• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Hidrologi DAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Fungsi Hidrologi DAS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Hidrologi DAS

Konsep daerah aliran sungai DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari sub DAS- sub DAS, dan sub DAS ini juga tersusun dari sub-sub DAS yang lebih kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet) (Suripin, 2002). DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi proses interaksi antara faktor biotik, non biotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponen-komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam DAS.

Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktifitas dalam DAS yang menyebabkan perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan, kususnya di daerah hulu, dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas pembangunan di dalam DAS terhadap lingkungan, khususnya hidrologi.

Proses perubahan curah hujan menjadi aliran permukaan dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu : a) fungsi produksi daerah aliran sungai (DAS) yaitu perubahan dari hujan total menjadi hujan efektif dan b) fungsi transfer DAS yaitu perubahan hujan efektif menjadi aliran permukaan langsung (Robinson dan Sivapalan, 1996). Schumm dalam Rodriguez-Iturbe dan Rinaldo, 1997 membagi system sungai menjadi tiga bagian yaitu zone produksi (production zone), zone transfer (transfer zone) dan zone endapan (deposition

(2)

zone). Zone produksi tersebut merupakan zone yang dikenal sebagai daerah aliran sungai.

Menurut Suripin et. al, 2002, kualitas suatu DAS dapat diukur berdasarkan fluktuasi debit sungai yang mengalir dalam beberapa kondisi curah hujan yang berbeda. Dari data debit sungai tersebut dapat ditentukan nilai dari parameter penentu kualitas DAS diantaranya adalah koefisien regim sungai (KRS). Nilai ini adalah bilangan yang merupakan perbandingan antara debit harian rata-rata maksimum dan debit harian rata-rata minimum. Makin kecil harga KRS berarti makin baik kondisi hidrologis suatu DAS. Disamping KRS, kondisi DAS juga dapat dievaluasi secara makro dengan nisbah debit maksimum-minimum (Qmaks/Qmin). Disamping itu kualitas DAS ditentukan oleh nilai koefisien aliran permukaan yang biasa diberi notasi C. Nilai ini merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap terhadap jumlah curah hujan. Nilai C yang kecil menunjukkan kondisi DAS yang masih baik, sebaliknya C yang besar, menunjukkan kondisi DAS yang telah rusak. Nilai C berkisar antara 0-1.

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Fungsi Produksi Air di DAS

Lahan sebagai sumberdaya alam DAS merupakan subyek yang berubah setiap saat. Perubahan tersebut dapat terjadi secara alami (natural changes) dan dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic) karena pesatnya pembangunan di segala bidang mengikuti laju pertumbuhan penduduk yang memaksa peningkatan kebutuhan terhadap lahan. Meningkatnya kebutuhan akan lahan mengakibatkan penggunaan lahan berubah.

Martin (1993) mengemukaan bahwa perubahan penggunaan lahan merupakan pertambahan suatu penggunaan lahan yang diikuti oleh berkurangnya penggunaan lahan lain dari waktu ke waktu. Pola perubahan penggunaan lahan menurut Rustiadi (1999) mengikuti posisi geografi. Di daerah pedesaan (rural) perubahan penggunaan lahan terjadi dari lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Di daerah pinggir kota (suburban) dan perkotaan (urban) terjadi perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan

(3)

industri. Perubahan penggunaan lahan tersebut menurut Agus et al (2003) dapat berdampak kepada keseimbangan hidrologi DAS, yang dapat berakibat pada peningkatan resiko banjir dan kekeringan.

Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan (input) dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi digambarkan sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai output dan karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari sistem DAS tidak hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan sedimen yang ikut terbawa aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus hidrologi, seperti disajikan pada Gambar 2.

Sumber : Pidwirny, M. (2006)

Gambar 2. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et al, 1988). Air berevaporasi dari lautan, danau, sungai dan permukaan tanah ke atmosfir. Di atmosfir uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan kembali dievaporasikan ke atmosfir. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration) mengalir sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di permukaan kembali ke atmosfir melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah,

(4)

kemudian muncul sebagai mata air di sungai-sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap ke atmosfir.

Tutupan lahan oleh pohon (tutupan pohon) dengan segala bentuknya dapat mempengaruhi aliran air. Tutupan pohon tersebut dapat berupa hutan alami, atau sebagai permudaan alam (natural regeneration), pohon yang dibudidayakan, pohon sebagai tanaman pagar, atau pohon monokultur (misalnya hutan tanaman industri). Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk:

• Intersepsi air hujan. Selama kejadian hujan, tajuk pohon dapat mengintersepsi dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk lapisan tipis air (waterfilm) pada permukaan daun dan batang yang selanjutnya akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air yang dapat diintersepsi dan dievaporasi tergantung pada indeks luas daun (LAI), karakteristik permukaan daun, dan karakteristik hujan. Intersepsi merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah, tetapi dapat diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir.

• Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan yang dapat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat infiltrasi air tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran lapisan seresah dalam melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya terhadap pelapukan; seresah berkualitas tinggi (mengandung hara, terutama N tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak bertahan lama.

• Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada struktur tanah pada lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya tergantung kepada bahan organik (seresah di permukaan, eksudasi organik oleh akar, dan akar-akar yang mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama cacing tanah), penting untuk mengantisipasi adanya proses peluruhan dan penyumbatan pori makro tanah.

(5)

• Serapan air. Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai lapisan tanah untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan daun. Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi pohon, distribusi akar dan respon fisiologi pohon terhadap cekaman parsial air tersedia. Serapan air oleh pohon diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat disimpan dari kejadian hujan berikutnya, sehingga selanjutnya akan mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran permukaan. Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari lapisan tanah bawah akan mempengaruhi jumlah air tersedia untuk ‘aliran lambat’ (slow flow).

• Drainase lansekap. Besarnya drainase suatu lansekap (bentang lahan) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan tanah, relief permukaan tanah yang memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga mendorong terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat memicu terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow).

Menurut Purwanto dan Ruijter, 2004, dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS yang paling penting adalah menurunnya kapasitas infiltrasi tanah, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 1) Pukulan curah hujan intensif terhadap tanah-tanah yang telah terbuka menyebabkan sebagian pori-pori tanah tertutup sehingga meningkatkan aliran permukaan dan erosi. Karena erosi ini, lapisan tanah yang subur dan permeabel hilang atau mengalami pemadatan, selanjutnya menyebabkan penurunan kapasitas infiltrasi. 2) Konversi hutan menjadi lahan pertanian merubah kondisi perakaran di lahan. Tanaman pertanian memiliki perakaran yang relatif lebih dangkal dibandingkan dengan pohon dan menyebabkan berkurangnya jumlah pori makro tanah. 3) Pemadatan tanah akibat pembangunan sarana dan prasarana masyarakat seperti untuk lahan pertanian dan pemukiman akan menambah luas zone lapisan kedap air seperti jalan-jalan dan atap rumah. 4) Menghilangnya aktivitas fauna tanah (dapat membuat/menjaga pori tanah) yang disebabkan oleh menurunnya kandungan bahan organik tanah. Penggunaan pupuk dan pestisida juga merupakan penyebab lain hilangnya fauna tanah. Menurunnya kapasitas infiltrasi tanah juga menyebabkan penurunan laju infiltrasi tanah dan pengisian kembali air tanah.

(6)

Minimnya cadangan air tanah menyebabkan penurunan debit sungai di musim kemarau dan akhirnya akan menimbulkan kelangkaan air.

Masalah lain yang timbul akibat perubahan penggunaan lahan adalah meningkatnya debit sungai tahunan. Hasil penelitian Agus F, 2004, menunjukkan bahwa hutan atau pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dari vegetasi lainnya. Rata-rata konsumsi air (penguapan) tahunan hutan tropika basah dataran rendah adalah sebesar 1.400 mm dan hutan pegunungan sebesar 1.225 mm. Sebagai pembanding, rata-rata konsumsi air tanaman pertanian berumur pendek adalah antara 1.100–1.200 mm per tahun. Selain itu tajuk tanaman hutan mengintersepsi (menahan) sebagian curah hujan dan kemudian penguapkannya kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm per tahun tergantung kepada lebat tidaknya hutan dan pola hujan. Dengan demikian penebangan hutan atau konversi hutan menjadi peruntukan lain berpotensi meningkatkan debit air di sungai. Hasil penelitian Farida dan Meine VN, 2004, menunjukkan hasil yang serupa. Konversi hutan menjadi kebun kopi menyebabkan jumlah luasan hutan di Sumberjaya, berkurang dari 60 % (pada tahun 1970-an) menjadi 12 % (tahun 2000) dari total luas lahan. Pengolahan data empiris dalam kurun waktu 23 tahun (tahun 1975 - 1998) menunjukkan adanya peningkatan debit sungai tahunan relatif terhadap besarnya curah hujan. Hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan ‘indikator penyangga’ yang berhubungan dengan aliran puncak pada puncak kejadian hujan

(peak flows to peak rainfall events).

Meine et al, 2004, mengemukakan bahwa aliran sungai lebih ditentukan oleh tingkat curah hujan daripada oleh proses hidrologi lainnya yang dipengaruhi oleh DAS. Aspek utama yang termasuk dalam aliran sungai adalah total hasil air tahunan, keteraturan aliran, frekuensi terjadinya banjir pada lahan basah, dataran aluvial dan ketersediaan air pada musim kemarau. Agar lebih terfokus dalam mempelajari karakteristik fungsi DAS diperlukan pemilahan antara kontribusi hujan, terrain (bentuk topografi wilayah serta sifat geologi lainnya yang tidak dipengaruhi langsung oleh adanya alih fungsi lahan), serta peran tutupan lahan (terutama yang langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia). Selanjutnya

(7)

terdapat tujuh kriteria dari fungsi DAS yang dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tujuh Kriteria Fungsi DAS

Karakteristik Alami Fungsi DAS yang dipengaruhi oleh alih guna lahan (kriteria)

A. Curah Hujan 1) Transmisi air

B. Bentuk Lahan 2) Menyangga pada kejadian puncak hujan C. Jenis Tanah 3) Pelepasan air secara bertahap

4) Memelihara kualitas air D. Akar vegetasi alami

sebagai jangkar tanah

5) Mengurangi longsor 6) Mengurangi erosi

E. Iklim makro 7) Mempertahankan iklim mikro Sumber : Noorwidjk MV, 2004

Model Debit Daerah Aliran Sungai (MODDAS)

MODDAS (Model Debit Daerah Aliran Sungai) merupakan model simulasi debit harian yang dikembangkan berdasarkan integrasi Model SCS Curve Number (SCS-USDA, 1972 dalam Chow, 1988) dengan Model Aliran Air Bawah Tanah (Ground Water Flow). Model ini pertama kali dikembangkan oleh Kartiwa, 2008, untuk mempelajari perubahan karakteristik hidrologi akibat perubahan penggunaan lahan di DAS Aih Tripe, Provinsi Nangroe Aceh Darusalam. Kalibrasi dan validasi model ini menunjukan hasil yang memuaskan.

Model SCS Curve Number diaplikasikan untuk mentransformasi hujan bruto menjadi aliran permukaan (runoff), selanjutnya bagian curah hujan bruto yang masuk ke dalam tanah ditransformasi menjadi aliran air bawah tanah melalui analisis neraca air yang disederhanakan menurut metode ORSTOM (Office de la Recherche Scientifique et Technique de Outre-Mer), sekarang berganti nama menjadi Institut de Recherche pour le Développement (Ibiza dalam Kartiwa 2008). Transformasi ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu proses dalam Simpanan Bawah Permukaan (Subsurface Reservoir) dan Simpanan Air Bawah Tanah (Groundwater Reservoir). Diagram alir MODDAS disajikan pada Gambar 3.

(8)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =25,4 1000 10 CN S Sumber : Kartiwa, B. 2008

Gambar 3. Diagram Alir MODDAS

Aliran Permukaan

Untuk mensimulasi aliran permukaan, dipergunakan aplikasi konsep bilangan kurva (Curve Number) (SCS-USDA, 1972 dalam Chow 1988). Menurut metode ini, aliran permukaan merupakan fungsi hujan dan parameter abstraksi yang dimanifestasikan dalam limpasan Curve Number (CN). Dengan demikian nilai CN bervariasi antara 1 – 100, yang merupakan cerminan dari hasil karakteristik DAS seperti : (1) Tipe tanah, (2) Penggunaan tanah dan perlakuannya, (3) Kondisi air tanah dan (4) Kondisi lengas tanah sesaat.

(1)

(2)

RO : aliran permukaan (mm) P : curah hujan (mm) Ia : kehilangan inisial (mm)

S : retensi potensial maksimum (mm)

CN : Curve Number (tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel) P RO ETP P-RO GWF STF Simpanan Air Bawah Tanah P = Presipitasi RO = Aliran Permukaan

ETP = Evapotanspirasi Potensial

SS = Cadangan Bawah Permukaan

WHC = Kapasitas Simpan Air Maks. PERC = Perkolasi

GWS = Cadangan Air Bawah Tanah GWF = Aliran Air Bawah Tanah STF = Aliran Sungai GWS PERC WHC SS Simpanan Bawah Permukaan S P S P S I P I P RO a a 8 , 0 ) 2 , 0 ( ) ( ) ( 2 2 + − = + − − =

(9)

Simpanan Bawah Permukaan

Simpanan Bawah Permukaan menerima bagian curah hujan bruto yang masuk ke dalam tanah. Awal musim hujan, simpanan bawah permukaan kosong. Air yang terinfiltrasi berfungsi memenuhi kebutuhan evapotranspirasi (ETA) yang diperoleh dari ETP melalui persamaan berikut

i i i ETP HR

ETA = * (3)

ETA : Evapotranspirasi Aktual (mm) ETP : Evapotranspirasi Potensial (mm) HR : Kelengasan Tanah Relatif

Semakin lama musim hujan berlangsung dan makin bertambahnya kelengasan tanah, menyebabkan peubah ketersediaan air meningkat sehingga dapat mencapai nilai maksimum yang direpresentasikan oleh nilai Kapasitas Maksimum Tanah menyimpan Air (WHC, Water Holding Capacity). Kelengasan tanah relatif, HR dengan demikian dapat dihitung dari rasio antara volume air yang ada dalam tanah (AW, Available Water) dengan WHC :

WHC AW

HR i

i = (4)

Jika HRi ≥ 0.2 ETAi =ETPi (5)

Jika HRi < 0.2 ) * 2 . 0 ( * WHC AW ETP ETA i i = (6) 1 − + − = i i i i P RO SS AW

Pi : Curah hujan pada hari ke-i (mm) ROi : Aliran permukaan hari ke-i (mm)

SSi-1 : Cadangan bawah permukaan pada hari ke i-1 (mm)

Jika AWi –ETAi < WHC SSi= AWi –ETAi (7)

(10)

Saat bagian curah hujan yang mengisi cadangan bawah permukaan melampaui kapasitas maksimum WHC (AWi –ETAi ≥ WHC), perkolasi (PERC) mulai terjadi,

dan dihitung melalui persamaan :

PERCi= AWi –ETAi - WHC (9)

Simpanan Air Bawah Tanah

Simpanan Air Bawah Tanah akan menentukan besarnya aliran Air Bawah Tanah (GWF, Ground Water Flow). Simpanan air bawah tanah merupakan penjumlahan antara cadangan air bawah tanah (GWS, Ground Water Storage) dengan perkolasi. i kt i i GWS e PERC GWS = 1* − + (10) ) 1 ( * 1 kt i i GWS e GWF − − − = (11)

Kebutuhan Air Tanaman dan Irigasi

Menurut Kalsim, 2006, keperluan air untuk tanaman adalah keperluan air untuk pertumbuhan tanaman dan menghasilkan hasil optimum. Jumlah air yang dikonsumsi tanaman untuk pertumbuhannya adalah jumlah air yang dihisap oleh akar tanaman untuk berlangsungnya proses fotosintesa (transpirasi). Selain itu ada juga air yang dipakai untuk penguapan di permukaan tanah (evaporasi). Air untuk transpirasi dan evaporasi ini sulit dipisahkan di lapangan sehingga seringkali digabung menjadi evapotranspirasi (ET). Nilai ET dapat diukur dan dapat pula diduga dengan menggunakan data iklim. Kemudian Etc dihitung dengan mengalikan Eto dengan Kc (koefisien tanaman). Nilai Kc tergantung pada jenis dan tahap pertumbuhan tanaman. Keperluan air irigasi adalah keperluan air tanaman (Etc) dikurangi dengan hujan efektif (Re). Hujan efektif adalah bagian hujan yang mengisi lengas tanah di daerah perakaran dan digunakan tanaman untuk evapotranspirasi.

Etc = ETo x Kc (12)

(11)

Peranan irigasi dalam menaikkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak pastian hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanama, serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.

Menurut Allen, et al, 1998, Neraca air tanaman dapat dituliskan sebagai berikut:

(

P+Cr+I+Sfin

)

(

E+T +Dp+Ro+Sfout

)

S (14) air yang masuk air yang hilang air yang tersedia di lapisan perakaran

Keterangan:

P : Curah hujan I : Irigasi Cr : Efek kapilaritas

Sfin : Aliran permukaan yang masuk kedalam lapisan perakaran Sfout : Aliran permukaan yang keluaran dari lapisan perakaran Ro : Runoff

Dp : Perkolasi E : Evaporasi T : Transpirasi

S : Perubahan kandungan air tanah di lapisan perakaran

Neraca air harian

Neraca air harian dapat dituliskan sebagai berikut :

(

)

i i i i i i i Dr P Ro I Cr ETc Dp Dr = 1 − − − − + + (15) Dimana: i

Dr : Pengurangan kandungan air tanah hari ke i 1

i

Dr : Pengurangan kandungan air tanah hari ke i-1 Pi : Curah hujan hari ke-i

Roi : Runoff dari permukaan tanah hari ke-i

Ii : Total irigasi yang terinfiltrasi kedalam tanah hari ke i Cri: : Efek kapilaritas hari ke i

Etci : Evapotranspirasi tanaman pada hari ke i Dpi : Perkolasi hari ke i

(12)

Pengertian Dri (kandungan air tanah pada hari ke-i)

Diasumsikan air dapat disimpan di zona perakaran sampai mencapai kapasitas lapang. Walaupun terjadi hujan atau terdapat penambahan air melalui irigasi terkadang kandungan air bisa melebihi dari kapasitas lapang. Jumlah total air diatas kandungan kapasitas lapangnya di asumsikan akan hilang pada hari yang sama melalui perkolasi dan evapotranspirasi.

Dengan mengasumsikan bahwa kandungan air pada zona perakaran berada pada kondisi kapasitas lapang akibat input hujan dan irigasi, nilai minimum dari deplesi Dri adalah nol (0). Akibat pengaruh dari perkolasi dan evaporasi kandungan air di zona perakaran akan berkurang secara bertahap dan deplesi pada zona perakaran meningkat. Jika tidak ada input air lagi maka kandungan air akan mencapai nilai minimum yang disebut titik layu permanen (θwp). Pada kondisi ini tidak ada air yang hilang melalui evapotranspirasi di zona perakaran (koefisien stress Ks = 0) dan deplesi zona perakaran akan mencapai nilai maksimum yaitu sebesar total air tersedia (TAW). 0 ≤ Dri ≤ TAW

Deplesi awal

Untuk menghitung neraca air di zona perakaran, nilai deplesi awal harus ditentukan. Deplesi awal diperoleh dari hasil pengukuran kandungan air tanah. Dengan rumus :

(

)

Zr

Dri1 =1000θfc −θi1 (16)

Dimana : fc

θ : Kandungan air tanah di zona perakaran pada kondisi kapasitas lapang 1

i

θ : Kandungan air tanah rata-rata pada zona perakaran efektif.

Zr : Kedalaman zona perakaran.

Nilai θfcdan θi1 diperoleh melalui analisis kandungan air tanah di laboratorium. Diasumsikan kandungan air di zona perakaran mendekati kapasitas lapang (Dri1 ≈ 0).

Curah hujan (Pi), dan Irigasi(Ii)

Pi adalah curah hujan harian, Ii sama dengan jumlah air yang terinfiltrasi dipermukaan

(13)

Efek Kapiler (Cr)

Jumlah air yang yang ditransfer ke permukaan oleh efek kapiler dari air tanah di zona perakaran tergantung pada jenis tanah, kedalaman air tanah dan kelembaban di zona perakaran. Nilai normal Cr dapat diasumsikan sama dengan nol ketika air tanah kurang lebih satu meter dibawah zona perakaran.

Evapotranspirasi tanaman (Etc)

Ketika penurunan kandungan air tanah lebih kecil dari air tersedia untuk tanaman (RAW), Evapotranspirasi tanaman Etc = Kc * Eto. Pada saat nilai Dri melebihi nilai RAW, evapotranspirasi tanaman tereduksi dan Etc = Ks * Kc * Eto, dengan nilai Ks antara 0 ≤ Ks ≤ 1. Ks sama dengan 1 jika rata-rata kandungan air tanah pada zone perakaran efektif mendekati nilai θfc dan Ks sama dengan 0 jika rata-rata kandungan air tanah pada zone perakaran efektif mendekati nilai θwp.

Perkolasi (Dp) :

Hujan dan irigasi yang terjadi pada pertanaman, menyebabkan kandungan air tanah di zone perakaran melebihi batas kapasitas lapang (θfc). Dengan prosedur sederhana diasumsikan bahwa kandungan air tanah pada θfc di hari yang sama dengan terjadinya hujan/irigasi, sehingga deplesi Dri sama dengan nol, sehingga perkolasi dirumuskan sebagai berikut :

(

)

+ − − 1 ≥0

= i i i i i

i P Ro I ETc Dr

Dp (17)

Seepage (Sfin,Sfout)

Pada berbagai situasi kecuali pada kondisi dengan perbedaan ketinggian yang besar Sfin dan Sfout dapat diabaikan. Pada program ini dianggap bahwa

kondisis wilayah pertanaman adalah datar.

Prediksi hasil tanaman kaitannya dengan defisit air. Untuk memprediksi potensi penurunan hasil pada tanaman akibat kekurangan air telah dibuat satu model linier fungsi produksi tanaman yang telah disusun oleh FAO (Doorenbos dan Kassam, 1987).

(14)

Dimana :

Ya : Produksi tanaman actual (t/ha)

Ym : Produksi tanaman maksimum yang diharapkan i

Etc : Evapotranspirasi tanaman actual (mm/hari)

Etc : Evapotranspirasi potensial (pada kondisi standar dimana tidak ada stres air) (mm/hari)

Ky : Faktor respon produksi (-)

Ky adalah faktor yang mendeskripsikan penurunan produksi relatif sehubungan dengan penurunan Etc yang diakibatkan oleh kondisi defisit air. Nilai Ky untuk setiap tanaman adalah berbeda dan bervariasi selama masa pertumbuhannya. Pada umumnya penurunan produksi akibat defisit air selama fase vegetatif dan pemasakan relatif kecil, sementara itu selama fase pembungaan dan pembentukan hasil nilai Ky lebih besar.

Untuk lahan sawah beririgasi air yang dapat digunakan oleh tanaman diperoleh dari perbedaan antara kandungan air tanah pada saat jenuh dan pada kondisi titik layu permanen. Perbedaan ini dapat disetarakan dengan total air tersedia (TAW) dan bervariasi selama pertumbuhan sistem perakaran. Perhitungan kebutuhan air untuk lahan beririgasi menggunakan metode sebagai berikut (Allen, 1998).

Kandungan air tanah pada hari ke-i adalah sebagai berikut: i i i i i i i Dr P I ETc Dp V Wc = 1+ + − − − (19) Dimana: i

Wc : Kandungan air tanah di zona perakaran pada akhir hari ke i (mm) 1

i

Dr : Kandungan air tanah di zona perakaran pada hari sebelumnya , i -1 (mm) i

P : Curah hujan pada hari ke i (mm) i

I : Irigasi neto pada hari ke i yang terinfiltrasi ke dalam tanah (mm) i

ETc : Evapotranspirasi tanaman pada hari ke i (mm) i

Dp : Kehilangan air melalui perkolasi atau aliran permukaan pada hari ke i (mm)

i

V : Tinggi genangan pada hari ke i (mm)

Pada umumnya di Indonesia untuk menanam padi petani melakukan pelumpuran (puddling) yang menghasilkan lapisan kedap “lapisan bajak” yang terletak pada kedalaman antara 20 - 30 cm dari permukaan tanahyang dapat

(15)

meminimalkan kehilangan air melalui perkolasi walaupun kondisi tanah jenuh (Dpi ≈ 0). Karena itu kandungan air tanah pada hari ke i (Wci) adalah sebagai berikut

Jika Wci > Dmax X θsat + Wdmax (20)

Dimana:

Dmax : Kedalaman perakaran maksimum pada hari ke i (dibatasi oleh lapisan bajak, Dmax ≈ 30 cm).

θsat : Kandungan air tanah pada kondisi jenuh

Wdmax: Tinggi genangan yang bervariasi pada setiap fase vegetatif Wci dapat dihitung : Wci = Dmax X θsat + Wdmax

Kelebihan air yang dapat didrainasekan adalah

(

max max

)

1 P I ETc V D Wd

Dr

Ofi = i+ + i + iii − ×

θ

sat + (21)

Dimana: Of Kelebihan air yang dapat didrainasekan pada hari ke i Jika Wci ≤ Dmax X θsat + Wdmax, maka Ofi = 0

Gambar

Gambar 2. Siklus Hidrologi
Tabel 1. Tujuh Kriteria Fungsi DAS
Gambar 3. Diagram Alir MODDAS  Aliran Permukaan

Referensi

Dokumen terkait

Luas lingkup manual penetapan standar pendidikan tinggi Universitas Medan Area adalah merancang, merumuskan dan menetapkan standar pendidikan tinggi dan standar

J: WLAN pada perangkat Nokia akan nonaktif bila Anda tidak berupaya membuat sambungan, tidak tersambung ke jalur akses lain, atau tidak mencari jaringan yang tersedia. Untuk

Berdasarkan hasil penelitian prekursor gempabumi di Pelabuhan Ratu sepanjang tahun 2012 diperoleh kesimpulan bahwa ditemukan adanya anomali geo- atmosferik dan geokimia

Pelatihan aeromodeling juga selain melatih ketrampilan anak untuk berkreasi khusunya di bidang aeromodelling juga melatih anak untuk menganalisis faktor serta bagaimana desain

Kelompok Kerja ULP selanjutnya disebut Pokja ULP adalah kelompok kerja yang berjumlah gasal, beranggotakan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan

Agihan masa yang diperuntukkan mungkin berbeza daripada yang dirancang dan kawalan kelas mungkin akan menjadi kurang terkawal kerana murid akan menjadi bising kerana

Tebu adalah salah satu bahan baku untuk pembuatan gula merah,.. walaupun tebu dapat tumbuh di seluruh Indonesia, tetapi dari segi iklim

Dalam memodelkan akreditasi dengan menggunakan logika fuzzy ini mengasumsikan bahwa : (1) standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar