• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL NOMOR : 445/26/068/2016 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURADADI KABUPATEN TEGAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL NOMOR : 445/26/068/2016 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURADADI KABUPATEN TEGAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DIREKTUR

RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL NOMOR : 445/26/068/2016

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURADADI KABUPATEN TEGAL

DIREKTUR RSUDSURADADI KABUPATEN TEGAL

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi;

b. bahwa agar penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal;

(2)

Mengingat : 1. Undang-Undang RI. Nomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144. TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Undang-Undang RI. Nomor 44 Tahun 2009 tentangRumahSakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153. TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

3. PeraturanPemerintahRepublik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentangTenagaKesehatan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49);

4. Undang-Undang RI. Nomor: 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran;

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1796/MENKES/Per/VII/2011 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

7. Permenkes No 834/Menkes/SK/VII 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan High Care Unit dirumah sakit;

8. Permenkes No 1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Podoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit di rumah sakit;

9. Permenkes No 1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologidiagnostik di Sarana Kesehatan;

10. Permenkes No 241IMenkesISK/lV/ 2006 tentang Standar Pelayanan Laboratorium Pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik di Sarana Kesehatan;

11. Permenkes No 1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran di rumah sakit;

12. Permenkes No 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit;

13. Permenkes No 1087/Menkes/SK/VIII/ 2008 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit;

14. Permenkes No 1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien di rumah sakit;

15. Permenkes No 423/Menkes/SK/IV/ 2007 tentangKebijakanKualitasdanAksesPelayananDarah di rumah sakit;

16. Permenkes RI No 565/Menkes/PER/III/2011 tentangstrateginasionalpengendalian tuberculosis;

17. Permenkes RI No 2562/Menkes/PER/XII/2011 tentangpetunjukteknisjaminanpersalinan;

18. Kepmenkes RI No 760IMenkes/SK/VI/2007 tentang penetapan lanjutan rumah sakit rujukan bagi orang

(3)

dengan HIV dan AIDS (ODHA);

19. Permenkes RI No 560/Menkes/ PER/VIII/1989 tentang jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah, tata cara penyampaian laporan dan tata cara penanggulangannya;

20. Permenkes No l97/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di rumah sakit;

21. Permenkes No 269/Menkes/PER/III/ 2008 tentang Rekam Medis;

22. Permenkes No 290/MenkesIPER/III/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan kedokteran;

23.Permenkes No 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan KomiteMedik di rumah sakit;

24. Permenkes No 519/Menkes/Per/II/2011 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 no 5471)

25. Kepmenkes-Kesos Republik Indonesia Nomor 143/Menkes-Kesos/SK/II/2001 tentang Standarisasi Kendaraaan Pelayanan Medik;

26. Permenkes No 779/Menkes/SK/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan reanimasi;

27. Permenkes No.340/menkes/per/iii/2010 tentang klasifikasi rumah sakit;

28. Kepmenkes No 856/ Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit;

29. Peraturan Bupati Tegal No 13 Tahun 2015 tentang Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tegal.;

30. Keputusan Bupati Tegal No 14 Tahun 2015 tentang Penetapan RSUD Kabupaten Tegal sebagai Unit Kerja yang menetapkan pola pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah secara penuh.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURADADI KABUPATEN TEGAL.

KESATU : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegalsebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA : Pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi

Kabupaten Tegaldilaksanakan oleh

PejabatTeknisdanbertanggungjawabkepadaDirektur Rumah Sakit Umum Daerah Suradadi Kabupaten Tegal.

(4)

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : Suradadi

Pada tanggal : 31 Desember 2016

DIREKTUR RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL

JOKO WANTORO

(5)

Lampiran

Nomor Tanggal

:

: :

PeraturanDirektur RSUD Suradadi 445/26/068/2016 31 Desember 2016

KEBIJAKAN PELAYANAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SURADADI KAB. TEGAL

1. Pelayanan Instalasi :

▪ Pelayanan Instalasi meliputi : a. Instalasi Gawat Darurat b. Instalasi Rawat Inap

c. Instalasi Rawat Jalan meliputi : 1) Klinik Penyakit Dalam 2) Klinik Bedah Umum

3) Klinik Kebidanan dan kandungan 4) Klinik Anak

5) Klinik Orthopedi dan traumatologi 6) Klinik Paru

7) Klinik Syaraf 8) Klinik Psikologi 9) Klinik Gigi

10) Klinik VCT dan CST 11) Klinik kesehatan Jiwa 12) Klinik Gizi

13) Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin d. Instalasi High Care Unit (HCU)

e. Instalasi Hemodealisa f. Instalasi Endoskopi

g. Instalasi Penunjang Medis meliputi : 1) Instalasi Farmasi

2) Instalasi Bedah Sentral 3) Instalasi Laboratorium 4) Instalasi Radiologi

5) Instalasi Rehabilitasi Medik

f. Instalasi Penunjang Non Medis meliputi : 1) Instalasi Gizi

2) Ambulance 3) IPSRS

4) Instalasi Sanitasi

5) Instalasi Pemulasaran Jenasah

6) Siput Perkasa ( Siap Antar Jemput Pasien Periksa )

7) Jala Pandawa ( Jemput dan Antar Langsung Pasien dengan Gangguan Jiwa)

(6)

▪ Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.

▪ Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar prosedur opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket RS yang berlaku.

▪ Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).

2. Pembiayaan dan Penjaminan

▪ Untuk Pembiayaan dan Penjaminan Pasien dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

▪ Pasien yang di rawat atas permintaan sendiri dan tidak memenuhi kriteria gawat darurat di layani sebagai pasien umum

3. Skrining dan triase :

▪ Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh RS.

▪ Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.

▪ Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

4. Identifikasi :

▪ Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.

▪ Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.

5. Transfer / perpindahan di dalam rumah sakit :

▪ Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

▪ Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan.

6. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :

▪ Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.

▪ Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada pelayanan spesialistik spesifik.

▪ Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan berkelanjutan.

▪ Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.

(7)

▪ Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.

▪ Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

7. Penundaan pelayanan :

▪ Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan

▪ Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan

▪ Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik mereka.

8. Pemulangan pasien :

▪ DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.

▪ Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.

▪ Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan pelayanan medis.

▪ Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit serta populasi pasien.

▪ Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.

▪ Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.

▪ Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.

▪ Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.

9. Transportasi :

▪ Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan

▪ Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien

▪ Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun milik rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan medikamentosa sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

10. Hak pasien dan keluarga :

▪ Menghormati kebutuhan privasi pasien.

▪ Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.

▪ Melindungi dari kekerasan fisik.

▪ Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan perlindungan yang layak.

(8)

Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar rumah sakit.

Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami pasien.

Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.

11. Penolakan pelayanan dan pengobatan :

▪ Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.

▪ Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.

▪ Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar ( Do Not Resuscitate )

▪ Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.

▪ Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta persyaratan hukum dan peraturan.

12. Pelayanan pasien tahap terminal :

▪ Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya

▪ Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan

▪ Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.

13. Assesmen pasien :

▪ Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui suatu proses asesmen yang baku.

▪ Assesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan

▪ Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen

▪ Assesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.

(9)

▪ Assesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.

▪ Assesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.

▪ Untuk assesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap

▪ Assesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge)

▪ Semua pasien dilakukan assesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.

▪ Data dan informasi assesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

14. Manajemen obat :

▪ Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, kecuali bila diperkenankan kebijakan pada unit – unit khusus ( IGD, HCU, IBS)

▪ Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).

15. Manajemen nutrisi :

▪ Pasien di skrining untuk status gizi.

▪ Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.

▪ Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan.

▪ Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.

▪ Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

16. Manajemen nyeri :

▪ Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.

▪ Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.

▪ Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.

▪ Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.

17. Surgical Safety Checklist :

(10)

▪ Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.

Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.

▪ Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi / time-out”

tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.

18. Hand hygiene :

Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).

Menerapkan program hand hygiene yang efektif.

19. Risiko jatuh :

▪ Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.

▪ Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.

▪ Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

20. Komunikasi efektif :

▪ Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

▪ Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

Ditetapkan : Suradadi

Pada tanggal : 31 Desember 2016

DIREKTUR RSUD SURADADI KABUPATEN TEGAL

JOKO WANTORO

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam membran Reverse Osmosis tersebut terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul, yakni partikel yang molekulnya lebih besar daripada olekul garam, besi dan

Hasil inspeksi proses produksi bila terjadi penyimpangan telah ditetapkan dalam prosedur terdokumentasi untuk menangani penyimpangan produk dengan melakukan tindakan

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan analisa deskriptif komparatif, yang memaparkan dan membandingkan data hasil belajar siswa

Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (BAPPENDA) Provinsi Nusa Tenggara Barat dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku terkait tentang hak, tanggung jawab, kewajiban,

Beberapa potensi bahaya yang ditimbulkan dari kegiatan produksi tahu milik Pak Mudofik dapat dijabarkan sebagai berikut.. 

Hasil penelitian diperoleh bahwa Sebelum diberikan penyuluhan kesehatan tentang Gout Arthritis kepada 45 responden GoutArthritis, terjadi peningkatan signifikan yakni

Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas panggul