• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ARIEF RAMADANA SIREGAR NIM :130200104

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyusun skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan tugas wajib mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini diberi judul “PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA”

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh sebab itu, penulis dalam kesempatan ini ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bantuan, yaitu kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku pembimbing II Penulis, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Jelly, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Dr. Rosnidar Sembiring,SH.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

6. Muhammad Husni,SH.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staff dan Pengajar Fakultas Hukum USU yangpenuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis ayahanda H. Natar Siregar dan Ibunda Hj. Mariati yang telah memberikan dukungan moril, materil, dan kasih sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan selamanya.

9. Buat teman-teman seperjuangan Rezy, Sofyan, Ikramsimatupang, Incek, Ariful, Fadly Fahreza, Rian, Buldom , terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesainya skripsi ini.

10. Buat senior abangda helmy, khaidir ali, juangga, dan fakhri buayo , terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesainya skripsi ini.

11. Buat Seluruh Keluarga HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM , terima kasih telah di beri kesempatan untuk berproses alam organisasi ini. YAKUSA

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Febuari 2018 Penulis,

Arief Ramadana Siregar NIM : 130200104

(5)

ABSTRAK

Arief Ramadana Siregar * Muhammad Husni,SH.,M.Hum **

Puspa Melati Hasibuan,SH.,M.Hum***

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh perjanjian kerjasama pengangkutan barang berupa lateks antara PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia yang mana PT. Bakrie Sumatera Plantations menggunakan sarana dan prasarana yang ada pada PT.

Kereta Api untuk melaksanakan pengangkutan Lateks. Adapun judul skripsi ini adalah Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Antara PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT.

Kereta Api Indonesia. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana Bentuk dan Isi, prosedur pelaksanaan, tanggung jawab para pihak dalam Perjanjian Pengangkutan tersebut, dan Apakah upaya hukum yang dilakukan apabila timbul masalah.

Adapun metode penelitian yang dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Yuridis Normatif dengan mengumpulkan buku-buku dan perundang – undangan dan pendapat para sarjana dan jenis penelitian Yuridis Empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak PT. Bakrie Sumatera Plantations.

Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah bahwa bentuk perjanjian ini merupakan perjanjian di bawah tangan. Prosedur Pengangkutan dilakukan dari lokasi pemuatan di stasiun awal Bakrie dan pengiriman lansung ke tempat bongkar stasiun Belawan.

Tanggung jawab PT. Kereta Api yaitu mengangkut lateks dan menyediakan gerbong sedangkan Tanggung jawab PT. Bakrie Sumatera Plantations pada membayar biaya pengangkutan, bertanggung jawab terhadap kehilangan dan kerusakan lateks selama perjalanan angkutan kereta api. Penyelesain perselisihan antara PT. Kereta Api Indonesia dengan PT. Bakrie Sumatera Plantations yaitu menggunakan jalur musyawarah mencapai mufakat apabila tidak tercapai maka akan diteruskan melalui jalan litigasi yaitu menyelesaikan melalui jalur pengadilan negri yang telah ditetapkan para pihak.

Kata Kunci : Perjanjian Kerjasama, Barang, Pengangkutan Darat malaui Kereta Api

* Arief Ramadana Siregar , Mahasiswa

** Muhammad Husni,SH.,M.Hum, Dosen Pembimbing I

***Puspa Melati Hasibuan,SH.,M.Hum , Dosen Pembimbing II

(6)

ABSTRACT Arief Ramadana Siregar * Muhammad Husni,SH.,M.Hum **

Puspa Melati Hasibuan,SH.,M.Hum***

* Arief Ramadana Siregar , Mahasiswa

** Muhammad Husni,SH.,M.Hum, Dosen Pembimbing I

***Puspa Melati Hasibuan,SH.,M.Hum , Dosen Pembimbing II

This thesis has a background of the transportation goods cooperation contract which is latex between PT. Bakrie Sumatera Plantations and PT. Kereta Api Indonesia where PT.

Bakrie Sumatera Plantations uses facilities and infrastructures of PT. Kereta Api Indonesia to transport the latex. As for the title of this thesis is “Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Antara PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia”. The problems of this thesis are how the forms and contents, implementation procedures, responsibilities of parties in the transportation contract, and what legal efforts to be done if there are problems.

The method of study in finishing this thesis is Normative Juridical study by collecting the books and legislation, the ideas of academicians, and the kind of Empirical Juridical study by doing a direct interview with PT. Bakrie Sumatera Plantations party.

The conclusion of this thesis is that the form of this contract is a contract under hands.

Transportation procedures which are done from the loading location in the first station in Bakrie and the direct delivery to unloading station in Belawan. PT. Kereta Api Indonesia’s responsibilities are to transport the latex and provide carriages whereas PT. Bakrie Sumatera Plantations’ responsibilities are to pay the transportation cost and responsible to the lost and damaged latex during the train trip. The dispute resolution between PT. Kereta Api Indonesia and PT. Bakrie Sumatera Plantations is by using a discussion to achieve agreement and if it is still not achieved then it will be forwarded to litigation way which is resolving it in the court that has been implemented by the parties.

Keywords: Cooperation Contract, Goods, Land Transportation by Train

(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Abstraksi...iv

Abstract...v

Daftar Isi...vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Permasalahan...5

C. Tujuan Penelitian...5

D. Manfaat Penelitian...6

E. Metode Penelitian...7

F. Keaslian Penelitian...9

G. Sistematika Penelitian...9

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya...12

B. Syarat – syarat Perjanjian...14

C. Asas – asas Perjanjian...17

D. Akibat Hukum Suatu Perjanjian...21

E. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pengangkutan...26

BAB III : HAK – HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API A. Hak dan Kewajiiban Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api...37

B. Penyelenggaraan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api....43

C. Resiko dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api...52

(8)

BAB IV : PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA

A. Bentuk dan Isi Perjanjian Pengangkutan PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia...55

B. Proses Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan antara PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia...66

C. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengankutan PT.

Bakrie Sumatera Plantations denga PT. Kereta Api Indonesia...70

D. Penyelesaian Masalah yang timbul dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia...78

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...80 B. Saran...82 DAFTAR PUSTAKA...83 LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia bisnis sangat dibutuhkannya hukum perjanjian. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam dunia bisnis pastinya menggunakan perjanjian. Hukum kontrak atau hukum perjanjian merupakan tulang punggung yang sangat fundamental. Sebab bagaimanapun juga kontrak bisnis itu bermula dari adanya perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melaui kontrak. Melalui kontrak perbedaaan tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum sehingga mengikat para pihak.1

PT. Bakrie Sumatera Plantations salah satu perusahaan yang terjun lansung di dalam dunia bisnis pastinya sangat membutuhkan perjanjian. PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk adalah salah satu perusahaan perkebunan tertua di Indonesia. Pada tahun 1986, perusahaan ini diakuisisi oleh Bakrie and Brothers dan kemudian berganti nama menjadi PT Bakrie Sumatera Plantations.Saham perusahaan kemudian didaftarkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1990.

Karena itu, dapat dipastikan bahwa para pebisnis tidak dapat mengabaikan aspek-aspek hukum perjanjian dalam bisnisnya.

2

1 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 1 – 2 .

Perusahaan mulai beroperasi pada tahun

1911 dengan nama NV. Hollandsch Amerikaanse Plantage Maatschappij, dimana perusahaan membuka perkebunan karet pertama di Kisaran, Sumatra Utara. Sejak awal berdirinya sebagai perusahaan perkebunan karet, PT. Bakrie Sumatra Plantations Tbk telah tumbuh dan diversifikasi menjadi salah satu produsen terkemuka di bidang produksi karet alam dan CPO

2https://profil.merdeka.com/indonesia/b/bakrie-sumatra-plantations/, diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19.10.

(10)

di Indonesia.3

Salah satu terjadinya pelaksanaan perjanjian dilakukan dalam bidang pengangkutan.

Pengangkutan atau biasa juga disebut dengan transportasi, merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri unntuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangka pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.

Menjadi Salah satu produsen terkemuka di bidang karet alam dan CPO, pastinya perusahaan sangat membutuhkan jasa pengangkutan.

4

Mustahil bila ada suatu usaha perniagaan yang mengabaikan segi pengangkutan ini.

Disamping itu mengenai pengangkutan benda-benda tersebut yang diperlukan di tempat tempat tertentu, dalam keadaan yang lengkap dan utuh serta padat tepat waktunya, tetapi juga mengenai pengangkutan orang orang yang memberikan perantaraan pada pelaksanaan perusahaan. Ambillah misalnya seorang agen perniagaan, seorang pekerja berkeliling (handelsreziger), seorang komisioner. Mereka semuanya pada waktu tertentu tidak mungkin memenuhi prestasi-prestasinya tanpa pengangkutan ; belum lagi terhitung bertambahnya orang-orang yang karena sesuatu hal misalnya untuk peninjauan di dalam atau di luar negeri, mereka tentu memerlukan pengangkutan. Akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak dilakukan untuk mencapai dan meningkatkan mannfaat serta efisiensi.5

Dengan keadaan Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, laut, dan udara agar menjangkau seluruh wilayah

3https://www.emis.com/php/companyprofile/ID/Pt_Bakrie_Sumatera_Plantations_Tbk_id_1610225.ht ml , diakses pada tanggal 16 November 2017 pukul 19.15

4 Sution Usman Adji dkk., Hukum Pengangkutan Di Indonesia, PT. RINKA CIPTA, Jakarta, 1991, hlm. 6 -7.

5 Ibid., hlm. 1

(11)

Indonesia. Maka dari itu perlu sekali adanya sarana guna menunjang mobilitas orang, barang dan jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain, guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan salah satu sarana yang diperlukan adalah alat transportasi. Jenis transportasi ada didarat, dilaut dan diudara. Pada pengangkutan melalui darat, dapat dikelompokkan lagi menjadi dua jenis yaitu pengangkutan dengan kendaraan bermotor (jalan raya) dan pengangkutan dengan kereta api.

Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang/penumpang maupun barang secara massal. Adapun sifat dari pemakaian kereta api yaitu hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.

Sarana pengangkutan dengan bus untuk penumpang, dan truk untuk barang dinilai kurang memadai. Maka pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting.

Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya risiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengirim barang.

PT. Bakrie Sumatera Plantations bekerja sama dengan PT. Kereta Api Indonesia dalam bidang pengangkutan yaitu pengangkutan lateks yang merupakan suatu barang. Dari segi hukum, hubungan kerjasama yang diadakan antara PT. Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia , pada hakekaktnya merupakan suatu perjanjian sebagaimana di atur dalam Buku III KUH Perdata. Sesuai dengan pasal 1313 KUH Perdata yang dimaksud dengan perjanjian adalah “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”

(12)

Yang mana perjanjian ini berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, yang mana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan kesemuanya itu sudah diatur dan dituangkan dalam surat perjanjian yang telah disepakati bersama. PT.

Bakrie Sumatera Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia membuat suatu perjanjian berupa perjanjian pengangkutan yang disepakati bersama.

Dalam suatu ketentuan tertentu antara pihak pengangkut dan pengguna pengangkutan dapat membuat ketentuan sendiri agar disepakati bersama sesuai yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 1338 KUHPerdata yang mengatakan “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Di dalam perjanjian pengangkutan terdapat hak dan kewajiban para pihak untuk melaksanakanya. Sudah menjadi hal yang biasa terjadi apabila didalam perjanjian terjadi sebuah perselisihan antara masing-masing pihak dan merasa dirugikan. Dalam perjanjian pengiriman barang dimana tanggung jawab pengangkut merupakan hal yang sangat penting.

Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Pasal 1367 KUHPerdata yang berkaitan dengan perjanjian dan tanggung jawab dalam pengangkutan.

Dalam perjanjian pengangkutan pastinya terdapat kendala–kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pengangkutan tersebut. Untuk itu perlu rasanya dilakukan pembahasan mengenai sejauh mana sudut padang hukum terhadap pelaksanaan perjanjian pengangkutan melalui angkutan darat sehingga dapat dijadikan masukan bagi penulis.

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik untuk membahas hal tersebut secara mendalam dengan judul, “Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan antara PT. Bakrie Sumater Plantations dengan PT. Kereta Api Indonesia”.

(13)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan permasalahaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Bentuk dan Isi Perjanjian Pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA?

2. Bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA?

3. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA?

4. Apakah upaya hukum yang dilakukan dalam penyelesaian masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, maka untuk mengarahkan suatu penelitian diperlukan adanya tujuan, adapun yang menjadi tujuan penulis dalam menyusun tulisan ini yaitu:

1.Untuk mengetahui bentuk dan isi perjanjian Pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA

2.Untuk megetahui prosedur pelaksanaan perjanjian pengangkutan antara PT.

BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA 3.Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian

pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA.

(14)

4.Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan dalam penyelesaian masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Adapun manfaatnya yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang bertalian dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari penulisan ini yaitu:

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Perdata mengenai Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan.

b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang Tanggung jawab Pengangkut dan Pengguna Jasa dalam hal pelaksanaan perjanjian pengangkutan .

c. Hasil penulisan ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan-penulisan sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan masukan dan bahan kajian bagi pihak-pihak yang terkait dengan materi yang dibahas dalam penelitian dan Penulisan Hukum ini, yaitu :

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam membuat regulasi mengenai Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan.

(15)

b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, khususnya pengangkut dan pengguna jasa mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan dan pelindungan hukumnya .

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan skripsi. Dimana hal ini dilakukan agar terhindar dari suatu kesan dan penilaian bahwa penulisan skripsi dibuat dengan cara asal-asalan dan tanpa didukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itu, maka dalam melakukan penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penilitian dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan mengumpulkan buku-buku dan perundangan-undangan tentang Perjanjian Pengangkutan dan Kemudian dengan metode Yuridis Empiris yaitu melakukan wawancara kepada narasumber terkait dengan permasalahan diatas.

b. Sifat Penelitian

Sifat yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersifat deskriftif yaitu menggambarkan gejala serta menganalisis gejala yang ada untuk menentukan ada tidak hanya antara satu gejala dengan gejala lainya.

2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Data sekunder yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :

(16)

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup literatur literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Library Research (Studi Kepustakaan), yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematika peraturan perundang-undangan, buku-buku, maupun sumber lainnya yang memiliki hubungan dengan isi skripsi ini.

b. Field Research (Studi Lapangan), yaitu penelitian yang dilaksanakan langsung ke lapangan melalui wawancara kepada Randang Astono Jabatan Procurement

& Contract Officer pihak PT. Bakrie Sumatera Plantations selaku pengguna jasa pengangkutan dan pihak yang melaksanakan perjanjian pengangkutan tersebut.

4. Analisa data

Analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data yang secara jelas serta diuraikan ke dalam bentuk kalimat sehingga dapat diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini. Data dalam skripsi ini merupakan hasil wawancara dari pihak PT. Bakrie Sumatera Plantations selaku pengguna jasa pengangkutan dan pihak yang melaksanakan perjanjian pengangkutan tersebut.

(17)

F. Keaslian Penelitian

Penelitian skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana hukum. Penulis mengajukan judul skripsi setelah lebih dahulu membaca beberapa buku dan sumber informasi lain untuk menemukan masalah hukum yang akan dibahas. Sesuai prosedur yang dibuat oleh pihak kampus, maka penulis terlebih dahulu mengajukan judul ini kepada Ketua Departemen Hukum Perdata untuk mendapat persetujuan dan kemudian melakukan pengecekan judul ke perpustakaan fakultas untuk menghindari pembahasan masalah yang sama berulang. Dari hasil pengecekan di perpustakaan fakultas maka dinyatakan tidak ada judul yang sudah pernah ada sebelumnya yang persis sama dengan judul yang diajukan.

Apabila di luar pengetahuan penulis ternyata telah ada penelitian serupa, maka diharapkan penulisan hukum ini dapat saling melengkapi serta menambah literatur dan khasanah ilmu hukum khususnya di bidang hukum perdata.

G. Sistematika Penelitian

Dalam peneltian skripsi ini, pembahasan secara sistematis sangat diperlukan untuk memudahkan dalam membaca dan memahami serta memperoleh manfaat dari penulisan skripsi tersebut. Untuk memudahkan hal tersebut, maka penulisan skripsi ini dibuat secara menyeluruh mengikat secara dasar yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang , permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan

(18)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN

Bab ini berisikan empat sub bab yaitu sub bab pertama berisikan pengertian dan dasar hukum perjanjian, sub bab kedua berisikan syarat – syarat perjanjian, sub bab ketiga berisikan asas-asas dalam perjanjian, sub bab empat berisikan tentang akibat hukum dan berakirnya perjanjian dan sub bab lima berikan tentang tinjauan umum tentang perjanjian pengangkutan.

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API.

Bab ini berisikan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengangkutan melalui kereta api, penyelenggaraan perjanjian pengangkutan melalui kereta api, masalah dan resiko dalam perjanjian pengangkutan barang melalui kereta api.

BAB IV PERJANJIAN PENGANGKUTAN ANTARA PT. BAKRIE SUMATERA DENGAN PT. KERETA API INDONESIA

Bab ini berisikan tentang Bentuk dan Isi Perjanjian Pengangkutan PT.

BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA, Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan antara PT.

BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS DENGAN PT. KERETA API INDONESIA , Tanggung Jawab Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT.

KERETA API INDONESIA, Penyelesaian Masalah yang timbul dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONS dengan PT. KERETA API INDONESIA .

(19)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skrips ini. Dimana bab ini berisikan kesimpulan dan saran terhadap analisa dari bab-bab sebelumnya.

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN

A. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa Perjanjian adalah : ”menyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang - undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.6

1. Hanya menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan”

sifatnya hanya sepihak, sehingga perlu dirumuskan “kedua pihak saling mengikatkan diri” dengan demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal balik.

Para sarjana perdata beranggapan bahwa pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata memiliki kelemahan – kelemahan.

Adapun kelemahan – kelemahan tersebut yaitu :

2. Kata perbuatan “mencakup” juga tanpa consensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya digunakan kata “persetujuan”.

6 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm.117

(21)

3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Hal ini disebabkan mencakup janji kawin (yang diatur dalam hukum keluarga), padahal yang diatur adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.

4. Tanpa menyebutkan tujuan. Rumusan Pasal 1313 BW tidak disebut tujuan diadakannya perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak jelas untuk maksud apa.7

Atas dasar alasan - alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan

harta kekayaan”.8

Menurut M. Yahya Harahap yaitu “Perjanjian atau verbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”

Para sarjana yang merasa bahwa pengertian perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1313 KUHPerdata ini mengandung banyak kelemahan, memberikan rumusan mengenai arti perjanjian.

9

7 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 78.

8 Komariah, Hukum Perdata,UMM Press, Malang, 2008, hlm.169.

9 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6

(22)

Menurut Abdul Kadir Muhammad Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.10

Menurut Surbekti Perjanjian adalah : Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.11

10 Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm. 78

11 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987, hlm.9

Dari beberapa pengertian perjanjian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur yang membentuk pengertian perjanjian adalah :

1. Terdapat para pihak yang berjanji

2. Perjanjian itu didasarkan kepada kata sepakat / kesesuaian hendak;

3. Perjanjian merupakan perbuatan hukum atau hubungan hukum;

4. Terletak dalam bidang harta kekayaan;

5. Adanya hak dan kewajiban para pihak;

6. Menimbulkan akibat hukum yang mengikat;

B. Syarat – Syarat Perjanjian

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah , maka perjanjian itu harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mengikatkan dirinya.

(23)

2. Kecakapan membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

ad.1. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya.

Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak- pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal - hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan secara bebas.

Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik.12

3.Perempuan yang telah kawin ( dengan adanya UU No. 1 Tahun 1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi) dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang -undang telah melarang membuat persetujuan tertentu

Dalam hal persetujuan ini, kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan.

ad.2. Kecakapan membuat suatu perjanjian.

Menurut Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dikatakan cakap dalam hukum apabila telah berumur 21 tahun, atau yang telah melangsungkan pernikahan. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang - orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :

1.Orang - orang yang belum dewasa ,

2.Mereka yang di bawah pengampuan (curatelen),

12 Komariah, op. cit, hlm. 175.

(24)

Menurut pasal 433 KUHPerdata, orang - orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap dan boros. Apabila seseorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang mewakilinya masing - masing adalah orang tua dan pengampunya.13

Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri. Menurut pasal 1337 KUHPerdata sebab yang tidak halal adalah berlawanan dengan Undang-Undang,

Ketiga hal ini, bila melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinya maka dikatakan perjanjian itu bercacat. Oleh karena itu perjanjian itu dapat dibatalkan oleh hakim, baik secara langsung ataupun melalui orang yang mengawasinya.

ad.3. Suatu hal tertentu.

Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya.

Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, suatu hal tertentu artinya barang yang menjadi objek perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak menjadi soal asalkan dapat ditentukan kemudian. Misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya, sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis, warna dan rupanya dapat dibatalkan.

Dengan demikian, perjanjian yang objeknya tidak tertentu atau jenisnya tidak tertentu maka dengan sendirinya perjanjian itu tidak sah. Objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian.

Ad.4. Suatu sebab yang halal.

13 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Penerbit Fakultas Hukum USU, Medan, 1974, hlm. 165.

(25)

kesusilaan dan ketertiban umum. Akibat hukum dari perjanjian yang berisi causa yang tidak halal, mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk membuat pemenuhan perjanjian di muka hakim.

Dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, kedua syarat pertama yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat perjanjian dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian.

Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian, hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.14

Syarat ketiga dan syarat keempat yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal jika tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.15

Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang - undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat - sifat atau ciri- ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut. Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan C. Asas – Asas Perjanjian

14 Agus Yudha Hernoko, op.cit, hlm.160 – 161.

15 Ibid.

(26)

terdapat dalam hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang - undangan atau putusan - putusan hakim yang merupakan ciri -ciri umum dari peraturan konkrit tersebut.16

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang - undang bagi mereka yang membuatnya. Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian, yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, dan asas pacta sunt-servanda. Di samping asas - asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas kepribadian.

Pada mulanya suatu kesepakatan atau perjanjian harus ditegaskan dengan sumpah.

Namun pada abad ke- 13 pandangan tersebut telah dihapus oleh gereja.

Asas Konsensualimse

17

Asas ini dapat ditemukan dalam pasal 1320 KUHPerdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Meskipun semikian, perlu diperhatikan bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian. Yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang – undang.

Kemudian terbentuklah paham bahwa dengan adanya kata sepakat di antara para pihak, suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat.

18

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

Ketentuan yang mengatur mengenai konsesualitas ini dapat kita temui dalam rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,yang berbunyi : “Untuk sahnya perjanjian- perjanjian,diperlukan empat syarat :

16 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2010, hlm. 42-43.

17 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung, 2010, hlm. 29

18 Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, Hlm. 173

(27)

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang tidak terlarang”.

Asas ini juga dikenal dengan adagium pacta sunt servanda. Masing – masing pihak yang terkait dalam suatu perjanjian harus menghormati dan melaksanakan apa yang telah mereka perjanjikan dan tidak boleh melakukan perbuatan yang menyimpang atau bertentangan dari perjanjian tersebut.

Asas Kekuatan Mengikat

19

Asas kekuatan mengikat dapat kita temukan dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak berarti setiap orang menurut kehendak bebasnya dapat membuat perjanjian dan mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Namun kebebasan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Asas Kebebasan Berkontrak

20

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2)

19 Ibid., hlm. 174

20 Agus Yudha Hernoko, op.cit, hlm. 109-110.

(28)

mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3) menentukan isi perjanjan, pelaksanaan dan persyaratannya; (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.21

Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang”.

Asas Pacta sunt servanda

22

Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah. Pertama,istilah ‘semua perjanjian’ berarti bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Selain itu, juga mengandung suatu asas partij autonomie. Kedua, istilah ‘secara sah’, artinya bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhipersyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai undang- undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum. Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi seimbang.23

Menurut Jerlien Budiono, asas keseimbangan adalah: Suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata – pranata hukum dan asas – asas pokok hukum perjanjian yang dikenal di dalam KUHPerdata yang berdasarkan pemikiran dan latar belakang individualisme pada satu pihak dan cara pikir bangsa indonesia pada lain pihak.

Asas Keseimbangan

24

21Salim HS., Pengantar Hukum Perdata Tertulis [BW], Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm.158.

22Ibid., hlm.160.

23 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hlm.

228.

24 Herlien budiono, op. cit, hlm. 33

Asas iktikad baik (geode trouw)

(29)

Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”25

Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.26

Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.27

Akibat hukum suatu perjanjian lahir dari adanya hubungan hukum perikatan yaitu adanya hak dan kewajiban. Pemenuhan akan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk akibat hukum perjanjian.

D. Akibat hukum perjanjian dan berakhirnya perjanjian

28

1. Perjanjian mengikat para pihak, yang dimaksud para pihak disini adalah para pihak yang membuat perjanjian,ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka memperoleh segala hak dari seseorang secara tidak terperinci, dan pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci/khusus;

Akibat hukum perjanjian berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, antara lain:

25 Agus Yudha Hernoko, op.cit, hlm. 134

26 Ibid., hlm.135

27 http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html diakses pada tanggal 17 November 2017 pukul 20.10

28 H.R Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Bandung, PT Cipta Aditya Bakti, 2009, hlm.100

(30)

2. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena merupakan kesepakatan di antara kedua belah pihak dan alasan - alasan yang oleh undang - undang dinyatakan cukup untuk itu;

3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Melaksanakan apa yang menjadi hak disatu pihak dan kewajiban dipihak yang lain dari pihak yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan.Sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan prinsip itikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai undang - undang.

Dimasukkannya itikad baik ke dalam perjanjian berarti perjanjian harus ditafsirkan berdasarkan keadilan dan kepatutan.29

Menurut Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya suatu perikatan sebagai berikut :

a. Pembayaran;

b. Penawaran pembayaran tunai dengan penyimpanan atau penitipan;

c. Pembaharuan hutang;

d. Perjumpaan hutang dan kompensasi;

e. Pencampuran hutang;

f. Pembebasan hutang;

g. Musnahnya barang yang terutang;

h. Batal demi hukum atau dapat dibatalkan;

i. Berlakunya suatu syarat batal;

j. Lewat waktu;

29 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Jakarta, PT Buku Kita, 2009, Hlm.58

(31)

Yaitu pelunasan utang (uang, jasa, barang) atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada kreditur. Misalnya perjanjian jual beli sepeda. A membeli sepeda milik B, maka saat A membayar harga sepeda dan sepeda tersebut diserahkan B kepada A yang berarti lunas semua kewajiban masing-masing pihak (A dan B) maka perjanjian jual beli antara A dan B dianggap berakhir/hapus.

I. Pembayaran (Pasal 1382-1403 KUHPerdata)

Yaitu suatu cara hapusnya perikatan dimana debitur hendak membayar utangnya namun pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka kreditur bisa menitipkan pembayaran melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Misalnya, A punya utang kepada B.

Akhirnya A membayar utang tersebut kepada B tapi B menolak menerimanya. Dalam kondisi demikian, A bisa menitipkan pembayaran utangnya tersebut melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat nanti pengadilan yang akan meneruskannya kepada B. Jika menitipkan melalui pengadilan ini sudah dilakukan, maka utang-piutang antara A dan B dianggap sudah berakhir.

II. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/konsinyasi (Pasal 1404-14012 KUHPerdata)

Adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan kemudian suatu perikatan yang baru. Misalnya, A punya utang Rp.

1.000.000,- kepada B, tapi A tidak sanggup bayar utangnya tersebut. Lalu B mengatakan bahwa B tidak perlu lagi membayar utangnya sebesar Rp. 1.000.000,- tersebut, melainkan cukup bayar Rp. 500.000,- saja, dan utang dianggap lunas. Dalam hal ini perjanjian utang III. Novasi/pembaharuan utang (Pasal 1425-1435 KUHPerdata)

(32)

piutang antara A dan B yang sebesar Rp. 1.000.000,- dihapuskan dan diganti perjanjian utang piutang yang sebesar Rp. 500.000, – saja.

Yaitu penghapusan utang masing-masing dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan kreditur. Misalnya A punya utang kepada B sebesar Rp. 500.000,- tapi pada saat yang sama B juga ternyata punya utang kepada A sebesar Rp. 500.000,-. Dalam hal demikian maka utang masing-masing sudah dianggap lunas karena “impas”, dan perjanjian utang-piutang dianggap berakhir.

IV. Perjumpaan utang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUHPerdata).

Adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya, A punya utang kepada B. Ternyata karena berjodoh A akhirnya menikah dengan B. Dalam kondisi demikian maka terjadilah percampuran utang karena antara A dan B telah terjadi suatu persatuan harta kawin akibat perkawinan. Padahal dulunya A mempunyai utang kepada B.

V. Konfisio/percampuran utang (Pasal 1436-1437 KUHPerdata).

Yaitu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari utang-tangnya. Misal, A punya utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari utangnya tersebut.

VI. Pembebasan utang (Pasal 1438-1443 KUHPerdata).

(33)

Yaitu perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur.

Musnahnya barang yang terutang ini digantungkan pada dua syarat.

VII. Musnahnya barang terutang (Pasal 1444-1445 KUHPerdata)

30

1. Musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur;

2. Debitur belum lalai menyerahkan kepada kreditor.

Yang dimaksud “batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah “dapat dibatalkan”.

VIII. Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUHPerdata)

31 Misalnya, suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa (belum cakap hukum) perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya melalui pengadilan.

Dan saat dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian tersebut pun berakhir.

Artinya syarat-syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula yaitu seolah-olah tidak ada suatu perjanjian.

Misalnya perjanjian yang dibuat bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUHPerdata) adalah batal demi hukum.

IX. Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUHPerdata)

Menurut Pasal 1946 KUHPerdata, daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

X. Lewatnya waktu/daluwarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV KUHPerdata)

30 Miru, Ahmadi, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm 150

31 Komandoko, Gamal, 75 Contoh Surat Perjanjian (Surat Kontrak). Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hlm. 11.

(34)

E. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Pengangkutan

1. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Pengangkutan

Hukum Pengangkutan tidak lain adalah sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.32

Bila ditinjau dari segi keperdataan yaitu keseluruhan peraturan – peraturan, di dalam dan di luar kodifikasi (KUHPerdata; KUHD) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan – hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang – barang dan/ atau orang – orang dari suatu tempat untuk memenuhi perikatan – perikatan yang lahir dari perjanjian – perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian – perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan.33

Pembagian jenis - jenis pengangkutan pada umunya didasarkan pada jenis alat angkut yang dipergunakan dan keadaan geografis yang menjadi wilayah tempat berlangsungnya kegiatan pengangkutan. Menurut H.M.N Purwosutjipto dalam bukunya Pengertian Pokok Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim.

32 Sution Usman Adji dkk, op. cit, hlm. 6

33 Ibid, hlm. 5

(35)

Hukum Dagang Indonesia, jenis - jenis pengangkutan terdiri dari pengangkutan darat, pengangkutan laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat.34

Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim/ penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim/ penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutannya.

35

Dengan memperlihatkan definisi diatas, maka pengertian perjanjian pengangkutan, adalah sama dengan pengertian – pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, dimana adanya persetujuan antara dua orang/ lebih secara umum sedang dalam perjanjian pengangkutan mengkhususkan pada hal pengangkutan. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk semua macam, bentuk perjanjian harus berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata.36

Menurut sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak diisyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persetujuan kehendak (konsensus), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkut. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.37

34 HMN. Purwosutijpto, SH., Pengertian Pokok Hukum, Dagang Indonesia 3, Hukum Pengangkutan, Jembatan Jakarta, 1981, hlm. 2 - 3

35 Ibid., hlm. 2.

36 Sution Usman Adji dkk, op. cit, hlm. 121- 122

37 Ibid., hlm. 16

Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang disebut karcis pengangkutan. Perjanjian pengangkutan juga dapat dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party). Alasan perjanjian pengangkutan tidak tertulis karena kewajiban dan hak pihak – pihak telah ditentukan dalam undang – undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan undang – undang.

(36)

Dilihat dari pengertian perjanjian pengangkutan, pihak – pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim/ penumpang, dan sifat perjajian tersebut yaitu timbal balik, artinya kedua belah pihak , baik pengangkut maupun pengirim/ penumpang memiliki kewajiban sendiri. Dimana kewajiban pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pihak pengirim/ penumpang ialah membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut.

Selain kewajibannya, para pihak berhak mendapatkan hak- haknya yaitu hak pihak pengangkut adalah menerima pembayaran uang penyelenggaraan angkutan yang dilakukannya sedang hak dari pihak pengirim/ penumpang diantarkanya barang dan/ atau orang itu dengan selamat sampai ke tempat yang menjadi tujuan pengiriman barang dan/ atau ke tempat penumpang.38

2. Asas asas Pengangkutan

Dalam setiap undang - undang yang dibuat pembentuk undang - undang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang -undang tersebut.

Asas - asas hukum merupakan fondasi suatu undang - undang dan peraturan pelaksananya.

Bila asas - asas dikesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang - undang itu dan segenap peraturan pelaksananya.39

Hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas, yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:40

1. Bersifat publik

38 Ibid., hlm. 122 - 123

39 Yusuf shofie, Pelaku Usaha, Konsumen , dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 25

40 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga.PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm.

17.

(37)

Yaitu Asas - asas yang terdapat pada tiap - tiap Undang undang pengangkutan baik darat laut maupun udara, asas yang bersifat Publik diantaranya yaitu:

a) Asas manfaat,

bahwa pengangkutan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara.

b) Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita - cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan

c) Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penegangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat

dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat.

d) Asas keseimbangan yaitu, bahwa pengangkutan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional.

e) Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas.

f) Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi.

(38)

g) Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan.

h) Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.

i) Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.

2. Asas yang bersifat perdata

Asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.

Merupakan landasan hukum yang hanya berlaku bagi para pihak yang telah membuat perjanjian pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang. Asas bersifat perdata ini didasarkan pada pasal 186 UULAJ nomor 22 tahun 2009 yaitu, perusahaan angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh penumpang dan/atau pengirim barang. Asas – asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata yaitu:41

41 Ibid., hlm. 18-19.

a) Konsensual yaitu pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak - pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan.

(39)

b) Koordinatif yaitu pihak - pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa.

c) Campuran yaitu pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.

d) Retensi yaitu pada pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya.

e) Pembuktian dengan dokumen yaitu setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.

3. Pengaturan Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api

Pengangkutan adalah kegiatan pemuatan penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut, pemindahan penumpang atau barang ketempat tujuan dengan alat pengangkut, dan penurunan penumpang atau pembongkaran barang dari alat pengangkut ketempat tujuan yang disepakati.42

42 Sution Usman Adji dkk, op. cit, hlm. 120

(40)

Perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal-balik, yang mana pihak pengangkut mengikat diri untuk untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang ketempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim-penerima, pengirim atau penerima, penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.43

43 Ibid., hlm. 121.

Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.

Menurut Pasal 1 angka 2 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.

Peraturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam definisi ini meliputi semua ketentuan:

1. Undang- Undang pengangkutan

2. Perjanjian Pengangkutan

3. Konvensi Internasional tentang pengangkutan.

4. Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan.

Perjanjian pengangkutan melalui kereta api diatur dalam:

(41)

1. Undang – undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722). Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat lain dengan menggunakan kereta api.

2. Peraturan Pememerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048). Dalam Pasal 1 disebutkan bahwa angkutan kereta api dilaksanakan pada jaringan jalur kereta api dalam lintas pelayanan kereta api yang membentukk jaringan pelayanan perkeretaapian.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086). Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 disebutkan bahwa Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki peranan penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaanya dilakukan oleh pemerintah serta pengoperasian/pengusahaan prasarana dan sarana kereta api dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk untuk itu.

4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pemuatan, Penyusunan, Pengangkutan dan Pembongkaran Barang dengan Kereta Api. Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2014 disebutkan bahwa perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan,dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.

(42)

4. Para Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan

Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak- pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka itu terdiri atas:

1. Pihak pengangkut;

2. Pihak penumpang;

3. Pihak pengirim dan;

4. Pihak penerima.

Mengenai siapa saja yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain;

Menurut HMN Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut adalah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.44

Sementara itu Abdulkadir Muhammad menjelaskan, pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan niaga. Mereka adalah pertama pengangkut berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan.

44 HMN. Purwosutjipto, op. cit, hlm. 4

(43)

Kedua pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan.45

Kemudian untuk melihat yang menjadi pihak dalam perjanjian pengangkutan harus dilihat antara perjanjian pengangkutan barang dan perjanjian pengangkutan penumpang.

Dalam perjanjian pengangkutan pengangkutan barang para pihak terkait terdiri dari:

46

Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan;

Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang barang yang dikirimnya.

Pihak penerima (pengguna jasa angkutan), yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.

Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak yang terkait adalah:

Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

45 AbdulkadirMuhammad, op.cit, hlm. 45.

46 http://www.landasanteori.com/2015/09/perjanjian-pengangkutan-udara-hukum.html, di akses pada tanggal 17 november 2017 pukul 20.20

(44)

Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.47

47 http://www.landasanteori.com/2015/09/perjanjian-pengangkutan-udara-hukum.html, di akses pada tanggal 17 november 2017 pukul 20.20

(45)

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KERETA API

A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api

Pengertian subyek hukum (rechts subyek) adalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.48

Subjek hukum pengangkutan yaitu pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangngkutan yaitu pihak pihak yang terlibat dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.

Subyek Hukum adalah Segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian subyek hukum ialah Manusia atau orang (Naturlijke Person) dan Badan Hukum (VichtPerson) misalnya : PT, PN, Koperasi.

49

Kewajiban pihak pengangkut adalah menaati perjanjian pengangkutan, pengangkut dengan itikad baik harus menyelenggarakan pengangkut yang dipercayakan kepadanya

Para pihak yang terlibat dalam skripsi ini yaitu antara PT.

Bakrie Sumatera Plantations sebagai pengguna jasa dengan PT. Kereta Api Indonesia sebagai pihak pengangkut.

Adapun Hak dan Kewajiban dalam perjanjian pengangkutan tersebut yaitu :

1. Hak dan Kewajiban Pihak Pengangkut

48 Sudikno Mertokusumo, op.cit, hlm. 92-93.

49 Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Mandar Madju, Bandung, 1990, hlm. 4.

(46)

dengan sebaik – baiknya sejak mulai diangkut sampai diserahkkan kepada pihak yang dialamatan di tempat tujuan.50

Kewajiban ini timbul tanggung jawab pengangkut yang berkewajiban menanggung segala kerugian yang timbul atas barang yang diangkutnya selama dalam jangka waktu pengangkutan kepada penggunaan jasa angkutan.

Pengangkut berarti bertanggungjawab atas barang yang telah di serahkan kepadanya dengan menjaga barang tersebut agar tetap utuh dan lengkap serta tidak rusak hingga sampai ke tujuan yang telah di sepakati dalam perjanjian.

51

b. Bila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengirim barang dengan kereta api lain atau moda penganggkutan lain atau mengganti biaya pengangkutan barang. Apabila pengguna jasa membatalkan pengiriman barang dan sampai batas waktu yang telah dijadwalkan tidak melapor kepada kepada penyelenggara sarana perkeretaapian, maka pengguna jasa tidak mendapat penggantian biaya pengangkutan. Apabila pengguna jasa membatalkan atau menunda pengiriman barang sebelum batas waktu keberangkatanyang dijadwalkan, biaya pengangkutan barang

Kewajiban dari pihak pengangkut ini merupakan hak bagi pihak pengguna jasa angkutan.

Menurut Pasal 141 dan 144 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian di Indonesia , Kewajiban Pengangkut barang melalui kereta api yaitu:

a. Penyelenggaraan wajib mengangkut barang yang telah dibayar biaya pengangkutannya oleh pengguna jasa (pengirim) sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Pengguna jasa yang telah membayar biaya pengangkutan berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. Surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan barang.

50 Sutiono Usma Adji , op. cit. Hlm. 28

51 Ibid, hlm. 29

Referensi

Dokumen terkait

The data and clock output signals of bit- synchronizer unit are given to a PC based DAQLB system where real-time telemetry processing is carried out and data is recorded onto hard

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat

Berdasarkan Tabel.2 dapat diketahui bahwa dari 23 ibu yang bekerja di Puskesmas Moyudan sebagian besar mengetahui informasi pengetahuan manajemen laktasi

Apabila terjadi selisih terhadap barang, maka mengecek kembali catatan mutasi barang yang ada pada kartu stok gudang untuk menelusuri

Aplikasi ini dapat digunakan siswa untuk media pembelajaran dan tolak ukur dalam memahami program linier, karena dalam aplikasi ini disediakan materi dan soal-soal latihan yang

Dalam lingkungan keluarga diharapkan antara lain: orang tua menjadi masyarakat belajar atau pembaca, orang tua menemani anaknya belajar, bukan sekadar menyuruh

[r]

OQWHPDVLRQDO 1DVLRQDO 1DVLH$DO1DVLRQDO \DQJ .RPSRQHQ\DQJGLQLODL OQWHUQDVLRQDO 7HUDNUH