• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS: KAJIAN ANTROPOGI SASTRA SKRIPSI OLEH HANGGANA BOANGMANALU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS: KAJIAN ANTROPOGI SASTRA SKRIPSI OLEH HANGGANA BOANGMANALU"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS: KAJIAN ANTROPOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH

HANGGANA BOANGMANALU 140701036

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDIRA DEKKET NANTAMPUK EMAS : KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA

SKRIPSI

HANGGANA BOANGMANALU NIM 140701036

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan telah di setujui oleh:

Pembimbing,

Dr. Drs. Hariadi Susilo, M.Si NIP 196204191987032001

Program Studi Sastra Indonesia Ketua,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP NIP 195909071987021002

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAPUK EMAS: KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA

OLEH

HANGGANA BOANG MANALU

140701036

Skripsi ini Diterima oleh Panitia Ujian Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Panitia Ujian

1. Drs. Haris Sultan Lubis, M.S.P. 1...

2. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum. 2...

3. Drs. Hariadi Susilo, M.Si. 3...

4. Prof.Dr.Ikhwanuddin Nasution,M.Si. 4 ...

5. Emma Marsella,SS,.M.Si. 5...

(4)

i

LEMBAR PERNYATAAN

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS: KAJIAN ANTROPROLOGI SASTRA

OLEH

HANGGANA BOANGMANALU 140701036

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkam oleh pihak lain, kecuali saya kutip dalam naskah ini dan dituliskan didalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang aya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar yang saya peroleh.

Medan, Maret 2021 Peneliti,

Hanggana Boangmanalu 140701036

(5)

ii

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS:KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA

OLEH

HANGGANA BOANGMANALU

ABSTRAK

Nilai budaya adalah konsep yan g hidup dalam pikiran sebagian besar manusia mengenai hal -hal yang dianggap berharga dalam kehidupan. Penelitian ini membahas mengenai nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri yan g terdapat pada cerita rak yat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan studi pustaka dan teknik simak dan catat sebagai teknik pengumpulan data. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat sepuluh nilai bud aya d alam hubungan manusia dengan dirinya sendiri pada cerita rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas yaitu :1) Disiplin 2) Kerja Keras 3) Kreatif 4) Mandiri 5) Rasa In gin Tahu 6) Menghar gai 7) Bersahabat 8) Tanggun g J awab 9) Kesetiaan 10) pengorbanan.

Kata kunci:Konsep, Nilai Budaya, Metode, dan Hasil.

(6)

iii PRAKATA

Puji dan syukur penulis samapikan kepada Tuhan karena berkat rahmat dan hidayah-nya karya tulis yang berupa skripsi ini dapat juga terselesaikan.Skripsi yang diberi judul”Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas:Kajian Antropologi Sastra”ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat S1 pada Program Studi Sastra Indonesia,Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulisan ini sangat banyak kesulitas yang penulis alami,namun berkat saran dan dukungan dari semua pihak,hambatan-hambatan itu dapat teratasi.Terwujudnya skripsi initentunya setelah menempuh perjalanan panjang serta tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada tempatnyalah penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan kepada beliau-beliau yang telah berjasa mengarahkan,membimbing,dan mendorong penulis sehingga dapat menyelesaikan studi yang ditempuh .Oleh sebab itu ,pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan menerima penulis untuk menempuh pendidikan dilembaga pendidikan tinggi yang beliau pimpin. Terimakasih atas kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang telah penulis gunakan selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas semua petunjuk yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan semua urusan adsministrasi di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

(7)

iv

3. Drs. Hariadi Susilo, M,Si. Sebagai pembimbing saya yang dengan sepenuh hati beliau telah mencurahkann seluruh perhatiannya demi kemajuan skripsi yang penulis lakukan dan memberikan saran-saran perbaikan serta motivasi untuk tetap semangat dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih atas buku bapak pembimbing saya yang menjadi paduan peneliti dan referensi untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk semua itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga dan penghargaan yang setinggi- tingginya.

4. Pak Joko sebagai staf pekerja di Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan perlengkapan penyusunan skripsi dan telah memberikan saran-saran yang banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Untuk semua itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang sedalam-dalamnya.

5. Seluruh dosen yang telah membuka mata penulis akan kekayaan khazanah budaya bangsa dan menambah wawasan cakrawala ilmu pengetahuan.

6. Teman-teman angkatan 2014, sebagai teman senasib-sepenanggungan ikut memberi sumbangan pemikiran dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat.

7. Ayahanda dan Ibunda yang senantiasa selalu berdoa untuk anaknya, sehingga ananda dapat meraih gelar sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

8. Kakanda Sudiarni Br Boangmanalu, Etty Sartika Br Boangmanalu, Astria Pasdana Br Boangmanalu, Siska Br Boangmanalu dan Merlyana Br Boangmanalu serta abang saya Mario Appes Boangmanalu, yang selalu

(8)

v

berdoa dan ikhlas berkorban dana demi adiknya serta selalu memberikan perhatiannya atas perkembangan skripsi ini.

9. Sahabat akrab penulis Sandy Marpaung, Natanael Liando, Cristian Hutagalung, Ido Sinaga, Mesi Solin, Rista Ulina Banurea, abangda Breken Bancin dan abangda Guardiamanto Manik yang selalu memberikan pandangan-pandangan, saran, motivasi atas perkembangan skripsi ini serta selalu menyemangati dan menghibur penulis ketika dalam kondisi yang membuat penulis merasa kurang semangat

10. Semua pihak yang pernah membantu penulis, terima kasih atas segala bentuk bantuannya. Kendati penulis tidak sebutkan namanya satu-persatu namun penulis tetap mengenangnya sampai akhir hayat.

(9)

vi DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 4

1.3 Rumusan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.5.2 Manfaat Peraktis ... 5

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Konsep ... 6

2.2 Landasan Teori ...6

2.1.1 Sastra ... 6

2.1.2 Nillai Budaya ... 7

2.1.3 Cerita Rakyat ... 11

2.1.4 Landasan Teori...13

2.1.5 Antropologi Sastra ... 13

2.3 Tinjauan pustaka... 16

BAB III METODE PENELITIAN... 19

(10)

vii

3.1 Metode Penelitian ... 19

3.2 Lokasi Penelitian ... 20

3.3 Waktu Penelitian ... 20

3.4 Sumber Data ...20

3.5 Metode Analisis Data ... 22

BAB IV NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERADEKKETNANTAMPUKEMAS ... 23

4.1 Ringkasan Cerita Rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas ... 23

4.1.1 Sinopsis... 23

4.2 Nilai Budaya Hubungan Manusia Dengan Dirinya Sendiri... 26

4.2.1 Nilai Disiplin ... 26

4.2.2 Nilai Tanggung Jawab... 27

4.2.3 Nilai Kesetiaan ... 27

4.2.4 Nilai Pengorbanan... 28

4.2.5 Nilai Kerja Keras... 30

4.2.6 Nilai Mandiri... 30

4.2.7 Nilai Kreatif ... 31

4.2.8 Nilai Rasa Ingin Tahu... 32

4.2.9 Nilai Menghargai... 33

4.2.10 Nilai Bersahabat ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 36

5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA... 41

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra diciptakan untuk dijadikan sebagai sebuah kebudayaan, dipahami dan dimanfaatkan oleh pembaca. Perkembangan karya sastra dari zaman ke zaman tidak luput dari populasi manusia yang semakin luas bertambah. seiring perkembangan zaman, karya sastra semakin berkembang pula.

Bahasa adalah pendukung kesusatraan, sedangkan tulisan hanya merupakan lambang-lambang pengganti bahasa (Perkamin, 1973:11). Setelah itu sebagian besar tersimpan didalam ingatan orang tua, pawing atau tukang cerita yang jumlahnya semakin berkurang dimakan usia.

Sastra memiliki nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek pada berbagai perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh.Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari masalah kesusteraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk memperkaya dan memberikan sumbangan terhadap sastra Indonesia.

Sastra daerah merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai tujuan membantu manusia untuk menyikapkan rahasia, memberi makna ekstensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran, karena sastra merupakan jalan keempat menuju kebenaran disamping agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.

(12)

2

Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia dapat dilihat dari kebudayaan daerah yang memiliki sosiologi sastra. Kebudayaan daerah itu dapat diketahui melalui prosa rakyat daerah yang merupakan bagian foklor.

Cerita rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri dikalangan masyarakat pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi kehidupannya baik dari dari segi moral, edukasi, ritual, dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada umumnya cerita prosa rakyat yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak diketahui siapa pengarangnya.

Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Selain keterbatasan memori manusia dalam mengingat, perkembangan teknologi yang semakin canggih di era globalisasi dewasa ini ikut menggeser sastra lisan masyarakat Pakpak yang memiliki nilai moral, edukasi, ritual dan struktur sosial, yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya.

Nilai yang terkandung dalam sebuah cerita rakyat biasanya menyangkut nilai moral atau nilai budaya. Menurut Koentjaraningrat (2002:40), nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Melalui cerita rakyat, masyarakat kini akan mengenal nilai-nilai budaya nenek moyang mereka.

Banyak diantara cerita rakyat mengandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur, pengalaman jiwa yang berhargadan pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang sifat-sifat baik dan buruk. Nilai-nilai budaya tersebut banyak memberikan teladan bagi masyarakat.

(13)

3

Cerita rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas merupakan salah satu cerita rakyat yang berasal dari Pakpak Bharat. Cerita rakyat ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Pakpak itu sendiri, cerita rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas menceritakan tentang kisah jaman dahulu ada seorang raja yang memiliki tujuh orang putri. Sibungsu dengan nama Nan Tampuk Emas dan sibungsu ini adalah kesayangan sang raja. Jaman dahulu bagi orang Pakpak jika tidak berlentik/berkikir gigi seorang gadis tidak akan laku atau tidak akan dipinang oleh pria, dengan alasan : “siapa yang mau digigit ?”. Sehingga raja memerintahkan ketujuh putrinya untuk pergi ke hutan mengambi kayu baja yang akan digunakan berlentik/ngikir gigi mereka.

Di tengah hutan ketika Nantampuk Emas sedang memotong kayu baja tersebut bertemu dengan seekor monyet jantan yang sangat besar yang bernama Sitagandera. Itulah yang menjadi titik awal pertemuan mereka.

Puncak permasalahan yang muncul ketika mereka turun dari hutan menuju ke rumah sang raja yang berakibatkan raja malu dan membuat sebuah masalah.

Tapi diakhir cerita raja menerima sang monyet sebagai menantunya setalah monyet sitagandera berubah menjadi sosok laki-laki yang tampan.

(14)

4 1.2 Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam suatu penelitian sangat diperlukan untuk menghindari luasnya suatu permasalahan. Hal ini dilakukan supaya peneliti tidak menyimpang dari tujuan semula. Batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada nilai budaya dalam subjek penelitian masyarakat Pakpak.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah dalam penelitian yang telah di jabarkan di atas maka yang menjadi masalah penelitian adalah:

Bagaimana nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas?.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini : 1.5.1 Manfaat Teoretis

1) Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dalam memahami hasil penelitian.

(15)

5

2) Menambah sumber referensi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan cerita rakyat.

1.5.2 Manfaat Praktis

1) Dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang cerita rakyat.

2) Dapat memberikan pengetahuan baru tentang cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas ditanah Pakpak.

(16)

6 BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

1.2 KONSEP

Aristoteles dalam bukunya “The classical theory of concepts” (dalam Brownislaw, 1967) mendefenisikan konsep merupakan penyusunan utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia.

2.2 LANDASAN TEORI 2.1.1 Sastra

Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1987:3). Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Berarti penelitian sastra dapat berfungsi bagi kepentingan di luar sastra dan kemajuan sastra itu sendiri.

Kepentingan di luar sastra, seperti agama, filsafat, dan sebagainya. Sedangkan kepentingan sastra adalah untuk meningkatkan kualitas cipta sastra. Peranan penelitian sastra bagi aspek diluar sastra dipengaruhi oleh kandungan sastra sebagai dokumen zaman. Di dalamnya, karya sastra akan menjadi aksi sejarah yang dapat mengembangkan ilmu lain. Penelitian sastra tidak semata-mata mengandalkan nalar, tetapi juga perlu penghayatan mendalam

.

Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, disamping itu juga berpengaruh positif terhadap pembinaan dan pengembangan sastra itu sendiri (Tuloli,1990:902). Tujuan dan peranan penelitian sastra adalah untuk memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya (Pradopo,1990:942).Soemardjo (1975:15) mengatakan sastra bukan hanya

(17)

7

mengejar bentuk ungkapan yang indah, tapi juga menyangkut masalah isi ungkapan, bahasa ungkapan dan nilai ekspresi.

2.1.2 Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan konsep hidup di dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus di anggap sangat bernilai dalam kehidupan. Sistem kebudayaan terdiri atas nilai budaya berupa gagasan yang sangat berharga bagi proses kehidupan. Oleh karna itu, nilai budaya dapat menentukan karakteristik suatu lingkungan kebudayaan di mana nilai tersebut dianut. Nilai budaya secara langsung atau tidak langsung tentu akan diwarnai oleh tindakan-tindakan masyarakatnya serta produk kebudayaan yang bersifat materil (Koentjaraningrat,2002:41).

Djamaris (dalam Susilo, 2018:45) mengatakan bahwa nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau adat. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Susilo (2018:100) nilai budaya itu dikelompokkan berdasarkan lima kategori hubungan manusia, yaitu (1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3)Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (4) Nilai budaya hubungan manusia dengan orang lain dan, (5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

(18)

8

Selanjutnya Djames dkk. Menjelaskan nilai budaya tersebut, yaitu sebagai berikut

(1) Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Tuhan

Perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, adalah hubungan yang paling mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini. Berbagai cara dan bentuk dilakukan manusia untuk menunjukkan cinta kasih mereka kepada Tuhan karena mereka ingin kembali dan bersatu dengan Tuhan. Nilai yang menonjol hubungan manusia dengan Tuhan adalah nilai ketakwaan, suka berdoa, dan bersarah diri.

(2) Nilai Budaya Dalam Hubungan Manusia Dengan Alam

Alam merupakan kesatuan kehidupan manusia dimana pun dia berada.

Lingkungan ini membentuk, mewarnai, atau pun menjadi objek timbulnya ide-ide dan pola pikir manusia. Manusia memandang alam karena masing-masing kebudayaan memiliki presepsi yang berbeda tentang alam. Ada kebudayaan yang memandang alam sebagai kebudayaan yang dahsyat, ada pula kebudayaan memandang alam untuk di tahlukkan manusia, dan ada kebudayaan lain yang menganggap manusia hanya bisa berusaha mencari kesalahan dengan alam. Nilai menonjol dalam hubungan manusia dengan alam adalah nilai penyatuan dan pemanfaatan alam.

(19)

9

(3) Nilai Budaya Dalam Hubungan Manusia Dengan Masyarakat

Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat adalah nilai- nilai yang berhubungan dengan kepentingan para anggota masyarakat sebagai individu, sebagai pribadi. Individu atau perseorangan berusaha memiliki nilai- nilai yang ada dalam masyarakat karena dia berusaha mengelompokkan diri dengan anggota masyarakat yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama bukan kepentingan dirisendiri. Kepentingan yang diutamakan dalam kelompok atau masyarakat adalah kebersamaan.

(4) Nilai Budaya Hubungan Manusia Dengan Orang Lain

Sebagaimana telah dinyatakan dalam nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat bahwa manusia adalah makhluk sosial pada dasarnya hidup dalam kesatuan kolektif, manusia dipastikan selalu berhubungan dengan manusia lain. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain adalah nilai keramahan dan kesopanan, penyantun/kasih sayang, kesetiaan dan kepatuhan kepada orang tua.

(5) Nilai Budaya Dalam Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya. Di samping itu, manusia juga merupakan makhluk individu yang mempunyai keinginan pribadi untuk meraih kepuasan dan ketenangan hidup, baik lahiriah dan batiniah. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri adalah harga diri, kerja keras, kerendahan hati, bertanggung jawab, dan menuntut ilmu.

(20)

10

Kelima masalah pokok yang terjadi dalam kehidupan manusia di atas membentuk suatu kebudayaan tersendiri dan melahirkan nilai-nilai secara tidak sengaja akan terbentuk dalam masyarakat dan nilai-nilai itu akan di jadikan panutan dari satu generasi ke generasi berikutnya sehinnga di anggap suatu yang bernilai. Hal itu terjadi karna nilai-nilai itu sudah menjadi konsep yang hidup dalam alam pikiran masyarakat akan segala hal yang di anggap amat bernilai dalam hidup.

Nilai budaya yang akan menjadi titik fokus penelitian ini adalah Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri. Manusia adalah mahluk sosial yang sangat membutuhkan kebutuhan orang lain didalam hidupnya.

Disamping itu manusia juga mahluk individu yang memiliki keinginan pribadi untuk meraih kepuasan dan ketenangan hidup, baik lahiriah maupun batiniah.

Adapun keinginan yang di raih manusia itu antara lain adalah Keberhasilan, Kemuliaan, Kebahagiaan, Ketentraman, Kemerdekan, Kedamaian, Keselamatan dan Kesempurnaan yang sangat di tentukan oleh kearifan manusia menjaga keselarasan hubungan antara sesama manusia. Nilai budaya yang termasuk dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri adalah: 1) Nilai Disiplin 2) Nilai Kerja Keras 3) Nilai Kreatif 4) Nilai Mandiri 5) Nilai Rasa Ingin Tahu 6) Nilai Menghargai 7) Nilai Bersahabat 8) Nilai Tanggung Jawab 9) Nilai Kesetiaan 10) Nilai Pengorbanan (Djamaris dkk,1996:6-7).

(21)

11 2.1.3 Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas disetiap bangsa yang mempunyai kultur budaya yang beraneka ragam yang mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya cerita rakyat ini mengisahkan mengenai suatu kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Tokoh-tokoh yang dimunculkan dalam cerita rakyat umumnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia dan dewa.

Bagi masyarakat Pakpak untuk menyebut wilayah Pakpak, biasanya dengan sebutan "Tanoh Pakpak". Wilayah Pakpak tersebar di beberapa kabupaten di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darusalam. Berdasarkan dialek dan daerah asal tradisioanalnya, wilayah Pakpak terbagi menjadi 5 sub, (pakpak : suak), yaitu :

1. Suak simsim, yaitu orang pakpak yang tinggal di kabupaten Pakpak Bharat yang menjadi daerah simsim. Marga yang berasal dari suak simsim antara lain : Marga Berutu, Bancin, Padang, Solin, Sinamo, Manik, Cibro, Banurea, Boangmanalu, Lembeng, Sitakar, Kabeaken, Tinendung, Munthe, dan sebagainya.

2. Suak keppas, yaitu orang Pakpak yang berasal dari wilayah keppas yang berada di beberapa kecamatan di kabupaten Dairi. Marga yang berasal dari suak ini yaitu : marga Ujung, Bintang, Bako, Berampu, Pasi, Maha, Angkat, Capah, Saraan, dan lain-lain.

3. Suakpegagan, yaitu orang pakpak yang berasal dari pegagan yang berada di kabupaten Dairi. Marga yang berasal dari suakpegagan ini yaitu marga

(22)

12

Lingga, Mataniari, Kaloko, Manik, Sikettang, Maibang, Munthe dan lain Sebagainya.

4. Suakkelasen, yakni orang pakpak yang berasal dari wilayah kelasen yang terdapat di wilayah kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Marga-marga yang berasal dari suak ini adalah marga Tinambunen, Tumangger, Anakampun, Gajah, Berasa, Kesogihen, Sikettang, Meka, Turuten, Ceun, Pinayungen, Mungkur, dan lain-lain.

5. Suak boang, yaitu orang pakpak yang berasal dari wilayah Boang yang berada di provinsi Nengroe Aceh Darusalam. Marga- marga yang berasal dari suak boang yaitu marga Sambo, Saraan, Penarik, Manik, dan juga Bancin, Berutu, Boangmanalu, dan sebagainya (Berutu, 1994;1998 dalam buku Lister Berutu adat dan tata cara perkawinan masyarakat pakpak).

Komunitas terkecil pada suku Pakpak disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh, merupakan bagian dari Kuta yang dihuni oleh klan kecil, dan Kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klan besar (marga) tertentu, yang dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klan (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar

(23)

13

marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest).

2.1.4 Landasan Teori

Landasan teori adalah seperangkat defenisi, konsep serta proposisi yang telah disusun rapi serta sisematis tentang fariabel-fariabel dalam sebuah peneitian.

Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan.

2.1.5 Antropologi sastra

Penelitian ini merupakan teori antropologi sastra. Antropologi sastra menjadi salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah hubungan antara sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. Kajian antropologi sastra adalah menelaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya dengan konsep atau konteks situasi sosial budayanya.

Hadirnya kajian antropologi sastra merupakan salah satu upaya melacak keterhubungan unsur-unsur kebudayaan universal di dalam sebuah karya sastra.

Secara harafiah, sastra merupaklan alat untuk mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi yang baik, sedangkan kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran dan tingkah laku. Jadi, sastra dan kebudayaan berbagi wilayah yang sama, aktivitas manusia, tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas (sebagai kemampuan

(24)

14

emosionalitas), sedangkan kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal, sebagai kemampuan intelektualitas. Kebudayaan mengolah alam hasilnya adalah perumahan, pertanian, hutan dan sebagainya. Sedangkan sastra mengolah alam melalui kemampuan tulisan, membangun dunia baru sebagai „dunia dalam kata‟, hasilnya adalah jenis-jenis karya sastra, seperti puisi, novel, drama,cerita-cerita rakyat dan sebagainya (Ratna, 2011:7).

Antropologi sastra memiliki konteks yaitu sastra dan antropologi. Sastra adalah karya yang merefleksikan budaya tertentu. Secara umum antropologi diartikan sebagai suatu pengetahuan atau penelitian terhadap sikap dan perilaku manusia. Antropologi melihat semua aspek budaya manusia dan masyarakat sebagai kelompok variabel yang berinteraksi, sedangkan sastra menjadi identitas suatu bangsa. Sastra merupakan pantulan hidup manusia secara simbolis. Simbol- simbol budaya sastra dapat dikaji melalui cabang antropologi sastra. Sebagai rekaman budaya, sastra layak dipahami lewat antropologi sastra. Sastra adalah warisan budaya yang memuat pola-pola kehidupan masyarakat. Antropologi sastra akan memburu makna sebuah ekspresi budaya dalam sastra. Sastra dipahami sebagai potret budaya yang lahir secara estetis. Oleh karena itu, konteks budaya dalam sastra menjadi ciri khas antropologi sastra (Endaswara, 2013:3) Ciri khas antropologi sastra adalah aspek kebudayaan, khususnya masa lampau. Dikaitkan dengan masa lampau tersebut, antropologi sastra diperlukan dengan pertimbangan kekayaan kebudayaan seperti yang diwariskan oleh nenek moyang. Antropologi sastra lebih banyak dikaitkan dengan keberadaan masa lampau tetapi masa yang dimaksudkan bukan ruang dan waktu, namun isinya

(25)

15 (Ratna,2011:359-360).

Walau pun dikaitkan dengan masa lampau, karya sastra dalam konteks kebudayaan memiliki banyak manfaat yang mencerminkan nilai yang dapat membangun karakter bangsa. Antropologi sastra memiliki tugas mengungkapkan nilai sebagai salah satu wujud kebudayan, khususnya kebudayaan tertentu masyarakat tertentu (Ratna, 2011: 41).

Analisis antropologi sastra mengungkap hal-hal, antara lain (1) kebiasaan- kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta sastra. Kebiasaan leluhur melakukan tradisi seperti mengucap mantra-mantra dan lain-lain, (2) kajian akan mengungkap akar tradisi atau subkultur serta kepercayaan seorang penulis yang terpantul dalam karya sastra. Dalam kaitan tema-tema tradisional yang diwariskan turun temurun akan menjadi perhatian tersendiri, (3) kajian juga dapat diarahkan pada aspek penikmat sastra etnografis, mengapa meeka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya,(4) kajian di arahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra tersebut,dan (5) kajian juga di arahkan terhadap simbol mitologi dan ola pikir masyarakat (Endaswara, 2013:111).

(26)

16 2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berfungsi untuk memaparkan penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Penelitian cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas sudah pernah diliti oleh Rida Lila Bancin (2018), mahasiswa Universitas Sumatera Utara dalam skripsinya yang berjudul

“cerita rakyat Pakpak turi-turin Sitagandera Dekket Nantampuk Emas: kajian sosiosastra, cerita tersebut memiliki pesan moral bahwa kesabaran akan membuahkan hasil. Dalam cerita tersebut juga terdapat mitos yang membumbui dan menghiasi cerita tersebut sehingga menarik untuk didengarkan.

Penulis juga mengambil referensi buku dari Dr. Hariadi Susilo, M.Si (2018), “Nilai Budaya Dalam Karya Sastra Daerah Kabupaten Karo Sebagai Bacaan Pembentukan Mental Budaya”, yang membahas tentang nilai-nilai budaya masyarakat Karo baik nilai budaya hubungan manusia dengan Tuhan, nilai religius, dengan alam, manusia dengan lingkungan dan lain-lan.

Dari buku dan juga skripsi tersebut, hubungan antara fakta dan mitos memiliki keterkaitan yang tak dapat dipisahkan. Tetapi mengenai cerita rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas belum ada peneliti yang secara khusus membahas mengenai nilai budaya yang dianalisis dengan teori antropologi sastra.

Peneltian tentang sastra lisan di kabupaten Simalungun sudah pernah dilakukan oleh Damanik dkk. Dan hasil penelitian mereka telah dibuktikan berjudul Sastra Lisan Simalungun (1986). Penelitian itu mengkhususkan pada sastra lisan Simalungun. Hasil penelitian Damanik dkk menyatakan bahwa jenis sastra lisan yang ditemukan yang berbentuk prosa adalah mite, legenda dan

(27)

17

dongeng sedangkan yang berbentuk puisi adalah umpasa (pantun) dan hutinta (teka-teki) yang berhasil di catat berjumlah 38 buah cerita dalam bahasa indonesia dan puisi umpasa (pantuna) dan hunita (teka-teki) yang berhasil dicatat berjumlah enam buah dalam bahasa simalungun yang kemudian cerita-cerita itu di terjemahkan dan ditranskipkan.

Penelitian tentang nilai budaya sudah pernah di lakukan oleh Djamaris dkk. Dan hasil penelitian mereka telah dibukukan berjudul Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera (1993) dan Nilai dlam beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Kalimantan (1996).

Penelitian ini mengkhususkan meneliti karya sastra dengan menganalisis nilai budaya dalam karya-karya sastra di Nusantara seperti daerah Sumatera dan Kalimantan. Hasil penelitian Djamaris dkk menyatakan bahwa nilai budaya terbagi lima kelompok besar yaitu, (1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, (2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam, (3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (4) Nilai budaya hubungan manusia dengan orang lain dan (5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Adapun nilai budaya diteliti dengan menggunakan karya-karya sastra daerah Sumatera yaitu dari daerah Sumatera Utara, Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kemudian dari kalimantan yaitu, dari daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Ayuningtias (2015) mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah sukarta dalam tesisnya berjudul “Nilai Budaya pada Novel Gugur Bunga kedaton karya Wahyu H.R: Kajian Antropologi Sastra”

(28)

18

mendeskripsikan nilai kebudayaan yang terdapat dalam novel Gugur Bunga Kedaton dengan menggunakan teori yang di paparkan oleh Djamaris. Penelitian ini menggunakan metode heuristik dan hermeneutik. Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam novel tersebut terdapat lima nilai budaya yaitu, nilai budaya hubungan manusia dengan tuhan yang terdiri dari nilai ketakwaan, iman kepada takdir, bersyukur, dan keridaan. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan orang lain yang terdiri dari nilai kasih sayang, kesetiaan, dan kebijaksanaan. Nilai budaya hubungan manusia dengan masyarakat yaitu nilai musyawarah, gotong-royong, keselarasan, dan solidaritas, nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam dan nilai manusia yang menakhlukan alam.

Nilai hubungan manusia dengan dirinya sendiri yaitu nilai kemauan keras, menuntut ilmu, menghayati adat dan agama, keberanian, dan kewaspadaan.

(29)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

Meteologi adalah ilmu-ilmu/cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji. Metodologi tersusun dari cara-cara yang terstruktur untuk memperoleh ilmu.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan.

Jadi metode penelitian adalah ilmu mengenai suatu cara yang dilaksanakan untuk mencapai suatu pembahasan.

3.1 Metode penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah Metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Alasan penulis menggunakan metode ini karena sumber utama metode penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

(30)

20 3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah kabupaten Pakpak Bharat kecamatan Kerajaan desa Sukarame

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada saat proposal skripsi ini telah disetujui untuk dilanjutkan dan dikaji.

3.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat di peroleh dalam penelitian sumber data penulis menggunakan data primer dan skunder. data primer adalah data yang di peroleh peneliti langsung (dari tangan pertama). Sedangkan data skunder ialah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada, penulis memperoleh data dari buku-buku yang mengandung

(31)

21

tentang cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas.

Ada pun Sumber Data dari penelitian ini yakni:

1.Judul :Sukuten Sitagandera Dekket Nantampuk Emas (diceritakan kembali oleh R.Maibang,BA) 2.Penerbit :Badan perpustakaan Arsip dan Dokumentasi

Provinsi Sumatera Utara 3.Tebal buku :35 halaman

4.Ukuran :12x15cm

5.Cetakan :Cetakan pertama 6.Tahun :2009

7.Warna Buku: hijau kuning

8.Gambar Sampul:

9.Desain Sampul: Lister Berutu

(32)

22 3.5 Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah hal yang terpenting dalam sebuah penelitian.

Tanpa adanya analisis data, maka kebenaran sebuah penelitian masih diragukan.

Karena dengan adanya analisis datalah penelitian itu akan menghasilkan hasil penelitian yang akurat. Menentukan metode analisis data dalam sebuah penelitian adalah suatu hal yang wajib, dan penentuannya berdasarkan jenis penelitian yang dilakukan.

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode antropologi sastra. Metode antropologi sastra digunakan untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas, dan pandangan masyarakat Desa Sukarame terhadap cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas.

(33)

23 BAB IV

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT SITAGANDERA DEKKET NANTAMPUK EMAS

4.1 Ringkasan Cerita Rakyat Sitagandera Dekket Nantampuk Emas 4.1.1 Sinopsis

Berawal dari seorang raja yang mempunyai tujuh orang putri, dan sibungsu bernama Nantampuk Emas. Ketika hari anggara peltak tiba saatnya, mereka disuruh ke hutan untuk mencari kayu baja masing-masing. Pesan raja kepada keenam putrinya untuk tidak memilih-milih kayu baja ataupun tidak ditentukan, kecuali untuk Nantampuk Emas, dia harus memotong kayu baja tunggal sambil berdoa dengan hati yang tulus.

Dan dia berjumpa dengan seekor monyet yang membantu Nantampuk Emas mengangkat kayu baja dan diberi nama Sitagandera. Mulailah si monyet atau Sitagandera mencoba mengambil hati Nantampuk Emas dengan segala cara hingga akhirnya hati Nantampuk Emas luluh dan mereka membuat sebuah perjanjian.

Mereka berdua tinggal dihutan yaitu dibukit Si Pitu Cundut, dan Nantampuk Emas mengajari Sitagandera bagaimana adat manusia selama satu tahun tinggal dihutan. Sehingga timbul rasa rindu Nantampuk Emas kepada ayah dan ibunya.

Segala curahan hatinya disampaikan lewat nangen (keluhan yang dinyanyikan seperti menangis). Sitagandera selalu setia menemani dan mencarikan buah- buahan untuk Nantampuk Emas.

(34)

24

Nantampuk Emas menyarankan kepada Sitagandera untuk mengambil baju merapi-api dan sarung belaian dan kain oleh sori-sori sampur dari istana. Setelah mendapat apa yang mereka inginkan, Sitagandera kembali ke hutan dan memperlihatkan apa yang telah didapatkannya sehingga memuaskan hati Nantampuk Emas.

Dan hari kembali ke istana telah tiba, dan Nantampuk Emas melihat ayahnya semakin tua dan ibunya yang sudah lumpuh dan tidak bergerak karena setiap hari menangisi Nantampuk Emas yang dikira telah meninggal. Nantampuk Emas sampai di istana dan langsung memeluk ibunya, dan kemudian dia menceritakan bahwa pasangannya adalah monyet. Raja dan ibunya menyetujui dan menerima kedatangan Sitagandera ke istana. Raja pun menyambut menantunya sesuai dengan adat Pakpak.

Dan Sitagandera membuat ulah dan tingkah layaknya dihutan, makanan di jatuhkan, buah-buahan dibuang, dan kesabaran Nantampuk Emas pun mulai berkurang. Nantampuk Emas pun mulai lagi melantukan nangenya untuk mengingatkan Sitagandera, dan Sitagandera pun berhenti bertingkah.

Raja menyusun rencana untuk membunuh Sitagandera, akhirnya Nantampuk Emas disuruh ke sungai untuk mengambil air, dan Sitagandera disuruh ke dapur, dimana raja sudah menyiapkan 2 anjing ganas yang ditutupi oleh sarung untuk membunuh Sitagandera dan dia mati. Nantampuk Emas melihat mayat Sitagandera terletak dikandang ayam tepatnya dibelakang istana dan membawanya ke ruangan atas istana tempat Nantampuk Emas dan meletakkan Sitagandera diatas tikar adat berwarna putih dan dengan tujuh lembar sirih selama

(35)

25

tujuh hari tujuh malam. Pada hari yang ke tujuh Sitagandera pun hidup kembali oleh dengan cinta dan kasih sayang Nantampuk Emas.

Dan muncullah tiba-tiba seorang ibu tua yang mandul dihadapan mereka dan menceritakan derita yang dirasakan karena tidak memiliki seorang anak.

Mereka memanggilnya nenek, dan nenek itupun menyuruh Sitagandera untuk membawa tiga lembar sirih dan pergi kesungai tujuh aliran dengan syarat jika ada yang bertanya mau kemana tidak perlu dijawab. Sesampainya disungai Sitagandera langsung memakan daun sirih dan menelan sambil berendam agar memberikan rejeki, keselamatan, segala ilmu, keberanian dan semua yang baik.

Selama tujuh malam tibalah Sitagandera pada aliran ketujuh yaitu tempat pemandian raja, dan setelah sekian lama akhirnya dia keluar dari air tersebut dan berubah menjadi manusia, dan Sitagandera pun kembali ke istana menjumpai Nantampuk Emas kekasihnya. Nantampuk Emas pun tampak heran bercampur bahagia dan mengucap syukur kepada Tuhan. Akhirnya dibuatlah pesta perkawinan yang sangat besar dengan menyembelih lima belas ekor kerbau didesa tersebut dan raja pun memberikan tahktanya kepada Sitagandera untuk menjadi seorang raja muda yang tampan dan bijaksana.

(36)

26

4.2 Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri 4.2.1 Nilai Disiplin

Nilai tindakan disiplin yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan, terlihat pada teks dibawah ini

>Cerita Bahasa Daerah

Lias ate mo nange nggo mo sampa ng ate nami dekket permaenmu roh mi sen ke karina. Nggo mbelgah ukur nami. En pe nange dekket bapa bagi ma rebbak kaka,anggingku karina. Mengido maaf mo aku mendahiken ke karina terenget pengula ngulaenku sindekkah en.

Nggo lejja i akap ke merukur rebbak mela i akap ke mengidah

karina pengelakoku.maafken mo aku nange, bapa dekket karina kade kadengku. Merekutken maseh ate empungta permende basa i ngo nggo kami ndorok bagen .bagi mo pa...nange...mella oda pe kami dekket mi kepar (kampung halaman) adonang nggo mo,lias ate mo.

Balik mo pertua ni sitagandera dekket rombonga n mulak mi kuta.

(Maibang,2009 :21)

>Cerita Bahasa Indonesia

Terima kasih buatmu ibu,kami sudah merasa menerima berkat bersama menantumu ini, bahwasanya kalian telah hadir dan datang bersama rombongan untuk melihat kami dalam acara pernikahan ini disini, pe rasaan kami sudah begitu senang. Inilah mak...pak...dan begitu juga dengan kakak -kakak ipar sa ya semua. Sa ya meminta maaf kepada kalian teringat apa ya ng telah aku perbuat selama ini.

Kalian telah merasa lelah dan perasaan kalian telah sakit dan menerima rasa malu atas semua perbuatanku, maafkan aku ibuku...ayahku....dan semua keluarga dekat sa ya, di ikuti belas kasih kakek dan nenek telah memperbaiki perasaan kami sampai sejauh ini dan kami bisa seperti ini. Dan seperti itulah

a yah...ibu...walaupun kami tidak ikut serta untuk pulang kedesa

(37)

27

sana ya sudah lah kami sangat berterima kasih. Dan rombongan orangtua Sitagandera dengan kelompok pun hendak pulang ke desa.

4.2.2 Nilai Tanggung Jawab

Nilai Tanggung Jawab sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,yang seharusna kita lakukan,terhadap diri sendiri

,masyarakat ,lingkungan,(alam,sosial,dan budaya )negara ,dan Tuhan Yang Maha Esa.

>Cerita Bahasa Daerah

Tading mo sitagandera rebbak Nantampuk Emas rebbak orang tua Nantampuk Emas i kuta idi.I si mo si Tagandera dekket Nantampuk Emas merusaha bage kalak sidebanna ibas kuta idi.

Ndekkah mi ndekkahna nggo mo selloh perumah tangga ni kalak idi janah hartana pe nggo mbue . (Maibang, 2009 :21)

>Cerita Bahasa Indonesia

Tinggal lah Sitagandera bersama Nantampuk Emas beserta orang tua dari Nantampuk Emas di desa itu.Di situ lah Sitagandera bersama Nantampuk Emas membutat usaha sama seperti orang -orang lainn ya di desa itu juga.

Tak lama kemudian kehidupan rumah tangga mereka sangat baik dan harta mereka sangat lah banyak .

4.2.3 Nilai Kesetiaan

Nilai Kesetiaan artinya tetap taat dan teguh hati. Sedangkan kawan artinya Teman, Sahabat, Pengikat. Kesetiaan artinya perasaan bersatu, sependapat dan

sekepentingan dalam persahabatan serta perdamaian sependapat dan sekepentingan.

>Cerita Bahasa Daerah

Meriah mo ukur kalak i karina iperkiroh Nantamuk Emas tapi menengen si Tagandera oda mo cocok i akap kalak idi.Tangis mo Nantampuk emas janah i dokkon mo katana.”oh bapa, oh nange rebbak karina partuangku.Bakune ngo baingen nggo bagi rupana

(38)

28

suraten tangan ni berru mu Nantampuk emas .En mo kelamu i

bakune baigen imo dapet tendingku ni ueken ni dagingku.Merbakune

baingen mo ke karina nina mo. (Maibang, 2009 :21) >Cerita Bahasa Indonesia

Senanglah perasaan mereka semua atas kedatangan Nantampuk emas tapi melihat Sitagandera mereka merasa tidak cocok dengan

kedatangan nya juga. Menan gis lah si Nantampuk emas dan dia berkata “oh ayah, oh ibu, dan semua keluargaku. Bagaimana lah aku katakan sudah seperti itu wajah nya dan begitu juga dengan suratan tangan anak mu ini Nantampuk emas. Ini lah menantu laki -laki mu dan bagai mana aku buat ini sudah menjadi takdir tangan ku dan sudah mendarah daging deng an anak mu ini.kalain harus menerima takdirku”. itulah yang dia ucapkan.

4.2.4 Nilai Pengorbanan

Nilai pengorbanan adalah ketika orang lain butuh pertolongan, kita menolong seseorang dari kesulitan tanpa mengharapkan imbalan apapun, juga mau berkorban (berbudi luhur) demi kepentingan orang lain, terutama mereka yang mengalami kesusahan/kesulitan untuk ditolong.

>Cerita bahasa daerah

Sitagandera pe ibangi kelleng ni atena ngo asa iembahna mi babo kayu begasna idi janah oda nggeut ia mengganggu, merusaha ngo ia menyadarken. Nggo kessa sadar Nantampuk Emas idokken si Tagangera mo ulang mo kno mbiar ibaing kelleng atengku bamu ngo asa ku embah ko misen. Asa rebbak kita katengku.

Kade pidoenmu sindorok ku usahaken kubereken pe asal mo sennang ukurmu isen en ngo begasku nai bakune kubaing nina mo. Merekutken situasi dekket kondisi

(39)

29

isadarina mo bagi oda ndorok ia mendokken kade pe. Terpaksa mo mengekuti kata-kata dekket aturen ni Si Tagandera. Kum pangan ngo oda nemmu kurang tah pe oda bage pangan biasa nderrang ibages ni pertuana ia. Kade pengidoen Nantampuk Emas merusaha ngo si Tagandera lako memereken asal sennang ia. (Maibang, 2009 :21)

>Cerita Bahasa Indonesia

SiTagandera pun merasa jatuh cinta, oleh karena itu dia membawa Nantampuk Emas ke atas pohon yaitu tempatnya. Dia sama sekali tidak mau mengganggu, dia berusaha menyadarkan. Setelah

Nantampuk Emas sadar dan terbangun, Sitagandera langsun g mengatakan,”Janganlah kamu takut, karna kasih sayangku, aku membawamu kesini, aku berpikir agar kita bersama. Apa ya n g menjadi keinginanmu pasti akan aku penuhi dengan semampuku, asalkan perasaanmu senang. Disinilah tempat tinggalku, dan seperti inilah keadaannya.” Ucap SiTagandera. Mengingat situasi dan kondisi, Nantampuk Emas pun merasa tidak bisa bicara apa -apa lagi, terpaksalah dia mengikuti aba -aba dengan aturan SiTagandera.

Asupan makanan tidak akan kurang, tetapi tidak seperti makanan yan g berada dirumah Nantampuk Emas kala dimana dia masih

bersama ayah, ibu dan saudaranya. Apapun yan g diminta Nantampuk Emas, Sita gandera pasti akan berusaha memberikan apapun yan g diinginkan Nantampuk Emas asalkan dia senang.

(40)

30 4.2.5 Nilai Kerja Keras

Nilai perilaku yang menunjukkaan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

>Cerita Bahasa Daerah

Merukur mo Nantampuk Emas lako mengajari si Tagandera lako kundul. Dekket merdalan merekrutken cender inehena podi duana.

Asa selloh le Tagandera ndorok d ekket ibettoh kono selloh kundul bagima pe dekket merdalan dua nehe sambing. Janah iajarina mo hanjar-hanjar, itatah -tatahna, lako merdalan. Oda pella sadike dekkahna nggo mo ibettoh si Tagandera merdalan dekket kundul kembang sila. (Maibang, 2009:9)

>Cerita Bahasa Indonesia

Timbullah perasaan Nantampuk Emas untuk me ngajarkan cara duduk yan g baik dan benar kepada Sitagandera dengan kesabarannya, bukan hanya itu saja Nantampuk Emas juga mengajarkan cara berjalan layakn ya manusia, tujuan mengajarkan cara duduk dan berjalan kepada Sitagandera agar bagaimana Sitagandera b isa berjalan dan duduk dengan baik, oleh sebab itu Nantampuk Emas dengan kerja kerasnya secara perlahan dan bertahap hanya untuk duduk dengan sopan dan berjalan dengan lancar, seiring berjalannya waktu kerja keras itupun membuahkan hasil dan Sitagandera bi sa berjalan dan duduk dengan kembang sila sesuai keinginan Nantampuk Emas.

4.2.6 Nilai Mandiri

Nilai mandiri cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

(41)

31

>Cerita Bahasa Daerah

Ndekkah mi ndekkahna ng go mo se lloh perumah tangga ni kalak idi janah hartana pe nggo mbue. Sada tikki ipejengjengnamo rumah na mbellin janah merandal mer tongkarang mo i. Asa lot begas pakan - pakanna bage kerbo, kambing, lembu, dekket sidebanna pe. Selloh mo kejabunken ni kalak idi janah i hormati jelma nterrem mo kalah idi ikuti idi. (Maibang, 2009:21)

>Cerita Bahasa Indonesia

Waktu ke waktu rumah tangga Sitagandera dan Nantampuk Emas begitu harmonis dan harta mereka sangat berlimpah, dan suatu ketika mereka mendirikan rumah yan g besar dan memiliki tongkarang tempat peternakan. Seiring berjalannya waktu harta mereka makin berlimpah dan semakin banyak, begitu juga den gan peternakan mereka seperti kerbau, kambing, lembu dan lainnya berhasil mereka kembangkan. Kelu arga mereka sangat harmonis dan mereka sangat dihormati dan dihargai didesa mereka.

4.2.7 Nilai Kreatif

Nilai kreatif berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

>Cerita Bahasa Daerah

Tikanna merdalan lako mulak mi kuta pertua Nantampuk Emas, i endik -endik dekket i ajari Nantampuk Emas mo asa ulang ne bage pengelako dekket pengula ulana sedekkah na en. Asa meharga kita dekket ndorok mergaul itengah kuta nina mo mendahiken Tagandera. Sitagandera pe menguei mo bage pendokken ni Nantampuk Emas. I perdalalen pe sadike kalak di mengidah kalak idi bage si heran mo menengngen kerna duanakalak idi sennang kalohon. Janah duana kalak idi daholi daberru soh mo maholi dekket mberruna. Anak ni ise ngo ndia dekket berru ni ise bagi katena ni deba si mengidah kalak idi. (Maibang, 2009 :19)

>Cerita Bahasa Indonesia

(42)

32

Setelah perjalanan menuju pulang ke desa, Nantampuk Emas selalu mengatakan dan menasehati Sitagandera agar tidak mengulangi perilaku buruknya lagi setelah sampai didesa, agar kita bisa dihargai dan bisa menyatu ditenga h -tengah mas yarakat desa, ungkap Nantampuk Emas kepada Sitagandera langsun g mengatakan tidak akan mengulangi kesalahannya.

Diperjalanan pun banyak oran g melihat mereka dan sangat heran melihat Nantampuk Emas dan Sitagandera karena sangat bahagia ditengah -tengah perjalanan. Orang -orang melihat Sitagandera sangat tampan karena kreatifitas Nantampuk Emas membuatkan baju kepada Sitagandera juga dengan Nantampuk Emas yang terlihat cantik karena dandannya yan g san g at mempesona layakn ya seoran g putri raja. Dipikiran orang -orang yang melihat mereka bertanya - tanya kepada Sitagandera dengan Nantampuk Emas, siapakah mereka dan kenapa mereka terlihat bahagia, ujar orang -orang yan g melihat pasangan itu.

4.2.8 Nilai Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

>Cerita Bahasa Daerah

Adenang mo kuta ni orang tua i. Idokken Nantampuk Emasjanah ituduh mo pak kuta si la ko dahin kalak idi. Nantampuk Emas nggo sennang kalohon ukurna mengidah kuta ni orang tuana idi. Tapi kum Sitagandera nggo makin merbage turah pemikirenna. Mang ndia nahan iperburu kalak idi nola aku, tah pe mang ndia oda ijalo pekeroh nami. Tah pe isekket sekket biang nola nahan aku katena.

Salpun kessa mentadi senempas nai merdalan mo kalak i. Nggo kessa soh kalak i mi gembar kuta dapet mo jampalen, isi teridah mo menggagat piga -piga kerbo, lembu, kambing. Kuda menggagat i embal -embal idi. (Maibang, 2009 :1 2)

>Cerita Bahasa Indonesia

(43)

33

Disanalah kampung atau desa orang tua ku, kata Nantampuk Emas sambil menunjuk arah desa yan g akan mereka tempuh. Nantampuk Emas sudah merasa senang didalam hatinya melihat tempat tinggaln ya. Tapi Sitagandera sudah terpikir deng an hal yan g tidak dia inginkan. Dia berfikir apakah sa ya nanti tidak diterima dan diusir oleh orang-oran g yan g ada disana dan terutama keluarga Nantampuk Emas. Setelah berjalann ya waktu, mereka terus berjalan dan menemukan perbatasan desa dan berdiri dipos isi lahan peternakan yang luas. Mereka melihat berbagai jenis hewan peternakan seperti kerbau, lembu, kambing dan kuda sedan g memakan rerumputan dipadang rumput yan g luas.

4.2.9 Nilai Menghargai

Nilai menghargai sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

>Cerita Bahasa Daerah

Nantampuk Emas nggo meningkahken nehena mi lae idi, tapi Sitagandera kom janah mengerana m ia mendokken “oh ale Nantampuk emas, aku isen mo tading sada ko mo laus mi kuta ni pertuanta ai aku oda pang logan nina mo”.

Eta mo mella oda ko nimu pang logan agia ku tong -tong kono idokken Nantampuk emas mo mengaloi. Asal mo saut kita mi kuta ni orang tuangku nina mo. Jadi menjengkur mo Nantampuk Emas asa naik mo Sitagandera mi tengkukuk ni Nantampuk emas. Hanjar - hanjar mo Nantampuk emas lako mengkepari lae idi kerna mella terdelus ia nggeut ngo manun. Soh kessa mi kepar ipesusur Nantampuk emasmo Sitagandera janah idokken mo katana. L ejja nai ngo kuakap ale Tagandera merjujung kono bagi mbelgahmu. Bakune kubaing ai oda kubettoh dekket oda pang aku logan ale Nantampuk Emas, kubettoh ngo kini lejjaen mi, lias ate mo bamu. Terrus mo kalak i merdalan soh mi tellu ari tellu berngin ari peem patken mentadi mo kalak i senggejjap i rebben -rebben janah menatap mo isi nai. Tuhu nggo teridah kuta silako dahin ni kalak idi. (Maibang, 2009 :11)

(44)

34

>Cerita Bahasa Indonesia

Nantampuk emas sudah memijakkan kakin ya kedalam sungai, tetapi Sitagandera langsun g berkata, “Oh Nantampuk emas aku tinggal disini saja, kamu sendirilah yan g pergi, aku terlalu takut dengan air yang deras seperti ini,” ujar Sitagandera.

Nantampuk emas langsun g berkata baiklah, aku akan menggendon gmu asalkan kamu ikut bersamaku untuk bert emu kedua orangtua ku dan kembali ke desa. J adi Sitagandera langsun g meloncat ke punggun g Nantampuk emas, lalu Nantampuk emas secara perlahan masuk kedalam air untuk menyeberangi sun gau tersebut, jika saja mereka tidak hati -hati, mereka akan hanyut terbawa air sungai yan g deras. Setelah selesai menyeberangi air sungai, Nantampuk emas langsung berkata, “aku sangat kelelahan karena menggendongmu, Sitagandera kamu cukup berat”.

“Harus bagaimana lagilah Nantampuk emas, aku tidak bisa berenang, dan badanku cukup kecil, dan aku sangat takut dengan air, aku sangat paham dengan rasa lelahmu, aku sangat berterimakasih kepadamu,” ujar Sitagandera. Setelah itu, mereka terus berjalan selama tiga malam tiga hari, dan dihari keempat mereka melihat desa yan g menjadi tujuan mereka dari bukit dan pepohonan yan g tinggi.

4.2.10 Nilai Bersahabat

Nilai bersahabat tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

>Cerita Bahasa Daerah

Kumerna lolo ate dekket mbelgah ate ni pertuana ibahen mo merpesta janah meriah ngo pest ana mengkesampangken pekiroh berruna dekket kelana idi. Ibahan mo pesta meriah kalohon janah i

(45)

35

tennahken mo karina kade -kade, bagina dengngan kuta, bagima pe karina bal eng kuta.

Meriah kalohon ngo tuhu pesta idi, janah karina kalak si roh idi mersampang ate kerna nggo jadi jelma Sitagandera. Pertuana si Haji pe mengerana mendahiken jelma nterem memegahken sampng atena dekket meriah ukurna kerna nggo sadar dekket nggo jad i jelma Sitagandera kelana idi. Berita sibagen rupana narih ntor ngo terbegge mi kuta si ndaoh pe. (Maibang, 2009 :19)

>Cerita Bahasa Indonesia

Karena rasa senang didalam hati dan perasaan sang orang tua Nantampuk emas, dia langsun g membuat pesta mens yukur i kedatangan anak dan menantunya. Orang tua Nantampuk emas langsun g membuat pesta yan g bes ar, dan langsun g membuat pesan kepada keluarganya dan keluarga S itagandera. Pesta itu pun dimulai dan sangat ramai dan banyak didatangi oleh mas yarakat, dan orang - ora ng pun sangat senang atas berlangsun gn ya acara tersebut, dan juga memberikan doa agar keluarga Sitagandera dan Nantampuk emas tetap ada dan abadi. Orang tua Nantampuk emas pun pada acara itu berbicara atas kedatangan anaknya, dia mengucapkan rasa terima ka sih kepada nenek moyang dan kepada masyarakat atas kedatangan mereka dan juga akan selalu mendoakan anaknya, dan Sitagandera sebagai menantunya untuk tetap seperti ini yan g memiliki banyak perubahan daripada sikapnya yan g dulu, yang tidak bisa dipuji. Keda tangan keluarga Sitagandera dari desa yang berbeda membuat suasana terharu, lantas orang tua Sitagandera langsun g menangis sambil mengatakan rasa penyesalann ya terhadap dirinya atas kejahatan yan g ibun ya telah lakukan kepadanya.

(46)

36 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data pada cerita rakyat Sitagandera dekket Nantampuk Emas, ditemukan 10 nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yaitu

1) Nilai Disiplin

Nilai disiplin yang terdapat dalam cerita SDNE terungkap kutipan pada saat acara pernikahan Sitagandera dekket Nantampuk emas dia mengungkapkan semua keluh kesahnya atas apa yang dia lakukan pada saat itu semenjak lahir dia sudah menjadi anak yang tidak menuruti perkataan orang tuanya. Sitagandera menangis dan memohon maaf kepada keluarganya dan terutama untuk ayah dan ibunya. Permintaan maaf yang Sitagandera ucapkan membuat ibu dan ayahnya menangis dan memaafkan anaknya.

2) Nilai Tanggung Jawab

Nilai tanggung jawab yang terdapat dalam cerita SDNE terungkap dari tokoh Sitagandera, dia mengatakan dia akan tinggal didesa dimana Nantampuk emas tinggal dan akan menciptakan kehidupan baru bagi keluarga kecilnya, dan seiring berjalannya waktu Sitagandera dan Nantampuk emas memiliki rumah tangga yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.

3) Nilai Kesetiaan

Nilai kesetiaan yang terdapat dalam cerita SDNE ialah dimana kepulangan Nantampuk emas sangat digembirakan oleh keluarganya, tetapi dia tidak sendiri, Sitagandera juga ikut

(47)

37

bersamanya dan hal itu menciptakan suasana menjadi sangat sedih karena dimana kedatangan Sitagandera tidak mereka terima, lalu Nantampuk emas menangis dan mengucapkan jalan takdir yang dia miliki dan dia mengatakan didepan orangtuanya untuk tetap bersama Sitagandera.

4) Nilai pengorbanan

Nilai pengorbanan dalam cerita SDNE ditunjukkan oleh sikap Sitagandera yang menolong Nantampuk emas diawal mereka berjumpa, dipedalaman hutan dia menjaga Nantampuk emas dan merawatnya ditempat Sitagandera tinggal, pada saat itu apapun yang diinginkan Nantampuk emas selalu dituruti oleh Sitagandera untuk bagaimana si Nantampuk emas merasa senang dan terhibur.

5) Nilai kerja keras

Nilai kerja keras dalam cerita SDNE ditunjukkan oleh sikap dimana Nantampuk emas dengan kesabarannya mengajarkan banyak hal kepada Sitagandera, misalkan dimana pada saat itu Nantampuk emas mengajarkan cara berjalan dan cara duduk, cara makan dengan baik kepada Sitagandera, karena kerja keras itu Nantampuk emas berhasil memberikan harapan baru kepada Sitagandera, karena Sitagandera bersikap primitif.

6) Nilai mandiri

Nilai mandiri disimpulkan dari cerita SDNE ketika Sitagandera dan Nantampuk emas sudah memiliki keluarga kecil dan menetap disuatu desa dan membangun rumah tangganya dari nol, harta dan posisi keluarga Sitagandera sangat begitu baik dan harmoni, mereka dikagumi orang-orang sedesanya, berkat kemandirian mereka rumah

(48)

38

mereka dibangun dengan sangat besar, dan memiliki pekaranga rumah yang luas untuk dijadikan sebagai peternakan mereka.

7) Nilai kreatif

Nilai kreatif dalam cerita SDNE ketika Sitagandera mendapat sepasang baju dari kerajinan tangan Nantampuk emas. Mendapatkan baju itu membuat Sitagandera semakin percaya diri menjalani kehidupan.

8) Nilai rasa ingin tahu

Nilai rasa ingin tahu dalam cerita SDNE terungkap dari tokoh Sitagandera. Sitagandera berpikir dengan hal yang tidak dia inginkan, dia berfikir apakah dia akan diterima ditengah-tengah keluarga Nantampuk emas dan orang-orang desa diawal Sitagandera memijakkan kakinya kedesa Nantampuk emas.

9) Nilai menghargai

Nilai menghargai dalam cerita SDNE terungkap dari tokoh Sitagandera yang mengucapkan rasa berterima kasihnya kepada Nantampuk emas karena sudah mengangkatnya untuk menyeberangi sungai karena diposisi itu Nantampuk emas mengeluh karena kelelahan dan Sitagandera langsung mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Nantampuk emas.

10) Nilai bersahabat

Nilai bersahabat dalam cerita SDNE terungkap dari ayah Nantampuk emas karena kepulangan anaknya dan menantunya dia membuat acara syukuran atas kedatangan pasangan itu. Seiring berjalannya waktu acara itu pun berlangsung, ayah Nantampuk emas mengucapkan banyak rasa berterimkasihnya kepada Sitagandera, karena dimana Sitagandera selalu ada untuk anaknya.

(49)

39

Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita SDNE tersebut diharapkan dapat dijadikan pedoman sebagai pengembangan karakter bangsa, terkhususnya suku Pakpak dan karakter bangsa Indonesai pada umunya.

5.2 Saran

Melalui hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran, seperti berikut ini:

1) Untuk masyarakat Pakpak, dalam hal melestarikan nilai budaya yang menjadi tanggung jawab semua pihak, orang tua, pemuka adat dan diharapkan memiliki kepekaan serta kesadaran bahwa nilai budaya merupakan identitas etnik Pakpak yang harus dipertahankan 2) Untuk para pendidik, khususnya para pendidik karya sastra,

hendaknya dapat menjadikan karya sastra sebagai sumber pengajaran, baik ditingkat dasar ataupun menengah, khususnya karya sastra yang memiliki hubungan dengan nilai budaya.

Sehingga pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat berkembang dengan baik.

3) Untuk para peneliti sastra diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan lebih sempurna terhadap karya-karya sastra lama seperti cerita rakyat dan mengungkapkan nilai budaya dari berbagai aspek, sehingga pembaca sastra dapat memahami nilai- nilai budaya tersebut dan merepresentasikan nilai budaya tersebut dalam kehidupan mereka.

4) Untuk para pembaca, dari tingkat penikmat sampai tingkat pengkritik sastra agar menjaga dan melestarikan nilai budaya yang terdapat dalam karya sastra, sehingga nilai budaya tersebut dapat

(50)

40

menjadi pedoman dalam kehidupan masa kini, untuk memperbaiki kepribadian jadi lebih baik

(51)

41

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister dan Nurbani Padang.2013. Mengenal Upacara Adat Masyarakat Suku Pakpak di SUmatera Utara. Medan: PT. Grasindo Monoratama dan Pusat Penelitian Pengembangan Budaya Pakpak.

Berutu, Lister. 1994;1998. Adat dan Tata Cara Perkawinan Masyarakat Pakpak.

Medan

Hutasoit, Haryati Margaretta.2017. Kearifan Lokal Dalam Cerita Rakyat Tungkot TunggalPanaluan di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir: Kajian Antropologi Sastra. FIB USU

Moleong, J lexy.2002.Metode Penelitian Kualitatif. Rosda

Merrie, Janne.2017. Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat Ratting Bunga: Tinjauan Antropologi Sastra. FIB USU.

Maibang, R.2009. Sukuten Sitagandera Dekket Nantampuk Emas. Medan GrasindoMonoratama

Novalia. 2014. Interaksi dan Konflik Tokoh Utama Dalam Novel Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Teor: Kajian Sosiologi Sastra. FIB USU Wallek Rene dan Austin warren. 19987. Teori Kesustraan. Jakarta. PT Gramedia

Djamaris, Edward dkk., 1993. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Sumatera, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djamaris, Edward dkk., 1996. Nilai Budaya dalam Beberapa Karya Sastra Nusantara: Sastra Daerah di Kalimantan, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Purba, J.D dan Keenan Purba, 1995. Sejarah Simalungun, Jakarta: Bina Budaya.

Semi, Atar, 1998. Kritik Sastra, Bandung: Angkasa.

Siregar, Ahmad Samin dan Haron Daud, 2004. Mutiara Sastra Malaysian- Indonesia, Medan: USU Press.

Tantawi, Isma, 2014. Bahasa Indonesia Akademik, Cetakan I, Bandung: Cipta pustaka Media.

(52)

42

Merrie, Jeanne. 2017.”Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Ratting Bunga:

Tinjauan Antropologi Sastra”.(Skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara (http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18824.pdf) diakses 07 Maret 2021.

Referensi

Dokumen terkait

Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui tutur bahasa yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai sosial

Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis hendak menerapkan ke-31 fungsi tersebut pada salah satu cerita rakyat yang berasal dari Ehime, Jepang, yaitu

1) Untuk para peneliti sastra diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan lebih sempurna terhadap karya-karya sastra lama seperti cerita rakyat dan

Cerita sejarah : Cerita rakyat merupakan cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas disetiap

Hasil penelitian dalam nilai budaya dalam cerita rakyat masyarakat Melayu Kabupaten Mempawah di bagi menjadi 4 yaitu nilai budaya yang berhubungan dengan Tuhan memiliki 5 nilai

Adapun nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Oheo dan Onggabo pada masyarakat Tolaki dapat disimpulkan sebagai berikut: Dalam cerita rakyat Oheo

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DARI CERITA RAKYAT BETAWI “KUNYIT EMAS” UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR DI JAKARTA DESIGN STORYBOOK ILLUSTRATION OF BETAWI FOLKTALE "KUNYIT EMAS" FOR

PENUTUP Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai- nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Lampung yang berjudul Hikayat Datuk Tuan Budian dan