapa variabel tanaman.

(14)

1.5. Kerangka Dasar Pemikiran

Kerangka dasar pemikiran pada penelitian ini meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Metoda SAM akan digunakan untuk klasifikasi tipe vegetasi dari data hiperspektral (Hyperion, HyMap). Pendekatan spektral memiliki keterbatasan dalam pengelompokan kelas objek, sehingga dianggap pewilayahan citra hiperspektral berdasarkan informasi spektral kurang akurat akibat kualitas spektralnya. Untuk itu pada awalnya akan digunakan juga pendekatan spasial dimana data diproses dengan metode pewilayahan objek untuk mendapatkan pewilayahan yang memadai. Selanjutnya dengan bantuan informasi dari pakar atau dari survei lapangan kemudian dilakukan proses dengan pendekatan spektral (supervised).

2. Eliminasi gangguan yang umumnya dilakukan pada citra optik adalah dengan proses penapisan (filtering).

3. Estimasi panen akan diturunkan dari model perhitungan beberapa indeks vegetasi.

1.6. Metodologi Penyelesaian Masalah Yang Diusulkan

Metodologi penyelesaian masalah yang diusulkan terdiri dari tahapan-tahapan proses yang mengacu pada metodologi pengolahan citra dan kerangka pikir yang telah dikembangkan. Metodologi tersebut terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

1. Pewilayahan objek pada citra (termasuk pemutakhiran luas baku sawah) dengan pendekatan spasial. Pada metodologi ini akan dilakukan transformasi warna dan penapisan dan keluarannya adalah citra yang sudah terklasifikasi secara spasial (unsupervised).

2. Pemberian label pada area objek dengan mempertahankan batas antara objek berdasarkan pendekatan spasial dan pemberian label sesuai dengan pustaka vektor ciri spektral. Keluarannya adalah citra yang sdh terklasifikasi yang diperoleh secara nilai spektral (supervised).

3. Perhitungan estimasi panen akan diturunkan dari model MLR, PCR dan PLSR dari beberapa variabel tanaman seperti SR, NDVI, SAVI serta data

(15)

LAI. Pengukuran in situ dilakukan dengan alat FieldSpec Pro pada saat cuaca cerah antara pukul 10.00 dan 14.00 waktu setempat. Diasumsikan pada waktu tersebut, sudut zenith matahari mendekati normal (tegak lurus) sehingga akan meminimalkan nilai gangguan pada pengukuran spektral.

(16)

1.7. Kontribusi yang diharapkan

Beberapa kontribusi yang diharapkan meliputi:

1. Pemutakhiran tutupan lahan khususnya untuk sawah irigasi di Kabupaten Subang dan Indramayu.

2. Metodologi klasifikasi fase pertumbuhan padi dengan menggunakan data hiperspektral melalui pendekatan analisis spasial dan spektral.

3. Perhitungan estimasi panen padi berdasarkan model MLR, PCR dan PLSR dari beberapa variabel tanaman.

4. Ketersediaan pustaka spektral untuk beberapa fase pertumbuhan tanaman padi pada masing-masing varietas yang diteliti.

5. Sebagai salah satu model estimasi prediksi panen untuk membantu dalam pengambilan keputusan mengenai stok produksi beras skala lokal maupun nasional dalam kerangka ketahanan pangan (food security).

(17)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA dan DASAR TEORI

2.1. Pengukuran spektral tanaman padi.

Perekaman data spektral irradiance (in situ) pada rentang panjang gelombang 350-2500 nm dilakukan dengan menggunakan alat FieldSpect ASD interval 1 nm dan perekaman data hyperspectral wahana pesawat dengan sensor Hymap yang memiliki 126 kanal pada rentang panjang gelombang 450 nm – 2480 nm, dilakukn di kedua lokasi penelitian. Sedangkan untuk data LAI dan SPAD, pengukuran dilakukan pada 6 area sampling untuk Subang dan 9 area sampling untuk Indramayu yang tiap sampling berukuran 500 m x 500 m yang terdiri dari 10 ‘quadrat’ yang diseleksi dengan ukuran area 10 m x 10m. Pengukuran spektral dilakukan dengan 5 pengulangan pada tiap quadrat untuk meminimalkan pengaruh dari perubahan cuaca.

2.2. Pemutakhiran (updating) data area sawah

Proses pemutakhiran zona sawah irigasi di kabupaten Subang dan Indramayu dilakukan dalam 2 tahap. Pertama pemutakhiran vektor irigasi sawah dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Vektor sawah ini adalah salah satu tema dari vektor kegunaan tanah (landuse) yang merupakan hasil dari kegiatan proyek SARI-BPPT. Tahap kedua adalah memotong citra HyMap sesuai dengan zona sawah irigasi yang baru. Proses pemutakhiran dan pemotongan citra adalah merupakan proses awal, untuk mempersiapkan citra agar dapat diproses lebih lanjut.

2.3. Prinsip-prinsip Spectroscopy

Distribusi energi berupa spektrum pada panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu objek mengandung informasi yang dapat diterima pada jarak yang cukup jauh. Sejak ditemukannya komposit cahaya putih oleh Newton tahun 1664, prinsip-prinsip spectroscopy pada semua rentang panjang gelombang elektromagnetik digunakan untuk mempelajari sifat

(18)

objek-objek yang ada di bumi dan di luar bumi (Sturm, 1992). Keinginan untuk mempelajari lingkungan dan perubahannya baik lokal maupun global, menjadikan aplikasi spectroscopy banyak digunakan sebagai sarana untuk pemetaan dan memonitor bumi.

Dengan kecanggihan teknologi komputer dan detektor, lahan baru untuk pencitraan (imaging) spectroscopy telah berkembang (Goetz et al., 1985; Green et al., 1990; Vane, Duval, Wellman, 1993; Merton and Cochrane, 1995). Pencitraan spectroscopy adalah suatu teknik baru untuk memperoleh suatu spektrum pada tiap posisi di suatu wilayah. Jadi setiap satu spektral panjang gelombang dapat digunakan untuk membuat satu koheren citra. Pencitraan spectroscopy di dalam penginderaan jauh melibatkan penerimaan data citra dalam rentetan kanal-kanal spektral dengan tujuan akhirnya yakni kualitas spektra reflektan pada setiap piksel di dalam citra. (Goetz, 1992b).

Gambar 2.1. Spektrum gelombang elektromagnetik (sumber: http://www.astro.virginia.edu/class/oconnell/astr121/im/em-op-spectrum.gif)

Saat ini, spektrometer banyak digunakan di laboratorium, lapangan, pesawat dan satelit. Pencitraan spectroscopy adalah berdasarkan pada interaksi dan reflektansi foton-foton dengan struktur-struktur molekul permukaan suatu material. Reflektansi dan daya pancar (emittance) spectroscopy pada suatu permukaan adalah sensitif terhadap ikatan-ikatan kimia material baik padat, cair maupun gas. Karena spectroscopy sangat sensitif terhadap berbagai proses, spektra bisa menjadi sangat kompleks. Bagaimanapun, ini karena kesensitifannya, spectroscopy memiliki kemampuan yang besar sebagai alat pendiagnosa.

(19)

Reflektan spectroscopy dapat digunakan tanpa memerlukan preparasi sampel, tidak merusak (non-destructive), dan dapat diikutkan di pesawat dan sensor satelit. Umumnya material permukaan bumi, memiliki nilai reflektan di dalam spektrum rentang panjang gelombang 400 – 2500 nm. Sejak hasil diagnosa menunjukkan bahwa setiap material dapat dilihat pada kanal spektral yang sempit, perbedaan antara material-material tersebut dapat dibedakan.

Gambar 2.2. Perbandingan jumlah kanal dalam teknologi penginderaan jauh

Gambar 2.3. Profil reflektan vegetasi dan tanah dan air (sumber: http://www.fao.org/docrep/003/T0446E/T044617.gif)

(20)

Gambar 2.4. Pola reflektan dari vegetasi, tanah basah dan tanah kering terhadap panjang gelombang merah dan

inframerah (sumber:

http://rangeview.arizona.edu/images/red_reflectance.jpg)

2.4. Sensor HyMap

Kata “Hymap” adalah singkatan dari Hyperspectral Mapper merupakan suatu merek dagang untuk suatu instrumen khusus di bidang penginderaan jauh dengan wahana pesawat terbang. Sensor hiperspektral wahana pesawat terbang ini dikembangkan oleh Australia dan sekarang telah banyak digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia dalam berbagai aplikasi.

Dengan memiliki jumlah kanal yang berdekatan hingga 128 kanal serta rentang panjang gelombang 450 nm – 2500 nm, menjadikan sensor HyMap ini sebagai salah satu sensor yang dapat diandalkan dengan signal to noise ratio (SNR) dan kulitas citra yang baik.

2.4.1. Disain sensor Hymap

Konfigurasi spektral sensor HyMap ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tiap-tiap modul spektral (Tampak, NIR, SWIR1 dan SWIR2) memiliki 32 band sehingga total jumlah spektral band adalah 128.

(21)

Tabel 2.1. Spektrum sensor HyMap

Spektrum Kanal (μm) Interval (nm)

Tampak (Visible) 0.450 ~ 0.700 15

NIR 0.700 ~ 1.350 15

SWIR 1 1.400 ~ 1.800 13

SWIR 2 1.950 ~ 2.480 17

Tabel 2.2. Karakteristik Citra HyMap

Spectral regions VIS, NIR, SWIR, MWIR, TIR

Number of channels 100 – 200

Spectral bandwiths 10 – 20 nm

Spatial resolution 2 – 10 m

Swath width 60 – 70 degrees

Signal to noise ratio (30 degrees SZA, 50% reflectance)

>500:1

Operational altitude 2000 – 5000 m AGL

Tabel 2.3. Parameter-parameter pengoperasian sensor Hymap

Typical Operational Parameter

Platform Light, twin engined aircraft e.g. Cessna 404, unpressurised Altitudes 2000 – 5000 m AGL

Ground Speeds 110 – 180 kts

Spatial Configuration

IFOV 2.5 mr along track 2.0 mr across track FOV 60 degrees (512 pixels)

Swath 2.3 km at 5m IFOV (along track) 4.6 km at 10m IFOV (along track)

Survei lapangan yang dilakukan dengan menggunakan sensor HyMap pada tanggal 25 Juni sampai 3 Juli 2008, memiliki konfigurasi spasial sebagai berikut:  IFOV: 2.5 mr along track, 2.0 mr across track (resolusi spasial 3.5–10 m)  FOV: 62 degrees (512 piksel).

 Daerah Subang keseluruhannya mencakup 11 lines (10 lines dengan arah terbang selatan-utara pada ketinggian terbang 6500 kaki atau 2000 m dan 1 line timur-barat, 4500 kaki atau 1400 m).

(22)

 Ukuran piksel arah selatan-utara adalah 4.5 m dan timur-barat 3.2 m.

Gambar 2.5. Lintasan terbang pemginderaan jauh dengan sensor Hymap (sumber: International Training on Hyperspectral Applications, 2006)

2.5. Fase-fase Pertumbuhan Tanaman Padi

Pertumbuhan tanaman padi dibagi ke dalam 3 fase : 1. Vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan malai);

2. Reproduktif (pembentukan malai sampai pembungaan); dan

3. Pematangan (pembungaan sampai gabah matang)

Gambar 2.6. Fase pertumbuhan tanaman padi (sumber: IRRI)

Fase Vegetatif (Seeding hingga Stem elongation) Fase Reproduktif (Panicle initiation ke booting hingga Flowering) Fase Pematangan/Ripe ning

(Milk Grain hingga Mature Grain)

(23)

Di daerah tropis, fase reproduktif 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan ditentukan oleh perubahan panjang waktu fase vegetatif.

Ketiga fase pertumbuhan terdiri atas 10 tahap yang berbeda. Tahapan tersebut berdasarkan urutan adalah sebagai berikut (sumber: IRRI) :

Tahap 0, dari berkecambah sampai muncul ke permukaan.

Tahap 1, pertunasan.

Tahap pertunasan mulai begitu benih berkecambah sampai dengan sebelum anakan pertama muncul. Selama tahap ini, akar seminal dan 5 daun terbentuk.

Tahap 2, pembentukan anakan.

Tahap ini berlangsung sejak munculnya anakan pertama sampai pembentukan anakan maksimum tecapai. Anakan terus bertambah sampai pada titik dimana sukar dipisahkan dari batang utama. Anakan terus berkembang sampai tanaman memasuki tahap pertumbuhan berikutnya yaitu pemanjangan batang.

Tahap 3, pemanjangan batang.

Tahapan ini terjadi sebelum pembentukan malai atau terjadi pada tahap akhir pembentukan anakan. Oleh karenanya bisa terjadi tumpang tindih dari tahap 2 dan 3. Periode waktu pertumbuhan berkaitan nyata dengan memanjangnya batang. Batang lebih panjang pada varietas yang jangka waktu pertumbuhannya lebih panjang. Dalam hal ini, varietas padi dapat dikategorikan pada 2 grup : varietas berumur pendek yang matang dalam 105-120 hari dan varietas umur panjang yang matang dalam 150 hari.

Keempat tahap pertama ini merupakan fase vegetatif, awal dari pertumbuhan tanaman padi.

Tahap 4, pembentukan malai sampai bunting.

Inisiasi primordia malai pada ujung tunas tumbuh (growing shoot) menandai mulainya fase reporoduksi. Primordia malai menjadi kasat mata pada sekitar 10

(24)

hari setelah inisiasi. Pada tahap ini, 3 daun masih akan muncul sebelum malai pada akhirnya timbul kepermukaan. Malai muda meningkat dalam ukuran dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun menggembung (bulge). Penggembungan daun bendera ini disebut bunting.

Tahap 5, keluarnya bunga atau malai.

Dikenal juga sebagai tahap keluar malai. Heading ditandai dengan kemunculan ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.

Tahap 6, pembungaan.

Tahap pembungaan dimulai ketika serbuk sari menonjol keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan.

Pada pembungaan, kelopak bunga terbuka, antera menyembul keluar dari kelopak bunga (flower glumes) karena pemanjangan stamen dan serbuksari tumpah (shed). Kelopak bunga kemudian menutup. Serbuk sari (tepung sari-pollen) jatuh ke putik, sehingga terjadi pembuahan. Struktur pistil berbulu dimana tube tepung sari dari serbuk sari yang muncul (bulat, struktur gelap dalam ilustrasi ini) akan mengembang ke ovary. Proses pembungaan berlanjut sampai hampir semua spikelet pada malai mekar.

Tahap 4, 5 dan 6 membentuk fase reproduksi, fase kedua dari pertumbuhan padi.

Tahap 7, gabah matang susu.

Tahap 8, gabah matang adonan (dough rain).

Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras. Gabah pada malai mulai menguning. Pelayuan (senescense) dari anakan dan daun di bagian dasar tanaman nampak semakin jelas.

(25)

Tahap 9, gabah matang penuh.

Setiap gabah matang, berkembang penuh, keras dan berwarna kuning. Daun bagian atas mengering dengan cepat (daun dari sebagian varietas ada yang tetap hijau). Sejumlah daun yang mati terakumulasi pada bagian dasar tanaman.

Tahap 7 sampai 9, merupakan fase pematangan, fase akhir dari perkembangan pertumbuhan tanaman padi.

Gambar 2.7. Nilai reflektan tanaman padi pada beberapa fase pertumbuhan (sumber: M. Evri, 2008)

2.6. Indeks Luas Daun (Leaf Area Indeks, LAI)

Indeks luas daun (leaf area index, LAI) adalah suatu parameter kunci untuk mengkaji proses-proses biofisik dari kanopi vegetasi. LAI merupakan total luas daun per-unit permukaan tanah (Chen and Black, 1992), LAI digunakan untuk menjelaskan persentase tutupan vegetasi dan untuk mengestimasi produktivitas dari pertanian dan kanopi hutan.

Bulan 1

Bulan 2

Bulan 3

(26)

Gambar 2.8. LAI pada tanaman padi merupakan luas total daun per-unit permukaan tanah.

LAI dapat diestimasi dengan menggunakan beberapa pendekatan seperti destruktif sampling secara manual dan menggunakan alat dan non-destuktif sampling yaitu dengan menggunakan instrumen berbasis optik dan citra optik. Pengukuran destruktif sampling adalah cara yang paling mudah dan murah dalam melakukan perhitungan LAI. Namun cara ini sangat membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat besar dimana sampel daun-daun diambil dan kemudian diukur luasnya. Bisa dibayangkan kalau hal ini dilakukan pada area studi yang luas. Selain itu sampel yang telah diambil tentu menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi untuk pengukuran parameter-parameter biofisik lainnya. Biasanya metode ini hanya digunakan untuk pengukuran LAI pada sampel dan area yang yang kecil.

Pengukuran LAI pada waktu survei menggunakan metode non-destuktif dengan alat LI-COR LAI-2000 yang dibuat oleh Li-Cor inc., Lincoln, NE. Jumlah daun dalam kanopi merupakan suatu faktor untuk menentukan berapa banyak cahaya yang dapat diterima oleh kanopi yang merupakan pengatur dalam laju fotosintesis. Daun mempunyai pori yang disebut stomata dimana karbon dioksida dan air lewat dari dan ke atmosfer. Prinsip kerja metode non-destruktif yaitu dengan melakukan pengukuran fraksi cahaya datang yang lewat melalui kanopi. Asumsi yang digunakan adalah bagaimana distribusi daun di dalam kanopi

(27)

kemudian menghitung jumlah dan ukuran gap. Dari kedua informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung LAI. Cara kerja dari metode inilah yang kemudian diadopsi oleh alat-alat pengukur LAI seperti LI-2000.

Gambar 2.9. LI-COR LAI-2000

2.7. Pengukuran klorofil

Konsentrasi klorofil pada daun sangat berkaitan erat dengan besar kecilnya spektral reflektansi terutama reflektan panjang gelombang biru dan merah. Semakin tinggi konsentrasi klorofil maka semakin rendah reflektansi panjang gelombang biru dan merah. Hal ini disebabkan karena kedua panjang gelombang tersebut sebagian besar diserap untuk digunakan dalam proses fotosintesis oleh daun. Begitu juga sebaliknya semakin kecil kandungan klorofil maka reflektansi gelombang biru dan merah akan semakin besar (gambar 2.10). Dalam studi ini pengukuran klorofil dilakukan dengan menggunakan alat SPAD yang merupakan singkatan dari Special Products Analysis Division (suatu divisi di perusahaan Minolta). Ini hanya sekedar nama dan tidak berkaitan dengan kegunaan alat tersebut.

(28)

Chlorophyll Concentration

Gambar 2.10. Konsentrasi klorofil vs. reflektan panjang gelombang biru/merah

2.7.1. Prinsip kerja alat SPAD 502

Transmisi cahaya oleh klorofil ditandai dengan tingginya nilai transmisi pada rentang panjang gelombang NIR dan rendah pada rentang panjang gelombang merah. Hal ini disebabkan karena tanaman hijau menyerap radiasi gelombang tampak untuk proses fotosintesis dan mentransmisikan gelombang NIR yang tidak diperlukan.

Gambar 2.11. Prinsip kerja alat SPAD 502 (sumber: http://www.fujiwara-sc.co.jp/catalog/img/spad502-1.gif

(29)

2.7.2. Teknik pengukuran klorofil dengan SPAD 502

Teknik pengukuran klorofil pada waktu survei lapangan dilakukan sebagai berikut:

– Dalam satu rumpun pengukuran dilakukan tiga kali dan dalam satu kuadrat ada 5 rumpun yang diukur.

– Hitung nilai klorofil rata-rata untuk setiap kuadrat.

Gambar 2.12. Titik pengukuran klorofil dengan SPAD 502 pada daun

2.8. Penghalusan (Smoothing) Data Dengan Metode Savitzky-Golay.

Untuk data spektral in situ (FieldSpec) terlebih dahulu dilakukan re-sampling agar rentang panjang gelombangnya sama dengan data HyMap. Selanjutnya dilakukan penghalusan (smoothing) dengan filter Savitzky-Golay (Savitzky and Golay 1964). Metode penghalusan Savitzky-Golay adalah suatu tipe penghalusan yang pertama kali dikemukakan oleh Abraham Savitzky dan Marcel J. E. Golay pada tahun 1964. Esensi dari metode ini adalah melakukan suatu regresi berpangkat banyak (polynomial regression) dengan derajat k pada suatu distribusi data untuk menentukan suatu nilai baru untuk tiap-tiap titik. Keuntungan dari metode ini adalah menjaga kecenderungan nilai maksimum dan minimum relatif yang biasanya ditampilkan datar oleh metode lainnya contoh seperti perata-rataan bergerak (moving average).

(30)

Gambar 2.13. Perata-rataan 7 titik data dengan metode Savitzky-Golay orde-2. Persamaan Savitzky-Golay untuk gambar 2.13. adalah sebagai berikut:

yt= (-2xt -3+ 3xt-2+ 6xt-1+ 7xt+ 6xt+1+ 3xt+2 - 2xt+3)/21.

Metode Savitzky-Golay disebut juga sebagai metode perata-rataan polynomial bergerak. Secara numerik penanganannya sama dengan perata-rataan bergerak dengan pembobotan (weighted moving average) selama koefisien dari prosedur penghalusan adalah konstan untuk seluruh nilai y.

Gambar di bawah ini menunjukkan contoh penghalusan suatu set data menggunakan polynomial orde-2 dengan 25 titik.

Gambar 2.14. Polinomial orde-2 untuk 25 titik data dengan Metode Savitzky-Golay

(31)

2.8.1. Proses Matematika

Suatu penapisan polinomial dapat dianggap sebagai penggabungan antara beberapa potong fungsi polinomial. Penggabungan potongan fungsi polinomial ini dilakukan dengan estimasi kuadrat terkecil (least square) antara matriks X dan vektor y:

y = X b. (2.1)

Solusi standar kuadrat terkecil diberikan oleh:

b = ( XTX )-1XTy. (2.2)

Nilai estimasi yang digunakan untuk penghalusan adalah: ^

Y = X b = X ( X TX )-1XTy = H y. (2.3) Produk H = X (X TX)-1XT y disebut juga matriks topi dan sama untuk setiap y pada polinomial sehingga hanya dihitung sekali. Baris (n+1) pada matriks H dapat ditabulasikan sebagai koefisien penapisan Savitzky-Golay. Metode ini hanya mengestimasi titik tengah pada setiap jendela (potongan fungsi polinomial). Baris lain digunakan hanya untuk penghalusan titik akhir yang tersisa dari sinyal dimana jumlah titik data lebih sedikit daripada ukuran jendela 2n +1.

Matriks X disebut juga matriks Vandermond. Jika ingin menentukan suatu fungsi polinomial dengan orde p, maka persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

yi= bp. xip+ bp-1. xip-1+ ... b1. xi1+ b0. xi0, untuk i = 1 .. 2n+1.

Untuk kasus n=1, x = [-1 0 1] dan diperoleh:

 

 





 

2

 

0

1 2 3

0 2 0 2 3 2 1 . 1 1 1 0 0 0 1 1 1 b b b y y y                           (2.4)            1 0 0 0 1 0 0 0 1 H (2.5)

(32)

menghasilkan koefisien penapisan b = [0 1 0]. Sebenarnya dalam hal ini tidak ada perhitungan yang dilakukan, tetapi hanya dengan mengambil nilai-nilai asli. Untuk n = 5 dan p = 3, koefisien penapisan adalah b = [-0,0857 0,3429 0,4857 0,3429 -0,0857].

 



 

0

1 2 3

0 0 3 2 1 . 1 0 1 b b b y y y                        (2.6)



                                                       1 1 1 1 1 1 1 1 1 . 3 1 1 1 1 . 3 . 1 1 1 1 1 1 . 1 1 1 . 1 1 1 . 1 1 1 1 1 H (2.7) 2.8.2. Koefisien Savitzky-Golay

Persamaan berikut, khusus untuk polinomial kuadratik dan kubik dari penapisan Savitzky-Golay. Parameter np menjelaskan jumlah titik data yang digunakan untuk penghalusan.

            

    2 1 1 1 0 1 np i i t i t t t a x a x x h y (2.8)

Tabel 2.4. Koefisien Savitzky-Golay

np h a0 a1 a2 a3 a4 a5 a6 a7 a8 a9 a10 a11 a12

5 35 17 12 -3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 21 7 6 3 -2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 231 59 54 39 14 -21 0 0 0 0 0 0 0 0 11 429 89 84 69 44 9 -36 0 0 0 0 0 0 0 13 143 25 24 21 16 9 0 -11 0 0 0 0 0 0 15 1105 167 162 147 122 87 42 -13 -78 0 0 0 0 0 17 323 43 42 39 34 27 18 7 -6 -21 0 0 0 0 19 2261 269 264 249 224 189 144 89 24 -51 -136 0 0 0 21 3059 329 324 309 284 249 204 149 84 9 -76 -171 0 0 23 805 79 78 75 70 63 54 43 30 15 -2 -21 -42 0 25 5175 467 462 447 422 387 343 287 222 147 62 -33 -138 -253 (Sumber: http://www.statistics4u.info/fundstat_eng/)

(33)

2.9. Spectral Angle Mapper (SAM)

SAM digunakan dalam teknik pengklasifikasian objek pada suatu area (citra) yaitu dengan mengukur kesamaan antara spektral objek yang tidak diketahui dengan spektral refernesi (diketahui) di dalam dimensi-n. Di dalam multi/hyper spektral yang memiliki ruang dimensi-n, suatu piksel vektor x memiliki panjang vektor (magnitude) dan sudut di dalam sistem koordinat ruang. Sudut antara spektral objek yang diperlakukan sebagai vektor ini dalam ruang-n disebut sebagai sudut spectral (spectral angle), ilustrasi 2 dimensi dapat dilihat pada gambar di bawah. Metode ini tidak membandingkan besarnya iluminasi objek (magnitude) terhadap spektral referensi tetapi hanya mengukur ‘arah’ dari spektral objek terhadap spektral referensi. Besarnya iluminasi bisa saja berubah karena faktor tutupan awan, tetapi sudut spektra besarnya tidak berubah terhadap spektral objek.

Gambar 2.15. Konsep SAM (a) A dan B merupakan objek yang sama/sejenis, panjang atau pendeknya vektor tergantung pada besar atau kecilnya iluminasi. (b) Perbandingan antara vektor dari objek yang tidak diketahui (vektor C) dengan vektor referensi (vektor D). Kedua vektor dapat dikatakan objek yang sama/sejenis jika memiliki sudut yang lebih kecil dari nilai toleransi (Sesudah Kruse dkk, 1993). Sumber:

http://wgbis.ces.iisc.ernet.in/energy/paper/TR-111/chapter3_clip_image004.jpg

Ada beberapa alasan mengapa SAM dipilih dalam metode pengklasifikasian, antara lain:

(34)

2. Objek yang diamati memiliki homogenitas yang tinggi dan memiliki cakupan area yang lebih luas dari piksel resolusi pada citra.

3. Tidak terpengaruh pada kuat atau lemahnya iluminasi karena yang diukur hanya besar sudut spektral objek terhadap spektral referensi.

2.10. Model Regresi Linier

2.10.1 Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression/MLR)

MLR adalah salah satu model regresi linier yang menjelaskan tentang hubungan (model) suatu variabel respon, Y (parameter biofisik tanaman padi), dua atau lebih variabel prediktor, X (nilai spektral kanopi), dan beberapa parameter yang tidak diketahui, β. Nilai Y adalah merupakan suatu fungsi dari X dan β.

Y ≈f (X,β) (2.9)

Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga i-variabel prediktor dimana banyaknya i kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Yi= β0+ β1X1+β2X2+....+βiXi+ei, i = 1,...,n

Karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai berikut :

Ŷi=b0+ b1X1+b2X2+....+biXi+e, i = 1,...,n

Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan prosedur least square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (βatau b) dengan meminimumkan kesalahan (error). Sehingga dugaan bagi βdapat dirumuskan sebagai berikut (Draper and Smith, 1992) :

b=(X’X)-1X’Y (2.10)

dimana :

X : Matriks 1 digabung dengan i-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah

observasi sebagai baris

Y : Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi

(35)

sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut :

II.10.1.1. Analisis terhadap nilai R2dan R2

adj

R2 dapat diartikan sebagai suatu nilai yang mengukur proporsi atau variasi total di sekitar nilai tengah Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1.

      2 2 2 ' ' Y n Y Y Y n Y X b R (2.11)

R2adjdisebut sebagai R2yang disesuaikan dan didefinisikan sebagai :

R2adj=

 

 

 

i n n R    1 1 1 2 (2.12) Dalam statistik ini telah dilakukan penyesuaian terhadap derajat bebas jumlah kuadrat sisa (JKSi) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (Drapper and Smith, 1992)

 N i i i e JKS 1 2 (2.13) dengan eiadalah nilai residu, ei= Y1- Ŷ

2.10.1.2. Uji multikolinieritas

Adanya korelasi yang tinggi antar variabel prediktor dinamakan multikolinieritas. Jika kasus ini terjadi dalam regresi linier, maka variabilitas bi akan tidak efisien (overweight). Untuk melihat adanya multikolinieritas dapat digunakan VIF (Variance Inflation Factor) dengan rumus sebagai berikut :

2 1 1 j R VIF   (2.14) dimana,

- VIF = 1 mengindikasikan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel prediktor;

- VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain.

(36)

2.10.2. Principle Component Regression (PCR)

Principal Component Regression (PCR) merupakan teknik analisis multivariat yang dilakukan dengan terlebih dahulu mereduksi komponen dengan teknik Principal omponent Analysis (PCA) dilanjutkan dengan teknik analisis regresi antara komponen utama yang baru terhadap respon. PCA telah mulai dilakukan oleh Pearson (1901) dan kemudian dikembangkan oleh Hotelling (1933). Aplikasi dari PCA didiskusikan oleh Rao (1964), Cooley dan Lohnes (1971), dan Gnanadesikan (1977). Perlakuan statistik yang menakjubkan dengan PCA ditemukan oleh Kshirsagar (1972), Morrison (1976), dan Mardia, Kent, dan Bibby (1979). PCA secara umum dikenal sebagai teknik interprestasi multivariat, dimana “the loading” dipilih untuk menjelaskan secara maksimal keragaman di dalam variabel. PCA sebagai alat statistik melalui penggunaan komponen-komponen yang diturunkan dalam sebuah model regresi akan digunakan untuk memprediksi variabel respon yang tidak teramati menggunakan komponen utama. Komponen utama bertujuan untuk menjelaskan sebanyak mungkin keragaman data dengan kombinasi linier yang ditemukan yang saling bebas satu sama lain dan didalam arah keragaman paling besar. Tiap-tiap komponen utama merupakan kombinasi linier dari semua variabel. Komponen utama pertama menjelaskan variasi terbesar dari data diikuti dengan komponen utama kedua dan seterusnya. Terdapat komponen utama yang jumlahnya sama dengan jumlah variabel yang ada, tetapi kita biasanya hanya memilih sedikit komponen utama pertama untuk analisis regresi.

Umumnya PCR digunakan untuk model-model regresi linier, dimana jumlah variabel bebas (prediktor) x adalah sangat banyak, atau dimana antar prediktor berkorelasi tinggi (kita ketahui sebagai multikolinieritas).

Keuntungan utama dari kalibrasi PCR adalah sebagai berikut:

a. Dekomposisi dari matrik asal menjadi matrik ortogonal yang lebih kecil memungkinkan terjadinya pengurangan permasalahan dimensional dalam kasus sistem yang dikondisikan buruk. Jadi, jika terdapat spektrum dengan

(37)

korelasi yang tinggi, kita akan selalu memperoleh solusi yang terbaik dalam hal matrik yang mendekati tunggal.

b. Komponen tambahan yang tidak diketahui atau komponen background dapat secara otomatis dimodelkan sebagai komponen utama jika konsentrasi dari komponen tersebut bervariasi terhadap sampel kalibrasi yang berbeda.

2.10.3. Partial Least Square Regression (PLSR)

Sejak metode PLSR yang diperkenalkan oleh Wold sekitar tahun 1960-an untuk econometric (Wold 1975), metode ini kemudian menjadi suatu teknik yang sangat diandalkan dan populer dalam berbagai aplikasi keilmuan dan penelitian. Sekitar tahun 1970-an, banyak metode-metode percobaan yang menggunakan PLSR sebagai alat untuk menganalisa data-data kimia (Geladi and Kowalski 1986, Martens et al. 1986, Mevik and Wehrens 2007).

PLSR adalah suatu teknik regresi peubah banyak yang mudah digunakan dalam mencari hubungan antara beberapa peubah. PLSR bekerja secara iterative untuk menemukan suatu hubungan antara data masukan pada ruang X multi dimensi dan keluarannya yaitu variance multi dimensi dari ruang Y. Sama seperti PCA, hasilnya akan mengurangi jumlah dimensi data melalui identifikasi latent atau peubah tersembunyi (hidden) yang berhubungan dengan vector ciri (eigenvector) di dalam suatu nilai ciri (eigenvalue). Dengan memilih beberapa komponen dalam tiap langkah pemrosesan, dan setelah pemrosesan beberapa komponen pertama, teknik ini dapat menemukan model yang optimalnya (Helland 1988, Martens dan Naes 1989). Ini dapat dikatakan bahwa teknik ini adalah suatu proses lanjutan dari analisis regresi linier peubah banyak dimana pengaruh dari kombinasi linier pada beberapa predictor terhadap peubah respon kemudian akan di analisa kembali. Metode PLSR berguna terutama ketika pada: 1) jumlah peubah dari prediktor adalah sama atau lebih besar dari jumlah pengamatan dan/atau 2) antara prediktor-prediktor memiliki hubungan yang tinggi (collinearity). Aplikasi PLSR juga dapat meliputi suatu kondisi dimana jumlah peubah response lebih dari satu. Dalam hal ini jika terdapat beberapa peubah response, PLSR akan membuat beberapa factor laten dari koefisien

(38)

regresi linier negative yang menunjukkkan berbagai tingkat hubungan dengan peubah respon yang diprediksi dari mulai yang memiliki hubungan yang sangat tinggi sampai tidak berhubungan sama sekali. Setelah proses pertama ini dilakukan, suatu peubah acak diikuti dengan distribusi normal ditambahkan pada model prediksi multi regresi yang merupakan penentuan akhir hubungan antara predictor dengan peubah respon.

PLSR dapat diilustrasikan seperti skema berikut ini:

dimana: Y: prediktor X: peubah

P : loading matrix dari masukan peubah laten Q: loading matrix dari keluaran peubah laten U : PLS weight matrix

T : score matrix dari masukan peubah laten

Dari skema di atas terlihat ada 2 blok terpisah yaitu blok X dan Y serta bagaimana hubungan dalam antara kedua blok tersebut. Hubungan luar untuk blok X yaitu, X = TP’ + E dan Y = UQ’ + F. Penyederhanaan model akan meliputi suatu model regresi antara skor untuk X dan Y seperti yang terlihat pada skema di bawah ini:

Akhirnya, korelasi yang tertinggi antara reflektan hiperspektral tajuk dengan parameter tanaman dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan berikut ini:

(39)

(2.15) dimana:

: Nilai tengah matrik sample yang digunakan di dalam model : Weight matrik yang diturunkan dari algoritma PLS1

: Koefisien regresi yang diturunkan dari algoritma PLS1

: Nilai tengah parameter biofisik yang digunakan di dalam model. : Prediktor

: Matrik spektral matrix yang akan digunakan dalam prediksi

Koefisien determinan (R2) dan Root Mean Square Error (RMSE) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

(2.16)

(2.17)

Dengan Yi adalah prediksi peubah tanaman dari model PLSR, Yp merupakan

karakteristik tanaman yang diukur untuk seluruh set data dan Ymadalah nilai

rata-rata dari Yp.

Analisa data dilakukan dengan menggunakan data fieldspec dan Hymap dari survey lapang (jumlah data adalah 104). Analisis PLSR ditampilkan dalam reflektan tunggal untuk memprediksi LAI, nilai SPAD dan panen. Untuk menentukan jumlah optimal dari peubah laten pada model PLSR, RMSE dihitung dan selanjutnya nilai terendahlah yang digunakan sebagai jumlah dari peubah laten (Mevik dan Cederkvist 2004).

C W X Z Y Y g   ) (    X g W Y YZ

      n i m i n i p i Y Y Y Y R 1 2 1 2 2 ) ( ) ( 1 n Y Y RMSE n i p i

   1 2 ) (

(40)
(41)

BAB 3

METODOLOGI

Secara umum, tahap-tahap pembangunan model prediksi akan dilakukan seperti pada diagram alir dibawah ini

(42)
(43)

Tiap-tiap tahap pekerjaan akan dijelaskan secara lebih detil pada bab III di bawah ini.

3. 1. Pengolahan data awal (pre-processing data) 3.1.1. Data Spektral

Pengukuran data fieldspec dilakukan dengan mengukur 10 titik (point) dalam rentang waktu pukul 10.00 – 14.00. Cuaca pada waktu pengukuran harus relatif cerah untuk menghindari sinyal gangguan (noise) pada data. Tiap titik pada kuadrat direkam 5 data spektral. Pada pemrosesan awal terhadap data spektral ini, terlebih dahulu dilakukan perata-rataan sehingga tiap titik akhirnya hanya punya satu nilai spektral. Wilayah spektral yang menunjukkan signal gangguan (kanal serapan air) dihilangkan terlebih dahulu dari data set nilai reflektan yaitu: 63-68, 94-95, 125-126 nm dan data HyMap: 1.387, 1.4019, 1.4167, 1.4311, 1.4455, 1.4597, 1.7957, 1.9494, 2.4761, 2.4905 nm. Selanjutnya agar jumlah kanal yang ada pada data Fieldspec sama dengan data HyMap maka dilakukan resampling terhadap data Fieldspec tersebut. Data Fieldspec yang telah diresampling ini kemudian akan diklasifikasikan kedalam tiga fase pertumbuhan tanaman padi. Interval panjang gelombang kemudian ditentukan 5 nm untuk mereduksi noise dan jumlah data untuk analisis.

Analisis dilakukan untuk seluruh fase pertumbuhan tanaman padi dari mulai fase vegetatif sampai fase pematangan (ripening). Set data secara acak dibagi kedalam data kalibrasi (2/3) dan data validasi (1/3). Kemudian, model kalibrasi dibangun dengan menggunakan data set kalibrasi. Terakhir, model divalidasi dengan membandingkan nilai predikasi dari model dengan nilai yang diukur dari pengukuran lapangan dalam set data validasi.

Dalam analisis pertama, crop variables diregresikan dengan seluruh nilai reflectance dan turunannya. Reflektan turunan pertama dan kedua digunakan untuk mengurangi pengaruh reflektan dari background (Demetriades-Shah et al., 1990 Alexandre Candido Xavier et al., 2006) dan dihitung seperti berikut:

 

   

1 1 1 1 '        i i i i i NB NB NB      ; (3.1).

(44)

 

 

 

1 1 1 1 ' ' ''        i i i i i NB NB NB      ; (3.2)

dimana NB’(λi) dan NB’’(λi) adalah turunan pertama dan kedua pada nilai tengah

band i ( i = jumlah band sempit). Nilai R2 tertinggi untuk turunan pertama dan kedua akan ditentukan dengan menggunakan model regresi linear:

B = a + a1NB’(λi) ; (3.3)

B = a + a1NB’’(λi) (3.4)

Indeks-indeks vegetasi dihitung dengan menggunakan persamaan:

2 1 Band Band RSI    (3.5) ) ( ) ( 2 1 2 1 Band Band Band Band NDSI        (3.6) ) ( ) ( 2 1 2 1 Band Band Band Band RDSI        (3.7) ) ( ) 1 )( ( 2 1 2 1 L L SASI Band Band Band Band          (3.8)

dimana Band1dan Band2 adalah reflektan band 1 dan 2, L adalah faktor canopy background adjustment. Faktor L adalah fungsi dari densitas vegetasi dengan nilai optimal 0.5 (Huete (1988). Pada studi ini hanya melakukan perhitungan model regresi turunan pertama terhadap LAI untuk data Indramayu.

3.1.2. Data Hymap

Data HyMap yang berhasil direkam adalah 11 strip (ditambah 1 strip dengan arah perekaman Barat – Timur) untuk ROI Subang dan 4 strip dari 10 strip yang direncanakan untuk ROI Indramayu. Perekaman data HyMap pada daerah penelitian tidak bisa dilakukan secara sekaligus dalam satu kali penerbangan karena setiap perekaman sangat tergantung pada kondisi cuaca pada saat itu. Sangat disayangkan ketika akan melakukan perekaman data untuk strip kelima dan seterusnya pesawat mengalami gangguan mesin sehingga perekaman tidak bisa dilanjutkan.

(45)

Ket: IN**q** = area sampling Indramayu no.**, quadrat no.**

Gambar 3.2. Profil spektral tanaman padi dari data HyMap untuk tiap fase pertumbuhan di kabupaten Indramayu

(46)

Ket: SB**q** = area sampling Subang no.**, quadrat no.**, jenis varietas

Gambar 3.3. Profil spektral tanaman padi dari data Hymap untuk tiap fase pertumbuhan di kabupaten Subang

(47)

Gambar 3.4. Data strip Hymap Subang yang telah di koreksi radiometrik dan geometrik.

Gambar 3.5. Data strip Hymap Indramayu yang telah di koreksi radiometrik dan geometrik

(48)

Pemrosesan citra Hymap dilakukan untuk masing-masing data strip. Hal ini disebabkan karena mosaik data butuh volume yang sangat besar dan ini jika dijalankan dengan PC memerlukan waktu yang sangat lama. Koreksi radiometrik dan geometrik telah dilakukan oleh penyedia data yaitu HyVista, Australia. Citra HyMap memiliki 126 kanal dan setelah dikurangi dengan kanal serapan air dan kanal yang memiliki nilai error (kanal: 1.387, 1.4019, 1.4167, 1.4311, 1.4455, 1.4597, 1.7957, 1.9494, 2.4761, 2.4905) menjadi 116 kanal. Setelah pemrosesan tiap strip selesai maka dilakukan penggabungan (mosaic) dan hasilnya seperti pada gambar 3.7. Prosedur pemrosesannya dapat dilihat pada diagram berikut ini.

(49)

Gambar 3.7. Mosaic Subang (kiri) dan Indramayu (kanan), true color RGB= (15,8,3) = (0.66; 0.56; 0.48m)

3.1.3. Data Biofisik Tanaman

Pengukuran parameter biofisik seperti LAI, SPAD, berat kering (pengukuran lab.) dan kandungan nitrogen (pengukuran lab.). Secara umum, pertumbuhan padi digolongkan kepada tiga fase besar yaitu: fase vegetatif (vegetative), reproduktif (reproductive) dan pematangan (ripening). Untuk varietas yang memiliki umur panen 100-110 hari setelah tanam, fase vegetatifnya sekitar 40-45 hari dimana pada fase ini nilai parameter biofisik seperti indeks luas daun, biomassa dan klorofil berada pada nilai puncak. Selanjutnya memasuki fase reproduktif nilai parameter biofisik tadi mulai menurun secara bertahap yang diikuti dengan mulai keluarnya bunga (malai). Fase ini waktunya sekitar 35 hari setelah fase vegetatif. Memasuki fase akhir, pematangan (30 hari setelah fase reproduktif), parameter biofisik berada pada nilai yang rendah. Dari pengamatan nilai spektral hal ini juga sangat jelas perbedaannya. Ini adalah efek dari daya reflektansi daun terhadap gelombang tampak (visible) hijau dan merah/infra merah dekat yang lemah.

(50)

Gambar 3.8. Fase pertumbuhan padi

Dalam studi ini, data-data biofisik dan spektral yang digunakan sebagai data masukan dalam model regresi adalah gabungan dari seluruh fase yang telah diukur. Hal ini disebabkan karena data-data biofisik yang tersedia untuk tiap fase tidak merata dan sangat sedikit jumlahnya dibanding dengan data spectral sehingga jika dilakukan pembangunan model prediksi dari tiap fase kemungkinan terjadinya bias sangat besar.

3.2. Pemilihan Kanal Optimal

Metode yang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang optimal (optimal waveband) adalah dengan penerapkan metode korelasi statistik dengan sistem matrik. Data yang begitu besar harus diolah dengan membuat program kecil otomatis (automatic processing) yang memproses data secara otomatis dengan analisis sistem matrik untuk mendapatkan panjang gelombang optimal terhadap setiap variabel-variabel tanaman, seperti indek luas daun (LAI), nilai SPAD dan panen (yield). Seluruh kombinasi panjang gelombang dikorelasikan dengan variabel tanaman dan diuji dalam beberapa indeks vegetasi seperti NDSI (Normalized Difference Spectral Index), RSI (Ratio Spectral Index), RDSI (Renormalized Difference Spectral Index), SASI (Soil Adjusted Spectral Index), dan lain-lain. Kemudian, nilai korelasi antara panjang gelombang dengan crop variables yang bersumber dari data asli dianalisis untuk melihat tingkat akurasi korelasi antara nilai reflectance dengan nilai variabel-variabel tanaman.

(51)

3.3. Pemutakhiran Luasan Baku Sawah

Pemutakhiran luas baku sawah irigasi di Kabupaten Subang dan Indramayu ini adalah pemutakhiran tutupan lahan yang hanya mencakupi kawasan sawah irigasi saja di dua kabupaten tersebut. Pemutakhiran ini diperlukan karena data vektor zona sawah irigasi yang ada merupakan hasil pemrosesan beberapa tahun lalu, dimana setiap tahunnya terjadi perubahan batas zona tersebut akibat alih fungsi lahan seperti pertumbuhan area pemukiman, tambak, pabrik, dan lain-lain. Proses pemutakhiran dilakukan secara manual dengan memperhatikan rona, struktur, dan bentuk di citra sehingga memerlukan waktu yang relatif lama dan ketelitian yang tinggi.

Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemutakhiran vektor irigasi sawah dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS. Vektor sawah ini adalah diperoleh dari hasil kegiatan proyek SARI-BPPT.

2. Pemotongan citra HyMap sesuai dengan zona sawah irigasi yang baru. Dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS, vektor landuse daerah yang akan dimutakhirkan ditampilkan, kemudian layer tutupan lahan selain sawah irigasi dihapus sehingga yang tampil adalah sawah irigasi saja. Kemudian di atas layer ini ditampilkan zona ROI dan dilakukan pemotongan layer sawah irigasi sesuai zona ROI. Sebetulnya luas pemotongan dipilih lebih besar dari zona ROI karena perekaman citra airborne tidak selalu mengikuti garis lurus zona ROI. Untuk ROI Indramayu, perekaman citra airborne tidak dapat memenuhi seluruh cakupan ROI karena kendala tutupan awan di daerah tersebut sehingga perekaman yang berhasil dilakukan hanya 4 jalur (strip), yaitu daerah yang tutupan awannya kurang dari 20%.

3. Selanjutnya, layer sawah irigasi dan zona ROI ditumpang-tindihkan, dengan layer citra HyMap sehingga terlihat kawasan mana yang sudah mengalami perubahan dari sawah irigasi. Citra HyMap beresolusi spasial 4 meter sehingga perubahan tutupan lahan dapat terlihat. Citra ini ditampilkan dengan kombinasi warna RGB band 82, 27, dan 8, kombinasi tampilan ini disebut

(52)

false color. Kombinasi warna ini dipilih karena menampilkan perbedaan warna antara setiap fase pertumbuhan padi dengan lebih jelas.

Setelah proses pemutakhiran selesai, dilakukan proses pemotongan (subset) citra sehingga yang ditampilkan hanya kawasan sawah irigasi saja. Proses subset ini dilakukan menggunakan perangkat lunak ENVI. Setelah subset, dilakukan proses validasi secara manual, yaitu melihat apakah kawasan sawah irigasi saja yang tertampilkan. Hasil validasi menunjukkan daerah seperti jalan kecil dan awan tetap terlihat di citra ini sehingga diperlukan proses perhitungan NDVI (normalized Difference Vegetation Index) di citra HyMap untuk menampilkan daerah yang ada tumbuhan saja. Kemudian dilakukan proses subset ke 2 kali. Hasil subset ini kemudian dipakai untuk proses selanjutnya (klasifikasi, perhitungan LAI, dan lain-lain).

3.4. Metode-Metode Regresi Linier 3.4.1. MLR

Untuk tujuan pembangunan model prediksi panen, ada dua variabel yang terlibat yaitu variabel nilai spektral tanaman dan variabel biofisik tanaman. Variabel-variabel tersebut selanjutnya dikelompokkan sebagai berikut :

Y = parameter biofisik tanaman (LAI, SPAD, ubinan)

X1..Xn = nilai spektral tanaman pada panjang gelombang 450 nm – 2400 nm) Sebagai langkah awal untuk melihat pola hubungan antar masing-masing variabel prediktor (X) dengan variabel respon (Y). Dengan bantuan software didapatkan model regresi linier sebagai berikut :

Ŷi= b0+ b1X1+b2X2+....+biXi+e, i = 1,...,n

Dari model regresi ini terlihat bahwa seberapa besar dan akurat nilai spektral dapat memprediksi variabel biofisik tanaman. Dalam disertasi ini akan dicari hubungan yang terbaik antara 4 variabel prediktor terhadap setiap variabel respon.Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dengan menggunakan 4 variabel prediktor tersebut dapat diartikan bahwa seberapa besar keragaman variabel biofisik dapat diestimasi dengan menggunakan 4 variabel nilai spektral pada panjang gelombang tertentu.

(53)

3.4.2. PCR

Metoda Principal component Regression (PCR) digunakan untuk mencari korelasi nilai Leaf Area Index (LAI), klorofil (SPAD) dan panen (Yield) terhadap data spektral reflektan tanaman padi yang diukur pada ketinggian 10 dan 50 cm di atas kanopi tanaman. Sebelumnya, metode Principal component Analysis (PCA) akan dilakukan untuk mencari Nilai Eigen, Prosentase Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari matrix data reflektan.

Data reflektan diperoleh dari pengukuran dengan alat Fieldspec Pro yang mampu merekam data reflektan dari panjang gelombang 350 nm sampai dengan 2500 nm. Dari data reflektan ini kemudian dicari nilai standar deviasinya yang kemudian disebut sebagai data adjust melaui persamaan:

x x

dataadj   (3.9)

Dari Data Adjust ini dihitung Matrix Covarian dengan persamaan :

) 1 ( ) ( 2 1

)

(

n X X n i i

X

Cov

Dicari eigen value dan eigen vektor dari Matrix Covarian dengan persamaan :

) (X Cov A (3.10) 0   Ix Ax  (3.11)

A xI

0 (3.12) det

A I

0 (3.13) A adalah matriks kovarian data, x adalah matriks Eigen, dan lambda (λ) adalah nilai Eigen. Vektor Eigen dikalikan terhadap matriks data adalah sama dengan nilai Eigen dikalikan terhadap vektor Eigen. Vektor Eigen saling Orthogonal satu sama lainnya, sehingga dapat membentuk “sumbu” baru dari dimensi-dimensi data tersebut.

Setelah diperoleh Vektor Eigen, maka untuk mencari Matrix Data Baru adalah dari perkalian Transpose Vektor Eigen (PC)T dengan Transpose Data Adjust dengan persamaan sebagai berikut :

Data Baru = (PC)Tx (dataadj) T

(3.14) Model Regresi dengan PCR ditentukan melalui persamaan :

Gambar

Gambar 1.3. Wilayah studi di Kabupaten Subang dan Indramayu, Jawa Barat.
Gambar 1.4. Diagram proses klasifikasi dengan menggunakan metoda SAM
Gambar 2.1. Spektrum gelombang elektromagnetik (sumber:
Gambar 2.3. Profil reflektan vegetasi dan tanah dan air (sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan