• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: MISBAHUL IBAD

S850809312

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

LEMBAR PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

Disusun oleh:

MISBAHUL IBAD NIM. S850809312

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc, Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

... ...

Pembimbing II Drs. SUYONO, M.Si

NIP. 19500301 197603 1 002

... ...

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

Disusun oleh:

MISBAHUL IBAD NIM. S850809312

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. MARDIYANA, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002

... ...

Sekretaris Dr. RIYADI, M.Si

NIP. 19670116 199402 1 001

... ...

Anggota Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc., Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

... ...

Drs. SUYONO, M.Si

NIP. 19500301 197603 1 002

... ...

Direktur Program Pascasarjana UNS,

Prof. Drs. SURANTO, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004

Surakarta,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : MISBAHUL IBAD

NIM : S850809312

Prodi : Pendidikan Matematika

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:

”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda

citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Yang menyatakan

(5)

commit to user

iv ABSTRAK

Misbahul Ibad. S850809312. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Pembimbing I: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. Pembimbing II: Drs. Suyono, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD (2) Apakah peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual, peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik, dan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing gaya belajar siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada setiap motode pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2×3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) SMA Negeri di kota Kediri. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified

cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 219 orang

dengan rincian 109 orang untuk kelas eksperimen 1 dan 110 orang untuk kelas eksperimen 2. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angket gaya belajar siswa. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen tes prestasi dan angket gaya belajar terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20, sedangkan uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus Cronbach Alpha. Daya pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Uji keseimbangan menggunakan uji rerata t, dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode uji Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.

(6)

commit to user

memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. (3) Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran. Sehingga pada masing-masing metode pembelajaran siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. Demikian juga pada masing-masing gaya belajar, metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

(7)

commit to user

  vi

ABSTRACT

Misbahul Ibad. S850809312. Experimentation of Mathematics Learning of Cooperative Method Student Teams Achievement Divisions (STAD) Type and Cooperative Method Numbered Heads Together (NHT) Type considered from the Student Learning Styles. 1st advisor: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. 2nd advisor: Drs. Suyono, M.Si. Thesis. Mathematics Education Studies Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.

The purposes of this study are to determine: (1) whether the learning of mathematics in the material of linear and quadratic equation system using cooperative learning methods NHT type better than cooperative methods STAD type (2) whether students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a visual learning style, students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a kinesthetic learning style, and students who have a visual learning style will have a better achievement than students who have a kinesthetic learning style (3) whether the difference in achievement of each learning method consistent to each student's learning style and whether the differences among students' learning styles are consistent in each learning method.

This study is a quasi experimental research with 2×3 factorial design. The population of this study is all tenth grade students of senior high schools in Kediri. Sampling was done by stratified cluster random sampling. The sample in this study are 219 people with details of 109 people for class experiment 1 and 110 people for class experiment 2. The Instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using t test, withα =0.05concluded that both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlet method by Chi Square test statistic. With

05 . 0

=

α concluded that the samples come from populations with normal distribution and homogeneous.

(8)

commit to user

method. So in each learning method, students with visual learning style have the same achievement with students with auditory learning style, students with visual learning style have the same achievement with students with kinesthetic learning styles, students with auditory learning styles have better achievement than students with kinesthetic learning styles. Similarly, in their respective learning styles, cooperative learning methods NHT type provides better performance than cooperative learning method STAD type.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul

”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student

Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” dapat terselesaikan

dengan baik.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi

Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Tesis ini bisa terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motivasi dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin untuk melakukan

penelitian ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengesahkan

proposal penelitian ini dan selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan

penulisan tesis.

3. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D, dosen Pembimbing I, dan Drs.

Suyono, M.Si, dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan,

arahan dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.

4. Drs. H. A. Wahid Anshory, S.Pd., MM, Plt. Kepala Dinas Pendidikan kota

(10)

commit to user

5. Drs. Dwi Rajab Januhadi, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Kediri, yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kediri.

6. Drs. Gunawan S, M.Pd, Plt. Kepala SMA Negeri 3 Kediri, yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Kediri.

7. Drs. Halimi Mahfudz, Kepala SMA Negeri 6 Kediri, yang telah mengijinkan

penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 6 Kediri.

8. Lukito, S.Pd, guru SMA Negeri 1 Kediri, Wiji Lestari, S.Pd, guru SMA

Negeri 3 Kediri, dan Amor Widjoyanto, S.Pd, guru SMA Negeri 6 Kediri

yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.

9. Segenap siswa SMA Negeri 1 Kediri, SMA Negeri 3 Kediri dan SMA Negeri

6 Kediri yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu

terselesaikanya tesis ini

11.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan

pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi

pembaca semuanya. Amin.

Surakarta, Januari 2011

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... vi

PERNYATAAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pemilihan Masalah ... 8

D. Pembatasan Masalah ... 8

E. Rumusan Masalah ... 9

F. Tujuan Penelitian ... 10

G. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

(12)

commit to user

1. Pembelajaran Matematika ... 12

2. Pembelajaran Kooperatif ... 16

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 20

4.Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 23

5. Gaya Belajar ... 25

6. Hasil Belajar ... 29

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 33

D. Hipotesis ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 38

B. Jenis Penelitian ... 38

C. Langkah-langkah Penelitian ... 39

D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 40

E. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 42

1. Variabel Penelitian ... 42

2. Rancangan Penelitian ... 44

F. Metode Pengumpulan Data, Penyusunan dan Uji Instrumen ... 45

1. Metode Pengumpulan Data ... 45

(13)

commit to user

xiii

G. Teknik Analisis Data ... 53

1. Uji Prasyarat untuk Uji Keseimbangan dan Analisis Variansi ... 53

2. Uji Keseimbangan ... 55

3. Pengujian Hipotesis ... 56

4. Uji Komparasi Ganda ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Uji Keseimbangan ... 64

B. Hasil Uji Coba Instrumen ... 65

1. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 65

2. Angket Gaya Belajar Siswa ... 67

C. Deskripsi Data Penelitian ... 69

D. Uji Prasyarat ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Uji Homogenitas ... 70

E. Uji Hipotesis ... 71

F. Uji Komparasi Ganda ... 73

G. Pembahasan ... 74

1. Hipotesis Pertama ... 74

2. Hipotesis Kedua ... 75

3. Hipotesis Ketiga ... 77

BAB V PENUTUP ... 79

(14)

commit to user

B. Implikasi ... 80

C. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) STAD ... 87

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) NHT ... 104

Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ... 121

Lampiran 4 : Kisi-kisi soal tes ... 141

Lampiran 5 : Soal tes ... 144

Lampiran 6 : Lembar validasi soal tes ... 152

Lampiran 7 : Analisis butir soal ... 154

Lampiran 8 : Uji reliabilitas soal ... 160

Lampiran 9 : Soal tes setelah divalidasi dan dianalisis ... 166

Lampiran 10 : Kunci jawaban soal tes ... 171

Lampiran 11 : Kisi-kisi angket gaya belajar ... 172

Lampiran 12 : Angket gaya belajar ... 175

Lampiran 13 : Lembar validasi angket gaya belajar ... 181

Lampiran 14 : Analisis angket gaya belajar visual ... 187

Lampiran 15 : Uji reliabilitas angket gaya belajar visual ... 193

Lampiran 16 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 199

Lampiran 17 : Uji reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 205

Lampiran 18 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 211

Lampiran 19 : Uji reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 217

Lampiran 20 : Angket gaya belajar setelah divalidasi dan dianalisis ... 223

Lampiran 21 : Uji keseimbangan ... 228

(16)

commit to user

Lampiran 23 : Uji normalitas data metode STAD ... 244

Lampiran 24 : Uji normalitas data metode NHT ... 248

Lampiran 25 : Uji normalitas data gaya belajar visual ... 252

Lampiran 26 : Uji normalitas data gaya belajar auditorial ... 255

Lampiran 27 : Uji normalitas data gaya belajar kinestetik ... 258

Lampiran 28 : Uji homogenitas data metode pembelajaran ... 261

Lampiran 29 : Uji homogenitas data gaya belajar ... 266

Lampiran 30 : Uji hipotesis ... 271

Lampiran 31 : Uji komparasi ganda ... 278

Lampiran 32 : Surat ijin penelitian ... 281

(17)

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika

UN SMA kota Kediri 2009/2010 ... 3

Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD ... 22

Tabel 3.1. Tahapan penelitian ... 38

Tabel 3.2. Rancangan penelitian ... 44

Tabel 3.3. Kriteria penilain angket ... 47

Tabel 4.1. Deskripsi data prestasi belajar matematika ... 69

Tabel 4.2. Rangkuman uji normalitas ... 70

Tabel 4.3. Rangkuman uji homogenitas variansi ... 71

Tabel 4.4. Data amatan, rerata dan jumlah kuadrat deviasi ... 72

Tabel 4.5. Rangkuman analisis variansi ... 72

(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan matematika merupakan hal yang

sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia

agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berorientasi pada

peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari berbagai data

yang ada, kemampuan matematika suatu negara berbanding lurus dengan

tingkat kemajuan negara tersebut.

Data dari Trends in International Mathematics and Science Study

(TIMSS) pada tahun 2007 kemampuan matematika Indonesia berada pada

peringkat 36 dari 48 negara yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai

rata-rata Indonesia masih jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500.

Nilai rata-rata Indonesia juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia

(474) dan Singapura (593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat

matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain

itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian

Nasional, di banyak sekolah juga menjadi penyebab utama ketidaklulusan

siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita

bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia memang masih perlu

ditingkatkan.

Secara lebih spesifik, permasalahan pembelajaran matematika di kelas

(19)

commit to user

matematika dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

matematika dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu siswa masih

belum aktif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di kelas. Ada

beberapa yang siswa antusias dan bersikap aktif dalam proses pembelajaran,

tetapi kebanyakan siswa masih bersikap pasif dalam proses pembelajaran yang

disebabkan siswa merasa kurang mampu dalam menguasai mata pelajaran

matematika. Hasil identifikasi awal ditemukan beberapa indikator yakni: siswa

tidak berani bertanya, kurang berani menjawab pertanyaan, tidak aktif ketika

bekerja dalam kelompok, dan jarang yang berani mengemukakan pendapat

baik pada waktu kerja kelompok maupun pada waktu presentasi.

Selain itu dari data sekolah diperoleh informasi bahwa rata-rata

ketuntasan pembelajaran matematika (dengan nilai kriteria ketuntasan minimal

70 atau 75) juga masih rendah. Dari rata-rata 36 siswa perkelas yang

pembelajarannya tuntas (tidak perlu mengikuti remidial) hanya berjumlah

sekitar 7 sampai 15 anak. Demikian juga data hasil Ujian Nasional pada mata

pelajaran matematika SMA/MA tahun pelajaran 2009/2010 di kota Kediri

menunjukkan angka ketidaklulusan mencapai 9,72%. Kegagalan dalam Ujian

Nasional banyak pada bidang studi matematika. Kondisi ini antara lain bisa

dilihat dari data Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur tentang nilai tertinggi

dan nilai terendah Ujian Nasional SMA tahun 2009/2010 yang disajikan

(20)

Tabel 1.1 Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika

UN SMA kota Kediri 2009/2010

No Nama Sekolah Nilai Terendah Nilai Tertinggi

1 SMA Negeri 1 Kediri 3,75 10,00

2 SMA Negeri 2 Kediri 3,75 10,00

3 SMA Negeri 3 Kediri 4,50 9,25

4 SMA Negeri 4 Kediri 3,75 10,00

5 SMA Negeri 5 Kediri 2,50 9,50

6 SMA Negeri 6 Kediri 0,75 9,75

7 SMA Negeri 7 Kediri 5,50 10,00

8 SMA Negeri 8 Kediri 6,75 9,75

Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan

matematika, diantaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar

bangsa Indonesia. Matematika selama ini sering diasumsikan dengan berbagai

hal yang berkonotasi negatif, mulai dari matematika dianggap sebagai ilmu

yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan

kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai

pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin lengkap

pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam

menyampaikan pelajaran: galak, tidak menarik, bahkan cenderung

menciptakan rasa takut dan tegang pada peserta didik. Situasi semacam ini

semakin menjauhkan rasa ketertarikan peserta didik dalam mempelajari

matematika. Apalagi jika siswa tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan

berpikir yang kurang dibandingkan teman-temannya.

Kualitas pendidikan matematika dapat ditingkatkan dengan melakukan

(21)

commit to user

kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar

minimal, adalah penerapan metode pembelajaran yang dapat membangkitkan

sikap kreatif, demokratis dan mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan

prediksi pembelajaran masa kini dan mendatang. Pembenahan yang dianggap

sangat mendesak, pertama, mengubah pembelajaran dari siswa belajar pasif ke

belajar aktif. Meskipun hampir semua guru menyadari bahwa dalam

pembelajaran, harus melibatkan siswa secara aktif, namun pada kenyataannya

sering terjadi miskonsepsi, yaitu aktif berdasarkan fisik semata. Seharusnya,

guru merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk lebih aktif

berpartisipasi, terlibat dalam diskusi dan penjelasan ide-ide, membuat dan

memecahkan masalah secara kolaborasi untuk sampai pada pemahaman

materi yang dipelajari.

Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang

abstrak, maka dalam proses pembelajarannya, matematika harus dapat

disajikan lebih menarik dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan

kondisi siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar siswa dapat ikut serta

berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tertarik dengan materi

yang diajarkan tersebut. Siswa tidak boleh dibiarkan merasa tidak mampu

dalam belajar matematika, karena siswa akan menjadi malas untuk

mempelajari dan akhirnya siswa tidak mampu menguasai mata pelajaran

matematika, ketika siswa merasa kesulitan guru harus secara aktif

membimbing dan mengarahkan siswa, sehingga diharapkan siswa yang

(22)

Dengan memperhatikan hal tersebut, seorang guru dituntut untuk dapat

memilih metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode pembelajaran

tertentu yang digunakan oleh guru diharapkan juga dapat meningkatkan

aktifitas siswa di kelas dalam belajar, siswa berani menyampaikan gagasan

dan menerima gagasan dari orang lain, serta kreatif dalam mencari solusi dari

suatu permasalahan yang dihadapi.

Suasana yang komunikatif di dalam kelas harus dibangkitkan oleh

guru dengan baik, komunikasi tersebut dapat terjadi antara guru dengan siswa

maupun antar sesama siswa. Tetapi pada pelaksanaannya masih terdapat guru

yang mengarahkan siswa pada pola belajar individualitas yaitu proses

pembelajaran yang berlangsung tanpa saling ketergantungan atau komunikasi

antar siswa.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara

aktif adalah metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif

telah banyak berkembang dan diteliti di Amerika Serikat pada akhir tahun

1970-an (Slavin, 2009: 9). Dari berbagai penelitian yang dilakukan

menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan

kemampuan kognitif siswa. Sayangnya pembelajaran kooperatif masih belum

banyak dipraktikkan dalam pembelajaran di negara kita.

Selain itu, masih terkait dengan matematika sebagai mata pelajaran

yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam upaya

membelajarkan matematika kepada siswa, guru seyogyanya juga

menggunakan alat bantu (media) dalam proses pembelajaran. Dengan

(23)

commit to user

akan dapat membantu siswa untuk lebih menyenangi dan lebih mudah

memahami materi pembelajaran. Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya

teknologi, ada banyak pilihan media audiovisual yang menarik dan mungkin

akan dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi

pembelajaran.

Hal lain yang perlu diperhatikan agar siswa berhasil dalam belajar

metematika adalah karakteristik dan kondisi siswa. Karakteristik siswa yang

dimaksud di sini antara lain: kemampuan awal, motivasi dan gaya belajar.

Matematika sebagai ilmu yang logis, kritis, sistematis dan konsisten, antar

satu konsep dengan konsep yang lain saling memiliki keterkaitan. Adanya

saling keterkaitan ini menjadikan kemampuan awal siswa sebagai salah satu

faktor penting yang menentukan keberhasilan siswa belajar matematika. Gaya

belajar dan motivasi dari seorang siswa juga perlu diperhatikan. Seorang guru

yang baik tentu tidak akan langsung memvonis siswa yang nilainya jelek

adalah siswa yang tidak bisa. Guru harus mencari informasi kenapa siswa

yang bersangkutan mendapat nilai yang jelek. Terkait dengan hal tersebut,

informasi penting yang perlu diketahui guru antara lain terkait dengan gaya

belajar dan motivasi belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa

masalah antara lain sebagai berikut:

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru

(24)

ini muncul pertanyaan apakah kalau guru menggunakan media

pembelajaran yang menarik, prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.

Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang

membandingkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media.

2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh

metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Terkait dengan hal ini

muncul pertanyaan apakah kalau metode pembelajaran yang diterapkan

oleh guru diubah, apakah prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk

menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan

berbagai metode pembelajaran. Dapat diteliti juga apakah metode

pembelajaran yang menarik tersebut cocok dengan berbagai karakteristik

siswa.

3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jam

pembelajaran matematika kurang. Terkait dengan hal ini muncul

pertanyaan apakah kalau waktu pembelajaran matematika ditambah,

prestasi belajar siswa akan menjadi lebih baik. Untuk menjawab

pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan

pembelajaran dengan alokasi waktu seperti biasa dengan pembelajaran

yang alokasi waktunya ditambah.

4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru

yang mengajar hanya satu orang sehingga tidak mampu menguasai kelas

yang diajar. Terkait dengan isu ini muncul pertanyaan apakah kalau

jumlah gurunya ditambah (lebih dari satu orang), prestasi belajar siswa

(25)

commit to user

penelitian yang membandingkan pembelajaran yang diajar oleh satu orang

guru dengan pembelajaran yang diajar oleh guru tim (lebih dari satu orang)

5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jumlah

siswa dalam satu kelas terlalu banyak. Terkait dengan isu ini muncul

pertanyaan apakah kalau jumlah siswa dikurangi, prestasi belajar siswa

menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan

penelitian yang membandingkan pembelajaran pada kelas besar dengan

pembelajaran pada kelas kecil.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan kelima masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya

ingin melakukan penelitian yang terkait dengan masalah yang kedua, yaitu

pembelajaran dengan menggunakan metode yang menarik dan apakah metode

tersebut cocok dengan berbagai gaya belajar siswa.

Alasan dipilihnya masalah tersebut disamping karena keterbatasan

peneliti untuk dapat meneliti semua permasalahan di atas, karena peneliti

memandang bahwa salah salah satu permasalahan yang paling mendasar dari

pembelajaran matematika saat ini adalah kebanyakan guru masih

menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi dan enggan

menggunakan metode yang lain.

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih

(26)

1. Metode pembelajaran yang dibandingkan adalah metode pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi

gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.

3. Penelitian dilakukan di SMA Negeri di kota Kediri kelas X tahun

pelajaran 2010/2011.

4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika

pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pemilihan

masalah di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear

dan kuadrat dengan metode kooperatif tipe NHT lebih baik daripada

metode kooperatif tipe STAD?

2. Apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai

prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai gaya

belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi

belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik,

dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi

belajar yang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai gaya belajar

(27)

commit to user

3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode

pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar siswa dan

apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada

setiap metode pembelajaran?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, dirumuskan tujuan penelitian sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika pada materi sistem

persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe

NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD.

2. Untuk mengetahui apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial

akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang

mempunyai gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial

mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya

belajar kinestetik, dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan

mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa yang

mempunyai gaya belajar kinestetik.

3. Untuk mengetahui apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing

metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar

siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa

(28)

G. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara

lain sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang

eksperimentasi pembelajaran matematika metode kooperatif tipe STAD

dibandingkan dengan metode kooperatif tipe NHT.

2. Memberikan informasi tentang perbedaan kemampuan matematika pada

materi sistem persamaan linear dan kuadrat pada siswa dengan gaya

belajar visual, auditorial dan kinestetik.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih metode

pembelajaran yang tepat sehingga ada variasi metode pembelajaran yang

digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa juga

meningkat.

4. Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam penelitian tentang metode

pembelajaran khususnya metode kooperatif tipe STAD dan metode

(29)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah karakteristik khusus yang hanya dimiliki oleh manusia.

Makhluk lain tidak mampu melakukan proses belajar. Menurut Gagne belajar

adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya

sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat

bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama

melalui latihan maupun pengalaman yang membawa pada perubahan diri dan

perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kemudian Lester

D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh

kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (Syaiful Sagala, 2009: 13).

Senada dengan hal di atas, Witherington menyatakan bahwa belajar

merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai

pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,

pengetahuan dan kecakapan. Sedangakan Hilgard menyatakan bahwa belajar

adalah proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya

respons terhadap suatu situasi. Di Vesta dan Thompson menyatakan bahwa

belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari

pengalaman (Nana Syaodih Sukmana, 2009: 155-156). Dari beberapa

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai proses

(30)

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari respon atau situasi tertentu. Teori

belajar ini sesuai dengan pandangan teori belajar behaviorisme.

Sedangkan dalam teori belajar konstruktivisme, belajar diartikan

sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang

disampaikan oleh Paul Suparno (2001: 61) bahwa belajar diartikan sebagai

proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang

dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga

pengertiannya dikembangkan. Von Glasefeld (dalam Aunurrahman, 2009: 16)

menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan.

Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui

kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang

membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang

diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu.

Terkait dengan teori belajar di atas, Marzano (dalam Abdur Rahman

As’ari, 2007: 6) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang perlu kita

perhatikan kalau menginginkan siswa berhasil dalam belajarnya. Lima

dimensi itu adalah sebagai berikut: (1) Sikap dan persepsi siswa terhadap

belajar yang sedang dan akan dijalaninya, (2) Penguasaan pengetahuan dan

menjadisatukannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, (3)

Pengembangan dan peningkatan pengetahuan yang sudah dimiliki, (4)

Penggunaan pengetahuan yang dimiliki tersebut secara bermakna, (5)

(31)

commit to user

Pembelajaran diartikan sebagai proses yang diselenggarakan oleh guru

untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana memperoleh dan

memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono,

2006: 157). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun

2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses

belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir

yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Syaiful

Sagala, 2009: 62).

Biggs dalam Goldman (2002) menyatakan bahwa:

Learning is a way of interacting with the world. As we learn,

conception of phenomena change, and we see the world differently. The acquisition of information in it self does not bring about such a change, but the way we structure that information and think with it does. Thus education is about conceptual change, not just the

acquisition of information”. Pembelajaran adalah suatu cara saling

berinteraksi dengan dunia. Ketika kita belajar, konsepsi kita tentang suatu fenomena berubah, dan kita akan melihat dunia yang berbeda. Perolehan informasi tidak dengan sendirinya membawa perubahan, tetapi dengan jalan kita menyusun informasi tersebut dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan dengannya. Jadi pendidikan adalah tentang perubahan konsep, bukan hanya perolehan informasi.

Matematika merupakan ilmu yang sering digunakan untuk menunjang

ilmu yang lain, baik ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Dalam penggunaanya

matematika juga sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

matematika menjadi ilmu yang sangat penting untuk dikuasai. Disebutkan

dalam NCTM (National Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle,

(32)

memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya.

Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang

lebih produktif. Lemah dalam matematika berarti membiarkan pintu tersebut

tertutup.

Begle (dalam Herman Hudojo, 2005: 36) menyatakan bahwa sasaran

atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip.

Obyek penelaahan tersebut menggunakan simbol-simbol yang kosong dari

arti. Ciri ini yang memungkinkan matematika dapat memasuki wilayah bidang

studi atau cabang ilmu lain. Sedangkan menurut Soedjadi (2000: 13),

matematika mempunyai karakteristik: (1) Memiliki objek kajian abstrak, (2)

Bertumpu pada kesepakatan, (3) Berpola pikir deduktif, (4) Memiliki simbol

yang kosong dari arti, (5) Memperhatikan semesta pembicaraan, (5) Konsisten

dalam sistemnya.

Prinsip pembelajaran matematika yang tertuang pada NCTM (National

Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle, 2008: 3) menyebutkan,

para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif

membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

Menurut Herman Hudojo (2005: 103), agar proses belajar matematika terjadi,

bahasan matematika seyogyanya tidak disajikan dalam bentuk yang sudah

tersusun secara final, melainkan siswa dapat terlibat aktif didalam menemukan

(33)

commit to user

2. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004: 61) dapat diartikan

sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan

interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan

kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Sedangkan menurut

Slavin (dalam Etin Solihati 2005: 4) pembelajaran kooperatif diartikan sebagai

suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6

orang, dengan struktur kelompoknya bersifat heterogen.

Menurut Abdur Rahman As’ari (2003: 2-3) ciri-ciri pembelajaran

kooperatif dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pebelajar

dikelompok-kelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kedua,

kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok-kelompok kecil. Ketiga, para siswa di dalam

kelompok tersebut melakukan kegiatan belajar secara bersama-sama. Mereka

berkelompok untuk saling belajar dan membelajarkan. Keempat,

masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan teman

anggota kelompoknya. Mereka membentuk suatu kesatuan yang saling

mendorong, saling menolong demi keberhasilan bersama. Kelima, topik yang

dipelajari bisa berupa masalah, tugas, atau hal-hal lain yang pada prinsipnya

merupakan tujuan bersama dari anggota-anggota kelompok tersebut.

Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 6) ciri-ciri pembelajaran kooperatif

adalah sebagai berikut: (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif

untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang

(34)

kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis kelamin yang

berbeda-beda dan (d) pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada

individu.

Terkait dengan tujuan dan proses pembelajaran kooperatif, Ozkan

(2010) menyatakan bahwa:

“The main aim of cooperative learning is to increase both their own and their friends' learning to the top level. It should be organized in such a way that every member in the group should know that the other members of the group can't learn before s/he does. Every member of the group should help all the other members to learn. In order to carry out cooperative learning successfully, me group must have a purpose, and all die students in the group should undertake responsibility to achieve the aim of the group and try to get the group reward. In this approach, students should combine their own efforts with those of their friends in the group because the essence of Uns approach is "either we swim together or we sink together". No matter what his/her success level is, every student should believe that s/he does what s/he can to contribute to the success of the group. Every group member should be aware of concepts of commitment of aim and commitment of success. In this method, the group members should be in face-to-face interaction. This interaction is obtained by helping each other, giving

feedback, relying on each omer, discussing, encouraging, etc”.

(35)

commit to user

Menurut Slavin (dalam Anita Lie, 2008: 13), tujuan pembelajaran

kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem

kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang

lain. Sedangkan tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi

dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan

kelompoknya.

Dyson dan Rubin (dalam Constantinou, 2010) menyatakan bahwa:

“pointed out that cooperative learning has many benefits. It can help students to improve motor skills, develop social skills, work together as a team, take control of their learning process, give and receive

feedback, and become responsible individuals”. artinya adalah bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa untuk: mengembangkan kemampuan motorik, mengembangkan kemampuan sosial, bekerja sama sebagai satu tim, mengawasi proses pembelajaran mereka sendiri, memberi dan menerima umpan balik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

Roger dan Johnson (dalam Anita Lie, 2008: 30) menyebutkan bahwa

tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ada lima

unsur yang harus dipenuhi agar kerja kelompok dapat dikatakan sebagai

pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung

jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5)

evaluasi proses kelompok.

Isjoni (2007: 23) menyatakan bahwa motivasi dalam diri siswa itu

meningkat selama diterapkan metode pembelajaran kooperatif karena mereka

merasa kesuksesan akademiknya lebih terkontrol dan mereka

menghubungkan kesuksesan itu dengan usahanya sendiri, semua itu

(36)

Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut

Johnson & Johnson (dalam Sri Rahayu, 2005: 3-5) bahwa keuntungan

pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa bertanggung jawab atas proses

belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk

berprestasi, (2) siswa mengembangkan keterampilan berpikir tinggi dan

berpikir kritis, dan (3) hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan

psikologis yang lebih besar. Kelemahan pembelajaran ini menurut Nur (2000:

70) adalah: (1) bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang

memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak

menghabiskan waktu untuk diskusi, (2) bagi siswa, siswa dengan kemampuan

tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi

penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

memiliki kelebihan dibanding dengan metode pembelajaran lain. Seperti yang

dilakukan oleh Doymus (2007) menyatakan bahwa:

“The instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with traditionally designed

chemistry instruction”. Artinya bahwa pembelajaran kooperatif

menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi (2008) juga menyatakan

hal yang sama, bahwa:

(37)

commit to user

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD)

Metode kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di

John Hopkins University dan merupakan metode kooperatif yang paling

sederhana dan paling mudah dipahami (Arends, 2008: 13). Dalam

pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi pembelajaran dirancang untuk

pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat

pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk

menyelesaikan materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk

memahami materi pelajaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat

memahami materi pelajaran secara tuntas. Menurut Slavin (2009: 143) STAD

terdiri dari lima komponen utama yaitu:

a. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di

dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali

dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga

memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan

pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar

berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari

bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama

presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka

(38)

b. Tim/Kelompok.

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari

kelas dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, ras dan etnis.

Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim

benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk

mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari

lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi,

pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,

membandingkan jawaban dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman

apabila ada anggota tim yang membuat kesalahan.

c. Kuis (tes).

Setelah sekitar satu atau dua kali guru memberikan presentasi atau satu

atau dua kali kegiatan kelompok para siswa akan mengerjakan kuis

individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam

mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara

individual untuk memahami materi.

d. Skor peningkatan individual

Ide utama yang mendasari adanya skor kemajuan individual adalah untuk

memberikan kepada tiap siswa tujuan yang akan dicapai apabila mereka

bekerja lebih giat dan memperlihatkan prestasi yang lebih baik dari

sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang

maksimal kepada timnya. Setiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh

(39)

commit to user

mengumpulkan skor untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor

kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Kriteria pemberian

skor peningkatan dapat dilihat pada Tabel 2.1 tentang kriteria peningkatan

[image:39.612.150.508.203.468.2]

skor sebagaimana berikut:

Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD

Skor Kuis terakhir Poin

peningkatan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5

1 – 10 poin dibawah skor awal 10

Skor awal sampai dengan 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (terlepas dari berapapun skor awal) 30

e. Penghargaan kelompok.

Setelah dilakukan penghitungan peningkatan skor individual, dilakukan

pemberian penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan

berdasarkan pada skor peningkatan kelompok. Untuk menentukan skor

kelompok digunakan rumus:

kelompok anggota

Banyak

kelompok anggota

setiap skor n peningkata Jumlah

NK =

NK = skor peningkatan kelompok.

Penelitian tentang STAD yang pernah dilakukan antara lain oleh

Slavin dan Karweit yang menggunakan STAD selama satu tahun penuh di

sekolah dalam mata pelajaran matematika menunjukan kemampuan siswa

terhadap tes matematika meningkat secara signifikan (Sharan, 2009: 7).

Selanjutnya Sharan (2009: 7) juga mengemukakan bahwa penelitian STAD

telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai

(40)

4. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

Nurhadi (2004: 66) mengungkapkan Numbered Heads Together

(NHT) merupakan metode struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan

dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode

lainnya, metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur

tersebut dikembangkan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai

struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai

dengan pengajuan pertanyaan dari guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan

para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan

ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur tersebut menghendaki agar para siswa

bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara

kooperatif.

Lebih lanjut Nurhadi (2004: 66) menjelaskan metode Numbered Heads

Together merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan

kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya membangun

kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.

Metode ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang

tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran tersebut.

Nurhadi (2004: 67) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran

metode Numbered Heads Together sebagai berikut:

(41)

commit to user

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang

beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap

siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.

b. Langkah 2 : Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat

bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

c. Langkah 3 : Berpikir Bersama (Heads Together)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan

bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut.

d. Langkah 4 : Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan

nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk

seluruh kelas.

Kelebihan pembelajaran kooperatif metode Numbered Heads Together

menurut Hill & Hill (dalam Arief, 2004: 28), antara lain: (1) meningkatkan

prestasi siswa, (2) memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa

dalam belajar, (4) mengembangkan sikap positif siswa, (5) mengembangkan

sikap kepemimpinan siswa, (6) mengembangkan rasa percaya diri siswa, (7)

mengembangkan rasa saling memiliki, (8) mengembangkan keterampilan

untuk masa depan.

Menurut Arief (2004: 29) selain memiliki kelebihan, metode

Numbered Heads Together ini juga memiliki kelemahan yaitu membutuhkan

waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target

(42)

melakukan atau menerapkan metode pembelajaran kooperatif serta menuntut

sifat tertentu siswa yaitu sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian

kelemahan tersebut dapat diatasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari

dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode struktural secara

sungguh-sungguh serta dibarengi penggunaan fasilitas pembelajaran secara optimal

seperti lembar kerja siswa.

5. Gaya belajar

Adi W Gunawan (2006: 139) mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan

berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sedangkan De Porter

dan Hernacki (2003: 111) menyatakan bahwa gaya belajar adalah kombinasi

bagaimana seseorang menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Selain itu

Winkel (2007: 147) mengemukakan bahwa gaya belajar merupakan cara

belajar yang khas bagi siswa, cara khas ini bersifat individual yang kerap kali

tidak disadari dan sekali terbentuk cenderung bertahan terus. Dari beberapa

pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya belajar siswa adalah cara

belajar yang khas, bersifat konsisten yang merupakan kombinasi bagaimana

seorang siswa menyerap, mengatur dan mengolah informasi.

Dunn dalam (De Porter dan Hernacki, 2003: 110) menemukan banyak

variabel yang mempengaruhi gaya belajar orang, antara lain faktor-faktor

fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang misalnya, dapat

belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain

(43)

commit to user

berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti

orang tua atau guru, dan yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang

paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar

belakang sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan

yang sepi.

Selanjutnya De Porter dan Hernacki menggolongkan gaya belajar

berdasarkan cara bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah

(modalitas) kedalam tiga tipe, yaitu tipe visual, tipe auditorial dan tipe

kinestetik.

a. Tipe Visual

Bagi siswa dengan tipe belajar visual, mata/penglihatan memegang

peranan yang paling penting dalam cara dia belajar. Ciri–ciri orang yang

bertipe visual sebagaimana diungkapkan oleh De Porter dan Hernacki

(2003: 116) adalah sebagai berikut:

1) Rapi dan teratur

2) Berbicara dengan cepat.

3) Teliti terhadap detail

4) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

5) Biasanya tidak terganggu oleh keributan

6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam

pikiran mereka.

7) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar

8) Lebih suka membaca daripada dibacakan

(44)

10)Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai

memilih kata-kata.

11)Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato.

12)Mengingat dengan asosiasi visual.

13)Lebih suka musik dari pada seni.

14)Sering menjawab dengan jawaban singkat ya atau tidak.

15)Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

16)Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin

memperhatikan.

b. Tipe Auditorial

Siswa dengan tipe belajar auditorial menjadikan telinga (pendengaran)

sebagai alat utama untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003: 118)

mengungkapkan bahwa orang yang bertipe auditorial mempunyai ciri-ciri

antara lain sebagai berikut:

1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja.

2) Penampilan rapi.

3) Mudah terganggu oleh keributan.

4) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

membaca.

5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

6) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.

7) Berbicara dalam irama yang terpola.

(45)

commit to user

9) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan

dari pada yang dilihat.

10)Suka berbicara, suka berdiskusi dan berbicara panjang lebar.

11)Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.

c. Tipe Kinestetik

Siswa dengan tipe belajar kinestetik akan secara aktif menggunakan

dan menggerakkan tubuhnya untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003:

118) mengungkapkan bahwa orang yang bertipe kinestetik mempunyai

ciri-ciri diantaranya sebagai berikut:

1) Belajar melalui manipulasi dan praktik.

2) Penampilan rapi.

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan suasana keributan.

4) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.

5) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot, mereka mencerminkan

aksi dengan gerakan tubuh mereka saat membaca.

6) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka.

7) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.

8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

9) Tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama.

10)Menyukai permainan yang menyibukkan.

(46)

6. Hasil Belajar

Slameto (2003: 4) menjelaskan hasil belajar adalah perubahan yang

terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional setelah mengalami

pelatihan dan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan Nana

Sudjana (1995: 32) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki

siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Penilaian hasil belajar adalah

proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dalam

kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil

belajar. Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari proses belajar mengajar. Perubahan ini berupa pengetahuan,

pemahaman, keterampilan dan proses yang biasanya meliputi ranah kognitif,

afektif dan psikomotorik.

Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-31) menjelaskan ranah-ranah

tersebut sebagai berikut:

1. Ranah kognitif

Berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek,

yaitu pengetahuan (kognitif tingkat rendah), pemahaman, penerapan,

analisis, sintesis, dan kreativitas (kognitif tingkat tinggi).

2. Ranah afektif

Berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek, yaitu penerimaan,

partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan

pola hidup.

(47)

commit to user

Berkenaan dengan hasil keterampilan dan kemampuan bertindak yang

meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa,

gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu.

Ciri-ciri tersebut dikemukakan Makmum (dalam Enco Mulyasa, 2004: 189),

sebagai berikut:

1) Perubahan bersifat intensional (pengalaman atau praktek latihan itu

dengan sengaja dan didasari dilakukan atau bukan secara kebetulan).

2) Perubahan bersifat positif (sesuai dengan yang diharapkan atau kriteria

keberhasilan baik dipandang dari segi siswa maupun dari guru).

3) Perubahan bersifat efektivitas (perubahan hasil belajar itu relatif tetap dan

setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti

dalam memecahkan masalah, ujian maupun penyesuaian diri dalam

kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan

hidupnya).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian yang relevan dengan

penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan

oleh para peneliti terdahulu antara lain:

1. Bambang Sri Anggoro (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif

tipe STAD memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan

metode pembelajaran mekanistik. Perbedaan penelitian ini dengan

(48)

pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan metode

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Selain itu populasi dari penelitian

sebelumnya adalah siswa Sekolah Dasar, sedangkan pada penelitian ini

adalah pada Sekolah Menengah Atas.

2. Robertus Margana (2010) menyatakan bahwa metode pembelajaran

kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik

dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini

membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dan Palmer tahun 1998 yang

berjudul Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade

classroom: Effect on student achievement and attitude menyatakan bahwa

pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi yang lebih baik

dibanding dengan kelompok kontrol (kelas tradisional). Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini

membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Haydon, Maheadydan Hunter tahun 2010

yang berjudul Effects of Numbered Heads Together on the Daily Quiz

Scores and On-Task Behavior of Students with Disabilities menyatakan:

(49)

commit to user

Yang artinya bahwa Numbered Heads Together, salah satu strategi

pembelajaran kooperatif, lebih efektif daripada pengajaran tradisional

dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan sains.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian

sebelumnya adalah penelitian ini pada pembelajaran matematika. Selain

itu pada penelitian ini metode kooperatif tipe NHT tidak dibandingkan

dengan metode tradisional, melainkan dengan metode koooperatif tipe

STAD.

5. Untari Setyawati (2008) menyatakan bahwa metode pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw tidak memberikan perbedaan prestasi yang

signifikan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi

pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat. Perbedaan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah pada

metode pembelajaran yang dibandingkan yaitu antara metode

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Selain itu perbedaan lainnya adalah kalau penelitian

yang dilakukan peneliti metode belajar tersebut ditinjau dari tipe belajar

siswa, sedangkan pada penelitian sebelumnya ditinjau dari motivasi siswa.

6. Nur Janah (2009) menyatakan bahwa ketiga tipe belajar siswa yaitu visual,

auditorial dan kinestetik tidak memberikan perbedaan prestasi yang

signifikan. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian

sebelumnya adalah dari metode pembelajaran yang dibandingkan. Pada

penelitian ini peneliti membandingkan metode pembelajaran kooperatif

(50)

pada penelitian sebelumnya yang dibandingkan adalah metode

pembelajaran concept attainment dengan metode konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Keberhasilan pembelajaran matematika di kelas ditandai oleh tingkat

pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Pemahaman terhadap materi

pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar. Banyak faktor yang

menentukan keberhasilan pembelajaran matematika, salah satunya adalah

metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan

karakteristik siswa.

Salah satu metode pembelajaran yang sudah lama dikenal adalah

metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan pada

adanya interaksi saling tergantung antar siswa untuk membangun pengetahuan

mereka. Pada proses pembelajaran kooperatif peran guru tidak mendominasi

dalam proses pembelajaran, melainkan hanya memfasilitasi proses

pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran kooperatif, diantaranya

adalah STAD dan NHT.

1. Kaitan metode kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT

terhadap prestasi belajar matematika.

Metode kooperatif tipe STAD adalah metode kooperatif yang paling

mudah dipraktikkan. Pada metode kooperatif ini siswa belajar dalam

kelompok dan kelompok harus memastikan bahwa setiap anggota dalam

kelompok telah memahami materi pembelajaran. Meskipun ada sistem

(51)

commit to user

tetapi pada metode kooperatif ini tanggung jawab setiap siswa secara

individu tidak terlalu ditekankan. Berbeda dengan metode kooperatif tipe

STAD, pada metode pembelajaran kooperatif tipe NHT, selain siswa

belajar dalam kelompok, setiap individu siswa juga harus memastikan

bahwa dirinya telah memahami materi pembelajaran, karena pada

gilirannya guru akan memanggil satu nomor secara acak untuk melakukan

presentasi di depan kelas. Dengan cara ini setiap siswa akan lebih terpacu

untuk memahami materi pembelajaran. Sehingga diduga pembelajaran

kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik

dibanding dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Kaitan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar.

Siswa dengan gaya belajar visual menggunakan indra penglihatan secara

dominan dalam belajar, sehingga siswa dengan gaya belajar ini akan lebih

optimal menerima materi dengan memperhatikan penjelasan guru di papan

tulis. Sedangkan siswa dengan gaya belajar auditorial lebih dominan

menggunakan indra pendengarannya dalam belajar, sehingga siswa dengan

gaya belajar ini sangat menyukai diskusi dan mendengarkan penjelasan

dari guru maupun temannya. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik

belajar dengan mengerakkan anggota tubuhnya, sehingga siswa dengan

belajar ini akan sangat mudah belajar melalui praktik dan sangat menyukai

permainan yang menyibukkan. Berdasar kecenderungan di atas maka

siswa dengan gaya belajar auditorial akan lebih optimal dalam belajar

dibanding siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Sehingga

(52)

yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan siswa

dengan gaya belajar kinestetik. Selain itu, pada materi sistem persamaan

linear dan kuadrat tidak ada materi praktiknya, sehingga siswa dengan

gaya belajar kinestetik tidak akan optimal dalam belajarnya. Sehingga

diduga siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi lebih baik

dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Kaitan metode pembelajaran dan gaya belajar terhadap prestasi belajar

siswa.

Metode pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa akan

membuat siswa lebih mudah menangkap informasi dan memahami materi

pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif baik pada tipe STAD

maupun tipe NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui

diskusi kelompok. Sehingga siswa dengan gaya belajar auditorial yang

memiliki karakteristik suka berdiskusi akan sangat menyukai metode ini.

Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual akan belajar dengan

memperhatikan catatan yang dibuat oleh teman diskusinya ketika

menjelaskan. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik, karena pada

materi sistem persamaan linear dan kuadrat ti

Gambar

Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD  ........................
Tabel 1.1 Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika
Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

Eksperimentasi Pendekatan pembelajaran Problem Posing Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Student Teams Achievement Division (STAD)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak adanya: (1) perbedaan pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD terhadap

mengenai Pembelajaran Matematika Dengan Strategi Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa: Hasilnya

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1) Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan pendekatan saintifik menghasilkan prestasi belajar

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa kolaborasi model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Problem Based Learning

Kegunaan Penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa”

adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together NHT terhadap hasil belajar matematika siswa materi himpunan