• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELIMPAHAN GASTROPODA PADA HABITAT LAMUN DI PERAIRAN DESA TONGALI KECAMATAN SIOMPU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KELIMPAHAN GASTROPODA PADA HABITAT LAMUN DI PERAIRAN DESA TONGALI KECAMATAN SIOMPU"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

J. AMPIBI 1(2) hal. ( 17-21 ) Agustus 2016

17

KELIMPAHAN GASTROPODA PADA HABITAT LAMUN DI PERAIRAN DESA TONGALI KECAMATAN SIOMPU

Minarni

1

, Jahidin

2

, Lili Darlian

2

1Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi FKIP UHO, 2Dosen Jurusan Pendidikan Biologi FKIP UHO Email: putrivirgo0509@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui kelimpahan Gastropoda pada habitat lamun. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode transek garis (Line Transect Method). Pengambilan sampel Gastropoda dilakukan pada waktu surut dan dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu dua hari tiap pengambilan sampel. Spesies Gastropoda yang ditemukan di daerah penelitian adalah Bulla sp., Cerithium sp., C. aluco, C. vertagus, Conus sp., Cymbiola vespertilio, Cypraea sp., C. moneta, C. tigris, Littorina obtusata, Natica sp., Nassarius gruneri, N. arcularius, N. fraudator, Nerita sp., Polinices mammilla, Strombus sp., S. Canarium, S. gibberulus, S. luhuanus, S. gigas, Terebellum terebellum, dan Trochus niloticus. Kelimpahan Gastropoda di habitat lamun tertinggi pada penelitian hari kedua dan hari ketiga diperoleh spesies Strombus gibberulus dengan masing-masing nilai kelimpahan yaitu 15,93 ind/m2 dan 10,46 ind/m2 sedangkan penelitian hari pertama diperoleh spesies Strombus Canarium dengan nilai kelimpahan yaitu 10 ind/m2.

Kata kunci: Kelimpahan, Gastropoda, Lamun

PENDAHULUAN

adang lamun merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas organik tinggi dengan keanekaragaman biota laut diantaranya adalah Gastropoda. Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut dan tembus cahaya matahari.

Lamun hidup di perairan dangkal, jernih dengan sirkulasi air yang baik. Sirkulasi air diperlukan untuk mengantarkan zat-zat hara dan oksigen serta mengangkut hasil metabolisme lamun keluar daerah padang lamun (Nontji, 2005).

Biota laut yang hidup dalam ekosistem padang lamun sangat beragam, seperti Crustacea, Mollusca, Echinodermata dan cacing (Polychaeta).

Filum Mollusca terdiri dari tujuh kelas diantaranya Gastropoda.

Gastropoda berasal dari bahasa Yunani Gaster berarti perut dan Podus berarti kaki, sehingga Gastropoda merupakan hewan yang berkaki perut.

Cangkangnya asimetris dan biasanya menggulung seperti ulir memutar ke kanan. Hewan ini menggendong cangkang, kakinya besar dan lebar untuk merayap di batu atau mengenduk pasir atau lumpur (Romimohtarto dan Juwana, 2007).

Gastropoda membuat cangkang untuk menghindari kekeringan tubuhnya yang digunakan sebagai tempat berteduh dalam keadaan yang merugikan (Jasin,1992).

Bentuk cangkang Gastropoda pada pertumbuhannya memperlihatkan perputaran spiral dengan sudut 1800. Mempunyai kepala dan mata, umumnya mempunyai radula (Dharma, 1988).

Gastropoda menjulurkan kepala dan kakinya ke luar apabila sedang merayap, dapat ditarik masuk ke dalam cangkangnya jika merasa terancam bahaya

(Nontji, 2005). Pada telapak kakinya terdapat cillia dan berbagai sel kelenjar berlendir yang berguna untuk merayap pada substrat (Suwingnyo dkk., 2002).

Beberapa spesies Gastropoda mempunyai lempeng keras, bundar, berzat kapur dan berzat tanduk di bagian belakang kakinya. Lempeng ini disebut operculum dapat menjadi sumbat penutup lubang cangkang yang amat ampuh untuk melindungi tubuhnya yang lunak dan tersembunyi di dalam cangkang (Nontji, 2005). Menurut Jasin (1984), Gastropoda dibagi menjadi 3 ordo yaitu ordo Prosobranchia, ordo Opisthobranchia dan ordo Pulmonata. Kelompok hewan ini dapat dijumpai mulai dari daerah pinggiran pantai hingga laut dalam.

Selain itu, Gastropoda banyak menempati daerah terumbu karang dan sebagian membenamkan diri dalam sedimen, serta beberapa dapat dijumpai menempel pada tumbuhan laut seperti mangrove, lamun dan alga.

Gastropoda adalah salah satu kelas dari Mollusca yang diketahui berasosiasi dengan baik terhadap ekosistem lamun. Komunitas Gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan di padang lamun, dimana Gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus (detritus feeder) dan serasah dari daun lamun yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air guna mendapatkan makanan. Ketersediaan makanan yang cukup di padang lamun dapat menjadi indikator adanya Gastropoda yang melimpah (Nontji, 2005).

Kelimpahan Gastropoda di padang lamun sangat penting pengaruhnya dalam struktur rantai makanan. Hewan ini bersifat menetap pada dasar perairan dan sebagian membenamkan diri dalam pasir berlumpur sehingga adanya perubahan lingkungan akibat eksplorasi yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, dimana hewan berperan

P

(2)

18 sebagai makanan bagi organisme lain. Kelimpahan organisme ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan membutuhkan suatu lingkungan pendukung yang sesuai dengan sifat biologinya.

Menurut Wirakusumah (2003) jumlah spesies dalam komunitas sangat beragam. Jumlah spesies dalam komunitas disebut nilai kekayaan spesies merupakan ukuran dari kelimpahan. Akan tetapi lebih lanjut dijelaskan bahwa konsep ini tidak terlampau menonjol kegunaannya kecuali dalam hal keberadaan spesies langka karena nilai kekayaan spesies menjadi besar. Dengan demikian angka kekayaan spesies ditentukan oleh luas dan lokasi tempat komunitas berada. komunitas apapun spesies tidak akan memiliki kelimpahan yang sama, spesies yang satu akan lebih banyak dari rata-rata dan spesies lain lebih langka.

Kelimpahan merupakan salah satu faktor dari pertimbangan keanekaragaman hayati. Apabila distribusi kelimpahan spesies itu sama pada beberapa komunitas, keanekaragamannya berbanding lurus dengan populasi di dalamnya.

Menurut Michael (1994) bahwa komunitas yang mengalami situasi lingkungan yang terganggu, maka cenderung terdiri atas sejumlah kecil spesies yang berlimpah. Namun dalam lingkungan yang menyenangkan jumlah spesies besar, namun tidak ada satupun yang berlimpah. Perairan Desa Tongali memiliki potensi sumberdaya biotik dan abiotik yang sangat besar dan dapat membentuk suatu komunitas yang khas bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya.

Perairan Desa Tongali memiliki sebaran lamun yang cukup luas, sepanjang pantai terdapat ekosistem tersebut dengan kondisi yang cukup beragam.

Lingkungan yang mendukung sifat biologis suatu perairan dapat berdampak terhadap keberadaan suatu organisme yang mendiami perairan tersebut.

Faktor ini juga dapat berlaku di perairan Desa Tongali yang merupakan salah satu daerah yang terletak di Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan yang memiliki daerah perairan laut yang cukup luas.

Perairan Desa Tongali memiliki potensi sumberdaya biotik dan abiotik yang sangat besar dan dapat membentuk suatu komunitas yang khas bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Perairan Desa Tongali memiliki sebaran lamun yang cukup luas, sepanjang pantai terdapat ekosistem tersebut dengan kondisi yang cukup beragam.

Kawasan ini dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mencari ikan, udang dan kerang- kerangan termasuk Gastropoda yang dipanen langsung dari area padang lamun di pantai Desa Tongali untuk dikonsumsi dan dijual. Padang lamun di perairan Desa Tongali masih dalam kondisi baik dengan kelimpahan Gastropoda yang cukup baik sehingga merupakan salah satu area yang sangat berpotensi untuk pengembangan budidaya di waktu mendatang sehingga diperlukan berbagai informasi mengenai kelimpahan Gastropoda yang mendiami perairan Desa Tongali. Kelimpahan Gastropoda di perairan Desa

Tongali Kecamatan Siompu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, pH air laut, gerakan air, dan cahaya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan. dilakukan pada tanggal 31 Agustus sampai dengan 09 September 2015 dan bertempat di Perairan Desa Tongali Kecamatan Siompu Kabupaten Buton Selatan. Menggunakan metode line transect method dengan teknik penempatan plot secara zig-zag dengan arah vertikal garis pantai, terdiri dari 3 transek dan masing-masing transek terdiri dari 5 plot dengan jarak setiap transek 10 meter. Desain peletakkan transek dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 1. Rancangan Desain Transek Penelitian di perairan Desa Tongali

Pengambilan sampel Gastropoda dilakukan pada waktu surut dan dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu dua hari tiap pengambilan sampel. Sampel yang diperoleh pada saat penelitian diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan identifikasi oleh Setyobudiandi dkk., (2010) dan Dance (1992). Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kelimpahan spesies Gastropoda. Untuk menghitung kelimpahan menggunakan rumus:

Di =

A ni

Keterangan

Di = kelimpahan Gastropoda jenis ke-i (ind/m2) ni = jumlah individu Gastropoda jenis ke-I (individu) A = luas plot yang digunakan (m2). (Soegianto, 1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan adalah jumlah individu dalam suatu luasan tertentu yang digunakan untuk melihat apakah suatu tempat merupakan habitat yang sesuai bagi organisme tertentu. Pertumbuhan dan luas penyebaran maupun kelimpahan suatu spesies hewan pada habitat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana setiap habitat memiliki kondisi faktor lingkungan yang berbeda. Bagi spesies hewan

(3)

19 yang mampu beradaptasi baik secara intraspesies maupun interspesies dalam memperoleh sumber daya serta faktor lingkungannya maka spesies tersebut akan tetap hidup dan sebaliknya yang tidak dapat beradaptasi akan punah dan digantikan oleh spesies lain yang lebih toleran.

Menurut Nontji (2005) bahwa hewan-hewan yang tergolong dalam kelas Gastropoda merupakan Molluska yang paling kaya akan jenis dan dapat dijumpai di berbagai jenis lingkungan dalam bentuk yang telah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Romimohtarto dan Juwana (2001) bahwa Mollusca khususnya yang tergolong dalam kelas Gastropoda memiliki kaki yang besar dan lebar untuk merayap di batu ataupun mengeduk pasir sehingga lebih mampu bertahan hidup pada substrat berpasir dan berbatu.

Jumlah spesies Gastropoda yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah 17 jenis pada penelitian hari pertama yaitu Canarium labiatum, Rhinoclavis vertagus, Cerithium sp., Natica sp., Strombus sp., S.

gibberulus, S. gigas, Trochus niloticus, Nerita sp., Nassarius gruneri, N. arcularius, N. fraudator, Littorina obtusata, Conus sp., Cypracea moneta, C.

tigris, dan Cymbiola vespertilio. Jenis Gastropoda yang ditemukan pada penelitian hari kedua sebanyak 11 jenis yaitu Canarium labiatum, Strombus sp., S.

gibberulus, S. gigas, Polinices mammilla, Pseudovertagus aluco, Nassarius gruneri, Conus sp., Cypraea sp., C. moneta, dan C. tigris. Pada penelitian hari ketiga diperoleh sebanyak 7 jenis yaitu Canarium labiatum, Strombus sp., S. gibberulus, S. luhuanus, Pseudovertagus aluco, Bulla sp., dan Terebellum terebellum.

Tabel 1. Kelimpahan Gastropoda pada Habitat Lamun di Perairan Desa Tongali Kecamatan Siompu.

No. Nama Jenis/ Spesies Kelimpahan (Ind/m2)

H-1 H-2 H-3

1 C. labiatum 10 15,8 8,4

2 Strombus sp. 3,2 2,26 0,66

3 S. luhuanus - - 0,4

4 S. gigas 0,2 0,46 -

5 S. gibberulus 8,46 15,93 10,46

6 Nassarius arcularius 0,66 - -

7 N. gruneri 2,33 1,2 -

8 N. fraudator 1,73 - -

9 P. mammila - 0,13 -

10 Ps aluco - 0,13 0,26

11 Cerithium sp. 0,8 - -

12 Nerita sp. 0,46 - -

13 Natica sp. 0,46 - -

14 Cypraea sp. - 0,33 -

15 C. tigris 0,2 0,13 -

16 C. moneta 0,13 0,4 -

17 Conus sp. 0,06 0,13 -

18 L. obtusata 0,53 - -

19 T. niloticus 0,2 - -

20 C. vespertilio 0,06 - -

21 R. vertagus 1,2 - -

22 T. terebellum - - 0,13

23 Bulla sp. - - 0,2

Jumlah 30,73 36,93 20,53

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan adanya kelimpahan yang berbeda-beda untuk setiap spesies pada setiap hari pengambilan sampel yaitu pada pengambilan sampel hari pertama maupun pengambilan sampel kedua atau pengambilan sampel hari ketiga. Perbedaan kelimpahan juga terjadi pada spesies yang sama dengan waktu pengambilan sampel yang berbeda, akan tetapi adapula spesies yang berbeda menunjukkan adanya kelimpahan yang sama.

Hal ini diduga karena spesies tersebut memiliki kemampuan relatif sama untuk bertahan hidup pada habitat tersebut.

Kelimpahan Gastropoda pada penelitian hari pertama berkisar antara 0,06-10 ind/m2. Kelimpahan spesies tertinggi terdapat pada C. labiatum yaitu 10 ind/m2 dan kelimpahan terendah terdapat pada spesies Conus sp., dan C. vespertilio yaitu 0,06 ind/m2. Kelimpahan pada penelitian hari kedua berkisar 0,13 – 15,93 ind/m2. Kelimpahan spesies tertinggi terdapat pada S. gibberulus dengan nilai kelimpahan 15,93 ind/m2 dan kelimpahan spesies terendah adalah 0,13 ind/m2 pada spesies P. mammilla, P. aluco, Conus sp., dan C. tigris. Kelimpahan pada penelitian hari ketiga berkisar 0,13-10,46 ind/m2. Kelimpahan spesies tertinggi terdapat pada S. gibberulus yaitu 10,46 ind/m2 dan kelimpahan spesies terendah adalah 0,13 ind/m2 pada spesies T. terebellum.

Selain itu, dapat dilihat bahwa ada spesies Gastropoda yang tidak terdapat pada hari pengambilan sampel, seperti spesies Nerita sp., Cerithium sp., Natica sp., N. arcularius, N. fraudator, L. obtusata, T.

niloticus, C. vespertilio, dan R. vertagus hanya terdapat pada penelitian hari pertama. Spesies P.

mammilla, P. aluco, dan Cypraea sp. ditemukan pada penelitian hari kedua tetapi tidak ditemukan pada penelitian hari pertama dan hari ketiga. S. luhuanus, T.

terebellum, dan Bulla sp., merupakan spesies yang hanya ditemukan pada penelitian hari ketiga dan spesies T. terebellum ini paling jarang muncul dibandingkan spesies lain. Hal ini menunjukkan bahwa spesies-spesies tersebut dapat hidup pada kondisi lingkungan tertentu.

Kelimpahan spesies Gastropoda tertinggi terdapat pada pengambilan sampel hari kedua, kemudian pengambilan sampel hari ketiga dan pengambilan sampel hari pertama. Spesies Gastropoda

(4)

20 yang kelimpahannya tertinggi pada pengambilan sampel hari kedua dan hari ketiga terdapat pada S.

gibberulus yaitu masing-masing dengan nilai kelimpahan 15,93 ind/m2 dan 10,46 ind/m2, sedangkan pada pengambilan sampel pertama terdapat pada spesies C. labiatum dengan nilai kelimpahan 10 ind/m2. Perbedaan kelimpahan pada kedua spesies ini menunjukkan bahwa S. gibberules lebih toleran terhadap perubahan suhu, dimana pengambilan sampel kedua dan ketiga suhu lebih tinggi daripada suhu pada pengambilan sampel pertama. Perbedaan kelimpahan Gastropoda pada setiap hari pengambilan sampel pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Kondisi fisik lingkungan yang paling banyak mempengaruhi organisme perairan adalah periode pasang surut, suhu, gerakan ombak, dan salinitas. Pada penelitian ini ada dua macam parameter lingkungan yang diukur dan diduga akan mempengaruhi komposisi Gastropoda yakni suhu dan salinitas.

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan organisme laut, dimana suhu berpengaruh terhadap kehadiran dan aktivitas organisme laut. Menurut Nontji, (2005) bahwa hewan laut hidup dalam batas-batas suhu tertentu. Hewan yang hidup di zona pasang surut dan sering mengalami kekeringan mempunyai kisaran toleransi yang besar terhadap perubahan suhu.

Rata-rata suhu pada pengambilan sampel hari kedua dan ketiga berkisar 28,330C dan 32,330C, sedangkan pada pengambilan sampel hari pertama suhu berkisar 26,660C. Pengukuran suhu pada setiap pengambilan sampel ini dilakukan pada waktu yang berbeda, sehingga mempengaruhi kelimpahan Gastropoda.

Suhu tersebut masih merupakan suhu normal untuk perairan di wilayah tropis sehingga masih dapat mendukung kehidupan Gastropoda. Nontji (2005) menyatakan suhu di perairan nusantara yang ideal mendukung kehidupan organisme berkisar antara 280C –310C sedangkan suhu air yang dangkal atau digenangi air yang terangkap karena surut dapat mencapai 350C.

Kondisi suhu seperti ini memungkinkan biota laut dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik, namun ada spesies tertentu yang tidak mampu beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi.

Romimohtarto dan Juwana (2007) menyatakan bahwa, suhu normal yang memungkinkan organisme hidup, tumbuh dan berkembang biak antara suhu di bawah 0 – 330C. Dijelaskan lebih lanjut oleh Nontji (2005) bahwa, hewan yang hidup di zona pasang surut dan sering mengalami kekeringan, mempunyai daya tahan yang lebih besar terhadap perubahan suhu. Suhu berpengaruh langsung terhadap aktivitas Gastropoda seperti pertumbuhan maupun metabolismenya, bahkan dapat menyebabkan kematian organisme.

Selain suhu, salinitas air laut juga sangat berpengaruh terhadap proses osmoregulasi pada tubuh

organisme perairan termasuk kelompok Gastropoda.

Salinitas merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air. Di perairan samudera salinitas biasanya berkisar antara 34-35‰.

Di perairan pantai karena terjadi pengenceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa meningkat tinggi.

Hasil pengukuran salinitas di Perairan Desa Tongali diperoleh kisaran salinitas yang sama pada setiap hari penelitian yaitu 31‰. Salinitas yang tidak terlalu tinggi ini dikarenakan wilayah tersebut berada di bawah kendali pasang-surut. Hal ini dikemukakan oleh Nontji (2005) bahwa fluktuasi salinitas di daerah intertidal secara alamiah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain yaitu pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan debit aliran sungai. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa kisaran salinitas tersebut masih mendukung kehidupan Gastropoda. Menurut Nybakken (1992) bahwa hewan-hewan yang tergolong dalam phylum Mollusca dapat bertahan hidup dengan keadaan salinitas 25 - 35‰.

Faktor lain yang berpengaruh adalah ketersediaan nutrien dan adanya oksigen yang cukup.

Selain itu, aktivitas manusia juga mempengaruhi kelimpahan gastropoda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Krebs dalam Suryono (2013) bahwa penghilangan suatu spesies dominan dalam suatu komunitas seringkali terjadi karena pengaruh aktivitas manusia. Misalnya penangkapan menggunakan alat tangkap garuk atau trawl yang tidak ramah lingkungan serta tidak adanya seleksi ukuran dalam penangkapannya.

Gastropoda yang ditemukan dalam penelitian ini pada umumnya ada yang membenamkan diri dalam substrat dasar berlumpur. Nybakken (1992), menyatakan bahwa pada umumnya substrat dasar yang berlumpur disenangi oleh Gastropoda dari pada substrat dasar yang berupa pasir. Pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk organisme penghuninya.

Adanya perbedaan komposisi jenis Gastropoda pada setiap periode pengambilan sampel penelitian dimungkinkan karena adanya akibat dari aktivitas manusia terhadap pemanfaatan daerah pesisir yang memberikan tekanan terhadap perubahan lingkungan dan menurunnya kualitas perairan dan diduga akan mempengaruhi distribusi spesies-spesies yang hidup pada lokasi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa spesies yang tidak selalu muncul pada setiap periode pengulangan pengambilan sampel penelitian. Kenaikan dan penurunan jumlah jenis Gastropoda yang ditemukan diduga karena adanya aktivitas penangkapan yang tidak terkendali oleh nelayan sehingga mengakibatkan penurunan jumlah jenis.

Spesies Gastropoda yang ditemukan pada habitat lamun di Perairan Desa Tongali tergolong

(5)

21 lebih rendah yaitu hanya 23 spesies dibandingkan dengan penelitian di tempat lain. Jenis-jenis Gastropoda yang didapatkan dalam penelitian ini merupakan jenis-jenis yang umum ditemukan dengan cukup mudah di ekosistem padang lamun daerah tropis. Hasil yang didapatkan tersebut belum dapat menggambarkan kekayaan jenis Gastropoda di perairan Desa Tongali Kecamatan Siompu secara keseluruhan. Kemungkinan jumlahnya jauh lebih besar dari pada jumlah yang didapat, karena belum mencakup Gastropoda yang hidup di ekosistem terumbu karang. Jenis-jenis Gastropoda yang bersifat nokturnal belum diungkap karena penelitian hanya dilakukan di zona intertidal pada habitat lamun pada siang hari. Hal itu dilakukan mengingat keterbatasan waktu dan peralatan penelitian.

KESIMPULAN

1. Spesies Gastropoda yang ditemukan di daerah penelitian pada habitat lamun di Perairan Desa Tongali Kecamatan Siompu adalah Bulla sp., Cerithium sp., C. aluco, C. vertagus, Conus sp., Cymbiola vespertilio, Cypraea sp., C. moneta, C.

tigris, Littorina obtusata, Natica sp., Nassarius gruneri, N. arcularius, N. fraudator, Nerita sp., Polinices mammilla, Strombus sp., Canarium, S.

gibberulus, S. luhuanus, S. gigas, T. terebellum, dan Trochus niloticus.

2. Kelimpahan Gastropoda di habitat lamun tertinggi pada penelitian hari kedua dan hari ketiga diperoleh spesies S. gibberulus dengan masing- masing nilai kelimpahan yaitu 15,93 ind/m2 dan 10,46 ind/m2 sedangkan penelitian hari pertama diperoleh spesies S. Canarium dengan nilai kelimpahan yaitu 10 ind/m2.

DAFTAR PUSTAKA

Dance SP.1992. Eyewitness Handbooks Shells.

Dorling Kindersley Limited. London

Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia II (Indonesian Shells). Sarana Graha. Jakarta.

Jasin M. 1984. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Jaya. Jakarta.

. 1992. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Jaya. Jakarta.

Michael P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Oleh Suryata K. Universitas Indonesia.

Jakarta.

Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Romimohtarto K, dan Juwana S. 2001. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut).

Djambatan. Jakarta.

. 2007. Biologi Laut (Ilmu Pengetahuan Tentang Biologi Laut). Djambatan. Jakarta.

Setyobudiandi I, Fredinan Y, Ucun J, Safrudin LA, Nur MA dan Bahtiar. 2010. Gastropoda dan Bivalvia (Biota Laut-Moluska Indonesia).

STP-HATTA- Sjahrir. Banda Naira.

Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya.

Suryono CA, Dinar Ayu BA, dan Raden A. 2013.

Studi Kelimpahan Gastropoda di Bagian Timur Perairan Semarang. UNDIP.

Semarang. Journal Of Marine Research, hal 56-65.http://ejourna S1.undip.ac.id/index.php/jmr.

Suwingnyo S, Widigdo B, Wardianto Y dan Kristanti M. 2002. Avertebrata Air Jilid I. Lembaga Sumber Daya IPB. Bogor.

Wirakusumah S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Tuwaidan, 2018 telah melakukan penelitian untuk menentukan basis gel yang digunakan dalam formula gel pencuci tangan tangan dari minyak atsiri daun kemangi, dan

Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Dewandaru (E. Menurut Plezart dan Chan [11] semakin besar konsentrasi zat yang terdapat pada cakram akan memperbesar kemampuan

Meskipun persentase serangan hama penggerek polong tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan seluruh varietas unggul Balitkabi dan satu varietas lokal kacang hijau yang

Untuk mengatur SNAP, GRID, Polar Tracking, Object Snap dan Dynamic Input dapat dilakukan melalui menu Tools >> Drafting Setings… Dapat juga dilakukan pada command dengan

Cekungan Sunda dikenal pada industri /igas sebagai Sunda"!sri Basin, dan eiliki source 7ock yang cukup terkenal yaitu 5orasi Banuwati, dengan batuan

Pengelolaan perbekalan farmasi harus dikelola secara efektif karena merupakan komponen terbesar dalam pengeluaran rumah sakit (±40-50%) dan dana kebutuhan obat rumah sakit

Sektor, Kemenkeu dan K/L Cetak dan Upload Surat Pengantar dan Rekapitulasi Usulan Konfirmasi Hasil Penilaian Usulan Kegiatan DAK oleh Daerah Pengusul Exercise Pagu Indikatif Per

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH larutan elektrolit dan voltase terhadap waktu pembentukan Fe3O4, efisiensi sintesis, serta karakteristik produk,