UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH MATEMATIS DAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS DI SMP NEGERI 6 MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
ERMIDA HOTMARTUA SITORUS NIM : 8136171021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
i ABSTRAK
ERMIDA HOTMARTUA SITORUS. Pengembangan LKS berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan berpikir kritis di SMP Negeri 6 Medan. Tesis. Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan keefektifan LKS berbasis pendekatan saintifik yang telah dikembangkan,(2) Menghasilkan produk LKS yang valid berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan berpikir kritis siswa di SMPN 6 Medan, dan (3) Mendeskripsikan respon siswa terhadap LKS berbasis pendekatan saintifik yang telah dikembangkan. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan perangkat pembelajaran Thiagarajan dan Semmel, yaitu model four D yang telah dimodifikasi dan rancangan dalam uji coba menggunakan one group pretest-postest design. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid dengan rata-rata total validitas RPP sebesar 4,41; LKS sebesar 4,37; buku guru sebesar 4,38 dan buku siswa sebesar 4,38 (2) Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik telah memenuhi kriteria kepraktisan yang ditinjau dari (a) uji coba I diperoleh rerata realisasi keterlaksanaan perangkat sebesar 72,3 dengan kategori tinggi dan pada uji coba II diperoleh rerata realisasi keterlaksanaan perangkat sebesar 85,75 dengan kategori sangat tinggi. (b) jika respon siswa diperoleh lebih besar atau sama dengan 80% maka kategori respon positif/siswa senang terhadap komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pada uji coba I diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 91%, dan pada uji coba II diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 92,59% sehingga kriteria ini telah tercapai. (3) Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik telah memenuhi kriteria efektif yang ditinjau dari (a) uji coba I diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 91,06%, dan pada uji coba II diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 94,79% sehingga kriteria ini telah tercapai. (b) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan berpikir kritis siswa dengan menggunakan LKS berbasis pendekatan saintifik pada materi persamaan linier satu variabel dan pertidaksamaan linier satu variabel diperoleh dari rata-rata pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis pada uji coba I sebesar 2,71 meningkat menjadi 3,00 pada uji coba II dan rata-rata pencapaian keterampilan berpikir kritis pada uji coba I sebesar 3,21 meningkat menjadi 3,32 pada uji coba II.
ii ABSTRACT
ERMIDA HOTMARTUA SITORUS. The development of Worksheet Student Based Scientific Learning Tool for Enhancing Problem Solving Ability Mathematical and Critical Thinking Ability Mathematical of State Junior High School 6 Medan. Thesis. Education Mathematics, Postgraduate School of the State University of Medan, 2016.
The aims of this study were to: (1) Determine the practicality of learning tools developed of worksheet student based scientific learning tool for enhancing problem solving ability mathematical and to enhance the critical thinking skills of mathematical, (2) Determine the effectiveness of learning tools developed with problem based scientific learning model to enhancing problem solving ability mathematical and improve critical thinking skills mathematical, and (3) Knowing the developed learning tools can enhancing problem solving ability mathematical and enhance critical thinking skills. Experiments conducted on students of class VIIE of State Junior High School 6 Medan. This type of research is the
development of research development model learning device Thiagarajan and Semmel, the four D models that have been modified and the design of the trials using a one-group pre-test and post-pre-test design. The results show that: (1) the learning instruments developed is valid with an average validity total of RPP was 4,41; worksheet was 4.37; teacher books was 4,38 and student books was 4,38 (2) The practical problem based scientific learning, can be seen from the components: (a) first tryout 72,3 was good learning categorized and then second tryout 85,75 was good learning categorized too; (b) The response of students categorized as very positive; first tryout 91% and then second tryout 92,59% (3) The effective problem based scientific learning, can be seen from the components: (a) The response of students categorized as very positive, first tryout is 91,06% and then second tryout 94,79%, (b) Improvement of problem solving ability mathematical and enhance critical thinking skills mathematically using problem based scientific learning device. For the average value of problem solving ability mathematical increased from 2,71 into 3,00 and a mean value of critical thinking skills mathematical increased from 3,21 into 3,32. Keywords: worksheet student, scientific learning, problem solving ability mathematical
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih-Nya penulis
dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik berjudul “Pengembangan LKS berbasis
pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
keterampilan berpikir kritis di SMP Negeri 6 Medan”.
Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M. Pd sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M. Pd sebagai
Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED dan Bapak
Dapot Tua Manullang, M. Si sebagai Staf Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED.
2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M. Pd sebagai Dosen Pembimbing I, Bapak Dr. Martua
Manullang, M. Pd sebagai Dosen Pembimbing II, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.
Pd sebagai Dosen Narasumber I, Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M. Pd sebagai Dosen
Narasumber II dan Bapak Drs. Zul Amry, M. Si., Ph. D sebagai Dosen Narasumber III.
3. Bapak Dr. KMS. Amin Fauzi, M. Pd sebagai validator I, Bapak Drs. Syafari, M. Pd
sebagai validator II, Ibu Nurhasanah Siregar, M. Pd sebagai validator III, Ibu M.F.
Hutasuhut, S. Pd sebagai validator IV dan Ibu Ratna Hartini, S. Pd sebagai validator V.
4. Bapak Ariffuddin, S. Pd sebagai Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Medan dan Ibu Ermas
Napitupulu, S. Pd sebagai salah satu perwakilan guru bidang studi matematika di SMP
Negeri 6 Medan.
5. Bapak Drs Karimuda Sitorus dan Ibu Ermas Napitupulu, S. Pd sebagai orangtua serta
6. Mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED, teman
sekerja di FORTUNATE EDUCATION CENTRE dan STKIP/ STIE YP. RIAMA
Medan.
7. Seluruh pihak lain yang telah membantu penulis selama mempersiapkan, melaksanakan
dan menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih mempunyai kelemahan, baik dari isi
maupun dari tutur bahasanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca untuk penyempurnaan tesis ini. Penulis berharap
semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 18 Januari 2016 Penulis
v
1.6. Manfaat Penelitian... 18
1.7. Defenisi Operasional ... 18
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Teoritis ... 21
2.1.1. Hasil belajar matematika ... 21
2.1.2. Perangkat Pembelajaran ... 23
2.1.2.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 25
2.1.2.2. Buku ... 26
2.1.2.3.8. Manfaat Penggunaan LKS ... 40
2.1.2.3.9. Struktur LKS ... 40
2.1.2.3.10. Langkah-Langkah menyusun LKS... 41
2.1.2.3.11. Macam-Macam LKS ... 41
2.1.2.3.12. Keunggulan dan Kelemahan LKS ... 42
2.1.2.4. Kemampuan Matematis ... 44
2.1.2.4.1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 44
2.1.2.4.2. Keterampilan Berpikir Kritis ... 51
2.1.3. Model pengembangan perangkat pembelajaran ... 61
2.1.4. Pendekatan saintifik ... 64
2.1.5. Materi persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel ... 71
2.2. Kerangka Berpikir ... 75
2.3. Teori Belajar yang Mendukung Penelitian ... 79
2.4. Penelitian yang Relevan ... 84
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 88
3.3. Jenis Penelitian ... 88
3.4. Prosedur Penelitian ... 89
3.5. Teknik Pengumpulan data ... 97
3.6. Teknik Analisis data ... 109
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil penelitian ... 116
4.2. Pembahasan hasil penelitian ... 169
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 175
5.2. Saran ... 176
DAFTAR PUSTAKA ... 177
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Kisi-kisi lembar validasi RPP ... 99
Tabel 3.2. Kisi-kisi lembar validasi LKS ... 100
Tabel 3.3. Kisi-kisi lembar validasi buku ... 101
Tabel 3.4. Kisi-kisi instrumen dan skor kemampuan pemecahan masalah matematis... 103
Tabel 3.5. Kisi–kisi instrumen keterampilan berpikir kritis siswa ... 104
Tabel 3.6. Skor keterampilan berpikir kritis siswa ... 105
Tabel 3.7.Interpretasi nilai koefisien korelasi rxy ... 106
Tabel 3.8. Interpretasi koefesien reliabilitas ... 107
Tabel 3.9. Pedoman penskoran angket respon siswa ... 112
Tabel 3.10. Kriteria nilai ketuntasan... 115
Tabel 4.1. Hasil validasi RPP ... 117
Tabel 4.2. Revisi RPP berdasarkan hasil validasi ... 118
Tabel 4.3. Hasil validasi LKS... 119
Tabel 4.4. Revisi LKS berdasarkan hasil validasi ... 120
Tabel 4.5. Hasil validasi Buku Guru (BG) ... 121
Tabel 4.6. Revisi buku guru berdasarkan hasil validasi ... 122
Tabel 4.7. Hasil validasi buku siswa (BS)... 123
Tabel 4.8. Revisi buku siswa berdasarkan hasil validasi ... 124
Tabel 4.9. Rangkuman hasil validasi pembelajaran ... 124
Tabel 4.10. Hasil validasi tes kemampuan pemecahan masalah matematis... 125
Tabel 4.11. Hasil validasi tes keterampilan berpikir kritis ... 126
Tabel 4.12. Analisis kepraktisan pada uji coba ... 127
Tabel 4.13. Hasil angket keterbacaan LKS ... 128
Tabel 4.14. Hasil angket keterbacaan BS ... 129
Tabel 4.15. Karakteristik pre-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 130
Tabel 4.16. Karakteristik post-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 130
Tabel 4.17. Karakteristik pre-test keterampilan berpikir kritis siswa ... 131
Tabel 4.18. Karakteristik post-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 132
Tabel 4.19. Deskripsi hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada uji coba I ... 132
Tabel 4.20. Tingkat pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis pada hasil post-test uji coba ... 133
Tabel 4.21. Tingkat ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis padauji coba I ... 134
Tabel 4. 22. Deskripsi hasil tes keterampilan berpikir kritis siswa pada uji coba I ... 135
Tabel 4.23 Tingkat pencapaian keterampilan berpikir kritis pada hasil post-test uji coba I ... 135
Tabel 4.24. Tingkat ketuntasan klasikal keterampilan berpikir kritis pada uji coba I ... 136
Tabel 4.25. Hasil analisis data angket respon siswa uji coba I ... 137
Tabel 4.26. Deskripsi hasil kemampuan pemecahan masalah pada uji coba II ... 141
Tabel 4.27. Tingkat penguasaan kemampuan pemecahan masalah matematis pada hasil post-test uji coba II ... 141
Tabel 4.28. Tingkat ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis pada uji coba II ... 142
Tabel 4.29. Deskripsi hasil keterampilan berpikir kritis pada uji coba II ... 143
Tabel 4.30. Tingkat penguasaan keterampilan berpikir kritis matematis pada hasil post-test uji coba II ... 143
Tabel 4.31. Tingkat ketuntasan klasikal keterampilan berpikir kritis pada uji coba II ... 144
Tabel 4. 33. Sub topik dan jenis kegiatan setiap pertemuan ... 151 Tabel 4.34. Media dan alat bantu pembelajaran ... 154 Tabel 4.35.Kompetensi belajar persamaan linier satu variabel dan
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Contoh LKS yang digunakan siswa di sekolah ... 6
Gambar 1.2. Contoh hasil tes kemampuanpemecahan masalah matematis ... 11
Gambar 1.3. Contoh hasil tes keterampilan berpikir kritis siswa ... 14
Gambar 2.1. Ranah pembelajaran... 64
Gambar 2.2. Pendekatan saintifik dalam proses pembelajaran ... 65
Gambar 2.3. Jenis pendekatan saintifik ... 67
Gambar 2.4. Kerangka Berpikir ... 75
Gambar 3.1. Bagan pengembangan perangkat pembelajaran model 4D ... 90
Gambar 4.1. Diagram tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis pada hasil post-test uji coba I ... 133
Gambar 4.2. Diagram persentase ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis pada uji coba I... 134
Gambar 4.3. Diagram tingkat keterampilan berpikir kritis pada hasil post-test uji coba I ... 139
Gambar 4.4. Diagram persentase ketuntasan klasikal keterampilan berpikir kritis pada uji coba I ... 136
Gambar 4.5. Diagram tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis pada hasil post-test uji coba II ... 141
Gambar 4.6. Diagram persentase ketuntasan klasikal kemampuan pemecahan masalah matematis pada uji coba II ... 142
Gambar 4.7. Diagram tingkat keterampilan berpikir kritis siswa pada hasil post-test uji coba II ... 144
Gambar 4.8. Diagram persentase ketuntasan klasikal keterampilan berpikir kritis pada uji coba II ... 149
Gambar 4.9. Bagan materi persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel ... 151
Gambar 4.10. Peta konsep materi persamaan linier satu variabel dan pertidaksamaan linier satu variabel ... 157
Gambar 4.11. Cover LKS ... 158
Gambar 4.12. Lembar jawaban butir nomor 1 sebagai perwakilan yang bernilai rendah pada uji coba I ... 159
Gambar 4.13. Lembar jawaban butir nomor 2 dan 3 sebagai perwakilan yang bernilai sedang pada uji coba I... 160
Gambar 4.14. Sambungan lembar jawaban sebagai perwakilan yang bernilai sedang pada uji coba I ... 161
Gambar 4.15. Lembar jawaban salah satu siswa sebagai perwakilan yang bernilai tinggi pada uji coba I ... 162
Gambar 4.16. Sambungan lembar jawaban salah satu siswa sebagai perwakilan yang bernilai tinggi pada uji coba I ... 163
Gambar 4.17.Lembar jawaban sebagai perwakilan yang bernilai rendah pada uji coba II ... 165
Gambar 4.18. Lembar jawaban sebagai perwakilan yang bernilai sedang pada uji coba II ... 166
Gambar 4.19. Lembar jawaban sebagai perwakilan yang bernilai tinggi pada uji coba II ... 167
xi
Halaman
Lampiran 1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS 1) ... 180
Lampiran 2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS 2) ... 183
Lampiran 3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS 3) ... 186
Lampiran 4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS 4) ... 188
Lampiran 5. Buku ... 190
Lampiran 6. Butir soal pre-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 223
Lampiran 7. Kunci jawaban pre-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 225
Lampiran 8. Butir soal post-test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 230
Lampiran 9. Kunci jawaban post -test kemampuan pemecahan masalah matematis ... 232
Lampiran 10. Butir soal pre-test keterampilan berpikir kritis... 236
Lampiran 11. Kunci jawaban pre -test keterampilan berpikir kritis... 238
Lampiran 12. Butir soal post -test keterampilan berpikir kritis ... 241
Lampiran 13. Kunci jawaban post -test keterampilan berpikir kritis ... 243
Lampiran 14. Daftar nama validator, nama siswa dan rekapitulasi hasil penelitian ... 245
Lampiran 15. SK Pembimbing ... 247
Lampiran 16. Undangan Seminar Proposal ... 248
Lampiran 17. Surat Izin Penelitian ... 249
Lampiran 18. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah ... 250
Lampiran 19. Undangan Tesis... 251
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan Indonesia pada abad 21 sedang dihadapkan pada dua masalah
besar yakni mutu pendidikan yang rendah dan sistem pembelajaran di sekolah yang kurang
memadai. Hal ini senada dengan pernyataan Stein B, seorang perwakilan Amerika di
Medan (Raz, 2008:376 dalam Hasratuddin, 2013:131) yang mengatakan bahwa
Sekarang ini kondisi bangsa Indonesia sedang menghadapi suatu masalah yang cukup serius berkaitan dengan moralitas yang sangat rendah baik di kota maupun desa, bagaikan tidak ada adab, tidak ada norma, “jalan pintas dirasa pantas”
Pernyataan tersebut ditanggapi penulis untuk menguatkan opini bahwa hal ini
merupakan tantangan abad 21 terutama di bidang pendidikan Indonesia. Perilaku seseorang
bukan hanya ditentukan oleh pendidikan yang diterima dari sekolah, tetapi pendidikan di
keluarga dan masyarakat juga memegang peran yang sangat penting. Fenomena sosial
yang berkembang saat ini, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya bahkan di
kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan.
Disadari bahwa guru-guru perlu memperkuat kemampuannya dalam memfasilitasi siswa
agar terlatih berpikir logis, sistematis, dan ilmiah. Tantangan ini memerlukan peningkatan
keterampilan guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah.
Skenario untuk memacu keterampilan guru menerapkan strategi ini di Indonesia telah
melalui sejarah yang panjang, namun sampai saat ini harapan baik ini belum terwujudkan
juga.
Menurut Djaali (2007), Sukmadinata (2006) (dalam Andi Rusdi, 2009:1)
Mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan, mutu dipandang hasil tetapi dapat pula dilihat dari proses pembelajaran di kelas, mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang lebih tinggi. Jika ditinjau dari proses belajar mengajar, terdapat beberapa hal yang sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian khusus, hal tersebut didasarkan pada hasil diskusi dari beberapa rekan guru dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mengungkapkan bahwa: (1) sangat sulit menerapkan model ataupun pendekatan pada RPP yang mereka buat, sehingga RPP yang dibuat belum mencerminkan model atau pendekatan yang mereka pilih, (2) RPP yang dibuat tidak dilengkapi LKS, buku siswa yang sesuai, karena mereka belum mengetahui benar bagaimana model atau pendekatan yang mereka pilih, (3) khususnya dalam penyajian materi masih terdapat beberapa masalah yang dialami oleh siswa.
Pernyataan tersebut ditanggapi penulis bahwa rendahnya nilai matematika siswa
ditinjau dari 5 aspek kemampuan matematis yang dirumuskan oleh National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM, 1989) yaitu: (1) Kemampuan pemecahan masalah
matematis; (2) Kemampuan komunikasi matematis; (3) Kemampuan penalaran matematis;
(4) Kemampuan koneksi matematis; (5) Kemampuan representasi matematis. Ini diketahui
dari banyaknya siswa yang gagal memperoleh predikat lulus dalam Ujian Nasional (UN)
yang diadakan setiap tahunnya. Jika diamati lebih terperinci dari perolehan nilai mata
pelajaran yang diujikan dalam UN, nilai matematika yang kurang dari standar minimum
masih sering menjadi penyebab ketidaklulusan tersebut. Sebagai contoh tampak pada
perolehan ketuntasan belajar matematis siswa sekota Medan yaitu nilai 60 untuk rata-rata
kelas, 60% untuk daya serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari data tersebut terlihat
bahwa hasil belajar matematis siswa masih belum mencapai yang diharapkan oleh
kurikulum, yaitu nilai 75 untuk rata-rata kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk
3
Berdasarkan laporan hasil survey Trends in Internasional Mathematics and Science
Study (TIMSS, http://infopendidikankita.blogspot.com), Programme for Internasional
Students Assesment (PISA), dan catatan Human Development Index (UNDP,
http://hdr.undp.org/en/statistics/) diperoleh
“TIMSS(2003) menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa SMP Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara. Walaupunrerata skor naik 411 dibanding 403 pada tahun 1999, Indonesia masih berada dibawah rerata untuk wilayah ASEAN. Prestasi belajar siswa Indonesia pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena skor siswa turun menjadi 397, jauh lebih rendah dibandingkan rerata skor Internasional yaitu 500. Prestasi siswa pada TIMSS 2007 berada pada peringkat 36 dari 49 negara. Bahkan hasil lebih buruk ditunjukkan dari hasil penelitian terbaru pada TIMSS 2011 yakni peringkat 39 dari 43 negara.
PISA (2003) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rerata skor 360. Pada tahun 2006 rerata skor naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara. Sedangkan pada tahun 2009, Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negaradengan rerata skor 371, sementara rerata skor Internasional adalah 496, pada tahun 2013 Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara dengan rerata skor 375.
HDI (2003) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi jauh di bawah Malaysia yang berada di urutan 12 atau bahkan Singapura yang berjaya di urutan pertama. Pada tahun 2008, Indonesia menempati peringkat 109, bandingkan dengan Brunei ke-27, Singapura ke-28, Malaysia ke-63, Thailand ke-81 dan Srilangka ke-104.
Pernyataan tersebut ditanggapi penulis bahwa pentingnya matematika sebagai mata
pelajaran yang berperan dalam perkembangan IPTEK. Seharusnya matematika sebagai
mata pelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan, sebab dalam kehidupan
sehari-hari kita sudah melibatkan logika dan perhitungan, dimana logika dan perhitungan
adalah bagian dari matematika. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai
objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami
kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sriyatno (2007)
tentang matematika sering kali dianggap sebagai momok menakutkan dan cenderung
menambahkan bahwa matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata
pelajaran yang tidak disenangi karena dianggap sukar dan ruwet, serta Abdurrahman
(2003:42) pun mendukung kedua opini tersebut dengan mengemukakan bahwa dari
berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang
dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih
bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Sangat disayangkan, saat ini siswa tidak ada kemauan untuk berusaha serta berpikir
tingkat tinggi mencari solusi pada setiap kesulitan belajar matematika, tetapi malah selalu
menghindar. Kenyataannya dalam proses pembelajaran matematika di kelas, sebagian
siswa memilih diam atau cenderung pasif dan menunggu guru untuk menyelesaikan soal
yang diberikan tanpa ada usaha untuk mengerjakan sendiri, pemahaman pada materi yang
dipelajari masih rendah dan keaktifan dalam berdiskusi kelompok juga masih kurang.
Mereka menganggap bahwa matematika itu abstrak dan tidak mudah untuk dikerjakan.
Sehingga tingkat kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika menjadi rendah.
Ada sebagian siswa yang masih merasa kesulitan dalam memecahkan masalah yang
diberikan oleh guru, sehingga hal ini juga mengakibatkan hasil belajar matematika siswa
menjadi rendah. Rendahnya hasil belajar matematika siswa dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: (1) Materi pada buku pelajaran yang terlalu banyak dan sulit diikuti;
(2) Metode pembelajaran yang tradisional dan tidak interaktif; (3) Media belajar kurang
efektif; (4) Bentuk soal matematika yang abstrak.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan
mengembangkan perangkat pembelajaran. Suhadi (2007:24) mendefenisikan Perangkat
pembelajaran adalah sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan
5
harus dipersiapkan seorang guru dalam menghadapi pembelajaran di kelas berupa:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Guru (BG), Buku Siswa (BS) dan
Lembar Kerja Siswa (LKS).
Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh penulis di SMP Negeri 6
Medan pada Agustus 2015, melalui wawancara dengan salah satu guru bidang studi
matematika yang bernama ibu Ermas Napitupulu, S.Pd sebagai wali kelas VIIE
menyatakan bahwa guru belum menggunakan LKS yang memadai. Sebagian besar guru
menggunakan LKS yang sudah ada langsung disediakan pada buku teks sebagai bahan
kerja siswa selama kegiatan pembelajaran. LKS tersebut dikerjakan ketika siswa
mengerjakan soal yang berfungsi untuk memperdalam pemahaman materi dalam buku
teks. Ini sebenarnya bukanlah LKS yang benar-benar secara maksimal membantu siswa
untuk aktif, kreatif, dan inovatif menuangkan ide-idenya serta memadukan aktivitas fisik
dan mental mereka dalam proses pembelajaran, karena hanya menyajikan soal-soal latihan
untuk dijawab oleh siswa secara tertulis saja. Masih sangat minim LKS yang secara kreatif
dirancang oleh masing-masing guru dengan tujuan untuk mengkolaborasikan aktivitas fisik
dan mental siswa dalam proses pembelajaran. Masih banyak yang mengeluhkan bahwa
LKS hanya berisi latihan soal-soal untuk dikerjakan siswa pada saat jam-jam kosong atau
sebagai tugas yang harus dikerjakan siswa di rumah (PR). Seharusnya LKS tidak hanya
selalu berisi latihan soal. Latihan soal yang disajikan dalam LKS tersebut lebih tepatnya
merupakan soal evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif siswa saja. Dari
permasalahan yang ditemukan tersebut mengakibatkan siswa kurang aktif selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, proses pembelajaran terkesan monoton, dan keberhasilan
Penulis memilih SMP Negeri 6 Medan sebagai acuan penelitian sebab penulis
menganggap SMPN 6 Medan merupakan salah satu perwakilan sekolah unggulan di
Propinsi Sumatera Utara. Penulis juga memperoleh informasi bahwa hasil try out UAN
(25-27 Februari 2015) yang diadakan oleh BT/BS BIMA yaitu dari 58 siswa kelas IX
peserta try out, hanya 2 orang yang mendapat nilai 5,00 dan selebihnya dengan nilai
rata-rata 3,84. Proses pembelajaran di sekolah tersebut masih menunjukkan kecenderungan
berpusat pada guru, dengan menggunakan metode ceramah. Saat pembelajaran
berlangsung, guru aktif memberikan penjelasan sedangkan siswa hanya mendengarkan,
mencatat, menghafal rumus, dan mengerjakan latihan soal. Dari keadaan tersebut
mengakibatkan siswa kurang aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan proses
pembelajaran terkesan monoton, dan keberhasilan pembelajaran kurang mkasimal.
Gambar 1.1. Contoh LKS yang digunakan siswa di sekolah
Dari gambar 1.1 di atas dapat dilihat salah satu contoh LKS yang digunakan siswa
di sekolah yang cenderung seperti buku kumpulan soal. Soal yang diberikan dalam bahasa
matematika formal,dimana siswa dituntut harus dapat menggunakan simbol dan
7
hari dan merupakan salah satu materi yang termuat dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD) yang akan divisualisasikan pada Mata Pelajaran Matematika
SMP/MTs dan harus dicapai oleh siswa melalui pengalaman belajar. Menyikapi LKS
tersebut, penulis berpendapat bahwa LKS merupakan salah satu perangkat pembelajaran
sebagai sekumpulan media atau sarana yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran di kelas. Pentingnya perangkat pembelajaran diharapkan dapat mendorong
siswa untuk mengolah sendiri bahan yang dipelajari atau bersama dengan temannya dalam
suatu bentuk diskusi kelompok. Selain itu juga dapat memberikan kesempatan penuh
kepada siswa untuk mengungkapkan kemampuannya dalam keterampilan untuk berbuat
sendiri dalam mengembangkan proses berpikirnya melalui mencari, menebak bahkan
menalar. Dengan demikian pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu
proses untuk menentukan atau menciptakan suatu kondisi tertentu yang menyebabkan
siswa dapat berinteraksi sedemikian hingga terjadi perubahan tingkah laku. Melaksanakan
pengembangan perangkat pengajaran diperlukan model-model pengembangan yang sesuai
dengan sistem pendidikan. Salah satunya adalah model pengembangan pembelajaran
Four-D, yang disarankan oleh Sivasailam Thiagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I.
Semmel (1974). Pernyataan ini diperkuat oleh Suhadi (2007:25) mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika yang menggunakan perangkat pembelajaran yang lengkap akan
membantu siswa dalam mengerjakan atau menganalisa persoalan yang ada. Dengan
menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dirancang dengan menarik, siswa dapat
mengembangkan cara belajarnya menjadi lebih baik. Selanjutnya pernyataan tersebut juga
diperkuat oleh Hamalik (2003:77), mengemukakan bahwa penggunaan perangkat
pembelajaran yang lengkap dan menarik dalam proses belajar mengajar dapat
kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan pelajaran pada saat itu. Selain
itu, perangkat pembelajaran juga dapat meningkatkan kemampuan matematis, menyajikan
data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan mendapatkan
informasi yang lebih banyak.
Penulis menyikapinya dengan solusi pendekatan yang mampu meningkatkan
kemampuan matematis, salah satunya adalah pendekatan saintifik. Pentingnya pendekatan
saintifik karena produk pendidikan dasar dan menengah belum menghasilkan lulusan yang
mampu berpikir kritis setara dengan kemampuan anak-anak bangsa lain. Kurikulum 2013
yang menjadi acuan sekarang ini mengandung lima esensi, yaitu pembelajaran tematik,
pembelajaran kontekstual, pendidikan karakter, pendekatan saintifik, dan penilaian
autentik. Berkaitan dengan salah satu esensi pada kurikulum 2013 yaitu pendekatan
saintifik, terdapat aktivitas sains yang perlu dikuasai siswa, yaitu mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan membentuk jejaring. Penulis melihat bahwa harapan tersebut tidak
sejalan dengan situasi dan kondisi pembelajaran matematika di kelas. Selama ini kegiatan
belajar mengajar hanya menerapkan pembelajaran secara konvensional dimana siswa
hanya menerima apa saja yang disampaikan oleh guru, urutan penyajian bahan dimulai dari
abstrak ke konkret, yang bertentangan dengan perkembangan kognitif siswa dan kurang
memanfaatkan lingkungan siswa sebagai sumber belajar. Sebagai bagian dari Kurikulum
2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan
keterampilan, kemampuan matematis yang dituntut dibentuk melalui pembelajaran
berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang metode-metode
9
matematis dan menyelesaikannya, dan bermuara pada pembentukan sikap jujur, kritis,
kreatif, teliti, dan taat aturan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya
masalah. Masalah muncul ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Masalah
mengharuskan adanya kemampuan pemecahan masalah untuk membuat sendiri strategi
pemecahan. Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus
dikuasai oleh siswa, bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis
kompetensi. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit
dalam kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan
diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai. Kemampuan pemecahan masalah
matematis sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya,
siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada masalah yang bersifat tidak rutin.
Masalah tidak rutin membutuhkan lebih dari sekedar menerjemahkan masalah menjadi
kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah diketahui. Masalah tidak rutin
harus merencanakan dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut.
Strategi-strategi seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan
kadang perlu dilakukan lebih dari satu solusi. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi
kehidupan atau melibatkan berbagai hubungan subjek. Suatu masalah rutin untuk kelas IX
mungkin akan menjadi tidak rutin jika diberikan kepada kepada siswa kelas VII. Masalah
tidak rutin dapat menjadi masalah rutin jika si pemecah masalah telah memilki pengalaman
memecahkan masalah dengan tipe yang sama dan dapat dengan mudah mengenali metode
dan kalimat matematika yang akan digunakan. Rendahnya hasil prestasi belajar
(1996) yaitu tentang evaluasi pengaruh proyek PKG terhadap pengajaran matematika di
SMP, mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika siswa rendah. Laporan TIMSS
(2003) menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP di
Indonesia (eighth grade) relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan
prosedur, akan tetapi sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang
berkaitan dengan pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis,
menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau
fakta yang diberikan. Akibatnya, posisi prestasi belajar anak-anak Indonesia berada pada
urutan 34 dari 38 negara peserta. Indonesia masih kalah jauh dari Singapura yang
menempati peringkat pertama dan Malaysia yang berada pada posisi 16. Selanjutnya dari
TIMSS (2003) dikemukakan bahwa dari 40 negara, Indonesia berada pada ranking 34,
Korea berada di ranking nomor dua, di bawah Singapura.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis bagi siswa ditegaskan oleh
Branca (1980) dalam Syaiful (2012) yang mengatakan bahwa
1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum
pengajaran matematikabahkan sebagai jantungnya matematika; 2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika
3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam
belajar matematika.
Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan pemecahan masalah
matematis hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT). Untuk memperoleh kemampuan
pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan
berbagai masalah. Fakta di lapangan yang menunjukkan kemampuan pemecahan masalah
11
bahwa Indonesia termasuk salah satu negara peserta PISA. Distribusi kemampuan
matematis siwa dalam PISA adalah level 1 (sebanyak 49,7% siswa); level 2 (sebanyak
25,9% siswa); level 3 (sebanyak 15,5% siswa); level 4 (sebanyak 6,6% siswa) dan level 5
(sebanyak 2,3% siswa). Pada level 1 ini siswa hanya mampu menyelesaikan persoalan
matematika yang memerlukan satu langkah. Secara proporsional, dari setiap 100 siswa
SMP di Indonesia hanya sekitar 3 siswa yang mencapai level 5. Dari hasil penelitian
pendahuluan yang dilakukan penulis pada siswa SMPN 6 Medan, di bawah ini akan
ditunjukkan tes kemampuan pemecahan masalah matematis:
Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Panjang tanah tersebut 8 m lebih besar daripada lebarnya. Jika keliling tanah 44 m, maka:
a) buatlah model matematika dari keterangan diatas. b) tentukan luas tanah petani tersebut
Gambar 1.2. Contoh hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis Contoh di atas ditanggapi penulis bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan
dalam menjawab soal tersebut. Ini terlihat dari 35 lembar jawaban siswa, ada siswa yang
tidak mengetahui apa yang diketahui, ada siswa sulit mengemukakan ide matematikanya
secara tulisan, ada siswa ditemukan kesalahan dalam menafsirkan soal, menuliskan simbol
dan menjawab dengan bahasa matematika serta jawaban yang disampaikan oleh siswa
sering kurang terstruktur sehingga sulit dipahami oleh guru maupun temannya, akibatnya
Dalam hal ini siswa belum dapat
menerapkan konsep diketahui,
ditanya dan peneyelesaian
hasil tes siswa dibawah nilai rata-rata 50 dengan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa cukup rendah.
Selain kemampuan pemecahan masalah matematis, keterampilan berpikir kritis
juga merupakan salah satu point penting dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di
sekolah. Pentingnya keterampilan berpikir kritis dilatihkan kepada siswa, didukung oleh
visi pendidikan matematika yang mempunyai dua arah pengembangan, yaitu memenuhi
kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Visi pertama untuk kebutuhan masa kini,
pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman konsep-konsep yang diperlukan
untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lain. Visi kedua untuk
kebutuhan masa yang akan datang atau mengarah ke masa depan, mempunyai arti lebih
luas, yaitu pembelajaran matematika memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis,
kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka, yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari serta untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Menyikapi
betapa pentingnya keterampilan berpikir kritis sudah seharusnya dikembangkan serta
mendapatkan perhatian dari tenaga pengajar. Akan tetapi kenyataannya di lapangan
keterampilan ini justru dikesampingkan serta kurang mendapatkan perhatian sebab selama
ini guru hanya mengutamakan logika dan kemampuan komputasi sehingga keterampilan
berpikir kritis dianggap bukanlah suatu yang penting dalam proses pembelajaran
matematika.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, anak usia SMP (12-15 tahun)
belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak, dalam pembelajarannya kehadiran benda-benda
konkrit masih diperlukan. Meski begitu harus pula mulai dikenalkan benda-benda semi
konkrit. Namun pada level SMP ini, anak sudah mulai dapat menangkap maksud dari suatu
13
menganalisa secara sederhana keterkaitan antar subjek permasalahan. Di sinilah peran
berpikir kritis bagi anak usia SMP tersebut, yang dalam hal ini mengacu pada pendapat
Piaget (mengenai ciri-ciri kemampuan kognitif anak pada level SMP), telah dapat
diterapkan. Pembelajaran matematika hanya dilakukan untuk mentransfer ilmu
pengetahuan dari guru ke siswa tanpa memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa
untuk membangun pengetahuannya sendiri. Materi matematika dan keterampilan berpikir
kritis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena materi matematika dipahami
melalui berpikir kritis, dan berpikir kritis dilatih melalui belajar matematika. Namun
kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah cenderung kurang
memperhatikan keterampilan berpikir kritis. Sebagian kalangan menganggap berpikir ktitis
hanya diperuntukkan kelompok tertentu saja, yaitu mereka yang belajar filsafat dan yang
memiliki IQ tinggi (genius). Sudah saatnya kita mengubah pandangan bahwa berpikir kritis
adalah sesuatu yang sulit dan esoteris yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang
memiliki IQ tinggi (genius). Padahal, berpikir kritis dapat dilakukan oleh setiap orang dan
bukan merupakan sesuatu yang sulit.
Pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis penting
untuk dimiliki oleh setiap individu yang dapat dilatihkan melalui pembelajaran di sekolah,
khususnya melalui pembelajaran matematika. Dengan melatih berpikir kritis secara terus
menerus pada siswa melalui pembelajaran matematika, maka berpikir kritis dapat menjadi
suatu kebiasaan yang dilakukan siswa dalam kehidupannya. Orang yang berketerampilan
pikir kritis adalah orang yang bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya dalam
kehidupan dan kelak mempengaruhi hidupnya. Sedangkan orang yang tidak berpikir kritis,
ia tidak dapat memutuskan untuk dirinya sendiri apa yang harus dipikirkan, apa yang harus
meniru orang lain, mengadopsi keyakinan dan menerima kesimpulan orang lain dengan
pasif.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan penulis di SMPN 6
Medan melalui wawancara dengan guru matematika, pembelajaran di kelas jarang
ditujukan untuk melatih keterampilan berpikir kritis siswa. Di bawah ini akan ditunjukkan
tes keterampilan berpikir kritis matematis:
Pada sebuah taman berbentuk jajargenjang dengan ukuran alas 20 meter, dan terdapat kolam renang berukuran 12x12 m2. Disamping kiri
dan kanan kolam renang terdapat dua buah segitiga.
a) Bagaimana cara menentukan luas dua buah segitiga samping kiri dankanan kolam renang?
b) Hitunglah berapakah luas dua buah segitiga samping kiri dan kanankolam renang?
Gambar 1.3. Contoh hasil tes keterampilan berpikir kritis
Contoh tersebut ditanggapi penulis bahwa banyak siswa yang menjawab tidak
lengkap, ada siswa yang salah dalam perhitungan, bahkan ada juga siswa yang tidak
menuliskan jawabannyasama sekali, akibatnya guru cukup kewalahan dalam
menyampaikan maksud soal tersebut dengan cara mengidentifikasi unsur-unsur yang
diketahui dan unsur-unsur yang ditanya, merumuskan apa yang diketahui dari soal
tersebut, menemukan rumus yang digunakan dan rencana penyelesaian Hal ini
menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis matematis cukup rendah.
Salah satu materi yang diajarkan di kelas VII SMP adalah persamaan dan
pertidaksamaan linier satu variabel. Dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan
15
penulis dengan melihat daftar kumpulan nilai (DKN) serta hasil rapor bulanan siswa kelas
VII SMP Negeri 6 Medan tahun 2015 yang terkait dengan materi persamaan dan
pertidaksamaan linier satu variabel, diperoleh hasil yang memprihatinkan. Persamaan dan
pertidaksamaan linier satu variabel merupakan salah satu materi ajar yang termuat dalam
Standar Kompetensi (SK) mata pelajaran matematika SMP/MTs. SK yang berkaitan
dengan persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel adalah memahami dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah melalui pengalaman belajar. Kompetensi
Dasar (KD) yang divisualisasikan adalah menyelesaikan persamaan linier, membuat model
matematika dan penafsirannya. KD ini erat kaitannya dengan penyajian benda-benda nyata
yang disajikan dalam pembelajaran. Aplikasi materi ajar ini banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari dan banyak digunakan dalam disiplin ilmu lain. Persamaan dan
pertidaksamaan linier satu variabel selain diberikan di SD, SMP, dan SMA juga diberikan
di Perguruan Tinggi. Hal ini berarti konsep-konsep, prinsip dan aturan-aturan dalam
persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel harus benar-benar dipahami dan
dikuasai oleh siswa secara jelas.
Berdasarkan perihal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian yang berkaitan dengan pengembangan perangkat pembelajaran sesuai dengan
kondisi yang diharapkan pada masa akan datang. Penelitian ini diberi judul
“Pengembangan LKS berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkanlatar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, yang menjadi
identifikasi masalah adalah sebagai berikut:
1. Belum ada perangkat pembelajaran yang berbasis pendekatan saintifik yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan keterampilan berpikir
kritis siswa dalam proses pembelajaran.
2. Guru menggunakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
pendekatan-pendekatan pembelajaran yang inovatif (hanya yang tertulis di RPP) namun belum di
implementasikan dengan baik dan benar.
3. Banyak buku yang hanya berisikan konsep, aturan-aturan, dan rumus-rumus
matematika yang kurang melatih siswa.
4. Sebagian besar guru menggunakan LKS hanya berisikan soal yang membosankan bagi
siswa yang harus dikerjakan secara tertulis.
5. Nilai prestasi belajar matematika siswa masih rendah.
6. Respon siswa terhadap matematika masih rendah.
7. Strategi pembelajaran matematika kurang relevan dengan tujuan pembelajaran.
8. Siswa belum mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis
dan keterampilan berpikir kritis.
9. Siswa belum mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari
terutama pembelajaran matematika di sekolah-sekolah saat ini masih cenderung
menerapkan pembelajaran konvensional.
10. Sebagian besar siswa belum mampu menguasai aktivitas sains seperti mengamati,
17
1.3 Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada:
1. Siswa kelas VII semester 1 tahun ajaran 2015/2016 di SMP Negeri 6 Medan.
2. Perangkat yang dikembangkan berupa Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Buku Guru (BG), dan Buku Siswa (BS), serta Lembar Kegiatan Siswa (LKS).
3. Pengembangan LKS berbasis pendekatan saintifik.
4. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di SMP Negeri 6 Medan.
5. Kemampuan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP Negeri 6 Medan.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana keefektifan penggunaan perangkat pembelajaran khususnya LKS berbasis
pendekatan saintifik yang telah dikembangkan?
2. Bagaimana hasil/produk pengembangan perangkat pembelajaran khususnya LKS yang
valid berbasis pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematis dan keterampilan berpikir kritis siswa di SMPN 6 Medan?
3. Bagaimana respon siswa terhadap perangkat pembelajaran khususnya LKS berbasis
pendekatan saintifik yang telah dikembangkan?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan penelitian adalah:
1. Mendeskripsikan keefektifan perangkat pembelajaran khususnya LKS berbasis
2. Menghasilkan produk pengembangan perangkat pembelajaran yang valid berbasis
pendekatan saintifik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis
dan keterampilan berpikir kritis siswa di SMPN 6 Medan.
3. Mendeskripsikan respon siswa terhadap perangkat pembelajaran berbasis pendekatan
saintifik yang telah dikembangkan.
1.6 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, yang menjadi manfaat penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkat pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik yang dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
3. Bagi lembaga terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah contoh bagi
pengembangan perangkat pembelajaran yang dapat digunakan pada masa yang akan
datang.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu rujukan yang relevan untuk
penelitian selanjutnya.
1.7 Defenisi Operasional
Berdasarkan manfaat penelitian tersebut, yang menjadi defenisi operasional adalah:
1. Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan sumber belajar sebagai alat pendukung
19
pembelajaran yang dimaksud berupa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Lembar Kerja Siswa (LKS), buku guru dan buku siswa, dan tes kemampuan belajar.
2. Pengembangan perangkat pembelajaran adalah proses untuk menghasilkan produk
perangkat pembelajaran yang baik, sesuai dengan langkah-langkah pada model
pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan pembelajaran Thiagarajan
(model 4D: define, design, development, dan disseminate). Perangkat pembelajaran
yang dikatakan baik apabila tim validator (ahli dan praktisi) menyatakan perangkat
yang dikembangkan valid (didasarkan pada rasional teoritik yang kuat dan terdapat
konsistensi di antara komponen-komponen perangkat secara internal), dan dalam
pelaksanaan uji coba perangkat memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu: (a) aktifitas
siswa selama pembelajaran sesuai dengan batas toleransi waktu ideal; (b) siswa
memberikan respon yang positif terhadap komponen-komponen perangkat
pembelajaran; serta (c) tes hasil belajar valid.
3. Ukuran keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan kriteria:
i) 80% siswa yang mengikuti tes kemampuan matematis berkemampuan minimal
sedang, ii) aktivitas siswa selama kegiatan belajar memenuhi kriteria waktu ideal yang
ditetapkan, iii) 80% siswa memberikan respon yang positip terhadap
komponen-komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
dikatakan efektif jika ketiga indikator tersebut terpenuhi.
4. Pada dasarnya pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran tercapai.
Tujuan akan tercapai jika siswa aktif membangun pengetahuannya dalam
pembelajaran. Dengan demikian keefektifan juga dipengaruhi oleh aktifitas, siswa
secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian, penemuan informasi atau
5. Pendekatan saintifik adalah pendekatan berbasis proses keilmuan, berdasarkan
langkah-langkah yaitu: (1) mengamati, (2) menanya, (3) mengumpulkan
informasi/eksperimen, (4) mengasosiasikan informasi, (5) mengkomunikasikan dan
(6) membentuk jejaring
6. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah salah satu kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan
jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu: (1) memahami
masalah, (2) merencanakan penyelesaian/memilih strategi penyelesaian yang sesuai,
(3) menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi yang direncanakan, dan (4)
memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.
7. Keterampilan berpikir kritis adalah salah satu bagian keterampilan berpikir, yang
berhubungan dengan apa yang seharusnya dipercaya atau dilakukan di setiap situasi
atau peristiwa, berdasarkan langkah-langkah yaitu: (1) identifikasi, (2) generalisasi, (3)
analisis dan (4) memecahkan masalah.
8. Persamaan linier satu variabel adalah kalimat terbuka yang dihubungkan oleh tanda
sama dengan (=) dan hanya mempunyai satu variabel berpangkat satu. Bentuk umum
persamaan linier satu variabel adalah ax + b = 0 dengan a ≠ 0.
9. Pertidaksamaan linier satu variabel adalah kalimat terbuka yang yang dihubungkan
oleh tanda ketidaksamaan (<, >, , atau ) dan hanya mempunyai satu variabel dan
berpangkat satu.
10. Respon siswa adalah pendapat senang-tidak senang, baru-tidak baru, terhadap
komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti pembelajaran pada
kegiatan pembelajaran berikutnya, komentar siswa terhadap keterbacaan dan
175
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid dengan rata-rata total validitas RPP
sebesar 4,41; LKS sebesar 4,37; buku guru sebesar 4,38 dan buku siswa sebesar 4,38.
2. Untuk menentukan LKS berbasis pendekatan saintifik telah memenuhi kepraktisan maka
ditinjau dari kriteria keterlaksanaan perangkat dan respon siswa. Sedemikian hingga
penulis perlu meminta pertimbangan para ahli baik dosen dan guru serta pengamat.
a) Pada uji coba I diperoleh rerata realisasi keterlaksanaan perangkat sebesar 72,3 dengan
kategori tinggi dan pada uji coba II diperoleh rerata realisasi keterlaksanaan perangkat
sebesar 85,75 dengan kategori sangat tinggi.
b) Pada uji coba I diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 91%, dan pada uji coba II
diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 92,59% sehingga kriteria ini telah
tercapai.
3. Untuk menentukan LKS berbasis pendekatan saintifik telah memenuhi efektif maka
ditinjau dari kriteria ketercapaian ketuntasan belajar siswa dan respon siswa.
a) Pada uji coba I diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 91,06%, dan pada uji
coba II diperoleh rerata total respon positif siswa sebesar 94,79% sehingga kriteria ini
telah tercapai.
b) Rata-rata pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis pada uji coba I sebesar
2,71 meningkat menjadi 3,00 pada uji coba II dan rata-rata pencapaian keterampilan
berpikir kritis matematis pada uji coba I sebesar 3,21 meningkat menjadi 3,32 pada uji
B. Saran
1. Sebaiknya siswa menggunakan LKS berbasis pendekatan saintifik sebagai alternatif
pembelajaran.
2. Sebaiknya guru mengimplementasikan pengembangan LKS berbasis pendekatan saintifik
pada ruang lingkup yang lebih menyebar luas ke sekolah lainnya.
3. Sebaiknya pembaca, para praktisi pendidikan dan peneliti selanjutnya untuk melakukan