• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 9 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 9 Universitas Kristen Petra"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

9

Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Retail Service Quality 2.1.1 Service (Jasa)

Jasa didefinisikan sebagai suatu tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak mengakibatkan perpindahan kepemilikan (Phillip Kotler, Keller, Brady, Goodman, & Hansen, 2016).

Jasa berbeda dengan barang. Jika seseorang membeli barang, artinya konsumen sudah memiliki hak atas produk yang telah mereka beli.

Konsumen dapat mengkonsumsi, menyimpan atau menjual produknya.

Namun, jika konsumen menggunakan sebuah jasa, konsumen hanya bisa merasakan pengalaman yang personal dan dengan jangka waktu yang terbatas. Jasa memiliki karakteristik yang terdiri dari intangible, inseparable, variable, dan perishable (Phillip Kotler et al., 2016).

Bersifat intangible karena jasa merupakan suatu pengalaman konsumen dimana terdapat proses dan kinerja (performance) yang diberikan penyedia jasa. Bersifat inseparable karena jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Bersifat variable karena jasa menawarkan banyak variasi layanan yang diberikan. Bersifat perishable karena jasa tidak dapat disimpan dan tidak tahan lama.

2.1.2 Service Quality (Kualitas Jasa)

Service quality adalah ukuran seberapa baik sebuah layanan tersampaikan. Service quality muncul dari kebutuhan konsumen.

Kebutuhan itu pada akhirnya akan membuat konsumen membentuk ekspektasi terhadap layanan yang akan mereka terima (Kotler, 1994).

Service quality menunjukkan apakah kinerja sebuah layanan sudah sesuai dengan ekspektasi konsumen atau tidak (Lewis & Booms, 1983).

Hal ini berarti membangun service quality yang baik bukan didasarkan pada harapan yang dimiliki penyedia jasa, akan tetapi berdasarkan

(2)

10

Universitas Kristen Petra

harapan konsumen. Dengan demikian, terdapat dua faktor yang mempengaruhi service quality. Kedua faktor tersebut merupakan perbandingan antara layanan yang diharapkan (expected service) dan layanan yang dirasakan sebenarnya oleh konsumen (Tjiptono, 2004).

Meningkatkan service quality tidak seperti meningkatkan kualitas produk, karena service quality memiliki karakteristik yang unik (Bateson, 1995). Kepuasan konsumen akan tercipta jika sebuah layanan diberikan sesuai dengan apa yang dipersepsikan konsumen. Terdapat lima dimensi service quality yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy (Parasuraman, Zeithaml, & Berry, 1988).

Tangibles berupa fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staff. Dimensi tangibles menggambarkan kondisi atau wujud fisik dari layanan yang diterima dan dirasakan konsumen. Reliability merupakan kemampuan untuk memberikan layanan dengan handal dan akurat. Responsiveness adalah inisiatif untuk membantu pelanggan dan menangani layanan dengan cepat. Assurance menunjukkan pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan staff untuk menimbulkan rasa percaya. Empathy yang menunjukkan perhatian kepada setiap konsumen dalam memberikan layanan agar kebutuhan mereka terpenuhi dengan baik.

2.1.3 Retail Service Quality

Retail merupakan kegiatan menjual barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga. Sedangkan, retailer atau retail store berperan sebagai penyedia produk atau jasa kepada konsumen akhir (Tjiptono, 1997). Di dalam pusat perbelanjaan, terdapat banyak retail store yang menjual beragam barang dan jasa. Pusat perbelanjaan merupakan suatu arena penjualan dari berbagai jenis komoditi (retail store) yang terletak dalam satu gedung perbelanjaan. Dalam pusat perbelanjaan terdapat department store, supermarket dan toko-toko lain dengan berbagai macam produk yang sering disebut tenant (Soliha, 2008). Banyak tenant yang menawarkan produk membuat konsumen memiliki banyak pilihan. Toko

(3)

11

Universitas Kristen Petra

ritel kini telah berevolusi tidak hanya menyediakan atau menjual produk fisik namun bisa memberikan solusi terkait penjualan produknya dan memberikan nilai tambah (Benke, J Hayworth, Hobson, & Mia, 2012).

Hal ini tentunya membuat tenant untuk tidak sekedar menjual barang, namun harus memperhatikan kualitas pelayanan pada toko retailnya (retail service quality).

Kualitas pelayanan (service quality) memberikan peranan penting dalam berjalannya sebuah perusahaan. Untuk dapat terus mampu menghasilkan service quality yang memiliki nilai tinggi, diperlukan pendekatan yang tepat untuk mengukur sebuah layanan agar dapat sesuai dengan kebutuhan konsumen. Parasuraman mengemukakan lima dimensi service quality (SERVQUAL) yang dinilai dapat membantu meningkatkan service quality yang dimiliki sebuah perusahaan (Parasuraman et al., 1988). Namun, model service quality ini dinilai belum efektif dan belum terbukti berhasil diadaptasi pada sektor retail (Dabholkar, Thorpe, & Rentz, 1996). Service quality pada retail memiliki lingkungan yang berbeda dari produk atau jasa lainnya.

Dabholkar melakukan pengembangan terhadap dimensi service quality (SERVQUAL) yang dikemukakan oleh Parasuraman agar dapat diadaptasi dan divalidasi pada sektor retail (Dabholkar et al., 1996).

Dabholkar mengemukakan lima dimensi yaitu physical aspects, reliability, personal interaction, problem solving, dan policy yang menjadi skala pengukuran service quality pada sektor retail yang akhirnya disebut retail service quality.

2.1.4 Dimensi Retail Service Quality

Mengukur dan meningkatkan service quality dalam dunia retail memiliki perbedaan, tidak sama dengan lingkungan produk dan jasa lain (Naik, Gantasala, & Prabhakar, 2010). Terdapat lima dimensi dalam mengukur retail service quality yaitu: (Dabholkar et al., 1996)

(4)

12

Universitas Kristen Petra

 Physical Aspects

Terdapat dua hal yang dibahas dalam aspek ini yaitu penampilan toko (store appearance) dan kenyamanan (convenience). Penampilan toko (store appearance) meliputi kebersihan toko, wujud toko, dan fasilitas publik yang dapat dinikmati. Kenyamanan (convenience) berbicara tentang kemudahan menemukan barang-barang yang dicari.

 Reliability

Merupakan kemampuan retailer dalam memberikan pelayanan sesuai janji dan tepat. Konsumen menginginkan efisiensi, pelayanan cepat dan tepat sehingga memberikan apa yang dibutuhkan konsumen dengan baik.

 Personal Interaction

Berhubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh staff.

Aspek ini mengukur bagaimana seorang konsumen diperlakukan oleh staff. Staff harus memperhatikan konsumen dengan memberikan pelayanan yang meyakinkan, sopan dan membantu. Pada aspek personal interaction ini, merupakan kombinasi dari tiga dimensi service quality yang dikemukakan oleh parasuraman et al. (1985) yaitu responsiveness, assurance dan empathy.

 Problem Solving

Aspek ini membahas bagaimana staff menangani kemungkinan adanya masalah yang muncul seperti keluhan konsumen. Jika masalah ditangani dengan baik, maka menandakan sebuah layanan dikatakan baik pula.

 Policy

Merupakan kebijakan yang diterapkan toko atau penyedia layanan. Kebijakan diterapkan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan ditetapkan agar bisa memberikan pelayanan yang terstandarisasi bagi konsumen. Kebijakan dapat berupa jam

(5)

13

Universitas Kristen Petra

operasional, fasilitas pembayaran, fasilitas parkir, dan fasilitas- fasilitas penunjang lainnya. Ketika konsumen mengevaluasi terkait kebijakan yang dimiliki toko, hal ini menandakan apakah kebijakan toko dinilai cukup bagi kebutuhan pelanggan.

Sebagai contoh, apakah penyedia layanan sudah memberikan jam operasional yang nyaman bagi konsumen sehingga konsumen dapat memenuhi kebutuhannya tanpa harus terburu- buru oleh waktu.

2.2 Perceived Quality

Perceived quality merupakan penilaian konsumen tentang keunggulan suatu layanan secara keseluruhan (Zeitaml, 1988). Penilaian konsumen berhubungan dengan harapan yang mereka miliki karena kualitas keseluruhan layanan akan dipersepsikan oleh konsumen sesuai harapan mereka. Perceived quality akan selalu berbeda antar konsumen.

Konsumen memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda dalam menggunakan, mengkonsumsi atau memilih suatu layanan.

Sehingga, perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif karena bersifat relatif dari konsumen yang terlibat (Zeitaml, 1988).

Perceived quality menunjukkan persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merk produk atau jasa (Durianto & Sitinjak, 2004).

Persepsi konsumen terhadap kualitas dapat menentukan nilai dari produk atau jasa, sehingga dapat berpengaruh pada keputusan konsumen untuk menggunakan, mengkonsumsi atau memilih sebuah merk. Keputusan konsumen akan terbentuk jika didorong oleh perceived quality yang positif. Konsumen memiliki perceived quality yang positif jika kualitas yang dirasakan sesuai dengan kualitas yang diharapkan (Tjiptono &

Chandra, 2011). Jika perceived quality konsumen negatif, produk atau jasa tidak akan disukai dan tidak akan menjadi pilihan konsumen.

Sedangkan jika konsumen memiliki perceived quality positif, produk atau jasa akan diminati. Hal ini dinilai, perceived quality yang positif akan mendorong keputusan seseorang untuk mengunjungi sebuah mal

(6)

14

Universitas Kristen Petra

karena konsumen akan lebih menyukai layanan yang memiliki persepsi kualitas yang baik.

2.2.1 Dimensi Perceived Quality

Definisi perceived menurut cambridge dictionary adalah opini persepsi yang dimiliki seseorang terkait dengan objek atau variabel yang sedang dibahas. Sehingga jika ingin mengukur persepsi dari konsumen terkait dengan variabel quality, maka perlu diketahui apa saja yang perlu ditingkatkan berdasarkan variabel quality. Begitu juga dalam penelitian ini ingin melihat persepsi dari konsumen terkait dengan kualitas pelayanan dari sektor retail maka diperlukan persepsi yang dimiliki konsumen terkait pentingnya pelayanan kualitas di sektor retail itu sendiri. Perceived quality merupakan salah satu variabel yang penting dalam sebuah bisnis. Perceived quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sesuai yang diharapkan konsumen (Durianto, 2004). Persepsi konsumen dapat berpengaruh dalam membentuk keputusan konsumen untuk menggunakan, mengkonsumsi atau memilih sebuah merk. Terdapat tujuh dimensi perceived quality: (Durianto, 2004)

 Kinerja

Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama. Kinerja menunjukkan fungsi dan tujuan utama suatu layanan diciptakan. Sebuah kinerja dikatakan positif jika konsumen dapat memenuhi kebutuhannya. Hal ini berarti, sebuah layanan sudah beroperasi optimal karena dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang memiliki kepentingan berbeda-beda.

 Pelayanan

Mencerminkan kemampuan retailer memberikan pelayanan terhadap produk atau jasa yang dijual.

 Ketahanan

Mencerminkan umur ekonomis dari produk atau jasa tersebut.

(7)

15

Universitas Kristen Petra

 Keandalan

Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk atau jasa dari satu pembelian ke pembelian berikutnya. Konsistensi akan membuat konsumen merasa yakin terhadap kinerja layanan sehingga konsumen tidak ragu untuk membeli atau menggunakan kembali.

 Karakteristik produk atau jasa

Bagian-bagian tambahan dari produk atau jasa yang memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.

Karakteristik mencerminkan ciri khas dari produk atau jasa sehingga dapat dibedakan dengan produk atau jasa lain.

 Kesesuaian dengan spesifikasi

Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah teruji.

Hal ini menggambarkan apakah produk sudah sesuai kualitas mutu yang dijanjikan perusahaan.

 Hasil

Mengarah kepada kualitas yang dirasakan konsumen dengan melibatkan enam dimensi sebelumnya. Ditunjukkan dengan respon konsumen tentang baik atau buruk kualitas suatu layanan yang telah dirasakan.

2.3 Customer Satisfaction

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 1997). Sedangkan kepuasan konsumen menurut Zeithaml, Bitner, & Gremler (2009) adalah penilaian konsumen atas penggunaan produk atau jasa yang menilai apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi yang dimiliki konsumen. Sehingga, kepuasan konsumen dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kinerja suatu layanan dan ekspektasi

(8)

16

Universitas Kristen Petra

konsumen. Jika kinerja berada dibawah ekspektasi konsumen, maka dinilai tidak puas. Jika kinerja sesuai atau memenuhi ekspektasi, konsumen merasa puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, konsumen akan sangat puas. Dengan demikian, memahami apa yang menjadi harapan konsumen tentu akan menciptakan customer satisfaction.

Kepuasan konsumen akan mempengengaruhi intensitas perilaku untuk menggunakan layanan dari penyedia jasa yang sama (Woodside, Frey, & Daly, 1989). Konsumen yang merasa kurang puas dengan layanan yang diberikan, dapat membuat konsumen beralih atau mencari layanan yang dianggap lebih baik dari pelayanan sebelumnya.

Perusahaan perlu memahami apa yang dibutuhkan konsumen dan berusaha memenuhinya dengan cara memberikan pelayanan yang maksimal. Memaksimalkan pelayanan berarti perusahaan telah menyadari bahwa konsumen menginginkan keuntungan yang berbeda- beda karena setiap konsumen tentu memiliki kebutuhannya masing- masing (Ihtiyar, Ahmad, & Osman, 2014).

2.3.1 Dimensi Customer Satisfaction

Kepuasan adalah evaluasi konsumen terkait produk atau jasa apakah telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi yang dimiliki konsumen (Zeithaml et al., 2009). Kegagalan memenuhi kebutuhan dan ekspektasi dinilai akan menunjukkan respon kekecewaan atau ketidakpuasan (dissatisfaction) konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Dalam meminimalisir potensi ketidakpuasan (dissatisfaction) yang bisa dialami konsumen, Zeithaml (2009) mengemukakan dimensi pengukuran customer satisfaction secara umum, yaitu satisfaction as fulfillment, satisfaction as pleasure, dan satisfaction as ambivalence. Dalam konteks atau jenis layanan tertentu, Zeithaml mengatakan kepuasan bisa terlihat sebagai contentment, delight, dan relief.

(9)

17

Universitas Kristen Petra

 Satisfaction as Fullfilment

Perasaan puas yang timbul ketika kebutuhan telah tercukupi atau terpenuhi.

 Satisfaction as Pleasure

Perasaan puas yang timbul ketika konsumen merasa senang atau merasa bahagia.

 Satisfaction as Relief

Perasaan puas yang timbul ketika respon konsumen tidak mempermasalahkan keadaan. Konsumen memiliki rasa toleran, dapat memaklumi atau mengerti keadaan dan bertindak sesuai keadaan tersebut.

2.4 Minat Berkunjung Ulang

Minat adalah keingintahuan dan ketertarikan seseorang terhadap pengalaman-pengalaman baru dan lebih luas (Silvia, 2006). Minat bisa mendorong seseorang melakukan eksplorasi dan akhirnya menimbulkan rasa tertarik. Minat dapat muncul sebelum maupun sesudah seseorang melakukan kunjungan atau memiliki pengalaman langsung pada suatu aktivitas. Dalam memunculkan minat seseorang untuk melakukan kunjungan ke suatu tempat, sebuah tempat perlu memiliki sesuatu yang bernilai untuk dikunjungi sehingga terdapat daya tarik yang tidak dimiliki oleh tempat lain (Pendit, 1990). Menurut (Karyono, 1997) daya tarik sebuah tempat dapat dirasakan ketika ada sesuatu yang bisa dilihat (something to see), ada sesuatu yang bisa dikerjakan (something to do), dan ada sesuatu yang bisa dibeli (something to buy). Something to see artinya sebuah tempat harus memiliki sesuatu yang menarik untuk dilihat sehingga dinilai memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Something to do artinya daya tarik yang ditunjukkan melalui aktivitas-aktivitas apa saja yang dapat dilakukan di tempat tersebut. Aktivitas tersebut bisa memberikan perasaan senang, bahagia atau puas saat seseorang berada di tempat itu. Something to buy artinya tempat tersebut menawarkan produk atau jasa yang menarik untuk dibeli dan dikonsumsi.

(10)

18

Universitas Kristen Petra

Ketika seseorang memperoleh kesan yang positif dan merasa puas dari pengalaman atau kunjungannya, hal ini bisa membuat seseorang memutuskan untuk melakukan kunjungan kembali pada waktu berikutnya (Yang, 2009). Terbentuknya kesan positif disebabkan ketika seseorang memiliki kesenangan atau kepuasan yang lebih baik dibandingkan pengalaman yang diharapkan. Kepuasan yang dialami seseorang itu juga dapat mendorong mereka untuk memberitahukan kepada orang lain atas pengalaman yang telah dirasakan sehingga menjadi sebuah hal positif bagi perusahaan (Fornell, 1992).

2.4.1 Dimensi Minat Berkunjung Ulang

Menurut Baker dan Crompton dalam Lin (2012) terdapat dua dimensi yang membuat seseorang memiliki minat berkunjung ulang (revisit intention), yaitu:

 Intention to Recommend

Keinginan seseorang untuk merekomendasikan suatu layanan kepada orang lain setelah melakukan kunjungan sebelumnya

 Intention to Revisit

Keinginan pribadi yang melibatkan diri sendiri untuk kembali berkunjung ke tempat yang sama setelah melakukan kunjungan sebelumnya

2.5 Hubungan Antar Konsep

Berdasarkan teori pendukung di atas, variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah Retail Service Quality, Perceived Quality, Customer Satisfaction, dan Minat Berkunjung Ulang. Untuk mengetahui pengaruh dari setiap hubungan tersebut dalam membentuk Minat Berkunjung Ulang, dibutuhkan adanya hubungan antar konsep. Berikut ini penjelasan dari hubungan antar konsep yang menjadi fokus dari penelitian ini.

(11)

19

Universitas Kristen Petra

2.5.1 Hubungan Retail Service Quality dengan Perceived Quality

Perceived quality pada layanan akan didasari oleh penilaian konsumen. Lewis & Booms (1983) menjelaskan, penilaian konsumen berhubungan dengan harapan yang mereka miliki karena kualitas keseluruhan layanan akan dipersepsikan oleh konsumen sesuai harapan mereka dibandingkan dengan kinerja sebuah layanan. Perbandingan tersebut akan menunjukkan keunggulan suatu layanan dibandingkan dengan layanan lainnya (Zeitaml, 1988). Kualitas layanan khususnya di sektor retail yang pengukurannya dinyatakan melalui persepsi konsumen mampu membuat perusahaan mengetahui kinerja yang perlu ditingkatkan agar menghasilkan kualitas layanan yang efektif (Lu &

Seock, 2008). Persepsi konsumen dinilai dapat mengetahui kualitas layanan yang dimiliki perusahaan karena penilaiannya bukan hanya berdasarkan sudut pandang perusahaan tapi melibatkan penilaian sudut pandang konsumen. Dalam hal ini, konsumen adalah pihak yang menggunakan, mengkonsumsi atau memilih suatu layanan, sehingga konsumen dapat menentukan kualitas layanan.

2.5.2 Hubungan Retail Service Quality dengan Customer Satisfaction Kepuasan konsumen akan terbentuk ketika sebuah layanan memenuhi kebutuhan yang dimiliki konsumen (Zeithaml, 2009).

Penelitian yang dilakukan Benke, J Hayworth et al (2012) tentang retail service quality menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap kepuasan. Terdapat dua dari lima dimensi yang berpengaruh signifikan yaitu aspek fisik (physical aspects) dan interaksi personal (personal interaction). Hal ini menunjukkan, dalam membangun retail service quality yang baik dan berkualitas kedua dimensi ini bisa menjadi penentu keberhasilan sebuah perusahaan. Hasil menunjukkan, hal yang perlu diperhatikan pada aspek fisik (physical aspects) adalah lingkungan yang bersih, terstruktur dengan baik, cukup terpelihara, dan desain yang mementingkan kenyamanan. Sedangkan pada interaksi personal (personal interaction) berkaitan dengan cara konsumen mempersepsikan

(12)

20

Universitas Kristen Petra

staff. Konsumen mengharapkan staff yang memiliki pengetahuan, ramah dan bersedia membantu ketika ada yang tidak dimengerti.

2.5.3 Hubungan Perceived Quality dengan Customer Satisfaction

Faktor penentu kepuasan konsumen adalah persepsi terhadap kualitas layanan yang diberikan perusahaan (Lupiyoadi, 2013). Rasa puas atau tidak puas merupakan perasaan seseorang yang timbul dari hasil perbandingan kinerja yang dirasakan dengan yang dipersepsikan dari suatu layanan (Zeithaml, 2009). Jika kinerja berada dibawah ekspektasi konsumen, maka dinilai tidak puas. Jika kinerja sesuai atau memenuhi ekspektasi, konsumen merasa puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, konsumen akan sangat puas. Namun, perusahaan perlu memperhatikan bahwa persepsi yang timbul antar konsumen tidak selalu sama karena setiap konsumen merespon sesuatu sesuai dengan penilaiannya sendiri. Dengan demikian, memahami apa yang menjadi harapan konsumen dan memberikan sentuhan yang lebih personal kepada setiap konsumennya tentu akan menciptakan customer satisfaction.

2.5.4 Hubungan Perceived Quality dengan Minat Berkunjung Ulang Keputusan konsumen akan terbentuk jika didorong oleh perceived quality yang positif. Jika layanan memiliki perceived quality yang positif, bisa menjadi pilihan konsumen (Tjiptono & Chandra, 2011).

Sebaliknya, jika perceived quality negatif konsumen tidak akan memilih layanan tersebut. Hal ini dinilai, perceived quality yang positif akan mendorong keputusan seseorang untuk mengunjungi sebuah tempat karena konsumen akan lebih menyukai layanan yang memiliki persepsi kualitas yang baik. Kunjungan seseorang ke suatu tempat akan menghasilkan kesan dan pengalaman yang membuat mereka memutuskan untuk melakukan kunjungan kembali atau tidak dilain waktu (Yang, 2009). Kesan adalah persepsi konsumen karena adanya penilaian yang timbul ketika konsumen sedang membahas atau selesai

(13)

21

Universitas Kristen Petra

melakukan sesuatu. Jika kunjungan memiliki kesan positif berarti keputusan konsumen untuk melakukan kunjungan ulang suatu tempat bisa terbentuk. Keputusan tersebut telah didorong oleh persepsi konsumen yang baik sehingga kualitas layanan dinilai memiliki daya tarik yang tidak dimiliki oleh tempat lain (Pendit, 1990).

2.5.5 Hubungan Customer Satisfaction dengan Minat Berkunjung Ulang Ketika seseorang merasa puas dari kunjungannya, hal ini bisa membuat seseorang memutuskan untuk melakukan kunjungan kembali pada waktu berikutnya (Yang, 2009). Perasaan puas dapat disebabkan ketika seseorang memiliki kesenangan yang tidak terlupakan (Aziz, Ariffin, Omar, & Evin, 2012). Penelitian yang diungkapkan Woodside et al., (1989) menyatakan kepuasan akan mempengengaruhi intensitas perilaku untuk menggunakan layanan dari penyedia jasa yang sama.

Konsumen yang merasa kurang puas, dapat membuat konsumen beralih atau mencari layanan lain yang dianggap lebih baik dari pelayanan sebelumnya. Hal ini menggambarkan, jika konsumen memiliki pengalaman yang positif dari kunjungan sebelumnya memiliki potensi yang lebih besar untuk melakukan kunjungan kembali dibandingkan konsumen yang memiliki pengalaman yang kurang baik. Terlebih lagi, konsumen bisa melakukan rekomendasi atas pengalaman yang telah dirasakan karena merasa puas (Fornell, 1992).

(14)

22

Universitas Kristen Petra

2.6 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Sumber: Olahan Penulis

2.7 Hipotesa

H1: Retail Service Quality berpengaruh terhadap Perceived Quality H2: Retail Service Quality berpengaruh terhadap Customer Satisfaction H3: Perceived Quality berpengaruh terhadap Customer Satisfaction H4: Perceived Quality berpengaruh terhadap Minat Berkunjung Ulang H5: Customer Satisfaction berpengaruh terhadap Minat Berkunjung Ulang

Retail Service

Quality Perceived

Quality

Customer Satisfaction

Minat Berkunjung

Ulang

1. Satisfaction as fulfillment 2. Satisfaction as pleasure 3. Satisfaction as relief

(Zeithaml, 2009)

1. Intention to Recommend 2. Intention to Revisit

(Grewal & Levy, 2008:428) (Lin, 2012)

1. Kinerja 2. Pelayanan 3. Ketahanan 4. Keandalan

5. Karakteristik produk 6. Kesesuaian spesifikasi 7. Hasil

(Durianto, 2004:98) 1. Physical Aspects

2. Reliability

3. Personal Interaction 4. Problem Solving 5. Policy

(Dabholkar et al., 1996)

H1

H2

H4

H3

H5

Retail Service Quality

(15)

23

Universitas Kristen Petra

2.8 Kerangka Berpikir

Latar Belakang

1. Berbelanja secara langsung (belanja konvensional) melalui toko atau pusat-pusat perbelanjaan dinilai dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan pengalaman interaksi yang lebih personal dibandingkan belanja online. Melalui belanja konvensional, pihak penyedia layanan dinilai lebih mengerti apa yang dibutuhkan konsumen.

2. Penilaian konsumen akan suatu layanan berpengaruh pada kepuasan pelanggan sehingga memunculkan minat berkunjungulang pada mal.

3. Kehadiran Marvell City mal menjadi mal pertama di kota Surabaya yang menawarkan hal baru dan tidak dapat ditemui di mal-mal lain.

Rumusan Masalah

1. Apakah Retail Service Quality berpengaruh terhadap Perceived Quality pada Marvel City Mall Surabaya?

2. Apakah Retail Service Quality berpengaruh terhadap Customer Satisfaction pada Marvel City Mall Surabaya?

3. Apakah Perceived Quality berpengaruh terhadap Customer Satisfaction pada Marvel City Mall Surabaya?

4. Apakah Perceived Quality berpengaruh terhadap Minat Berkunjung Ulang pada Marvel City Mall Surabaya?

5. Apakah Customer Satisfaction berpengaruh terhadap Minat Berkunjung Ulang pada Marvel City Mall Surabaya?

Retail Service Quality

Perceived Quality

Customer Satisfaction

Minat Berkunjung

Ulang

H1

H2

H4

H3

H5

(16)

24

Universitas Kristen Petra

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir Sumber: Olahan Penulis

Sampel dan Alat Analisa - Sampel:

o Metode: Penyebaran kuisioner kepada warga Surabaya (termasuk pengunjung yang sedang berada di Marvell City Mall Surabaya).

o Kriteria: Pengunjung Marvel City Mall setidaknya dua kali dalam kurun waktu enam bulan terakhir, kunjungan minimal 30 menit, melakukan transaksi dan pernah melakukan interiaksi dengan staff mal (satpam/receptionist/petugas parkir/office boy).

o Jumlah sampel: 100 - Analisis

o Partial Least Squares (PLS)

o Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual  Sumber: Olahan Penulis
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir  Sumber: Olahan Penulis

Referensi

Dokumen terkait

Ruang konser, opera, studio rekam, dan ruang lain dengan tingkat akustik yang sangat detail Rumah sakit, dan ruang tidur/istirahat pada rumah tinggal, apartemen, motel, hotel, dan

Terdapat kemungkinan pemimpin membentuk hubungan secara merata pada seluruh bawahannya tetapi membentuk hubungan baik membutuhkan pengorbanan waktu dan energi dan karyawan

David (2010, p. 131), pemerintah pusat maupun pemerintah daerah merupakan pembuat regulasi, deregulasi, penyubsidi, pemberi kerja, dan konsumen utama organisasi. Karenanya faktor

Jika kinerja lingkungan perusahaan baik maka terdapat kemungkinan kinerja keuangan juga dapat meningkat, hal ini sejalan dengan teori legitimasi karena perusahaan yang

Bagi pelanggan organisasi umumnya perhitungan kapan barang akan tiba telah dijadwalkan oleh mereka, sehingga kapanpun barang tiba asalkan tidak melebih jadwal

Demikian pula keberhasilan pemberdayaan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat ditentukan oleh penghayat perorangan, organisasi penghayat,

Validasi ini terus dilakukan sampai perangkat pembelajaran sudah disetujui kevalidannya oleh para ahli (Yusup, 2018: 18).. Data di atas menunjukkan rerata dari

Hal ini dilihat dari hasil temuan auditor internal dalam pengevaluasian kinerja karyawan yang dapat dijadikan acuan oleh manajemen untuk membuat teguran atau hukuman