• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA ORNAMEN PADA BANGUNAN VIHARABUDDHA LOKA KECAMATAN SIBOLANGIT, BRASTAGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKNA ORNAMEN PADA BANGUNAN VIHARABUDDHA LOKA KECAMATAN SIBOLANGIT, BRASTAGI"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA ORNAMEN PADA BANGUNAN

VIHARABUDDHA LOKA KECAMATAN SIBOLANGIT, BRASTAGI

马达山圆通宝殿寺庙装饰品的分析

( M ǎdá shān yuántōng bǎodiàn sìmiào zhuāngshì pǐn de fēnxī )

SKRIPSI Oleh :

TESSALONIKA SITUMORANG 140710048

PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

2018

(2)
(3)

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahun saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 20Oktober 2018

Tessalonika Situmorang NIM. 140710048

Materai 6000

(4)

MAKNA ORNAMEN PADA BANGUNAN VIHARA BUDDHA LOKA KECAMATAN SIBOLANGIT, BRASTAGI

马达山圆通宝殿寺庙装饰品的分析

( Mǎdá shān yuántōng bǎodiàn sìmiào zhuāngshì pǐn de fēnxī )

Tessalonika Situmorang 140710048

ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah ‘Makna Ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit Brastagi’. Rumusan masalah penelitian ini adalah 1) Apa saja jenis ornamen yang terdapat pada bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi ? 2) Bagaimana makna ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi ? Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan diuraikan secara deskriptif. Teori yang digunakan dalam mengkaji makna ornamen pada Vihara yaitu teori semiotika dari Ferdinand de Sausure. Teknik yang digunakan adalah: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Kemudian menjelaskan jenis ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka. Hasil yang diperoleh: 1) Menjelaskan apa saja jenis ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka 2) Dari hasil penelitian, terkandung makna ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka , yaitu: Ornamen Pintu, Ornamen Atap, Ornamen Patung dewi Kwam Im, Ornamen Naga, Ornamen Burung Phoenix, Ornamen Qilin, Ornamen Bunga Teratai, Ornamen Burung Hong, Ornamen Kelelawar, Ornamen Harimau, Ornamen Burung Bangau, Ornamen Bunga Peoni, Ornamen Mejagan, Ornamen Gajah.

Kata kunci: Vihara Buddha Loka; Ornamen; Semiotik; Sibolangit.

(5)

MEANING OF ORNAMENTS IN THE BUILDING OF VIHARA BUDDHA LOKA KECAMATAN SIBOLANGIT, BRASTAGI

马达山圆通宝殿寺庙装饰品的分析

( Mǎdá shān yuántōng bǎodiàn sìmiào zhuāngshì pǐn de fēnxī )

Tessalonika Situmorang 140710048

ABSTRACT

The title of this research is "The Meaning of Ornaments in the building of Vihara Buddha Loka Sibolangit Brastagi District". The formulation of the research problem is 1) What types of ornaments are found in the building of Buddhist Loka Temple in Sibolangit District, Brastagi? 2) What is the meaning of ornaments in the building of Buddhist Loka Temple in Sibolangit Sub-District, Brastagi? The method used is qualitative research methods and is described descriptively. The theory used in examining the meaning of ornaments in the monastery is the theory of semiotics from Ferdinand de Sausure. The techniques used are: observation, interviews, and documentation. Then explain the types of ornaments on the Buddha Loka Vihara building. The results obtained: 1) Explain what types of ornaments on the Loka Buddhist Temple building 2) From the results of the study, the meaning of ornaments in the Buddha Loka Vihara building, namely: Door Ornaments, Roof Ornaments, Ornaments of the Kwam Im Goddess Statue, Dragon Ornaments, Bird Ornaments Phoenix, Qilin Ornaments, Lotus Flower Ornaments, Hong Bird Ornaments, Bat Ornaments, Tiger Ornaments, Stork Ornaments, Peony Flower Ornaments, Ornaments Mejagan, Elephant Ornaments.

Keywords: Buddha Loka Temple; Ornaments; Semiotics; Sibolangit.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karunianyalah yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Makna Ornamen Pada Bangunan Vihara Buddha Loka di Desa Suka Makmur, Sibolangit:

Kajian Semiotik” Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan, dan doa kepada penulis. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan segenap hati ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Mhd Pujiono, M.Hum., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

3. Ibu Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL, selaku Sekretaris Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji yang telah

(7)

memberikan masukan dan kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

4. Ibu Julina B.A,. MTCSOL selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan masukan, motivasi, semangat serta kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

5. Bapak Rudiansyah S.S., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi masukan, motivasi, semangat serta kritikan yang membangun selama proses penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini.

6. Bapak Tengku Kasa Rullah Adha, S,S., MTCSOL selaku dosen penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan yang membangun kepada penulis selama berlangsungnya proses perkuliahan Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya khususnya Program Studi Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara.

8. Keluarga penulis yang sangat luar biasa, orangtua tercinta Ayahanda Jahirim P Situmorang dan Ibu Mariana Simbolon yang telah mendidik penulis dari kecil, mencintai dan mendoakan penulis dengan sepenuh dan setulus hati.

9. Saudara penulisAbang Dan Ke 3 Kakak saya terutama Kakak Dara Pinta Amd. Kep yang selalu memberi semangat, serta mendoakan.

10. Sahabat yang selalu bisa memberi saran, dan motivasi kepada penulis, Sahabat terbaik yang selalu mendengar suka duka dan canda tawa penulis, Vrando Sanjaya, Liana Sibarani, Fitry Siregar, Adella Geofani Barus, dan

(8)

yang memberi semangat, mendoakan dan selalu mengingatkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

11. Seluruh pengurus dan pengelola Vihara Budhha loka, Bapak Harun, dan kepada semua pengurus Vihara Buddha Loka yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Kepada informan yang telah memberikan banyak informasi kepada saya hingga terselesaikannya skripsi ini.

12. Seluruh teman-teman Sastra Cina 2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, teman yang memberikan warna-warni selama perkuliahan. Semoga kita tetap kompak dan sukses.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi yang penulis sajikan ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar nantinya skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari.

Medan, 7 November 2018

Penulis,

Tessalonika Situmorang NIM.140710048

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang………...……. 1

1.2 Rumusan Masalah ………...…………. 8

1.3 Batasan Masalah ………...… 8

1.4 Tujuan Penelitian………...… 9

1.5 Manfaat Penelitian………... 9

1.5.1 Manfaat Teoritis………...………... 9

1.5.2 Manfaat Praktis………... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...….... 11

2.1 Konsep………... 11

2.1.1 Kebudayaan……...………....…... 12

2.1.2 Masyarakat Tionghoa………...……...…... 13

2.1.3 Makna... 14

2.1.3 Vihara………...…...….... 14

2.1.4 Bentuk………... ... 15

(10)

2.1.5 Ciri-ciri Vihara………... 16

2.1.6 Ornamen………... 17

2.1.7 Simbol………... 19

2.1.8 Jenis Tumbuhan………... 22

2.1.9 Sistem Kepercayaan………... 24

2.2 Landasan Teori………...…. 25

2.2.1 Teori Semiotika………... 26

2.3 Tinjauan Pustaka………...…... 28

3.1 Lokasi Penelitian………... 35

3.2 Data dan sumber Data………... 32

3.3 Persyaratan Informan………... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data………... 33

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)………... 33

3.4.2 Observasi………... 34

3.4.3 Wawancara………... 34

3.5 Metode Analisis Data………... 35

3.5.1 Reduksi data………... 36

3.5.2 Penyajian Data………... 36

3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data………... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 38

4.1 Desa Suka Makmur Sibolangit... 38

4.1.1 Topografi Desa Suka Makmur Sibolangit... 40

4.2 Budisme... 43

(11)

BAB V JENIS ORNAMEN PADA VIHARA BUDDHALOKA... 45

5.1 Sejarah Agama Buddha di Tanah Karo Sibolangit... 45

5.2Jenis Ornamen pada Vihara Buddha Loka... 49

5.2.1 Ornamen Tulisan Pintu Vihara... 49

5.2.2 Ornamen Atap Vihara... 50

5.2.3Ornamen Naga... 50

5.2.4 Ornamen Singa... 51

5.2.5 Ornamen Burung Hong... 51

5.2.6 Ornamen Gajah... 51

5.2.7 Ornamen Bambu... 52

5.2.8 Ornamen Harimau... 52

5.2.9 Ornamen Ikan Mas Koi... 52

5.2.10 Ornamen Burung Bangau... 53

5.2.11 Ornamen Bunga Peony... 53

5.2.12 Ornamen Bunga Teratai... 53

5.2.13 Ornamen Burug Phoenix... 54

5.2.14 Ornamen Qilin... 54

5.2.15 Ornamen Patung Dewi Kwan Im... 54

BAB VI MAKNA ORNAMEN PADA VIHARA BUDDHA LOKA... 56

6.1Makna Ornamen Pintu Vihara... 56

6.2 Makna Ornamen Atap Vihara... 58

6.3Makna Ornamen Naga... 59

6.4Makna Ornamen Singa... 63

(12)

6.5Makna Ornamen Burung Hong... 65

6.6Makna Ornamen Gajah... 66

6.7Makna Ornamen Bambu... 67

6.8 Makna Ornamen Harimau... 73

6.9Makna Ornamen Mas Koi... 74

6.10Makna Ornamen Bangau... 76

6.11 Makna Ornamen Peony... 77

6.12 Makna Ornamen Teratai... 78

6.13Makna Ornamen Burung Phoenix... 80

6.14 Makna Ornamen Qilin ... 82

6.15 Makna Ornamen Patung Dewi Kwan Im... 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 88

7.1 Kesimpulan... 88

7.2 Saran... 90

DAFTAR PUSTAKA... 91

LAMPIRAN... 93

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Maps Vihara Buuddha Loka Sibolangit, Brastagi ... 27

Gambar 5.1 Pintu Vihara Buddha Loka ... 58

Gambar 5.2 Atap Vihara Buddha Loka ... 57

Gambar 5.3 Ornamen Naga ... 62

Gambar 5.4 Ornamen Singa ... 63

Gambar 5.5 Ornamen Burung Hong ... 66

Gambar 5.6 Ornamen Gajah ... 67

Gambar 5.7 Ornamen Bambu ... 69

Gambar 5.8 Ornamen Harimau ... 75

Gambar 5.9 Ornamen Ikan Mas Koi ... 76

Gambar 5.10 Ornamen Burung Bangau ... 78

Gambar 5.11 Ornamen Bunga Peony ... 80

Gambar 5.12 Ornamen Bunga Teratai ... 81

Gambar 5.13 Ornamen Burung Phoenix ... 84

Gambar 5.14 Ornamen Qilin ... 86

Gambar 5.15 Ornamen Patung Dewi Kwam Im ... 89

Gambar 5.16 Ornamen Tangan Seribu Kwam Im...92

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Kepala Desa Suka Makmur yang pernah menjabat...39

Tabel 4.2 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama...41

Tabel 4.3 : Sarana Rumah Ibadah...42

Tabel 4.4 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis...42

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dihuni oleh beragam etnik dengan kebudayaan dan agamanya yang beragam. Mereka menyatu dalam bingkai integrasi sosial yang memang diperlukan dalam rangkaian hidup secara sosial.

Indonesia memiliki banyak suku bangsa (etnik) yang tersebar diseluruh wilayahnya. Berbagai suku bangsa ini ada yang dipandang sebagai penduduk asal Nusantara dan ada pula penduduk pendatang. Keduanya menyatu dalam sebuah negara bangsa tanpa membeda-bedakan asal-usul dan keturunan. Hal ini tercermin dalam konsep bhinneka tunggal ika (biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga), yang didasari oleh filsafat kenegaraan bangsa kita yaitu Pancasila. Masing-masing suku bangsa memiliki tradisi dan kebudayaan yang berbeda-beda, salah satunya masyarakat Tionghoa. Masyarakat Tionghoa adalah masyarakat yang awalnya berada didalam wilayah budayaTionghoadan migrasi ke Indonesia. Mereka secara khas disebut dengan masyarakat Tionghoa. Istilah Tionghoa sesuai hukum dan konstitusional tercantum dengan jelas pada penjelasan pasal 26 UUD 1945“yang menjadi Warga Negara adalah orang–oramg bangsa Indonesia asli dan orang–orang bangsa lain yang disahkan dengan undang–undang sebagai Warga Negara.”

Kemudian dalam penjelasan pasal 26 tersebut ditegaskan bahwa “yang dimaksud orang–orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Tionghoa, dan

(16)

peranakan Arab, yang bertempat tinggal di Indonesia mengakui sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga Negara”.(Safitri, 2014:2)

Para imigran Tionghoayang tersebar diwilayah Indonesia, khususnya Sumatera Utara mulai abad ke 16 sampai kira-kira pertengahan abad ke 19, sebagian besar berasal dari suku bangsa Hokkien. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah itu merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan perdagangan masyarakat Tionghoa. Seiring dengan merantaunya orang Tionghoa ke Indonesia maka masuk pula kebudayaan mereka, seperti bahasa, religi, kesenian, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, teknologi, dan sistem mata pencaharian hidup. (Mentari, 2017:5).

Dari segi religi, masyarakat Tionghoa menganut tiga agama dari negara asal mereka yang disebut San Jiau/Sam Kauw, di indonesia ajaran ini dikenal dengan Tri Dharma. Tiga agama yang banyak dianutmasyarakat Tionghoa yaitu Khong Hu Chu, Tao, dan Buddha. Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan akan jasmani dan rohani sangat dibutuhkan oleh manusia. Untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia bisa melakukan berbagai macam aktivitas seperti berolahraga ataupun bekerja agar tetap sehat, sedangkan untuk kebutuhan rohani manusia dapat mendekatkan dirinya kepada sang penciptanya dengan meyakini sebuah kepercayaan dalam bentuk agama.

Pemerintah Indonesia menghormati keberadaan masyarakat Tionghoa dengan tidak mendiskriminasikan dengan agama-agama lain yang ada di Indonesia, dimana masyarakat Tionghoa diberi kewenangan untuk mendirikan tempat ibadah yang

(17)

sesuai dengan keyakinan yang diyakininya, dan tempat ibadah tersebut dikenal dengan sebutan Klenteng ataupun Vihara. (Peraturan Departemen Agama RI nomor H III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II).

Depdiknas (2000:22) berpendapat bahwa, “Klenteng merupakan istilah dalam Bahasa Indonesia yang khusus untuk menyebut rumah ibadat masyarakat Tionghoa untuk melaksanakan ibadah sembahyang kepada Tuhan, Nabi-nabi, serta arwah- arwah leluhur yang berkaitan dengan ajaran Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme.

Disamping klenteng, terdapat juga istilah untuk tempat ibadah umat Buddha, yaitu Vihara. Vihara adalah pondok, tempat tinggal, tempat penginapan bhikkhu/bhikkhuni.

Pendapat dari Departemen agama Republik Indonesia adalah sebagai berikut. Vihara merupakan tempat umum bagi umat Buddha untuk melaksanakan segala macam bentuk upacara atau kebaktian keagamaan menurut keyakinan dan kepercayaan agama Buddha (Peraturan Departemen Agama RI nomor H III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II).

Pada umumnya sebahagian besar masyarakat Indonesia tidak mengerti perbedaan arti antara Klenteng dan Vihara. Klenteng dan Vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat, dan fungsi. Klenteng pada dasarnya berarsitektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, Vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa.(Safitri, 2014:3)

Perbedaan antara klenteng dan Vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa

(18)

Gerakan 30 Septemnber (G30S) Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965. Akibat dari peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah OrdeBaru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengambil nama dari bahasa Sansekerta atau bahasa Pali, mengubah nama sebagai Vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan dan kepemilikan. Dari sinilah kemudian masyarakat sulit membedakan Klenteng dengan Vihara. (Safitri, 2014:4)

Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak Vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula dan lebih berani menyatakan diri sebagai Klenteng daripada Vihara atau menamakan diri sebagai tempat Ibadah Tridharma. Ini sejalan dengan era tersebut yang lebih demokratis dan menghargai pluralism baik etnisitas maupun keagamaan.

Dari segi arsitektur, bangunan Vihara sangat menarik karena memiliki pola penataan ruang, struktur konstruksi, dan ornamentasi yang berbeda. Arsitektur yang menjadi bagian dari suatu bangunan, juga berfungsi sebagai upacara keagamaan.

Klenteng maupun Vihara di Indonesia jika diamati dari bentuk bangunan dan ornamennya cenderung memiliki ciri-ciri interior bangunan dan ornamen seperti Klenteng ataupun Vihara yang ada di Tionghoa. Dari setiap ornamen tersebut memiliki fungsi dan makna yang berbeda-beda. Ornamen merupakan salah satu bentuk ekspresi kreatif manusia zaman dulu. Ornamen dipakai untuk mendekorasi badan bangunan, tembikar-tembikar, hiasan pada baju, alat-alat perang, bangunan,

(19)

serta benda bangunan seni lainnya. Jenis maupun peletakan ornamen vihara pada umumnya sudah ditentukan sesuai dengan maknanya.

Ornamen pada pintu Vihara di Indonesia seringkali menggambarkan bunga, bambu yang dikombinasikan dengan binatang seperti kijang, kilin, dan kelelawar.

Diatas atap Vihara selalu ditempatkan sepasang naga yang dibentuk dari pecahan porselen dalam kedudukan saling berhadapan untuk berebut sebuah mutiara alam semesta menyala. Ornamen pada tiang penyangga seringkali berupa dewa, panglima perang, tumbuh-tumbuhan, bunga, gajah, kilin, naga, dan lain-lain. Dimana dari setiap ornamen-ornamen itu memiliki fungsi dan makna. Biasanya fungsi dari ornamen itu sebagai estetika (keindahan), religius, dan identitas budaya. Sedangkan makna dari ornamen itu biasanya sebagai simbolis, lambang rezeki, keberhasilan hidup, lambang supranatural, dan lain sebagainya. (Miskaningsih,2017:5)

Etnis Tionghoa umumnya masih berpegang teguh pada kebudayaan dan tradisi leluhur. Etnis Tionghoa memiliki banyak kebudayaan yang telah melekat dan menyatu dengan masyarakat Indonesia. Sejak zaman dahulu kala, Etnis Tionghoa telah menciptakan warisan budaya yang kaya dan penuh warna membentuk sejuta budaya rakyat yang unik dan menarik. Budaya rakyat Tionghoa yang telah ditanamkan sejak lama dalam kehidupan sehari-hari mempunyai makna besar dalam kehidupan masyarakat kini berhadapan dengan arus budaya Barat, tantangan masyarakat Tionghoa adalah bagaimana meneruskan nilai-nilai tradisional mereka.

Demi kepentingan generasi baru dengan pengetahuan yang semakin samar tentang budaya tradisional mereka. Seperti yang tersebar dikawasan Indonesia yaitu Vihara

(20)

yang menjadi tempat ibadah Etnis Tionghoa, banyak Vihara di Indonesia yang telah menjadi terkenal dan tertua seperti Vihara Avalokitesvara berada di Banten, Vihara Dewi Kwam Im Vihara yang tertua dan terbesar di Pulau Belitung, Vihara Gunung Timur di Medan yang menjadi yang terbesar di Sumatera Utara, dan masih banyak lagi. (Afrilliani, 2015:8).

Dengan berkembangnya persebaran masyarakat Tionghoa di Indonesia, sehingga mereka membuat tempat ibadah masyarakat Tionghoa diberbagai kota maupun kabupaten. Salah satu contohnya di Kabupaten Deli Serdang yaitu Vihara Buddha Loka yang berada di Villa Impian Prima (d/h Green Hils) Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit. Terletak 32 Km disebelah Barat Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Dari bangunan tersebut memiliki keunikan yang berupa simbol-simbol, Pada bangunan Vihara Buddha Loka ini digunakan sebagai tempat segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat masyarakat awam melakukan ibadah menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi masing-masing baik secara perorang maupun kelompok. Vihara Buddha Loka memiliki ornamen yang berupa ukiran berbentuk simbol, yang digunakan sebagai sarana komunikasi atau penyampaian pesan kepada masyarakat. Vihara Buddha Loka memiliki banyak ornamen seperti ornamen atap, ornamen kaligrafi pintu, ornamen naga, ornamen singa, ornamen gajah, ornamen harimau, ornamen bambu, ornamen ikan koi berkepala naga, ornamen burung banga, Ornamen Bunga bunga peony, ornamen burung hong, ornamen bunga teratai, ornamen burung bangau, ornamen burung Hong, ornamen qilin, dan ornamen Dewi Kwam Im yang bermakna

(21)

karena adanya pengaruh dari budaya Tionghoa yang banyak menyumbang bentuk- bentuk ornamen ke Indonesia. Ornamen tersebut terkandung dalam beberapa jenis yang dihubungkan dengan bangunannya. Ornamen ini diwujudkan dalam bentuk ornamen dan warna-warna pada bangunan dengan berbagai macam detail, sesuai dengan makna yang dikandungnya. Bagian eksterior yakni atap bangunan akan terlihat beberapa ornamen yang melengkapi bentuk atap. Dari beberapa Vihara yang diamati, dapat ditemukan kesamaan bentuk atap dan merupakan tradisi bentuk yang sudah digunakan dari masa ke masa. Vihara Buddha Loka ini memiliki keunikan pada bangunan luar Vihara terletak patung gajah yang berbaris didepan Vihara seperti menjadi bentuk pagar dari luar Vihara tersebut dan gajah tersebut merupakan perpaduan antara agama Buddha dan ajaran India karena di Vihara tersebut banyak patung dewa dewi India seperti dewa Siwa, dan patung Dewi Kwam Im yang terdapat disisi kiri yang membuat Vihara ini berbeda dari Vihara lainnya. Vihara Buddha Loka belum cukup banyak orang yang mengetahui keberadaannya. dan belum cukup popular dikalangan masyarakat, Vihara ini berdiri sejak Tahun 2002 dan Pengurus Vihara tersebut ialah bapak Harun yang menjadi Bhiksu Darma Vihara tersebut.

Said (2004: 4) menjelaskan bahwa simbol berasal dari kata symbolos (bahasa Yunani) yaitu tanda atau ciri yang memberitahukan suatu hal kepada seseorang.

Tanda merupaka segala sesuatu yang dapat mewakili atau menyatakan sesuatu yang dapat merangsang tanggapan dalam diri penerima atau pembaca tanda. Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi dasar peneliti untuk membahas lebih dalam tentang “Makna ornamen pada bangunan Vihara Buddha LokaKecamatan Sibolangit,

(22)

Brastagi ”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apa jenis Ornamen pada Bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi ?

2. Bagaimana makna Ornamen pada Bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi ?

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari agar tidak meluasnya pembahasan, maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian Makna ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi. Peneliti membatasi masalah dengan mengambil empat makna ornamen yaitu Ornamen Pintu, Ornamen Atap, Ornamen Patung dewi Kwam Im, Ornamen Naga, Ornamen Burung Phoenix, Ornamen Qilin, Ornamen Bunga Teratai, Ornamen Burung Hong, Ornamen Kelelawar, Ornamen Harimau, Ornamen Singa, Ornamen Burung Bangau, Ornamen Bunga Peoni, Oranamen Mejagan, Ornamen Gajah.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan Jenis Ornamen pada Bangunan Vihara Buddha Loka

(23)

Kecamatan Sibolangit, Brastagi.

2. Menjelaskan Makna Ornamen pada Bangunan Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Kedua manfaat ini berlandas kepada dua hal dasar yaitu manfaat keilmuan dan manfaat sosial budaya. Kedua manfaat ini diuraikan lebih jauh lagi seperti berikut ini.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian skripsi ini yaitu diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan tentang makna ornamen bangunan Vihara serta diharapkan juga dapat menjadi bahan untuk membantu peneliti lainnya agar lebih memahami tentang ornamen pada Vihara. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya bidang keilmuan seperti arsitektur, sejarah, seni, budaya tionghoa.

1.5.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan hasil penelitiannya dapat dijadikan sebagai tambahan kepustakaan atau acuan dalam penelitian serta dapat

(24)

menambah wawasan dalam mengkaji tentang makna ornamen pada bangunan Vihara khususnya bagi mahasiswa Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab dua ini peneliti akan memaparkan tiga jenis penguraian, konsep terkait variabel yang digunakan pada judul skripsi, landasan teori sebagai acuan penelitian skripsi peneliti, kajian pustaka yang berisi tentang hasil penelitian terdahulu.

2.1 Konsep

Bailey (1982:32) Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu.

Menyebutkan sebagai persepsi (mental Image) atau abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus.Dalam membangun konsep ada dua desain yang perlu diperhatikan,yaitu generalisasi dan abstraksi.Generalisasi adalah proses bagaimana memperoleh prinsip atau pendapat dari berbagai pengalaman. Abstraksi yaitu cakupan ciri-ciri umum yang khas dari fenomena yang dibicarakan. Konsep merupakan suatu pernyataan singkat tentang fenomena atau kejadian. Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia untuk berpikir.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep adalah: “diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh

(26)

akal budi untuk memahami hal-hal lain”. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Kebudayaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Ketika seseorang berusaha, berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. (Miskaningsih,2017:13)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:703) adalah makna secara budaya yaitu arti yang terkandung dalam budaya tersebut. Dimana setiap tradisi memiliki arti atau maksud tertentu. Makna kebudayaan adalah arti dari setiap tradisi atau kebiasaan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat. 1) Arti atau maksud. 2) Pengertian yang diberikan kepada benda kebahasaan. 3) Aktif makna emotif, denotasi makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan luas antara satuan dan wujud diluar bahasa, seperti orang, benda, tempat, sifat, proses dan kegiatan.

(27)

2.1.2 Masyarakat Tionghoa

Selo Soemardjan, (1997:29) Masyarakat adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam waktu yang lama disuatu daerah tertentu yang mengikuti aturan-aturan yang ada untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. Pengertian masyarakat adalah: “orang orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan”. Sedangkan menurut Koenjaraningrat, (2002:146) masyarakat adalah: “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”.

Tionghoa adalah salah satu etnis yang telah lama tinggal di Indonesia.

Etnis Tionghoa merupakan kaum minoritas yang jumlahnya sedikit di Indonesia dan merupakan etnis pendatang yang berasal dari bagian tenggara Tionghoa. Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan masyarakat Tionghoa ini mulai diakui oleh masyarakat asli Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya libur Nasional untuk Hari Raya Imlek. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai jenis kebudayaan yang unik dan menarik. Masyarakat Tionghoa yang tinggal di Indonesia sebagian besar menetap di Pulau Jawa.

Selain daerah tersebut, masyarakat Tionghoa juga menetap dalam jumlah besar didaerah perkotaan seperti di Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan. (Afrilliani, 2015:13).

(28)

2.1.3 Makna

Menurut Boediono (dalam KBBI, 2009:384) menyebutkan, “Makna adalah arti atau maksud penting didalamnya”. Sedangkan menurut Budiharjo (dalam Pontoh, 1992:36) menyebutkan, “Makna pada bangunan mempunyai manfaat yang dapat diperoleh dari upaya pelestarian antara lain memperkaya pengalaman visual, memberi pilihan dan berkerja disamping lingkungan modern, memberi suasana permanen yang menyegarkan, sebagai bukti fisik sejarah, mewariskan arsitektur, menyediakan catatan historis masa lalu, melambangkan keterbatasan hidup manusia, dan aset komersial dalam kegiatan wisata internasional”.

2.1.4 Vihara

Vihara merupakan tempat dimana keagamaan umat Buddha dilangsungkan kegiatan keagamaan Buddha akan melibatkan umat dan pengunjung didalamnya, oleh karena itu Vihara harus dapat menampung pengunjung dan juga memfasilitasi kegiatan yang dilakukan pengunjung, supaya kegiatan berlangsung dengan baik. Pada awalnya pengertian Vihara sangat sederhana, yaitu merupakan podokan atau tempat tingggal atau tempat penginapan para Bikkhuni samanera dan samaneri. Namun kini pengertian Vihara mulai berkembang, yaitu merupakan pondok atau tempat dimana melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi agama Buddha, serta tempat masyarakat melakukan

(29)

ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan, dan tradisi masing- masing baik secara perorang maupun bentuk kelompok. Didalam Vihara terdapat sutu atau lebih ruang untuk penempatan altar. Vihara merupakan wadah toleransi dalam sembahyang yang dipuja oleh tiga umat dengan aliran yang berbeda, yakni Tao-is, Buddhis, dan Konfucian atau yang disebut dengan aliran yang berbeda, yakni Tao-is, Buddhis, dan Konfucun atau yang disebut dengan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD). (Suwanto, 1990: 908)

2.1.5 Ciri-ciri Vihara

Vihara selain ditunjukkan dengan bangunan yang berarsitektur tradisional Tionghoa, ada juga ciri khas lain yang mendominasi vihara, yaitu : a. Warna

Warna yang digunakan pada umumnya merupakan warna merah (mendominasi bangunan vihara) yang berarti kegembiraan dan bersifat mengundang, serta warna emas yang berarti tertinggi.

b. Interior bercorak budaya Tionghoa

Penonjolan struktur, konstruksi atap menggunakan balok kayu, sambungan diekspos atau diperlihatkan dengan ukiran yang menggambarkan simbolsimbol tertentu.

c. Suasana ruangan tempat penyembahan berkesan religius dengan bau asap Hio yang dibakar.

d. Elemen pembentuk ruang

(30)

Dinding pada umumnya digambar atau relief berupa dewa-dewa yang disembah atau gambar lain yang mempunyai simbol atau makna.

e. Elemen estetika

Terdapat patung-patung hewan yang disimbolkan mempunyai kekuatan penolak bala (patung naga, patung singa dan lain-lain).

2.1.6 Ornamen

Menurut Supranto (1984: 11) bahwa ornamen berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ornane yang berarti hiasan atau perhiasan. Ragam hias atau ornamen itu sendiri terdiri dari berbagai jenis motif dan motif-motif itu yang digunakan sebagai penghias sesuatu yang ingin kita hiasi. Oleh karena itu motif adalah dasar untuk menghias sesuatu ornamen.

Menurut Gustami (2008: 4) ornamen merupakan komponen produk seni yang ditambah atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya implisit menyangkut segi-segi keindahan, juga untuk menambah indahnya suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam segi pengharhgaannya, baik dari segi spiritual maupun segi material/finansial. Dari pendapat diatas maka dapat ditarik pengertian bahwa ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk.

Bentuk hiasan yang menjadi ornamen fungsi utamanya adalah Fungsiuntuk memperindah benda produk atau barang yang dihias. Kehadiran ornamen tidak semata hanya sebagai pengisi bagian yang kosong dan tanpa arti, tetapi

(31)

didalam ornamen sering ditemukan nila-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup dari manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga mempunyai arti yang lebih bermakna, disertai harapan-harapan yang tertentu pula dan memiliki beberapa fungsi.

Sunaryo (2009: 4-6) menjelaskan bahwa tiga fungsi ornamen sebagai berikut:

a. Fungsi murni estetik

Fungsi murni estetik merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni.

b. Fungsi simbolisme ornamen

Simbolisme ornamen pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka dan bersifat keagamaan atau kepercayaan. Ornamen yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung, atau garuda memliki fungsi simbolis. Sebagai contoh pada pintu masuk Vihara Buddha Loka yang ada di Sibolangit, terdapat motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berhadapan.

c. Fungsi teknis konstruktif

Teknis konstruktif yang secara struktural ornamen digunakan sebagai penyangga, menopang, menghubungkan atau memperkokoh konstruksi, karena ornamen ini memiliki fungsi konstruktif. Tiang, talang air dan bumbung atap ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang memperindah penampilan karena fungsi hiasan ornamen terkait erat dengan

(32)

produk yang dihiasinya. Artinya, jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangukutan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga fungsi ornamen, yaitu fungsi murni estetik, fungsi simbolisme ornamen dan fungsi teknis konstruktif. Masing-masing fungsi tersebut berperan penting dalam penyampaian bahasa visual yang ada pada setiap ornamen.

2.1.7 Sistem Kepercayaan

Koenjara ningrat (2000:230) Pada dasarnya pandangan berpikir orang Tionghoa selalu mengembalikan hakekat keharmonisan antara kehidupan

“langit” (alam gaib) dan kehidupan dibumi (alam dunia nyata). Mereka percaya bahwa alam semesta ini sebagai akibat dari inkarnasi kekuatan alam.

Alam dikuasai oleh spirit-spirit yang kekuatannya luar biasa. Alam semesta semata-mata hanyalah ekspresi dari kekuatan-kekuatan alam yang dipengaruhi oleh spirit-spirit yang mendiami alam. Beberapa spirit itu berada dan hidup didalam fenomena-fenomena alam seperti langit, matahari, tanah, air, tumbuh- tumbuhan, gunung, serta fenomena-fenomena alam lainnya. Di antara spirit- spirit alam itu adalah spirit yang berasal dari arwah leluhur yang kekuatan hidupnya sangat besar, sekeluarga dapat melanjutkan kekekalan hidupnya setelah jasad jasmaniahnya mati.

Dalam kehidupan orang Tionghoa, ada tiga ajaran yang mereka anut yaitu Toisme, Konfusianisme, dan Buddha. Ketiga ajaran ini sudah saling

(33)

menyatu (sinkretisme) dan dikenal dengan nama San Jiao atau Sam Kauw (dialek Hokkian). Dalam kehidupannya, orang Tionghoa memang sangat toleran terhadap soal-soal agama. Setiap agama dianggap baik dan bermanfaat, begitu pula dengan ajaran Taoisme, Konfusianisme, dan Buddha yang mempunyai banyak kesamaan-kesamaan pandangan dan saling membutuhkan sehingga ketiga ajaran tersebut berpadu menjadi satu.

2.2 Landasan Teori

Landasan teori merupakan suatu usaha untuk menerangkan atau menggambarkan pengamatan atau suatu ide untuk menerangkan bagaimana peristiwa itu biasa terjadi. Teori dalam penelitian selalu diperlukan guna mendekatkan permasalahan dengan hasilnya, sehingga tujuan dalam suatu penelitian dapat tercapai dengan tujuan yang telah ditentukan.

(Kountur, 2005:71-72) Penelitian-penelitian ilmiah pada umumnya dilakukan untuk menguji hipotesis yaitu dugaan sementara tentang suatu fenomena dimana kebenarannya masih perlu diuji. Hipotesis yang dibuat harus didasarkan atas teori.

Landasan teori memiliki sekurang kurangnya tiga manfaat : memperdalam tentang bidang yang diteliti, mengetahui hasil-hasil penelitian yang berhubungngan dengan yang sudah pernah dilaksanankan dan memperjelas masalah penelitian.

(34)

2.2.1 Teori Semiotika

Dalam suatu kajian atau analisis sudah sewajarnya memakai landasan teori tertentu. Teori digunakan sebagai landasan untuk memahami, menjelaskan, menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah dalam penelitian. Untuk mengkaji semiotik pada bangunan Vihara Buddha Loka, penulis menggunakan teori semiotik. Semiotika (ilmu tanda, berasal dari kata Yunani semeion, yang berarti tanda) adalah nama cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda–tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda (Syuropati, 2011:66).

Semiotik adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni suatu yang harus kita beri makna. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah–tengah manusia dan bersama–sama manusia. (Asiyah, 2017:18) Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Saussure melalui sistem tanda: signified dan signifier. Konsep ini melihat bahwa makna akan mucul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi antara yang ditandai (signified) dengan yang menandai (signifier). Bagian tanda yang ditangkap oleh penerima tanda dan merujuk langsung kepada objeknya. Teori yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori semiotik yang dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna

(35)

(atau isi yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). De Saussure menggunakan istilah signifier (penanda) untuk segi bentuk suatu tanda, dan signified (petanda) untuk segi maknanya (Hoed, 2011:3).

Penanda dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedangkan pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan atau nilai-nilai yang terkandung didalam karya arsitektur. Dalam teori De Saussure, signifier bukanlah bunyi bahasa secara konkret, tetapi merupakan citra tentang bunyi bahasa (image acoustique). Dengan demikian, apa yang ada dalam kehidupan kita dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai “makna” tertentu.

Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified yakni petanda. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsure tambahan dalam proses penandaan.

(36)

De Sausure memberikan contoh kata latin arbor yang di ucapkan [arbor]

ditangkap dalam kognisi sebagai citra akustik (image acoustique) yang dikaitkan dengan makna ‘pohon’ [di gambar sebagai suatu “gambar” pohon secara umum dan bukan pohon tertentu]. Setiap tanda selalu terdiri atas penanda dan petanda. Dalam teori ini, tanda adalah sesuatu yang berstruktur karena terdiri atas komponen yang berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan. “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas” (Hoed, 2011:23).

2.3 Tinjauan Pustaka

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:1198) Tinjauan pustaka merupakan hasil dari penelitian terlebih dahulu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:1199) tinjauan adalah: “…hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. Sedangkan Pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:912), pustaka adalah: “… kitab-kitab; buku; buku primbon.

Dalam meyelesaikan penelitian ini dibutuhkan kepustakaan yang relevan karena hasil dari suatu karya ilmiah harus bisa dipertanggungjawabkan dan harus memiliki data- data yang kuat dan memiliki hubungan dengan yang diteliti.

Peneliti mengusulkan beberapa bahan referensi yang relevan dengan judul penelitian ini. Adapun skripsi tersebut yaitu:

Rahma Safitri (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi Dan Makna Ornamen Pada Tiga Bangunan Vihara di Kota Binjai”. Dalam skripsi ini membahas

(37)

fungsi dan makna ornamen candi di Vihara Sanatha Maitreya, Vihara Setia Dharma, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin di kota Binjai. Skripsi ini digunakan penulis untuk memahami teori fungsi dan makna pada kajian penelitian yang sama, tetapi objek lokasi penelitian berbeda.

Asmi Zeila (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Karakteristik Arsitektur Cina Pada Bangunan Vihara Gunung Timur di Medan”. Dalam skripsinya membahas luas mengenai vihara, sejarah vihara, bentuk-bentuk vihara serta karakteristik vihara dilihat dari setiap komponen bangunannya, termasuk pada pola penataan ruang, langgam dan gaya, struktur yang terbuka dan juga ornamen / ragam hias. Skripsi ini digunakan penulis untuk memahami mengenai pengertian vihara,sejarah vihara serta struktur vihara.

Donna Sitepu (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Bentuk, Fungsi,Dan Makna Bangunan Pagoda Shwedagon Di Berastagi”. Dalam kripsi ini membahas tentang bentuk, fungsi, dan makna dari Pagoda Shwedagon seperti interior, dan legam.

Skripsi ini digunakan penulis untuk membantu memahami teori fungsi dan makna dengan kajian penelitian yang sama, tetapi objek lokasi penelitian berbeda.

Camelia Novella (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi dan Makna Meditasi pada Kebaktian Keagamaan Buddha Theravada bagi Masyarakat Tionghoa di Kota Medan”. Dalam skripsinya membahas mengenai fungsi dan makna meditasi dalam masyarakat Tionghoa serta ajaran aliran dalam Buddha. Skripsi ini digunakan penulis untuk memahami mengenai aliran-aliran dalam Buddha.

Afrilliani (2015), dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Semiotik budaya

(38)

terhadap bangunan mesjid Jami’ Tan Kok Liong di Kota Bogor” skripsi ini mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat pada mesjid Jami’ Tan Kok Liong dan makna-makna budaya khas Tiongkok yang terdapat pada mesjid Jami’ Tan kok Liong. Skripsi ini juga memuat tentang makna-makna simbolis yang berupa naga, lampion, burung rajawali, tiang penyangga hingga yang lainnya masjid Jami’ Tan Kok Liong menggunakan arsitektur khas Tionghoa.Skripsi ini sangat membantu penulis dalam menganalisis mengenai bentuk dan makna simbolis yang bergaya Tiongkok.

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskriptif yang dimana data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan berupa angka-angka. Menurut Strauss dalam (Ahmadi, 2014: 15) Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak dapat diperoleh (dicapai) menggunakan prosedur-prosedur statistik atau alat-alat kuantifikasi (pengukuran) lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah mendeskripsikan suatu objek yang diteliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Peneliti ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan tentang makna simbolik ornamen yang terdapat pada bangunan utama Vihara Buddha Loka, dan dibutuhkan analisis data dari yang diperoleh melalui beberapa sumber kepustakaan maupun data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).

Penelitian kualitatif ini bertujuan mendeskripsikan dan mengintepretasikan objek yang diteliti sesuai dengan keadaan sebenarnya (Moleong, 2004: 330).

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bersifat deskritif yang dimana data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan

(40)

berupa angka-angka. Menurut Strauss dalam (Ahmadi, 2016: 15) penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak dapat diperoleh (dicapai) menggunakan prosedur-prosedur statistik atau alat-alat kuantifikasi (pengukuran) lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah mendeskripsikan suatu objek yang diteliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Vihara Buddha Loka, Kecamatan Sibolangit, Brastagi, Provinsi Sumatra Utara tepatnya di Desa Suka Makmur, adapun waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018 sampai dengan selesai.

Google Map Vihara Buddha Loka Sibolangit, Brastagi.

Sumber : https://www.google.co.id/maps/@.3.7.478932.99.38489,13.8lz

(41)

Sibolangit merupakan salah satu kecamatan di Sumatera Utara, Indonesia, berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Karo. Daerah ini memiliki tofografi alam yang berbukit-bukit, yang memiliki alam yang sejuk. Kawasan ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata warga kota Medan yang favorit. Sibolangit juga merupakan kawasan perkemahan pramuka yang populer. Desa Suka Makmur adalah sebuah desa yang terletak di daerah dataran tinggi, yang berada di lereng Gunung Sibayak, dengan hawa yang sejuk dan nyaman. Konon katanya Desa ini dinamai Desa Suka Makmur adalah agar nantinya penduduk yang bertempat tinggal da Desa ini dalam keadaan makmur dan sejahtra, serta hidup damai maka disebut menjadi Desa Suka Makmur. Sehingga semua masyarakat menjadikan nama Desa ini menjadi Desa Suka Makmur.

Green Hill Villa sibolangit adalah akomodasi di lokasi yang baik tepatnya berada di Sibolangit. Selain letaknya yang strategis, Green Hill Villa Sibolangit juga merupakan salah satu Villa didekat air terjun Dua Warna Sibolangit yang berjarak 2,71 km dan air terjun Sikulikap yang berjarak 5.27 km. Green Hill Sibolangit merupakan salah satu objek wisata yang dikunjungi oleh berbagai macam kalangan masayakat. Pada lokasi Villa Impian Prima (d/h Green Hill) Desa Suka Makmur Sibolangit terdapat Vihara Buddha Loka. Di Villa ini memiliki mayoritas masyarakat Tionghoa dan beribadah di Vihara Buddha Loka tersebut.

(42)

3.3 Persyaratan Informan

Menurut pendapat Spradley dalam Faisal (1990:45) informan harus memiliki beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan. Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian adalah berdasarkan pada asas subjek yang menguasai permasalahan memiliki data dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat.

Informan yang bersedia sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi syarat yaitu informan yang mengethui asal-usul keberadaan Vihara Buddha Loka Sibolangit, Brastagi. Yang akan menjadi informan narasumber (key informan) dalam penelitian ini adalah pemilik Vihara, pengurus Vihara, penjaga Vihara dan pengunjung Vihara.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dari seorang informan yaitu sebagai berikut :

a) Berjenis kelamin pria dan wanita b) Dapat dipercaya

c) Bersedia menjadi informan d) Memahami tentang Vihara

3.4 Data dan Sumber Data 3.4.1 Data

Menurut Yin: 2011, 129-130 dalam (Ahmadi, 2014: 107) “data” mengacu pada sebuah kumpulan informasi yang terorganisasi, biasanya merupakan hasil pengalaman, observasi, dan eksperimen. Data yang diperoleh dari penelitian kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan,

(43)

gambar dan foto (Sugiyono, 2012: 6).

Data penelitian kualitatif dapat berupa data bersumber manusia (data primer) dan data di luar manusia (data sekunder). Sumber data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan di Vihara Buddha Loka. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui buku-buku, jurnal, artikel-artikel yang berhubungan dengan ornamen Vihara, yang kemudian akan dipilah-pilah untuk dijadikan bahan penelitian.

Dengan demikian penelitian kualitatif berisi kutipan-kutipan, gambar-gambar untuk memberikan suatu gambaran penyajian laporan. Data yang diperoleh dapat melalui wawancara, dokumentasi pribadi, laporan lapangan dan foto. Data yang diperoleh melalui kata-kata dapat mendeskripsikan dan memperjelas tentang makna yang terdapat pada bangunan Vihara Buddha Loka di Sibolangit, Brastagi.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer penelitian ini adalah data dari hasil wawancara informan meliputi pengelola dan pengurus bangunan Vihara Vuddha Loka Sibolangit juga masyarakat yang tinggal disekitar bangunan Vihara. Sumber data primer berasal dari narasumber yang diwawancarai yaitu:

1. Bapak Harun

Profesi : Pengurus/Ketua Umur : 56 tahun

2. Bapak Herman

(44)

Profesi : Pengurus Vihara Buddha Loka Umur : 36 tahun

3. Bapak Eddy Ginting

Profesi : Penjaga Vihara Buddha Loka Umur : 54 tahun

4. Bapak Liong tian

Profesi : Wiraswasta / warga d/h Green Hill Umur : 36 tahun

5. Ibu Santi

Profesi : Wiraswasta / warga d/h Green Hill Umur : 37 tahun

6. Ibu Lien Cun :

Profesi : Pengurus Vihara Buddha Loka Umur : 32 tahun

Yang dimaksud dengan informan kunci atau informan pangkal, juga disebut narasumber kunci (key informant) adalah seorang pemberi data yang memiliki kapasitas dan kapabilitas terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian.

Data yang diperoleh informan kunci inilah yang menjadi bahan kajian utama dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, penelitian kualitatif sangat bergantung dari data yang diperoleh dari informan kunci. Faisal (1990:45).

Sedangkan sumber data sekunder didalam penelitian ini diperoleh dari buku- buku, jurnal yang berkaitan dengan vihara di Indonesia dan Tionghoa serta artikel

(45)

yang relevan dengan kebenaran dan keabsahan bangunan Vihara Buddha Loka Sibolangit, Brastagi.

Daftar pertanyaan pada Informan yaitu

1. Masyarakat apa saja yang menetap di Desa Suka Makmur ? 2. Suku apa saja yang perah mengunjungi Vihara Buddha Loka ini ? 3. Kegiatan apa saja yang dilakukan di ViharaBudddha Loka ini ? 4. Kapan Vihara Buddha Loka ini dibangun?

5. Bagaimana sejarah bangunan Vihara Buddha Loka ini ? 6. Apa kelebihan dari Vihara Buddha Loka ini ?

7. Apa keunikan Bangunan Vihara Buddha Loka ini dari bangunan Vihara lainnya ?

8. Apakah bangunan Vihara ini berkaitan dengan bangunan bergaya Tiongkok?

9. Apakah makna ornamen yang ada di Vihara Buddha Loka ini ?

10. Adakah bangunan ini sama dengan Vihara Buddha Loka yang ada di Tiongkok?

11. Apakah masyarakat Tionghoa pertama kali menetap di Desa Suka Makmur ?

3.4 Metode Pengumpulan Data

(Abdurrahmat, 2005:104) Dalam penelitian ini data juga diperoleh melalui skripsi, tesis, buku sejarah dan kebudayaan Tiongkok, internet, jurnal dan artikel, yang kemudian dipilah-pilih. Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik

(46)

pengumpulan data, diantaranya studi dokumentasi, kepustakaan, observasi lapangan, dan wawancara. Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara, studi dokumentasi atau studi kepustakaan.Teknik pengumpulan data adalah cara peneliti memperoleh dan mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan datastudi kepustakaan (library research), observasi, dan wawancara dan dokumentasi.

3.4.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Nazir, (1988:111) Dalam pengumpulan data penulis melakukan tahapan studi kepustakaan. Penelitian kepustakaan (library research) adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, dan laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Kegiatan studi kepustakaan dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan dalam melengkapi penulisan dan penyesuaian data dari hasil wawancara.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan yang merupakan data pendukung, yaitu berupa skripsi, buku, artikel, dan jurnal yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Mandarin. Hal pertama yang dilakukan peneliti yaitu mengumpulkan artikel, buku, dan jurnal

(47)

yang berhubungan dengan Vihara. Setelah semua terkumpul terlebih dahulu peneliti membaca lalu mengklasifikasikan untuk dijadikan bahan penelitian.

3.4.2 Observasi

(Soehartono, 1995:69). Teknik observasi disebut juga teknik pengamatan yaitu setiap kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dengan menggunakan indera penglihatan atau dengan arti lain yaitu melihat tanpa melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung melakukan observasi/ pengamatan di Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi.

3.4.3 Wawancara

Wawancara (interview) merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan responden dimana peneliti akan memperoleh data-data atau informasi yang lebih aktual dan rinci.

Koentjaraningrat (1981:136) mengatakan bahwa, “kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu : persiapan wawancara, teknik bertanya dan pencatatan data hasil wawancara.”

Sebelum melakukan wawancara, peneliti mempersiapkan beberapa daftar pertanyaan dan alat perekam.Pada kegiatan wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan berdasarkan daftar pertanyaan dan responden menjawab lalu peneliti mencatatnya. Pencatatan hasil wawancara ada

(48)

beberapa yang tidak sempat dicatat,oleh karena itu alat perekam berfungsi sebagai pemutaran ulang agar dapat didengar ulang oleh penulis. Peneliti melakukan wawancara dengan pengurus dan pengunjung Vihara Buddha Loka Kecamatan Sibolangit, Brastagi.

3.4.4 Dokumentasi

Ghony & Fauzan (2012: 199).Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui dukomen-dokumen seperti catatan-catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk buku,surat kabar, majalah, agenda, foto, video, dsb yang berhubungan dengan peristiwa yang diteliti.

Dalam penelitian ini dokumentasi tidak bisa ditinggalkan, karena sebagai penguat bukti. Pengumpulan data-data yang bersifat tertulis ataupun yang dapat dibaca dilakukan melalui dokumentasi berupa profil, sejarah, pengambilan gambar ornamen yang diteliti, seta rekaman suara hasil wawancara dengan narasumber data. Dokumentasi ini dilakukan selama proses penelitian.

3.5 Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2001: 335) bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan, mengkategorikan, menyusun pola dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami.

(49)

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan berkaitan dengan data, mengorganisasikan data, memilih-memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa saja yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam menganalisis data yang dikumpulkan selama melakukan penelitian Vihara Buddha Loka ini, maka peneliti akan menggunakan beberapa teknik analisis data. Ghony dan Fauzan (2012: 247)

3.5.1 Reduksi Data

Menurut Sugiyono (2001: 339) bahwa reduksi data merupakan proses berfikir 35amara ta yang memerlukan kecerdasan, keluasaan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Lebih lanjut lagi Suginoyo menambahkan mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting, dicari data yang sesuai dengan tema dan membuang yang tidak perlu, dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data bila dirasa masih ada data yang kurang. Penyajian data dikelompokkan ke dalam sistematika pembahasan hasil penelitian, dan menganalisis data apa saja yang valid untuk disajikan dalam laporan penelitian.

(50)

3.5.2 Penyajian Data

Setelah data di reduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data.

Penyajian data dilakukan dengan cara menyajikan data yang diperoleh dari berbagai sumber, kemudian dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat yangsesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan secara deskritif.

Dalam penelitian ini penyajian data sesuai dengan hasil penelitian yang dikumpulkan dari berbagai sumber data berdasarkan pada wawancara, observasi dan dokumentasi serta mendeskripsi yang telah dilakukan.

3.6 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil nanalisis data ada dua macam yaitu bersifal informal dan bersifat formal dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data secara informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan temiologi dan teknis sifatnya. (Sudaryanto, 1993:114)

Hasil analisis data akan berwujud penjelasan yang berkaitan dengan karasteristik pemakaian bahasa, fungsi bahasa dalam makna ornamen pada bangunan Vihara serta istilah khusus dalam bangunan Vihara Buddha Loka Sibolangit, Brastagi. Penjelasan akan berbentuk uraian yang berwujud uraian yang berwujud kalimat-kaimat yang diikuti secara rinci. Penyajian model ini dikenal dengan penyajian informal.

(51)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Desa Suka Makmur Sibolangit

Desa Suka Makmur adalah sebuah desa yang terletak di daerah dataran tinggi, yang berada di lereng Gunung Sibayak, dengan hawa yang sejuk dan nyaman. Konon katanya Desa ini dinamai Desa Suka Makmur adalah agar nantinya penduduk yang bertempat tinggal dan Desa ini dalam keadaan makmur dan sejahtra, serta hidup damai maka disebut menjadi Desa Suka Makmur. Sehingga semua masyarakat menjadikan nama Desa ini menjadi Desa Suka Makmur.

Pada tahun 1948 Desa Suka Makmur, diresmikan oleh Asisten Wedana Kec.

Sibolangit yakni Dame Gurusinga. Selanjutnya Desa Suka Makmur adalah merupakan gabungan 6 (enam) Desa yaitu Desa Lau Purba, Desa Bangun Seribu, Desa Tinembuk, Desa Beranti, Desa Jambu dan Desa Batu Seri. Ke-6 Desa ini digabung menjadi satu Desa yaitu Desa Suka Makmur karena dikarenakan ke-6 desa ini memiliki wilayah yang berdekatan dan berbatasan dan masih memiliki jumlah penduduk yang sedikit dan saling mengenal satu dengan yang lainya.

Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit memiliki lusa wilayah sekitar 252 ha dan berbatasan dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rumah Pil-Pil dan Desa Betimus Mbaru - Sebalah Selatan berbatasan dengan Desa Bandar Baru

- Sebelah Timur berbatasab dengan Sungai Petani/Desa Sikeben

(52)

- Sebelah Barat berbatasan Dengan Sungai Betimus

Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit ini memiliki jarak tempuh 48 km dan sekitar 60 menit dari Propinsi Sumatera Utara. Jarak tempuh Desa ke kabupaten 78 km dan sekitar 2,5 jam, dan jarak desa ke kecamatan Sibolangit 03 km dan sekitar 10 menit. Desa Suka Makmur kecamatan Sibolangit kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 5 buah dusun, dengan jumlah penduduk sebanyak 2.010 jiwa, yang terdiri dari jumlah laki-laki sebanyak 635 jiwa, dan perempuan sebanyak 1.375 jiwa, serta jumlah kepala keluarga sebanyak 565 kepala keluarga.

Tabel 4.1

Kepala Kampung/ Kepala Desa Suka Makmur yang pernah menjabat:

NO NAMA KETERANGAN

1. Payung Sembiring Kepala Desa I Saleh Tarigan Kepala Desa II

3. Manik Kepala Desa III

4. Natap Gurusinga Kepala Desa IV 5. Berani Sembiring Kepala Desa V 6. Persadaan Bangun Kepala Desa VI 7. Tuah Tarigan Kepala Desa VII 8. Nempel Tarigan Kepala Desa VIII 9. Lor Gurusinga Kepala Desa IX 10. Selamat Sembiring Kepala Desa X 11. Ngadap Tarigan Kepala Desa XI

(53)

12. Ismail Sembiring,SH Kepala Desa XII

13. Tuah Malem Tarigan, SH Pelaksanaan Kepala Desa Sejak Bulan September 2013 s/d Februari 2013

14. Robinson Barus Kepala Desa Suka Makmur Sampai Sekarang

Sumber: Profil Desa Suka Makmur September, 2018

4.1.1 Topografi Desa Suka Makmur Sibolangit

Secara topografi Desa Suka Makmur terdiri dari wilayah dengan dataran tinggi. Tanah di Desa Suka Makmur merupakan tanah yang kering dan tanah sawah. Desa ini berada pada ketinggian sekitar 800 M diatas permukaan laut. Suhu di Desa Suka Makmur berkisar antara 290

- Musim Penghujan terjadi disekitar Bulan September s/d Maret.

C. Curah hujan rata-rata 2.500mm s/d 3.000mm/tahun. Iklim di Wilayah Desa Suka Makmur pada umumnya berhawa sejuk dan terdiri dari 2 (dua) musim yaiti:

- Musim Kemarau terjadi disekitar Bulan April s/d Agustus.

Tabel 4.2

Komposisi Menurut Agama

NO Komposisi Menurut Agama Jumlah

1. Islam 181 Orang

2. Katolik 18 Orang

(54)

3. Kristen 1.782 Orang

4. Buddha 29 Orang

5. Hindu -

Jumlah 2.010 Orang

Sumber: Profil Desa Suka Makmur September,2018

Pada Desa Suka Makmur, mayoritas masyarakat beragama Kristen yaitu sebesar 1.782 orang. Masyarakat beragama Islam sebanyak 181 orang.

Masyarakat yang beragama Katolik sebanyak 18 orang. Masyrakat yang beragama Budha sebanyak 29 orang. Tidak ada masyarakat yang menganut agama Hindu di Desa Suka Makmur.

Tabel 4.3 Sarana Rumah Ibadah

No Sarana Rumah Ibadah Jumlah

1. Masjid 1

2. Musola 1

3. Greja Katolik -

4. Greja Kristen 2

5. Vihara 1

6. Pura -

Jumlah 5

Sumber: Profil Desa Suka Makmur September, 2018

Desa Suka Makmur lebih banyak memiliki bangunan Gereja Kristen

(55)

sebanyak 2 buak. Masjid 1 buah dan Musholla 1 buah. Sedangkan Gereja Katolik beradadi desa lain, 1 Vihara dan Pura tidak ada.

Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis NO Komposisi Penduduk Berdasarkan

Etnis

Jumlah

1. Batak Karo 1.708 orang

2. Batak Toba 61 orang

3. Jawa 201 orang

4. Tionghoa 40 orang

Jumlah 2.010 orang

Sumber: Profil Desa Suka Makmur September, 2018

Masyarakat pada Desa Suka Makmur secara mayoritas berasal dari etnis Batak Karo dengan jumlah 1.708 orang. Masyarakat yang berasal dari entis Batak Toba dengan jumlah 61 orang. Masyarakat yang berasal dari etnis Jawa dengan jumlah 201 orang. Dan masyarakat yang berasal dari etnis Tionghoa, berjumlah 40 orang.

Secara mayoritas, Masyarakat Desa Suka Makmur memiliki pekerjaan sebagai petani/buruh tani sebanyak 476 orang yang sebagian besar adalah perempuan. Pada pedagang/pengusaha sebanyak 376 orang. Dan masyarakat yang bekerja sebagai pengrajin/industri rumah tangga sebanyak 247 orang.

Kariawan swasta 236 orang. Sebagai tukang bangunan sebanyak 103 orang.

(56)

Sebagai pensiunan PNS sebesar 87 orang. Sebagai PNS sebanyak 23 orang.

Sebagai TNI sebanyak 14 orang, sebagai POLRI sebanyak 9 orang. Sebagai tukang keranjang sebanyak 8 orang. Dan masyarakat yang bekerja pada pekerjaan lainya berjumlah 431 orang.

4.2 Buddhisme

Agama Buddha ialah agama dan falsafah yang berasaskan ajaran Buddha Śākyamuni (Siddhārtha Gautama) yang mungkin lahir pada kurun ke-5 sebelum masehi. Agama Buddha menyebar ke benua India dalam kurun waktu selepas Baginda meninggal dunia. Dalam 2.000 tahun seterusnya, agama Buddha telah menyebar ke tengah, tenggara dan timur Asia. Agama Buddha terus menarik orang ramai, bahkan penganutnya di seluruh dunia dan mempunyai lebih kurang 350 juta penganut. Agama Budddha dikenal sebagai salah satu agama yang paling besar di dunia. Masyarakat Tionghoa yang ada di Indonesia maupun masyarakat Tionghoa yang ada di kota Binjai, kebanyakan menganut kepercayaan Budha (Safitri, 2014: 44)

Seorang Buddha ialah seseorang yang mendapati alam semesta yang benar melalui pelajarannya yang bertahun-tahun, penyiasatan dengan pengamalan agama pada masanya dan pertapaan. Penemuannya dikenali sebagai Bodhi atau

"Pemahaman". Siapa yang bangun dari "Ketiduran Kejahilan" secara langsung yang mengenali alam semesta jadi nyata yang sebenarnya dikenal sebagai Buddha.

Mengikuti ajaran Buddha, siapa yang dapat mempelajarinya dan juga memahami alam semesta akan jadi nyata yang sebenarnya dan mempraktikkannya dengan

(57)

mengamalkan kehidupan yang bermoral dan pemikiran yang bersih. Secara keseluruhan, tujuan seorang menganut agama Buddha adalah untuk mengamati segala kesusahan dalam kehidupan (Safitri, 2014:44).

(58)

BAB V

JENIS ORNAMEN PADA VIHARA BUDDHA LOKA

Dalam bab v peneliti membahas jenis ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka. Untuk membahas jenis peneliti menggunakan teori Semiotik yang dipelopori oleh Ferdinand de Sausure. Sebelum ke makna berikut sejarah agama Buddha di tanah karo Sibolangit dan pada berikut merupakan makna ornamen pada bangunan Vihara Buddha Loka Sibolangit.

5.1 Sejarah Agama Buddha di Tanah Karo Sibolangit

Umumnya orang di Sumatera menganggap agama Buddha miliknya etnis Tionghoa saja, dan takakan menyangka orang Karo ada yang beragama Buddha. Bahkan kini banyak guru agama Buddha yang bermerga Sembiring, Sitepu, ataupun Ginting. Saat ini, kesan bahwa ajaran Buddha hanya dipelajari suku tertentu, ternyata tidak berlaku lagi.Bhante Jinadhammo lah yang telah bersusah payah mendatangi, menaklukkan, serta menabur benih Dhamma di Tanah Karo. Tak banyak yang tahu, bahkan umat Buddhis di Sumatera Utara sekalipun, jasa Bhikkhu Jinadhammo dalam merintis masuknya Agama Buddha di Tanah Karo sangat besar.

Selain Tionghoa, Tamil dan Jawa, ternyata Agama Buddha banyak dipeluk oleh masyarakat Karo. Tercatat nama-nama tokoh Buddhis yang berasal dari Karo, diantaranya : Bhikkhu Kanthadhammo, Channa Surbakti, Ndriken Sitepu, Gancih Sitepu (alm), Densi Ginting, Nenteng Barus, dan banyak lagi. Upaya ini telah mulai

(59)

dirintis oleh Bhikkhu Jinadhammo sejak tahun 1984. Dan, saat ini, jumlah orang Karo yang memeluk Agama Buddha semakin meningkat. Bahkan diantara mereka ada yang telah fasih dalam melafalkan Paritta dan menjadi Tokoh Agama Buddha.

Untuk inilah, Bhikkhu Jinadhammo juga merintis pembangunan vihara dan cetiya untuk Suku Karo, antara lain Cetiya Sakya Kirti (Parangguam Male), Vihara Kassapa (Desa Turangi), Vihara Sangha Ramsi (Sibiru-biru), Vihara Sriwijaya (Desa Parangguam Baru), Vihara Buddha Sikhi (Besadi) dan Vihara Buddha Loka (Desa Suka Makmur,Sibolangit).

Dimulai dari Desa Parangguam. Sebelum memeluk agama Buddha, orang Karo menganut kepercayaan Pemena dan berpegang teguh pada Adat. Atas inisiatif Dirjen Sitepu, Johan Sitepu dan Gandih Sitepu, mereka pun mencari Bhikkhu Jinadhammo di Vihara Borobudur Medan untuk memohon kepada beliau agar melakukan pembinaan secara Buddhis terhadap masyarakat Karo yang ada di Desa Parangguam.

Maka sejak tahun 1984 sebagian penduduk Parangguam sudah beragama Buddha dan langsung di Trisarana-kan dan dibina oleh Bhikkhu Jinadhammo. Dalam rentang 9 kali kunjungan beliau ke sana, mereka sudah cukup memahami Buddha Dhamma yang diajarkan pada mereka, karena tidak terlalu jauh berbeda dengan kepercayaan lama mereka. Kendala yang ada bagi mereka adalah untuk membaca dan memahami paritta-paritta yang berbahasa Pali yang masih sangat asing bagi lidah dan telinga mereka. Tapi hal tersebut dapat diatasi, karena di antara pemuda Karo yang telah mengecap pendidikan di Institut Ilmu Agama Buddha telah mulai menyadur paritta- paritta tersebut ke dalam bahasa Karo.

Gambar

Tabel 4.3                           Sarana Rumah Ibadah
Gambar 6.1 Pintu Vihara Buddha Loka
Gambar 6.3 Ornamen  Naga
Gambar 6.4 Ornamen Singa Batu  Dokumentasi: Tessalonika, 2018
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkara utama dalam pembelajaran ini ialah mempergunakan InfoWorks Sistem Sungai (RS) Versi 5.0 bagi pemetaan kawasan banjir dalam Sungai Maong, satu daripada

 Saat ini pabrik HOKI yang ada di Subang memiliki kapasitas produksi 30 ton per jam, sehingga dengan penambahan ini HOKI bisa meningkatkan kapasitas produksi hingga 50 ton per

Pada masa ini, komitmen China masih sangat politis, karena pada masa ini sebenarnya China masih menyimpan kecurigaan bahwa semua pembicaraan lingkungan hidup

Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan pengidentifikasian posisi strategis RS X Malang berdasarkan Internal External (IE) Matriks serta mengukur dan

Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 2, Juni 2017 : 301 - 303 303 Nama, Tony Yuri Rahmanto, S.H., M.H., Lahir di Jakarta 9 September 1986; bekerja di

Analisis koefisien determinasi (R 2 ) dilakukan untuk mengetahui kontribusi variabel independen (pertumbuhan ekonomi) terhadap variabel dependen (IPM). Berdasarkan

1. Mengasumsikan kerapatan bahan, jumlah jari-jari, radius-dalam hub, radius-luar hub dan radius-luar rim benda putar. Mengasumsikan radius-dalam rim. Menghitung panjang pendekatan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna ornamen interior Vihara berdasarkan metode ikonografi Panofsky.Batasan dalam penelitian ini adalah ornamen pada