1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Effective Tax Rate atau ETR merupakan ratio yang membandingkan beban pajak dengan laba sebelum pajak untuk menentukan seberapa besar tarif pajak yang akan dibayar oleh perusahaan. Pajak merupakan pendapatan yang utama bagi negara tetapi terjadi perbedaan definisi pajak dari sisi wajib pajak seperti perusahaan, pajak hanya dianggap dapat mengurangi harta atau aktiva yang dimiliki. Pemungutan pajak merupakan salah satu permasalahan yang harus dikelolah dengan baik oleh pemerintah karena dalam pemungutan pajak masih terdapat respon negatif dari wajib pajak terutama perusahaan (Putri, 2018) Tingkat kepatuhan wajib pajak di Asia hanya 1,5% hingga 3% dan di Indonesia sendiri kepatuhan wajib pajak masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara – negara lain di Asia (Nugraha, 2017). Data kementrian keuangan menunjukan rasio kepatuhan wajib SPT PPh hingga 2019 masih 63%. Rendahnya angka realisasi pajak tersebut diduga dipengaruhi oleh ratio ETR yang dimiliki perusahaan adalah rendah sehingga dapat dijadikan strategi tax planning perusahaan.
Masalah yang sering muncul adalah perdebatan antara tarif pajak dengan tarif pajak efektif. Berdasarkan United States Government Accountanbility Office tarif pajak efektif atau ETR digunakan untuk mengukur pajak yang dibayarkan sebagai proporsi dari pendapatan, sedangkan tarif pajak yang berlaku adalah kewajiban pajak relative terhadap penghasilan kena pajak. Salah satu penghambat pemerintah dalam upaya
pengoptimalan pajak ini adalah tax avoidance atau penghindaran pajak dan juga tax evasion atau penggelapan pajak. Salah satu metode akuntansi yang dipilih perusahaan adalah dengan menurunkan rasio effective tax rate.
Effective tax rate atau ETR dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah financial leverage, return on asset, dan growth of sales (Susilowati, 2020). Financial leverage dalam penelitian ini diukur menggunakan times interest earned yang merupakan salah satu ratio leverage yang digunakan untuk menentukan berapa kali biaya bunga yang diperoleh untuk melihat seberapa banyak hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki nilai ETR yang rendah karena perusahaan dapat memanfaatkan beban utang untuk menurunkan beban pajak karena beban operasional perusahaan dapat mengurangi beban pajak (Heryawati et al., 2018). Dengan adanya utang yang tinggi akan memperkecil laba kena pajak yang merupakan komponen perhitungan ETR karena adanya bunga yang dibebankan pada perusahaan. Hal tersebut membawa imlpikasi perusahaan untuk lebih memilih pendanaan melalui hutang sehingga akan berpengaruh buruk kepada realisasi pajak negara yang mana pajak merupakan pendapatan utama bagi negara.
Selain itu return on asset juga mempunyai hubungan dengan effective tax rate (Sari, 2018). Return on asset dapat menggambarkan sejauh mana kemampuan asset-asset yang dimiliki perusahaan bisa
menghasilkan laba sehingga rasio ini dianggap paling tepat karena besarnya laba yang dihasilkan menggunakan asset perusahaan merupakan komponen untuk perhitungan pengenaan pajak. Jika ROA tinggi berarti perusahaan mampu mengefisienkan asset yang dimiliki sehingga mampu menghasilkan laba yang besar dan diikuti oleh kenaikan pajak (Annisa, 2017). Perusahaan tentu saja tidak menginginkan pembayaran pajak yang tinggi sehingga dalam kondisi seperti ini perusahaan akan melakukan strategi untuk memperkecil pembayaran pajak.
Faktor selanjutnya yang mempunyai hubungan dengan effective tax rate adalah growth of Sales (Za’imah et al., 2020). Growth of Sales adalah tingkat pertumbuhan penjualan dari waktu ke waktu maupun dari tahun ke tahun (Sugiyarti, 2017). Jika semakin tinggi tingkat penjualan perusahaan maka laba yang didapatkan akan semakin tinggi sehingga beban pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan akan tinggi pula. Dalam kondisi seperti ini perusahaan cenderung melakukan tax planning karena perusahaan tidak ingin membayar pajak yang tinggi. Alasan pemilihan variabel ini karena growth of sales memiliki peran penting untuk memprediksi profit yang akan diperoleh perusahaan sehingga sangat memungkinkan bagi perusahaan dalam merancang strategi pajak dari jauh untuk melakukan penghindaran pajak salah satunya dengan menggunakan ratio ETR.
Dalam penelitian Ardyansah, (2014), Ambarukmi & Diana, (2017), dan Setiawan & Al-Ahsan, (2016) mengenai financial leverage terhadap effective tax rate menunjukan hasil bahwa financial leverage berpengaruh
terhadap effective tax rate. Berbeda dengan penelitian Rahmawati &
Mildawati, (2019), Apriani, (2017), Ngadiman & Puspitasari, (2017) dengan menggunakan variabel yang sama mendapatkan hasil bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap effective tax rate.
Variabel selanjutnya adalah return on asset yang telah dilakukan penelitian oleh Ambarukmi & Diana, (2017) Putri & Gunawan, (2017), Adhivinna, (2017) memiliki hasil bahwa return on asset berpengaruh terhadap effective tax rate. Sedangkan dalam penelitian Supriadi, (2019) mumtahanah, (2020) Ariawan & Setiawan, (2017) dengan menggunakan variabel yang sama tidak memiliki pengaruh terhadap effective tax rate.
Nabilla & Zulfikri, (2017), Silvia, (2017), Primasari, (2019) melakukan penelitian dengan menggunakan variabel growth of sales terhadap tax avoidance dengan menggunakan proxy effective tax rate dan hasilnya adalah berpengaruh. Namun berbeda dengan penelitian Astuti &
Aryani, (2017) Ayu & Kartika, (2019) Fuadah, (2016) dengan menggunakan variabel yang sama tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance yang di proxykan dengan effective tax rate.
Perusahaan manufaktur dipilih karena kontribusi sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sejak 2010, sektor industri terus memberikan kontribusi terbesar pada PDB nasional, bahkan di kala puncak pandemi terjadi pada tahun 2020-2021. Pada 2021, sektor industri mencatatkan PDB sebesar Rp 2.946,9 triliun, meningkat dari tahun 2020
yang mencapai Rp 2.760,43 triliun. (kementrian keindustrian). Selanjutnya sektor industri barang konsumsi dipilih karena pada perusahaan manufaktur sektor inilah yang memiliki jumlah perusahaan paling banyak yakni 61 perusahaan (sahamok.net) sehingga lebih mampu mewakili dan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu sektor industry barang konsumsi merupakan penyokong kebutuhan sehari – hari masyarakat. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia maka tingkat permintaan akan semakin tinggi sehingga dapat diasumsikan dalam keadaan apapun sektor ini akan terus berdiri dan berkembang sehingga memungkinkan memperoleh laba yang cukup besar dan memiliki beban pajak yang besar. Menteri perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan sektor industri barang konsumsi terus mengalami peningkatan contohnya pada tahun 2016 sebanyak 8,4% dan tahun 2017 sebanyak 9,2% (Yasmin, 2018).
Dari fenomena diatas dan dengan adanya ketidak konsistenan dari hasil yang telah ditunjukkan oleh peneliti terdahulu mengenai variabel yang terhubung pada effective tax rate, peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti kembali terkait pengaruh financial leverage, return on asset dan growth of sales terhadap effective tax rate (ETR) pada perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah:
1. Apakah financial leverage berpengaruh terhadap effective tax rate?
2. Apakah return on asset berpengaruh terhadap effective tax rate?
3. Apakah growth of sales berpengaruh perlakuan effective tax rate?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh financial leverage terhadap effective tax rate pada perusahaan sektor industri barang konsumsi.
2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh return on asset terhadap effective tax rate pada perusahaan sektor industri barang konsumsi 3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh growth of Sales terhadap
effective tax rate pada perusahaan sektor industri barang konsumsi D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai tambahan literatur akuntansi mengenai faktor – faktor terjadinya perlakuan penghindaran pajak dan penggelapan pajak. Serta diharapkan dapat dijadikan rujukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang financial leverage, return on asset, growth of Sales, dan effective tax rate
1. Manfaat praktis
a) Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan ide dan gagasan baru mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi effective tax rate
b) Bagi Direktorat Jenderal Pajak
Penelitian ini diharapkan sampai pada Direktorat Jenderal Pajak sehingga dalam membuat regulasi dapat meminimalisir atau menutup celah bagi perusahaan untuk tindakan meminimalisir pembayaran pajak dibawah tarif pajak pada tahun – tahun berikutnya terutama pada penggunaan financial leverage, return on asset, dan growth of sales