• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pekerja Pemecah Batu terhadap Penggunaan Masker di Desa Wonokerto Kabupaten Semarang T1 462009066 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pekerja Pemecah Batu terhadap Penggunaan Masker di Desa Wonokerto Kabupaten Semarang T1 462009066 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

12

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keperawatan Komunitas

Keperawatan komunitas merupakan bidang keperawatan yang memadukan konsep keperawatan dengan kesehatan masyarakat yang harus didukung dengan peran masyarakat secara aktif (Mubarak, 2007). Proses keperawatan ini memberikan pelayanan dengan mengutamakan pelayanan promotif dan prefentif. Pelayanan tersebut dilakukan dengan cara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan tersebut ditunjukan kepada individu, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan secara menyeluruh dan terpadu. Menurut Mubarak (2006), keperawatan komunitas dapat meningkatkan fungsi kehidupan secara optimal dan mampu mandiri dalam upaya kesehatan.

(2)

unik dari praktik keperawatan dan kesehatan masyarakat. Hal ini ditujukan pada pengembangan serta peningkatan kemampuan kesehatan baik bagi perorangan, maupun secara kolektif seperti keluarga,kelompok khusus, maupun masyarakat secara luas. Kelompok khusus disini adalah kelompok ibu hamil, kelompok ibu nifas, kelompok bayi, kelompok balita, kelompok usia sekolah dan kelompok usia lanjut.

(3)

mengalami masalah kesehatan dalam

masyarakat.

Kelompok beresiko tinggi berarti dibatasi hanya pada mereka yang dapat terpajan atau mengalami penyakit, kondisi cidera ketidakmampuan, ataupun kematian. Kondisi cedera dan ketidakmampuan disini diartikan sebagai keadaan yang di luar ketidakseimbangan keadaan tubuh baik fisik maupun psikologis. Selain itu kelompok beresiko dan kelompok khusus merupakan kelompok yang memiliki kesamaan tertentu dan memiliki kondisi rawan terhadap terganggunya kesehatan. Contohnya kelompok penyalah gunaan obat dan narkotika, kelompok Wanita Tuna Susila (WTS) dan Pekerja Seks Komersial (PSK), kelompok tenaga perawatan, serta kelompok pekerja tertentu.

2.2 Perilaku

Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar (Kartono & Mar’at, 2006).

(4)

tenggapan atau balasan terhadap rangsangan yang diberikan. Kurt lewin (1970) berpendapat dalam Notoatmojo, bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving force) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining force). Perilaku yang tampak adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau metode tertentu, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi dan takut.

(5)

dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan

aktualisasi diri.

Skiner dalam Notoatmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respon,sehingga teori ini disebut teori “S-O-R” (Stimulus-Organisme-Respon). Skiner membedakan jenis perilaku menjadi dua bagian, yaitu:

2.2.1 Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

(6)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik, hal ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable. Contoh: seorang perawat mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan sesudah tindakan, seorang anak menggosok gigi sebelum tidur. Contoh tersebut merupakan suatu tindakan nyata, dalam bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik.

2.3 Teori-teori perilaku

Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), membedakan adanya tiga domain atau ranah perilaku yaitu pengetahuan (Knowledge), sikap (attitude), tindakan atau perilaku (practice). Beberapa teori tentang perilaku dalam Notoatmodjo (2010) diantaranya adalah:

2.3.1 Teori ABC (Sulzer,

(7)

Teori ABC mengungkapkan bahwa perilaku merupakan suatu proses dan sekaligus hasil interaksi Antecedent-Behavior-Concequences.

a. Antecedent

Antecedent adalah suatu pemicu yang menyebabkan seorang berperilaku, yakni kejadian-kejadian di lingkungan sekitar. Antecedent ini dapat berupa alamiah (hujan, angin,cuaca, dan sebagainya), dan buatan manusia (interaksi dan komunikasi dengan orang lain).

b. Behavior

Behavior merupakan reaksi atau tindakan terhadap adanya antecedent atau pemicu tersebut yang berasal dari lingkungan.

c. Concequences

(8)

dapat berupa positif (menerima) dan negatif (menolak).

2.3.2 Teori “Reason Action

Teori yang dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen (1980) menekankan pentingnya peran dari intention atau niat sebagai alasan atau faktor penentu perilaku. Selanjutnya niat ini ditentukan oleh sikap (penilaian yang menyuruh terhadap perilaku atau tindakan yang akan diambil), norma subjektif (kepercayaan terhadap orang lain apakah menyetujui atau tidak menyetujui tentang tindakan yang akan diambil tersebut), dan pengendalian perilaku (persepsi terhadap konsekuensi atau akibat dari perilaku yang akan diambilnya).

2.3.3 Teori “Preced-Proceed

(9)

oleh 3 faktor utama yaitu: faktor predisposisi ( predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factor). Dimana dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terwujud dalam pengetahuan , sikap, nilai, keyakinan, kepercayaan persepsi dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

(10)

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.4 Debu sebagai pencetus ISPA

(11)

Irrespirable dust (debu yang tidak dapat terhirup

oleh manusia yang berukuran diatas 10 mikron).

(12)

moskuler juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran nafas sehingga resistensi jalan nafas meningkat.

Seseorang akan terekspose debu di lingkungan kerja dengan konsentrasi yang sama dan durasi eksposure yang sama dapat memberikan kelainan klinis yang berbeda. Hal ini disebabkan karena adanya variasi proses dari paru, faktor genetik, penyakit paru yang ada dan adanya efek dari merokok.

2.4 Jenis–jenis Alat Pelindung Diri

(13)

racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung

pernapasan terdiri dari :

2.4.1 Masker, berfungsi untuk melindungi debu/partikel-partikel yang lebih besar yang masuk ke dalam pernapasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.

2.4.2 Respirator, berfungsi untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas. Respirator dibedakan atas : a. Respirator pemurni udara

Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan dengan toksisitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan. Alat pembersihnya terdiri dari filter untuk menangkap debu dari udara atau tabung kimia yang dapat menyerap gas, uap dan kabut.

b. Respirator penyalur udara

(14)

tabung yang berisi udara bersih atau oksigen). Jenis ini biasa dikenal dengan SCBA (self contained breathing apparatus) atau alat pernapasan mandiri. Alat ini digunakan di tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen.

2.5 Perspektif Teoritis

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peniliti dapat diketahui bahwa debu yang sering mengganggu para pekerja adalah debu fibrogenik, sehingga apabila para pekerja tidak memakai masker saat bekerja dapat menimbulkan resiko pada kesehatannya. Hal ini merupakan perilaku pekerja yang harus dibenahi untuk mengurangi timbulnya resiko gangguan kesehatan pada pekerja. Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut.

Berkaitan dengan perilaku teori Lawrance

(15)

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Sehingga perilaku mempunyai peran dalam faktor pendukung terjadi gangguan kesehatan pada kelompok pekerja pemacah batu.

Pada penelitian ini penulis memilih mendiagnosis perilaku menggunakan teori dari Lawrance Green agar lebih jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pekerja dalam menggunakan masker saat bekerja. Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

2.5.1 Faktor-faktor predisposisi

(16)

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbetuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

- Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

- Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dalam menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintreprestasikan secara benar objek yang diketahuinya tersebut.

(17)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

- Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

- Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kemampuan seseorang untuk merangkum dan meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki, atau kemampuan untuk meringkas dengan kata-kata dan kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan membuat kesimpulan.

- Evaluasi (Evaluation)

(18)

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan respon adalah menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible). Ada beberapa komponen sikap menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) yakni:

- Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

(19)

- Kecenderungan untuk bertindak. Artinya sikap merupakan komponen yang merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. c. Nilai-nilai

Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang (Green, 2000).

d. Persepsi

(20)

juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang dimilikinya.

2.5.2 Faktor-faktor pendukung (enabling faktor) Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku,sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. Faktor pendukung dalam penelitian ini adalah keterbatasan sumber daya kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan dan ketersediaan APD / sarana

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari.. seseorang terhadap stimulus atau

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap.. suatu stimulus atau objek.Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang.. terhadap stimulus atau objek.Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi

Apakah menurut anda pekerja merasa penting memakai masker saat bekerja. PT gara ku ki ja e yo pe ti g tha ak wong ge kesehatan kug tapi yo piye mbak wong dikandani ra do

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang.. terhadap suatu stimulus

Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus/objek, manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat

Faktor lain yang dapat mempenggaruhi perilaku perawatan luka adalah Sikap (attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern