• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMBINAAN EKS-WANITA TUNA SUSILA (WTS) PADA PUSAT PELAYANAN SOSIAL KARYA WANITA (PPSKW) MATTIRO DECENG KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMBINAAN EKS-WANITA TUNA SUSILA (WTS) PADA PUSAT PELAYANAN SOSIAL KARYA WANITA (PPSKW) MATTIRO DECENG KOTA MAKASSAR"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

i EKS-WANITA TUNA SUSILA (WTS) PADA PUSAT PELAYANAN SOSIAL

KARYA WANITA (PPSKW) MATTIRO DECENG KOTA MAKASSAR

KARTINI. M

Nomor Stambuk : 10561 04149 11

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMBINAAN

EKS-WANITA TUNA SUSILA (WTS) PADA PUSAT PELAYANAN SOSIAL KARYA WANITA (PPSKW) MATTIRO DECENG KOTA MAKASSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh

KARTINI. M

Nomor Stambuk : 10561 04149 11

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

PERSETUJUAN

Judul Proposal Penelitian : Program Pengelolaan dan Pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar

NamaMahasiswa : Kartini. M NomorStambuk : 10561 04149 11

Program Studi : IlmuAdministrasi Negara

(4)

PENERIMAAN TIM

Telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Nomor: 0492/FSP/A.1-VIII/II/37/2016 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam program studi Ilmu Administrasi Negara Di Makassar pada Hari Rabu Tanggal 24 Bulan Februari Tahun 2016.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Kartini. M Nomor Stambuk : 10561 04149 11

Program Studi : IlmuAdministrasi Negara

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelaraka demik.

(6)

ABSTRAK

KARTINI. M, (2016). Program Pengelolaan dan Pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) Pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar (dibimbing oleh Jaelan Usman dan Hj. Ihyani Malik).

Wanita Tuna Susila secara istilah diartikan sebagai kurang beradab karena dalam bentuk penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk memuaskan seksual, dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan informan sebanyak 8 (delapan) orang yang dipilih berdasarkan pandangan bahwa memiliki pengetahuan dan informasi mengenai permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) program pengelolaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Eks-Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar sudah jelas dan terarah, hal ini dapat dilihat dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling). 2) program pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, yang ditawarkan yaitu pembinaan keterampilan melalui tata rias, tata boga, dan menjahit. Sejauh ini program pembinaan tersebut berjalan dengan baik meskipun masih terdapat kendala-kendala yang di alami oleh para pembina maupun Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) itu sendiri.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Program Pengelolaan dan Pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) Pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini utamanya penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Djaelan Usman, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih selanjutnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Bapak Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Segenap Dosen dan Staf jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang dengan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis selama ini.

(8)

Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Muhammad S.Pd dan Ibunda Ramlah S.Pd, kakak saya Agustina Amd.Keb, serta adik-adik saya Nur Alam, Nur Hikma, dan Putri Hajaratul Aswad Muhammad dan segenap keluarga besar yang senantiasa telah mendidik, mendoakan, memberikan nasehat, semangat, dan bantuan, baik moril maupun materil. Buat Sahabat-sahabat saya Besse Ernianti, Walida Aulia Akmal S.Sos, Nurul Amroni S.Sos, dan Miftahul Jannah S.Sos yang selalu ada menemani disaat suka maupun duka, senantiasa member semangat, dukungan, dorongan, kepada penulis. Serta teman-teman jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2011, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Ucapan terima kasih kepada Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) beserta jajarannya pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, serta berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesaikannya penulisan skripsi ini yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca maupun pihak lain. Akhir kata semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

(9)

DAFTAR ISI

HalamanPengajuan Skripsi ... i

HalamanPersetujuan ... ii

Halaman Penerimaan Tim ... iii

Halaman PernyataanKeaslianKaryaIlmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Teori Pengelolaan ... 8

B. Konsep dan Teori Wanita Tuna Susila (WTS)... 11

C. KonsepPembinaan, Keterampilan, Tatarias, Tataboga, dan Menjahit... 24

D. Kerangka Pikir... ... 29

E. Fokus Penelitian... ... 31

F. Deskripsi Fokus Penelitian... 32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian ... 34

B. Jenis dan tipe penelitian ... 34

C. Sumber Data ... 35

D. Informan Penelitian... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 37

(10)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Obyek Penelitian ... 40

B. Program Pengelolaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar ... 57

C. Program Pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar ... 65

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(11)

1

Era globalisasi saat ini mengisyaratkan akan adanya persaingan yang semakin ketat untuk dapat mempertahankan kehidupan yang baik, dimana seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat berkembang pesat, kompleks, dan semakin maju. Namun di sisi lain, kemajuan serta perkembangan masyarakat yang telah dicapai tersebut tidak semua membawa dampak yang signifikan terhadap kehidupan oleh sebagian besar masyarakat dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Krisis multidimensi yang melanda negara dan bangsa Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, social, dan politik melainkan juga krisis moral. Salah satu contohnya ialah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), banyaknya pengangguran akibat kurangnya lapangan kerja, serta pengaruh budaya asing. Pada akhirnya menimbulkan berbagai persoalan di masyarakat, munculnya berbagai macam masalah sosial sebagai fenomena yang terjadi di kalangan modern dewasa ini. Oleh karena itu, adaptasi atau penyesuaian diri seseorang dalam kehidupan masyarakat modern yang hiperkompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan kebingungan, kecemasan, dan berbagai konflik yang terjadi menimbulkan pola tingkah laku menyimpang norma-norma umum atau berbuat semau sendoro, dengan kepentingan sendiri dan merugikan orang lain.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang

(12)

kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Di antara sekian masalah yang cukup serius yang dialami bangsa Indonesia sebagai pengaruh dari globalisasi ini ialah merajalelanya Wanita Tuna Susila (WTS) atau sering disebut Pekerja Seks Komersial (PSK). Sehingga fenomena ini banyak dikhawatirkan oleh masyarakat, sebab itu Wanita Tuna Susila (WTS) tidak hanya menjadi masalah bagi keluarga, generasi muda, dan masyarakat melainkan menjadi masalah nasional.

Sesuatu hal yang wajar manakalah dalam arti setiap manusia memiliki nafsu seksualitas sebagai anugerah dari sang pencipta. Secara kodrati seksualitas merupakan kebutuhan biologis setiap individu, namun anugerah tersebut nampaknya terkadang dijadikan suatu penyimpangan seksualitas dan komersialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pekerja seks komersial (PSK), Wanita Tuna Susila (WTS), pelacuran dan perzinaan dilarang keras baik agama maupun masyarakat.

Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) merupakan lembaga yang melaksanakan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS), yang berfungsi sebagai penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Pembinaan yang dilakukan merupakan proses yang digunakan oleh individu dalam memperoleh pengetahuan atau wawasan untuk mengembangkan sikap-sikap dan keterampilan-keterampilan yang dilakukan dengan cara sadar dan terorganisasi di tempat rehabilitasi. Mereka yang dimaksud adalah sasaran

(13)

pelayanan dan pembinaan yang terdiri dari Eks-Wanita Tuna Susila (WTS), Wanita ODHA, Mucikari, Remaja Rawan Tindak Tuna Susila, Wanita Trafficking, dan Wanita Korban Tindak Kekerasan (KTK).

Lokasi lembaga tersebut berada di Jl. Dg. Ramang KM. Nomor 16. Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar. Secara struktural, lembaga tersebut dibawahi oleh Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan berdiri sejak 1979/1980 yang pada waktu itu masih dibawahi oleh Departemen Sosial di pusat, namun sejak berdirinya telah beberapa kali mengalami perubahan nama sampai sekarang ini berstatus sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

Masyarakat yang banyak menggunakan berbagai istilah dalam menyebut Wanita Tuna Susila (WTS) ini seperti Pelacur, Pekerja Seks Komersial (PSK), Lonte, Kupu-Kupu Malam, Bunga Malam, Sundel, Wanita Jalanan, Salome, Wanita Penghibur, Hostes, Keng-Keng, serta Cewek Bersama atau kata lain milik bersama. Keberadaan masalah Wanita Tuna Susila (WTS) ini telah ada sejak jaman dahulu kala hingga sekarang, namun belum ada yang mengetahui secara pasti kapan munculnya Wanita Tuna Susila (WTS).

Konon masalah Wanita Tuna Susila (WTS) lahir bersama dengan adanya norma hukum perkawinan. Adapun kegiatan Wanita Tuna Susila (WTS) yaitu penyerahan diri pada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang, bagi pelayanan Wanita Tuna Susila

(14)

(WTS) dalam kehidupan sekarang ini merupakan fenomena yang tidak asing lagi bagi kehidupan masyarakat Indonesia akan tetapi keberadaan tersebut masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat.

Pertanyaan apakah Wanita Tuna Susila (WTS) termasuk kaum yang terhina atau kaum yang dipinggirkan, hal tersebut bisa dikatakan sampai sekarang belum ada jawaban yang dapat mengakomodasi Wanita Tuna Susila (WTS) itu sendiri, karena mereka tidak dapat menanggung biaya hidupnya. Kegiatan yang dilakukan Wanita Tuna Susila (WTS) berlangsung cukup lama, hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan seksual tersebut sehingga semakin tinggi pula tingkat penawaran yang ditawarkan. Jika dicermati lebih jauh, keterkaitan antara Pekerja Seks Komersial (PSK), ketenagakerjaan, moralitas bangsa, dan Hak Asasi Manusia (HAM) dari sudut ketenagakerjaan, sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Pengertian pekerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Namun bukan untuk orang-orang yang berprofesi sebagai pelacur atau Pekerja Seks Komersial (PSK). Kata pekerja sudah bisa dipastikan ada hubunganya dengan lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan yang di peroleh harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan, kesehatan dan keselamatan kerja.

(15)

Jenis pekerjaan yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan moralitas bangsa dan norma agama yang diakui pemerintah. Seks tidak termasuk kelompok suatu jenis jabatan maupun pekerjaan. Jadi, tidak tepat kalau istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) itu ditujukan bagi para Wanita Tuna Susila (WTS) atau pelacur. Istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) sepertinya dapat berakibat kepada pembenaran terhadap perbuatan yang tidak bermoral tersebut. Oleh karena itu, Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng memberi istilah Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) buka Pekerja Seks Komersial (PSK), sebab istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) bila digunakan tidak menutup kemungkinan akan menjadi buruk dikalangan pekerja asli atau buruh yang ada di Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan merusak citra pekerja pada umumnya.

Sesuai dengan kondisi dan keadaan Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, lembaga tersebut dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang terbagi atas ruangan wisma utama yaitu ruangan tata rias, ruangan asoka, ruangan melati, ruangan pendidikan/penyantunan, ruangan keterampilan, ruangan tempat tinggal para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS), ruangan kantor tata usaha, musolah, ruangan satpam dan juga ruangan bagi beberapa pegawai tinggi di panti tersebut.

Peneliti tertarik meneliti program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) melalui keterampilan tata rias, tata boga, dan menjahit pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, karena dengan pembinaan keterampilan ini maka diharapkan

(16)

agar para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) setelah keluar akan mendapatkan lapangan kerja yang baru agar tidak kembali melakukan aktivitas menjual tubuh demi mendapatkan uang, serta mereka mengalami perubahan sikap atau perilaku dan meninggalkan kehidupan yang lama dengan kembali menjalani pola hidup yang baru bersama keluarga dan masyarakat, karena telah dibekali keterampilan selama pembinaan untuk dimiliki oleh mereka yang akan terjun dalam berbagai bidang pekerjaan tanpa kembali menjadi Wanita Tuna Susila (WTS).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditetapkan suatu masalah pokok, yaitu:

1. Bagaimana program pengelolaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar?

2. Bagaimana program pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Program pengelolaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

2. Program pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

(17)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan Ilmu Politik umumnya dan Ilmu Administrasi khususnya yang berkaitan dengan kajian tentang program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, serta dapat dijadikan bahan tinjauan awal untuk melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang.

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan atau saran bagi pihak pemerintah dalam program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Teori Pengelolaan

Tidak sedikit orang mengartikan pengelolaan sama dengan arti menajemen. Karena antara manajemen dan pengelolaan memiliki tujuan yang sama yaitu tercapainya tujuan organisasi lembaga. Menurut Kurniawan (2005:14) bahwa pengelolaan dalam konteks organisasi dapat dimaknai sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian, orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya. Menurut kamus dewan, pengelolaan merupakan pengarahan, pengawalan, pengurusan dan penyelenggaraan.

Pengelolaan sinonim dari kata manajemen. Istilah manajemen berasal dari bahasa inggris management. Istilah ini terjadi dari kata manus yang berarti tangan, yang berkaitan dengan kata managerie yang berarti beternak. Manajerial juga berarti sekumpulan binatang liar yang dikendalikan dalam

kandang. Kata manus dipengaruhi oleh kata manage dari kata prancis kuno manage. Kata ini berasal dari bahasa latin mansionaticum yang berarti

pengelolaan rumah besar. Jadi, dipandang dari segi kata manajemen berarti pengelolaan.

Beberapa pengertian manajemen yang dikemukakan oleh para ilmuan yang dikutip Makmur (2009:6) antara lain:

(19)

1. Hersey (1980) manajemen adalah sebagai usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi;

2. Stoner (1994) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua lain-lain sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan;

3. Hasibuan (1995) manajemen adalah ilmu dan seni untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.

Beberapa para ahli juga masih memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan pengertian manajemen itu sendiri yang dikutip (Winardi 2010:4) berikut pemaparannya:

1. Menurut Robert L. Trewathn dan M. Gene Newport (1985) manejemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan serta mengawasi aktivitas-aktivitas suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai suatu koordinasi sumber daya manusia dan sumber-sumber daya alam dalam hal pencapaian sasaran secara efektif serta efisien; 2. Menurut The Liang Gie (1982) manajemen adalah unsur yang merupakan

rangkaian perbuatan menggerakkan karyawan-karyawan dan mengarahkan segenap fasilitas kerja agar tujuan organisasi yang bersangkutan benar-benar tercapai;

3. Menurut George R. Terry (1994) manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Manajemen merupakan sebuah

(20)

proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling), yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber-sumber daya manusia serta sumber-sumber lain. Fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry, yaitu:

a. Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk mencapai tujuan;

b. Pengorganisasian (organizing) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan;

c. Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa mencapai tujuan;

d. Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi

(21)

penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.

B. Konsep dan Teori Wanita Tuna Susila (WTS)

Wanita Tuna Susila (WTS) atau pelacur merupakan tindakan yang menjual tubuhnya untuk melayani demi kepuasan seksual laki-laki siapapun yang ingin dilayani sesuai dengan kesepakatan pelanggan dan penjual Wanita Tuna Susila (WTS).

Wanita Tuna Susila (WTS) adalah seseorang yang menjual jasanya dengan melakukan hubungan seksual untuk mendapatkan uang. Di Indonesia, Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai pelaku pelacur sering disebut sundal atau sundel. Ini menunjukan bahwa perilaku sundal itu sangat begitu buruk, hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila tertangkap aparat penegak ketertiban, mereka juga digusur karena dianggap melecehkan agama, mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau menyundal dikenal di masyarakat sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan seputar dari masa ke masa. Sundal selain meresahkan juga mematikan, karena mereka yang ditenggarai menyebarkan penyakit HIV/AIDS akibat perilaku seks bebas tanpa pengaman yang benama kondom.

Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan pekerjaan yang bertujuan untuk memuaskan seks pelanggan. Mereka yang mendapat servis kepuasan batin ini harus membayar upah sebagai ganjaran yang dibebankan kepada penikmat pelayanan Wanita Tuna Susila (WTS). Pada kalangan masyarakat Indonesia,

(22)

pelacur dipandang negatif, dipandang dari segi sosial mereka dianggap penyakit masyarakat, sampah masyarakat dan dipandang dari segi agama mereka derajatnya lebih rendah dari binatang. Pandangan ini didasarkan karena jauh dari kebaikan dan melanggar norma-norma.

Wanita Tuna Susila (WTS), pelacur, lonte dan Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah sedikit dari sekian banyak antrian panjang istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada sesosok perempuan penjajah daging mentah pemuas nafsu birahi kaum lelaki hidung belang. Persoalan di sekitar semua istilah transaksi bisnis lendir itulah masyarakat memberikan julukan yang sedikit banyak memberikan kontribusi terhadap konsep dirinya. Ini kemudian di konstruksi untuk mengontrol aktivitas seks yang tidak sesuai dengan norma masyarakat (Mudjiono, 2005:6).

Wanita Tuna Susila (WTS) adalah suatu bentuk perilaku yang menyimpang di masyarakat yaitu perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyasrakat. Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartini Kartono, 2013:216).

Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan tindakan susila, Wanita Tuna Susila (WTS) sendiri merupakan subjek pembangunan yang perlu diupayakan untuk mengembalikan fungsi sosialnya sehingga kembali melakukan interaksi sosial dengan masyarakat di sekitarnya. Dalam Undang-undang Nomor 11

(23)

tahun 2009 dinyatakan usaha Kesejahteraan Sosial merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan social dan perlindungan sosial.

Wanita penjual jasa seks komersial sering disingkat dengan Wanita Tuna Susila (WTS). Menurut arti dari tiap katanya merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan untuk mendapat sejumlah uang, dengan cara menjual harga diri dan martabat kehormatan, dengan tujuan mempertahankan hidup dari hasil komersil atau menjual.

Wanita Tuna Susila (WTS) menjadi hal yang problematis, di satu sisi dalam ajaran agama pelacuran merupakan kemungkaran dan dosa, sementara di sisi lain pelacuran adalah kenyataan yang sulit diberantas, bahkan kian mewabah dengan segala hal yang melatarinya. Maka sejatinya setiap orang harus berusaha untuk selalu meningkatkan keimanan, antara lain, dengan selalu mengingat tuhan dan mengerjakan perbuatan yang baik, dengan demikian keimananya relatif akan stabil.

1. Faktor-faktor Penyebab Seseorang Menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) Kurangnya lapangan pekerjaan membuat sebagian wanita menjadikan harga dirinya sebagai modal untuk mendapatkan uang. Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan seseorang yang menjual jasanya dengan melakukan hubungan seksual untuk mendapatkan uang, secara cepat dan praktis. Pekerjaan Wanita Tuna Susila (WTS) tentunya tidak didapatkan

(24)

begitu saja, mereka yang ingin mendapatkan imbalan harus menunggu pelanggan yang ingin mendapat jasa dari tawaran Wanita Tuna Susila (WTS).

Koentjoro (2004:53) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan perempuan menjadi Wanita Tuna Susila (WTS), diantaranya adalah rendahnya standar moral, kemiskinan, rendahnya pendapatan keluarga, rendahnya pendidikan dan keinginan untuk memperoleh status sosial. Sementara itu, Soedjono (1997) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan perempuan menjadi Wanita Tuna Susila (WTS), antara lain sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi

Masalah ekonomi menjadi salah satu faktor yang membuat Wanita Tuna Susila (WTS) melakukan pekerjaan tersebut. Di tengah era teknologi maju dimana harga-harga melambung tinggi, para Wanita Tuna Susila (WTS) mengakui bahwa pekrjaan tersebut menjadi jalan keluar yang cepat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga. b. Faktor keluarga

Faktor lain yang menyebabkan seseorang menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) adalah dikarenakan kabur dari rumah akibat ketegangan yang ia dapatkan di rumah, keluarga yang berantakan dan kurangnya perhatian orang tua sehingga merasa frustasi.

(25)

c. Faktor Sosiologis

Kondisi sosial lingkungan dapat membuat seseorang terpengaruh untuk memilih pekerjaan Wanita Tuna Susila (WTS). Hal ini biasanya terjadi pada wanita yang mempunyai hubungan emosional teman terhadap Wanita Tuna Susila (WTS) sehingga mereka mendapat bujukan dan ajakan untuk menjadi Wanita Tuna Susila (WTS).

d. Faktor Psikologis

Kejiwaan seseorang sangat berpengaruh terhadap tindakan dan perbuatan yang dilakukan, kecanduan ingin memperoleh hasrat seks membuat seseorang memilih Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai solusi untuk memuaskan batin, karena selain kebutuhan rohani terpenuhi kebutuhan jasmani juga bisa terpenuhi. Ini biasanya terjadi pada mereka yang menjadi janda pada usia muda.

e. Faktor Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan karena pendidikan sangat berpengaruh dalam menentukan pekerjaan. Rendahnya pendidikan atau pengetahuan membuat seseorang susah mendapatkan pekerjaan.

Rolphon dalam bukunya Women of the streets mengemukakan hasil tentang keadaan sosial yang dapat menyebabkan seorang dapat menjadi pelacur, yaitu:

1. Rasa terasing dari pergaulan atau rasa diasingkan dari pergaulan hidup pada suatu masa tertentu dalam hidupnya;

(26)

2. Faktor–faktor yang aktif dalam keadaan sebelumnya diputuskan melacurkan diri. Dalam kenyataan, ini merupakan sebab langsung, tetapi hampir selalu dan hanya mungkin terjadi karena keadaan sebelumnya yang memungkinkan hal tersebut terjadi;

3. Tergantung pada kepribadian wanita itu sendiri yang berhubungan erat dengan pengalaman masa lalu dan situasi masa kininya;

4. Berdasarkan pendangan teoritis dan pendapat-pendapat para ahli tersebut, maka faktor yang dipahami paling mempengaruhi dalam menuntut perempuan untuk menjadi pelacur yaitu faktor ekonomi. Selain faktor ekonomi mereka juga menyatakan bahwa pengangguran atau tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan di dukung rendahnya pendidikan, hal itu menyebabkan perempuan memasuki dunia perdagangan seks.

Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat, dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut di atas memudahkan individu menggunakan pola-pola responsi atau reaksi yang inkonversional atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Dalam hal ini ada pola pelacuran untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah hiruk pikuk alam pembangunan, khususnya Indonesia.

(27)

Beberapa peristiwa sosial yang menjadi penyebab timbulnya Wanita Tuna Susila (WTS), menurut Kartini Kartono (2013:242-243), antara lain sebagai berikut:

1. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (pasal 296 KUHP) dan mucikari (pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang perempuan, di hukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun;

2. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan;

3. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks;

4. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup dan ada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati;

5. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia;

6. Kebudayaan eksploitasi pada zaman modern ini, khususnya kaum lemah atau wanita, untuk tujuan-tujuan komersil;

7. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat.

(28)

Di daerah-daerah perkotaan dan ibu kota, hal tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal sehingga masyarakatnya menjadi sangat instabil. Banyaknya konflik yang terjadi dan kurang adanya konsensus atau persetujuan mengenai norma-norma kesusilaan diantara para

anggota masyarakat. Kondisi sosial jadi terpecah-pecah sedemikian rupa sehingga timbul satu masyarakat yang tidak bisa diintegrasikan. Terjadilah disorganisasi sosial sehingga mengakibatkan broekdown atau kepatahan pada kontrol sosial, tradisi dan norma-norma susila banyak di langgar. Maka tidak sedikit wanita bertingkah laku semaunya sendiri untuk memenuhi kebutuhan seks dan kebutuhan hidupnya dengan jalan melacurkan diri.

Remaja, secara disadari maupun tidak, dapat terkena imbas dari globalisasi yang negatif, terutama bila tumbuh berkembangnya zaman tidak diimbangi dengan perhatian dan bimbingan orang tua. Zaman yang semakin modern seperti tersedianya koneksi internet yang mudah, murah dan gampang di akses. Handphone berkamera yang banyak disalahgunakan untuk menyimpan dan menyebarkan foto maupun video panas membuat remaja lebih cepat matang secara seksual dan kemudian berusaha mencari penyaluran dengan jalan yang salah.

Para wanita yang terjun menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) ada yang karena secara terpaksa (terdesak keadaan) serta ada yang dengan sukarela. Tetapi yang paling utama yaitu adanya permintaan dari kaum laki-laki sehingga meningkat pula penawaran dari para Wanita Tuna Susila (WTS).

(29)

2. Pesoalan-persoalan psikologis Wanita Tuna Susila (WTS)

Perkembangan dan pertumbuhan seseorang akan menyasuaikan diri sesuai dengan kebutuhan, pengetahuan, lingkungan sosial. Faktor dari dalam maupun faktor dari luar akan saling mempengaruhi. Melalui pengalaman hidup akan membentuk psikologi mental, sikap maupun karakter sesuai dengan pengalaman hidup. Menurut Hurlock Elizabeth (2002:21), Persoalan-persoalan psikologis Wanita Tuna Susila (WTS) tersebut diuraikan secara langsung berikut ini:

a. Akibat gaya hidup modern

Seorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-barang yang digunakannya. Namun ada beberapa dari mereka yang terpojok karena masalah keuangan untuk memenuhi keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan akhir dengan menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) untuk pemuasan dirinya.

b. Broken home

Kehidupan keluarga yang kurang baik dapat memaksa seseorang remaja untuk melakukan hal-hal yang kurang baik di luar rumah dan itu dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab dengan mengajaknya bekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS).

c. Kenangan masa kecil yang buruk

Tindakan pelecehan yang semakin meningkat pada seorang perempuan bahkan adanya pemerkosan pada anak kecil bisa menjadi faktor dia menjadi seorang Wanita Tuna Susila (WTS).

(30)

3. Jenis-jenis Wanita Tuna Susila (WTS)

Kartini Kartono (2013:251-252), membagi Wanita Tuna Susila (WTS) menurut aktivitasnya, yaitu terorganisasi dan tidak terorganisasi. a. Wanita Tuna Susila (WTS) yang terorganisasi

1) Termasuk di dalamnya: lokasi Wanita Tuna Susila (WTS), panti pijat plus dan tempat-tempat yang mengusahakan wanita panggilan;

2) Aktivitasnya tergantung mucikari, penjaga keamanan atau agen lainya yang membantu mereka untuk berhubungan dengan calon pelanggan serta melindungi dalam kondisi bahaya;

3) Berbagi hasil dengan mediator.

b. Wanita Tuna Susila (WTS) yang tidak terorganisasi

1) Wanita Tuna Susila (WTS) mencari pelangganya sendiri tanpa melalui mediator, dimana mereka langsung transaksi dengan pelangganya; 2) Termasuk di dalamnya: wanita jalanan, perempuan lainnya yang

beroperasi secara gelap di tempat umum, wanita panggilan yang mandiri, ayam kampus, wanita simpanan;

3) Tempat: mall, diskotik, pub dan sebagainya;

4) Posisinya lemah saat menghadapi pelecehan baik dari pelanggan atau perazia;

5) Tidak perlu berbagi hasil dengan mediator.

Wanita Tuna Susila (WTS) yang tidak terdaftar jelas lebih berbahaya, karena tidak ada yang mengontrol kesehatannya sehingga lebih beresiko. Wanita Tuna Susila (WTS) menurut jumlahnya terdiri atas yang perseorangan

(31)

maupun yang terorganisasi. Wanita Tuna Susila (WTS) yang beroperasi secara individu atau perseorangan, mereka mencari sendiri pengguna dan hasilnya untuk diri sendiri serta tidak terikat dengan pihak manapun. Wanita Tuna Susila (WTS) yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi. Jadi, mereka tidak bekerja sendirian akan tetapi diatur melalui suatu sistem kerja organisasi.

4. Dampak yang ditimbulkan bila bekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS) Kartini Kartono (2013:250-251) mengungkapkan dampak yang ditimbulkan bila seseorang bekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS), yaitu:

a. Keluarga dan masyarakat tidak dapat lagi memandang nilainya sebagai seorang perempuan;

b. Stabilitas sosial pada dirinya akan terlambat karena masyarakat hanya akan selalu mencemooh dirinya;

c. Memberikan citra buruk bagi keluarga;

d. Mempermudah penyebaran penyakit menular seksual, seperti gonore, klamdia, herpes kelamin, sifilis, hepatitis B dan HIV/AIDS.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak dikehendaki, perlu ada perhatian dari kita bersama dengan cara memberikan informasi yang cukup mengenai pendidikan seks dan pendidikan agama. Kalau tidak ada informasi dan pendidikan agama dikhawatirkan remaja cenderung menyalahgunakan hasrat seksualnya tanpa kendali dan tanpa pencegahan sama sekali. Semua menyedihkan dan sekaligus berbahaya, hanya karena kurangnya tuntunan

(32)

seksualitas yang merupakan bagian dari kemanusiaan kita sendiri. 5. Akibat Menjadi Wanita Tuna Susila (WTS)

Kartini Kartono (2013:250-251) mengungkapkan akibat yang ditimbulkan dari hasil bekerja sebagai pelacur/Wanita Tuna Susila (WTS) yakni:

a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit;

b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda oleh Wanita Tuna Susila (WTS) biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga sehingga keluarga menjadi berantakan;

c. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda, remaja pada masa puber dan adolesensi;

d. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika, ganja, heroin, morfin dan lain-lain;

e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama;

f. Adanya pengekploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya, wanita-wanita Wanita Tuna Susila (WTS) itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain, ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para Wanita Tuna Susila (WTS);

g. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Maka sangat malanglah nasib Wanita Tuna Susila (WTS) itu apabila mereka tidak memiliki

(33)

tabungan atau modal di hari-hari menjelang tua. Sebab, pada umumnya masyarakat tidak suka mempekerjakan mereka karena adanya merek dosa-noda yang tetap melekat seumur hidup dan kurang bisa dipercaya kesusilaan serta tanggung jawabnya.

Sesuai dengan yang dikemukakan peneliti, Wanita Tuna Susila (WTS) dianggap tidak bermoral karena:

a. Wanita Tuna Susila (WTS) ini identik dengan perzinaan yang merupakan suatu kegiatan seks yang dianggap tidak bermoral oleh banyak agama; b. Perilaku seksual oleh masyarakat dianggap sebagai kegiatan yang

berkaitan dengan tugas reproduksi yang tidak seharusnya digunakan secara bebas demi untuk memperoleh uang;

c. Wanita Tuna Susila (WTS) dianggap sebagai ancaman terhadap kehidupan keluarga yang dibentuk melalui perkawinan dan melecehkan nilai sakral perkawinan;

d. Kaum wanita membenci pelacuran karena dianggap sebagai pencuri cinta dari laki-laki (suami) mereka sekaligus pencuri harta.

6. Represif (Menekan, Menghapuskan, dan Menyembuhkan Wanita dari Ketunasusilaannya)

Kartini Kartono (2013:268) menyabutkan beberapa kegiatan yang dapat me-refresif Wanita Tuna Susila (WTS), yaitu sebagai berikut:

a. Melakukan pengawasan dan kontrol yang sangat ketat terhadap lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi;

(34)

c. Penyempurnaan tempat penampungan dan pembinaan; d. Pemberian pengobatan;

e. Membuka lapangan kerja baru; f. Pendekatan keluarga;

g. Mencarikan pasangan hidup;

h. Pemerataan penduduk dan perluasan lapangan kerja.

C. Konsep Pembinaan, Keterampilan, Tata Rias, Tata Boga, dan Menjahit 1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan adalah sesuatu yang dilakukan secara sadar, terencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan subyek dengan tindakan pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan.

Pembinaan merupakan suatu rangkaian kegiatan profesional dalam upaya mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga masyarakat baik perorangan, keluarga, maupun kelompok Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat menempuh kehidupan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya (Suparlan, 2003:13).

Arah kegiatan pembinaan adalah refungsionalisasi dan pengembangan. Refungsionalisasi dimaksudkan bahwa pembinaan lebih diarahkan pada pengembalian fungsi dari kemampuan perserta didik, sedangkan pengembangan diarahkan untuk menggali/menemukan dan memanfaatkan kemampuan peserta didik yang masih memiliki potensi

(35)

untuk memenuhi fungsi diri dan fungsi sosial dimana ia hidup dan berada (Suparlan, 2003:122).

Secara rinci, Qoleman (2003:20) mengemukakan sasaran pembinaan adalah sebagai berikut:

a. Membentuk sosok self identity yang lebih baik;

b. Memecahkan konflik yang menghambat dan mengganggu;

c. Merubah dan memperbaiki pola kebiasaan dan pola reaksi tingkah laku yang tidak diinginkan;

d. Meningkatkan kemampuan melakukan relasi interpersonal maupun kemampuan-kemampuan lainnya;

e. Modifikasi asumsi-asumsi individu yang tidak tepat tentang dirinya sendiri dan dunia lingkungannya;

f. Membuka jalan bagi eksistensi individu yang lebih berarti, bermakna dan berguna;

Pelaksanaan konsep pembinaan hendaknya didasarkan pada hal-hal yang bersifat efektif dalam arti dapat memberikan pemecahan persoalan yang dihadapi dengan sebaik-baiknya dan pragmatis dalam arti berdasarkan fakta-fakta yang ada sesuai dengan kenyataan sehingga bermanfaat karena dapat diterapkan dalam praktek.

Sementara itu, Masdr Helmi (1993:22) menyatakan bahwa pembinaan adalah segala hal usaha, ikhtiar dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan dan pengorganisasian serta pengendalian segala sesuatu secara teratur dan terarah. Ketidaktercapaian apa yang diharapkan akan

(36)

sangat mempengaruhi kondisi seseorang tersebut baik secara psikis maupun mental. Di sini peran pembinaan ini sangat diperlukan guna me-refresh kondisi psikis dan mental seseorang agar kembali tidak mengalami depresi dan hal ini sangat membantu apa yang direncanakan tadi dapat tercapai dengan baik. Keahlian atau life skills merupakan sesuatu yang harus dimiliki pembina dalam melakukan pembinaan. Ali Imran (1995:17) membagi keahlian menjadi tiga bagian yaitu:

a. Keahlian teknis dibutuhkan oleh pembina dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang berkaitan dengan fungsi pembinaan manajarial;

b. Keahlian manajarial adalah keterampilan dalam pembuatan keputusan pembinaan dalam hubungannya dengan elemen-elemen institusional dimana seorang pembina bekerja seperti: pengenalan ciri-ciri masyarakat, menguasai kebutuhan yang diperlukan, menetapkan prioritas, menganalisis lingkungan pekerjaan, menetapkan sistem perencanaan, supervisi, pengaturan waktu, alokasi sumber, mengurangi ketegangan-ketegangan dalam kegiatan;

c. Keahlian manusiawi adalah keterampilan untuk melakukan kerjasama dengan mitra kerja secara efektif dan efisien. Keterampilan manusiawi berkaitan erat dengan tugas pembina dalam kaitan dengan kemampuan mempengaruhi orang lain, kemampuan motivasi, kemampuan membentuk tim kerja dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain agar menerima perubahan. Secara khusus, kemampuan manusiawi meliputi:

(37)

kemampuan untuk melihat perbedaan individu, pengenalan dan kekuatan dalam kelemahan seseorang, klasifikasi nilai-nilai mengenai presepsi menentukan tujuan yang hendak dicapai mengaktifkan diskusi kelompok, mendengarkan/memahami orang lain, menggalakkan dan menjadikandiri dalam pigur sikap dan perilaku.

2. Pengertian Keterampilan

Keterampilan atau skill dapat dikategorikan sebagai sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai. Ia dapat dipelajari, dideskripsikan dan diverifikasi. Dengan demikian keterampilan adalah sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai dan dimiliki oleh mereka yang akan terjun dalam berbagai bidang pekerjaan (Indah Nuraini, 2002:24).

Keterampilan yaitu kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah, ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. keterampilan/kemampuan tersebut pada dasarnya akan lebih baik bila terus diasah dan dilatih untuk menaikkan kemampuan sehingga akan menjadi ahli atau menguasai dari salah satu bidang keterampilan yang ada.

3. Pengertian Tata Rias

Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah, menghias diri dalam

(38)

pergaulan. Tata rias pada seni pertunjukan sangat diperlukan untuk menggambarkan/ menentukan watak di atas pentas.

Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung atau pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar. Sebagai penggambaran watak di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diperlukan adanya tata rias sebagai usaha menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.

Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam kekhususan yang masing-masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya, rias dibedakan menjadi tujuh macam rias, yaitu:

a. Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya;

b. Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan wajah pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya;

c. Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain;

d. Rias usia, merupakan riasan yang merubah seorang remaja, pemuda pemudi menjadi orang tua usia tujuh puluhan, kakek/nenek;

e. Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan. Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta,

(39)

Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh dan tokoh anak nakal;

f. Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan pemain. Misalnya memerankan watak putri lembut, putri lincah, putra halus dan putra gagah;

g. Rias temporal, merupakan riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya. Misalnya pemain sedang memainkan waktu bangun tidur dan waktu dalam pesta.

4. Pengertian Tata Boga

Tata boga adalah pengetahuan di bidang boga (seni mengolah masakan) yang mencakup ruang lingkup makanan, mulai dari persiapan pengolahan sampai dengan menghidangkan makanan itu sendiri yang bersifat tradisional maupun Internasional.

5. Pengertian Menjahit

Menjahit adalah pekerjaan menyambung kain, bulu, kulit binatang, pepagan dan bahan-bahan lain yang bisa dilewati jarum jahit dan benang. Menjahit dapat dilakukan dengan tangan memakai jarum tangan atau dengan mesin jahit.

D. Kerangka Pikir

Merajalelanya Wanita Tuna Susila (WTS) atau sering disebut Pekerja Seks Komersial (PSK) menjadi masalah yang cukup serius yang dialami bangsa Indonesia. Sehingga fenomena ini banyak dikhawatirkan oleh masyarakat, sebab itu Wanita Tuna Susila (WTS) tidak hanya menjadi masalah

(40)

bagi keluarga, generasi muda dan masyarakat melainkan menjadi masalah nasional.

Program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar dilakukan dengan memberikan pembinaan melalui keterampilan tata rias, keterampilan tata boga dan keterampilan menjahit. Dengan adanya pembinaan ini, maka diharapkan agar para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) setelah keluar akan mendapat lapangan kerja yang baru dan tidak akan kembali kepekerjaannya yang lama karena mereka telah dibekali keterampilan, serta mengalami perubahan sikap dan perilaku sehingga mudah di terima dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dalam penelitian ini penulis mengangkat fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry, Adapun yang menjadi indikator dalam manajemen atau pengelolaan yakni: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:

(41)

BAGAN KERANGKA PIKIR

E. Fokus Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian tentang program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, maka fokus penelitian ditujukan untuk mengetahui perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling), serta program pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) yang ditawarkan ada 3

Program

Pengelolaan dan Pembinaan

Eks- Wanita Tuna Susila (WTS)

Indikator

Program Pengelolaan

1. Perencanaan (Planning) 2. Pengorganisasian (Organizing) 3. Penggerakan (Actuating) 4. Pengawasan (Controlling)

Program Pembinaan

Eks-Wanita Tuna Susila

(WTS)

1. Keterampilan Tata Rias 2. Keterampilan Tata Boga 3. Keterampilan Menjahit

Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita

(PPSKW)

(42)

(tiga) yaitu keterampilan tata rias, keterampilan tata boga dan keterampilan menjahit pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

F. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Perencanaan (planning): merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dan mengantisipasi kendala-kendala yang akan muncul serta merumuskan kegiatan pelaksanaan dalam program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS).

2. Pengorganisasian (organizing): bentuk pembagian tugas kepada para pembinaan atau pekerja sosial dalam program pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS).

3. Menggerakkan (actuating): melihat sejauh mana partisipasi semua pihak agar mereka bekerja dengan sebaik mungkin dalam program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS).

4. Pengawasan (controlling): mengawasi setiap aktivitas-aktivitas yang dilakukan semua pihak yang terkait pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar agar tidak melenceng dari apa yang telah direncanakan sebelumnya.

5. Keterampilan tata rias yaitu keterampilan yang ditawarkan pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, merupakan kegiatan yang dilakukan para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) untuk mempelajari cara atau usaha seseorang mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah, serta menghias diri dalam pergaulan.

(43)

6. Keterampilan tata boga yaitu keterampilan yang ditawarkan pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, merupakan kegiatan yang dilakukan para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) untuk menambah pengetahuan di bidang boga khususnya cara mengolah masakan dan makanan.

7. Keterampilan menjahit yaitu keterampilan yang ditawarkan pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, merupakan kegiatan yang dilakukan para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) untuk menambah pengetahuan di bidang penjahitan.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan. Dari bulan Oktober sampai Desember 2015 setelah seminar proposal penelitian dilakukan. Lokasi penelitian dilaksanakan pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, Jl. Dg. Ramang KM 16 No.95 Kelurahan Sudiang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Pertimbangan bahwa lembaga ini yang bertanggung jawab dalam program pengelolaan dan pembinaan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW), yang berfungsi sebagai Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

B. Jenis dan Tipe Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Menurut Bogdan dan Taylor (Lexy J. Moleong, 2005:6), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yaitu pendekatan studi kasus, yaitu merupakan studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber

(45)

informasi. Tipe penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas atau individu.

C. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder antara lain:

1. Data primer

Yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang penulis lakukan serta pengamatan secara langsung pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar. 2. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan-laporan, maupun arsip-arsip resmi, yang dapat mendukung kelengkapan data primer.

D. Informan Penelitian

Tehnik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui

informasi masalah secara mendalam, dapat dipercaya menjadi sumber data yang mantap yang mempunyai keterkaitan dengan hal yang akan diteliti dan terlibat langsung maupun mempunyai pengaruh dalam penelitian.

Adapun Informan yang membantu memberikan data dan informasi yang tepat dan akurat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(46)

Tabel 1. Daftar Informan Penelitian

No Nama Informan Inisial Jabatan

1 Dra. Hj. A. Tenriola. P TL Kepala UPTD PPSKW 2 Ahmad HR, SE.MM AM Pembina Bimbingan Fisik 3 Hj. Anugrawati, S.Sos, MM AW Pembina Keterampilan Tata rias 4 Christina ML. S.Sos CT Pembina Keterampilan Tata boga 5 Hasbiah Maddi, S.Pd HM Pembina Keterampilan Menjahit 6 Sisi SS Eks-WTS Keterampilan Tata rias 7 Amel AL Eks-WTS Keterampilan Tataboga 8 Yanti YN Eks-WTS Keterampilan Menjahit

Total 8 orang Sumber: Kota Makassar, Oktober 2015.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan usaha untuk mengumpulkan bahan yang berhubungan dengan penelitian yang berupa data, fakta, gejala, maupun informasi yang sifatnya Valid (sebenarnya), realible ( dapat dipercaya), dan objektif ( sesuai dengan kenyataan).

1. Observasi, yaitu proses pengambilan data pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar dalam penelitian, dimana peneliti atau pengamat dengan mengamati kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian.

2. Wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara (interview), adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang memberikan jawaban atas pertanyaan) yaitu kepada informan mengenai bagaimana perencanaan (planning), pengorganisasian

(47)

(organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controlling), serta program pembinaan keterampilan kerja yang ditawarkan kepada Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

3. Dokumentasi, teknik ini bertujuan melengkapi teknik observasi dan teknik wawancara mendalam.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah tahapan selanjutnya untuk mengolah data dimana data yang diperoleh, dikerja, dan dimanfaatkan untuk menyimpulkan persoalan yang diajukkan dalam menyusun hasil penelitian. Menurut Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2012:91), terdapat 3 (tiga) aktivitas dalam analisis data, yaitu:

1. Reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. 2. Penyajian data yaitu merupakan rakitan informasi dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya agar makna peristiwa lebih mudah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan yaitu verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Sejak pertama memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu mencari pola, tema,

(48)

hubungan persamaan, hipotesis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kesimpulan.

G. Pengabsahan Data

Menurut Sugiyono (2008:205), teknik pengumpulan data triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Menurut Sugiyono ada 3 (tiga) macam triangulasi yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk menguji kredibilitas data tentang perilaku murid, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan ke guru, teman murid yang bersangkutan dan orang tuanya. Dua dari ketiga sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik dari tiga sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chek) dengan ketiga sumber data tersebut.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner. Bila dengan teknik pengujian kredibilitas data

(49)

tersebut, menghasilakan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengruhi kredibilitas data. Data yang dikumpul dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu, dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Obyek Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

Upaya pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tuna Susila di Provinsi Sulawesi Selatan dengan melalui proyek penyantunan dan pembinaan Tuna Susila pada tahun 1979/1980 oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Selatan dengan sistem panti yang berlokasi pada Wisma Kare di Ujung Pandang.

Keberhasilan dari sistem tersebut di atas, pada tahun 1980/1981 melalui Proyek Penyantunan Tuna Susila, maka dibangunlah Panti dengan nama Sasana Penyantunan Tuna Susila (SPTS) Mattiro Deceng yang diresmikan pada tanggal 25 Agustus 1983 oleh Menteri Sosial Republik Indonesia (Ny. Nani Soedarsono, SH). Sejak berdirinya, panti ini telah beberapa kali mengalami pergantian nama, yang pada saat ini dinamakan Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar. Sesuai dengan SK Menteri Sosial Republik Indonesia No. 22/HUK/1994 tanggal 24 April 1994 sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Kanwil Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, sekarang ini masih digunakan di era Otonomi Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Penamaan Mattiro Deceng yaitu terdiri dari dua kata Mattiro berasal dari kata Tiro yang berarti lihat, pandang, diberi imbuhan awalan Ma-,

(51)

berubah menjadi kata kerja yang berarti melihat, memandang atau menuju sedangkan kata Deceng yang berarti baik, bagus atau terpuji. Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Kesejahteraan Sosial dan perlindungan masyarakat, di bawah naungan Provinsi Sulawesi Selatan dan bertanggungjawab langsung kepada Dinas Sosial dan lingkungan masyarakat Provinsi Sulawesi Selatan (Keputusan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan No, 168/2001).

2. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadikan Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng yang terbaik dalam pelayanan dan rehabilitasi Sosial bagi Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) di Indonesia pada tahun 2020. b. Misi

1) Memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial secara professional dan bermutu;

2) Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup Eks-Wanita Tuna Susila (WTS);

3) Mencegah dan mengendalikan serta mengatasi permasalahan Eks-Wanita Tuna Susila (WTS);

4) Memberikan kemampuan teknis sebagai bekal kemandirian bagi Eks-Wanita Tuna Susila (WTS).

(52)

3. Tugas Pokok dan Fungsi

a. Tugas Pokok

Memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkahlaku, memberikan pelatihan keterampilan kerja dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi para Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Fungsi

1) Memberikan pelayanan dan rehabilitasi social; 2) Melaksanakan motivasi sosial bersama masyarakat;

3) Menyampaikan informasi dan konsultasi kepada yang berkepentingan; 4) Melaksanakan pemulihan/penyantunan;

5) Melaksanakan identifikasi, seleksi dan assessment; 6) Melaksanakan evaluasi dan monitoring;

7) Bimbingan lanjut.

4. Ruang lingkup

Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar meliputi Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Selatan, dengan status sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan, dengan kapasitas tampung sebanyak 100 orang pertahun.

5. Sasaran dan Kriteria

(53)

1) Eks-Wanita Tuna Susila (WTS);

2) Wanita Tuna Susila (WTS) Terinfeksi HIV/AIDS (ODHA); 3) Mucikari/Germo;

4) Remaja Rawan Tindak Tuna Susila; 5) Wanita Trafficking;

6) Wanita Korban Tindak Kekerasan (KTK). b. Kriteria Pelayanan

1) Sehat rohani dalam arti kata tidak pengidap penyakit saraf atau gila; 2) Wanita Tuna Susila (WTS) atau mantan, yang tidak bersangkutan

dengan aparat penegak hukum;

3) Wanita Tuna Susila (WTS) yang masih memungkinkan untuk direhabilitasi;

4) Bersedia mengikuti program selama direhabilitasi;

5) Diutamakan Wanita Tuna Susila (WTS) yang berprofesi di jalan dan di tempat-tempat tindak tuna susila lainnya yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

6. Fasilitas Pelayanan

Selama berada di dalam Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, klien akan mendapatkan fasilitas: a. Bimbingan fisik, mental, sosial dan spiritual;

b. Perawatan kebutuhan sandang dan kesehatan; c. Akomodasi dan konsumsi;

(54)

e. Praktek belajar kerja (vokasional); f. Paket bantuan stimulant (paket kerja).

7. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan yaitu dengan meningkatkan sarana prasarana dan fasilitas lainnya serta kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya Pekerja Sosial (PEKSOS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng, maka outcame (hasil) pelayanan semakin dirasakan secara optimal terhadap klien. Keikutsertaan stakeholder (pengawas) di dalam aktifitas pusat rehabilitasi, turut pula menentukan terwujudnya visi dan misi organisasi.

8. Proses Pelayanan dan Rehabilitasi Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar.

Pelayanan dan rehabilitasi Eks-Wanita Tuna Susila (WTS) pada Pusat Pelayana Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattiro Deceng Kota Makassar, melalui beberapa tahap sebagai berikut:

a. Sasaran

Masyarakat Penyandang Masalah Tuna Susila yaitu: 1) Eks-Wanita Tuna Susila (WTS);

2) Wanita Tuna Susila (WTS) terinfeksi HIV/AIDS (ODHA), yaitu para wanita yang teridentifikasi memiliki penyakit menular atau virus yang dapat menular melaui jarum suntik dan alat-alat makan;

3) Mucikari/germo, merupakan seseorang atau kelompok orang yang menjadi bos untuk mempekerjakan wanita sebagai Wanita Tuna Susila

(55)

(WTS). Mucikari atau germo bertugas untuk mencari pelanggan dan menerima upah dari pelanggan setelah mendapatkan pelayanan dari Wanita Tuna Susila (WTS);

4) Remaja rawan tindakan tuna susila, merupakan seseorang yang mulai beranjak remaja atau sedang dalam masa peralihan dari anak menjadi seorang remaja yang sedang mencari jati dirinya. Pada umumnya, mereka masih bersifat labil;

5) Wanita Trafficking, merupakan wanita yang menjadi korban perdagangang oleh oknum tidak bertanggung jawab yang hendak menjual mereka kepada mucikari/germo atau keluar kota;

6) Wanita Korban Tindak Kekerasan (KTK), pada umumnya merupakan wanita yang menjadi korban dari tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun dari laki-laki yang memaksa mereka dalam melayani nafsu.

b. Pendekatan Awal

Merupakan serangkaian kegiatan mendapatkan pengakuan, dukungan, bantuan dan peran serta dalam pelaksanaan program. Tahap kegiatan awal tersebut meliputi:

1) Orientasi dan konsultasi serta razia

Dibutuhkan kerja sama pengelola Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) dengan pihak SATPOL-PP dan pihak kepolisian selama melakukan penjaringan atau razia, dimaksudkan

Gambar

Tabel 1. Daftar Informan Penelitian
Gambar 1. Struktur Organisasi PPSKW

Referensi

Dokumen terkait

Data antropometri ibu hamil meliputi berat badan sebelum dan selama kehamilan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, LLA, dan tinggi fundus.. Berat badan sebelum

Setelah dilakukan analisa dan brainstorming bersama supervisi terkait, penyebab dominan dari rendahnya stok normal gudang pabrik adalah pengawasan dan kontrol yang rendah,

SAW “ induk dari segala kebaikan adalah akhlak mulia, sedangkan dosa adalah segala perbuatan yang membuat hati gelisah, dan tidak rela di ketahui orang banyak .”

Kebidanan. Stres akademik yang dirasakan oleh mahasiswa dapat mempengaruhi perubahan emosi yang drastis pada mahasiswa. Tidak sedikit mahasiswa pada tingkat akhir

Dengan demikian dari defenisi operasional variabel dan ruang lingkup penelitian diatas maka yang dimaksud dengan pengaruh rangsangan seksual film terhadap

Dalam komik diceritakan keseharian Dika saat di Adelaide, yang memiliki cerita sama pula dengan novel Kambing Jantan, tidak membuat komik menjadi membosankan

Falsafah ekonimi Islam secara umum dapat dilihat dari surat al-Muthafiin ayat 1 sampai 6. Allah berirman: 1) Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. 2)

Berdasarkan perhitungan, data hasil penelitian menunjukan: 1 terdapat perbedaan pengaruh strategi pembelajaran discovery learning plus diskusi dan plus cerarnah terhadap hasil