• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOSIS RADIASI GAMMA DARI PRODUK SEMEN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DOSIS RADIASI GAMMA DARI PRODUK SEMEN DI INDONESIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DOSIS RADIASI GAMMA DARI PRODUK SEMEN DI INDONESIA

Rasito1, R.H. Oetami1, Tri Cahyo L1, Z. Arifin1, S. Sofyan1, dan P. A. Arianta2

1 Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN - Bandung

2Jurusan Fisika FMIPA Universitas Udayana – Bali Email: rasito@batan-bdg.go.id

ABSTRAK

DOSIS RADIASI GAMMA DARI PRODUK SEMEN DI INDONESIA. Penentuan dosis radiasi gamma dari berbagai produk semen dilakukan untuk mengetahui tingkat bahaya radiasi bagi manusia dari penggunaan semen sebagai bahan bangunan. Dosis radiasi gamma semen diukur berdasarkan konsentrasi 238U,

232Th, dan 40K di dalam cuplikan semen menggunakan spektrometer gamma. Pengukuran konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K dilakukan pada sembilan cuplikan semen dari delapan perusahaan semen di Indonesia. Dari hasil perhitungan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K diperoleh dosis radiasi gamma semen di Indonesia adalah 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan nilai rata-rata 0,3 mSv/tahun. Dosis radiasi gamma tersebut masih termasuk rendah jika dibandingkan nilai batas dosis gamma untuk berbagai jenis bahan bangunan yaitu 1,5 mSv/tahun.

Kata kunci: dosis gamma, produk semen, spektrometer gamma.

ABSTRACT

GAMMA RADIATION DOSE OF CEMENT PRODUCTS IN INDONESIA. Gamma radiation dose of various cement products were determined to evaluate radiation hazard due to building materials. The determination of gamma radiation doses are based on 238U, 232Th, and 40K concentration in cement product using gamma ray spectrometer. The concentration of 238U, 232Th, dan 40K were measured in nine cement samples from 8 cement product in Indonesia. Based on 238U, 232Th, and 40K concentration the gamma radiation doses were calculated and resulting the doses of 0.2 – 0.6 mSv/year, with the average of gamma radiation dose is 0.3 mSv/year. The contribution of gamma doses from cement products in Indonesia were lower than the dose limit for building material, i.e 1.5 mSv/year.

Key words: gamma dose, cement product, gamma spectrometer 1. PENDAHULUAN

Semen merupakan bahan bangunan yang dibuat dari campuran unsur maupun senyawa yang diambil dari tanah dan batuan. Bahan campuran semen yang dikenal sekarang ini mengandung dua bahan utama yaitu batu kapur dengan senyawa terbesarnya adalah kalsium karbonat dan tanah liat yang terdiri dari silikat, aluminium oksida. Komposisi kimia dalam semen adalah trikalsium silikat (Ca3Si) 25%, dikalsium silikat (Ca2Si) 20%, trikalsium alumina (Ca3Al) 40%, tetrakalsium aluminof (Ca4AlF) 3%, dan gypsum (CaCO3) 2% (Barnes, 1983).

Radionuklida alam yaitu 238U, 232Th, dan 40K banyak terdapat dalam tanah dan batuan. Karena bahan dasar semen diambil dari tanah dan batuan maka di dalam semen juga dimungkinkan mengandung radionuklida alam meskipun kecil. Sebagai bahan utama bangunan, keberadaan radionuklida alam tersebut akan memberikan bahaya radiasi eksterna dan interna terhadap penghuni bangunan. Bahaya radiasi eksterna berupa radiasi gamma yang dipancarkan dari masing-masing nuklida, sementara bahaya interna berupa terhirupnya gas radon dan thoron yang merupakan gas radioaktif alam hasil peluruhan 238U dan 232Th. Mengingat potensi bahaya radiasi yang ditimbulkan dalam penggunaan semen sebagai bahan bangunan maka perlu dilakukan penghitungan dosis radiasi gamma dari produk semen.

2. TATA KERJA

Untuk mendapatkan nilai dosis radiasi gamma dari produk semen, dilakukan pencuplikan semen, pencacahan dengan spektrometer gamma, perhitungan konsentrasi 238U, 232Th, 40K, dan penghitungan dosis radiasi gamma.

2.1. Pencuplikan semen

Sembilan cuplikan semen yaitu delapan dari perusahaan produksi semen di Indonesia ditambah

(2)

satu semen putih diambil masing-masing 1 kg. Kesembilan cuplikan semen dikeringkan menggunakan lampu pemanas kemudian diayak dengan ayakan 40 mesh (425μm). Pengayakan dimaksudkan agar mendapatkan ukuran butiran lebih kecil sehingga cuplikan lebih homogen. Homogenitas dan ukuran butiran cuplikan akan mengurangi serapan diri sinar gamma oleh material cuplikan. Cuplikan hasil pengayakan ditimbang, diambil sebanyak 500 gram dan dimasukkan ke dalam wadah marinelli ukuran 500 mL. Wadah marinelli ditutup rapat menggunakan selotip hingga tidak dimungkinkan ada udara (gas radon) yang keluar. Sebelum dilakukan pencacahan, cuplikan didiamkan terlebih dahulu selama tiga hingga empat pekan untuk mendapatkan kondisi kesetimbangan (Tzortzis et al., 2003).

2.2 Pengukuran dengan spektrometer gamma

Cuplikan yang telah didiamkan selama empat minggu selanjutnya diukur radioaktivitasnya menggunakan spektrometer gamma. Pengukuran radioaktivitas dilakukan di lab Analisis Radioaktivitas Lingkungan (lab ARL) PTNBR-BATAN Bandung dengan detektor high purity germanium (HPGe) efisiensi relatif 30%, serta satu set multichannel analyzer (MCA). Resolusi energi atau full width at half maximum (FWHM) detektor 1,87 keV pada energi 1,33 MeV. Untuk penampilan dan analisis spektrum digunakan software PCA II Nucleus. Spektrum latar belakang diperoleh melalui pencacahan wadah marinelli kosong selama 80.000 detik. Diperoleh nilai batas deteksi pencacahan untuk pengukuran 238U dan 232Th adalah 0,6 Bq/kg; serta 1,9 Bq/kg untuk 40K.

Gambar 1. Spektrometer gamma lab ARL PTNBR

Pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan menempatkan cuplikan dalam detektor HPGe.

Cuplikan dicacah selama 80.000 detik (±22 jam). Perlakuan cuplikan saat pencacahan dibuat mendekati kondisi kalibrasi efisiensi menggunakan sumber standar. Karena spektrometri gamma merupakan metode pengukuran relatif maka untuk identifikasi jenis nuklida dan pengukuran radioaktivitas diperlukan kalibrasi, yaitu kalibrasi energi dan kalibrasi efisiensi menggunakan sumber standar.

2.2.1. Kalibrasi energi

Kalibrasi energi pada MCA, dimaksudkan untuk mengubah cacahan sebagai fungsi kanal (channel) menjadi cacahan sebagai fungsi energi. Untuk melakukan kalibrasi energi digunakan sumber standar titik multi energi yang berisi nuklida 241Am (59,5 keV); 137Cs (661,6 keV); dan 60Co (1173 keV dan 1332 keV). Hasil kalibrasi energi selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi nuklida 214Pb (352 keV), 214Bi (609 keV), 228Ac (911 keV), 212Pb ( 238 keV), dan 40K (1460 keV).

2.2.2. Kalibrasi efisiensi

Kalibrasi efisiensi dilakukan untuk mengetahui efisiensi cacahan detektor untuk energi gamma dari masing-masing nuklida. Nilai efisiensi cacahan detektor yang diperoleh digunakan untuk menghitung konsentrasi nuklida di dalam cuplikan. Untuk melakukan kalibrasi efisiensi dibutuhkan sumber standar dengan kondisi pencacahan yang sama, yaitu geometri, matrik, dan energi gamma yang dipancarkan. Untuk kalibrasi efisiensi digunakan material standar IAEA yaitu RGU-1 untuk pengukuran 238U, RGTh-1 untuk pengukuran 232Th, dan RGK-1 untuk pengukuran 40K (IAEA, 2003).

(3)

2.3 Konsentrasi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, 40K

Radionuklida 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K diidentifikasi berdasarkan energi karakteristik (puncak) yang muncul dalam spektrum gamma. Energi gamma nuklida 214Pb yang digunakan 352 keV dengan kelimpahan 37 %. Sementara energi gamma untuk 214Bi digunakan 609 keV (44,9 %), nuklida

228Ac dengan energi 911 keV (25 %), energi gamma untuk 212Pb digunakan 238 keV (43 %), dan identifikasi 40K digunakan energi 1460 keV (10,7 %). Masing-masing puncak pada spektrum gamma selanjutnya digunakan untuk menghitung aktivitas 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K. Konsentrasi nuklida anak luruh (A) tersebut dihitung menggunakan persamaan;

m I A cps

= ⋅

ε γ (Bq/kg),... (1)

dengan cps adalah cacah per detik, ε adalah efisiensi dari masing-masing energi hasil kalibrasi efisiensi, Iγ adalah kelimpahan gamma dari masing-masing energi, dan m adalah massa cuplikan.

2.4 Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K

Konsentrasi 238U dihitung dari nilai rata-rata konsentrasi 214Pb dan 214Bi. Konsentrasi 232Th dihitung dari nilai rata-rata konsentrasi 228Ac dan 212Pb. Adapun konsentrasi 40K langsung diperoleh dari hasil pencacahan. Penentuan konsentrasi 238U dan 232Th dari nilai rata-rata konsentrasi anak luruhnya adalah berdasarkan asumsi bahwa telah terjadi kesetimbangan sekular pada cuplikan (Ibrahim, 1999). Konsentrasi (A )T 238U dan 232Th dari dua anak luruhnya masing-masing dapat diperoleh dengan menghitung konsentrasi rata-rata anak luruhnya yaitu ;

=

= n

i i

T A

A n

1

1 (Bq/kg), ……….…..(2)

dengan Aiadalah konsentrasi anak luruh.

2.5 Perhitungan Dosis

Dosis serap rata-rata D (nGy/jam) diperoleh menggunakan persamaan berikut;

K Th

U A A

A

D=0,461 +0,623 +0,0414 ….(3)

dengan AU adalah konsentrasi 238U, ATh adalah konsentrasi 232Th, dan AK adalah konsentrasi 40K.

Persamaan (3) ini mengasumsikan bahwa semua anak luruh 238U dan 232Th dalam keadaan setimbang dengan induknya (Sing et al., 2005). Dosis efektif (HE) diperoleh menggunakan persamaan berikut;

F T D

HE = × × , (mSv/tahun) ….…………...(4)

dengan T adalah waktu terimaan radiasi yang besarnya ±7008 jam/tahun dan F adalah faktor konversi dosis serap ke dosis efektif sebesar 0,7 Sv/Gy. Nilai T diambil dari perhitungan 0,8 x 24 jam x 365 hari, yang merupakan asumsi waktu manusia tinggal di dalam bangunan (Sing et al., 2005).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kesembilan cuplikan semen yang telah didiamkan selama empat minggu dicacah menggunakan spektrometer gamma untuk mendeteksi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K. Nilai cacahan yang diambil hanya yang memiliki ralat cacahan <10 %. Salah satu bentuk tampilan spektrum gamma dari cuplikan semen kode SM-09 diperlihatkan pada Gambar 2. Dengan Persamaan (1) dan substitusi nilai efisiensi detektor diperoleh konsentrasi 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K dalam cuplikan semen. Konsentrasi nuklida 214Pb, 214Bi, 228Ac, 212Pb, dan 40K selanjutnya dengan persamaan (2) digunakan untuk

(4)

menghitung konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K. Hasil perhitungan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K diperlihatkan pada Tabel 1.

Gambar 2. Spektrum gamma dari cuplikan semen kode SM-09

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang tinggi akan memberikan paparan radiasi gamma yang juga tinggi disamping potensi lepasan gas radioaktif radon (222Rn) yang merupakan anak luruh 238U.

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang berbeda dari masing-masing produk semen sangat dipengaruhi oleh kandungan radionuklida tersebut di dalam tanah dan batuan yang menjadi lokasi penambangan.

Perbandingan konsentrasi antara 238U, 232Th, dan 40K di dalam tanah dan batuan juga tidak selalu sama. Ada lokasi penambangan yang memiliki konsentrasi 238U tinggi tetapi konsentrasi 232Th ataupun

40K rendah, demikian juga sebaliknya. Perbedaan konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K antar lokasi penambangan akan memberikan nilai dosis radiasi gamma yang berbeda sebagaimana dalam persamaan (3).

Tabel 1. Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K dalam cuplikan semen.

No. Kode cuplikan

Konsentrasi (Bq/kg)

238U 232Th 40K

1. SM-01 57 ± 2 13 ± 1 172 ± 5 2. SM-02 85 ± 2 9 ± 1 134 ± 4 3. SM-03 73 ± 2 44 ± 1 51 ± 4 4. SM-04 84 ± 2 12 ± 1 111 ± 4 5. SM-05 115 ± 4 13 ± 1 177 ± 5 6. SM-06 223 ± 4 36 ± 4 147 ± 3 7. SM-07 89 ± 2 14 ± 1 195 ± 5 8. SM-08 176 ± 2 23 ± 1 79 ± 4 9. SM-09 82 ± 4 12 ± 1 107 ± 4

Rata-rata 109 19,5 130

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K yang diperoleh dari pengukuran cukup beragam. Hal ini dikarenakan sebaran radionuklida 238U, 232Th, dan 40K di alam tidak merata (Sing et al., 2005).

Konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K di lokasi penambangan bahan semen menentukan konsentrasi 238U,

232Th, dan 40K di dalam semen. Konsentrasi tertinggi untuk 238U terdapat pada cuplikan semen SM-06 dimana daerah produksi dan pemasaran semen tersebut adalah di pulau Sumatra dan Sulawesi dan terendah pada semen SM-01. Konsentrasi 238U yang tinggi mengakibatkan besarnya lepasan gas radon (222Rn) di samping paparan radiasi gamma yang juga tinggi. Konsentrasi 232Th tertinggi pada cuplikan semen SM-03 yang merupakan semen putih. Ini menunjukkan tingginya 232Th di dalam gipsum karena komposisi kimia terbesar di dalam semen putih adalah gipsum. Konsentrasi 232Th yang tinggi berpotensi tingginya lepasan gas thoron (220Rn) di samping paparan radiasi gamma yang juga tinggi.

(5)

Adapun konsentrasi 40K tertinggi pada cuplikan semen SM-07 dan terendah pada semen SM-03.

Tingginya konsentrasi 40K dapat disebabkan karena banyaknya senyawa karbonat di dalam komposisi kimia semen. Konsentrasi 40K akan berpengaruh terhadap tingginya paparan radiasi gamma dari semen. Namun secara umum konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K tertinggi adalah pada cuplikan semen SM-06 dan terendah pada cuplikan semen SM-03.

Tabel 2. Dosis radiasi gamma dari cuplikan semen

No. Kode cuplikan

Dosis Serap (nGy/jam)

Dosis Efektif (mSv/tahun)

1. SM-01 41,4 0,2

2. SM-02 50,7 0,2

3. SM-03 62,9 0,3

4. SM-04 50,7 0,2

5. SM-05 68,7 0,3

6. SM-06 131,2 0,6

7. SM-07 57,9 0,3

8. SM-08 98,3 0,5

9. SM-09 49,4 0,2

Rata-rata 67,9 0,3

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kisaran nilai dosis gamma dari semen adalah 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan rata-rata 0,3 mSv/tahun. Dosis radiasi gamma tertinggi dihasilkan dari semen dengan kode cuplikan SM-06 yang merupakan semen yang diproduksi di daerah Nusa Tenggara timur.

Sebagaimana diperlihatkan pada persamaan 3 dan 4, konsentrasi 232Th adalah yang paling besar memberikan sumbangan terhadap dosis radiasi gamma. Hal ini karena 232Th memiliki anak luruh yang lebih banyak dengan jumlah energi dan kelimpahan sinar gamma yang juga besar. Kontribusi terhadap dosis gamma yang paling kecil adalah 40K karena hanya menghasilkan sebuah energi dengan kelimpahan kecil serta tidak menghasilkan anak luruh yang radioaktif.

Untuk ukuran dosis gamma dari suatu bahan bangunan maka nilai 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan rata-rata 0,3 mSv/tahun adalah termasuk rendah. Dosis radiasi gamma tersebut masih di bawah nilai dosis gamma untuk berbagai jenis material bangunan yaitu 1,5 mSv/tahun (Ibrahim, 1999). Meski demikian jika dibandingkan dengan dosis radiasi gamma dari produk semen di beberapa negara maka di Indonesia termasuk tinggi, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Dosis radiasi gamma dari produk semen di beberapa negara

Negara Dosis (mSv/th) Referensi

Indonesia 0.3

Malaysia 0.4 (Ibrahim, 1999)

Mesir 0.1 (Mahmoud, 2007)

Nigeria 0.1 (Farai, 2006)

Iran 0.2 (Fathivand et al., 2007)

Kuba 0.2 (Brigido, 2000)

Pakistan (Islamabad) 0.1 (Zaidi, 1999)

Serbia 0.2 (Popovic, 2006)

Swedia 0.3 (Gavrilovic, 1999)

Finlandia 0.2 (Gavrilovic, 1999)

Hongkong 0.2 (Tso, 1994)

China (Shaanxi) 0.3 (Xinwei, 2005)

Batasan dosis radiasi gamma 1,5 mSv/tahun ini bukan rekomendasi dari IAEA maupun

(6)

BAPETEN tetapi hanya peraturan yang diterapkan di Amerika Serikat untuk baku mutu bahan bangunan. Secara khusus IAEA dan BAPETEN belum menetapkan batasan dosis radiasi gamma yang dihasilkan dari bahan bangunan. Hasil perhitungan dosis ini menunjukkan bahwa produk semen yang dipasarkan di Indonesia termasuk aman dalam penggunaannya sebagai bahan bangunan. Namun demikian penggunaan semen yang memberikan dosis gamma rendah sebagai bahan bangunan lebih dianjurkan untuk menurunkan potensi bahaya radiasi sekecil mungkin.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Dosis radiasi gamma dari produk semen dapat diperkirakan secara mudah melalui pengukuran konsentrasi 238U, 232Th, dan 40K menggunakan spektrometer gamma. Berdasarkan hasil perhitungan dosis terhadap sembilan cuplikan semen yang diambil dari delapan perusahaan semen di Indonesia diperoleh dosis gamma semen adalah 0,2 – 0,6 mSv/tahun dengan nilai rata-rata 0,3 mSv/tahun. Dosis radiasi gamma tertinggi dihasilkan semen SM-06 yaitu 0,6 mSv/tahun. Kontribusi dosis radiasi gamma dari semen di Indonesia termasuk rendah karena masih di bawah nilai dosis gamma untuk jenis material bangunan yaitu 1,5 mSv/tahun.

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Iwan dari Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Bandung atas bantuanya dalam pengadaan beberapa cuplikan semen dan kepada ibu Dra. Eem Rukmini atas bantuannya dalam pengadaan beberapa peralatan penelitian.

6. DAFTAR PUSTAKA

Barnes P., 1983, Structure and performance of cements. Applied Science Publishers, London.

Brigido, F.O. Natural radioactivity in some building materials in cuba and their contribution to the indoor gamma dose rate. Rad Prot Dosi 2000;113: 218 – 222.

Farai IP, Ejeh JE., 2006, Radioactivity concentrations in common brand of cement in nigeria.

Radioprotection, 41:455–462.

Fathivand AA, Amidi J. 2007, Assesment of Natural Radioactivity and the Associated Hazards in Iranian Cement, Radiation Protection Dosimetry (online).

Gavrilovic DJ, Vucic D., 1999, Eco-quality approached to the most common materials built in the solar houses. Sci J Fact Univ series: working and living environmental protection;1(4):85-89.

IAEA, 2003, Guidelines for radioelement mapping using gamma ray spectrometry data, IAEA- TECDOC-1363, Vienna.

Ibrahim N., 1999, Determination of natural activity in building material by direct gamma spectrometry, Fresenius Env Bull; Vol.8, pp.72 – 77.

Mahmoud KR., 2007, Radionuclide content of local and imported cements used in egypt. J Rad Prot;27:69 – 77.

Popovic D,Todorovic D., 2006, Radon indoor concentrations and activity of radionuclides in building material in serbia. Sci J Fact Univ series: Physics, Chemistry and Technology;4:11 – 20.

Sing S., Rani A., dan Kumar M.R., 2005, 226Ra, Th and K Analysis in Soil Samples from Some Areas of Punjab and Himachal Pradesh, India Using Gamma Ray Spectrometry. Radiation Measurement, No.39. pp. 431-439

Tso MYW, Ng CY, Leung KC., 1994, Radon release from building materials in hong kong. Health Physics;67(4).

Tzortzis M., Tsertos H., Cristofides S., Cristodoulides G., 2003, Gamma-ray measurements of naturally occuring radioactive samples from cyprus characteristic geological rocks, Radiation Measurement, Vol. 37, pp. 221–229.

Xinwei LU., 2005, Radioactive analysis of cement and its products collected from shaanxi, china.

Health Physics;88: 84-86.

Zaidi JH, Arif SM, Ahmad I, Fatima, Qureshi IH., 1999, Determination of natural radioactivity in building materials used in rawalpindi/islamabad area by γ-ray spectrometry and instrumental neutron activation analysis. Appl Rad Isot;51:559–564.

Referensi

Dokumen terkait

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan

Melihat sejarah Bangsa Indonesia yang panjang dan juga terjadinya perubahan kekuasaan di Indonesia, tentu juga telah terjadi berbagai perubahan-perubahan

Hasil penelitian menunjukkan perguruan tinggi ABC mempunyai indeks e-Learning Readiness sebesar 3.07 dari 3.40 yang diharapkan sebagai standar dari sebuah

Sehingga berdasarkan kondisi tersebut, maka dibuat suatu prototipe gardu portal konvensional yang dilengkapi dengan adanya sistem interlock sebagai pengaman, modem

Efisiensi dan efektivitas sistem operasional listrik diharapkan dapat secara realtime meningkatkan kesinambungan pasokan daya listrik di Madura dengan memanfaatkan

Selain berdasarkan objek kajian tersebut di atas, Biologi juga mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan, sehingga terdapat pula cabang-cabang Biologi antara lain: • Ekologi

Pada kesempatan lainnya, saat menjumpai buah yang sama, maka individu akan menggunakan kesan-kesan dan konsep yang telah kita miliki untuk mengenali bahwa yang kita lihat itu

Sedangkan dalam bahasa Indonesia ‘pergi’ merupakan verba yang tidak memiliki penanda atau imbuhan karena hanya merupakan kata dasar bentuk tanya, jadi dari dua pola bentuk