• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA AIR LIMBAH RUMAH MAKAN DENGAN METODE ROTATING

BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) TUGAS AKHIR

RIO BATARA SITOMPUL 150407064

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

STUDI PENURUNAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA AIR LIMBAH RUMAH MAKAN DENGAN METODE ROTATING

BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC)

TUGAS AKHIR

RIO BATARA SITOMPUL 150407064

TUGAS AKHIR INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan penyertaan-Nya penulis mampu menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Studi Penurunan Kadar COD dan TSS Pada Air limbah Rumah Makan dengan Metode Rotating Biological Contactor (RBC)” sebagai persyaratan kelulusan sarjana pada Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan dari awal sampai akhir proses pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini kepada:

1. Bapak Dr. Amir Husin, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mendidik,membimbing dan memberikan pengarahan serta memberi persetujuan sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Ir. Netti Herlina, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan dan Dosen Penguji saya.

3. Ibu Ir. Lies Setyowati , MT sebagai dosen penguji dan yang telah memberikan saran dan masukan untuk Tugas akhir ini

4. Ibu Isra’ Suryati, ST., M.Si selaku Koordinator Tugas Akhir.

5. Ibu Gesti Sinaga dan Ibu Pono selaku Pegawai Administrasi dan seluruh dosen/staf pengajar Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada Orang Tua saya, Bapak Lindung P. Sitompul dan Mama Sondang Sintauly Sibarani dan Keluarga Besar saya yang telah memberikan dukungan moral maupun materil, dan yang tidak pernah henti-hentinya mendoakan penulis.

7. Keluarga Yoseph Engineering Fakutas Teknik USU, Secara khusus kepada Yosef, Heri, Yuli, Pardi, Musa dan Rori.

8. Kepada teman-teman Teknik Lingkungan 2015 dan seluruh mahasiswa Teknik Lingkungan USU yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam penyelesaian Tugas Akhir Ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan Tugas Akhir Ini. Akhir kata, penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Medan, Oktober 2019

Rio Batara Sitompul

(4)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi debit terhadap efisiensi penurunan parameter COD dan TSS yang terkandung pada air limbah rumah makan. Pada penelitian ini menggunakan reaktor rotating biological contactor skala laboratorium. Pengaliran air limbah dilakukan secara kontinu. Penelitian diawali dengan tahap seeding yang bertujuan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang berasal dari lumpur septic tank kemudian dilanjutkan dengan tahapan aklimatisasi yang bertujuan untuk mengadaptasikan mikroorganisme dengan air limbah rumah makan. Proses running dilakukan dengan mengoperasikan tiga variasi debit yaitu 0,55 l/jam, 0,825 l/jam dan 1,65 l/jam. Hasil peneltian menunjukkan bahwa pengoperasian RBC dengan ketiga variasi debit dapat menurunkan parameter COD dan TSS pada air limbah rumah makan. Persentase removal COD dan TSS yang dicapai oleh masing-masing pengoperasian debit 0,55 l/jam, 0,825 l/jam dan 1,65 l/jam adalah 76 %, 68 % dan 35 % untuk penyisihan COD dan 85 %, 83% dan 73 % untuk penyisihan TSS.

Kata Kunci : limbah rumah makan , COD , Rotating Biological Contactor, TSS

(5)

iii ABSTRACT

This study aims to determine the effect of flowrate variation on the efficiency of decreasing COD and TSS parameters were contained in restaurant wastewater. In this study used a reactor of rotating biological contactor. This research was conducted laboratory scale. The type of reactor that is used in this research is continuous flow. The research started with seeding phase which was aimed to seed the microorganism from sludge of septic tank and continued by acclimatization phase which aimed to adapt microorganism with restaurant wastewater. After the acclimatization step is done, the running step were conducting by operating three variations of flow rate at 0,55 liter/hour, 0,825 liter/hour and 1,65 liter/hour. The result show that the operation of flow rate variations give an effect on the removal COD and TSS. The percentage of COD removal achieved by each of flow rate at 0,55 liter/hour, 0,825 liter/hour and 1,65 liter/hour is 76 %, 68 % and 35 % and the percentage of Total Suspended Solid removal achieved is 85 %, 83% and 73 %.

Keywords : restaurant wastewater, COD, rotating biological contactor, TSS

(6)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... I - 1 1.1 Latar Belakang ... I - 1 1.2 Rumusan Masalah ... I - 5 1.3 Tujuan Penelitian ... I - 5 1.4 Ruang Lingkup ... I - 5 1.5 Manfaat Penelitian ... I – 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II- 1 2.1 Air Limbah ... II- 1 2.2 Air Limbah Rumah Makan ... II- 1 2.3 Karakteristik Air Limbah Rumah Makan ... II- 2 2.4 Parameter Penelitian ... II- 3 2.4.1 Chemical Oxygen Demand (COD) ... II- 3 2.4.2 Total Suspended Solid (TSS) ... II- 4 2.5 Pengolahan Air Limbah ... II- 4 2.6 Teknologi Rotating Biological Contactor (RBC) ... II- 6 2.6.1 Pembentukan Biofilm Mikroorganisme pada RBC ... II- 8 2.6.2 Mekanisme Kerja Biofilm Mikroorganisme pada RBC ... II- 8 2.6.3 Komposisi Biofilm Mikroorganisme pada RBC ... II- 10 2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja RBC ... II- 11 2.7.1 Kecepatan Putaran ... II- 11 2.7.2 Organic Loading ... II- 12 2.7.3 Hydraulic Loading Rate ... II- 12 2.7.4 Hydraulic Retention Time (HRT) ... II- 13 2.7.5 Jumlah Stage (Tahap) ... II- 13 2.8.6 Temperatur ... II-14 2.8.7 Kedalaman Media Yang Terpendam ... II-14

(7)

v

BAB III METODE PENELITIAN ... III- 1

3.1

Metode Penelitian ... III- 1

3.2

Lokasi Penelitian ... III- 1 3.3 Objek Penelitian ... III- 1 3.4 Alat dan bahan ... III- 1 3.4.1 Bahan ... III- 1 3.4.2 Peralatan ... III- 1 3.5 Variabel Penelitian ... III- 2 3.5.1 Variabel Tetap ... III- 2 3.5.2 Variabel Berubah ... III- 2 3.6 Parameter Uji ... III- 2 3.7 Prosedur Penelitian ... III- 3 3.7.1 Pembuatan Reaktor RBC ... III- 3 3.7.2 Proses Seeding ... III- 3 3.7.3. Proses Aklimatisasi ... III- 4 3.7.4. Proses Running ... III- 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... IV - 1

4.1

Karakteristik Air Limbah Rumah Makan ... IV – 1 4.2 Proses Seeding Pada Reaktor Rotating Biological Contactor (RBC) ... IV – 2 4.3 Proses Aklimatisasi Pada Reaktor RBC ... IV – 4 4.4 Proses Running Pada Reaktor RBC... IV – 5 4.4.1 Pengaruh Debit Terhadap Penyisihan COD ... IV – 6 4.4.2 Pengaruh Variasi Debit Terhadap Penyisihan TSS ... IV – 9

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... V - 1 5.1 Kesimpulan ... V – 1 5.2 Saran ... V – 2 DAFTAR PUSTAKA...IX LAMPIRAN

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Hasil Penelitian Parameter Limbah Rumah Makan dengan

Permen LHK No. 68 Tahun 2016 ... II – 3 Tabel 3.1 Tahapan Proses Aklimatisasi ... …III -4 Tabel 4.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Makan ... …IV -1

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Cara Pengolahan Air Limbah Dengan Proses biofilm ... .II–5 Gambar 2.2 Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Proses Dengan

Sistem Biofilm ... II–6 Gambar 2.3 Ilustrasi Rotating Biological Contactor ... II-8 Gambar 2.4. Beberapa Jenis Stage pada RBC ... II-16 Gambar 2.5 Kontaktor biologis yang berputar dengan kedalaman 40 % ... II-17 Gambar 2.6 Kontaktor biologis yang berputar lebih dalam dari 40 % ... II-17 Gambar 3.1 Flowchart Proses Seeding ... III-6 Gambar 3.2 Flowchart Proses Aklimatisasi ... III-7 Gambar 3.3 Flowchart Proses Running ... III-8 Gambar 4.1 Grafik Penyisihan COD Pada Proses Seeding ... IV-3 Gambar 4.2 Hasil Analisis COD Proses Aklimatisasi Pada Reaktor RBC ... IV-5 Gambar 4.3 Grafik Efisiensi Penurunan COD Pada debit 0,55 l/jam ... IV-7 Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Penurunan COD Pada debit 0,825 l/jam ... IV-7 Gambar 4.5 Grafik Efisiensi Penurunan COD Pada debit 1,65 l/jam ... IV-7 Gambar 4.6 Grafik Efisiensi Rata-Rata Penurunan COD Pada Ketiga Variasi Debit…………...IV-8 Gambar 4.7 Grafik Efisiensi Penurunan TSS Pada debit 0,55 l/jam ... IV-9 Gambar 4.8 Grafik Efisiensi Penurunan TSS Pada debit 0,825 l/jam ... .IV-10 Gambar 4.9 Grafik Efisiensi Penurunan TSS Pada debit 1,65 l/jam ... IV-10 Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Rata-Rata Penurunan TSS Pada Ketiga Variasi Debit………….. IV-11

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Lampiran 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik LAMPIRAN 2 Metode Analisa Chemical Oxygen Demand (COD)

LAMPIRAN 3 Metode Analisa Total Suspended Solid (TSS)

LAMPIRAN 4 Gambar Rangkaian Reaktor Rotating Biological Contactor (RBC) LAMPIRAN 5 Rangkaian Alat Reaktor RBC Beserta Komponennya

LAMPIRAN 6 Rangkaian Control Panel Pada Reaktor RBC LAMPIRAN 7 PERHITUNGAN

LAMPIRAN 8 Data Hasil Analisi Parameter COD DAN TSS di Laboratorium LAMPIRAN 9 Foto Pengamatan Karakteristik Biofilm Pada Tahap Seeding LAMPIRAN 10 Foto Dokumentasi

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Industri rumah makan/restaurant di kota Medan berkembang dengan pesat, hal ini terlihat dari banyaknya rumah makan, restoran maupun tempat kuliner lainnya yang hadir seiring dengan permintaan oleh masyarakat yang menginginkan jasa servis makanan yang cepat, praktis dan bervariasi. Dengan banyaknya usaha rumah makan/restaurant yang menghasilkan air limbah yang merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Sumber utama air limbah rumah makan berasal dari air buangan dan sisa makanan seperti lemak, nasi, sayuran dan pencucian peralatan makanan (Suhardjo, 2008).

Air limbah rumah makan mengandung kadar bahan organik tinggi seperti minyak dan lemak, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) yang cukup tinggi (Bangun, 2018). Menurut Doraja et al (2012), Air limbah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi menyebabkan mikroorganisme membutuhkan banyak oksigen untuk mendegradasikan bahan organik dan hal ini dapat diketahui dari kadar COD limbah yang tinggi sedangkan kadar Total Suspended Solid (TSS) yang terkandung pada air buangan akan menyebabkan kekeruhan pada air tersebut. Jika air keruh, sinar matahari tidak dapat menembus kedalam air sehingga organisme yang membutuhkan cahaya mati menyebabkan pembentukan lumpur yang menyebabkan pendangkalan pada badan air (Soemirat, 1994).

Saat ini di banyak rumah makan/restoran yang tidak memiliki instalasi pengolahan limbah dan langsung membuang limbahnya ke saluran air tanpa dilakukan pengolahan limbah lebih dahulu.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 68 Tahun 2016, air limbah domestik yang dihasilkan dari skala rumah tangga dan usaha/kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1098 Tahun 2003 Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran, mengatur bahwa rumah makan/restoran harus memiliki saluran limbah sendiri dan fasilitas sanitasi yaitu sarana fisik bangunan dan perlengkapannya yang digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan.

Salah satu teknologi pengolahan limbah yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar COD dan TSS pada air limbah rumah makan adalah dengan pengolahan secara biologi dengan Rotating Biological Contactor (RBC). Penelitian Ebrahimi et al (2009) melaporkan efesiensi penyisihan kadar COD dari pengolahan limbah susu dengan reaktor RBC adalah 80 %, 83 %

(12)

I-2 dan 92 % untuk waktu tinggal 16, 24 dan 36 jam. Reaktor RBC memiliki diameter disk 32 cm

dan luas area terpendam disk 33 %. Kecepatan putaran disk adalah 4 rpm bekerja secara kontinu dengan menggunakan tiga kompartemen.

Penelitian RBC skala laboratorium yang dilakukan oleh Pathan et al (2011), melaporkan bahwa Reaktor RBC dengan satu kompartemen dapat menyishkan BOD dan COD pdengan efisiensi penyisihan BOD dan COD adalah 53 % dan 60 % dengan waktu tinggal 1 ½ jam. Reaktor RBC ini bekerja secara batch dengan kecepatan putaran disk 1,7 rpm dan luas area yang terpendam disk adalah 40 %..

Penelitian lain juga dilakukan oleh Kader et al (2011), Reaktor RBC skala pilot dioperasikan secara kontinu untuk mengolah limbah domestik greywater dengan waktu tinggal selama 12 jam. Parameter yang diuji adalah BOD dan TSS, konsentrasi BOD pada influent sebelum diolah sebesar 72 mg/l, 119 mg/l dan 182 mg/l. Reaktor RBC berhasil menurunkan kadar BOD dan TSS dengan efisiensi penyisihan BOD sebesar 93 - 96 % dan penyisihan TSS 84 - 95 % untuk semua konsentrasi influent limbah.

Pradeep et al (2011) melaporkan bahwa RBC berhasil menghilangkan polutan fenol dari limbah industri hingga 99 %. Penelitian dioperasikan secara batch dengan variasi luas area yang terpendam yaitu 30, 34 dan 45 % dan variasi kecepatan putaran disk adalah 50,75 dan 100 rpm dengan waktu tinggal 36, 28 dan 24 jam. Disk terbuat dari material polymethyl acrylate dengan polyester colth mounted dengan diameter 18 cm.

Penelitian Susilo et al (2015) melaporkan bahwa RBC berhasil menurunkan kadar COD, BOD dan TSS pada limbah cair tapioka dengan efisiensi 97.9%, 96.1%, dan 89.63% dengan waktu tinggal 48 jam. Reaktor RBC dioperasikan secara kontinu dengan variasi waktu tinggal antara 12, 24, 32 dan 48 jam dengan kecepatan putaran disk sebesar 100 rpm.

Pengolahan limbah secara RBC dipilih karena efektif dalam menyisihkan BOD dan COD hingga 60- 70 % (Kiruthika et al, 2017). Keuntungan menggunakan RBC adalah penggunaan energi yang sedikit, waktu tinggal yang singkat, biaya perawatan yang murah dan mudah dioperasikan (Ghawi et al. 2009, Pathan et al. 2015). Pada penelitian ini, penulis melakukan studi penurunan kadar COD dan TSS pada limbah cair rumah makan. Pengolahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengolahan limbah secara biologi dengan dengan metode Rotating Biological Contactor (RBC) dengan menggunakan variasi debit berdasarkan waktu tinggal.

Adapun penelitian-penelitian sebelumnya mengenai rotating biological contactor dapat dilihat pada tabel 1.1.

(13)

I-3 Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Cvetkovic et al 2014 Performance Of

Single-Stage Rotating Biological Contactor With Supplemental Aeration

a) Reaktor RBC Anaerob komersil yang dibuat oleh Tehnix Company tahun 2005 b) Volume reaktor adalah 11 m3 dan memiliki 4 buah disk dengan diameter 210 cm dan total luas permukaan biomassa 26.58 m2. c) pH bervariasi dari 7,4 – 8,2 dan suhu 7- 26,3 0C dan kedalaman media yang terendam 40 %

- Pengolahan air limbah domestik dengan reaktor RBC dapat menurunkan kadar COD hingga 71 % ; persentase removal NH4+ - N adalah 60 % dan persentase removal NH3- N adalah 52 %.

- Pengolahan RBC dengan menggunakan tambahan aerasi akan memiliki kemampuan setara dengan reaktor RBC yang mengguna kan dua kompartemen.

2 Rongjun Su et al 2015 Treatment Of Antibiotic Pharmaceutical Wastewater Using a Rotating Biological Contactor

a) Reaktor RBC three-stage menggunakan dsik dari bahan plastik dengan diameter 32 cm, memiliki 12 disk dan jarak spasi antar disk 2 cm.

b) Kecepatan Putaran disk adalah 4 rpm dan luas permukaan disk yang terpendam 45 %.

- Persentase penyisihan BOD, COD dan NH4+ - N adalah 85 % , 45 % dan 40 %

(14)

I-4 Lanjutan Tabel 1.1

No Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

3 Kiruthika et al 2017 Treatment Of Dairy Wastewater Using Rotating Biological Contactor

a) Reaktor RBC dengan diameter disk 20 cm dengan 4 buah disk, dimensi reaktor 50 x30 30 cm dan luas disk terendam 40 %.

b) Kecepatan Putaran disk adalah 5 - 10 rpm dan poros disk menggunakan pvc

- Reaktor beroperasi secara batch dan waktu tinggalnya adalah 3-4 jam.

- Pengolahan air limbah susu dengan metode RBC berhasil menurunkan kadar COD dan BOD sebesar 60-70 %.

4 Rana et al 2018 Removal of Organic

Pollutant the use Of Rotating Biological Contactor

a) Reaktor RBC skala laboratorium dengan diameter disk 10 cm dan memiliki 6 buah disk dan reaktor memiliki kecepatan putaran 5 - 50 rpm.

b) Volume reaktor adalah 5 liter dengan media disk yang terendam adalah 10 - 45 % . dan reaktor beroperasi dengan suhu 30 ± 1 0 C.

- Pada kecepatan putaran 10 dan 20 rpm persentase penyisihan phenol 13 dan 15 % sedangkan kecepatan putaran 30 dan 40 rpm persentase penyisihannya adalah 56 %.

- Luas disk yang terendam 40 % memiliki efisiensi yang lebih baik dari variasi luas yang terendam lainnya.

(15)

I-5 1.1 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana reaktor Rotating Biological Contactor (RBC) dapat menurunkan kadar COD dan TSS pada air limbah rumah makan/restoran.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi debit berdasarkan waktu tinggal pada reaktor RBC terhadap penurunan kadar COD dan TSS pada air limbah rumah makan/restoran.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Variabel tetap yaitu:

a. Luas area yang terpendam disc 40 % b. Kecepatan putaran disc 40 rpm

c. Jumlah disc yang digunakan 4 buah dengan diameter 20 cm

2. Variabel berubah yaitu :

Variasi debit berdasarkan waktu tinggal 36 jam, 24 jam dan 12 jam : a. Debit 0,55 liter/jam untuk waktu tinggal 36 jam

b. Debit 0,825 liter/jam untuk waktu tinggal 24 jam c. Debit 1,65 liter/jam untuk waktu tinggal 12 jam

3. Parameter yang diuji yaitu : a. COD

b. TSS

(16)

I-6 1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

1. Bagi Penulis:

a. Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

b. Menambah pengalaman, pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan produk yang digunakan untuk mengolah limbah.

2. Bagi Masyarakat

a. Sebagai referensi untuk pelaku usaha industri rumah makan/restoran untuk mengolah air limbah yang dihasilkan dari kegiatannya.

b. Dapat meningkatkan kualitas air buangan sebelum dibuang ke saluran air sehingga men- cegah terhadinya pendangkalan pada saluran air dan menciptakan lingkungan yang sehat.

3. Bagi Pemerintah

a. Memberikan referensi bagi pemerintah dalam mengawasi pengolahan air limbah domestik b. Sebagai alternatif pengolahan untuk menangani dan mencegah pencemaran lingkungan..

(17)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Limbah

Limbah cair atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat - tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003). Dengan berkembangnya kemajuan teknologi, industri pada saat ini dapat menghasilkan produk yang bermanfaat tetapi juga menghasilkan produk samping berupa limbah yang berbahaya dan beracun. Limbah beracun yang dihasilkan industri antara lain dapat berupa logam berat.

Berdasarkan karakteristiknya, air limbah industri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok (Said, 2017):

a. Air limbah industri yang memiliki konsentrasi zat organik yang relatif tinggi , seperti: industri makanan, industri kimia, industri obat-obatan, tekstil, industri lem atau perekat gelatin, pulp dan kertas

b. Air limbah industri yang konsentrasi zat organiknya yang relatif rendah, seperti : industri pe- ngemasan makanan, minyak, serat,pemintalan dan rumah makan.

c. Air limbah industri yang mengandung zat organik berbahaya beracun, seperti: industri barang barang dengan bahan baku kulit, industri besi baja, industri penyamakan kulit, industri kimia insektisida, dan herbisida.

d. Air limbah industri yang mengandung zat organik umum, seperti: industri pupuk anorganik, kimia anorganik, pencucian pada industri logam, keramik.

e. Air limbah industri yang mengandung zat anorganik, berbahaya dan beracun, seperti: industri pelapisan logam, industri baterai dan industri elektronik.

2.2. Air Limbah Rumah Makan

Rumah makan adalah usaha yang menyajikan hidangan kepada masyarakat dan menyediakan tempat untuk menikmati hidangan serta menetapkan tarif tertentu untuk makanan dan pelayanannya. Rumah makan menyajikan makanannya langsung di tempat, tetapi ada juga yang menyediakan layanan take out dan delivery service sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada konsumennya (Notoatmodjo, 2003). Rumah makan mulai dari warung makan, rumah makan dalam skala kecil maupun besar, rumah makan cepat saji dalam berbagai skala mulai dari outlet yang kecil sampai besar. Air limbah rumah makan bersumber dari pencucian peralatan makanan, air buangan sisa makanan yang dibuang mengandung bahan organik. Bahan organik yang terkandung dalam limbah rumah makan dapat membusuk atau terdegredasi oleh

(18)

II-2 mikroorganisme sehingga bila dibuang ke badan air akan meningkatkan potensi populasi mikroorganisme, sehingga kadar BOD akan naik sedangakan sabun dapat meningkatkan naiknya nilai pH dalam air (Purwanti dan Laily, 2015).

Pada umumnya, macam-macam limbah rumah makan sebagai berikut.

1. Limbah Organik Cepat Busuk

Limbah padat rumah makan yang mudah busuk atau terurai oleh mikroorganisme, pembusuk an limbah organik dapat menghasilkan gas metana (CH4) yang dapat menimbulkan permasala han lingkungan (Daryanto,1995).

2. Limbah Anorganik

Limbah yang berasal dari benda – benda yang tidak mudah terdegradasi oleh lingkungan seperti: plastik, kaleng, botol dan bahan-bahan sintetis atau buatan.

3. Limbah Cair B3 dan Non B3

Limbah cair B3 berasal dari air bekas cucian dengan menggunakan sabun, deterjen ataupun desinfektan pembersih lantai sedangkan limbah cair non B3 yang berasal dari rumah makan adalah bekas minuman ataupun makanan yang dibuang ke saluran air.

4. Limbah Minyak

Minyak tidak dapat larut dalam air, Limbah yang mengandung minyak berasal dari sisa-sisa minyak jelantah ataupun sisa makanan yang mengandung banyak minyak.

2.3 Karakteristik Air Limbah Rumah Makan

Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah makan mempunyai komposisi dan kandungan yang berbeda. Hal ini disebabkan variasi kandungan kotoran di peralatan memasak atau makan, komposisi dan jumlah bahan baku yang digunakan untuk memasak. Perbedaan antara air limbah domestik atau rumah tangga dengan air limbah rumah makan meskipun baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah sama adalah limbah yang berasal dari rumah makan kandungan air limbahnya mengandung minyak dan lemak, padatan tersuspensi dan bahan organik dengan jumlah yang tinggi. Air limbah rumah makan juga memiliki bau yang tidak sedap karena sisa- sisa dari makanan atau minuman yang langsung dibuang ke saluran air.

a

(19)

II-3 Berikut adalah perbandingan dari hasil penelitian dengan Permen LHK No.68 Tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Perbandingan Hasil Penelitian Parameter Limbah Rumah Makan dengan Permen LHK No. 68 Tahun 2016

Penelitian Sebelumnya

Permen LHK No.68 Tahun

2016 Parameter Uji Bangun,

(2018) Purwanti dan

(mg/L) Apriani,

Laily (2015) Kadar Maksimum dkk (2014)

BOD 118,64 81 30

COD 852 603,81 189 100

TSS 70 312 100 30

Minyak dan

315 5

lemak

384 Sumber : Hasil Analisis, 2019

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui perbandingan nilai COD hasil penelitian dengan peraturan yang ditetapkan telah melewati baku mutu yaitu 100 mg/l dan perbandingan nilai TSS hasil penelitian dengan peraturan yang ditetapkan juga melewati baku mutu yaitu 30 mg/l.

Melihat dari kandungan bahan organik limbah rumah makan yang dihasilkan maka perlu dilakukan pengolahan air limbah.

2.4 Parameter Penelitian

2.4.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Pengukuran jumlah kebutuhan oksigen yang dibutuhkan dalam menstabilkan senyawa-senyawa organik yang merupakan indikator adanya kandungan bahan organik di dalam air limbah (Herlambang, 2006; Sukawati, 2008; Nasution, Karnaningroem, 2013 dan Putri, 2017). Dampak COD yang tinggi terhadap lingkungan yaitu kandungan Dissolved Oxygen (DO) menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan oksigen sebagai sumber kehidupan bagi biota air tidak dapat terpenuhi sehingga biota air dapat mati (Monahan, 1993).

(20)

II-4 Uji COD menghasilkan nilai oksigen yang lebih tinggi dari BOD5 karena banyak oksigen yang dapat dioksidasi moleh bahan kimia dibandingkan mikroorganisme. Salah satu keuntungan uji COD dibandingkan uji BOD adalah waktu yang sangat cepat sekitar 2-5 jam sedangkan BOD membutuhkan waktu 5 hari.

2.4.2 Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid atau Padatan Tersuspensi Total (TSS) adalah residu dari padatan total yang ada pada air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987). Penentuan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kadar pencemaran air limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air (BAPPEDA, 1995). TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis dan menyebabkan turunnya oksigen terlarut yang dilepas kedalam air oleh tanaman. TSS yang tinggi juga menyebabkan penurunan kualitas kejernihan air (Alaerts,1984).

2.5 Pengolahan Air Limbah

Air limbah umumnya mengandung senyawa polutan zat organik maupun anorganik.

Mikroorganisme akan menggunakan senyawa polutan organik yang ada dalam air limbah sebagai suplai makanan dan dikonversi menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya misalnya menjadi air dan karbon dioksida serta sel-sel biologis (Said, 2017)

Proses pengolahan limbah cair domestik dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan limbah secara fisika dilakukan untuk memisahkan atau menyisihkan bahan-bahan tersuspensi untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan peralatan akibat kebuntuan pipa, pompa dan valve. Proses pengolahan secara fisika dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti sedimentasi, penyaringan, pengayakan dan pengapungan (Sugiharto, 1987). Proses Pengolahan limbah cair secara kimia digunakan untuk menetralisasi pH limbah, koagulasi dan flokulasi, adsorpsi, memisahkan padatan terlarut, mengurangi

konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi (Siregar, 2005) sedangkan proses pengolahan air limbah secara biologis menggunakan

mikroorganisme (bakteri) yang mempunyai kemampuan untuk menguraikan senyawa-senyawa polutan tertentu didalam suatu reaktor yang kondisinya diatur agar sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme.

(21)

II-5 Tujuan pengolahan air limbah secara biologi adalah (Said, 2017). :

a. Untuk proses nitrifikasi dan denitrifikasi b. Untuk penghilangan senyawa fosfor

c. Untuk menghilangkan senyawa organik yang terkandung pada air limbah seperti COD, BOD dan Total Karbon Organik.

Pengolahan limbah secara biologi biasanya dikelompokkan menjadi tiga yaitu proses biologis dengan biakan melekat (attached culture), proses biologis dengan biakan tersuspensi

(suspended culture) dan proses pengolahan biologi dengan sistem lagoon atau kolam (Said, 2017).

2.5. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilm (Attached Culture)

Proses pengolahan air limbah dengan biofilm dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis besar dapat diklasifikasikan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Klasifikasi Cara Pengolahan Air Limbah Dengan Proses biofilm Sumber : BPPT, 2001

Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi yaitu nitrogen ammonium diubah

(22)

II-6 menjadi nitrat (NH4+ —› NO3) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3 —› N2).

Sistem biofilm terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah atau kandungan bahan organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan

terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan media (BPPT, 2001). Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara aerobik secara

sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam Proses Dengan Sistem Biofilm (Sumber: Bernard, 1990)

2.6 Teknologi Rotating Biological Contractor (RBC)

RBC merupakan teknologi pengolahan limbah yang tersusun dari disk (piringan) dengan diameter 2 - 4 m disusun secara berjajar pada suatu shaft (poros). Rangkaian disk pada poros dapat disusun secara paralel atau seri tergantung pada karakteristik dan kualitas air yang akan di treatment. Disk pada RBC terbuat dari bahan tipis seperti Polyvinylchloride (PVC), Polyethylene (PE), Polystyrene, Polyprophylene dan sebagainya, sedangkan shaft (poros) pada RBC terbuat dari baja atau stainless.

(23)

II-7 RBC dapat mendegradasi polutan dari limbah cair dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang menggunakan kandungan bahan organik pada limbah cair sebagai makanan (Muljadi et. al., 2005). Menurut Ghawi dan Kris (2009) mikroorganisme melekat pada permukaan media (disk) RBC dengan membentuk biofilm. Pada saat biofilm melekat pada disk RBC yang terendam ke dalam air limbah, mikroorganisme menyerap bahan organik dan oksigen terlarut. Sebaliknya pada saat disk (piringan) RBC berada di atas permukaan air, mikroorganisme menyerap oksigen dari udara. Selama proses menguraikan bahan organik tersebut, lapisan biofilm akan semakin menebal karena pertumbuhan mikroorganisme dan sebagian lagi akan terkelupas. Biomassa yang terkelupas merupakan biomassa yang relatif

padat, sehingga dapat mengendap dengan baik di dalam bak pengendapan akhir (Kadu dan Rao, 2012a). Pada gambar 2.3 dapat dilihat ilustrasi dari pengolahan limbah dengan

metode Rotating Biological Contactor (RBC).

Gambar 2.3 Ilustrasi Rotating Biological Contactor Sumber : en.wikepedia.org

RBC merupakan teknologi pengolahan limbah cair sekunder yang memiliki performa yang baik dalam mendegradasi berbagai polutan dari berbagai sumber limbah (Febriani, 2014). Kapoor et.

al. (2003) melaporkan bahwa RBC berhasil mendegradasi polutan amonium sebesar 95% pada limbah cair pertambangan dengan waktu tinggal limbah cair dalam reaktor adalah 1.7 jam.

Teknologi RBC juga dilaporkan berhasil dalam mendegradasi polutan fenol dari limbah industri sebesar 99% dengan waktu tinggal selama 20-32 jam (Pradeep et.al., 2011) dan bahkan pada penelitian sebelumnya RBC dilaporkan mampu mendegradasi polutan logam berat berupa seng (Zn ), tembaga (Cu),) dan kadmium (Cd) (Costley dan Wallis, 2001).

Keberhasilan RBC dalam mendegradasi polutan tidak lepas dari fitur RBC yang secara konsep merupakan gabungan dari dua teknologi penanganan limbah sebelumnya yaitu lumpur aktif (activated sludge) dan trickling filter (Febriani,2014). Biofilm yang tumbuh dan menempel pada

(24)

II-8 disk RBC sama seperti lapisan biofilm yang terbentuk pada trickling filter, sedangkan biomassa yang terkelupas dan bercampur dengan cairan limbah sama seperti gumpalan-gumpalan yang terdapat pada kolam activated sludge (Kinner et. al., 1983).

2.6.1 Pembentukan Biofilm Mikroorganisme pada RBC

Menurut Donian (2002), biofilm adalah lapisan yang terbentuk pada permukaan media (disk) yang terendam air limbah. Biofilm merupakan kumpulan mikroorganisme yang berbeda melakukan kolonisasi dan mengekskresikan matriks ekstraseluler berupa substansi polimer yang digunakan untuk melapisin permukaan biofilm, sehingga biofilm dapat terlindung dari predasi, degradasi, toksin dan antimikroba. Sehingga biofilm sering dimanfaatkan dalam pengolahan limbah cair termasuk dengan metode Rotating Biological Contactor (RBC) (Tawfik et al, 2006; Ghawi dan Kris, 2009; Kadu dan Rao, 2012a).

Biofilm pada RBC umumnya memiliki ketebalan 1-4 mm selama 1-4 minggu (Waskar et al, 2012). Pembentukan Biofilm memiliki beberapa fase, yaitu fase penempelan,

maturasi dan pelepasan/pengelupasan (Kjelleberg dan Givskov, 2007). Fase pembentukan biofilm melibatkan aktivitas mikroorganisme-mikroorganisme penyusun biofilm dalam memanfaatkan substrat.

Pada fase awal pembentukan biofilm, mikroorganisme menempel pada substrat dengan ikatan yang lemah. Mikroorganisme pada fase ini harus mampu menahan berbagai gangguan dari lingkungan seperti interaksi hidrofobik, tegangan antarmuka substrat dan air hingga repulsi elektrostatis (Donian, 2002). Fase ini merupakan fase yang membutuhkan waktu paling lama di antara fase-fase pembentukan biofilm selanjutnya (Apilanez et al, 1998).

Selama biofilm terikat kuat dengan substrat, mikroorganisme menyerap materi organik dari air limbah dan menggunakannya untuk melakukan pertumbuhan dan terus memproduksi matriks ekstraseluler. Pada fase ini biofilm berkembang sangat cepat dan memungkinkan penempelan mikroorganisme baru. Menurut Apilanez et al (1998) pada fase maturasi pertumbuhan mikroorganisme dalam biofilm dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu pertumbuhan konstan dan tahap pertumbuhan logaritmik.

2.6.2 Mekanisme Kerja Biofilm Mikroorganisme pada RBC

Penerapan RBC dalam pengolahan limbah cair umumnya tidak berupa kompartemen tunggal yang terdiri dari satu rangkaian disk-disk pada poros RBC melainkan beberapa kompartemen

(25)

II-9 yang disusun secara seri atau paralel. Pada RBC yang terdiri dari beberapa kompartemen umumnya fase degradasi polutan dilakukan pada kompartemen-kompartemen RBC secara terpisah. Kompartemen awal digunakan untuk degradasi materi organik berbasis karbon lalu

dilajutkan proses nitrifikasi dan denitrifikasi pada kompartemen selanjutnya (Kadu dan Rao, 2012a ).

Proses biofilm mendegradasi polutan berbasis karbon diawali ketika terjadi kontak antara mikroorganisme yang menempel pada disk RBC dengan cairan limbah (Said, 2005). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme heterotrof menggunakan karbon secara aerobik

dan berperan dalam mendegradasi materi organik berbasis karbon dari limbah cair (Kadu dan Rao, 2012b). Materi organik berbasis karbon tersebut diserap dan digunakan untuk

melakukan pertumbuhan, sedangkan sebagian besar sisanya disimpan dalam bentuk polyhydroxybuthyrate (PHB) di dalam sel (Kinner, 1983). PHB yang disimpan dalam sel mikroorganisme berupa granula di sitoplasma dan berfungsi sebagai cadangan karbon ketika ketersediaannya di lingkungan terbatas (Saha, 2013). PHB hanya dapat disintesis oleh mikroorganisme ketika ketersediaan karbon di lingkungan berlebih dan mikroorganisme mampu membentuk granula berisi PHB hingga 95% berat total sel (Mumtaz et.al., 2010). Oleh karena itu teknologi RBC sangat efektif dalam mendegradasi materi organik berupa karbon.

Pada saat biofilm mendegradasi materi organik, aktivitas mikrorganisme heterotrof sangat aktif sehingga menekan populasi mikroorganisme organisme autotrof tertekan (Febriani, 2014).

Tahap berrikutnya adalah mendegradasi materi organik berupa amonium melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Kadu dan Rao, 2012). Menurut Nugroho (2005) nitrifikasi adalah proses oksidasi amonium menjadi nitrat melalui produk antara berupa nitrit, sedangkan denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen dengan produk antara berupa nitrit juga.

Proses nitrifikasi dan denitrifikasi umumnya terjadi pada kompartemen RBC tahap lanjut.

Karena pada tahap awal mikroorganisme autotrof pengoksidasi amonium kalah bersaing dengan bakteri heterotrof. Ketersediaan materi organik berupa karbon yang terbatas pada tahap lanjut membuat populasi mikroorganisme heterotrof berkurang (Kadu dan Rao, 2012a).

Meskipun mikroorganisme heterotrof mampu menggunakan karbon dari PHB yang disimpannya, tetapi proses terlepasnya sebagian biomassa dari biofilm menyebabkan mikroorganisme heterotrof tidak dapat mendominasi pada biofilm. Sebaliknya ketersediaan amonium yang melimpah pada limbah cair memacu pertumbuhan mikroorganisme autotrof dan

(26)

II-10 mendominasi biofilm. Tawfik et. al. (2006) melaporkan bahwa efisiensi proses nitrifikasi lebih tinggi pada sistem RBC yang menggunakan dua kompartemen dibandingkan dengan kompartemen tunggal.

Proses denitrifikasi secara aerobik pada RBC berjalan sangat lambat, sehingga hasil olahan

RBC masih mengandung nitrat dan berpotensi menimbulkan eutrofikasi (Nugroho, 2005). Aplikasi RBC jarang menggunakan tahap denitrifikasi pada proses

pengolahan limbah cair (Kadu dan Rao, 2012a). Salah satu solusi yang dapat diterapkan yaitu dengan menggunakan kompartemen RBC denitrifikasi yang terpisah dari kompartemen nitrifikasi. Kompartemen RBC denitrifikasi menggunakan konsep anaerobik dengan menambahkan asam organik sebagai sumber karbon. Penambahan asam asetat pada kompartemen RBC denitrifikasi anaerobik berhasil menujukkan tingkat degradasi nitrat yang cukup efektif sebesar 90.4 % pada rasio C/N sebesar 1.5 (Cortez et. al, 2009). Namun demikian, penambahan asam organik dalam kompartemen RBC denitrifikasi anaerobik akan menambah biaya operasional.

Alternatif lain untuk menekan konsumsi energi dan biaya produksi dalam denitrifikasi adalah dengan menggunakan mikroorganisme anaerobik yaitu ammonium oxydation (annamox) yang dapat mengoksidasi amonium menjadi gas nitrogen secara anaerobik dengan menggunakan nitrit sebagai akseptor elektron (Egli et. al., 2001; Schmid et. al., 2003; Pynaert et. al., 2003;

Almstrand et. al., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Almstrand et. al. (2014) melaporkan bahwa mikroorganisme autotrof mendegradasi setengah kandungan amonium sedangkan sisanya didegradasi oleh mikrorganisme annamox. Sistem kerja RBC yang dimaksud adalah menggabungkan kemampuan dua jenis mikroorganisme yang berbeda yaitu mikrorganisme autrotrof pengoksidasi amonium menjadi nitrit secara aerobik dilalukan pada kompartemen RBC awal, kemudian dilanjutkan dengan oksidasi amonium menjadi gas nitrogen oleh mikroorganisme annamox

2.6.3 Komposisi Biofilm Mikroorganisme pada RBC

Komposisi mikrorganisme pada biofilm secara struktural sangat heterogen yang tersusun dari matriks kluster-kluster sel mikrobia dan distribusi spasial mikroorganisme autotrof, heterotrof, sel-sel bakteri lain dan protozoa. Studi mikroskopik menunjukkan bahwa lapisan luar biofilm lebih heterogen dan kompleks terdiri dari bakteri filamentous, protozoa dan alga. Lapisan dalam biofilm diketahui lebih homogen dengan sel-sel yang terlihat lebih rapat (Kadu dan Rao, 2012a ).

(27)

II-11 Limbah cair mengandung berbagai jenis materi organik terutama materi organik berbasis karbon dan materi organik berupa amonium. Teknologi RBC mendegradasi berbagai polutan materi organik dalam limbah cair melalui beberapa tahap, yaitu tahap penghilangan materi organik berbasis karbon, tahap nitrifikasi dan tahap denitrifikasi. Selama fase penghilangan materi organik berbasis karbon, mikroorganisme heterotrof yang menggunakan karbon mendominasi biofilm dan terdapat pada lapisan luar biofilm. Sebaliknya, selama proses nitrifikasi, bakteri autotrof yang menggunakan polutan materi organik berupa amonium lebih mendominasi biofilm dan ditemukan pada lapisan dalam biofilm (Kadu, 2013).

Beberapa penelitian tentang karakterisasi mikroorganisme indigenous penyusun biofilm pada RBC menunjukkan bahwa mikroorganisme filamentous seperti genus Sphaerotilus dan Beggiatoa adalah yang spesies paling sering ditemukan, terutama pada tahap awal degradasi polutan dalam kompartemen RBC (Kinner, 1983; Gavlan dan Castro, 2007). Penelitian yang dilakukan Park et al (2003), Pada tahap awal RBC berbasis Bacillus atau Rotating Activated Bacillus Contactor (RABC), Bakteri Bacillus sp berhasil mendegradasi polutan materi organik berbasis protein. Sedangkan pada proses nitrifikasi mikroorganisme yang ditemukan adalah dari genus Desulfovibrio (Kinner et. al, 1983). Jenis mikroorganisme yang mampu mengoksidasi amonium secara anaerobik didominasi oleh bakteri dari ordo Planctomycetales seperti Candidatus Brocardia annamoxidans (Egli et. al., 2001), Candidatus Scalindua brodae dan Candidatus Scalindua wagneri (Schmid et. al., 2003) serta Candidatus Kuenenia stuttgartiensis (Pynaert et. al., 2003). Penelitian Almstrand et. al. (2014) melaporkan struktur tiga dimensi komposisi biofilm mikroorganisme pada RBC yang digunakan untuk fase penghilangan polutan materi organik berbasis amonia dengan bakteri annamox. Hasilnya menunjukkan bahwa lapisan atas biofilm didominasi oleh Nitrosomonas europhaea sebagai bakteri pengoksidasi amonium secara aerobik, sedangkan lapisan di bawahnya didominasi oleh bakteri annamox Candidatus Brocadia fulgida.

2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja RBC

Efisiensi penyisihan kandungan bahan organik pada reaktor RBC sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor pada proses pengolahanan limbah dengan metode RBC adalah:

2.8.1 Kecepatan Putaran

Kecepatan putaran disk merupakan faktor yang mempengaruhi proses pada reaktor RBC karena kecepatan putar berhubungan dengan proses kontak antara media yang sudah memiliki biofilm dengan air limbah, ketebalan biofilm pada disk, nutrisi, transfer massa oksigen didalam biofilm

(28)

II-12 dan penyisihan kandungan organik pada air limbah. Semakin lama kecepatan putaran disc akan menyebabkan media lebih lama berkontak dengan air limbah sehingga dapat menurunkan kandungan bahan organiknya. Namun demikian, Penelitian Mayrinda (2018) dengan menggunaka RBC skala laboratorium dengan kecepatan putran disk 50 rpm dapat menurunkan BOD sebesar 85,27 %, COD sebesar 87,88 %, TSS sebesar 88,76 % dan Amonia sebesar 79,66

% pada air limbah rumah pemotongan hewan dan Penelitian Susilo et al (2015) melaporkan bahwa dengan kecepatan putaran 100 rpm dan waktu tinggal 48 jam dapat menurunkan menurunkan kadar COD sebesar 97.9%, BOD sebesar 96.1%, TSS sebesar 89.6 % pada air limbah tapioca.

Menurut Flickinger (2013) Kecepatan putaran disk berpengaruh kepada konsentrasi DO di dalam reaktor, umumnya semakin cepat putaran disk makan konsentrasi DO akan meningkat.

Peningkatan kecepatan putar disc tidak selalu meningkatkan hasil efisiensi penurunan kandungan bahan organik dari pengolahan dengan metode RBC (Fujie et al, 1982).

2.8.2 Organic Loading Rate

Organic Loading Rate (OLR) merupakan salah satu elemen yang sangat penting untuk perencanaan sistem RBC. Efisiensi sistem RBC biasanya tergantung dari konsentrasi organik air limbah dan laju alirnya karena memungkinkan untuk melihat perbandingan langsung kinerja sistem RBC ketika dioperasikan dalam berbagai kondisi dan karakteristik air limbah (Flickinger, 2013). Untuk melakukan variasi OLR dapat dilakukan dengan mengubah laju alir (flow rate) atau HRT. Menurut BPPT (2001) beban BOD atau BOD surface loading yang biasa digunakan untuk perencanaan sistem RBC yakni 5 – 20 gram-BOD/m2/hari. Menurut Water Environment Federation (WEF) dan American Society of Civil Engineers (ASCE) beban organik yang biasa digunakan dalam perencanaan sistem RBC adalah 30 g BOD5/m2 dan untuk soluble BOD adalah 12-20 g BOD5/m2.

2.8.3 Hydraulic Loading Rate

Dalam perencanaan sistem RBC harus diperhatikan Hydraulic Loading Rate (HLR), karena jika terjadi perubahan HLR yang terlalu besar dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan media dan mikro-organisme yang melekat pada permukaan media dapat terkelupas (BPPT, 2001). HLR, laju alir dan OLR merupakan parameter yang saling berhubungan dalam menurunkan kandungan bahan organik dan efisiensi sistem RBC dalam pengolahan air limbah (Ghawi et al, 2009).

(29)

II-13 2.8.4 Hydraulic Retention Time (HRT)

Hydraulic Retention Time (HRT) tergantung pada volume cairan dalam reaktor dan laju alir air limbah. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan bahwa semakin lama waktu kontak antara biofilm pada media dengan substrat pada air limbah akan meningkatkan efisiensi penurunan kandungan bahan organik pada air limbah. Hal tersebut juga berlaku pada air limbah berbahaya dan air limbah yang mengandung logam-logam berat (Flickinger, 2013). HRT yang terlalu singkat tidak baik untuk efiensi penurunan kandungan bahan organik dan HRT yang terlalu lama juga tidak akan ekonomis agar sistem RBC ini dapat bersaing dengan sistem konvensional fisika-kimia maka harus disesuaikan HRT yang singkat dan efisien.

2.8.5 Jumlah Stage (Kompartemen)

Di dalam sistem RBC, Reaktor RBC dapat dibuat beberapa kompartemen tergantung dari kualitas air olahan yang diharapkan. Makin banyak kompartemen pada RBC maka efisiensi pengolahan yang dihasilkan juga semakin bagus. Menurut Tawfik et al (2006) dalam penelitiannya dengan menggunakan sistem RBC dua kompartemen melaporkan bahwa pada kompartemen yang pertama terjadi proses penyisihan COD sedangkan pada kompartemen berikutnya terjadi proses nitrifikasi. Kualitas air limbah dalam tiap kompartemen berbeda karena jenis mikroorganisme yang tumbuh pada setiap kompartemen umumnya berbeda.

Bakteri heterotofik biasanya tumbuh lebih cepat dari bakteri nitirfiers sehingga pada kompartemen yang pertama cenderung terjadi penyisihan COD dan BOD. Sedangkan Kompartemen yang kedua dan seterusnya biasanya terjadi penyisihan ammonia, kemudian nitrit dengan produk akhir nitrat (Flickinger, 2013). Pada gambar 2.4 dapat dilihat tipe beberapa stage pada RBC yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi air limbah yang akan diolah.

Gambar 2.4. Beberapa Jenis Tahap (Stage) pada RBC Sumber Flickinger, 2013

(30)

II-14 2.8.6 Temperatur

Sistem RBC relatif sensitif terhadap perubahan suhu karena dapat mempengaruhi laju proses biologis. Meningkatnya suhu influent menyebabkan meningkatnya aktivitas mikroba, sehingga penyisihan substrat yang tinggi terjadi pada setiap stage tetapi suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dapat akan mempengaruhi pertumbuhan biofilm (Flickinger, 2013). Suhu optimal untuk proses RBC berkisar antara 15 – 40 0C (BPPT, 2001).

2.8.7 Kedalaman media yang terpendam

Kedalaman media yang terpendam biasanya sekitar 40% dengan efisiensi penyisihan substrat bisa mencapai 60%. Kedalaman media yang terpendam dapat disesuaikan dengan jenis limbah yang akan diolah, sehingga tidak ada standar untuk kedalaman disk yang terendam. Semakin besar luas area terendam maka nilai DO dalam cairan akan mengalami penurunan dan sebagai konsekuensinya, dibutuhkan tambahan unit tambahan untuk menyediakan oksigen dan rotasi (Flickinger, 2013). Ilustrasi kedalaman media yang terpendam yang digunakan pada reaktor RBC dapat dilihat pada gambar 2.5 dan 2.6

Gambar 2.5 Kontaktor biologis yang berputar dengan kedalaman 40 % Sumber Flickinger, 2013

Gambar 2.6 Kontaktor biologis yang berputar lebih dalam dari 40 % Sumber: Flickinger, 2013

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Sampel air limbah rumah makan dialirkan kedalam reaktor RBC dengan diameter disk 20 cm.

Pada penelitian ini luas area disk yang terendam 40 % dan kecepatan putaran disk sebesar 40 rpm. Kecepatan putaran disk diatur dengan menggunakan pulse widh modulation dan kecepatan putaran pada disk diukur dengan menggunakan tachometer. Suplai oksigen pada reaktor menggunakan aerator yang dipasang selang dan dimasukkan kedalam reaktor. Air limbah rumah makan dialirkan secara kontinu dengan variasi debit berdasarkan waktu tinggalnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar COD dan TSS pada air limbah rumah makan dengan menggunakan reaktor RBC.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Air Teknik Lingkungan, Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah air limbah Rumah Makan Padang di Jalan Kapten Pattimura Medan yang diambil langsung dari outlet saluran pembuangan air limbahnya.

3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Bahan

Pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu:

1. Air limbah rumah makan

2. Sludge dari Septic Tank digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme pada disk.

3.4.2 Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan untuk membuat reaktor RBC adalah:

1. Reaktor RBC dari kaca 2. Pully

3. String Belt 4. Dinamo DC 12 V

5. Media disk berbahan PVC Foam 6. Tachometer

(32)

III-2 7. Poros (Shaft) dari pipa PVC 8 mm

8. Selang 1/2 ‘’

9. Jerigen 10. Botol sampel 11. Ember 12. Keran Air 13. Power Supply 14. Aerator 15. pH meter 16. Termometer 17. Selang infus

3.5 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

3.5.1. Variabel tetap

a. Luas area yang terpendam disc 40 % b. Kecepatan putaran disc 40 rpm

c. Jumlah disc yang digunakan 4 buah dengan diameter 20 cm 3.5.2. Variabel berubah

Variabel berubah dalam penelitian ini adalah debit yang diperoleh berdasarkan pembagian volume efektif reaktor RBC (19,8 liter) dengan waktu tinggal 36 jam, 24 jam dan 12 jam.

Adapun variasi debit yang digunakan adalah : a. Debit 0,55 liter/jam untuk waktu tinggal 36 jam b. Debit 0,825 liter/jam untuk waktu tinggal 24 jam c. Debit 1,65 liter/jam untuk waktu tinggal 12 jam

3.6 Parameter Uji

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap dua parameter yaitu : a. COD dengan acuan SNI 6989.73:2009

b. TSS dengan menggunakan Spektrometer NOVA 60.

Prosedur Uji Parameter COD dan TSS dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

(33)

III-3 3.7 Prosedur Penelitian

Tahap penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu proses pembibitan atau aklimatisasi dan pelaksanaan proses pengolahan limbah cair menggunakan reaktor RBC.

3.7.1 Pembuatan Reaktor RBC

Penelitian Kiruthika et al (2017) melaporkan RBC dengan dimensi reaktor 50 x 30 x 30 cm dan diameter disk 20 cm berhasil menurunkan kadar BOD dan COD sebesar 60-70 %. Pada penelitian ini digunakan reaktor RBC dari kaca dengan dimensi reaktor 50 x 22 x 30 cm. Bahan disk yang digunakan adalah PVC foam board dengan diameter 20 cm. Permukaan disk dilubangin sebagai tempat tinggal mikroorganisme dan di pasangkan ke poros (shaft) yang terbuat dari PVC. Poros (shaft) dipasangkan pada lubang yang telah dibuat pada kaca reaktor sehingga poros dapat berputar.

Untuk memutar disk pada reaktor digunakan Dinamo DC 12 V yang telah dipasang pully pada kepala dinamo dengan ukuran 5 mm kemudian dihubungkan poros (shaft) yang telah dipasang pully 8 mm dengan menggunakan string belt. Penelitian Mayrinda (2018) melaporkan RBC dengan kecepatan putran disk 50 rpm dapat menurunkan BOD sebesar 85,27 %, COD sebesar 87,88 %, TSS sebesar 88,76 % dan Amonia sebesar 79,66 % pada air limbah rumah pemotongan hewan. Pada penelitian ini kecepatan putaran disk yang digunakan pada penelitian ini adalah 40 rpm dengan menggunakan Pulse Widh Modulation (Lampiran 6). Rangkaian reaktor RBC beserta komponennya dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Bak penampung dan bak efluen dihubungkan dengan selang infus untuk mengalirkan air limbah rumah makan kedalam dan keluar reaktor RBC. Tachometer digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan putaran disk pada reaktor RBC.

3.7.2 Proses Seeding

Sebelum reaktor RBC digunakan untuk proses pengolahan air limbah rumah makan, terlebih dahulu diadakan pembibitan untuk mendapatkan lapisan biofilim pada disk. Tahap awal untuk mendapatkan lapisan film yang baik adalah RBC harus dioperasikan selama beberapa minggu (± 21 hari) untuk memastikan pertumbuhan mikroorganisme pada disc sampai disc dilapisi oleh biofilm bewarna kuning kecoklatan (Kiruthika et al ,2017).

Berikut adalah tahap proses seeding :

a. Dilakukan penyaringan lumpur untuk memisahkan sampah-sampah yang ikut terbawa pada saat pengambilan lumpur.

b. Dimasukkan lumpur kedalam reaktor sampai disk terendam 40 % dari diameternya.

(34)

III-4 c. Dilakukan proses seeding secara batch. Reaktor RBC dijalankan selama 24 jam setiap hari selama ± 21 hari dan diukur pH dan suhunya setiap hari.

d. Diambil sampel pada hari H0, H1,…, H21 sebanyak 50 ml dari reaktor sampai terbentuk lapisan biofilm pada disk dan dilakukan analisa kadar COD.

e. Pengambilan sampel dan analisis COD dilakukan beberapa kali untuk memeriksa konndisi pertumbuhan mikroorganisme di reaktor. Dilakukan penambahan gula apabila hasil uji COD yang didapatkan terlalu rendah.

3.7.3. Proses Aklimatisasi

a. Dilakukan proses aklimatisasi atau adaptasi dengan mengganti air limbah septic tank yang memenuhi reaktor secara bertahap dengan air limbah rumah makan. Pergantian ini dila- kukan hingga lumpur septic tank yang ada di reaktor tergantikan 100 % oleh air limbah rumah makan. Tahapan proses aklimatisasi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut

Tabel 3.1 Tahapan Aklimatisasi

Tahap Aklimatisasi Lumpur Septic Tank (%) Limbah cair rumah makan (%)

Tahap I 90 10

Tahap II 80 20

Tahap III 70 30

Tahap IV 60 40

Tahap V 50 50

Tahap VI 40 60

Tahap VII 30 70

Tahap VIII 20 80

Tahap IX 10 90

Tahap X 0 100

b. Pada proses aklimatisasi umumnya lapisan biofilm yang terbentuk akan semakin menebal.

c. Dilakukan sampling dan analisis COD outlet pada masing-masing tahap selama proses akli- matisasi untuk melihat efisiensi penurunan COD di Reaktor RBC.

(35)

III-5 3.7.4 Proses Running

a. Setelah proses seeding dan aklimatisasi selesai maka dilakukan proses running. Sebelumnya dilakukan sampling dan analisis limbah rumah makan sebelum dialirkan menuju reaktor RBC untuk mendapatkan nilai COD dan TSS awal pada konsentrasi influen air limbah.

b. Air limbah rumah makan yang ditampung di bak penampung kemudian dialirkan ke dalam reaktor RBC secara kontinu. Percobaan dilakukan dengan variasi debit yaitu 0,55 liter/jam, 0,825 liter/jam dan 1,65 l/jam selama 5 hari setiap variasi debitnya.

c. Dilakukan analisa kadar COD dan TSS pada outlet reaktor RBC untuk mengetahui tingkat efisiensi pada setiap parameter.

d. Dilakukan pengujian kadar COD dan TSS pada outlet reaktor selama 5 hari untuk setiap variasi debit.

(36)

III-6 3.8 Flowchart Percobaan

3.8.1 Flowchart Proses Seeding

Gambar 3.1 Flowchart Proses Seeding

Dilakukan penyaringan lumpur untuk memisahkan sampah- sampah yang ikut terbawa pada saat pengambilan lumpur.

Terbentuk lapisan Biofilm pada permukaan disk.

Mulai

Dimasukkan lumpur kedalam reaktor sampai disk terendam 40 % dari diameternya dan kecepatan diatur 40 rpm.

Dilakukan proses seeding secara batch. Disk dibiarkan terendam selama ± 21 hari dan reaktor RBC dijalankan selama 24 jam dan diukur pH dan suhunya setiap hari

Diambil sampel pada hari H0, H1,…, H21 dan dilakukan analisis COD

Selesai

(37)

III-7 3.8.2 Flowchart Proses Aklimatisasi

Gambar 3.2 Flowchart Proses Aklimatisasi

Lumpur Septic Tank pada reaktor digantikan dengan air limbah rumah makan secara bertahap dengan perbandingan yang beda setiap tahapnya.

Reaktor terisi 100 % oleh air limbah rumah makan

Mulai

Dilakukan sampling dan analisis COD pada masing- masing tahapan untuk melihat efisiensi dan kestabilan dalam penurunan kadar COD..

Selesai Terjadi penebalan biofilm pada disk.

(38)

III-8 3.8.3 Flowchart Proses Running

Gambar 3.3 Flowchart Proses Running

Dialirkan air limbah rumah makan ke reator RBC secara kontinu dengan selang infus yang sudah diatur debitnya.

Didapatkan data hasil analisis COD dan TSS

Mulai

Dilakukan sampling dan analisis COD dan TSS pada T=0 konsentrasi influent limbah rumah makan.

Selesai

Diatur debit yang masuk ke reaktor berdasarkan waktu tinggal yang akan dioperasikan.

Dilakukan sampling dan analisis COD dan TSS selama 5 hari.

Prosedur diatas diulang untuk variasi debit berdasarkan waktu tinggal lainnya

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Makan

Air limbah yang digunakan pada penelitian ini adalah air limbah dari salah satu rumah makan di kota Medan dengan karakteristik air limbah rumah makan dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada penelitian ini dilakukan beberapa kali pengambilan air limbah dikarenakan penelitian dilakukan dengan jangka waktu yang lama, sehingga dibutuhkan persediaan air limbah dengan volume yang besar. Karena baku mutu air limbah rumah makan belum diatur secara spesifik sehingga baku mutu air limbah rumah makan tergolong dalam limbah cair domestik.

Tabel 4.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Makan yang akan diolah

*Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 Sumber: Hasil Analisis Laboratorium, 2019

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa air limbah rumah makan yang digunakan pada penelitian ini memiliki parameter yang melebihi baku mutu COD dan TSS yang ditetapkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 tentang baku mutu limbah cair domestik.

No Parameter Satuan Konsentrasi Baku

Mutu*

Keterangan

1 COD mg/l

497,76 242,76 148,92

100 Melebihi

2 TSS mg/l 185

121

30 Melebihi

3 pH - 7,9 6-9 -

4 0C 27,9 - -

(40)

IV-2 4.2 Proses Seeding Pada Reaktor Rotating Biological Contactor (RBC)

Pertumbuhan biofilm pada disk dapat dilihat pada permukaan disk yang tampak licin dan ada lapisan bewarna hitam kecoklatan. Menurut Donian (2002), biofilm adalah lapisan yang terbentuk pada permukaan media yang terendam air. Biofilm merupakan kumpulan mikroorganisme berbeda yang melakukan kolonisasi dan mengekskresikan matriks ekstraseluler berupa substansi polimer yang digunakan untuk menutupi permukaan biofilm, sehingga biofilm terlindung dari degradasi, predasi, antimikroba dan toksin. Biofilm mampu menggunakan materi organik dan inorganik dari lingkungan air di sekitarnya serta menggunakananya sebagai makanan (Febriani, 2014).

Kondisi pH dan temperatur pada reaktor bukan merupakan faktor yang dikondisikan.

Mikroorganisme membutuhkan pH tertentu agar dapat tumbuh dengan baik yaitu dengan rentang pH 4 - 9,5 dengan pH optimum 6,5 – 7,5 ( Said, 2017). Menurut Tchobanalgus, et al (1998) bakteri dapat hidup dan berkembang secara optimal pada rentang temperatur 25- 35 0C. Dengan demikian, nilai pH dan temperatur yang diperoleh masih mendukung pertumbuhan miroorganisme didalam reaktor RBC.

4.3 Proses Aklimatisasi Pada Reaktor RBC

Proses Aklimatisasi dilakukan setelah proses seeding selesai yang ditandai dengan pembentukan biofilm pada disk. Aklimatisasi dilakukan dengan menggantikan air limbah dari septic tank yang digunakan pada waktu seeding dengan air limbah rumah makan. Proses aklimatisasi dilakukan dengan 10 tahap. Menurut Laksono (2012), aklimatisasi secara bertahap dilakukan agar bakteri dapat beradaptasi pada lingkungan berbeda sehingga bakteri tidak mengalami shock loading yang dapat membuat bakteri yang telah melekat dan membentuk biofilm pada media menjadi mati.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme heterotrof yang mampu menggunakan karbon secara aerobik berperan dalam degradasi materi organik berbasis karbon dari limbah cair (Kadu dan Rao, 2012). Pada proses aklimatisasi mikroorganisme heterotrof mendominasi lapisan biofilm karena air limbah rumah makan merupakan polutan berbasis karbon melakukan kontak dengan biofilm mikroorganisme di disk sehingga terjadi mekanisme degradasi pulutan berbasis karbon. Selama proses aklimatisasi pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada disk berkembang sangat baik sehingga biofilm semakin menebal.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya sistem informasi kinerja pegawai untuk memudahkan HRD dalam melakukan penilaian maka penulis akan membangun sistem informasi penilaian yang di dukung metode

Lalu, pada saat yang bersamaan juga, Iman Katolik juga merefleksikan demikian, “namun, rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta … sebab mereka yang

Dengan menggunakan USG tiga dimensi sebagai alat diagnostik, sebuah studi prospektif baru-baru ini melaporkan bahwa frekuensi anomali uterus adalah sekitar 23,8%

Produk perbankan Islam harus disajikan pertama, produk tersebut harus sah dan tidak menyebabkan kebodohan pikiran dalam bentuk apapun. Kedua, produk harus

SSO, sistem informasi penjualan, pembelian, produksi, keuangan, personalia, gudang bahan baku, dan gudang barang jadi termasuk di bagian Key Operational dikarenakan seluruh

memikul tanggung jawab dalam mengasuh anak-anak orang lain. Di satu sisi sebagai pengasuh wajib, Peristiwa tersebut merupakan hal yang tidak mudah untuk mengasuh

Beberapa dosis yang digunakan untuk mengetahui tanggapan terbaik dalam pertumbuhan dan produksi benih padi yaitu dosis pupuk yang digunakan petani (dosis pupuk

 Menghimpun, melakukan evaluasi dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan masalah-masalah yang berhubungan dengan geosintetik, dan semua yang berhubungan dengan produk-produk