commit to user
i
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh: MISBAHUL IBAD
S850809312
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
LEMBAR PERSETUJUAN
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
Disusun oleh:
MISBAHUL IBAD NIM. S850809312
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc, Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002
... ...
Pembimbing II Drs. SUYONO, M.Si
NIP. 19500301 197603 1 002
... ...
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
commit to user
iii
LEMBAR PENGESAHAN
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA METODE KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD) DAN METODE KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS
TOGETHER (NHT) DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA
Disusun oleh:
MISBAHUL IBAD NIM. S850809312
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. MARDIYANA, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002
... ...
Sekretaris Dr. RIYADI, M.Si
NIP. 19670116 199402 1 001
... ...
Anggota Drs. TRI ATMOJO K, M.Sc., Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002
... ...
Drs. SUYONO, M.Si
NIP. 19500301 197603 1 002
... ...
Direktur Program Pascasarjana UNS,
Prof. Drs. SURANTO, M.Sc., Ph.D. NIP. 19570820 198503 1 004
Surakarta,
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
commit to user
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : MISBAHUL IBAD
NIM : S850809312
Prodi : Pendidikan Matematika
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Demikian pernyataan saya, apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
dari tesis tersebut.
Yang menyatakan
commit to user
iv ABSTRAK
Misbahul Ibad. S850809312. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Pembimbing I: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. Pembimbing II: Drs. Suyono, M.Si. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD (2) Apakah peserta didik yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual, peserta didik dengan gaya belajar auditorial akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding dengan peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik, dan peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik (3) Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing gaya belajar siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada setiap motode pembelajaran.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2×3. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) SMA Negeri di kota Kediri. Pengambilan sampel dilakukan dengan stratified
cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 219 orang
dengan rincian 109 orang untuk kelas eksperimen 1 dan 110 orang untuk kelas eksperimen 2. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar matematika dan angket gaya belajar siswa. Sebelum digunakan untuk pengambilan data, instrumen tes prestasi dan angket gaya belajar terlebih dahulu diujicobakan. Penilaian validitas isi instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator. Uji reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR-20, sedangkan uji reliabilitas instrumen angket menggunakan rumus Cronbach Alpha. Daya pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Uji keseimbangan menggunakan uji rerata t, dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode uji Lilliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan α =0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.
commit to user
memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. (3) Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar dan perbedaan antara masing-masing gaya belajar konsisten pada setiap metode pembelajaran. Sehingga pada masing-masing metode pembelajaran siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar auditorial, siswa dengan gaya belajar visual memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik, siswa dengan gaya belajar auditorial memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik. Demikian juga pada masing-masing gaya belajar, metode pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dibanding metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
commit to user
vi
ABSTRACT
Misbahul Ibad. S850809312. Experimentation of Mathematics Learning of Cooperative Method Student Teams Achievement Divisions (STAD) Type and Cooperative Method Numbered Heads Together (NHT) Type considered from the Student Learning Styles. 1st advisor: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. 2nd advisor: Drs. Suyono, M.Si. Thesis. Mathematics Education Studies Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.
The purposes of this study are to determine: (1) whether the learning of mathematics in the material of linear and quadratic equation system using cooperative learning methods NHT type better than cooperative methods STAD type (2) whether students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a visual learning style, students who have auditory learning style will have a better achievement compared with students who have a kinesthetic learning style, and students who have a visual learning style will have a better achievement than students who have a kinesthetic learning style (3) whether the difference in achievement of each learning method consistent to each student's learning style and whether the differences among students' learning styles are consistent in each learning method.
This study is a quasi experimental research with 2×3 factorial design. The population of this study is all tenth grade students of senior high schools in Kediri. Sampling was done by stratified cluster random sampling. The sample in this study are 219 people with details of 109 people for class experiment 1 and 110 people for class experiment 2. The Instruments used to collect data are mathematics achievement test and student learning styles questionnaire. Before being used for data collection, the instruments firstly tested. Validity of the content of test instruments and questionnaires were assessed by the validator. Reliability of test instruments tested using KR-20 formula, while the questionnaire instrument using Cronbach alpha formula. Discriminant of test and internal consistency of questionnaires using the product moment correlation formula of Karl Pearson. Average balance test using t test, withα =0.05concluded that both the experimental group in a balance condition. Prerequisites test include normality test using Lilliefors test method and homogeneity test using Bartlet method by Chi Square test statistic. With
05 . 0
=
α concluded that the samples come from populations with normal distribution and homogeneous.
commit to user
method. So in each learning method, students with visual learning style have the same achievement with students with auditory learning style, students with visual learning style have the same achievement with students with kinesthetic learning styles, students with auditory learning styles have better achievement than students with kinesthetic learning styles. Similarly, in their respective learning styles, cooperative learning methods NHT type provides better performance than cooperative learning method STAD type.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, nikmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis yang berjudul
”Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Metode Kooperatif Tipe Student
Teams Achievement Divisions (STAD) dan Metode Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa” dapat terselesaikan
dengan baik.
Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Tesis ini bisa terselesaikan atas bantuan, dorongan dan motivasi dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian ini.
2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah mengesahkan
proposal penelitian ini dan selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan
penulisan tesis.
3. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D, dosen Pembimbing I, dan Drs.
Suyono, M.Si, dosen pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan,
arahan dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.
4. Drs. H. A. Wahid Anshory, S.Pd., MM, Plt. Kepala Dinas Pendidikan kota
commit to user
5. Drs. Dwi Rajab Januhadi, M.Pd, Kepala SMA Negeri 1 Kediri, yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Kediri.
6. Drs. Gunawan S, M.Pd, Plt. Kepala SMA Negeri 3 Kediri, yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Kediri.
7. Drs. Halimi Mahfudz, Kepala SMA Negeri 6 Kediri, yang telah mengijinkan
penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 6 Kediri.
8. Lukito, S.Pd, guru SMA Negeri 1 Kediri, Wiji Lestari, S.Pd, guru SMA
Negeri 3 Kediri, dan Amor Widjoyanto, S.Pd, guru SMA Negeri 6 Kediri
yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian ini.
9. Segenap siswa SMA Negeri 1 Kediri, SMA Negeri 3 Kediri dan SMA Negeri
6 Kediri yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
10.Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu
terselesaikanya tesis ini
11.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.
Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan
pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi
pembaca semuanya. Amin.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... vi
PERNYATAAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pemilihan Masalah ... 8
D. Pembatasan Masalah ... 8
E. Rumusan Masalah ... 9
F. Tujuan Penelitian ... 10
G. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
commit to user
1. Pembelajaran Matematika ... 12
2. Pembelajaran Kooperatif ... 16
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 20
4.Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) ... 23
5. Gaya Belajar ... 25
6. Hasil Belajar ... 29
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
C. Kerangka Berpikir ... 33
D. Hipotesis ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ... 38
B. Jenis Penelitian ... 38
C. Langkah-langkah Penelitian ... 39
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40
1. Populasi ... 40
2. Sampel dan Teknik Sampling ... 40
E. Variabel dan Rancangan Penelitian ... 42
1. Variabel Penelitian ... 42
2. Rancangan Penelitian ... 44
F. Metode Pengumpulan Data, Penyusunan dan Uji Instrumen ... 45
1. Metode Pengumpulan Data ... 45
commit to user
xiii
G. Teknik Analisis Data ... 53
1. Uji Prasyarat untuk Uji Keseimbangan dan Analisis Variansi ... 53
2. Uji Keseimbangan ... 55
3. Pengujian Hipotesis ... 56
4. Uji Komparasi Ganda ... 60
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Uji Keseimbangan ... 64
B. Hasil Uji Coba Instrumen ... 65
1. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 65
2. Angket Gaya Belajar Siswa ... 67
C. Deskripsi Data Penelitian ... 69
D. Uji Prasyarat ... 70
1. Uji Normalitas ... 70
2. Uji Homogenitas ... 70
E. Uji Hipotesis ... 71
F. Uji Komparasi Ganda ... 73
G. Pembahasan ... 74
1. Hipotesis Pertama ... 74
2. Hipotesis Kedua ... 75
3. Hipotesis Ketiga ... 77
BAB V PENUTUP ... 79
commit to user
B. Implikasi ... 80
C. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) STAD ... 87
Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) NHT ... 104
Lampiran 3 : Lembar Kerja Siswa ... 121
Lampiran 4 : Kisi-kisi soal tes ... 141
Lampiran 5 : Soal tes ... 144
Lampiran 6 : Lembar validasi soal tes ... 152
Lampiran 7 : Analisis butir soal ... 154
Lampiran 8 : Uji reliabilitas soal ... 160
Lampiran 9 : Soal tes setelah divalidasi dan dianalisis ... 166
Lampiran 10 : Kunci jawaban soal tes ... 171
Lampiran 11 : Kisi-kisi angket gaya belajar ... 172
Lampiran 12 : Angket gaya belajar ... 175
Lampiran 13 : Lembar validasi angket gaya belajar ... 181
Lampiran 14 : Analisis angket gaya belajar visual ... 187
Lampiran 15 : Uji reliabilitas angket gaya belajar visual ... 193
Lampiran 16 : Analisis angket gaya belajar auditorial ... 199
Lampiran 17 : Uji reliabilitas angket gaya belajar auditorial ... 205
Lampiran 18 : Analisis angket gaya belajar kinestetik ... 211
Lampiran 19 : Uji reliabilitas angket gaya belajar kinestetik ... 217
Lampiran 20 : Angket gaya belajar setelah divalidasi dan dianalisis ... 223
Lampiran 21 : Uji keseimbangan ... 228
commit to user
Lampiran 23 : Uji normalitas data metode STAD ... 244
Lampiran 24 : Uji normalitas data metode NHT ... 248
Lampiran 25 : Uji normalitas data gaya belajar visual ... 252
Lampiran 26 : Uji normalitas data gaya belajar auditorial ... 255
Lampiran 27 : Uji normalitas data gaya belajar kinestetik ... 258
Lampiran 28 : Uji homogenitas data metode pembelajaran ... 261
Lampiran 29 : Uji homogenitas data gaya belajar ... 266
Lampiran 30 : Uji hipotesis ... 271
Lampiran 31 : Uji komparasi ganda ... 278
Lampiran 32 : Surat ijin penelitian ... 281
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika
UN SMA kota Kediri 2009/2010 ... 3
Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD ... 22
Tabel 3.1. Tahapan penelitian ... 38
Tabel 3.2. Rancangan penelitian ... 44
Tabel 3.3. Kriteria penilain angket ... 47
Tabel 4.1. Deskripsi data prestasi belajar matematika ... 69
Tabel 4.2. Rangkuman uji normalitas ... 70
Tabel 4.3. Rangkuman uji homogenitas variansi ... 71
Tabel 4.4. Data amatan, rerata dan jumlah kuadrat deviasi ... 72
Tabel 4.5. Rangkuman analisis variansi ... 72
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas pendidikan matematika merupakan hal yang
sangat strategis dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia
agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berorientasi pada
peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari berbagai data
yang ada, kemampuan matematika suatu negara berbanding lurus dengan
tingkat kemajuan negara tersebut.
Data dari Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) pada tahun 2007 kemampuan matematika Indonesia berada pada
peringkat 36 dari 48 negara yang di survei, dengan rata-rata nilai 397. Nilai
rata-rata Indonesia masih jauh di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500.
Nilai rata-rata Indonesia juga masih berada di bawah Thailand (441), Malaysia
(474) dan Singapura (593). Data UNESCO juga menunjukkan peringkat
matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara yang diteliti. Selain
itu, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian
Nasional, di banyak sekolah juga menjadi penyebab utama ketidaklulusan
siswanya. Berbagai data tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita
bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia memang masih perlu
ditingkatkan.
Secara lebih spesifik, permasalahan pembelajaran matematika di kelas
commit to user
matematika dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
matematika dan observasi yang dilakukan oleh peneliti, yaitu siswa masih
belum aktif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di kelas. Ada
beberapa yang siswa antusias dan bersikap aktif dalam proses pembelajaran,
tetapi kebanyakan siswa masih bersikap pasif dalam proses pembelajaran yang
disebabkan siswa merasa kurang mampu dalam menguasai mata pelajaran
matematika. Hasil identifikasi awal ditemukan beberapa indikator yakni: siswa
tidak berani bertanya, kurang berani menjawab pertanyaan, tidak aktif ketika
bekerja dalam kelompok, dan jarang yang berani mengemukakan pendapat
baik pada waktu kerja kelompok maupun pada waktu presentasi.
Selain itu dari data sekolah diperoleh informasi bahwa rata-rata
ketuntasan pembelajaran matematika (dengan nilai kriteria ketuntasan minimal
70 atau 75) juga masih rendah. Dari rata-rata 36 siswa perkelas yang
pembelajarannya tuntas (tidak perlu mengikuti remidial) hanya berjumlah
sekitar 7 sampai 15 anak. Demikian juga data hasil Ujian Nasional pada mata
pelajaran matematika SMA/MA tahun pelajaran 2009/2010 di kota Kediri
menunjukkan angka ketidaklulusan mencapai 9,72%. Kegagalan dalam Ujian
Nasional banyak pada bidang studi matematika. Kondisi ini antara lain bisa
dilihat dari data Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur tentang nilai tertinggi
dan nilai terendah Ujian Nasional SMA tahun 2009/2010 yang disajikan
Tabel 1.1 Nilai terendah dan nilai tertinggi mata pelajaran matematika
UN SMA kota Kediri 2009/2010
No Nama Sekolah Nilai Terendah Nilai Tertinggi
1 SMA Negeri 1 Kediri 3,75 10,00
2 SMA Negeri 2 Kediri 3,75 10,00
3 SMA Negeri 3 Kediri 4,50 9,25
4 SMA Negeri 4 Kediri 3,75 10,00
5 SMA Negeri 5 Kediri 2,50 9,50
6 SMA Negeri 6 Kediri 0,75 9,75
7 SMA Negeri 7 Kediri 5,50 10,00
8 SMA Negeri 8 Kediri 6,75 9,75
Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan
matematika, diantaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar
bangsa Indonesia. Matematika selama ini sering diasumsikan dengan berbagai
hal yang berkonotasi negatif, mulai dari matematika dianggap sebagai ilmu
yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan
kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai
pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin lengkap
pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam
menyampaikan pelajaran: galak, tidak menarik, bahkan cenderung
menciptakan rasa takut dan tegang pada peserta didik. Situasi semacam ini
semakin menjauhkan rasa ketertarikan peserta didik dalam mempelajari
matematika. Apalagi jika siswa tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan
berpikir yang kurang dibandingkan teman-temannya.
Kualitas pendidikan matematika dapat ditingkatkan dengan melakukan
commit to user
kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar
minimal, adalah penerapan metode pembelajaran yang dapat membangkitkan
sikap kreatif, demokratis dan mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan
prediksi pembelajaran masa kini dan mendatang. Pembenahan yang dianggap
sangat mendesak, pertama, mengubah pembelajaran dari siswa belajar pasif ke
belajar aktif. Meskipun hampir semua guru menyadari bahwa dalam
pembelajaran, harus melibatkan siswa secara aktif, namun pada kenyataannya
sering terjadi miskonsepsi, yaitu aktif berdasarkan fisik semata. Seharusnya,
guru merancang pembelajaran yang menantang siswa untuk lebih aktif
berpartisipasi, terlibat dalam diskusi dan penjelasan ide-ide, membuat dan
memecahkan masalah secara kolaborasi untuk sampai pada pemahaman
materi yang dipelajari.
Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang
abstrak, maka dalam proses pembelajarannya, matematika harus dapat
disajikan lebih menarik dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dan
kondisi siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar siswa dapat ikut serta
berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tertarik dengan materi
yang diajarkan tersebut. Siswa tidak boleh dibiarkan merasa tidak mampu
dalam belajar matematika, karena siswa akan menjadi malas untuk
mempelajari dan akhirnya siswa tidak mampu menguasai mata pelajaran
matematika, ketika siswa merasa kesulitan guru harus secara aktif
membimbing dan mengarahkan siswa, sehingga diharapkan siswa yang
Dengan memperhatikan hal tersebut, seorang guru dituntut untuk dapat
memilih metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode pembelajaran
tertentu yang digunakan oleh guru diharapkan juga dapat meningkatkan
aktifitas siswa di kelas dalam belajar, siswa berani menyampaikan gagasan
dan menerima gagasan dari orang lain, serta kreatif dalam mencari solusi dari
suatu permasalahan yang dihadapi.
Suasana yang komunikatif di dalam kelas harus dibangkitkan oleh
guru dengan baik, komunikasi tersebut dapat terjadi antara guru dengan siswa
maupun antar sesama siswa. Tetapi pada pelaksanaannya masih terdapat guru
yang mengarahkan siswa pada pola belajar individualitas yaitu proses
pembelajaran yang berlangsung tanpa saling ketergantungan atau komunikasi
antar siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara
aktif adalah metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif
telah banyak berkembang dan diteliti di Amerika Serikat pada akhir tahun
1970-an (Slavin, 2009: 9). Dari berbagai penelitian yang dilakukan
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan
kemampuan kognitif siswa. Sayangnya pembelajaran kooperatif masih belum
banyak dipraktikkan dalam pembelajaran di negara kita.
Selain itu, masih terkait dengan matematika sebagai mata pelajaran
yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam upaya
membelajarkan matematika kepada siswa, guru seyogyanya juga
menggunakan alat bantu (media) dalam proses pembelajaran. Dengan
commit to user
akan dapat membantu siswa untuk lebih menyenangi dan lebih mudah
memahami materi pembelajaran. Dewasa ini, dengan semakin berkembangnya
teknologi, ada banyak pilihan media audiovisual yang menarik dan mungkin
akan dapat membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi
pembelajaran.
Hal lain yang perlu diperhatikan agar siswa berhasil dalam belajar
metematika adalah karakteristik dan kondisi siswa. Karakteristik siswa yang
dimaksud di sini antara lain: kemampuan awal, motivasi dan gaya belajar.
Matematika sebagai ilmu yang logis, kritis, sistematis dan konsisten, antar
satu konsep dengan konsep yang lain saling memiliki keterkaitan. Adanya
saling keterkaitan ini menjadikan kemampuan awal siswa sebagai salah satu
faktor penting yang menentukan keberhasilan siswa belajar matematika. Gaya
belajar dan motivasi dari seorang siswa juga perlu diperhatikan. Seorang guru
yang baik tentu tidak akan langsung memvonis siswa yang nilainya jelek
adalah siswa yang tidak bisa. Guru harus mencari informasi kenapa siswa
yang bersangkutan mendapat nilai yang jelek. Terkait dengan hal tersebut,
informasi penting yang perlu diketahui guru antara lain terkait dengan gaya
belajar dan motivasi belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa
masalah antara lain sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru
ini muncul pertanyaan apakah kalau guru menggunakan media
pembelajaran yang menarik, prestasi belajar siswa menjadi lebih baik.
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang
membandingkan pembelajaran dengan menggunakan berbagai media.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh
metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Terkait dengan hal ini
muncul pertanyaan apakah kalau metode pembelajaran yang diterapkan
oleh guru diubah, apakah prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Untuk
menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan
berbagai metode pembelajaran. Dapat diteliti juga apakah metode
pembelajaran yang menarik tersebut cocok dengan berbagai karakteristik
siswa.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jam
pembelajaran matematika kurang. Terkait dengan hal ini muncul
pertanyaan apakah kalau waktu pembelajaran matematika ditambah,
prestasi belajar siswa akan menjadi lebih baik. Untuk menjawab
pertanyaan ini dapat dilakukan penelitian yang membandingkan
pembelajaran dengan alokasi waktu seperti biasa dengan pembelajaran
yang alokasi waktunya ditambah.
4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena guru
yang mengajar hanya satu orang sehingga tidak mampu menguasai kelas
yang diajar. Terkait dengan isu ini muncul pertanyaan apakah kalau
jumlah gurunya ditambah (lebih dari satu orang), prestasi belajar siswa
commit to user
penelitian yang membandingkan pembelajaran yang diajar oleh satu orang
guru dengan pembelajaran yang diajar oleh guru tim (lebih dari satu orang)
5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika karena jumlah
siswa dalam satu kelas terlalu banyak. Terkait dengan isu ini muncul
pertanyaan apakah kalau jumlah siswa dikurangi, prestasi belajar siswa
menjadi lebih baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan
penelitian yang membandingkan pembelajaran pada kelas besar dengan
pembelajaran pada kelas kecil.
C. Pemilihan Masalah
Berdasarkan kelima masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya
ingin melakukan penelitian yang terkait dengan masalah yang kedua, yaitu
pembelajaran dengan menggunakan metode yang menarik dan apakah metode
tersebut cocok dengan berbagai gaya belajar siswa.
Alasan dipilihnya masalah tersebut disamping karena keterbatasan
peneliti untuk dapat meneliti semua permasalahan di atas, karena peneliti
memandang bahwa salah salah satu permasalahan yang paling mendasar dari
pembelajaran matematika saat ini adalah kebanyakan guru masih
menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi dan enggan
menggunakan metode yang lain.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini dapat lebih
1. Metode pembelajaran yang dibandingkan adalah metode pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah gaya belajar siswa yang meliputi
gaya belajar tipe visual, tipe auditorial dan tipe kinestetik.
3. Penelitian dilakukan di SMA Negeri di kota Kediri kelas X tahun
pelajaran 2010/2011.
4. Prestasi belajar siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar matematika
pada pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pemilihan
masalah di atas maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran matematika pada materi sistem persamaan linear
dan kuadrat dengan metode kooperatif tipe NHT lebih baik daripada
metode kooperatif tipe STAD?
2. Apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial akan mempunyai
prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang mempunyai gaya
belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik,
dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik dibanding siswa yang mempunyai gaya belajar
commit to user
3. Apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing metode
pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar siswa dan
apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa konsisten pada
setiap metode pembelajaran?
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, dirumuskan tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika pada materi sistem
persamaan linear dan kuadrat dengan metode pembelajaran kooperatif tipe
NHT lebih baik daripada metode kooperatif tipe STAD.
2. Untuk mengetahui apakah siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial
akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding dengan siswa yang
mempunyai gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan gaya
belajar kinestetik, dan siswa yang mempunyai gaya belajar visual akan
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa yang
mempunyai gaya belajar kinestetik.
3. Untuk mengetahui apakah perbedaan prestasi belajar dari masing-masing
metode pembelajaran konsisten terhadap masing-masing gaya belajar
siswa dan apakah perbedaan antara masing-masing gaya belajar siswa
G. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang
eksperimentasi pembelajaran matematika metode kooperatif tipe STAD
dibandingkan dengan metode kooperatif tipe NHT.
2. Memberikan informasi tentang perbedaan kemampuan matematika pada
materi sistem persamaan linear dan kuadrat pada siswa dengan gaya
belajar visual, auditorial dan kinestetik.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih metode
pembelajaran yang tepat sehingga ada variasi metode pembelajaran yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa juga
meningkat.
4. Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam penelitian tentang metode
pembelajaran khususnya metode kooperatif tipe STAD dan metode
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Matematika
Belajar adalah karakteristik khusus yang hanya dimiliki oleh manusia.
Makhluk lain tidak mampu melakukan proses belajar. Menurut Gagne belajar
adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya
sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat
bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama
melalui latihan maupun pengalaman yang membawa pada perubahan diri dan
perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Kemudian Lester
D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh
kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap (Syaiful Sagala, 2009: 13).
Senada dengan hal di atas, Witherington menyatakan bahwa belajar
merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai
pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan kecakapan. Sedangakan Hilgard menyatakan bahwa belajar
adalah proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya
respons terhadap suatu situasi. Di Vesta dan Thompson menyatakan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari
pengalaman (Nana Syaodih Sukmana, 2009: 155-156). Dari beberapa
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar diartikan sebagai proses
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari respon atau situasi tertentu. Teori
belajar ini sesuai dengan pandangan teori belajar behaviorisme.
Sedangkan dalam teori belajar konstruktivisme, belajar diartikan
sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Paul Suparno (2001: 61) bahwa belajar diartikan sebagai
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan. Von Glasefeld (dalam Aunurrahman, 2009: 16)
menyatakan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan.
Pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif melalui
kegiatan seseorang. Melalui proses belajar yang dilakukan, seseorang
membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang
diperlukan untuk suatu pengetahuan tertentu.
Terkait dengan teori belajar di atas, Marzano (dalam Abdur Rahman
As’ari, 2007: 6) menyatakan bahwa ada lima dimensi yang perlu kita
perhatikan kalau menginginkan siswa berhasil dalam belajarnya. Lima
dimensi itu adalah sebagai berikut: (1) Sikap dan persepsi siswa terhadap
belajar yang sedang dan akan dijalaninya, (2) Penguasaan pengetahuan dan
menjadisatukannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, (3)
Pengembangan dan peningkatan pengetahuan yang sudah dimiliki, (4)
Penggunaan pengetahuan yang dimiliki tersebut secara bermakna, (5)
commit to user
Pembelajaran diartikan sebagai proses yang diselenggarakan oleh guru
untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana memperoleh dan
memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimyati dan Mudjiono,
2006: 157). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses
belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir
yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Syaiful
Sagala, 2009: 62).
Biggs dalam Goldman (2002) menyatakan bahwa:
“Learning is a way of interacting with the world. As we learn,
conception of phenomena change, and we see the world differently. The acquisition of information in it self does not bring about such a change, but the way we structure that information and think with it does. Thus education is about conceptual change, not just the
acquisition of information”. Pembelajaran adalah suatu cara saling
berinteraksi dengan dunia. Ketika kita belajar, konsepsi kita tentang suatu fenomena berubah, dan kita akan melihat dunia yang berbeda. Perolehan informasi tidak dengan sendirinya membawa perubahan, tetapi dengan jalan kita menyusun informasi tersebut dan memikirkan apa yang bisa kita lakukan dengannya. Jadi pendidikan adalah tentang perubahan konsep, bukan hanya perolehan informasi.
Matematika merupakan ilmu yang sering digunakan untuk menunjang
ilmu yang lain, baik ilmu eksakta maupun ilmu sosial. Dalam penggunaanya
matematika juga sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
matematika menjadi ilmu yang sangat penting untuk dikuasai. Disebutkan
dalam NCTM (National Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle,
memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya.
Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang
lebih produktif. Lemah dalam matematika berarti membiarkan pintu tersebut
tertutup.
Begle (dalam Herman Hudojo, 2005: 36) menyatakan bahwa sasaran
atau obyek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip.
Obyek penelaahan tersebut menggunakan simbol-simbol yang kosong dari
arti. Ciri ini yang memungkinkan matematika dapat memasuki wilayah bidang
studi atau cabang ilmu lain. Sedangkan menurut Soedjadi (2000: 13),
matematika mempunyai karakteristik: (1) Memiliki objek kajian abstrak, (2)
Bertumpu pada kesepakatan, (3) Berpola pikir deduktif, (4) Memiliki simbol
yang kosong dari arti, (5) Memperhatikan semesta pembicaraan, (5) Konsisten
dalam sistemnya.
Prinsip pembelajaran matematika yang tertuang pada NCTM (National
Council of Theachers of Mathematics) (dalam Walle, 2008: 3) menyebutkan,
para siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.
Menurut Herman Hudojo (2005: 103), agar proses belajar matematika terjadi,
bahasan matematika seyogyanya tidak disajikan dalam bentuk yang sudah
tersusun secara final, melainkan siswa dapat terlibat aktif didalam menemukan
commit to user
2. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004: 61) dapat diartikan
sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Sedangkan menurut
Slavin (dalam Etin Solihati 2005: 4) pembelajaran kooperatif diartikan sebagai
suatu metode pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6
orang, dengan struktur kelompoknya bersifat heterogen.
Menurut Abdur Rahman As’ari (2003: 2-3) ciri-ciri pembelajaran
kooperatif dapat dikemukakan sebagai berikut. Pertama, pebelajar
dikelompok-kelompokkan menjadi beberapa kelompok. Kedua,
kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok-kelompok kecil. Ketiga, para siswa di dalam
kelompok tersebut melakukan kegiatan belajar secara bersama-sama. Mereka
berkelompok untuk saling belajar dan membelajarkan. Keempat,
masing-masing anggota kelompok bertanggungjawab terhadap keberhasilan teman
anggota kelompoknya. Mereka membentuk suatu kesatuan yang saling
mendorong, saling menolong demi keberhasilan bersama. Kelima, topik yang
dipelajari bisa berupa masalah, tugas, atau hal-hal lain yang pada prinsipnya
merupakan tujuan bersama dari anggota-anggota kelompok tersebut.
Sedangkan menurut Ibrahim (2000: 6) ciri-ciri pembelajaran kooperatif
adalah sebagai berikut: (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif
untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang
kelompok berasal dari ras, budaya, agama, etnis, dan jenis kelamin yang
berbeda-beda dan (d) pembelajaran lebih berorientasi pada kelompok daripada
individu.
Terkait dengan tujuan dan proses pembelajaran kooperatif, Ozkan
(2010) menyatakan bahwa:
“The main aim of cooperative learning is to increase both their own and their friends' learning to the top level. It should be organized in such a way that every member in the group should know that the other members of the group can't learn before s/he does. Every member of the group should help all the other members to learn. In order to carry out cooperative learning successfully, me group must have a purpose, and all die students in the group should undertake responsibility to achieve the aim of the group and try to get the group reward. In this approach, students should combine their own efforts with those of their friends in the group because the essence of Uns approach is "either we swim together or we sink together". No matter what his/her success level is, every student should believe that s/he does what s/he can to contribute to the success of the group. Every group member should be aware of concepts of commitment of aim and commitment of success. In this method, the group members should be in face-to-face interaction. This interaction is obtained by helping each other, giving
feedback, relying on each omer, discussing, encouraging, etc”.
commit to user
Menurut Slavin (dalam Anita Lie, 2008: 13), tujuan pembelajaran
kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem
kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang
lain. Sedangkan tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi
dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
Dyson dan Rubin (dalam Constantinou, 2010) menyatakan bahwa:
“pointed out that cooperative learning has many benefits. It can help students to improve motor skills, develop social skills, work together as a team, take control of their learning process, give and receive
feedback, and become responsible individuals”. artinya adalah bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki beberapa manfaat. Pembelajaran kooperatif mampu membantu siswa untuk: mengembangkan kemampuan motorik, mengembangkan kemampuan sosial, bekerja sama sebagai satu tim, mengawasi proses pembelajaran mereka sendiri, memberi dan menerima umpan balik dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Roger dan Johnson (dalam Anita Lie, 2008: 30) menyebutkan bahwa
tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ada lima
unsur yang harus dipenuhi agar kerja kelompok dapat dikatakan sebagai
pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung
jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5)
evaluasi proses kelompok.
Isjoni (2007: 23) menyatakan bahwa motivasi dalam diri siswa itu
meningkat selama diterapkan metode pembelajaran kooperatif karena mereka
merasa kesuksesan akademiknya lebih terkontrol dan mereka
menghubungkan kesuksesan itu dengan usahanya sendiri, semua itu
Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut
Johnson & Johnson (dalam Sri Rahayu, 2005: 3-5) bahwa keuntungan
pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa bertanggung jawab atas proses
belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang lebih besar untuk
berprestasi, (2) siswa mengembangkan keterampilan berpikir tinggi dan
berpikir kritis, dan (3) hubungan yang lebih positif antar siswa dan kesehatan
psikologis yang lebih besar. Kelemahan pembelajaran ini menurut Nur (2000:
70) adalah: (1) bagi guru, guru akan kesulitan mengelompokkan siswa yang
memiliki kemampuan heterogen dari segi prestasi akademis dan banyak
menghabiskan waktu untuk diskusi, (2) bagi siswa, siswa dengan kemampuan
tinggi masih banyak yang belum terbiasa untuk menyampaikan atau memberi
penjelasan kepada siswa lain sehingga sulit untuk dipahami.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memiliki kelebihan dibanding dengan metode pembelajaran lain. Seperti yang
dilakukan oleh Doymus (2007) menyatakan bahwa:
“The instruction based on cooperative learning yielded significantly better achievement in terms of the Chemistry Achievement Test (CAT) and Phase Achievement Test (PAT) scores compared to the test scores of the control group, which was taught with traditionally designed
chemistry instruction”. Artinya bahwa pembelajaran kooperatif
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran tradisional.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi (2008) juga menyatakan
hal yang sama, bahwa:
commit to user
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions
(STAD)
Metode kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)
pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan rekan-rekan sejawatnya di
John Hopkins University dan merupakan metode kooperatif yang paling
sederhana dan paling mudah dipahami (Arends, 2008: 13). Dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD, materi pembelajaran dirancang untuk
pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat
pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk
menyelesaikan materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk
memahami materi pelajaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat
memahami materi pelajaran secara tuntas. Menurut Slavin (2009: 143) STAD
terdiri dari lima komponen utama yaitu:
a. Presentasi kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan
pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar
berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari
bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama
presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka
b. Tim/Kelompok.
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin, ras dan etnis.
Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim
benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk
mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.
Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari
lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi,
pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman
apabila ada anggota tim yang membuat kesalahan.
c. Kuis (tes).
Setelah sekitar satu atau dua kali guru memberikan presentasi atau satu
atau dua kali kegiatan kelompok para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara
individual untuk memahami materi.
d. Skor peningkatan individual
Ide utama yang mendasari adanya skor kemajuan individual adalah untuk
memberikan kepada tiap siswa tujuan yang akan dicapai apabila mereka
bekerja lebih giat dan memperlihatkan prestasi yang lebih baik dari
sebelumnya. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang
maksimal kepada timnya. Setiap siswa diberikan skor awal yang diperoleh
commit to user
mengumpulkan skor untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor
kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka. Kriteria pemberian
skor peningkatan dapat dilihat pada Tabel 2.1 tentang kriteria peningkatan
[image:39.612.150.508.203.468.2]skor sebagaimana berikut:
Tabel 2.1. Kriteria peningkatan skor pembelajaran STAD
Skor Kuis terakhir Poin
peningkatan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5
1 – 10 poin dibawah skor awal 10
Skor awal sampai dengan 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Nilai sempurna (terlepas dari berapapun skor awal) 30
e. Penghargaan kelompok.
Setelah dilakukan penghitungan peningkatan skor individual, dilakukan
pemberian penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diberikan
berdasarkan pada skor peningkatan kelompok. Untuk menentukan skor
kelompok digunakan rumus:
kelompok anggota
Banyak
kelompok anggota
setiap skor n peningkata Jumlah
NK =
NK = skor peningkatan kelompok.
Penelitian tentang STAD yang pernah dilakukan antara lain oleh
Slavin dan Karweit yang menggunakan STAD selama satu tahun penuh di
sekolah dalam mata pelajaran matematika menunjukan kemampuan siswa
terhadap tes matematika meningkat secara signifikan (Sharan, 2009: 7).
Selanjutnya Sharan (2009: 7) juga mengemukakan bahwa penelitian STAD
telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai
4. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
Nurhadi (2004: 66) mengungkapkan Numbered Heads Together
(NHT) merupakan metode struktural yang dikembangkan oleh Spencer Kagan
dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan metode
lainnya, metode struktural menekankan pada struktur-struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Berbagai struktur
tersebut dikembangkan dengan maksud agar menjadi alternatif dari berbagai
struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai
dengan pengajuan pertanyaan dari guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan
para siswa memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan
ditunjuk oleh guru. Struktur-struktur tersebut menghendaki agar para siswa
bekerja sama saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif.
Lebih lanjut Nurhadi (2004: 66) menjelaskan metode Numbered Heads
Together merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan
kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya membangun
kemampuan peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru.
Metode ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut.
Nurhadi (2004: 67) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran
metode Numbered Heads Together sebagai berikut:
commit to user
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap
siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
b. Langkah 2 : Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
c. Langkah 3 : Berpikir Bersama (Heads Together)
Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut.
d. Langkah 4 : Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.
Kelebihan pembelajaran kooperatif metode Numbered Heads Together
menurut Hill & Hill (dalam Arief, 2004: 28), antara lain: (1) meningkatkan
prestasi siswa, (2) memperdalam pemahaman siswa, (3) menyenangkan siswa
dalam belajar, (4) mengembangkan sikap positif siswa, (5) mengembangkan
sikap kepemimpinan siswa, (6) mengembangkan rasa percaya diri siswa, (7)
mengembangkan rasa saling memiliki, (8) mengembangkan keterampilan
untuk masa depan.
Menurut Arief (2004: 29) selain memiliki kelebihan, metode
Numbered Heads Together ini juga memiliki kelemahan yaitu membutuhkan
waktu yang cukup lama bagi siswa dan guru sehingga sulit mencapai target
melakukan atau menerapkan metode pembelajaran kooperatif serta menuntut
sifat tertentu siswa yaitu sifat suka bekerja sama. Meskipun demikian
kelemahan tersebut dapat diatasi bila guru senantiasa berusaha mempelajari
dan menerapkan pembelajaran kooperatif metode struktural secara
sungguh-sungguh serta dibarengi penggunaan fasilitas pembelajaran secara optimal
seperti lembar kerja siswa.
5. Gaya belajar
Adi W Gunawan (2006: 139) mengemukakan bahwa yang dimaksud
dengan gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan
berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sedangkan De Porter
dan Hernacki (2003: 111) menyatakan bahwa gaya belajar adalah kombinasi
bagaimana seseorang menyerap, mengatur dan mengolah informasi. Selain itu
Winkel (2007: 147) mengemukakan bahwa gaya belajar merupakan cara
belajar yang khas bagi siswa, cara khas ini bersifat individual yang kerap kali
tidak disadari dan sekali terbentuk cenderung bertahan terus. Dari beberapa
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya belajar siswa adalah cara
belajar yang khas, bersifat konsisten yang merupakan kombinasi bagaimana
seorang siswa menyerap, mengatur dan mengolah informasi.
Dunn dalam (De Porter dan Hernacki, 2003: 110) menemukan banyak
variabel yang mempengaruhi gaya belajar orang, antara lain faktor-faktor
fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan. Sebagian orang misalnya, dapat
belajar paling baik dengan cahaya yang terang, sedang sebagian yang lain
commit to user
berkelompok, sedang yang lain lagi memilih adanya figur otoriter seperti
orang tua atau guru, dan yang lain lagi merasa bahwa bekerja sendirilah yang
paling efektif bagi mereka. Sebagian orang memerlukan musik sebagai latar
belakang sedang yang lain tidak dapat berkonsentrasi kecuali dalam ruangan
yang sepi.
Selanjutnya De Porter dan Hernacki menggolongkan gaya belajar
berdasarkan cara bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah
(modalitas) kedalam tiga tipe, yaitu tipe visual, tipe auditorial dan tipe
kinestetik.
a. Tipe Visual
Bagi siswa dengan tipe belajar visual, mata/penglihatan memegang
peranan yang paling penting dalam cara dia belajar. Ciri–ciri orang yang
bertipe visual sebagaimana diungkapkan oleh De Porter dan Hernacki
(2003: 116) adalah sebagai berikut:
1) Rapi dan teratur
2) Berbicara dengan cepat.
3) Teliti terhadap detail
4) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi
5) Biasanya tidak terganggu oleh keributan
6) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam
pikiran mereka.
7) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar
8) Lebih suka membaca daripada dibacakan
10)Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai
memilih kata-kata.
11)Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato.
12)Mengingat dengan asosiasi visual.
13)Lebih suka musik dari pada seni.
14)Sering menjawab dengan jawaban singkat ya atau tidak.
15)Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
16)Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin
memperhatikan.
b. Tipe Auditorial
Siswa dengan tipe belajar auditorial menjadikan telinga (pendengaran)
sebagai alat utama untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003: 118)
mengungkapkan bahwa orang yang bertipe auditorial mempunyai ciri-ciri
antara lain sebagai berikut:
1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja.
2) Penampilan rapi.
3) Mudah terganggu oleh keributan.
4) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca.
5) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.
6) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.
7) Berbicara dalam irama yang terpola.
commit to user
9) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan
dari pada yang dilihat.
10)Suka berbicara, suka berdiskusi dan berbicara panjang lebar.
11)Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya.
c. Tipe Kinestetik
Siswa dengan tipe belajar kinestetik akan secara aktif menggunakan
dan menggerakkan tubuhnya untuk belajar. De Porter dan Hernacki (2003:
118) mengungkapkan bahwa orang yang bertipe kinestetik mempunyai
ciri-ciri diantaranya sebagai berikut:
1) Belajar melalui manipulasi dan praktik.
2) Penampilan rapi.
3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan suasana keributan.
4) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.
5) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot, mereka mencerminkan
aksi dengan gerakan tubuh mereka saat membaca.
6) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka.
7) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.
8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.
9) Tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama.
10)Menyukai permainan yang menyibukkan.
6. Hasil Belajar
Slameto (2003: 4) menjelaskan hasil belajar adalah perubahan yang
terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional setelah mengalami
pelatihan dan pengalaman dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan Nana
Sudjana (1995: 32) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dalam
kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilai adalah hasil
belajar. Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari proses belajar mengajar. Perubahan ini berupa pengetahuan,
pemahaman, keterampilan dan proses yang biasanya meliputi ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik.
Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-31) menjelaskan ranah-ranah
tersebut sebagai berikut:
1. Ranah kognitif
Berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek,
yaitu pengetahuan (kognitif tingkat rendah), pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan kreativitas (kognitif tingkat tinggi).
2. Ranah afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri atas lima aspek, yaitu penerimaan,
partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan
pola hidup.
commit to user
Berkenaan dengan hasil keterampilan dan kemampuan bertindak yang
meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu.
Ciri-ciri tersebut dikemukakan Makmum (dalam Enco Mulyasa, 2004: 189),
sebagai berikut:
1) Perubahan bersifat intensional (pengalaman atau praktek latihan itu
dengan sengaja dan didasari dilakukan atau bukan secara kebetulan).
2) Perubahan bersifat positif (sesuai dengan yang diharapkan atau kriteria
keberhasilan baik dipandang dari segi siswa maupun dari guru).
3) Perubahan bersifat efektivitas (perubahan hasil belajar itu relatif tetap dan
setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan dipergunakan, seperti
dalam memecahkan masalah, ujian maupun penyesuaian diri dalam
kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan kelangsungan
hidupnya).
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian yang relevan dengan
penelitian yang akan dilaksanakan. Adapun penelitian yang pernah dilakukan
oleh para peneliti terdahulu antara lain:
1. Bambang Sri Anggoro (2010) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe STAD memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan
metode pembelajaran mekanistik. Perbedaan penelitian ini dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Selain itu populasi dari penelitian
sebelumnya adalah siswa Sekolah Dasar, sedangkan pada penelitian ini
adalah pada Sekolah Menengah Atas.
2. Robertus Margana (2010) menyatakan bahwa metode pembelajaran
kooperatif tipe NHT menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini
membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Amstrong dan Palmer tahun 1998 yang
berjudul Student Teams Achievement Divisions (STAD) in a twelfth grade
classroom: Effect on student achievement and attitude menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi yang lebih baik
dibanding dengan kelompok kontrol (kelas tradisional). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini
membandingkan antara metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Haydon, Maheadydan Hunter tahun 2010
yang berjudul Effects of Numbered Heads Together on the Daily Quiz
Scores and On-Task Behavior of Students with Disabilities menyatakan:
commit to user
Yang artinya bahwa Numbered Heads Together, salah satu strategi
pembelajaran kooperatif, lebih efektif daripada pengajaran tradisional
dalam wilayah akademik seperti pembelajaran sosial dan sains.
Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian
sebelumnya adalah penelitian ini pada pembelajaran matematika. Selain
itu pada penelitian ini metode kooperatif tipe NHT tidak dibandingkan
dengan metode tradisional, melainkan dengan metode koooperatif tipe
STAD.
5. Untari Setyawati (2008) menyatakan bahwa metode pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw tidak memberikan perbedaan prestasi yang
signifikan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi
pokok bahasan sistem persamaan linear dan kuadrat. Perbedaan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah pada
metode pembelajaran yang dibandingkan yaitu antara metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan metode pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Selain itu perbedaan lainnya adalah kalau penelitian
yang dilakukan peneliti metode belajar tersebut ditinjau dari tipe belajar
siswa, sedangkan pada penelitian sebelumnya ditinjau dari motivasi siswa.
6. Nur Janah (2009) menyatakan bahwa ketiga tipe belajar siswa yaitu visual,
auditorial dan kinestetik tidak memberikan perbedaan prestasi yang
signifikan. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian
sebelumnya adalah dari metode pembelajaran yang dibandingkan. Pada
penelitian ini peneliti membandingkan metode pembelajaran kooperatif
pada penelitian sebelumnya yang dibandingkan adalah metode
pembelajaran concept attainment dengan metode konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan pembelajaran matematika di kelas ditandai oleh tingkat
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Pemahaman terhadap materi
pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil prestasi belajar. Banyak faktor yang
menentukan keberhasilan pembelajaran matematika, salah satunya adalah
metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan
karakteristik siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang sudah lama dikenal adalah
metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif menekankan pada
adanya interaksi saling tergantung antar siswa untuk membangun pengetahuan
mereka. Pada proses pembelajaran kooperatif peran guru tidak mendominasi
dalam proses pembelajaran, melainkan hanya memfasilitasi proses
pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran kooperatif, diantaranya
adalah STAD dan NHT.
1. Kaitan metode kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT
terhadap prestasi belajar matematika.
Metode kooperatif tipe STAD adalah metode kooperatif yang paling
mudah dipraktikkan. Pada metode kooperatif ini siswa belajar dalam
kelompok dan kelompok harus memastikan bahwa setiap anggota dalam
kelompok telah memahami materi pembelajaran. Meskipun ada sistem
commit to user
tetapi pada metode kooperatif ini tanggung jawab setiap siswa secara
individu tidak terlalu ditekankan. Berbeda dengan metode kooperatif tipe
STAD, pada metode pembelajaran kooperatif tipe NHT, selain siswa
belajar dalam kelompok, setiap individu siswa juga harus memastikan
bahwa dirinya telah memahami materi pembelajaran, karena pada
gilirannya guru akan memanggil satu nomor secara acak untuk melakukan
presentasi di depan kelas. Dengan cara ini setiap siswa akan lebih terpacu
untuk memahami materi pembelajaran. Sehingga diduga pembelajaran
kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dibanding dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Kaitan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar.
Siswa dengan gaya belajar visual menggunakan indra penglihatan secara
dominan dalam belajar, sehingga siswa dengan gaya belajar ini akan lebih
optimal menerima materi dengan memperhatikan penjelasan guru di papan
tulis. Sedangkan siswa dengan gaya belajar auditorial lebih dominan
menggunakan indra pendengarannya dalam belajar, sehingga siswa dengan
gaya belajar ini sangat menyukai diskusi dan mendengarkan penjelasan
dari guru maupun temannya. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik
belajar dengan mengerakkan anggota tubuhnya, sehingga siswa dengan
belajar ini akan sangat mudah belajar melalui praktik dan sangat menyukai
permainan yang menyibukkan. Berdasar kecenderungan di atas maka
siswa dengan gaya belajar auditorial akan lebih optimal dalam belajar
dibanding siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik. Sehingga
yang lebih baik dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan siswa
dengan gaya belajar kinestetik. Selain itu, pada materi sistem persamaan
linear dan kuadrat tidak ada materi praktiknya, sehingga siswa dengan
gaya belajar kinestetik tidak akan optimal dalam belajarnya. Sehingga
diduga siswa dengan gaya belajar visual mempunyai prestasi lebih baik
dibanding siswa dengan gaya belajar kinestetik.
3. Kaitan metode pembelajaran dan gaya belajar terhadap prestasi belajar
siswa.
Metode pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa akan
membuat siswa lebih mudah menangkap informasi dan memahami materi
pembelajaran. Metode pembelajaran kooperatif baik pada tipe STAD
maupun tipe NHT menekankan pada proses interaksi antar siswa melalui
diskusi kelompok. Sehingga siswa dengan gaya belajar auditorial yang
memiliki karakteristik suka berdiskusi akan sangat menyukai metode ini.
Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual akan belajar dengan
memperhatikan catatan yang dibuat oleh teman diskusinya ketika
menjelaskan. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik, karena pada
materi sistem persamaan linear dan kuadrat ti