• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI DAN DAYA SAING KAKAO JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS POTENSI DAN DAYA SAING KAKAO JAWA TIMUR."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi Agribisnis

Diajukan Oleh:

GYSKA INDAH HARYA

NPM: 1024010025

K e p a d a

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

SURABAYA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia, Berkat, Rahmat dan

Hidayah-nya, yang telah dilimpahkan kepada penulis selama skripsi, sehingga

dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul

“ANALISIS POTENSI DAN

DAYA SAING KAKAO JAWA TIMUR”. Penulisan laporan SKRIPSI ini

merupakan salah satu syarat untuk menempuh strata satu yang harus di tempuh

oleh mahasiswa untuk dapat menyelesaikan kuliah di fakultas Pertanian,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pelaksanaan mulai dari awal sampai selesainya penulisan ini tidak terlepas

dari kesulitan dan hambatan, penulis berharap semoga dalam penyusunan

penelitian ini dapat di terima dan memenuhi persyaratan, serta atas kepercayaan,

kesempatan dan segala bantuan yang telah diberikan pada penyusun laporan ini

baik berupa pengorbanan waktu, tenaga dan pikiran, guna menyelesaikan laporan

skripsi. Tetapi berkat bantuan, bimbingan, pengarahan dan dorongan dari berbagai

pihak, terutama Ir. Sri Widayanti, MP.Selaku dosen pembimbing utamadan

Ir.EffiDamaijati, MS. Selaku dosen pembimbing pendamping yang telah banyak

memberikan bimbingannya dan arahan hingga terselesaikannya laporan ini, dan

juga kepada:

(4)

2. Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS. Selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

3. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, Kepala Bidang

Agroindustri dan Kimia Jawa Timur, Kepala Seksi Industri Hasil

Pertanian dan Kehutanan Jawa Timur, Bapak Amam Setia Budi selaku

pembimbing lapang beserta Staf Disperindag Jawa Timur.

4. Staf Perpustakaan Badan Pusat Statistik Jawa Timur.

5. Kedua orang tua tercinta yang selalu member

ikan do’a

dan dorongan

selama ini.

6. Sahabat-

sahabatku Semongko’10, GWG UPN, dan KKN’13 thank’s a lot

atas bantuannya yang telah membantuku di lapangan.

7. Dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh

dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak, sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Akhir kata, dengan tersusunnya laporan ini penulis mengharapkan dapat

menjadi sesuatu yang bernilai manfaat bagi pembaca yang membutuhkan.

Surabaya, Januari 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian . ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Penelitian Terdahulu ... 10

B. Industri dan Industri Pengolahan Kakao ... 14

C. Konsep Perdagangan Internasional ... 17

D. Konsep Daya Saing ... 24

1. Daya Saing ... 24

2. Teori Keunggulan Komparatif ... 26

3. Teori Keunggulan Kompetitif ... 28

E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis... 34

III. METODE PENELITIAN ... 39

A. Lokasi dan Obyek Penelitian ... 39

B. Pengumpulan Data ... 39

C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40

(6)

1. Metode Location Quotient (LQ) ... 42

2. Metode Revealed Comperative Advantage (RCA) ... 43

3. Metode Porter’s Diamond ... 45

4. Analisis Deskriptif Kualitatif ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Gambaran Umum Wilayah ... 48

B. Mengidentifikasi Potensi Kakao Olahan Jawa Timur ... 59

C. Menganalisis Daya Saing Kakao Olahan Jawa Timur... 61

1. Mengidentifikasi Perkembangan Faktor Daya Saing Kakao Olahan Jawa Timur ... 61

2. Menganalisis Daya Saing Kakao Olahan Jatim (Metode RCA) 81 D. Menganalisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Kakao Olahan Jawa Timur ... 83

1.Menganalisis Faktor Kendala Industri Pengolahan Kakao Jatim (M’Porter Diamond) ... 83

2. Uji Normalitas (SPSS Statistic 17.0) ... 96

E. Upaya Meningkatan Daya Saing Industri Kakao Olahan Jatim .... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Judul

1.1 Produksi Kakao di Daerah Sentra ... 3

1.2 Jumlah Perusahaan Kakao Olahan dan Kapasitasnya ... 5

4.3 Ringkasan Perkembangan Ekspor Kakao Jatim 2010 ... 59

4.4 Perkembangan PDRB Industri Pengolahan dan Nilai Produksi Kakao Jatim dan Nasional ... 60

4.5 Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Olahan Jawa Timur ... 62

4.6 Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Olahan Indonesia ... 64

4.7 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Jawa Timur ... 66

4.8 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia ... 68

4.9 Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Jawa Timur ... 70

4.10 Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Indonesia ... 72

4.11 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Jawa Timur ... 74

4.12 Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Indonesia ... 76

4.13 Perkembangan Volume Ekspor Kakao Olahan Jawa Timur ... 78

4.14 Perkembangan Harga Ekspor Kakao Olahan Jawa Timur ... 80

4.15 Daya Saing Kakao Olahan Jawa Timur tahun 2007-2012 ... 82

4.16 Luas Areal Dan Produksi Biji Kakao Jatim tahun 2007-2012 ... 84

4.17 Volume Ekspor Kakao Olahan Jatim HS 6 Digit (Kg/US$) ... 92

4.18 Industri Kakao Olahan di Indonesia Tahun 2012 ... 95

4.19 Analisis Regresi Linear Berganda (Model Summary) ... 97

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Judul

2.1 Kerangka Pemikiran ... 37

4.2 Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Kakao Olahan Jawa Timur .... 63

4.3 GrafikPerkembangan Nilai Ekspor Kakao Olahan Indonesia ... 65

4.4 Grafik Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Jatim ... 67

4.5 Grafik Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia .. 69

4.6 Grafik Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Jawa Timur .. 71

4.7 Grafik Perkembangan Produksi Perkebunan Kakao Indonesia ... 73

4.8 Grafik Perkembangan Nilai Ekspor Sektor Pertanian Jawa Timur. 75

4.9 Grafik Perkembangan Sektor Pertanian Indonesia ... 77

4.10 Grafik Perkembangan Volume Ekspor Kakao Olahan Jatim ... 79

4.11 Grafik Perkembangan Harga Ekspor Kakao Olahan Jatim... 81

4.12 Perbandingan Produksi Kakao Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Jatim Tahun 2012 ... 85

4.13 Perbandingan Luas Areal Kakao Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Jatim Tahun 2012 ... 86

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Judul

1. Hasil SPSS Statistic Versi 17.0 ... ... . 109

2. Daftar Perusahaan Pengolahan Kakao di Indonesia ... 110

3. Daya Serap Industri, Pangsa Volume dan Nilai Ekspor Kakao Olahan Tahun 2007-2012 ... . 112

4. Ekspor Kakao Olahan Jawa Timur ... . 113

5. Impor Kakao Olahan Jawa Timur ... .. 114

6. Hasil Analisis Trend Nilai Ekspor Kakao Olahan Jatim... 116

7. Hasil Analisis Trend Nilai Ekspor Kakao Olahan Indonesia... 118

8. Hasil Analisis Trend Luas Areal Perkebunan Kakao Jatim ... 120

9. Hasil Analisis Trend Luas Areal Perkebunan Kakao Indonesia .... .... 122

10. Hasil Analisis Trend Produksi Kakao Jatim... ... .... 124

11. Hasil Analisis Trend Produksi Kakao Indonesia ... .... 126

12. Hasil Analisis Trend Nilai Ekspor Pertanian Jatim ... . 128

13. Hasil Analisis Trend Nilai Ekspor Pertanian Indonesia ... .... 130

14. Hasil Analisis Trend Volume Ekspor Kakao Olahan Jatim ... .... 132

15. Hasil Analisis Trend Harga Ekspor Kakao Olahan Jatim ... ... 134

(10)

dan Daya Saing Kakao Jawa Timur. Dosen Pembimbing : Ir. SRI WIDAYANTI, MP. Dosen Pembimbing Pendamping : Ir. EFFI DAMAIJATI, MS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi biji kakao Jawa Timur, menganalisis daya saing kakao olahan Jawa Timur, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing kakao olahan Jawa Timur dan menganalisis upaya – upaya untuk meningkatkan perkembangan industri kakao olahan Jawa Timur. Analisis deskriptive kuantitatif dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Location Quotients (LQ) untuk menjawab tujuan pertama, Analisis Trend dan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menjawab tujuan kedua, metode Porter’s Diamond untuk menjawab tujuan ketiga dan analisis deskriptif kualitatif untuk menjawab tujuan keempat.

Hasil penelitian ini adalah potensi dan keunggulan komparatif kakao Jawa Timur yaitu sebagai berikut : Metode Location Quotient (LQ) menunjukkan potensi biji kakao Jatim dengan angka (1,11 – 2,33) dan rata – rata LQ (1,6) per tahun artinya biji kakao Jawa Timur sangat berpotensi untuk pengembangan industri kakao olahan. Daya saing menghasilkan perhitungan RCA, untuk komoditas kakao olahan bernilai< 1.Yang berarti produk kakao olahan Jatim belum memiliki daya saing di pasar nasional. Hal ini dikarenakan masih lemahnya teknologi pengolahan kakao Jatim; dan saat ini banyak perusahaan kakao olahan Jatim yang tidak berproduksi akibat sulitnya pasokan bahan baku. Sebagian besar biji kakao 67,9 persen diekspor ke luar negeri (Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Brasil, Prancis), sisanya 32,02 persen untuk industri dalam negeri. Oleh sebab itu industri kakao olahan Jatim sulit bersaing dengan perusahaan kakao olahan lainnya seperti perusahaan kakao olahan di Sulawesi dan Sumatera.

Metode Porter’s Diamond menunjukkan secara umum industri kakao olahan Jatim tidak kompetitif sebab infrastruktur yang terbatas dan sulitnya akses terhadap sumber permodalan dan analisis Regresi Linear Berganda terdapat tiga faktor yang mempengaruhi daya saing kakao olahan Jatim secara signifikan yaitu volume ekspor, harga ekspor dan produktivitas kakao pada taraf 10%. Hal ini sesuai dengan teori yang berlaku, artinya volume ekspor kakao olahan, Harga ekspor kekao olahan dan produktivitas kakao berhubungan positif terhadap daya saing. Upaya meningkatkan daya saing industri kakao olahan berupa peningkatan mutu dan kualitas kakao olahan, meningkatkan volume ekspor, mempertahankan harga ekspor, pengembangan klaster industri kakao olahan, memudahkan akses permodalan, deregulasi kebijakan dan mengembangkan infrastruktur.

(11)

This study aims to identify the potential of East Java cocoa beans, cocoa analyzing the competitiveness of East Java, to analyze the factors affecting the competitiveness of cocoa in East Java and analyze attempts to improve the development of the cocoa industry in East Java. Analysis deskriptive quantitative methods used in this study is the method of Locatioon quotients (LQ) for answering the first goal, Trend Analysis and methods of Revealed Comparative Advantage (RCA) to address the second objective, the method of Porter’s Diamond to answer the third objective, descriptive and qualitative analysis to answer The fourth goal.

The results of this study is yhe potential and comparative advantage of cocoa in East Java are as foollows : Method of Location Quotient (LQ) shows the potential of cocoa beans Java with number (1.11 to 2.33) and the average’s LQ (1.6) per year means cocoa beans in East Java is potential for the development of processed cocoa industry. RCA produces competitiveness calculation, for processed cocoa is worth < 1. Which means that Java has not been processed cocoa products competitive in the national market. This is due to the weakness of java cocoa processing technology, and today many companies are not Java cocoa production due to the difficulty of supply of raw materials. Most of the 67.9 percent of cocoa beans exported to foreign countries ( united States, Malaysia, Singapore, Brazil, France ), the remaining 32.02 percent for the domestic industry. Therefore Java cocoa industry to compete with other companies such companies processed cocoa in Sulawesi and Sumatra.

Method of Porter’s Diamond shows generally processed cocoa industry in East Java is not competitive because the limited infrastructure and limited access to sources of capital and multiple linear regression analysis, there are theree factors that affect the competitiveness of processed cocoa Java significantly namely export volume, export price and productivity of cocoa on stage 10%. This is consistent with the prevailing theory, that means the volume of cocoa exports, the export price of cocoa processed and productivity are positively related to competitiveness. Efforts to improve the competitiveness of the industry in the form of improved quality cocoa and cocoa quality, increase the volume of exports, maintaining export prices, cocoa processing industry cluster development, facilitate access to capital, deregulation policies and develop infrastructure.

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Sektor Industri merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peran

strategis dalam meningkatkan daya saing ekonomi, karena sektor industri terkait

langsung dalam menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan

menambah penghasilan masyarakat, sehingga perkembangan sektor ini akan

berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negara. Pertumbuhan sektor

industri yang seimbang antara industri hulu dan industri hilir dapat dijadikan

pondasi perekonomian yang kuat untuk membangun sistem industrialisasi yang

memiliki daya saing tinggi.

Agroindustri kakao perkembangannya terhambat, terbukti dari jumlah

industry kakao olahan yang semakin menurun, juga kapasitas terpasang yang

semakin berkurang. Ini disebabkan karena produsen kakao lebih memilih

memasarkan biji kakao ke luar negeri dengan tanpa tarif dibandingkan dalam

negeri yang terkena tarif. Selain itu butuh modal yang besar bila pengusaha

hendak berinvestasi dalam usaha ini. Namun peluang investasi masih dibutuhkan

karena konsumsi kakao dunia masih terus meningkat (Maswadi, 2011).

Berdasarkan data Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian Rendahnya

mutu kakao Indonesia tidak saja menimbulkan kerugian besar di pasaran dunia

terutama Amerika Serikat, tapi juga berdampak terhadap pendapatan petani dan

produsen kakao. Potensi kerugian penjualan biji kakao Indonesia ke Amerika

Serikat akibat mutu rendah sekitar US$301,5/ton. Jika ekspor biji kakao

Indonesia ke AS rata-rata 130 ribu ton/tahun, maka terdapat potensi kehilangan

devisa sebesar US$39.195 juta per tahun atau setara dengan Rp360,6

miliar/tahun. Sedangkan kerugian akibat rendahnya tingkat produktivitas sekitar

(13)

Berdasarkan data Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) untuk tahun 2008

dari total produksi biji kakao nasional 70 % diekspor dalam bentuk biji kakao

mentah, hanya 30 % yang diolah di dalam negeri menjadi produk kakao olahan

seperti cocoa butter, cocoa liquor, cocoa cake dan cocoa powder untuk

kebutuhan dalam negeri dan juga diekspor .

Hal ini dapat menjadi rentetan masalah agroindustri perkakaoan di

Indonesia. Berdasarkan data tahun 2008 produksi biji kakao nasional 803.594

ton, berarti 562.515,8 ton biji kakao mentah diekspor dan sisanya 241.078,2 ton

biji kakao mentah diolah di dalam negeri. Informasi selanjutnya pada tahun 2009

dari produksi yang diserap di pasar domestik 140.000 ton, selebihnya dipasarkan

ke luar negeri. Padahal kapasitas terpasang industri dalam negeri mencapai

230.000 ton, tapi utilitasnya hanya sekitar 140.000 ton. Sisanya diekspor karena

biji kakao tidak dapat dijual ke pasar tradisional (Maswadi, 2011).

Produk kakao selama ini lebih banyak diekspor dalam wujud biji kering

kakao dibandingkan hasil olahannya, sehingga nilai tambahnya terhadap

perekonomian sedikit. Diduga yang menjadi faktor pendorong adalah selain

harga yang semakin tinggi, juga pembebasan tarif, diberlakukanya kebijakan

pemerintah membebaskan pajak ekspor biji kakao sampai 0 persen. Sehingga

tanpa pengolahan lanjut setelah fermentasi dan pengemasan biji kakao sudah

dapat diekspor. Namun ini merupakan faktor penyebab eksportir tidak

memperhatikan kualitas biji kakao yang ditentukan di pasar dunia (Maswadi,

2011). Hal ini menjadikan petani kakao lebih suka mengekspor dalam bentuk biji

yang merupakan masalah terberat bagi industri pengolahan kakao jawa timur

akan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen pada kakao

olahan sehingga daya serap industry pengolahan kakao rendah

Selanjutnya kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat

(14)

kakao olahan ikut melemah. Hal ini disebabkan oleh, pengelolaan produk kakao

yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi)

sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah

menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar internasional

dikenai diskon USD200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu, beban

pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi tersebut telah

menyebabkan jumlah pabrik kakao olahan Indonesia terus menyusut (Suryani,

2007). Selanjutnya rincian data produksi kakao tahun 2008-2012 disajikan pada

tabel berikut :

Tabel 1.1 Produksi Kakao Di Daerah Sentra

No Provinsi Produksi Kakao (ton)

2008 2009 2010 2011 2012*

1 Aceh 27.295 29.130 28.429 24.596 32.647

2 Sumatera Utara 60.253 78.255 69.106 54.515 63.597

3 Sumatera Barat 32.183 33.430 34.099 44.613 58.812

4 Lampung 25.690 26.037 25.919 20.721 26.364

5 Jawa Timur 18.270 22.677 23.056 24.788 27.391

6 Sulawesi Tengah 151.949 138.149 187.179 124.777 168.401

7 Sulawesi Selatan 112.037 164.444 177.472 142.829 198.682

8 Sulawesi Barat 149.458 96.860 101.012 80.194 101.319

9 Sulawesi Tenggara 116.994 132.189 146.650 114.578 154.229

694.129 721.171 792.922 631.629 831.442

Sumber : Ditjen Bun *) : Angka sementara.

Produksi kakao di Jawa Timur tiap tahun mengalami peningkatan, akan

tetapi minimnya pabrik pengolahan kakao di Jawa Timur membuat petani harus

rela mendistribusikan hasil panennya ke luar Jawa timur atau bahkan ada yang

diekspor ke manca negara. Tahun 2012 produksi kakao di Jawa Timur 27.391

ton. Produksi tersebut meningkat dari tahun 2011 yang hanya 24.788 ton.

(15)

sangat di bawah standart dan infrastruktur yang terbatas terbukti dari jalur

distribusi industry hulu hilir yang terbatas. Berbeda dengan sentra produksi kakao

di provinsi lain seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah

dan Sulawesi Barat.

Tingkat perkembangan produksi kakao Jawa Timur berbeda dengan empat

provinsi lainya yaitu tahun 2012 di empat Provinsi Sulawesi secara berurutan

adalah 168.401 ton, 198.682 ton, 101.319 ton, 154.229 ton, 831.442 ton. Kakao

yang dipanen di Sulawesi Tengah sebagian besar sudah dilakukan fermentasi

sehingga memiliki keunggulan di banding kakao non femented. Biji kakao

fermented dari Sulawesi Tengah di pasarkan ke PT.Bumi Tangerang.

Peningkatan produksi kakao di daerah sentra mempunyai arti strategis karena

pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik

masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi industri kakao dapat

diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan

pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao (Tazkiyah, 2012).

Prosentase biji kakao yang diolah dan non olahan sangat berpengaruh

dalam laju perkembangan industri kakao olahan Jawa Timur. Salah satu kendala

dalam pengembangan industri kakao olahan Jawa Timur adalah kemampuan

mengolah produk yang masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

sebagian besar kakao yang diekspor belum melalaui tahap pengolahan lebih

lanjut dengan indeks tingkat pengolahan sebesar 71-75%. Angka tersebut

menunjukkan bahwa hanya 25-29% kakao yang diekspor dalam bentuk olahan.

Kondisi ini dapat memperkecil nilai tambah yang diperoleh dari ekspor produk

kakao olahan Jatim, sehingga pengolahan lebih lanjut menjadi tuntutan bagi

(16)

Tabel 1.2 Jumlah Perusahaan Kakao Olahan dan Kapasitasnya Tahun 2012

Nama Perusahaan Kapasitas Terpasang (Ton/ tahun)

PT. Bumi Tangerang Mesindotama 96.000

PT. Davonmas Abadi, Tbk 140.000

PT. Cocoa Wangi Murni 15.000

PT. Kakao Mas Gemilang 6.000

PT. Mas Ganda 5.000

PT. Maju Bersama 33.500

PT. Unicom Makassar 10.000

PT. Kopi Jaya Cocoa 31.500

PT. Poleco 4.000

PT. Teja Sekawan Cocoa Industries 24.000

PT. Budidaya Kakao Lestari 15.000

PT. General Food Industry 100.000

PT. Asia Cocoa Indonesia 60.000

PT. Mars Symbioscince Indonesia 30.000

PT. Cocoa Ventures Indonesia 14.000

PT. Industri Kakao Utama 40.000

Total 624.000

Sumber: Disperindag Jawa Timur, 2012

Berdasarkan diatas tercatat sebanyak 16 buah industri kakao olahan yang

tersebar di enam provinsi, akan tetapi Jawa Timur masih terdapat dua industri

kakao olahan. Kondisi ini menunjukkan bahwa industri kakao olahan Jawa Timur

beroperasi masih jauh dibawah kapasitas (Tabel 1.2).

Harga biji Kakao di tingkat pengumpul besar hasil bumi mencapai

Rp.24.000 sampai Rp.25.000 per kilogram sedangkan biasanya hanya

Rp.22.000 per kilogram. Jawa Timur perlu adanya pabrik yang bisa menyerap

produksi kakao dari petani. Sampai saat ini, sudah ada dua pabrik kakao yang

ada di Surabaya namun tidak maksimal dalam menyerap hasil panen dari petani

sehingga lebih banyak petani menjual produksinya ke luar daerah. Kakao di

(17)

di Jawa Timur lebih maksimal dari pada harus diekspor dalam bentuk produk

primer. Lebih baik diolah sendiri sehingga nilai ekonomisnya lebih tinggi (Anonim,

2011). Hal ini berarti berlimpahnya biji kakao merupakan suatu potensi yang

dimiliki Jawa Timur untuk dapat mengembangkan industri kakao olahan nasional

akan tetapi pertumbuhan produksi biji kakao yang sangat cepat tersebut tidak

mampu diimbangi oleh pertumbuhan industri pengolahan di Jawa Timur dan

sangat sulit akses terhadap sumber permodalan kepada pelaku agroindustri

kakao.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa kendala yang

menghambat perkembangan industri kakao olahan Jawa Timur, sehingga industri

pengolahan kakao yang ada tidak berkembang dengan baik, padahal Jawa Timur

memiliki banyak potensi untuk mengembangkan industri kakao olahan. Oleh

karena itu kajian mengenai analisis daya saing kakao olahan Jawa Timur

dirasakan penting untuk dapat meningkatkan kinerja industri kakao olahan dan

(18)

B. Perumusan Masalah

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang berlimpah biji kakao. Di

Jawa Timur, komoditi kakao merupakan komoditi strategis untuk mengangkat

martabat masyarakat dengan meningkatkan pendapatan petani perkebunan dan

tumbuhnya sentra ekonomi regional. Komoditi kakao dikembangkan pada

Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan

Besar Swasta (PBS). Areal kakao di Jawa Timur pada tahun 2012 seluas 63.040

Ha terbagi atas 32.010 Ha Perkebunan Rakyat, 26.487 Ha PTPN, dan 4.543 Ha

PBS (Disbun, 2011).

Akan tetapi berlimpahnya biji kakao Jawa Timur tidak dapat dimanfaatkan

dengan baik oleh industry kakao olahan regional, khususnya wilayah Jawa Timur

dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi

kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara.

Biji kakao yang ada lebih banyak diekspor ke beberapa negara seperti Amerika

Serikat, Malaysia, Singapura dan Brazil. Kegiatan ekspor kakao Jawa Timur

dalam bentuk biji kakao disebabkan karena kebijakan pemerintah yang

membebaskan pajak ekspor biji kakao sampai dengan nol persen atau lebih

tepatnya pemerintah memberlakukan pajak pertambahan nilai pada komoditas

primer, yaitu berupa UU No 18 Tahun 2000 tentang penerapan PPN sebesar 10

persen untuk biji kakao domestik akan menimbulkan biaya tambahan, jika ingin

memproduksi kakao olahan dengan menggunakan biji kakao domestik.

Kemudian hal ini yang membuat petani kakao lebih memilih untuk mengekspor

dalam bentuk biji kakao dari pada mengolahnya sampai ke tahap industri.

Kendala – kendala diatas dapat menyebabkan industri kakao olahan

Jawa Timur tidak berkembang dengan baik. Apalagi kualitas biji kakao yang

rendah akibat penanganan pasca panen yang belum dilaksanakan dengan tepat,

(19)

agrinisnis kakao di jawa timur terbukti dengan kendala infrastruktur yang masih

terbatas seperti jalur distribusi industry hulu hilir.

ASKINDO (2007), saat ini hanya tercatat sebanyak 16 buah industri

kakao olahan yang tersebar di enam provinsi. Dari jumlah 15 perusahaan kakao

olahan di Indonesia, hanya 10 perusahaan yang melakukan aktivitas produksi.

Padahal pada Tahun 1998 terdapat 28 perusahaan kakao olahan yang

beroperasi di Indonesia.

Pada tahun 2012 terdapat 16 perusahaan industri cocoa processing yang ada di tanah air,

jumlah perusahaan yang kini beroperasi menjadi 8 perusahaan. Perusahaan industri cocoa

processing yang kini beroperasi adalah PT. Davomas Abadi, PT. Bumi tangerang Mesindotama,

PT. Kakao Mas Gemilang, PT. Mas Ganda (keempatnya ada di Provinsi Banten), PT. General

Food Industry (di Jawa Barat), PT. Teja Sekawan Cocoa Industries dan PT. Budidaya Kakao

Lestari (di Jawa Timur), dan PT.Unicom Kakao Makmur (di Sulawesi Selatan). Dengan demikian

sampai saat ini terdapat 16 perusahaan cocoa processing di Indonesia. Akan tetapi di Jawa

Timur masih terdapat dua industri kakao olahan yang masih beroperasi dan

didukung industri pengupasan, pembersihan, pengeringan lainnya. Kondisi ini

menunjukkan bahwa industri kakao olahan di Jawa Timur beroperasi masih jauh

dibawah kapasitas (Tabel 1.2).

Industri kakao olahan Jawa Timur yang tidak berkembang dengan baik

tentunya akan berpengaruh terhadap sentra ekonomi regional. Oleh karena itu

dengan mengembangkan potensi yang dimiliki Industri kakao olahan diharapkan

mampu mendorong perekonomian nasional. Berdasarkan uraian di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana potensi biji kakao Jawa Timur ?

2. Bagaimana daya saing kakao olahan Jawa Timur ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing kakao olahan Jawa

(20)

4. Upaya – upaya apa saja yang dapat meningkatkan perkembangan Industri

kakao olahan Jawa Timur ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

a. Mengidentifikasi potensi biji kakao Jawa Timur.

b. Menganalisis daya saing kakao olahan Jawa Timur.

c. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing kakao olahan

Jawa Timur.

d. Menganalisis upaya – upaya untuk meningkatkan perkembangan industri

kakao olahan Jawa Timur.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian ini antara lain :

a. Memberikan Informasi kepada para pelaku usaha yang bergerak di bidang

Industri kakao olahan untuk meningkatkan kinerjanya.

b. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam upaya

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kinerja industri kakao olahan

Jawa Timur.

c. Menambah khasanah literatur mengenai studi industri kakao olahan Jawa

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Irnawati (2008) melakukan penelitian mengenai daya saing kakao

Indonesia di pasar internasional. Analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan

dengan menggunakan metode Porter’s Diamond untuk mengetahui kondisi daya

saing biji kakao Indonesia, selain itu Irnawati menggunakan nilai RCA dari 6

negara penghasil biji kakao terbesar dunia untuk mengetahui daya saing biji

kakao Indonesia di antara 6 negara tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah biji

kakao Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional.

Menurut Ragimun (2012), Komoditas kakao merupakan penyumbang

ketiga terbesar ekspor nasional. Tanaman kakao ini ternyata sangat cocok

dengan iklim Indonesia dan mempunyai potensi peningkatan produksi dan

perluasan lahan perkebunan kakao. Indonesia, saat ini merupakan negara ketiga

pemasok produk kakao terbesar dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Namun nilai ekspor kakao Indonesia tersebut masih didominasi oleh biji kakao

mentah, sehingga pemerintah berkewajiban mendorong terjadinya hilirisasi atau

peningkatan nilai tambah komoditas kakao. Dengan demikian diharapkan daya

saing komoditas kakao Indonesia akan terus meningkat. Tahun 2002 sampai

dengan 2011 daya saing kakao Indonesia masih cukup bagus, terbukti rata-rata

Revealed Competitive Advantage (RCA) di atas 4. Demikian juga dari hasil

Indeks Spesialisasi Pasar (ISP) rata-rata mendekati 1 yang berarti spesialisasi

Indonesia merupakan negara pengekspor. Sedangkan Indeks Konsentrasi Pasar

(IKP) diperoleh rata-rata kurang dari 0,35 yang berarti kerentanan terhadap

(22)

diperlukan kebijakan fiskal berupa penerapan bea keluar berjenjang, subsidi ke

petani, perbaikan infrastruktur serta riset dan pengembangan kakao nasional.

Mudjayani (2008) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing

buah-buahan tropis Indonesia. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif

kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan

menggunakan metode Porter’s Diamond untuk menganalisis potensi, kendala,

peluang dan keunggulan kompetitif buah-buahan tropis Indonesia, sedangkan

analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode RCA (Revealed

Comparative Advantage) untuk mengukur posisi daya saing buah-buahan tropis

Indonesia. Selain itu untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya

saing buah-buahan tropis metode yang digunakan adalah metode model analisis

OLS (Ordinary Least Square). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

buahbuahan tropis Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan

komparatif. Sementara itu analisis regresi berganda pada taraf nyata 10 persen

menunjukkan factor - faktor yang berpengaruh positif terhadap daya saing

buahbuahan tropis Indonesia adalah nilai ekspor dan produktivitas, sedangkan

faktorfaktor yang berpengaruh negatif adalah harga ekspor dan dummy krisis.

Rahmanu (2009) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing

industry pengolahan dan hasil olahan kakao Indonesia. Analisis yang digunakan

adalah analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisa

posisi daya saing hasil olahan kakao Indonesia, metode Porter’s Diamond untuk

menganalisa faktor-faktor yang menghambat perkembangan industri pengolahan

kakao nasional, dan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisa

faktor-faktor yang mempengaruhi posisi daya saing hasil olahan kakao

Indonesia. Selain itu berdasarkan hasil penelitian akan dirumuskan suatu strategi

(23)

Industri pengolahan kakao nasional saat ini didukung oleh 15 perusahaan

pengolahan kakao.

Yuniarsih (2002) melakukan penelitian mengenai analisis industri dan

strategi peningkatan daya saing industri kakao Indonesia. Analisis yang

digunakan adalah analisis Porter’s Diamond, analisis Biaya SumberDaya

Domestik (BSD) dan analisis Herfindahl Index. Dari hasil analisis Porter’s

Diamond dapat diketahui beberapa kendala industri pengolahan kakao Indonesia

seperti kemampuan (skill) sumberdaya manusia di bidang pengolahan kakao

masih rendah, akses permodalan masih kurang baik, letak geografis industri

pendukung dengan industri pengolahan yang berjauhan, infrastruktur yang

terbatas, dan peran pemerintah yang masih belum bisa memfasilitasi

perkembangan indusri pengolahan kakao Indonesia.

Menurut Nwachukwu (2010) melakukan penelitian dengan judul

Competitiveness And Determinants Of Cocoa Export From Nigeria (Daya Saing

Dan Faktor Kakao Ekspor Dari Nigeria).Peneliti meneliti daya saing dengan

menilai kinerja ekspor dan penentu ekspor kakao dari Nigeria . Perbandingan

Terungkap Analysis ( RCA ) dan regresi berganda dipekerjakan sebagai alat

analisis menggunakan data set dari berbagai institusi sumber yang berkisar

1.990-2.005 . Hasil analisis menunjukkan bahwa Nigeria memiliki komparatif

keuntungan dalam ekspor kakao , berdasarkan RCA dan RSCA indeks .

Perkiraan OLS menunjukkan bahwa dunia volume ekspor , nilai tukar dan output

kakao Nigeria adalah penentu ekspor kakao dari Nigeria . Dengan demikian ,

penelitian ini disarankan bahwa prioritas harus diberikan kepada rehabilitasi

pertanian kakao tua dan pembentukan yang baru sebagai sarana

mempertahankan tingkat output. [ Laporan dan Opini 2010; 2 ( 7 ) : 51 - ] . ( ISSN

(24)

Menurut Rifin, A (2013), melakukan penelitian dengan judul

Competitiveness of Indonesia’s Cocoa Beans Export in the World Market (Daya

Saing Biji Kakao di Indonesia Ekspor di Pasar Dunia). Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis daya saing ekspor biji kakao Indonesia. Dua Analisis

dilakukan dengan menggunakan keunggulan komparatif terungkap (RCA) dan

Hampir Ideal Demand System (AIDS). Hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia

memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi biji kakao meskipun tiga

lainnya memproduksi negara memiliki indeks RCA lebih tinggi. Sementara itu,

Indonesia dan Biji kakao Ghana saling melengkapi dan meningkatkan kakao

Permintaan kacang dunia akan menguntungkan Indonesia.

Menurut David, B (2013), Melakukan Penelitian Dengan Judul

Competitiveness and Determinants Of Cocoa Exports From Ghana (Daya Saing

dan determinan ekspor kakao dari Ghana). Penelitian ini menganalisis kinerja

ekspor dan determinan ekspor kakao dari Ghana. Keunggulan Komparatif The

Terungkap, Revealed Comparative Advantage Symmetric dan regresi berganda

dipekerjakan sebagai alat analisis menggunakan data sekunder dari sumber

ditetapkan diakui dalam studi. Setelah diuji untuk sesuai sifat Gaussian standar

dan melakukan semua tes penting, hasil analisis menunjukkan bahwa Ghana

sangat kompetitif dalam ekspor biji kakao, jumlah produk kakao dan ekspor

kakao olahan. Meskipun perbaikan diamati dalam kinerja ekspor negara itu

selama tiga dekade terakhir, ada potensi untuk perbaikan lebih lanjut. Hal ini

dapat dicapai melalui investasi dalam produktivitas inovasi Ditambahkannya,

pengetatan perbatasan longgar negara untuk meminimalkan penyelundupan,

memegang sistem stabilisasi harga, dukungan pemerintah yang

berkesinambungan untuk subsektor dan melalui penyesuaian tepat waktu dari

(25)

B. Industri dan Industri Pengolahan Kakao

Industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

mengubah barang dasar menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, atau

barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. (Badan

Pusat Statistik, 2006).

Anonim (2006), Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan

bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau

assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak

hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

1. Jenis atau Macam Industri Berdasarkan Tempat Bahan Baku :

a. Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari

alam sekitar. Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan,

peternakan, pertambangan, dan lain lain.

b. Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat

lain selain alam sekitar.

c. Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk

jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi,

perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya

2. Golongan atau Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal

a. Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang

jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya

b. Industri padat karya adalah industri yang lebih dititik beratkan pada

sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta

(26)

3. Jenis atau Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi

Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 :

a. Industri kimia dasar, contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas,

pupuk, dsb.

b. Industri mesin dan logam dasar, misalnya seperti industri pesawat terbang,

kendaraan bermotor, tekstil, dll.

c. Industri kecil, contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,

es, minyak goreng curah, dll

d. Aneka industry, misalnya seperti industri pakaian, industri makanan dan

minuman.

4. Penggolongan Industri Berdasarkan Pemilihan Lokasi

a. Industri yang berorientasi atau menitik beratkan pada pasar (market

oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi

potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong

di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan

semakin menjadi lebih baik.

b. Industri yang berorientasi atau menitik beratkan pada tenaga kerja / labor

(man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di

pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut

membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien.

c. Industri yang berorientasi atau menitik beratkan pada bahan baku (supply

oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana

bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi

(27)

5. Macam atau Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan

a. Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil

olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil

produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.

b. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga

menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali. Misalnya adalah

pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.

c. Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan

jasa. Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan,

dan masih banyak lagi yang lainnya.

6. Jenis atau Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

a. Industri rumah tangga adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja

berjumlah antara 1-4 orang.

b. Industri kecil adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah

antara 5-19 orang.

c. Industri sedang atau industri menengah adalah industri yang jumlah

karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.

d. Industri besar adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja

berjumlah antara 100 orang atau lebih.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa industri

pengolahan kakao adalah industri yang mengolah bahan baku cokelat berupa biji

kakao menjadi produk-produk yang mempunyai nilai tambah dalam bentuk

barang jadi dan barang setengah jadi yang dapat digunakan untuk dikonsumsi

(28)

C. Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah suatu proses pertukaran barang

(perdagangan) yang timbul antar negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

di negara-negara tersebut. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya

perdagangan internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan

penawaran antar negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua Negara

memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor

- faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta

kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam

menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Perdagangan

internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan

keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing

yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya

permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan

mengenai teori keunggulan komparatif dan teori keunggulan kompetitif

(Rahmanu,2009).

Menurut Gonarsyah dalam Safitri (2004), ada beberapa faktor yang

mendorong timbulnya perdagangan internasional (ekspor-impor) suatu negara

dengan negara lain. Faktor-faktor tersebut antara lain, 1) keinginan untuk

memperluas pemasaran komoditas ekspor, 2) memperbesar penerimaan devisa

negara bagi kegiatan pembangunan, 3) adanya perbedaan biaya relatif dalam

menghasilkan komoditas tertentu, serta 4) adanya perbedaan penawaran dan

permintaan antar negara karena tidak semua negara mampu menyediakan

kebutuhan masyarakatnya.

Adam Smith dalam Tatakomara (2004), menyatakan bahwa perdagangan

(29)

sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut

terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun kurang

efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam

memproduksi komoditas lainnya, maka kedua negara tersebut dapat

memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi

dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut, dan

menukarkannya dengan komoditas lain yang memiliki kerugian absolut.

Sedangkan Ricardo dalam Salvatore (2004), menyatakan bahwa

perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan komparatif,

meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian

absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditas, namun

masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang

menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan

spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki

kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditas dengan keunggulan

komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih

besar (komoditas ini memiliki kerugian komparatif).

1. Kegiatan Perdagangan Ekspor dan Impor

Anneahira (2013), Kegiatan perdagangan ekspor dan impor dapat

diartikan sebagai transaksi ekonomi yang dilakukan penduduk suatu negara

dengan negara lain, baik secara perorangan, maupun pemerintah. Terjadinya

perdagangan internasional tidak bisa dihindari oleh negara maupun, karena tiap

wilayah memiliki kelebihan dan kekurangan pada salah satu sumber daya

alamnya.

Kelebihan sumber daya alam disiasati dengan mengimpornya ke luar

negeri. Demikian pula sebaliknya, kekurangan sumber daya alam dapat diatasi

(30)

kala, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya termasuk dalam hal

pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Sejarah membuktikan bahwa berabad - abad silam penduduk di berbagai

belahan dunia sudah melakukan transaksi ekonomi dengan penduduk di negara

lain, contohnya jalur sutra dan Amber Road. Beberapa abad kemudian barulah

para ahli ekonomi merumuskan teori-teori yang berhubungan dengan aktivitas

ekonomi penduduk lintas negara.

Untuk saat ini, perdagangan internasional ekspor impor sudah bukan lagi

urusan mengatasi kekurangan sumbar daya alam maupun sumber daya manusia

pada suatu negara. Perdagangan internasional telah menjadi hubungan

simbiosis mutualis antar beberapa negara. Bagaimana tidak, melalui kegiatan

ekspor dan impor, lapangan kerja baru menjadi terbuka, mendorong

industrialisasi, kemajuan transportasi, serta kehadiran perusahaan – perusahaan

internasional.

Aktivitas perdagangan internasional tidak terlepas dari pihak eksportir dan

importir. Berikut ini akan dipaparkan secara lengkap tentang perdagangan

ekspor dan impor skala internasional.

Produk ekspor Indonesia sedang menggelora. Terutama, pasca world

summit expo day di Cina. Stand produk Indonesia punya orisinalitas. Misalnya,

batik, agklung, dan sebagainya. Indonesia kini menempati peringkat 16 ekonomi

dunia. Hal itu merupakan prestasi yang baik karena ekonomi Indonesia

diapresiasi dunia internasional dan produk ekspor Indonesia yang tidak kalah

dengan Jepang. Indonesia dan Jepang sama – sama memproduksi computer

dengan harga jual lebih murah, maka Jepang memiliki keunggulan komparatif

dibandingkan Indonesia dalam memproduksi computer. Untuk itu, Indonesia lebih

baik mengimpor computer dari Jepang. Adapun sebab - sebab munculnya

(31)

a. Hasil Produksi yang Sangat Variatif di Tiap Negara

Perbedaan kekayaan alam yang dimiliki tiap-tiap negara, mengakibatkan

adanya usaha untuk menutupi kekurangan kekayaan alam tersebut. Misalnya,

suatu negara memiliki kekayaan yang melinpah pada barang dan jasa. Dengan

demikian, maka terjadilah perdagangan internasional ekspor dan impor antara

kedua negara tersebut.

b. Diferensiasi Harga Barang

Layaknya pada suatu pasar, konsumen akan selalu mencari pedagang

dengan harga yang lebih kompetitif atau lebih murah dengan kualitas yang sama.

Demikian pula halnya dalam perdagangan internasional. Jika Amerika dan

Korea sama-sama dapat memproduksi computer dengan harga yang lebih murah

dibandingkan di Indonesia, maka orang-orang di Indonesia akan lebih memilih

membeli computer di kedua negara tersebut dengan harapan dapat memperoleh

keuntungan yang lebih besar.

c. Motivasi untuk Menambah Produktivitas

Ketika terjadinya kerjasama lintas negara, produk yang dihasilkan pun

harus sudah berkualitas internasiona. Jika tidak, jangan harap hasil produk anda

dilirik oleh negara lain. Faktor motivasi dari dalam diri para pekerja menjadi

salah satu penyebab terjadinya perdagangan internasional.

2. Penghambat perdagangan Internasional Ekspor dan Impor

Anneahira (2013), beberapa hal dapat menjadi penghambat aktivitas

perdagangan internasional ekspor dan impor, diantaranya :

a. Situasi Keamanan Suatu negara

Prinsipnya, semakin kondusif suhu politik dan situasi keamanan suatu

negara, maka semakin banyak negara yang berminat menjalin perdagangan

(32)

terhambat bahkan terhenti, jika kondisi keamanan suatu negara kurang aman

atau kurang kondusif.

b. Regulasi Pemerintah

Regulasi pemerintah kerap menjadi penghambat kelancaran

perdagangan internasional ekspor dan impor, seperti misalnya pembatasan

jumlah impor, biaya ekspor atau impor yang tinggi, serta perizinan yang

berbelit-belit.

c. Tidak Stabilnya Kurs Mata Uang Asing

Tidak stabilnya kurs mata uang asing, mengakibatkan sulitnya eksportir

maupun impotir menentukan harga penawaran maupun permintaan dalam

perdagangan internasional enggan melakukan kegiatan ekspor dan impor.

3. Aktivitas Perdagangan Internasional Ekspor dan Impor

Anneahira (2013), Kegiatan perdagangan internasional tidak bisa terlepas

dari ekspor dan impor. Berikut adalah pembahasanya :

a. Kegiatan Ekspor

Ekspor adalah kegiatan menjual barang ke luar negeri. Badan usaha atau

orang yang melakukan kegiatan ekspor disebut eksportir. Eksportir tertarik

menjual barang ke luar negeri karena keuntungannya lebih besar jika

dibandingkan menjual barang dialam negeri.

Pemerintah mendapatkan keuntungan berupa devisa dari kegiatan

ekspor. Oleh karena itu, semakin banyak ekspor maka semakin besar devisa

yang didapat pemerintah. Secara umum, barang - barang yang diekspor

Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu barang - barang migas dan non migas.

Barang-barang migas antara lain minyak tanah, bensin, elpiji, dan solar.

Sedangkan barang-barang non migas antara lain hasil pertanian, perkebunan,

(33)

Menjadi eksportir bukan hal mudah karena butuh kejelian untuk melihat

kegiatan keinginan pasar. Internasional market yang beragam membuat eksportir

harus menerapkan strategi adaptasi. Terutama, jika brand produk belum

mendunia. Berikut ini beberapa cara untuk masuk ke pasar global.

1). Licensing adalah perjanjian kontraktual ketika satu perusahaan (Licensor)

membuat asset yang terlindungi secara hukuam dapat tersedia bagi

perusahaan lain (licensee)dengan member atau membayar royalty, license

fee, atau bentuk kompensasi lain. Misalnya, Disney, Coca Cola, dan

caterpillar.

2). Direct marketing (FDI) adalah aliran investasi keluar dari negara asal, seperti

perusahaan berinvestasi atau megadakan pabrik, peralatan, dan berbagai

asset di negara lain. Perusahaan memproduksi, menjual, dan berkompetinsi

secara local. Bentuk dari FDI adalah joint venture, equity stakes, acquisition,

minority stake, dan lain-lain.

3). Franchising adalah kontrak ketika perusahaan induk (franchisor) memberi izin

perusahaan lain (franchisee) untuk mengoperasikan bisnis yang

dikembangkan franchisor dengan membayar sejumlah fee tertentu. Misalnya,

Mcdonalds, Body Shop, dan 7 Eleven.

b. Kegiatan Impor

Kebalikan dari ekspor, impor adalah kegiatan membeli barang dari luar

negeri, untuk dijual kembali di dalam negari. Orang atau badan usaha yang

melakukan kegiatan impor disebut importir. Alasan Importir membeli barang dari

luar negeri adalah untuk mendapat laba. Barang yang dibeli importir lebih murah

jika dibandingkan membeli dari dalam negeri. Harga barang yang lebih murah

disebabkan karena negara penjual memiliki sumber daya alam yang melimpah,

memproduksi barang dengan harga yang lebih murah, mampu memproduksi

(34)

meningkatkan ekspor dan membuat minim impor. Era merkantilisme mencatat

demikian. Langkah untuk membuat impor minim adalah sebagai berikut.

1). Kuota adalah pembatasan yang dilakukan pemerintah atas sejumlah unit atau

nilai total dari produk tertentu yang boleh diimpor.

2). Kebijakan diskriminasi pembelian adalah berupa aturan pemerintah dan

regulasi administrative yang mendeskriminasikan pemasok asing.

3). Prosedur bea masuk (custom procedure) disebabkan oleh adanya perbedaan

klasifikasi produk dan penentuan nilai komoditi di berbagai negara yang

berbeda.

4). Kebijakan diskriminasi kurs mata uang, misalnya Cina yang menjadikan mata

uang yuan sebagai weak currency sehingga membuat produk – produk Cina

menjadi lebih kompetitif dari pada produk asing.

5). Pembatasan administrative dan peraturan teknis adalah peraturan anti

dumping, peraturanukuran, dan kendungan bahan baku. Termasuk,

keselamatan dan kesehatan. Contoh lain adalah aliansi negara untuk

membentuk pasar tungal. Misalnya, EU, AFTA, dan lain-lain.

4. Akibat Perdagangan Internasional Ekspor Impor

Anneahira (2013), Perdagangan Internasional ekspor dan impor member

dampak positif maupun negative bagi negara-nrgara yang terlibat. Dampak

positif adanya perdagangan internasional dirasakan oleh negara pengekspor

maupun pengimpor. Bagi negara pengekspor, mendapat kemudahan

memperoleh pasar, sedangkan bagi negara pengimpor, memperoleh kemudahan

mendapatkan barang.

Selain itu, beberapa dampak positif lainya adalah mempererat hubungan

persahabatan antar negara, meningkatkan kesejahteraan suatu negara,

(35)

negara, mendorong majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta diversifikasi

konsumsi yang lebih luas bagi penduduk suatu negara.

Di lain pihak, perdagangan internasional ekspor dan impor juga

berdampak negatif terhadap negara yang terlibat. Diantaranya adalah timbulnya

kebergantungan terhadap suatu negara, persaingan yang tidak sehat dalam

perdagangan internasional, persaingan kecil yang tidak mampu bersaing akan

gulung tikar, serta munculnya penjajahan ekonomi oleh negara yang lebih maju.

D. Konsep Daya Saing

1. Daya Saing

Porter (1990), menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan

produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang

digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan

jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang

digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity). Pendefinisian

daya saing juga dikemukakan oleh Organization for Economic Co-operation and

Development (OECD) yang mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan

suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala internasional

melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan

meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang. Daya saing

yang baik dapat terlihat jika komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif

dan keunggulan kompetitif di dalamnya.

Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro

perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional semestinya

didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar

pengukurannya

Pada dasarnya tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan

(36)

(comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive

advantage). Lebih lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai

faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai

faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan,

2003). Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya

juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage

(SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka

menghadapi tingkat persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian

ketat/keras atau Hyper Competitive.

Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari

D’Aveni (Hamdy, 2001), dan merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada

akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi

yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi

persaingan global yang sangat sulit. Menurut Hamdy, strategi yang tepat adalah

strategi SCA (Sustained Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang

berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang

mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka

pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam

mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan

efisien.

Untuk itu perlu dilakukan penguatan perekonomian domestik dengan

orientasi dan daya saing global. Secara makro teori globalisasi ekonomi dapat

diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas

atau pasar bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk

tarif atau non tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi

dapat diartikan sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan

(37)

mengaburnya perbedaan nyata antar pasar domestik. Sedangkan mengenai

kerjasama regional, (Hamdy Hadi, 2001) mengemukakan bahwa kerja sama

ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang perdagangan internasional, saat ini

mengarah pada pembentukan kerja sama guna mewujudkan integrasi ekonomi

dan keuangan secara regional.

2. Teori Keunggulan Komparatif

Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan

negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat

diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor

komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Konsep keunggulan

komparatif yang dipopulerkan oleh David Ricardo (1823) menyatakan bahwa

”sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut

untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun

perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara

yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor

pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil. Dari komoditi ini Negara

tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang

kerugian absolutnya lebih besar. Dari komoditi inilah negara mengalami kerugian

komparatif” (Salvatore, 1997). Dalam teoti keunggulan komparatif dapat

menggunakan dua analisis data yaitu metode (RCA) Revealed Comparative

Advantage dan Metode Ordinary Least Square (OLS) dengan pejelasan sebagai

berikut :

Balassa (1971), analisis keunggulan komparatif RCA diperkenalkan

pertama kali oleh Bela Balassa pada tahun 1965 dalam penelitiannya mengenai

pengaruh liberalisasi perdagangan luar negeri terhadap keunggulan komparatif

hasil industri Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam

(38)

ditambah Kanada dan Swedia. Pada mulanya Balassa menggunakan dua

konsep pemikiran, pertama : didasarkan pada rasio impor dan ekspor, dan yang

kedua: pada prestasi ekspor relatif. Dengan alasan bahwa impor lebih peka

terhadap tingkatnya perlindungan tariff, dan pada perkembangan selanjutnya

Balassa meninggalkan ukuran yang pertama. Balassa mengevaluasi prestasi

ekspor masing-masing komoditi dinegara-negara tertentu dengan

membandingkan bagian relatif ekspor suatu Negara dalam ekspor dunia untuk

masing-masing dalam rumus (RCA) Revealed Comparative Advantage sebagai

berikut :

RCA = (X ij / Xt )

(W j / Wt)

Dimana:

Xij = nilai ekspor komoditi j negara i

Xt = nilai ekspor total (komoditi j dan lainnya) dari propinsi i

Wj = nilai ekspor komoditi j di propinsi

Wt = nilai ekspor total propinsi

Misalnya yang di hitung RCA kakao olahan jawa timur, maka rumusnya

adalah sebagai berikut:

RCA = Nilai ekspor kakao olahan jatim/total nilai ekspor kakao jatim

Nilai ekspor kakao olahan indonesia/total nilai ekspor kakao indonesia

Jika RCA > 1 maka wilayah tersebut lebih berspesialisasi produksi dikelompok

komoditi yang bersangkutan. Wilayah tersebut memiliki keunggulan.

Komparatif pada komoditi tersebut. Semakin besar nilai RCA, maka

semakin kuat keunggulan komparatif yang dimilikinya. Jika RCA < 1 maka

sebaliknya wilayah tersebut tidak memproduksikomoditi dimaksud untuk tujuan

ekspor karena tidak ada daya saing dan dapatmengganggu efisiensi produksi

(39)

Menurut Rahmanu (2009), Metode Revealed Comparative Advantage

(RCA) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur

keunggulan komparatif suatu komoditi di suatu wilayah (negara, provinsi, dan

lain-lain). Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar

wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu

wilayah. Pola pendekatan tidak hanya menggambarkan biaya untuk

memproduksi komoditi tersebut, tetapi juga perbedaan faktor-faktor non harga

yang menentukan keunggulan komparatif suatu komoditi. Pada dasarnya

metode ini mengukur kinerja ekspor suatu komoditi tertentu dengan total ekspor

suatu wilayah dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam

perdagangan dunia.

3. Teori Keunggulan Kompetitif

a. Menurut Michael E Porter (1990) dalam bukunya yang berjudul Competitive

Advantage of Nations terdapat empat faktor utama yang menentukan keunggulan

bersaing industri nasional, yaitu kondisi faktor (factor condition), kondisi

permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related

and supporting industry), dan struktur, persaingan dan strategi industri (firm

strategy, structure, and rivalry). Selain keempat faktor tersebut terdapat dua

faktor yang mempengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu factor

kesempatan (chance event) dan faktor pemerintah (government). Secara

bersamasama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan

daya saing yang disebut Porter’s Diamond theory. Berikut ini merupakan

penjelasan lebih lanjut mengenai Porter’s Diamond theory (Porter’s, 1990):

1). Kondisi Faktor (Factor Condition)

Kondisi faktor merupakan suatu gambaran faktor sumberdaya yang

dimiliki suatu negara yang berkaitan dengan proses produksi suatu industri.

(40)

sumberdaya merupakan modal utama dalam membangun keunggulan kompetitif

suatu industri. Menurut Porter, 1990 faktor sumberdaya diklasifikasikan menjadi

lima kelompok yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, dan infrastruktur. Kelima kelompok

tersebut akan menggambarkan keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara dan

segala potensi yang dapat dikembangkan oleh negara tersebut.

2). Kondisi Permintaan (Demand Condition)

Kondisi permintaan merupakan faktor penting yang mempengaruhi posisi

daya saing nasional. Menurut Widayunita, 2007 mutu produk dan produktivitas

suatu negara akan mempengaruhi kondisi permintaan dan pada akhirnya akan

berpengaruh pada keunggulan kompetitif suatu negara. Mutu persaingan di

tingkat global memberikan tantangan bagi perusahaan - perusahaan untuk

meningkatkan daya saingnya. Dalam pengembangan mutu,

perusahaan-perusahaan akan melakukan inovasi serta peningkatan kualitas

produk agar sesuai dengan permintaan konsumen.

3). Industri Terkait dan Industri Pendukung (related and supporting industry)

Industri terkait dan industri pendukung merupakan salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi posisi daya saing suatu industri. Untuk itu perlu dijaga

hubungan dan koordinasi dengan para pemasok, khususnya untuk menjaga dan

memelihara rantai nilai produksi dari industri hulu hingga industri hilir.

Keberadaan industri hulu mampu menyediakan bahan baku untuk proses

produksi suatu industri sedangkan industri hilir menggunakan bahan baku

tersebut untuk diproses menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah. Rantai

nilai produksi antara industri hulu dan industri hilir yang terhubung dengan baik

(41)

4). Persaingan, Struktur dan Strategi Perusahaan (Firm Strategy, Structure, and

rivalry)

Persaingan dalam negeri mendorong perusahaan untuk mengembangkan

produk baru, memperbaiki produk yang telah ada, menurunkan harga dan biaya,

mengembangkan teknologi baru, dan memperbaiki mutu serta pelayanan. Pada

akhirnya, persaingan di dalam negeri yang kuat akan mendorong perusahaan

untuk mencari pasar internasional (berorientasi ekspor). Globalisasi ekonomi

akan menyebabkan terjadinya ketergantungan antar negara. Masing-masing

negara membangun perekonomiannya berdasarkan kekayaan yang dimiliki, yang

merupakan keunggulan komparatifnya. Namun, keberhasilan pembangunan

tersebut lebih ditentukan pada keunggulan kompetitifnya dikarenakan ada

pesaing-pesaing yang dekat, yaitu negara lain yang membangun keunggulan

perekonomian mereka di sektor atau jenis industri yang sama dengan strategi

serupa.

5). Peran Pemerintah (government)

Peran pemerintah merupakan faktor yang menentukan posisi daya saing

suatu industri. Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung dan tidak

langsung, secara tidak langsung pemerintah dapat mempengaruhi permintaan

melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan peran pemerintah

secara langsung adalah dengan bertindak sebagai pembeli produk dan jasa.

Pemerintah juga dapat mempengaruhi berbagai sumber daya yang tersedia,

berperan sebagai pembuat kebijakan yang menyangkut tenaga kerja, pendidikan,

pembentukan modal, sumber daya alam dan standar produk. Dalam penerapan

kebijakan peran pemerintah tidak selamanya baik, masih terdapat kemungkinan

kegagalan yang dapat dilakukan pemerintah atau biasa disebut government

(42)

6). Peran Kesempatan (chance event)

Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan bersaing

karena peluang merupakan peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan,

industri dan pemerintah, seperti terobosan besar dalam teknologi, pergeseran

dramatik yang tiba-tiba terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan seperti

krisis minyak, atau perubahan dramatis dalam kurs mata uang. Selain itu

terjadinya peningkatan permintaan produk serta kondisi politik yang stabil juga

merupakan kesempatan yang dapat diambil oleh para pelaku usaha.

Peran kesempatan merupakan suatu hal yang bersifat kecelakaan

(accidental), sehingga dalam kenyataan peran kesempatan bisa terjadi atau tidak

terjadi. Dalam hal ini peran kesempatan bisa menguntungkan atau merugikan

para pelaku usaha.

b. Menurut Mulyani, Sri ( 2004), Analisis daya saing kompetitif akan dibahas

dengan metode kualitatif yaitu dengan menganalisis tiap komponen dalam

Porter’s Diamond Theory. Komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1). Factor Condition (FC), yaitu keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu

industri seperti tenaga kerja dan infrastruktur.

2). Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa

dalam negara.

3). Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan

industri lainnya yang saling mendukung dan berhubunan.

4). Firm Strategy, Structure, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut

perusahaan pada umumnya, struktur industri dan keadaan kompetisi dalam

suatu industri domestik.

Selain itu ada komponen lain yang terkait dengan keempat komponen

utama yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat faktor utama dan dua

(43)

komponen penentu daya saing kita dapat menentukan komponen yang menjadi

keunggulan dan kelemahan daya saing industri pakaian jadi. Keunggulan tiap

faktor dalam komponen penentu daya saing akan dilambangkan dengan symbol

(+), sedangkan kelemahan tiap faktor dalam

Gambar

Tabel 1.1 Produksi Kakao Di Daerah Sentra
Tabel 1.2 Jumlah Perusahaan Kakao Olahan dan Kapasitasnya Tahun 2012
Gambar 2.1.  Kerangka Pemikiran
Tabel 4.3: Ringkasan Perkembangan Ekspor Jawa Timur Desember 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menjelaskan bagaimana penelitian ini dijalankan yang meliputi hasil analisa dan rincian langkah yang digunakan dalam

Analisis Kesesuian untuk Daya Dukung pengembangan kawasan pariwisata menggunakan nilai yang tergolong tinggi seperti kememapuan pengembangan sangat tinggi dan kemampuan

Pemanfaatan tanah gambut sebagai tempat tumbuh tanaman memiliki beberapa kelemahan antara lain pH tanah yang sangat rendah, kejenuhan basa yang rendah sehingga

Hubungan Antara Self Efficacy dengan Quality Of Life Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Kebonsari Surabaya.. Yogyakarta:

Selain itu, permasalahan internal MGMP menga- kibatkan rendahnya produktivitas MGMP (Mulyasa, 2004:72). Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan internal MGMP yang

MI NU Islamiyyah Kudus tahun pelajaran 2015/2016... 2) Pengaruh Tata tertib Sekolah terhadap Prestasi Belajar. Peserta Didik pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak di

Penelitian ini perbandingan dengan posisi titik model permukaan 3D dari Tugu Pahlawan yang diperoleh dengan menggunakan instrumen teknologi Geomax Zoom 300