• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Frozen Shoulder a. Definisi

Frozen shoulder merupakan suatu kondisi dimana gerakan bahu menjadi terbatas. Frozen shoulder memiliki tingkatan keparahan yang bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan tingkatan keterbatasan seberapa besar terhadap gerakan sendi glenohumeral. Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakit yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul (Appley, 1993).

Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen shoulder merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berlangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tanda-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder

(2)

dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu ke permukaan dan menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi radang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007).

b. Klasifikasi

Menurut Zuckerman (2011), Frozen shoulder dibagi 2 klasifikasi, yaitu :

1) Primer/ idiopatik frozen shoulder

Yaitu frozen shoulder yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.

2) Sekunder frozen shoulder

Yaitu frozen shoulder yang terjadi setelah trauma pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka bakar yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

(3)

c. Etiologi

Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit cardiovascular, clinical depression dan parkinson(Djohan, 2004; David, 2009). Faktor predisposisi lainnya yaitu :

1) Usia

Kebanyakan kasus terjadi pada pasien dengan usia 40-60 tahun. Pada usia tersebut biasanya terjadi penurunan elastisitas jaringan lunak dan penurunan kekuatan otot.

2) Diabetes melitus

Pasien denga riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada sendi lainnya. Penggunaan insulin juga memperbesar resiko kekakuan sendi (Viale, 2014).

3) Operasi

Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi. Contoh umum termasuk diseksi aksila dan diseksi leher, terutama diseksi aksila dengan kombinasi terapi radiasi. Frozen shoulder digambarkan sebagai penghalang utnuk rehabilitasi setelah operasi kanker payudara.

Immobilisasi. Sejumlah besar rujukan untuk kekakuan bahu setelah masa istirahat yang sering direkomendasikan oleh dokter.

(4)

4) Penyakit Diskus Cervical

Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor umum kekakuan bahu. Pasien dengan radikulopati cervical dan sakit bahu mengalami kecenderungan kekakuan bahu. .

5) Gangguan Tyroid

Kondisi hipertiroid atau hipotiroid sering menyebabkan kondisi frozen shoulder bilateral.

6) Gangguan Paru

Frozen shoulder juga sering terjadi pada pasien emfisema dan bronkitis kronis, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi dengan keparahan atau durasi penyakit.

7) Gangguan Neoplastik

Karsinoma bronkogenik dan tumor pada paruparu dapat menyebabkan frozen shoulder. Kondisi Neurologis Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara signifikan lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan nyeri bahu dan rentan mengalami kekakuan sendi bahu. Sindrom tangan dan bahu banyak terjadi pada pasien stroke.

8) Reaksi Terhadap Obat

Obat yang dikaitkan dengan timbulnya frozen shoulder termasuk barbirute, flouroquinolones, nelfinavir, dan isoniazid. Setelah pengobatan HIV dengan protease inhibitor. Genetika Keturunan

(5)

berpengaruh lebih dari 40% pada kasus frozen shoulder, namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah diidentifikasikan

d. Tanda dan Gejala 1) Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal ( Appley, 1993 ).

2) Keterbatasan lingkup gerak sendi

Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.

Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau radikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya

(6)

(abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging) (Kuntono, 2004).

3) Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot

Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal (Kuntono, 2004).

4) Gangguan aktivitas fungsional

Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktivitas fungsional yang dijalaninya.

e. Gambaran Klinis

Rasa nyeri pada frozen shoulder akan meningkat intensitasnya dari hari ke hari. Bersamaan dengan hal itu terjadi gangguan lingkup gerak sendi bahu. Penyembuhan terjadi lebih kurang selama 6-12 bulan, dimana lingkup

(7)

gerak sendi bahu akan meningkat dan akhir bulan ke 18 hanya sedikit terjadi keterbatasan gerak sendi bahu. Menurut Kisner (1996) Capsulitis adhesive dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :

1) Pain (freezing) Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-36 minggu.

2) Stiffness (frozen) Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak skapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.

3) Recovery (thawing) Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada sinovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir selama 6-24 bulan atau lebih.

f. Komplikasi.

Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktiv itas keseharian (AKS).

(8)

g. Diagnosis banding

Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku (Appley,1993).

Kondisi pembanding dari kondisi frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator cuff.

2. Towel StretchActivity

a. Definisi

Towel stretch activity adalah latihan yang bagus untuk membantu meningkatkan flesibilitas dan rentang gerakan bahu. Latihan ini kombinasi dari lima gerakan di sekitar bahu yaitu internal rotasi, adduksi,abduksi, fleksi dan ekstensi (Brett, 2018).

Terapi meliputi peregangan atau latihan rentang gerak untuk bahu (American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2016). Pentingnya peregangan dan latihan merupakan kunci untuk mengurangi nyeri. Pasien tidak dapat berharap untuk mendapatkan perawatan nyeri bahu yang sukses jika tidak melakukan latihan, hanya ketika latihan dengan terapis. Latihan dan peregangan ini harus dilakukan beberapa kali setiap hari (Bernard, 2018).

(9)

Treatment pada frozen shoulder yang dapat dilakukan yaitu dengan teknik mobilitas yang berfokus pada gerakan di sendi glenohumeral. Salah satunya dengan towel stretch activity yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan toleransi terhadap mobilitas sendi glenohumeral (Derek, 2014).

Towel stretch activity menggunakan media yang mudah ditemukan dan digunakan sehari-hari oleh pasien sehingga pasien dapat melakukan latihan di rumah.

b. Gerakan Towel Stretch Activity 1) Flexion shoulder

Sumber : Memorial Sloan Kettering Cancer Center. (2018)

Gambar 2.1 Flexion shoulder

Berikut merupakan langkah-langkah untuk gerakan flexion shoulder :

• Pegang handuk dengan posisi kedua tangan lurus ke depan

• Arahkan kedua tangan ke atas

• Tahan 15 detik dan diulang 4 kali

(10)

2) Abduction adduction shoulder

Sumber : Taichi. (2016)

Gambar 2.2 Abduction adduction shoulder

Berikut merupakan langkah-langkah untuk gerakan abduction adduction shoulder :

• Pegang handuk dengan posisi kedua tangan lurus ke atas

• Arahkan kedua tangan ke kanan dan ke kiri secara bergantian

• Tahan 15 detik dan diulang 4 kali

3) Extension shoulder

Sumber : pixtastock.com

Gambar 2.3 Extension shoulder

(11)

Berikut merupakan langkah-langkah untuk gerakan extension shoulder:

• Kedua tangan memegang handuk di belakang pinggang

• Dorong kedua tangan ke belakang

• Tahan 15 detik dan diulang 4 kali

4) Internal rotation shoulder

Sumber : Dr. Ja’nae, B. (2017)

Gambar 2.4 Internal rotation shoulder

Berikut merupakan langkah-langkah untuk gerakan internal rotation shoulder:

• Pegang kedua ujung handuk dengan handuk berada dibelakang tubuh

• Tangan yang sakit berada disisi bawah dan tangan lainnya berada di sebelah telinga

• Tarik handuk ke atas menggunakan tangan yang tidak sakit sampai merasakan rasa sakit di bahu yang sakit.

(12)

5) Inward Rotation shoulder

Sumber : Brett Sears, PT. (2012)

Gambar 2.5 Inward Rotation

Berikut merupakan langkah-langkah untuk gerakan inward rotation shoulder :

• Kedua tangan memegang handuk di belakang pinggang

• Gunakan tangan yang tidak sakit untuk menarik handuk ke samping, membawa bahu yang sakit ke arah pinggul yang berlawanan.

• Tahan posisi selama 15 detik dan ulangi 4 kali.

3. Nyeri a. Definisi

Nyeri merupakan suatu gejala yang sangat subjektif, biasanya agak sulit melihat adanya nyeri kecuali dari keluhan penderita itu sendiri.

Rasa nyeri biasanya ditimbulkan karena adanya penyakit pada tubuh (Ngoerah, 1997). Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri ini timbul akibat adanya jaringan yang rusak dan ini akan bereaksi dengan si individu untuk memindahkan stimulus nyeri tersebut (Guyton and Hall, 1997).

(13)

b. Penyebab

Menurut Asmadi (2008) penyebab nyeri dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab fisik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Secara fisik misalnya akibat trauma baik trauma mekanik, termal, maupun kimia (Kozier, et al., 2010).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Menurut Kozier et al. (2010) faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain: kebudayaan, usia, lingkungan dan individu pendukung, pengalaman masa lalu, makna nyeri, dan ansietas. Selain faktor di atas Potter & Perry (2005) juga mengatakan jenis kelamin, keletihan dan gaya koping seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap nyeri.

1) Pengalaman nyeri yang lalu

Setiap individu belajar dari pangalaman nyeri yang lalu.

Pengalaman nyeri sebelumnya berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas bahkan rasa takut dapat muncul. Namun dapat juga sebaliknya.

(14)

2) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

3) Budaya

Kebudayaan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan sifat kebudayaan.

4) Jenis kelamin

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara wanita dengan laki-laki dalam merespon nyeri, akan tetapi lebih mengarah kepada budaya.

5) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya.

6) Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa keletihan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga terbentuk siklus nyeri-letih-nyeri.

7) Gaya Koping

(15)

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

8) Lingkungan dan individu pendukung

Lingkungan yang asing seperti rumah sakit dengan kebisingan dan aktivitasnya, dapat menambah persepsi nyeri.

Selain itu, individu yang tidak mempunyai individu pendukung dapat merasakan nyeri hebat, sebaliknya orang yang memiliki individu pendukung di sekitarnya merasakan sedikit nyeri.

d. Fisiologis Nyeri

Nyeri terjadi karena ada suatu proses fisiologis yang terjadi. Proses fisiologis nyeri digambarkan sebagai nosisepsi. Proses ini dimulai dari rangsangan sampai timbulnya persepsi nyeri. Menurut Urden, Stacy, &

Lough (2009); Kozier et al. (2010); Price & Wilson (2005), ada empat proses yang terlibat dalam nosisepsi:

a) Transduksi

Transduksi adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri (Price & Wilson 2005). Selama fase transduksi, stimulus berbahaya memicu pelepasan neurotransmiter seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, substansi P. Neurotransmiter ini menstimulasi nosiseptor dan memulai transmisi nosiseptif. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan menghambat prostaglandin (Kozier, et al., 2010).

(16)

b) Transmisi

Transmisi adalah proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal medula spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak (Price & Wilson 2005). Transmisi meliputi tiga segmen. Selama segmen yang pertama, impuls nyeri dari serabut saraf tepi dihantarkan ke medula spinalis. Substansi P bertindak sebagai sebuah neurotransmiter yang meningkatkan pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis. Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis medula spinalis: serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul yang berkepanjangan, dan serabut A- delta yang mentransmisikan nyeri tajam dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamus, ke batang otak dan talamus (Kozier, et al., 2010).

Spinotalamus terbagi menjadi dua jalur khusus: jalur neospinothalamic (NS) dan jalur paleospinothalamic (PS). Umumnya, serabut A-delta mengirimkan impuls nyeri ke otak melalui jalur NS dan serabut C menggunakan jalur PS (Urden, et al., 2009). Segmen ketiga melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, et al., 2010).

(17)

c) Persepsi

Persepsi adalah pengalaman subjektif yang dihasilkan oleh aktivitas transimisi nyeri (Price & Wilson, 2005). Impuls nyeri ditrasnmisikan melalui spinotalamus menuju ke pusat otak dimana persepsi ini terjadi. Sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui neospinothalamic (NS) menuju talamus, dan sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui paleospinothalamic (PS) menuju batang otak, hipotalamus, dan talamus. Bagian dari central nervous system (CNS) ini berkontribusi terhadap persepsi awal nyeri. Proyeksi ke sistem limbik dan korteks frontal memungkinkan ekspresi dari komponen afektif nyeri. Proyeksi ke korteks sensorik yang terletak di lobus parietal memungkinkan pasien untuk menggambarkan pengalaman sensorik dan karakteristik nyerinya, seperti lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri.

Komponen kognitif nyeri melibatkan beberapa bagian korteks serebral.

Ketiga komponen ini menggambarkan interpretasi subjektif dari nyeri.

Sama dengan proses subjektif tersebut, ekspresi wajah dan gerakan tubuh tertentu merupakan indikator perilaku nyeri yang terjadi sebagai akibat dari proyeksi serabut nyeri ke korteks motorik di lobus frontal (Urden, et al., 2009).

d) Modulasi

Modulasi seringkali digambarkan sebagai sistem desendens, proses keempat ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis medula spinalis. Serabut desendens ini

(18)

melepaskan zat seperti opiod endogen, serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya di kornu dorsalis. Namun, neurotransmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang membatasi kegunaan analgesiknya. Klien yang mengalami nyeri kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat ambilan kembali norepineprin dan serotonin. Tindakan ini meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat naiknya stimulus yang berbahaya (Kozier, et al., 2010).

e. Respons terhadap nyeri

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Pada respon fisiologis, sistem saraf otonom terstimulus bersamaan dengan naiknya impuls- impuls nyeri ke medula spinalis hingga batang otak dan talamus. Pada awalnya, sistem saraf simpatis berespons, menyebabkan respons melawan atau menghindar. Stimulasi dari cabang saraf simpatis pada sistem saraf otonom mengakibatkan respons fisiologis seperti peningkatan respirasi, peningkatan denyut jantung, vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot. Apabila nyeri berlanjut, maka sistem saraf parasimpatis mulai bereaksi. Adaptasi terhadap nyeri ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari mengalami nyeri (Potter & Perry, 2009). Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas kognitif dan perilaku, seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur. Individu dapat berespons terhadap nyeri dan mencari

(19)

intervensi fisik untuk mengatasi nyeri, seperti analgesik, masase, dan olahraga. Gerakan tubuh dan ekspresi wajah dapat mengindikasikan adanya nyeri, seperti gigi mengatup, menutup mata dengan rapat, wajah meringis, merengek, menjerit dan imobilisasi tubuh (Kozier, et al., 2009).

f. Klasifikasi Nyeri

Smeltzer et al. (2010) mengklasifikasikan nyeri secara umum menjadi tiga, yaitu nyeri akut, nyeri kronis, dan nyeri yang terkait dengan kanker.

1. Nyeri akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung tidak lebih dari enam bulan, awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui.

2. Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan, sumber nyerinya bisa diketahui bisa tidak.

3. Nyeri yang berhubungan dengan kanker

Nyeri yang berhubungan dengan kanker dapat bersifat akut atau kronis. Nyeri pada pasien dengan kanker dapat langsung berhubungan dengan kanker (misalnya, infiltrasi tulang dengan sel tumor atau kompresi saraf), hasil dari pengobatan kanker (misalnya, pembedahan atau radiasi). Namun, sebagian besar nyeri yang terkait dengan kanker adalah akibat langsung dari keterlibatan tumor.

(20)

Nyeri juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan tempat dan berat ringannya nyeri (Asmadi 2008).

1. Nyeri berdasarkan tempatnya

a. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa.

b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.

c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, dan talamus.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya

a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.

b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.

c. Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10 sampai dengan 15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan berat ringannya

a. Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah

(21)

b. Nyeri sedang, yaitu nyeri dengan intensitas sedang.

c. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

g. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan individu. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya (Smeltzer, et al., 2010).

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan reliabel dalam menentukan intensitas nyeri. Sebagian skala menggunakan kisaran 0-10 dengan 0 menandakan “tanpa nyeri” dan angka tertinggi menandakan “kemungkinan nyeri terburuk” untuk individu tersebut (Kozier, et al., 2010).

a) Visual Analog Scale (VAS)

Skala analog visual (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/ reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa.

(22)

b) Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri.

c) Numeric Rating Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2005). Krebs, Carey, & Weinberger (2007) mengkategorikan skor NRS 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), dan 7-10 (nyeri berat).

d) Wong Baker Pain Rating Scale

Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

c. Nyeri Pada Frozen Shoulder

Nyeri bisa terjadi pada setiap bagian tubuh yang bersendi, nyeri juga sering terjadi pada bahu yang sering dialami oleh seseorang yang jarang menggunakan kemampuan fisik atau berolah raga. Sindroma nyeri bahu hampir selalu didahului atau ditandai dengan adanya rasa nyeri terutama pada saat melakukan aktivitas gerakan yang melibatkan sendi bahu sehingga penderita ketakutan atau enggan menggerakkan sendi bahu. Keadaan seperti ini apabila dibiarkan dalam waktu yang relatif lama menjadikan bahu akan

(23)

menjadi kaku, yang sering disebut penyakit frozen shoulder (Ngoerah 1997).

Frozen shoulder dapat menimbulkan gangguan nyeri karena terjadi apabila faktor-faktor predisposisi tidak ditangani dengan tepat. Akibat dari peradangan, pengerutan, pengentalan, dan penyusutan kapsul yang mengelilingi sendi bahu. Nyeri yang terjadi apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan spasme dan reflek spasme otot penting dalam perubahan fibritic primer. Nyeri dan spasme menyebabkan immobilisasi pada bahu sehingga menyebabkan perlengketan intra/ekstra seluler pada kapsul. Nyeri akan timbul terutama sewaktu menggerakkan bahu, sehingga penderita akan takut menggerakkan bahunya. Akibat immobilisasi yang lama maka otot akan berkurang kekuatannya.

Pada penderita yang memiliki riwayat trauma akan merasakan nyeri pada bahu dan lengan, mula mula dirasakan nyeri yang tak tertahankan namun berangsur angsur akan berkurang dalam beberapa bulan kedepan.

Namun kekakuan akan bertambah seiring dengan berkurangnya rasa nyeri.

Hal ini yang menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bahu dan lengannya secara normal (Appley, 1995).

B. Penelitian yang relevan

1. Penelitian dilakukan oleh James, et al. (2013) dalam judul “Home Based Exercise Program for Frozen Shoulder Follow-up of 36 Idiopathic Frozen Shoulder Patients” penelitian tentang Shoulder Accelerated Rehabilitation Protocol (SHARP) untuk pasien frozen shoulder dengan

(24)

36 responden mendapatkan hasil yang positif dengan menggunakan SHARP yang berbasis home based exercise, mudah diikuti dan efektif mengurangi nyeri. Skor rata-rata pada awal pemeriksaan adalah 26,69 (SD-8,522), yang meningkat menjadi 98,58 (SD-2,892) pada 15 bulan.

Pasien maksimum mencapai skor bahu konstan 100 pada 15 bulan (22 pasien). Skor VAS rata-rata untuk rasa sakit pada awal protokol adalah 7,14 (SD-1.222) yang meningkat menjadi 0 pada 18 bulan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yeole, et al. (2017) dalam judul

“Effectiveness Of Movement With Mobilization In Adhesive Capsulitis Of Shoulder: Randomized Controlled Trial” yang berisi penelitian tentang kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari pada frozen shoulder dengan jumlah sampel 30 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A dengan movement with mobilization and supervised exercises dan kelompok B dengan supervised exercises without any mobilization, didapatkan hasil pergerakan dengan mobilisasi terbukti menjadi teknik yang lebih baik untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dan mengurangi rasa sakit di frozen shoulder. Skor nyeri pada NPRS meningkat dari 7,93 ± 0,88 menjadi 3,4 ± 1,24 pada Grup A (p <0,005) dibandingkan dengan 8,06 ± 1,09 hingga 6,4 ± 1,2 pada Grup B (p <0,005). Skor SPADI meningkat dari 91,7 ± 6,90 menjadi 35,26 ± 3,45 pada Grup A (p <0,005) dibandingkan dengan 92,4

± 4,15 hingga 69,53 ± 6,7 pada Grup B (p <0,005).

(25)

C. Kerangka Teori

Berikut merupakan kerangka teori dalam penelitian ini :

Gambar 2.6 Kerangka teori Frozen shoulder

Towel Stretch Activity Primer/idiopatik sekunder

Gejala dan tanda 1. Nyeri

2. Keterbatasan lingkup gerak sendi

3. Penurunan Kekuatan otot

4. Gangguan aktifitas fungsional

1. Peningkatkan lingkup gerak sendi 2. Mengurangi nyeri 3. Peningkatkan

fungsional shoulder

(26)

D. Kerangka Berpikir

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

Gambar 2.7 Kerangka berpikir

E. Hipotesis penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian yang dibuat sebagai berikut :

Ho : tidak terdapat pengaruh towel stretch activity terhadap tingkat nyeri pada kondisi frozen shoulder di RSUD DR. Adhyatma, MPH Ha : terdapat pengaruh towel stretch activity terhadap tingkat nyeri pada kondisi frozen shoulder di RSUD DR. Adhyatma, MPH.

Pasien frozen shoulder Pre-test menggunakan instument VAS

Towel Stretch Activity

Post-test menggunakan

instrument VAS

Membandingkan tingkat nyeri pasien

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Di gambar 2.2 menjelaskan proses prediksi banjir menggunakan metode RBF, tahap yang dilakukan adalah pencarian dan pengumpulan data sensor water level, debit aliran sungai

Hasil identifikasi plankton pada perlakuan A menunjukkan kelimpahan plankton tertinggi (Tabel 3) namun rendahnya pertumbuhan pada perlakuan A diduga karena pakan

second GnRH treatments of Ovsynch based for 7 d progesterone device insertion are essential for optimal synchronization of a preovulatory follicular wave and

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemanfaatan sisa tanaman sayuran sebagai pengganti rumput gajah pada komponen pakan lengkap terfermentasi terhadap

Local currency costs for three project components, Farming Systems Research, Sustainable Upland Farming Systems Pilot Projects and Human Resources Development, will

coordination a number of learning components (objectives, teaching material, method and tool, and assessment), learning activities and learning outcomes of students in Bilingual

Pengujian potensi ekstrak biji jintan hitam sebagai obat antiparkinson dilakukan dengan cara uji farmakologi pada mencit yang meliputi pengujian toksisitas akut dan