• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V SD

Mas Agus Asta Muhamad1, I Nyoman Jampel2, Ndara Tanggu Renda3

1,3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2Jurusan Teknologi Pendidikan, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3}

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan siswa yang belajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada kelas V di Desa Pohsanten. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini berjumlah 85 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 37 orang. Data hasil belajar IPA siswa dikumpulkan dengan instrumen tes objektif. Data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa thit = 4,859 dan ttab (sig. 5%) = 2,030. Hal ini berarti bahwa thit > ttab, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan siswa yang belajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Dari rata-rata (𝝌), diketahui (𝝌) kelompok eksperimen sebesar 82,23 dan (𝝌) kelompok kontrol sebesar 71,68. Hal ini berarti bahwa (𝝌) eksperimen > (𝝌) kontrol. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V di Desa Pohsanten semester genap tahun pelajaran 2016/2017.

Kata-kata kunci: hasil belajar IPA, talking stick

Abstract

This research aims to determine the difference of science learning outcomes between students who were learn by cooperative learning model of talking stick with students who were learn without using cooperative learning model of talking stick in grade V at Pohsanten Village. The type of research is quasi e𝝌perimental research. The population amouts of this research is 85 people. The sample amounts of this research is 37 people. Student learning outcomes data were collected with objective test instruments. The collected data were analyzed using descriptive and inferential statistical analysis (t-test). The results showed that tcount = 4.859 and ttable (sig. 5%) = 2.030. This means that tcount> ttable, so it can be concluded that there is a significant difference in science learning outcomes between students who are learn by cooperative learning model of talking stick with students who are learn without using cooperative learning model of talking stick. From the mean (𝝌), it is known (𝝌) e𝝌perimental group is 82,23 and (𝝌) control group is 71,68. This means that (𝝌) e𝝌periment > (𝝌) control. Therefore, cooperative learning model of talking stick influences on science learning outcomes of grade V students at Pohsanten Village in even semester of academic year 2016/2017.

Keywords : science learning outcomes, talking stick

(2)

2 PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sebuah proses pembentukan karakter peserta didik oleh pendidik agar nantinya peserta didik memiliki watak dan kepribadian yang luhur. Dalam proses pelaksanaan pendidikan saat ini, cara-cara atau metode-metode mengajar yang digunakan sangatlah beragam untuk memaksimalkan kompetensi yang ingin dicapai. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara umum, fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, peran pendidik sangatlah penting dalam proses mengembangkan watak serta peradaban bangsa. Menurut Langeveld (dalam Griadhi, 2008:1), pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlingdungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cakap melaksanakan tugas kehidupannya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa peran seorang pendidik sangatlah penting dalam pendidikan. Peran pendidik tidak hanya sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan lebih kemudian mentransfer ilmu yang dimiliki kepada orang lain dengan cara disampaikan secara lisan maupun tertulis, namun peran pendidik lebih ditekankan kepada bagaimana mengajarkan sesuatu melalui pengalaman langsung. Hal tersebut dimaksudkan agar peserta didik lebih memahami apa yang telah diajarkan oleh guru/pendidik.

Sesungguhnya bahwa mendidik itu jauh lebih banyak dan lebih baik hasilnya bila

didasarkan atas pengalaman serta hasil- hasil dari suatu penelitian (secara teori dan praktik berjalan bersama-sama), daripada jika hanya berdasarkan pengalaman dan intuisi belaka (Griadhi, 2008: 3).

Dalam pendidikan, yang menjadi acuan atau pedoman dalam pelaksanaannya adalah kurikulum.

Departemen Pendidikan Nasional (2003:4 dalam Trianto, 2010:15), memberikan definisi kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 37, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat mata pelajaran dasar, salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam. IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam (Wahyana, 1986 dalam Trianto, 2010:136). Untuk mempelajari IPA tidak hanya mempelajari buku atau mendengarkan suatu penjelasan, tetapi juga dengan praktik langsung agar siswa lebih memahami apa yang mereka pelajari.

Fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003:2 dalam Trianto, 2010:138) adalah menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;

mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah; mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; serta menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan suatu model, strategi, dan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Namun kenyataannya, pembelajaran IPA di lapangan tidak sesuai dengan harapan, sehingga hasil belajar siswa tergolong rendah. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 11 – 13 Januari 2017 dengan guru kelas V SD di Desa Pohsanten, pelaksanaan pendidikan di

(3)

3 Desa Pohsanten kurang maksimal. Hal ini dikarenakan banyak tugas-tugas lain yang harus dikerjakan oleh guru sehingga perannya sebagai seorang pendidik menjadi kurang maksimal serta kurangnya fasilitas pendukung proses pembelajaran seperti buku teks, media pembelajaran, alat peraga, dan lain sebagainya. Adapun dari observasi yang dilakukan di SD yang ada di Desa Pohsanten, proses pembelajaran IPA yang dilakukan cenderung pasif, yaitu siswa belajar

secara monoton, dimana guru hanya menjelaskan materi pembelajaran dan siswa menerima materi pembelajaran tersebut dan tidak terjadi timbal balik (feedback) antara guru dengan siswa. Dari hasil pengumpulan data nilai UAS siswa kelas V SD di Desa Pohsanten, hasil belajar IPA siswa masih tergolong rendah.

Secara lebih jelas, hasil pengumpulan data nilai UAS siswa kelas V SD di Desa Pohsanten disajikan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengumpulan Data Nilai UAS IPA Siswa Kelas V SD di Desa Pohsanten

No. Nama Sekolah KKM Jumlah Siswa

Jumlah Ketuntasan

Rata-rata

Nilai Kategori Tuntas Tidak

Tuntas

1 SDN 1 Pohsanten 75 35 13 22 71,25 Cukup

2 SDN 2 Pohsanten 70 21 10 11 69,95 Cukup

3 SDN 3 Pohsanten 70 10 4 6 69,9 Cukup

4 SDN 4 Pohsanten 75 16 8 8 69,68 Cukup

5 SDN 5 Pohsanten 68 3 1 2 66,66 Cukup

Rata-rata Nilai Siswa Keseluruhan 70,31 Cukup

Apabila dicermati tabel di atas, ternyata sebanyak 49 dari 85 siswa secara keseluruhan mendapatkan nilai di bawah KKM atau sebanyak 57,64%. Sedangkan jika dilihat dari nilai rata-rata siswa kelas V, nilai rata-rata siswa berkisar antara 66,66 – 71,25. Selanjutnya, apabila rata- rata nilai siswa keseluruhan dikonversikan ke dalam kriteria penilaian acuan patokan (PAP) skala 5 (Koyan, 2011:119), maka nilai tersebut termasuk kategori Cukup.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan, yaitu rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V.

Memperhatikan permasalahan rendahnya hasil belajar siswa, perlu suatu usaha untuk meningkatkan hasil belajar.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, diperlukan inovasi dalam pembelajaran yaitu menggunakan sebuah model pembelajaran kooperatif. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick. Model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick ini merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa agar memahami materi pembelajaran secara penuh dan siswa

siap secara mental maupun fisik mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung sehingga model pembelajaran ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada. Adapun menurut Kurniasih & Sani (2016:82), model pembelajaran Talking Stick merupakan satu dari sekian banyak model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini dilakukan dengan bantuan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai jatah atau giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran. Dengan menggunakan model ini, suasana kelas bisa lebih hidup dan tidak monoton.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran Talking Stick dengan siswa yang belajar tanpa model pembelajaran Talking Stick pada siswa kelas V SD di Desa Pohsanten Semester Genap tahun pelajaran 2016/2017.

(4)

4 METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu dengan desain penelitian yang digunakan adalah “Post-test Only Control Group Design”. Kelompok pertama diberi perlakuan (𝝌) dan kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok yang tidak diberi perlakuan

disebut kelompok kontrol. Pada akhir penelitian, semua kelompok diberikan tes akhir (Post-test). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Desa Pohsanten, , yaitu siswa kelas V di SDN 1 Pohsanten, SDN 2 Pohsanten, SDN 3 Pohsanten, SDN 4 Pohsanten, dan SDN 5 Pohsanten. Distribusi populasi disajikan dalam tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Distribusi Populasi Penelitian

No. Sumber Populasi Jumlah Siswa 1 Kelas V SD Negeri 1 Pohsanten 35 2 Kelas V SD Negeri 2 Pohsanten 21 3 Kelas V SD Negeri 3 Pohsanten 10 4 Kelas V SD Negeri 4 Pohsanten 16 5 Kelas V SD Negeri 5 Pohsanten 3

Jumlah 85

Selanjutnya dilakukan uji kesetaraan untuk mengetahui kesetaraan anggota populasi dari hasil belajar siswa menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A).

Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA A pada taraf signifikansi 5% diperoleh nilai Fhitung sebesar 2,52. Nilai Fhitung (2,52) lebih dari nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5%

(2,53), sehingga H0 diterima. Ini berarti Fhitung lebih kecil daripada Ftabel yang berarti pula Fhitung tidak signifikan. Kesimpulannya adalah tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil uji kesetaraan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menentukan sampel penelitian. Penentuan sampel dilakukan dengan teknik random sampling sederhana (simple random sampling). Teknik random dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan sistem undian. Pengundian sampel dilakukan pada semua kelas, karena setiap kelas mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Pengundian pertama bertujuan untuk mendapatkan 2 kelas sampel, kelas yang terpilih yaitu SD Negeri 2 Pohsanten dan SD Negeri 4 Pohsanten. Kelas sampel yang didapatkan kemudian diundi lagi untuk mendapatkan kelas eksperimen dan kelas kontrol. SD Negeri 2 Pohsanten terpilih sebagai kelas

eksperimen dan SD Negeri 4 Pohsanten sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah Tes. Tes yang digunakan adalah tes pilihan ganda. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data tentang hasil belajar siswa adalah Tes. Tes yang digunakan adala tes pilihan ganda. Tes ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap pembelajaran IPA yang mereka peroleh di kelas V.

Sesuai dengan nama tes tersebut yaitu tes pilihan ganda, setiap soal memiliki 4 alternatif jawaban (a, b, c dan d) yang dapat dipilih oleh siswa. Setiap item soal yang dijawab benar akan diberi skor 1 dan item soal yang dijawab salah diberi skor 0 (jawaban dicocokan dengan kunci jawaban). Skor setiap item soal yang dijawab benar akan dijumlahkan dan skor tersebut merupakan skor variabel hasil belajar IPA.

Instrumen yang akan digunakan terlebih dahulu diuji oleh 2 pakar (uji judges) dengan hasil semua indikator relevan. Kemudian dianalisis dengan menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran dan daya pembeda tes. Berdasarkan hasil uji coba instrumen yang dilakukan di SD Negeri 1 Pohsanten dan SD Negeri 3 Pohsanten dengan

(5)

5 jumlah responden 39 orang siswa, diperoleh 30 butir soal yang valid dari 35 butir soal yang diuji cobakan. Butir soal yang tidak valid adalah no 1, 25, 30, 32, dan 34. Dari 30 butir soal yang valid, keseluruhan soal akan digunakan sebagai post-test. Berdasarkan hasil releabilitas tes, diperoleh nilai reliabilitas tes yaitu 0,88. Artinya, tes tersebut berkulitas sangat tinggi. Kemudian berdasarkan uji tingkat kesukaran tes, diperoleh nilai Pp

0,644 yang berarti tes tersebut berada pada kategori sedang. Dan untuk daya pembeda tes, diperoleh nilai Dp 0,34 yang berarti tes tersebut memiliki daya pembeda yang cukup.

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif dan statistik infrensial. Analisis data deskriptif dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari variabel hasil belajar kognitif siswa. Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel tersebut, skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi (SD). Deskripsi data tentang hasil belajar IPA siswa selanjutnya disajikan ke dalam kurva polygon. Tujuan disajikannya kurva tersebut yaitu untuk menafsirkan sebaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hubungan antara mean, median, modus adalah untuk menentukan tingkat kemiringan kurva poligon. Jika mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (Mo<Md<M), maka kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.

Sebaliknya jika modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), maka kurva juling

negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi (Koyan, 2012).

Data yang diperoleh pada penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan analisis statistik deskriptif dan statistik infrensial.

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data-data kualitatif melalui interpretasi-interpretasi untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari metode pembelajaran talking stick terhadap hasil belajar siswa. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencari modus, median, mean, standar deviasi, dan varians. Sebelum melakukan uji hipotesis harus dilakukan uji prasyarat, yaitu mencari normalitas dan homogenitas. Sedangkan yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah dengan menggunakan uji t polled varians.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Data dari hasil post-test terhadap 21 siswa pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 93 dan nilai terendah adalah 70.

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi relatif hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick rata-rata sebanyak 28,57%, dibawah rata-rata sebanyak 33,34% dan diatas rata-rata sebanyak 38,1% sehingga didapat modus lebih besar daripada median dan median lebih besar daripada mean (Mo=82,83 >

Md=82,41 > M=82,23). Digambarkan dalam kurva poligon diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), yang berarti sebagian besar nilai cenderung tinggi. Jika dikonversikan pada kurva poligon maka X

f

0

Gambar 1. Kurva juling positif

0 f

X Gambar 2. Kurva juling negatif

(6)

6 akan berbentuk kurva juling negatif. Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil belajar IPA dengan menggunakan model talking stick, terlebih dahulu dihitung mean ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal (Sdi).

Diketahui skor maksimum ideal = 100 dan skor minimal ideal = 0, maka Mi = 50, dan SDi = 16,7.

Nilai mean pada hasil belajar IPA dengan menggunakan meodel talking stick adalah 82,23, jika dikonversikan berdasarkan skala penilaian hasil belajar IPA maka, hasil belajar IPA siswa pada kelas eksperimen berada pada kategori sangat tinggi.

Sedangkan data dari hasil post-test terhadap 16 siswa pada kelas kontrol menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 83 dan nilai terendah adalah 60.

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi relatif hasil belajar IPA siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick rata-rata sebanyak 31,25%, dibawah rata-rata sebanyak 37,5% dan diatas rata-rata sebanyak 31,25% sehingga mean lebih

besar daripada median dan median lebih besar daripada modus (M=71,68 >

Md=71,5 > Mo=71,16). Digambarkan dalam kurva poligon diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo), yang berarti sebagian besar nilai cenderung rendah.

Jika dikonversikan pada kurva poligon maka akan berbentuk kurva juling positif.

Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil belajar IPA dengan menggunakan model talking stick, terlebih dahulu dihitung mean ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal (Sdi).

Diketahui skor maksimum ideal = 100 dan skor minimal ideal = 0, maka Mi = 50, dan SDi = 16,7.

Nilai mean pada hasil belajar IPA tanpa menggunakan model talking stick adalah 71,68, jika dikonversikan berdasarkan skala penilaian hasil belajar IPA maka, hasil belajar IPA siswa pada kelas eksperimen berada pada kategori tinggi. Rangkuman hasil analisis data statistik deskriptif pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Data Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 82,23 71,68

Median 82,41 71,5

Modus 82,83 71,16

Varians 39,39 39,92

Standar Deviasi 6,27 6,31

Data penelitian ini dapat dianalisis dengan statistik infrensial, yaitu uji-t.

Sebelum melakukan analisis maka terlebih dahulu data harus memenuhi beberapa asumsi statistik. Asusmi statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah normalitas data dan homogenitas varian yang harus diuji.

Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar IPA, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Untuk menguji normalitas distribusi data pada penelitian ini digunakan uji Chi-square. Adapun kriteria data berdistribusi normal jika 𝝌2

hitung < 𝝌2 tabel, dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan dk= 2.

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, hasil uji normalitas distribusi data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen menunjukkan 𝝌2 hitung 1,27 Berdasarkan tabel nilai chi- square, untuk taraf signifikan 5% dan dk = 2, diperoleh 𝝌2 tabel = 5,59. Hal ini menunjukkan bahwa, 𝝌2 hitung < 𝝌2 tabel, maka sebaran data hasil belajar IPA untuk kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Pada kelompok kontrol diperoleh 𝝌2 hitung = 0,46. Pada taraf signifikansi 5%

dan dk = 2, diperoleh 𝝌2 tabel = 5,59. Hal

(7)

7 ini menunjukkan bahwa, 𝝌2 hitung < 𝝌2 tabel maka sebaran data hasil belajar IPA untuk kelompok kontrol berdistribusi normal. Maka sebaran data hasil belajar IPA untuk kelompok kontrol berdistribusi normal.

Homogenitas varians data hasil belajar IPA dianalisis dengan uji F, dengan kriteria kedua kelompok memiliki varians yang homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh Fhitung = 1,01,

sedangkan Ftabel = 2,18 pada taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang = 15 dan dk penyebut = 20. Dapat disimpulkan bahwa, data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai varians yang homogen.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, yaitu uji normalitas data, diperoleh bahwa sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Data

No. Kelas Sampel Total Sampel 𝝌2hitung 𝝌2tabel Kesimpulan

1 Eksperimen 21 1,27 5,59 Normal

2 Kontrol 16 0,46 5,59 Normal

Kemudian berdasarkan uji homogenitas varians, diperoleh bahwa sebaran data hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki varians yang homogen. Hasil uji homogenitas varians data hasil belajar IPA siswa adalah Fhitung = 1,01. Berdasarkan tabel taraf signifikansi 5 % dengan dk pembilang = 15 dan dk penyebut = 20 diperoleh Ftabel = 2,18.

Oleh sebab itu, dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian (H1) dan hipotesis nol (H0). Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t polled varians dengan kriteria H0

diterima jika thitung < ttabel dan H1 diterima jika thitung > ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan db = n1 + n2 – 2.

Hasil analisis uji-t untuk hasil belajar IPA diperoleh thitung = 4,859. Sedangkan ttabel

untuk db = 35 (db = n1 + n2 - 2) dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa tabel t = 2,030. Hal ini berarti thitung > ttabel. Berdasarkan kriteri pengujian, maka H0

ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran talking stick dengan siswa yang belajar tanpa menggunakan model pembelajaran talking stick pada siswa kelas V SD di Desa Pohsanten Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017. Rekapitulasi hasil uji-t kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan pada Tabel 4.

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Uji-t

Kelompok N db Mean (x) s2 t hitung t tabel

Eksperimen 21 35 82,23 39,39

4,859 2,030

Kontrol 16 35 71,68 39,92

Pembahasan

Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick. Secara deskriptif, hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata- rata skor hasil belajar IPA dan kecenderungan skor hasil belajar IPA.

Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen berada pada

(8)

8 kategori sangat tinggi yaitu 82,23, sedangkan skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol berada pada kategori tinggi yaitu 71,68.

Perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan kelompok siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick disebabkan oleh perbedaan cara belajar siswa. Siswa yang belajar dengan model talking stick lebih termotivasi dalam belajar karena nuansa belajar yang terasa seperti bermain, sedangkan siswa yang belajar tanpa model talking stick kurang termotivasi dalam belajar karena siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh guru.

Perbedaan cara belajar siswa ini berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Adapun peningkatan hasil belajar tersebut sejalan dengan pendapat Suprijono (2015:128-129) yang mengatakan bahwa pembelajaran dengan metode talking stick mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan metode talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang yang akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. Guru selanjutnya meminta peserta didik menutup bukunya. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya kemudian diberikan kepada salah satu peserta didik.

Peserta didik yang menerima tongkat diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru, demikian seterusnya. Langkah akhir dari metode talking stick adalah guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya. Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan kepada peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik merumuskan kesimpulan.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Astuti (2013) yang menyatakan metode talking stick menjadi faktor yang sangat berpengaruh

terhadap tingginya hasil belajar siswa.

Rata-rata skor hasil belajar setelah menerapkan metode talking stick adalah 31,80. Senada dengan hal tersebut, penelitian Puspitawangi (2016) juga menunjukkan bahwa model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS Kelas IV di Gugus VIII Kecamatan Sawan Tahun Ajaran 2015/2016. Hasil belajar IPS siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio lebih banyak yang mendapatkan skor di atas rata-rata (Mo > M = 34,50 > 33,96). Sedangkan pada kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional lebih banyak yang mendapatkan skor di bawah rata- rata (Mo < M = 17,50 < 26,37).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Artinya, model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa Pohsanten pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017.

PENUTUP

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan dapat ditarik simpulan yaitu terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan siswa yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Desa Pohsanten Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t, yaitu diperoleh thitung

sebesar 4,859, sedangkan ttabel pada taraf

(9)

9 signifikansi 5% adalah 2,030. Hal ini berarti thitung lebih besar dari ttabel (thitung >

ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

Selain itu dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick lebih baik dibandingkan dengan rata-rata nilai hasil belajar pada kelompok kontrol (XE = 82,23 > XK = 71,68). Hal ini menunjukkan bahwa, model pembelajaran talking stick berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa Pohsanten pada semester genap Tahun Pelajaran 2016/2017.

Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut. Secara teoretis, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan atau referensi tambahan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para pembaca khususnya para pendidik. Kemudian secara praktis, 1) Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi sumber motivasi untuk lebih meningkatkan hasil belajar, khususnya hasil belajar IPA. 2) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif memilih model pembelajaran untuk digunakan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan belajar di sekolah. 3) Bagi kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan untuk membimbing guru dalam memilih model pembelajaran yang tepat yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa di sekolah. 4) Bagi peneliti lain, Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau pedoman untuk melaksanakan penelitian pada variabel yang sama atau berbeda.

DAFTAR RUJUKAN

Admin. UU No. 20 tahun 2003. Tersedia pada

http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_20_

03.htm. Diunduh tanggal 6 Feb 2017.

Astuti, Ni Nym. Triadi. 2013. “Pengaruh Metode Talking Stick Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas V di Gugus

Krisna Kecamatan Negara”. E- Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan

PGSD. Tersedia pada

ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJ PGSD/article/download/1264/

1127. Diunduh tanggal 27 Januari 2017.

Candiasa. 2011. Pengujian Instrumen Penelitian Disertai Aplikasi ITEMAN dan BIGSTEPS. Singaraja:

Undiksha Press.

Dantes, Nyoman. 2017. Desain Eksperimen dan Analisis Data.

Singaraja: Undiksha Press.

Griadhi, Nyoman Cakra. 2008. Pengantar Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Koyan, I Wayan. 2011. Asesmen Dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan: Teknik Analisis Data Kuantitatif. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Kurniasih, Imas & Berlin Sani. 2016.

Ragam Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru. Jakarta: Kata Pena.

Puspitawangi, Kadek Rai. 2016.

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Berbantuan Media Audio Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa”. E-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 4 No:

1 Tahun: 2016. Tersedia pada ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJ PGSD/article/view/6957. Diunduh tanggal 27 Januari 2017.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung:

Alfabeta.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum

(10)

10 Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang dan masalah pokok yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis yaitu “Bahwa pemberian program kesejahteraan karyawan

dalam udang yang t elah dibekukan masih dapat dit erima ialah lebih kecil dari 500. Dengan.. pencucian ini diharapkan j umlah mikroba dapat

Satar Mese Barat, maka dengan ini kami mengundang saudara/I untuk melakukan Pembuktian Kualifikasi terhadap Dokumen Penawaran saudara yang akan dilaksanakan pada :.

Setiap kegiatan yang berlangsung ditemukan permasalahan-permasalahan oleh peserta Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu peserta PKL kesulitas dalam menyesuaikan alur yang diterapkan

Microsft Excel adalah suatu program aplikasi yang berupa kolom dan lajur elektronik yang di tunjukan untuk mengolah dokumen yang berupa angka, dimana angka

Kita diberi kesempatan mengeluarkan sebagian dari bahan makanan kita untuk saudara-saudara kita yng berhak menerimanya lewat zakat fitrah. Di samping makna solidaritas yang

Dengan kegiatan membaca bacaan berjudul “Makna Proklamasi bagi Bangsa Indonesia”, siswa dapat menjelaskan makna proklamasi kemerdekaan dalam upaya membangun masyarakat Indonesia

Untuk membedakan penelitian yang berjudul Teknik Persuasi dan Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat pada Slogan Iklan dalam Aplikasi Belanja di Google Play