• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemilihan Penyedia Layanan Logistik dan Optimasi Alokasi Pengiriman dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process, Grey TOPSIS dan Goal Programming

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pemilihan Penyedia Layanan Logistik dan Optimasi Alokasi Pengiriman dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process, Grey TOPSIS dan Goal Programming"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Pemilihan Penyedia Layanan Logistik dan Optimasi Alokasi Pengiriman dengan Fuzzy Analytical Hierarchy Process, Grey TOPSIS dan Goal

Programming

Annisa Kesy Garside

Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Malang Jalan Raya Tlogomas No. 246, Malang, Jawa Timur Email: annisa_garside@yahoo.com, annisa@umm.ac.id

ABSTRAK

Saat ini banyak perusahaan khususnya perusahaan manufaktur mempercayakan proses penanganan barang ke pihak lain yang lebih popular dikenal sebagai Third Party Logistics (3PL) atau penyedia layanan logistik pihak ketiga. Perusahaan menggunakan penyedia layanan logistik untuk menangani aktivitas logistik sesuai yang diinginkan tidak hanya transportasi tetapi juga warehousing. Saat ini sudah ada banyak penyedia layanan logistik yang beroperasi di Indonesia. Dengan semakin banyaknya penyedia layanan logistik, maka karakteristik 3PL serta jasa yang ditawarkan oleh tiap penyedia layanan logistik juga akan semakin beragam.

Hal ini memerlukan berbagai pertimbangan dalam mengevaluasi 3PL sebelum memutuskan untuk menjalin hubungan kerja sama. Pertimbangan tersebut harus mewakili seluruh kebutuhan dan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan model pengambilan keputusan yang tepat. Penelitian ini berfokus pada evaluasi dan pemilihan penyedia layanan logistik serta alokasi pengirimannya.

Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) digunakan untuk menentukan bobot kepentingan dari kriteria dan sub kriteria yang digunakan dalam evaluasi penyedia layanan logistik. Selanjutnya, grey TOPSIS digunakan untuk mengevaluasi penyedia layanan logistik yang ada dan mendapatkan performansi yang diukur berdasarkan koefisien kedekatan. Model pengambilan keputusan yang dikembangkan dalam evaluasi dan pemilihan penyedia layanan logistik ini menekankan pada pengambilan keputusan secara grup.

Dari implementasi pengambilan keputusan dalam pemilihan penyedia layanan logistik pada PT. X dapat dilihat prioritas dari penyedia layanan logistik adalah B>A>D>C yang menunjukkan nilai terbesar ke terkecil. Selanjutnya dari hasil running model goal programming, penyedia layanan logistik yang terpilih adalah A dan B untuk mengirim produk ke PT. X.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan industri di Indonesia menuntut peran logistik yang semakin besar, karena aktivitas dalam sebuah industri akan berhubungan dengan pergudangan, transportasi, konsolidasi pengiriman dan freight forwarding. Melihat berkembangnya trend dalam logistics outsourcing, saat ini banyak penyedia layanan logistik menawarkan berbagai jenis pelayanan. Oleh karena itu pengguna jasa logistik harus dengan tepat mengidentifikasi apa yang diinginkan dari penyedia layanan logistik. Bagi perusahaan pengguna, tentunya kebutuhan tersebut tidak hanya diidentifikasi dari perspektif internal perusahaan pengguna jasa saja tetapi juga customer yang secara langsung terkena dampak dari kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan logistik-nya. Oleh karena itu dalam pemilihan penyedia layanan logistik, perusahaan pengguna jasa harus dengan cermat mengidentifikasi penyedia potensial dan memilih yang terbaik diantaranya.

Namun, pemilihan penyedia layanan logistik tentunya bukan hal yang mudah ketika kriteria yang menjadi pertimbangan dan alternatif jumlahnya tidak sedikit. Untuk memilih penyedia layanan logistik yang tepat diperlukan sebuah metode evaluasi yang efektif dan sesuai.

(3)

2

Berbagai pertimbangan telah dirumuskan untuk mengevaluasi performansi dan pemilihan penyedia layanan logistik melalui beberapa studi terdahulu agar bisnis proses dalam logistik bisa memberikan manfaat kompetitif (Aghazadeh, 2003; Soh, 2010; Çatay, 2003). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Northeastern University and Andersen Consulting pada tahun 2000, beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan perusahaan 3PL diantaranya adalah Direct transportation service, Warehouse management, Shipment consolidation, Logistics information systems, Carrier selection, Rate negotiation, Product returns, Fleet management/operations, Relabeling/re- packaging, Order fulfilment, Inventory replenishment, Order processing, dan Consulting services.

Soh (2010) menggunakan lima kriteria yakni finance, service level, relationship, management, dan infrastruktur untuk memilih 3PL terbaik sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Kriteria tersebut dirumuskan dari hasil brainstorming dengan expert dan study terdahulu. Çatay (2007) dalam studinya mengenai pemilihan penyedia layanan logistik mempertimbangkan 27 sub kriteria yang dikelompokkan kedalam 5 kriteria termasuk pertimbangan umum perusahaan, kapabilitas, kualitas, hubungan pelanggan, dan hubungan ketenagakerjaan. Kriteria dan subkriteria tersebut disusun menjadi sebuah hierarki dalam pengambilan keputusan.

Penelitian yang dilakukan oleh Datta et al. (2013) mengelompokkan 6 kriteria dalam evaluasi dan pemilihan perusahaan 3PL khususnya untuk kegiatan penyedia jasa yang diaplikasikan pada perusahaan Automobile India. Kriteria tersebut adalah performansi finansial, service level, client relationship, management, infrastruktur, dan budaya perusahaan. Enam kriteria tersebut terdiri dari beberapa sub-kriteria yakni biaya logistik dan kestabilan keuangan dikelompokkan kedalam kriteria performasi finansial.

Sedangkan reliability & timeliness, kualitas pelayanan, dan flexibility & responsiveness tergolong dalam kriteria service level. Kriteria client relationship terdiri atas long term relationship, trust & information sharing, dan benefit & risk sharing. Performance management, security & safety, dan reputation & experience masuk ke dalam kriteria management. Untuk infrastruktur, hal ini terkait dengan IT capability dan logistics manpower. Terakhir, budaya perusahaan merupakan kriteria yang dinilai dari cultural fitness dan cultural innovation.

Pemilihan penyedia layanan logistik adalah objek yang kompleks, ketidakpastian dan pemikiran manusia adalah ambigu,sehingga pengambilan keputusan banyak kriteria umummnya bersifat tidak pasti dan kabur (fuzzy), sehingga fuzziness adalah faktor utama dalam proses pengambilan keputusan. Dalam menangani masalah informasi yang tidak lengkap yang disebabkan oleh informasi yang buruk, pengambilan keputusan menunjukkan greyness-nya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dalam pemilihan penyedia layanan logistik menunjukkan tidak hanya fuzziness, tetapi juga greyness, sehingga disebut grey fuzzy multi atributte decision making problems. Dalam penelitian ini akan mengusulkan metode pemilihan penyedia layanan logistik dengan hybrid approach antara FAHP dan TOPSIS Grey Selanjutnya menentukan alokasi pengiriman dengan goal programming untuk penyedia layanan logistik yang memiliki Ci+ >0,5.

II. METODE PENELITIAN

Tahap evaluasi penyedia layanan logistik pada penelitian ini secara ringkas diperlihatkan pada gambar 1.

1. Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah

Pada tahap ini, peneliti melakukan survey ke perusahaan secara langsung untuk memahami kondisi yang ada terkait kegiatan logistik yang di-outsourcing-kan. Hal ini

(4)

3

bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang mungkin terjadi pada kegiatan logistik yang selama ini yang dilakukan oleh penyedia layanan logistik serta merumuskan permasalahan untuk diselesaikan. Proses identifikasi ini selain dilakukan melalui survey, juga wawancara dengan para decision maker.

Gambar 1. Metodologi penelitian pemilihan penyedia layanan logistik dan alokasi pengiriman

2. Penetapan Tujuan.

Tujuan dari penelitian harus konsisten dengan rumusan dan definisi dari masalah.

3. Identifikasi penyedia layanan logistik Potensial

Pada tahap ini, para decision maker diminta untuk menentukan penyedia layanan logistik potensial yang selama ini pernah menjalin partnership dengan perusahaan.

4. Identifikasi Kriteria Pemilihan penyedia layanan logistik

Penetapan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi perfomansi penyedia layanan logistik dengan melihat capaian yang diharapkan oleh perusahaan agar kegiatan logistik bisa memberikan competitive advantage bagi proses bisnis perusahaan. Proses identifikasi kriteria dilakukan melalui brainstorming dengan para decision maker dan studi literatur.

5. Pembuatan Kuesioner 1

Berdasarkan hasil identifikasi kriteria pada tahap 4, kemudian kriteria-kriteria tersebut dinilai dengan menggunakan kuesioner 1. Kuesioner 1 ini merupakan angket penilaian yang dirancang untuk menentukan kriteria apa saja yang diprioritaskan dalam evaluasi performansi penyedia layanan logistik. Penilaian akan dilakukan oleh para decision maker.

Identifikasi dan Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Identifikasi 3PL Provider Potensial

Identifikasi Kriteria pemilihan 3PL

Pembuatan Kuesioner 1

Pembuatan Kuesioner 2

Menghitung Bobot Kriteria

Penyusunan Matriks Keputusan

Menghitung performansi keseluruhan

Perumusan Goal

Identifikasi batasan atau kendala

Pengumpulan Data

Pembuatan model matematis

Penyelesaian model matematis

Analisa hasil

Tahap 1 (Evaluasi Provider 3PL)

Tahap 2

(Pemilihan akhir Provider 3PL & alokasi pengirimannya)

(5)

4 6. Pembuatan Kuesioner 2

Kuesioner 2 bertujuan untuk menilai performasi tiap alternatif penyedia layanan logistik berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sepertinya halnya dalam kuesioner 1, penilaian ini juga dilakukan oleh para decision maker.

7. Perhitungan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria

Dari hasil penilaian kuesioner 1, kemudian dilakukan perhitungan bobot kriteria dan sub kriteria dengan menggunakan metode fuzzy AHP. Dalam penelitian ini, fuzzy AHP menggunakan model yang diusulkan Chang (1996).

8. Penyusunan Matriks Keputusan

Matriks keputusan (decision matrix) ini memperlihatkan matriks penilaian alternatif penyedia layanan logistik berdasarkan kriteria-kriteria yang bobotnya sudah dihitung.

9. Perhitungan performansi keseluruhan dari tiap penyedia layanan logistik

Tahap akhir pada phase 1 adalah menghitung performansi (overall weight) dari tiap penyedia layanan logistik dengan menggunakan metode TOPSIS Grey. Dalam penelitian ini, TOPSIS Grey mengacu dari model yang dikembangkan Li et al. (2007).

Hasil akhir dari phase ini berupa bobot keseluruhan tiap penyedia layanan logistik yang nantinya akan dirangking dimulai dari penyedia layanan logistik yang memiliki bobot keseluruhan tertinggi. Bobot tertinggi menunjukkan bahwa performansi penyedia layanan logistik secara keseluruhan paling baik dibanding yang lain.

Tahap kedua merupakan eksekusi pemilihan akhir penyedia layanan logistik dengan mengintegrasikan proses alokasi pengirimannya.

1. Perumusan goal yang ingin dicapai dalam kegiatan logistik yang di-outsourching-kan pada penyedia layanan logistik.

2. Identifikasi berbagai batasan atau kendala dalam kegiatan logistik sehingga alokasi pengiriman tiap penyedia layanan logistik nantinya akan realistis dan optimal.

3. Pengumpulan data kuantitatif yang berkaitan dengan kegiatan logistik tersebut.

4. Pembuatan model matematis penyelesaian permasalahan alokasi pengiriman dengan mempertimbangkan goal dan kendala yang ada.

5. Penyelesaian model matematis dengan menggunakan goal programming. Penyelesaian goal programming ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software untuk memperoleh solusi optimal. Solusi akhir dari permasalahan alokasi pengiriman ini adalah pembagian area pengiriman dan kuantitas pengirimannya yang optimal oleh penyedia layanan logistik terpilih.

6. Analisa Hasil untuk menganalisa feasibilitas solusi terhadap tujuan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PT. X merupakan perusahaan dalam negeri yang berpengalaman dalam memproduksi berbagai macam pipa baja/tabung dan berbagai produk terkait lainnya.

Penyedia layanan logistik Third Party Logistics (3PL) atau yang biasa disebut dengan jasa penyedia layanan logistik digunakan dalam mengelola fungsi-fungsi untuk memperlancar penanganan sumber daya, kelancaran proses produksi, dan kelancaran distribusi produk jadi. Aktivitas yang dilakukan oleh penyedia layanan logistik yang ada di PT. X dijelaskan secara umum pada gambar 2.

(6)

5

aktivitas inbound aktivitas outbound

Gambar 2. Aktivitas Inbound dan outbond di PT. X

Aktivitas pada bagian inbound meliputi ketersediaan bahan pada supplier tertentu, karena setiap penyedia layanan logistik melayani supplier yang berbeda, penyediaan dan pengangkutan raw material dari supplier ke bagian produksi pada masing-masing pabrik yang telah ditentukan, pengembalian raw material yang tidak memenuhi kualifikasi, tapi biasanya aktivitas ini jarang terjadi dan apabila terjadi diharapkan penyedia layanan logistik sigap dalam menangani. Aktivitas pada bagian outbound meliputi penyediaan dan pengangkutan transportasi produk jadi ke konsumen, dan masing-masing penyedia layanan logistik berbeda konsumen yang dilayani. Selanjutnya ada beberapa aktivitas yang tidak dapat disampaikan.

Penanganan terhadap penyedia layanan logistik dilakukan oleh bagian logistik dengan sistem kontrak yang berbeda-beda menurut persetujuan dari awal. Salah satu sistem kontrak yang dilakukan oleh perusahaan adalah fix rate yang berarti kontrak dilakukan setiap tahun sesuai dengan permintaan atau perencanaan produksi yang dilakukan oleh bagian produksi. Pada proses perpanjangan kontrak biasanya mempertimbangkan kinerja dan hubungan dari perusahaan dengan penyedia layanan logistik. Performansi terhadap masing-masing penyedia layanan logistik dilakukan dengan cara evaluasi pada setiap aktivitas yang dilakukan, dan hal tersebut dilakukan oleh bagian logistik.

3.1 Pengumpulan Data

PT X. saat ini sedang mempertimbangkan 4 penyedia layanan logistik. Namun identitas dari masing-masing penyedia layanan logistik tidak dapat diberikan karena menjaga kerahasiaan perusahaan, sehingga diganti dengan kode yang telah disesuaikan dengan masing-masing penyedia layanan logistik. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan Fuzzy AHP dan Topsis Grey pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai kedekatan relatif (Ci+) dan ranking dari keempat alternatif penyedia layanan logistik seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Ranking dari Alternatif Penyedia layanan logistik pada PT. X

Ranking Alternatif Ci+

1 Penyedia layanan logistik B

0,719 2 Penyedia layanan

logistik A

0,525 3 Penyedia layanan

logistik D

0,516 4 Penyedia layanan

logistik C

0,394

Dari Tabel 1, perangkingan penyedia layanan logistik diurut dari nilai kedekatan relatif yang terbesar menuju terkecil. Selanjutnya akan dipilih penyedia layanan logistik yang

PT. X

Supplier Konsumen

(7)

6

qualified berdasarkan nilai Ci+. Dalam penelitian ini, penyedia layanan logistik yang terpilih ada penyedia layanan logistik yang memiliiki nilai Ci+ lebih besar dari threshold value (nilai ambang) yang ditetapkan peneliti. Nilai Ci+ memiliki range 0 sampai 1 sehingga hanya ada 3 penyedia layanan logistik yang terpilih yaitu A, B, dan D.

Selanjutnya ketiga penyedia layanan logistik tersebut akan dimasukkan dalam pemodelan Goal Programming.

Data-data yang terkait dengan performansi dari tiap penyedia layanan logistik logistik ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Performansi Tiap Supplier Penyedia

layanan logistik

Kapasitas Pengiriman

Biaya Trans- portasi/Kg

% Defect Rate

%jumlah pengiriman

terlambat

B 20.300 6.300 0,3 15

A 19.800 6.000 0,4 10

D 22.500 6.500 0,2 5

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan pada PT. X , berikut merupakan data permintaan pengiriman selama 3 periode kedepan.

Tabel 3. Permintaan Pengiriman

Bulan Permintaan Pengiriman (kg)

Juni 20XX 37.100

Juli 20XX 41.300

Agustus 20XX 37.800

Selain data-data diatas, perusahaan memberikan target total biaya transportasi per bulan sebesar Rp 275.000.000. Sedangkan target total biaya pembelian (TVP) diperoleh dengan rumus

3

1

j j

3 1

j wj V , dimana wj menyatakan nilai kedekatan relatif Penyedia layanan logistik ke-j yang dihasilkan dari TOPSIS Grey dan Vj menyatakan kapasitas Penyedia layanan logistik ke-j. Dari hasil perhitungan diperoleh total biaya pembelian/total value purchasing sebesar 67.862. Maksimum % defect rate yang diijinkan PT X. sebesar 0,3%

dan 15% jumlah pengiriman terlambat sebesar 15%.

3.2 Pengembangan Model Matematis Alokasi Pengiriman

Perumusan permasalahan linier Goal Programming sama dengan perumusan Linier Programming, perbedaannya adalah penentuan fungsi tujuan yang digunakan pada linier programming ada variabel simpangannya, sementara pada Linier Goal Programming adalah variabel keputusannya. Berikut ini beberapa langkah dalam perumusan masalah Linier Goal Programming ( Soekartawi, 1995 ; 21 ) :

1. Penentuan variabel keputusan

Kuncinya adalah menyatakan dengan jelas variabel keputusan yang diketahui. Makin tepat definisi akan makin mudah pembuatan model.

(8)

7 2. Penentuan Sistem Kendala

Kunci pertamanya adalah menentukan nilai sisi kanan ( RHS ) dan kemudian menentukan koefesien teknologi yang cocok dan variabel keputusan yang diikut sertakan dalam kendala. Juga perhatikan jenis penyimpangan yang diperbolehkan dari nilai RHS. Jika penyimpangan diperbolehkan dalam dua arah, tempatkan kedua variabel simpangan pada kendala itu. Jika penyimpangan hanya diperbolehkan pada satu arah, tempatkan hanya satu variabel simpangan yang tepat pada kendala yang bersangkutan.

3. Penentuan Prioritas Utama

Kuncinya disini adalah membuat urutan dari tujuan-tujuan. Biasanya urutan tujuan merupakan persyaratan preferensi individu. Jika persoalannya tidak memiliki urutan tujuan, lewati langkah ini dan kemudian ke langkah selanjutnya.

4. Penentuan Pembobotan

Kuncinya adalah membuat urutan didalam suatu tujuan tertentu. Jika tidak diperlukan lewati langkah ini.

5. Penentuan Fungsi Tujuan

Kuncinya adalah memilih variabel simpangan yang benar untuk dimasukan dalam fungsi tujuan dan kemudian ditambahkan prioritas dan bobot yang diperlukan.

6. Penentuan Nilai Non Negatif

Langkah ini merupakan bagian resmi untuk perumusan masalah Linier Goal Programming karena semua variabel yang digunakan pada model LGP tidak boleh bernilai negatif.

Model matematis goal programming yang digunakan untuk menentukan alokasi pengiriman adalah sebagai berikut:

: Biaya pengiriman dari Penyedia layanan logistik ke– i Ci : koefisien kedekatan dari Penyedia layanan logistik ke– i

: Total biaya pengiriman TVP : Total nilai pembelian

: Jumlah produk cacat yang dikirim JPT : Jumlah produk yang terlambat dikirim

i : Pencapaian dibawah target dari pembatas ke– i

i : Pencapaian diatas target dari pembatas ke– i : % defect rate dari Penyedia layanan logistik ke– i

pi : % jumlah pengiriman terlambat dari Penyedia layanan logistik ke– i D : Permintaan (kg)

: Kapasitas pengiriman dari Penyedia layanan logistik ke– i : Maksimum % defect rate

P : Maksimum % jumlah pengiriman terlambat

Xi : Kuantitas pengiriman dari Penyedia layanan logistik ke– i

Yi : 1 apabila memesan pada Penyedia layanan logistik – i, dan 0 jika sebaliknya

Fungsi Tujuan :

Min Z = ... (1)

Dari Fungsi tujuan tersebut dapat diketahui bahwa untuk memperoleh goal yang kita

(9)

8

inginkan dengan meminimalkan devisiasi pada fungsi pembatas berikut.

Fungsi Pembatas :

1. Meminimalkan biaya pembelian

Min : ...(2)

Pada pembatas ini bertujuan untuk meminimalkan biaya pengiriman, dimana jumlah dari biaya pesan pada penyedia layanan logistik harus kurang dari target total biaya pembelian yang telah ditetapkan

2. Memaksimalkan total nilai pembelian

Maks : ...(3) Pembatas ini bertujuan untuk memaksimasikan total pembelian sehingga permintaan perusahaan dapat dicapai dari penyedia layanan logistik yang terpilih.

3. Meminimalkan persentase produk cacat yang dikirim

Min : ...(4)

Berdasarkan fungsi pembatas di atas bertujuan untuk meminimasi total produk cacat, sehingga tingkat cacat pengiriman pada penyedia layanan logistik terpilih tidak lebih dari tingkat cacat yang diijinkan perusahaan.

4. Meminimalkan persentase produk cacat yang dikirim

Min : ...(5)

Berdasarkan fungsi pembatas di atas bertujuan untuk meminimasi total produk terlambat dikirim, sehingga tingkat terlambat pengiriman pada penyedia layanan logistik terpilih tidak lebih dari tingkat yang diijinkan perusahaan.

5. Total permintaan

...(6)

Fungsi pembatas ini menjelaskan bahwa total permintaan pada penyedia layanan logistik terpilih harus sama dengan permintaan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

6. Kapasitas pengiriman penyedia layanan logistik

...(7)

Pada pembatas ini kuantitas yang yang dipesan pada penyedia layanan logistik terpilih harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas pada penyedia layanan logistik

7. Non Negatif

... (8)

Untuk variabel yang digunakan dalam goal programming tidak boleh bernilai negatif 3.3 Penentuan Alokasi Pengiriman Pada Tiap Penyedia layanan logistik dengan Goal

Programming

Penentuan alokasi ini dilakukan dengan pendekatan goal programming untuk menentukan besarnya kuantitas pesanan dan juga untuk menentukan pemilihan supplier terbaik sesuai dengan pertimbangan kriteria supplier yang diperoleh dari hasil AHP, bahan baku cacat, total nilai pembelian, dan biaya pembelian. Untuk membantu proses perhitungan penentuan kuantitas pesanan dengan goal programming digunakan software Lingo 11. Berikut merupakan formulasi goal programming:

(10)

9 1. Periode ke 1 : Bulan Juni 20XX

Fungsi Tujuan:

Min :

Fungsi Pembatas

1. Minimasi biaya pengiriman

2. Maksimasi total nilai pembelian

3. Minimasi produk cacat

4. Minimasi jumlah pengiriman yang terlambat

5. Total pesan sama dengan total permintaan

6. Alokasi pesan pada tiap supplier tidak melebihi kapasitas pasok tiap supplier

7. Non negative dan binary konstrain

atau 1 integer

Periode ke 2 : Bulan Juli 20XX Fungsi Tujuan:

Min :

Fungsi Pembatas

1. Minimasi biaya pengiriman

2. Maksimasi total nilai pembelian

3. Minimasi produk cacat

4. Minimasi jumlah pengiriman yang terlambat

(11)

10

5. Total pesan sama dengan total permintaan

6. Alokasi pesan pada tiap supplier tidak melebihi kapasitas pasok tiap supplier

7. Non negative dan binary konstrain

atau 1 integer

Periode ke 3 : Bulan Agustus 20XX Fungsi Tujuan:

Min :

Fungsi Pembatas:

1. Minimasi biaya pengiriman

2. Maksimasi total nilai pembelian

3. Minimasi produk cacat

4. Minimasi jumlah pengiriman yang terlambat

5. Total pesan sama dengan total permintaan

6. Alokasi pesan pada tiap supplier tidak melebihi kapasitas pasok tiap supplier

7. Non negative dan binary konstrain

atau 1 integer

(12)

11

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan goal programming pada formulasi di atas dengan menggunakan software Lingo 11, diperoleh hasil penentuan supplier, kuantitas pesanan tiap bulan, dan nilai deviasi dari tiap fungsi tujuan sebagai berikut:

Tabel 4. Kuantitas Pengiriman oleh Masing-Masing Penyedia layanan logistik Penyedia

layanan logistik

Kuantitas Pesanan (kg)

Juni 20XX Juli 20XX Agustus 20XX

B 20300 20300 20300

A 16800 19800 17500

D - 1200 -

Tabel 5. Nilai Deviasi Tiap Fungsi Tujuan

Fungsi Tujuan Deviasi Nilai Deviasi dari Hasil Goal Programming Juni 20XX Juli 20XX Agustus 20XX Biaya

Pengiriman

U1 46.310.000 20.510.000 42.110.000

E1 0 0 0

Total Nilai Pembelian

U2 44446,3 42252.10 44078

E2 0 0 0

Produk Cacat U3 0 0 0

E3 16,8 18,6 17,5

Pengiriman Terlambat

U4 840 1110 875

E4 0 0 0

3.4 Analisis dan Pembahasan

Penentuan Penyedia layanan logistik dan kuantitas pengiriman dilakukan dengan mempertimbangkan koefisien kedekatan relative masing-masing Penyedia layanan logistik yang dihasilkan dari hasil perhitungan Fuzzy AHP-TOPSIS Grey dengan mempertimbangkan sejumlah fungsi pembatas seperti pemenuhan permintaan, kapasitas pengiriman penyedia layanan logistik, defect rate yang diijinkan PT. X dalam pengiriman produk, biaya pembelian, dan presentase jumlah produk yang dikirim terlambat.

Berdasarkan tabel 4 maka diperoleh Penyedia layanan logistik yang terpilih pada bulan Juni dan Agustus 20XX adalah Penyedia layanan logistik B dan A, sedangkan pada bulan Juli 20XX adalah ketiga-tiganya. Jika dilihat dari hasil alokasi di atas, Penyedia layanan logistik D hanya terpilih pada bulan Juli. Sedangkan untuk Penyedia layanan logistik B dan A selalu terpilih pada tiap-tiap bulan. Alokasi pengiriman terbanyak pada penyedia layanan logistik B, hal tersebut sesuai dengan koefisien kedekatan relatif untuk penyedia layanan logistik B adalah yang paling besar, sehingga kuantitas pesanan terbanyak jatuh ke Penyedia layanan logistik B.

Kuantitas pengiriman pada bulan Juni-Agustus yang dialokasikan pada Penyedia layanan logistik B sebanyak 20300 sesuai dengan kapasitas pasoknya. Sisanya dialokasikan pada Penyedia layanan logistik A yang memiliki koefisien kedekatan

(13)

12

relative terbesar kedua. Pada bulan Juli 20XX, kuantitas pesanan yang dialokasikan pada Penyedia layanan logistikA sebanyak 19800 sesuai kapasitas pemasok. Sedangkan, kuantitas pemesanan untuk Juni dan Agustus 20XX, kuantitas yang dialokasikan tidak melebih kapasitas pasok. Sedangkan Penyedia layanan logistik D hanya terpilih untuk alokasi pada bulan Juli 20XX sebesar 1200.

Untuk mengetahui tingkat pencapaian seluruh fungsi tujuan apakah terpenuhi atau belum, maka dapat dilihat dari nilai deviasi dari pencapaian di bawah target (U) atau di atas target target (E). Dari hasil tabel 5 dari fungsi tujuan minimasi total biaya pengiriman dan jumlah pengiriman terlambat yang tujuannya adalah meminimasi penyimpangan di atas target (E) maka sudah tercapai untuk tiga bulan ke depan. Sedangkan untuk fungsi tujuan maksimasi total nilai pembelian tidak tercapai karena nilai deviasi di bawah target (U) tidak bernilai 0 selama 3 bulan perencanaan. Demikian pulan fungsi tujuan minimasi produk cacat yang dikirimkan juga tidak tercapai selama 3 bulan kedepan

Pada bulan Juni 20XX untuk biaya pengiriman diperoleh hasil deviasi di bawah target (U) sebesar 46.310.000 dan deviasi di atas target (E) sebesar 0, yang artinya pada bulan Juni 20XX memberikan aktual total biaya pengiriman sebesar 228.690.000. Sedangkan untuk bulan Juli dan Agustus hasil deviasi di bawah target (U) sebesar 20.510.000 dan 42.110.000. Hal ini menunjukkan fungsi tujuan minimasi total biaya pengiriman untuk bulan Juni sampai Agustus telah tercapai.

Pada fungsi tujuan total nilai pembelian bulan Juni 20XX diperoleh hasil deviasi di bawah target (U) sebesar 444.46,3 yang artinya pada bulan tersebut total nilai pembelian masih belum tercapai karena lebih kecil dari target yang telah ditetapkan, dimana target total nilai pembelian pada bulan Juni sebesar 67.862. Selanjutnya untuk bulan Juli dan Agustus diperoleh hasil deviasi di bawah target (U) masing-masing sebesar 42252,1 dan 44078, artinya fungsi tujuan maksimasi total biaya pembelian pada bulan tersebut tidak tercapai.

Pada bulan Juni sampai Agustus 20XX untuk minimasi bahan baku cacat diperoleh hasil deviasi di atas target (E) yaitu sebesar 16,8 ; 18,6; dan 17,5 yang artinya pada bulan tersebut total produk cacat yang dikirim lebih besar dari yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan minimasi fungsi tujuan produk cacat pada bulan Juni sampai Agustus tidak tercapai karena nilai deviasi di atas target (E) lebih besar dari 0. Deviasi penyimpangan dari target pada fungsi tujuan minimasi jumlah produk yang terlambat diperoleh deviasi di bawah target (U) yaitu sebesar 840, 1110, dan 875 yang artinya pada bulan tersebut total produk yang terlambat dikirim lebih kecil dari yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan minimasi fungsi tujuan jumlah produk yang dikirim terlambat pada bulan Juni sampai Agustus telah tercapai karena nilai deviasi di atas target (E) sama dengan 0.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan dengan metode TOPSIS Grey dan goal programming, penyedia layanan logistik yang terpilih adalah B dan A untuk mengirim produk ke PT. X pada bulan Juni-Agustus 20XX. Sedangkan Penyedia layanan logistik D hanya mengirim produk ke PT. X hanya bulan Juli 20XX. Saran yang dapat diberikan diantaranya:

identifikasi kriteria dan subkriteria dapat dikembangkan lebih lanjut dengan menambahkan beberapa kriteria dan subkriteria dan pemodelan model matematis goal programming dapat ditambahkan dengan melakukan pembobotan fungsi tujuan.

.

(14)

13 DAFTAR PUSTAKA

Aghazadeh, S.M., 2003, How to choose an effective third party logistics penyedia layanan logistik, Management Research News, 26(7), 50 – 58.

Çatay, H.G.B, (2007), Third-party logistics penyedia layanan logistik selection: insights from a Turkish automotive company, Supply Chain Management: An International Journal, 12(6), 379 – 384

Chang, D.Y., 1996, Applications of the extent analysis method on fuzzy AHP, European Journal of Operational Research, 95(3), 649–655.

Datta, S., Samantra, C., Mahapatra, S.S., Mandal, G., and Majumdar, G., 2013, Appraisement and selection of third party logistics service penyedia layanan logistiks in fuzzy environment, Benchmarking: An International Journal, 20(4), 537 - 548 Jin, F., and Liu, P., 2010. The multi attribute group decision making method based on

interval grey linguistic variables, African Journal of Business Management, Vol. 4, No. 17.

Li, G-D., Yamaguchi, D., and Nagai, M., 2007, A grey-based decision-making approach to the supplier selection problem, Mathematical and Computer Modelling, 46, 573–

581

Soekarwati, 1995. Multi objective goal programming : (programasi tujuan ganda) teori dan aplikasinya. Jakarta : Grasindo.

Soh, S-H., 2010, A decision model for evaluating third-party logistics penyedia layanan logistiks using fuzzy analytic hierarchy process, African Journal of Business Management, 4(3), 339-349

Xiu, G., and Chen, X., 2012, The Third Party Logistics Supplier Selection and Evaluation, Journal Of Software, 7(8), 1783-1790.

Gambar

Gambar 1. Metodologi penelitian pemilihan penyedia layanan logistik dan alokasi  pengiriman
Gambar 2. Aktivitas Inbound dan outbond di PT. X

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil dari penyelesaian penetapan pembobotan relatif pada setiap level hirarki dan untuk sejumlah s fungsi kendala goal untuk model fuzzy dalam bentuk cara linier

Adapun hasil dari penyelesaian penetapan pembobotan relatif pada setiap level hirarki dan untuk sejumlah s fungsi kendala goal untuk model fuzzy dalam bentuk cara linier