• Tidak ada hasil yang ditemukan

yang diserap dalam bahasa Indonesia, Dalam Webster Student Dictionary, korupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin corruptio atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "yang diserap dalam bahasa Indonesia, Dalam Webster Student Dictionary, korupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin corruptio atau"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

24

A. Tindak Pidana Korupsi dan Unsur-Unsurnya 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Ditinjau dalam sudut pandang etimologi, korupsi merupakan istilah asing yang diserap dalam bahasa Indonesia, Dalam Webster Student Dictionary, korupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata

asal corrumpere, suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt;

Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie),dapat atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.30

Sedangkan didalam kamus hukum sendiri menjelaskan bahwa korupsi merupakan “Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak- hak dari pihak lain.31

Pengertian korupsi secara harafiah menurut A.I.N. Kramer SR mengartikan kata korupsi sebagai: busuk, rusak atau dapat disuap. Sedangkan arti korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,

30 Febri Diansyah. Dkk, Laporan Penelitian Penguatan Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2011), hlm. 21.

31 R. Subekti, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm.37

(2)

25

disimpulkan oleh Poerwadarminta bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. Beberapa pengertian dalam sudut pandang etimologi tersebut pada akhirnya nampak bahwa korupsi memiliki pengertian yang sangat luas. Sependapat dengan ini adalah pengertian dari Encyclopedia Americana yang dikutip dalam bukunya Andi Hamzah yaitu: “Korupsi adalah suatu hal yang sangat buruk dengan bermacam ragam artinya, bervariasi menurut waktu, tempat, dan bangsa.

Beberapa sarjana mencoba mendefinisikan korupsi, antara lain, Baharudin Lopa menguraikan arti istilah korupsi dari berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Pengertian korupsi menurut Helbert Edelherz yang diistilahkan dengan kejahatan kerah putih (white collar crime), Korupsi adalah suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang

bersifat ilegal dimana dilakukan secara fisik dengan akal bulus atau terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran atau pengeluaran uang atau kekayaan atau untuk mendapatkan bisnis atau keuntungan pribadi.32 Pengertian tindak pidana korupsi menurut Suyatno, tindak pidana korupsi dapat didefinisikan ke dalam 4 jenis yaitu :

1. Discritionary corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.

32 Suyatno, Korupsi Kolusi dan Nepotisme, (Bandung: Alumni, 1983), hlm.27

(3)

26

2. Illegal corruption merupakan jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.

3. Mercenry corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

4. Ideological corruption yaitu suatu jenis korupsi illegal maupun discretionery yang dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.

Pengertian Korupsi menurut pendapat Gurnar Myrdal, meliputi kegiatan- kegiatan tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas- aktivitas pemerintahan atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainnya seperti penyogokan. Menurut Poerwadarmina, Pengertian tindak pidana korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya yang dapat dikenakan sanksi hukum atau pidana.33

Sedangkan Sudarto menjelaskan pengertian korupsi dari unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu badan.

2) Perbuatan itu bersifat melawan hukum.

3) Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan / atau perekonomian negara, atau perbuatan itu diketahui patut disangka oleh si pembuat bahwa merugikan keuangan negara atau

33 Gurnar Myrdal, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, (Bandung: PT.

Gramedia Utama, 2006), Cet. 2, hlm .67

(4)

27

perekonomian negara. Selain itu, perlu diperhatikan mengenai pernyataan dari World Bank yang dikutip dalam bukunya Marwan Effendy berdasarkan hasil penelitiannya yang menjelaskan bahwa:“Korupsi adalah “An Abuse Of Public Power For Private Gains” atau penyalahgunaan kewenangan atau

kekuasaan untuk kepentingan pribadi.34

Andi Hamzah, dalam kamus hukumnya mengartikan korupsi sebagai suatu perbuatan buruk, busuk, bejat, suka disuap, perbuatan yang menghina atau mefitnah, menyimpang dari kesucian, tidak bermoral.

Menurut Alatas, korupsi adalah adanya benang merah yang menjelujur dalam aktifitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan kemasa bodohan yang luar akan akibat-akibat yang diderita oleh masyarakat.

Dalam sudut pandang normatif, pengertian korupsi dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 dijelaskan pengertian korupsi melalui unsur-unsur dari tindak pidana korupsi. unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:

1) Melawan hukum,

2) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, 3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekomian negara.

34 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 45

(5)

28

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 adalah : 1) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

2) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,

3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

2. Unsur – unsur Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, maka ditemukan beberapa unsur sebagai berikut:

1) Secara melawan hukum.

2) Memperkara diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

3) Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.35

Penjelasan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud dengan secara melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.

35 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, 2005), hlm. 30.

(6)

29

Memperhatikan perumusan ketentuan tentang tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, dapat diketahui bahwa unsur melawan hukum dari ketentuan tindak pidana korupsi tersebut merupakan sarana untuk melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Sedangkan yang dimaksud dengan merugikan adalah sama artinya dengan menjadi rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.

Sebagai akibat dari perumusan ketentuan tersebut, meskipun suatu perbuatan telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tetapi jika dilakukan tidak secara melawan hukum, perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.

Adapun apa yang dimaksud dengan keuangan negara di dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

1) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun di daerah.

2) Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan

(7)

30

Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

B. Sanksi Tindak Pidana Korupsi

Pemidanaan atau hukuman menurut Andi Hamzah adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedangkan pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.36 Pengertian yang diberikan oleh Andi Hamzah memberikan pengertian yang berbeda antara pemidanaan dan pidana, pemidanaan berbicara tentang sanksi yang menderitakan sedangkan pidana berbicara tentang hukum pidana itu sendiri.

Pidana merupakan terjemahan dari perkataan “straf” dalam Bahasa Belanda. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat juga banyak menggunakan istilah “hukuman” sebagai terjemahan dari perkataan straf.

Menurut Sudarto terdapat perbedaan antara istilah hukuman dan pidana.

Istilah hukuman mengandung pengertian umum sebagai sanksi yang dengan sengaja ditimpakan kepada seseorang yang telah melakukan pelanggaran hukum, baik hukum pidana maupun hukum perdata, sedangkan istilah pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Artinya, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan

36 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1993), hlm.1

(8)

31

hukum pidana. Maka kepada pelaku dapat dikenakan sanksi berupa pidana.37 Pengertian yang diberikan oleh Sudarta agak berbeda dengan yang diberikan oleh Andi Hamzah, Sudarta memberikan pengertian yang lebih luas kepada pemidanaan dan pengertian yang lebih sempit kepada pidana, seolah-olah antara pemidanaan dan pidana tersebut terdapat hubungan umum dan khusus pemidanaan merupakan bagian yang umum dari pidana begitu juga sebaliknya pidana merupakan bagian yang khusus dari pemidanaan.

Menurut Simon pidana adalah suatu penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang. Penderitaan tersebut oleh undang-undang pidana dikaitkan dengan telah terjadinya pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.38 Pengertian yang diberikan oleh Simon tidaklah jauh berbeda dengan yang diberikan oleh Andy Hamzah, Simon hanya menambahkan dan atau melengkapi pengertian pidana dengan adanya unsur putusan hakim sebagai bagian dari pemberian sanksi, Simon sendiri tidak terlalu mempersoalkan mengenai perbedaan makna antara pidana dan pemidanaan.

Menurut Barda Nawawi Arief, apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur

37 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

Alumni, 2005), hlm.12

38 Ibid, hlm.13

(9)

32

bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana). Ini berarti semua aturan perundang- undangan mengenai hukum pidana substantif, Hukum Pidana Formal dan Hukum Pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai suatu kesatuan sistem pemidanaan.39

Barda Nawawi Arief bertolak dari pengertian di atas menyatakan bahwa apabila aturan perundang-undangan (the statutory rules) dibatasi pada hukum pidana subtantif yang terdapat dalam KUHP, dapatlah dikatakan bahwa keseluruhan ketentuan dalam KUHP, baik berupa aturan umum maupun aturan khusus tentang perumusan tindak pidana, pada hakekatnya merupakan satu kesatuan sistem pemidanaan. Keseluruhan peraturan perundang- undangan (statutory rules) di bidang hukum pidana subtantif tersebut terdiri dari aturan umum (general rules) dan aturan khusus (special rules). Aturan umum terdapat di dalam KUHP (Buku I), dan aturan khusus terdapat dalam KUHP Buku II dan Buku III, maupun dalam Undang- Undang Khusus di luar KUHP. Aturan khusus tersebut pada umumnya memuat perumusan tindak pidana tertentu, namun dapat pula memuat aturan khusus yang menyimpang dari aturan umum. 40 Barda Narwi memandang pemidanaan merupakan suatu sistem pandangan tersebut sangatlah berbeda dari pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya. Barda Nawawi beranggapan bahwa pemidanaan bukan hanya berbicara mengenai

39 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 129

40 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 35

(10)

33

sanksi yang dijatuhkan tetapi juga mengenai prosedur penjatuhan sanksi berserta hukum yang mengatur baik secara materil maupun formil berkaitan dengan hal tersebut.

Setelah dipahami pengertian pidana (straf), pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan pemidanaan (veroordeling). Seperti yang telah di kemukakan di muka, bahwa menurut Prof. Sudarto perkataan pemidanaan adalah sinonim dari istilah penghukuman. Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai,

”menetapkan hukuman” atau “memutuskan tentang hukumannya”. Dengan demikian, pemidanaan dapat diartikan sebagai penjatuhan pidana oleh hakim yang merupakan konkritisasi atau realisasi dari ketentuan pidana dalam undang-undang yang merupakan sesuatu yang abstrak.41 Pemidanaan juga diartikan sebagai akibat dari sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi sosial) atas sesuatu perbuatan.42 Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan “pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman.

1. Jenis-Jenis Sanksi Di Indonesia

Di Indonesia dikenal jenis-jenis sanksi pidana berdasarkan pasal 10 KUHP yaitu:

Pidana Pokok yang terdiri dari:

41 Muladi, Opcit, hlm. 19

42 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Buku Ichtiar, 1996), hal. 7

(11)

34 1) Pidana Mati

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964, diganti menjadi Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1969, pidana mati di Indonesia dijalankan dengan cara tembak mati. Namun dalam pasal 11 KUHP pidana mati dilaksanakan dengan cara digantung. Eksekusi pidana mati dilakukan dengan disaksikan oleh Kepala Kejaksaan setempat sebagai eksekutor dan secara teknis dilakukan oleh polisi.43

2) Pidana Penjara

Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dilakukan dengan menutup atau menempatkan terpidana didalam sebuah lembaga permasyarakatan dengan mewajibkannya untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku didalam lembaga permasyarakatan tersebut.44

Menurut A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah menegaskan bahwa

“Pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan. 45 Pidana penjara bervariasi dari penjara sementara minimal satu hari sampai penjara seumur hidup. Sebagaimana telah ditegaskan oleh Roeslan Saleh, bahwa: Pidana penjara adalah pidana

43 Andi Hamzah, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm.178

44 Elwi Danil dan Nelwitis, Diktat Hukum Penitensir, (Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, 2002), hlm. 47

45 Elwi Danil dan Nelwitis, Diktat Hukum Penitensir, (Padang: Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, 2002), hlm.91

(12)

35

utama dari pidana kehilangan kemerdekaan, dan pidana penjara ini dapat dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk sementara waktu.46

3) Pidana Kurungan

Merupakan salah satu jenis hukuman yang lebih ringan dari hukum penjara. Hukuman kurungan ini dilaksanakan di tempat kediaman yang terhukum, hukuman kurungan paling sedikit satu hari dan paling maksimal satu tahun. Sedangkan denda setinggi-tingginya satu juta seratus ribu rupiah atau sekecilnya lima puluh ribu rupiah.

Menurut Vos, pidana kurungan pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu:

a) Sebagai custodia honesta untuk tindak pidana yang tidak menyangkut kejahatan kesusilaan, yaitu delic culpa dan beberapa delic dolus, seperti perkelahian satu lawan satu (Pasal 182 KUHP) dan pailit sederhana (Pasal 396 KUHP). Pasal-pasal tersebut diancam pidana penjara, contoh yang dikemukakan Vos sebagai delik yang tidak menyangkut kejahatan kesusilaan.

b) Sebagai custodia simplex, suatu perampasan kemerdekaan untuk delik pelanggaran.47

4) Pidana Denda

Pada zaman modern ini, pidana denda dijatuhkan terhadap delik- delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Oleh karena itu

46 Ibid, hlm.92

47 Farid, A.Z. Abidin dan Andi Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2006), hlm. 289

(13)

36

pula, pidana denda merupakan satu- satunya pidana yang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika benda itu secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.48

Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Sebagaimana telah dinyatakan oleh Van Hattum bahwa: Hal mana disebabkan karena pembentuk undang- undang telah menghendaki agar pidana denda itu hanya dijatuhkan bagi pelaku-pelaku dari tindak-tindak pidana yang sifatnya ringan saja. Oleh karena itu pula pidana denda dapat dipikul oleh orang lain selama terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.

5) Pidana Tutupan

Pidana tutupan disediakan bagi para politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya. Akan tetapi, dalam praktik peradilan dewasa ini tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan.49

Pidana Tambahan yang terdiri dari:

1) Pencabutan hak-hak tertentu

48 A.Z.Abidin Farid dan A.Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik dan Hukum Penitensir, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 294

49 A.Z.Abidin Farid dan A.Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik dan Hukum Penitensir, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 299

(14)

37

Dalam pelaksanaanya Sanksi pencabutan hak-hak tertentu meliputi, hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak memasuki angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan perundang-undangan, hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri. Kelima, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri. Keenam, hak menjalankan mata pencarian tertentu. Akan tetapi hakim dalam memberikan putusan tidak boleh melakukan pemecatan terhadap seorang terdakwa karena hal tersebut merupakan kewenangan pejabat dari instansi yang bersangkutan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sanksi pencabutan hak-hak tertentu diantaranya mengenai jangka waktu pencabutan hak yang bersangkutan yaitu: pertama, jika terpidana dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka lamanya pencabutan hak adalah seumur hidup. Kedua, dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya. Ketiga, dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun. Keempat, pencabutan hak mulai berlaku pada hari

(15)

38 putusan hakim dapat dijalankan.

2) Perampasan barang-barang tertentu

Perampasan barang-barang tertentu mencakup: pertama, perampasan yang mencakup penyitaan terhadap barang yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana serta perampasan yang mencakup penyitaan terhadap objek yang berhubungan dengan perbuatan pidana dan juga perampasan dalam pengertian penyitaan terhadap hasil perbuatan pidana atau fructum sceleris.

KUHP memberikan batasan terhadap pelaksanaan sanksi pidana perampasan barang-barang tertentu yaitu sebagai berikut:

a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan.

b. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

c. Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barangbarang yang telah disita.

d. Jika seorang dibawah umur 16 tahun mempunyai, memasukan atau mengangkut barang-barang dengan melanggar aturan- aturan mengenai penghasilan dan persewaan Negara, aturan-

(16)

39

aturan mengenai pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai larangan memasukan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan peidana perampasan atas barangbarang itu, juga dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, wali atau pemeliharanya tanpa pidana apapun.

3) Pengumuman putusan hakim.

Pelaksanaan sanksi pengumuman putusan hakim merupakan salah satu jenis pidana yang sebenanrnya dianggap sangat berbahaya bagi sebagian terdakwa dikarenakan pelaksanaanya sangatlah berkaitan erat dengan nama baik dan martabatnya. Dalam konteks KUHP dinyatakan apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan KUHP atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana

Menurut Tolib Setiady perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan adalah sebagai berikut:

1) Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan kepada pidana pokok, kecuali dalam hal perampasan barang-barang tertentu terhadap anak-anak yang diserahkan kepada pemerintah.

(Pidana tambahan ini ditambahkan bukan kepada pidana pokok melainkan pada tindakan).

(17)

40

2) Pidana tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya pidana pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah fakultatif (artinya bisa dijatuhkan maupun tidak). (Hal ini dikecualikan terhadap kejahatan sebagaimana tersebut tersebut dalam ketentuan Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHP menjadi bersifat imperatif atau keharusan).50

2. Teori dan Tujuan Pemidanaan

Pada dasarnya penjatuhan pidana atau pemidanaan dibagi atas tiga teori, yaitu :

1) Teori Retribution atau Teori Pembalasan

Teori retribution atau teori pembalasan ini menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan untuk :

a) Tujuan pidana adalah semata-mata untuk pembalasan;

b) Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana;

c) Kesalahan merupakan satu-satunya syarat untuk adanya pidana;

d) Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelanggar;

e) Pidana melihat kebelakang, merupakan pencelaan yang murni dan tujuannya;

f) Tidak untuk memperbaiki, mendidik, atau

50 Tolib Setiad, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.

77.

(18)

41

memasyarakatkan kembali si pelanggar.51

Menurut Muladi, teori absolut memandang bahwa pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.52

2) Teori Utilitarian atau Teori Tujuan

Teori utilitarian menyatakan bahwa pemidanaan bertujuan untuk:

a) Pencegahan (prevention);

b) Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan manusia;

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat

dipersalahkan kepada pelaku saja (misalnya karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana;

d) Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan;

51Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1998), hlm. 17

52 Muladi,, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung: Alumni, 2008), hlm.11

(19)

42

e) Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif) pidana dapat mengandung unsur pencelaan tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan

kesejahteraan masyarakat.53

Teori tujuan, memberikan makna pemidanaan sebagai sarana guna menegakkan norma hukum dalam masyarakat. Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan pidana mempunyai tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental.

3) Teori Gabungan

Aliran gabungan ini berusaha untuk memuaskan semua penganut teori pembalasan maupun tujuan. Untuk perbuatan yang jahat, keinginan masyarakat untuk membalas dendam direspon, yaitu dengan dijatuhi pidana penjara terhadap penjahat/narapidana, namun teori tujuanpun pendapatnya diikuti, yaitu terhadap penjahat/narapidana diadakan pembinaan, agar sekeluarnya dari penjara tidak melakukan tindak pidana lagi.54

53Muladi dan Barda Nawawi Arif Opcit , hlm.18

54 Tri Andrisman, Hukum Pidana Asas- Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011), hlm. 33

(20)

43

Sanksi hukum pidana, diancamkan kepada pembuat tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu merupakan ciri-ciri perbedaan hukum pidana dengan hukum-hukum lainnya. Sanksi pidana pada umumnya adalah sebagai alat pemaksa agar seseorang menaati norma-norma yang berlaku, dimana tiap- tiap norma mempunyai sanksi sendiri-sendiri dan pada tujuan akhir yang diharapkan adalah upaya pembinaan.55

Pemberian sanksi pidana pada dasarnya bertujuan untuk : 1) Untuk memperbaiki diri dari penjahatnya itu sendiri;

2) Untuk membuat orang menjadi jera melakukan kejahatan- kejahatan;

3) Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain, yakni penjahat-penjahat yang dengan cara- cara lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.56

Pada pasal 54 ayat (1) RUU KUHP 2005 telah menetapkan tujuan pemidanaan, yaitu:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

55 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm.12

56 Bambang Waluyu, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm .9

(21)

44

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat dan;

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

C. Disparitas dalam Putusan Pidana

Molly Cheang mengemukakan disparitas pidana (disparity of sentencing) adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak

pidana yang sama atau terhadap tindak-tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran yang jelas.

Selanjutnya tanpa merujuk “legal category”, disparitas pidana dapat terjadi pada penghukuman terhadap mereka yang melakukan secara bersama suatu delik. 57

Selain itu, Munir Fuady mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan disparitas pemidanaan adalah bahwa penjatuhan pidana yang berbeda-beda satu sama lain meskipun perbuatan pidananya sama dan pasal yang diterapkannya juga sama. Hal ini memang dikenal dalam sistem hukum kita di mana umumnya ancaman pidana yang tertulis dalam undang-undang adalah pidana maksimum sehingga banyak ruang gerak bagi hakim untuk menentukan berat ringannya hukuman pidana.58

57 Molly Cheang dalam Muladi dan Barda Nawawi A, , Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1992), hlm.52-53

58 Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, (Bandung: ), PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.49.

(22)

45

Pada hakekatnya, hakim dalam memutuskan perkara pidana pasti akan ditemui disparitas, hal ini dikarenakan hakim mempunyai kebebasan untuk memilih jenis pidana yang dikehendaki, dan juga hakim dapat memilih beratnya pidana yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh perundang-undangan hanya sebatas maksimum dan minimumnya.

Namun tetap, berat ringannya putusan hakim dalam suatu pekara pidana juga dipengaruhi oleh tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya dan juga terhadap bukti dan saksi dalam perkara tersebut, keterangan terdakwa pun ikut berpengaruh didalamnya.

Menurut Harkristuti Harkrisnowo, disparitas pidana dapat terjadi dalam berbagai kategori, yakni disparitas antara tindak pidana yang sama, disparitas pidana antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang sama, disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim, dan juga disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda untuk tindak pidana yang sama.59

Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya disparitas pidana adalah tidak adanya pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Sudarto mengatakan bahwa pedoman pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan pemidanaannya, setelah terbukti bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya Berikut adalah beberapa faktor disparitas pidana : 60

59 Harkristuti Harkrsnowo, Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan terhadap Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia”, ( Jakarta: dalam majalah KHN Newsletter, Edisi April , 2003), hlm.28.

60 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 9.

(23)

46

a. Bersumber dari hakim sendiri, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang tidak bisa dipisahkan karena sudah terpaku sebagai atribut seseorang yang disebut sebagai human equation (insan peradilan) atau personality of judge dalam arti luas yang menyangkut pengaruh-pengaruh latar belakang sosial, pendidikan agama, pengalaman dan perilaku sosial;

b. Hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa juga merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya disparitas pemidanaan dalam putusan hakim;

c. Adanya batasan minimal dan maksimal dari sanksi pidana yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai jarak yang terlampau besar menjadikan problem disparitas pemidanaan menjadi mengemuka.

Disparitas putusan dalam hal penjatuhan pidana diperbolehkan misalnya pada Pasal 12 ayat (2) KUHP yang menyatakan “pidana penjara serendah-rendahnya 1 (satu) hari dan selama-lamanya seumur hidup”, hal tersebut menunjukkan diperbolehkannya disparitas dalam penjatuhan pidana. Hal tersebut diperbolehkan sejauh berlandaskan yang beralasan (reasonable), yaitu dilandasi dengan filosofi atau tujuan yang sama, kriteria yang sama, penilaian atau ukuran yang sama dan pertimbangan hakim yang sama pula.

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.2 Grafik Waktu Operasi Rele Gangguan Tanah Pada Recloser Gatotkaca Terhadap Arus Gangguan

antara blok yang satu dengan blok setelahnya, sehingga blok-blok ini disebut sebagai blok overlapping. Uji Serial yang dibahas di sini dikhususkan untuk pengujian keacakan

a) Mengenai pengertian “pelaku usaha” yang tidak mencakup badan usaha asing yang memungkinkan untuk melakukan praktek kartel dengan pelaku usaha di Indonesia

Institut Agama Islam Tribakti Kediri Abstrak. Hampir semua orang mengerti dan mengetahui kepentingan dan keperluan mencari ilmu sekalipun hanya secara umum tidak

Adapun berkas-berkas yang dipersiapkan adalah berita analisa kasus, foto copy perjanjian pembiayaan konsumen yang dilengkapi dengan berkas-berkas penunjang lainnya, daftar

Begitu pula dengan hasil penelitian (Putra & Muid, 2012), (Damayanti & Rochmi, 2014) bahwa reputasi berpengaruh signifikan terhadap konservatisme dengan nilai

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campur kode pada judul berita dalam surat kabar harian Kompas edisi 22 Februari-22 Maret 2013 berjumlah 38 data, terdiri atas campur

14 Saya mernceritakan kepada teman atau kerabat saya bahwa makanan di Cafe Indomie Abang Adek itu enak 15 Saya suka menceritkan hal – hal yang positif tentang.