• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kualitatif dengan metode berfikir deduktif, yaitu bentuk murabahah dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. kualitatif dengan metode berfikir deduktif, yaitu bentuk murabahah dalam"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Reviu Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Roifatus Syauqoti dan Mohammad Ghozali (2018) dengan jenis penelitian kualitatif dengan kajian Pustaka, kajian ini bersifat deskriftif analitik dimana pengumpulan data dilakukan dengan cara mentelaah Pustaka. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan metode berfikir deduktif, yaitu bentuk murabahah dalam fiqih klasik mengalami beberapa perubahan dan modifikasi. Dan hal inilahyang banyak menimbulkan kritik pada kalangan masyarakat. Lanjut (Kariyono, 2019) juga menyebutkan bahwa Akad murabahah juga mengalami modifikasi yang memberi kemudahan pada LKS selaku pelaksana akad ini. Modifikasi dalam akad murabahah seperti mengikat nasabah dengan janji untuk membeli barang yang akan ditawarkan oleh LKS, sedangkan LKS belum memiliki barang yang dipesan oleh nasabah. Modifikasi lainnya yaitu pada akad murabahah lil amri bi al-syira’ yang dibolehkan oleh sebagian ulama karena kembali pada hukum asal dari muamalah yaitu boleh, namun sebagian ulama yang lain mengatakan akad ini haram karena merupakan hilah untuk menghalalkan riba. Modifikasi lainnya ada pada murabahah bil wakalah yang diperbolehkan oleh fatwa DSN-MUI No. 04/DSN- MUI/IV/2000 poin 9, namun adanya akad wakalah menyebabkan munculnya kecurangan atau side streaming.

(2)

Penelitian berikutnya oleh (Haryoso, 2017) jenis penelitian dengan exploratory research dengan melakukan wawancara, hasil penelitian bahwa pada BMT Bina Usaha ditemukan bahwa BMT ini sudah menjalankan kegiatan pembiayaan murabahah dengan mengacu pada prinsip-prinsip syariah yang dikeluarkan oleh DSN MUI. Akan tetapi yang masih menjadi point penting khususnya para pelaku usaha merasa bahwa pembiayaan murabahah yang diberikan untuk modal usaha dirasa masih kurang maksimal, para pelaku usaha berharap bahwa pembiayaan yang diberikan bisa mencukupi agar keberlangsungan usaha dapat memberikan pencapaian yang maksimal.

Penelitian berikutnya oleh (Kuswarini, 2016) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa hermeutika menghubungkan teks dengan pengarang dan pembacanya. Dan bila langkah-langkah penerjemahan dilakukan, pasti akan dihasilkan karya terjemahan yang bermutu dan berkarakter. Mutu di sini dikaitkan dengan keberhasilan mentransfer pesan maupun bentuk fisik dari teks sumber ke bahasa sasaran dalam bentuk yang mendekati teks aslinya. Sedangkan yang dimaksud dengan penerjemahan yang “berkarakter“ adalah penerjemahan yang mampu menampilkan penggunaan bahasa sasaran yang sesuai dengan karakter dan budaya masyarakat penutur bahasa tersebut.

Penelitian Selanjutnya yaitu oleh (Simega, 2017) yang mana dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Analisis hermeneutika melibatkan

(3)

berbagai disiplin yang relevan sehingga memungkinkan penafsiran menjadi lebih luas dan dalam. Bagaimanapun berbagai elemen struktur yang bersifat simbolik tidak bisa dibongkar dengan hanya melihat relasi antarelemen tersebut. Oleh sebab itu, penafsiran dalam perspektif hermeneutika juga mencakup semua ilmu yang dimungkinkan ikut membentuknya: psikologi, sosiologi, politik, antropologi, sejarah, dan lain-lain. Ini yang dimaksud dengan distansiasi atas dunia teks (objek) dan apropriasi atau pemahaman diri. Dengan perkataan lain, jika teks (objek) dipahami melalui analisis relasi antar unsurnya (struktural), bidang-bidang lain yang belum tersentuh bisa dipahami melalui bidang-bidang ilmu dan metode lain yang relevan dan memungkinkan.

Penelitian berikutnya oleh (Bonita & Anwar, 2017)penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, hasil dalam penelitian ini Prinsip-prinsip akad pembiayaan murabahah pada BMT Fastabiq Jepara telah sesuai dengan syariah Islam meskipun belum sepenuhnya, karena dalam akad pembiayaan murabahah yang dilaksanakan di-sertakan juga akad wakalah dimana pihak BMT Fastabiq Jepara hanya memberikan uang kemudian memberikan hak kuasa kepada nasabah untuk membelanjakan uang tersebut secara mandiri. Adapun prinsip-prinsip akad pembiayaan murabahah pada BMT Fastabiq Jepara belum sesuai dengan syariah Islam karena tidak bekerja sama dengan pihak ketiga dan tidak disertakan akad wakalah di dalamnya.

(4)

Penelitian lainnya oleh (Hanjani & Arie Haryati, 2018) penelitian ini menggunakan studi kasus, hasil penelitian tersebut ialah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pihak nasabah memilih murabahah pada BMT UMY karna dalam BMT UMY itu sendri menggunakan transaksi yang riil berupa dengan menyediakan langsung barang yang di butuhkan nasabah dengan pinjaman uang sehingga BMT UMY terindar dari hal riba. Dan termasuk juga pada golongan Syariah. Nasabah tidak perlu mengurus pembelian karena petugas BMT UMY yang membelikan. Nasabah hanya memberi tahukan alamat took barang yang dibutuhkan tersebut. BMT UMY juga melayani dengan prosedur dan cara yang dianjurkan oleh agama sehingga nasabah bisa tenang dalammelaksanakan pembiayaan murabahah pada BMT UMY, karena sudah sesuai dengan syariat Islam.

Penelitian selanjutnya oleh(Kalsum, 2014), Hasil penelitian yaitu bahwa hukum riba dalam Alqur’an dengan tegas dinyatakan haram. Esensi pelarangan riba (usurios) dalam Islam berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral dan kemanusiaan sebab esensi pelarangan riba adalah penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan. Sementara status hukum bunga bank ada perbedaan pendapat para pakar baik pakar hukum Islam maupun pakar ekonomi Islam. Hal ini dilatarbelakangi adanya perbedaan penafsiran terahadap ayat-ayat tentang riba dan apakah bunga termasuk kategori riba atau tidak? Ada dua pendapat; pertama, menurut ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba (Q.s.

(5)

al-Baqarah : 130. Dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba karena yang dinyatakan pada Q.s al-Baqarah :130 riba harus bersifat berlipat ganda (tidak wajar).

Selanjutnya penelitian oleh (Yusuf, 2013) Hasil penelitian tersebut Pertama, setiap nasabah yang ingin mendapatkan pembiayaan di bank syariat, harus mengikuti prosedur pembiayaan yang berlaku berdasarkan prinsip syariat. Kedua, Bank Syariah X, dalam melaksanakan pembiayaan murabahah, hanya menerapkan murabahah berdasarkan pesanan saja. Sedangkan pada PSAK No. 102, murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Ketiga, dalam pengimplementasian PSAK No.102 mengenai Akuntansi Murabahah dan hasil analisis, kesimpulkan bahwa Bank Syariat X belum sepenuhnya menerapkan PSAK No.102 tentang Akuntansi Murabahah. Bank Syariat X hanya menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran murabahah dari perspektif penjual saja. Sedangkan dalam PSAK No.102, harus pula dijelaskan ketentuan pengakuan dan pengukuran murabahah dari perspektif penjual, dan dari perspektif pembeli.

Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Yanti Afrida (2016) Hasil penelitian menyebutkan bahwa Salah satu keunggulan perbankan syariah terletak pada sistem bagi hasilnya, sehingga tidak salah masyarakat menyebut bank syariah dengan bank bagi hasil, akan tetapi pada kenyataannya pembiayaan di perbankan syariah tidak didominasi oleh

(6)

pembiayaan mudharabah dengan konsep bagi hasilnya, akan tetapi lebih didominasi oleh pembiayaan murabahah. Untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan ketat dari Dewan Pengawas Syariah atau Dewan Syariah Nasional, sehingga pembiaayan murabahah sebagai pembiayaan primadona di perbankan syariah bisa dikawal dan tidak mencoreng citra dan wibawa perbankan syariah sehingga tidak ada lagi kesan bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional.

Selanjutnya penelitian Oleh Lely Shofa Imama (2014) Hasil Penelitian yaitu bahwa Semua jenis transaksi pada umumnya diperbolehkan sepanjang tidak mengandung unsur riba, maysir, dan garar. Jika bai’ fudhuli termasuk kategori garar, maka perbankan syariah dalam melaksanakan murabahah telah terjebak di dalamnya, karena kontrak murabahah pada umumnya ditandatangani sebelum bank ’mendapatkan’ barang yang dipesan oleh nasabah dan melimpahkan segala konsekuensi pengadaan barang kepada nasabah. Hal yang demikian juga menegaskan bahwa peran bank syariah lebih sebagai pembiaya, bukan penjual barang. Kontrak penjualan adalah sekedar formalitas, karena secara de facto bank sama sekali tidak mengambil resiko penjualan yang menjadi kompensasi penambahan laba sehingga penambahan yang dikaitkan dengan harga barang merupakan tambahan berdasarkan pembayaran tertunda, yang secara tidak langsung mengakui prinsip time value of money.

(7)

Penelitian selanjutnya oleh (Hakim & Anwar, 2017) hasil penelitian bahwa pembiayaan yang terdapat di perbankan syariah didominasi oleh pembiayaan murabahah dan beberapa pembiayaan lainnya, Dan untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah atau Dewan Syariah Nasional, sehingga pembiayaan murabahah sebagai pembiayaan primadona di perbankan syariah tetap berada di dalam aturan syariah serta tidak merusak citra perbankan syariah sebagai lembagasehingga tidak ada lagi kesan bahwa banksyariah sama saja dengan bank konvensional.

Penelitian lainnya oleh Aminah Lubis (2016) hasil penelitian yaitu murabahah merupakan salah satu intstrumen penting dalam transaksi di perbankan Islam. Transaksi ini memungkin untuk pengadaan barang bagi pengusaha yang kurang mempunyai dana, selain sebagai suatu skim yang memberikan keuntungan kepada bank Islam, tidak memiliki resiko tinggi dan sebagai alat peredam ditengah praktek ribawy yang terjadi pada invesatasi jangka pendek. Hanya dalam prakteknya harus dilakukan dengan jeli dan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan yang jauh dari syariah. Oleh karena itu untuk kemajuan perekonomian Islam dibutuhkan pelatihan pemahaman teori dan praktek secara bersamaan sehingga tidak ada yang bisa mengelabui pihak bank dengan trik-trik canggih di lapangan. Penelitiannya selanjutnya yaitu dari (Hasanah et al., 2015)yang mana menjelaskan tentang Risiko yang terkait

(8)

dengan akad murabahah ada 3 (tiga) yaitu, risiko yang terkait dengan barang, nasabah dan pembayaran. Pada BMT-UGT Sidogiri cabang Wongsorejo risiko yang terkait dengan barang dan nasabah sangat rendah, sedangkan risiko yang terkait dengan pembayaran pernah terjadi di BMT-UGT Sidogiri cabang Wongsorejo, yaitu pembayaran kurang lancar dari anggota dikarenakan terjadi risiko murni yang di alami oleh anggota.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh (Prabowo, 2009) yang mana beliau melakukan perbandingan dengan Lembaga keuangan yang ada pada negara lain yaitu Malaysia, dan hasil penelitian beliau menyebutkan bahwa di Malaysia sendiri Berbeda dengan bank syariah di Indonesia yang menggunakan akad murabahah dalam transaksi jual-beli sebagai salah satu bentuk produk pembiayaan, di negara Malaysia produk ini lebih banyak diterapkan menggunakan akad ba’i Inah.10 Ba’i Inah secara umum dapat digambarkan sebagai berikut : Salah satu bank Islam di Malaysia menjual barang dagangannya kepada nasabah (customer) dengan harga yang sudah disepakati yaitu RM 50.000 dan diangsur sampai batas waktu tertentu, lalu bank membelinya kembali dari customer dengan harga yang lebih murah yaitu RM 40.000. Dengan demikian, barang dagangan semula tetap kembali ke pihak penjual.

Tabel 2.1. Reviu Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Metode Hasil 1 Roifatus Syauqoti dan Aplikasi akad murabahah pada Deskriptif Kualitatif

bentuk murabahah dalam fiqih klasik mengalami

(9)

Mohammad Ghozali (2018)

lembaga keuangan

syariah beberapa perubahan dan modifikasi. Dan hal inilahyang banyak menimbulkan kritik pada kalangan masyarakat, Modifikasi dalam akad murabahah seperti mengikat nasabah dengan janji untuk membeli barang yang akan ditawarkan oleh LKS, sedangkan LKS belum memiliki barang yang dipesan oleh nasabah. 2 Haryoso, 2017 Penerapan prinsip

pembiayaan syariah (murabahah) pada BMT Bina Usaha di kabupaten Semarang Deskriptif Kualitatif

pada BMT Bina Usaha ditemukan bahwa BMT ini sudah menjalankan

kegiatan pembiayaan murabahah dengan mengacu pada prinsip-prinsip syariah yang dikeluarkan oleh DSN-MUI. Akan tetapi yang masih menjadi point penting khususnya para pelaku usaha merasa bahwa pembiayaan murabahah yang diberikan untuk modal usaha dirasa masih kurang maksimal 3 Kuswarini, 2016 Penerjemahan Intertekstualitas, Hermeneutika dan estetika Deskriptif Kualitatif hermeutika menghubungkan teks dengan pengarang dan pembacanya. Dan bila langkah-langkah

penerjemahan dilakukan, pasti akan dihasilkan karya terjemahan yang bermutu dan berkarakter. Mutu di sini dikaitkan dengan keberhasilan mentransfer pesan maupun bentuk fisik dari teks sumber ke bahasa sasaran dalam bentuk yang mendekati teks aslinya.

(10)

Sedangkan yang dimaksud dengan penerjemahan yang “berkarakter“ adalah penerjemahan yang mampu menampilkan penggunaan bahasa sasaran yang sesuai dengan karakter dan budaya masyarakat penutur bahasa tersebut. 4 Simega, 2017 Hermeneutika Sebagai Interpretasi Makna Dalam Kajian Sastra Deskriptif Kualitatif hermeneutika melibatkan berbagai disiplin yang relevan sehingga

memungkinkan penafsiran menjadi lebih luas dan dalam. Bagaimanapun berbagai elemen struktur yang bersifat simbolik tidak bisa dibongkar dengan hanya melihat relasi antarelemen tersebut. Oleh sebab itu, penafsiran dalam perspektif hermeneutika juga mencakup semua ilmu yang dimungkinkan ikut membentuknya: psikologi, sosiologi, politik,

antropologi, sejarah, dan lain-lain. Ini yang dimaksud dengan distansiasi atas dunia teks (objek) dan apropriasi atau pemahaman diri. Dengan perkataan lain, jika teks (objek) dipahami melalui analisis relasi antar unsurnya (struktural). 5 Bonita & Anwar, 2017 Implementasi syariah compliance pada akad murabahah dan Ijarah Deskriptif Kualitatif Prinsip-prinsip akad pembiayaan murabahah pada BMT Fastabiq Jepara telah sesuai dengan syariah Islam meskipun belum sepenuhnya, karena dalam akad pembiayaan

murabahah yang di

(11)

akad wakalah dimana pihak BMT Fastabiq Jepara hanya memberikan uang

kemudian memberikan hak kuasa kepada nasabah untuk membelanjakan uang tersebut secara mandiri. Adapun prinsip-prinsip akad pembiayaan murabahah pada BMT Fastabiq Jepara belum sesuai dengan syariah Islam karena tidak bekerja sama dengan pihak ketiga dan tidak disertakan akad wakalah di dalamnya. 6 Hanjani & Arie Haryati, 2018 Mekanisme pembiayaan murabahah pada nasabah di baitul maal wa tamwiil Universitas muhammadiyah Yogyakarta Deskriptif Kualitatif

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pihak nasabah memilih murabahah pada BMT UMY karna dalam BMT UMY itu sendri

menggunakan transaksi yang riil berupa dengan menyediakan langsung barang yang di butuhkan nasabah dengan pinjaman uang sehingga BMT UMY terindar dari hal riba. Dan termasuk juga pada

golongan Syariah. Nasabah tidak perlu mengurus pembelian karena petugas BMT UMY yang membelikan. 7 Yusuf, 2013 Analisis penerapan pembiayaan murabahah berdasarkan pesanan dan tanpa pesanan serta kesesuaian dengan PSAK 102

Deskriptif Kualitatif

Bank Syariah X, dalam melaksanakan pembiayaan murabahah, hanya

menerapkan murabahah berdasarkan pesanan saja. Sedangkan pada PSAK No. 102, murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan,

(12)

dalam implementasian PSAK No.102 mengenai Akuntansi Murabahah dan hasil analisis, kesimpulkan bahwa Bank Syariat X belum sepenuhnya

menerapkan PSAK No.102 tentang Akuntansi

Murabahah. Bank Syariat X hanya menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran murabahah dari perspektif penjual saja. Sedangkan dalam PSAK No.102 8 Yanti Afrida, 2016 Analisis pembiayaan murabahah pada perbankan syariah Deskriptif Kualitatif keunggulan perbankan syariah terletak pada sistem bagi hasilnya, sehingga tidak salah masyarakat menyebut bank syariah dengan bank bagi hasil, akan tetapi pada

kenyataannya pembiayaan di perbankan syariah tidak didominasi oleh

pembiayaan mudharabah dengan konsep bagi hasilnya, akan tetapi lebih didominasi oleh

pembiayaan murabahah. Untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan ketat dari Dewan Pengawas Syariah atau Dewan

Syariah Nasional 9 Lely Shofa

Imama (2014) Konsep dan Implementasi murabahah pada produk

pembiayaan bank Syariah

Deskriptif

Kualitatif Semua jenis transaksi pada umumnya diperbolehkan sepanjang tidak

mengandung unsur riba, maysir, dan garar. Jika bai’ fudhuli termasuk kategori

(13)

garar, maka perbankan syariah dalam

melaksanakan murabahah telah terjebak di dalamnya, karena kontrak murabahah pada umumnya

ditandatangani sebelum bank ’mendapatkan’ barang yang dipesan oleh nasabah dan melimpahkan segala konsekuensi pengadaan barang kepada nasabah 10 Hakim & Anwar, 2017 Pembiayaan murabahah pada perbankan syariah dalam perspektif hukum di Indonesia Deskriptif Kualitatif

untuk menjamin agar terlaksananya pembiayaan murabahah agar sesuai konsep syariah, maka diperlukan pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah atau Dewan Syariah Nasional, sehingga pembiayaan murabahah sebagai pembiayaan primadona di perbankan syariah tetap berada di dalam aturan syariah serta tidak merusak citra

perbankan syariah sebagai lembagasehingga tidak ada lagi kesan bahwa

banksyariah sama saja dengan bank konvensional. 11 Aminah lubis, 2016 Aplikasi murabahah dalam perbankan syariah Deskriptif Kualitatif murabahah merupakan salah satu intstrumen penting dalam transaksi di perbankan Islam. Transaksi ini memungkin untuk pengadaan barang bagi pengusaha yang kurang mempunyai dana, selain sebagai suatu skim yang memberikan keuntungan kepada bank Islam, tidak memiliki resiko tinggi dan sebagai alat peredam

(14)

ditengah praktek ribawy yang terjadi pada invesatasi jangka pendek. Hanya dalam prakteknya harus dilakukan dengan jeli dan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi

penyelewengan-penyelewengan yang jauh dari syariah. Oleh karena itu untuk kemajuan perekonomian Islam dibutuhkan pelatihan pemahaman teori dan praktek secara bersamaan sehingga tidak ada yang bisa mengelabui pihak bank dengan trik-trik canggih di lapangan

(15)

B.

Tinjauan

Pustaka

1. Pembiayaan Murabahah menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) no. 4/DSN-MUI/IV/2000

a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah

1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2. Barang yang diperjual-belikan tidak diharamkan oleh syariat Islam.

3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4. Bank membeli barang yang dipelukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan

dengan, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah

(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli serta keuntugannya. Dalam kasus ini, bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

7. Nasabah membiayai harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

(16)

8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga (akad wakalah), akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi hak milik bank.

b. Ketentuan murabahah kepada nasabah

1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.

2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membelinya) sesuai dengan janji yang telah disepakatinya.

4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membiayai uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut , biaya riil bank harus dibiayai dari uang muka tersebut. Jika uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh

(17)

bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

c. Ketentuan jaminan dalam murabahah

1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.

2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

d. Ketentuan Hutang dalam murabahah

1. Secara prinsip, penyelesaian hutang dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyeleaikan hutangnya kepada bank.

2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.

(18)

1. Nasabah yang memiliki kemampuan membiayai tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.

2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

f. Ketentuan bangkrut dalam murabahah

Jika nasabah dinyatakan pailat dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup Kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 tentang Akuntansi Murabahah

Karakteristik Murabahah

Dalam PSAK No. 102 dinyatakan bahwa karakteristik murabahah sebagai berikut (IAI, 2013) (Habibah & Nikmah, 2016):

a. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

(19)

b. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telat dibeli oleh penjual mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dana akan mengurangi nilai akad.

c. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

d. Akad murabahah memperkenankan penawaran yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

e. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli.

(20)

1. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang

2. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang

3. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.

g. Diskon atas pembelian barang diterima setelah akad murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.

h. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual dan/atau asset lainnya.

i. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.

(21)

j. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.

k. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan

murabahah jika pembeli:

1. melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau 2. melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang disepakati.

l. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah

yang belum dilunasi jika pembeli:

1. melakukan pembayaran cicilan tepat waktu ; dan atau 2. mengalami penurunan kemampuan pembayaran

3. Landasan Hukum Murabahah

Al-Qur’an tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan murabahah, walaupun ada beberapa acuan di dalamnya untuk menjual, keuntungan, kerugian, dan perdagangan. Demikian juga, nampaknya

(22)

tidak ada juga hadits yang memiliki acuan langsung kepada murabahah. Meskipun murabaha termasuk dalam akad jual beli dan dalam Al- Qur’an dan beberapa ayat tentang jual beli misalnya :

surat Al-Baqarah ayat 275:

وَا

َﺣَ

ﻞﱠ

(ﱣ

ُ ا

ﻟْﺒَ

ﯿْ

ﻊَ

وَ

ﺣَ

ﺮﱠ

مَ

اﻟ

ﺮِّ

ﺑٰ

اۗ

Yang artinya : “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”

Surat An-nissa’ ayat 29

ﯾٰٓﺎَ

ﯾﱡ

ﮭَﺎ

ا

ﻟﱠﺬِ

ﯾْ

ﻦَ

اٰ

ﻣَ

ﻨُ

ﻮْ

ا

ﻻَ

ﺗَ

ﺄْ

ﻛُ

ﻠُ

ﻮْٓ

ا

اَ

ﻣْ

ﻮَا

ﻟَ

ﻜُ

ﻢْ

ﺑَﯿْ

ﻨَ

ﻜُ

ﻢْ

ﺑِﺎ

ﻟْﺒَ

طِ

ﻞِ

اِ

ﻻﱠٓ

اَ

نْ

ﺗَ

ﻜُ

ﻮْ

نَ

ﺗِ

ﺠَ

رَ

ةً

ﻋَ

ﻦْ

ﺗَ

ﺮَ

ا

ض

ٍ

ﻣِّ

ﻨْ

ﻜُ

ﻢْ ۗ

وَ

ﻻَ

ﺗَ

ﻘْﺘُ

ﻠُ

ﻮْٓ

ا

اَﻧْ

ﻔُ

ﺴَ

ﻜُ

ﻢْ ۗ

اِ

نﱠ

(ﱣ

َ

ﻛَ

نَ

ﺑِ

ﻜُ

ﻢْ

رَ

ﺣِ

ﯿْ

ﻤً

Yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

(23)

Namun dalam ayat-ayat tersebut tidak menjelaskan jual beli yang bagaimana atau murabahah termasuk di dalamnya atau tidak, jadi belum ada landasan dari Al- Qur’an yang mendasari secara langsung tentang murabahah.

Hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai berikut: Dari Suhaib al-Rumi r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual-beli secara tangguh, muqaradhan (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah)

Produk murabahah ini merupakan produk pembiayaan di mana pihak bank dapat sebagai mediasi antara pihak yang berkepentingan, yaitu nasabah dan developer atau pemasok, maksudnya dalam hal ini adalah apabila nasabah menginginkan memiliki atau membeli sesuatu barang dari developer sementara nasabah belum memiliki dana yang cukup untuk dapat membelinya, maka bank dalam hal ini memberikan bantuan berupa pembiayaan dengan cara membeli barang yang diinginkan oleh nasabah terlebih dahulu dari developer, kemudian pihak bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan harga sesuai dengan pembelian pihak bank dari pihak developer dengan metode angsuran dan ditambah keuntungan bagi pihak bank yang telah disepakati antara pihak bank dan pihak nasabah sebelum transaksi jual-beli dilakukan.

(24)

Para ulama awal seperti Malik dan Syafi’I yang khusus menyatakan bahwa penjualan murabahah berlaku, tidak menyebutkan referensi dari hadits yang jelas. Al-Kaff, kritikus kontemporer terhadap murabahah, menyimpulkan murabahah merupakan “salah satu penjualan yang tidak dikenal sepanjang masa Nabi atau sahabatnya”. Menurutnya, ulama yang masyhur mulai mengungkapkan pandangan mereka mengenai murabahah pada perempat pertama abad hijriah, atau lebih. Karena nampaknya tidak ada acuan langsung kepadanya dalam Al-Qur’an atau Al-Hadits yang diterima umum, para ahli harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain.

Transaksi jual-beli pada umumnya dapat dijelaskan mengenai unsur jaminan (dhomman). Kedudukan dhomman dalam transaksi jual-beli secara teori bahwa dhomman hanya sebatas pada penjual bahwa penjual menjamin barang yang dijual tidak adanya cacat tersembunyi

Imam Syafi’i, tanpa bermaksud untuk membela pandangannya, mengatakan: “Jika seseorang menunjukkan komoditas kepada seseorang dan mengatakan, “kamu beli untukku, aku akan memberikanmu keuntungan begini, begini,” kemudian orang itu membelinya, maka transaksi itu sah”.

(25)

Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Operasional lembaga keuangan Islam harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Hal- hal terssebut sangat diharamkan dan sudah diterangkan dalam Al- Quran dan Al- Hadist.

Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalah serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini, bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit dalam dunia ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakatt.

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan Syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Definisi ini menegaskan bahwa sesuatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN,

(26)

yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instansi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi.

5. Akad Murabahah

Murabahah merupakan salah satu jenis kontrak (akad) yang paling umum diterapkan dalam aktivitas pembiayaan perbankan syariah. Murabahah diterapkan melalui mekanisme jual beli barang dengan penambahan margin sebagai keuntungan yang akan diperoleh bank. Porsi pembiayaan dengan akad Murabahah saat ini berkontribusi paling besar dari total pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia yakni sekitar 60%. Hal ini terjadi karena sebagian besar kredit dan pembiayaan yang diberikan sektor perbankan di Indonesia bertumpu pada sektor konsumtif. Agar mampu bersaing dengan perbankan konvensional, fitur Pembiayaan Murabahah yang mudah dan sederhana menjadikan ia primadona bagi perbankan syariah untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan pembiayaan konsumtif seperti pengadaan kendaraan bermotor, pembelian rumah dan kebutuhan konsumen lainnya.

Pada awalnya, Murabahah tidak berhubungan dengan pembiayaan. Lalu, para ahli dan ulama perbankan syariah memadukan konsep Murabahah dengan beberapa konsep lain sehingga membentuk konsep pembiayaan dengan akad Murabahah. Sekalipun pembiayaan

(27)

Murabahah identik dengan pembiayaan konsumtif, namun sesungguhnya pembiayaan Murabahah dapat juga digunakan untuk pembelian barang produktif bagi aktivitas investasi maupun modal kerja usaha.

Sayangnya, kemudahan mekanisme pembiayaan Murabahah pun tak menjamin praktek di lapangan sesuai dengan ketentuan dan standar syariah maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa hal terkait penyimpangan antara praktek pembiayaan Murabahah dengan konsep dan ketentuan standar hukum syariah maupun hukum positif masih banyak ditemukan sehingga menjadikan hal itu dasar bagi penyusunan standar produk Murabahah ini.

Gambar

Tabel 2.1. Reviu Penelitian Terdahulu  No  Nama Peneliti  Judul  Metode   Hasil  1  Roifatus  Syauqoti dan  Aplikasi akad  murabahah pada  Deskriptif Kualitatif

Referensi

Dokumen terkait

a) Fungsi produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. b) Fungsi pemasaran, merupakan fungsi yang

Untuk sepeda motor akumulasi puncak terjadi pada hari Minggu dengan jumlah sepeda motor sebanyak 185 kendaraan dengan luas 277.5 m 2 jadi luas lahan parkir yang disediakan

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kedua variabel prediktor tersebut dicari seberapa besar kontribusinya sehingga diketahui bahwa kontribusi perhatian

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena atas berkat, pertolongan, pendampingan, rahmat, dan kasihNya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan

Yaitu dengan cara melihat bagian mana saja dari bangunan yang memiliki persamaan bentuk dan ciri, kemudian setelah langkah selanjutnya adalah mencocokan antara komponen bangunan

Perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis bimas Katolik berkisar dari

Terkait dengan teori agency, hubungan manajemen laba dengan ukuran perusahaan dijelaskan bahwa agen (manajemen) perusahaan kecil cenderung akan menaikkan laba di dalam

Pembelajaran merupakan kumpulan dari kegiatan guru dan siswa yang disengaja atau dimaksudkan guna terwujudnya tujuan pembelajaran. Pembelajaran bertujuan agar siswa