• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara 1. Kondisi Goegrafis

Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Gorontalo dengan luas yang dimiliki oleh Kabupaten Gorontalo Utara sekitar 1.777,03 km2, letak geografis 0° 30' – 1° 02′ LU dan 121° 59′ - 123° 02′ BT. Batas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Sulawesi

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Bolmong, Sulawesi Utara Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango

Boalemo dan Kabupaten Pohuwato.

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah Secara administratif, Kabupaten Gorontalo Utara terdiri dari 11 wilayah Kecamatan dan 123 desa dengan jumlah penduduk 104.068 jiwa (Profil Kabupaten Gorontalo Utara, 2011). Seluruh wilayah Kabupaten Gorontalo Utara di bagian utara dibatasi oleh Laut Sulawesi, di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Bolmong, di bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Boalemo dan Pohuwato dan di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Buol (Gorontalo Utara dalam angka, 2012).

Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara memiliki curah hujan rata-rata pada tahun 2011 yaitu 137,83 mm, suhu udara maksimum rata-rata pada tahun 2011

(2)

berkisar antara 31,6°C sampai 33,5°C, sedangkan suhu udara minimum rata-rata berkisar antara 22,1°C sampai 23,7°C (Gorontalo Utara dalam angka, 2012).

Wilayah Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara semuanya memiliki wilayah perairan laut dan memiliki garis panjang pantai 198,00 km2 yang merupakan garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo dan berhadapan dengan Samudera Pasifik. Kabupaten Gorontalo Utara memiliki perekonomian yang terdiversifikasi dalam beberapa sektor yaitu: sektor pertanian dan perkebunan, sektor peternakan, serta sektor perikanan dan kelautan. Sektor perikanan dan kelautan dijadikan sektor unggulan, karena semua wilayah Kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara memiliki daerah pesisir yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara memandang penting menyediakan sarana dan prasarana dalam membangun suatu daerah. Dalam menunjang pembangunan wilayah khususnya sumberdaya kelautan dan perikanan, maka jaringan perhubungan dan transportasi yang tersedia memungkinkan Kabupaten Gorontalo Utara berkembang mengikuti daerah-daerah lain di Provinsi Gorontalo. Pemerintah juga mendukung perekonomian daerah khususnya dalam hal meningkatkan interaksi dan jalur akses pasar antar pelaku ekonomi yang akhirnya dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah (Gorontalo Utara dalam angka, 2012).

2. Potensi Sumberdaya Perikanan

Total produksi perikanan tangkap Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2010 sekitar 13.728 dan pada tahun 2011 sekitar 19.314. Total jumlah nelayan

(3)

yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara pada tahun 2011 mencapai 3.324, sedangkan untuk total masing-masing jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara, seperti Payang sebanyak 26 buah, soma dompar 8, pukat pantai 30, pukat cincin 32, jaring insang 707, perahu bagan 66, bagan rakit 49, serok 13, rawai 302, pukat tonda 784, pukat ulur 869, pukat tegak 641, sero 36, bubu 7, penangkap teripang 1, pukat cang 5, jala tebar 24 dan panah 11 buah (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012).

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Kecamatan Kwandang

Secara administratif Kecamatan Kwandang memiliki luas wilayah 301,26 km2. Kecamatan Kwandang berada pada posisi 0°49′39″S - 122°55′8″E dengan batas-batas wilayah Kecamatan Kwandang adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Laut Sulawesi

Sebelah Timur : Kecamatan Gentuma Raya Sebelah Selatan : Kabupaten Gorontalo

Sebelah Barat : Kecamatan Anggrek (Profil Kecamatan Kwandang Dalam Angka, 2012)

Kecamatan Kwandang terdiri dari 32 yang memiliki luas total 301,26 km2 dan total jumlah penduduk yang dimiliki oleh Kecamatan Kwandang 38.580 jiwa. Jumlah kependudukan di Kecamatan Kwandang pada tahun 2006-2011 dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

(4)

Tabel 3. Jumlah penduduk Kecamatan Kwandang tahun 2006-2011

Tahun Jumlah Penduduk

Laki-laki Perempuan 2006 16.808 16.938 2007 16.868 17.238 2008 17.282 17.366 2009 20.354 19.589 2010 18.076 17.889 2011 19.433 19.147 Sumber: BPS Kabupaten Gorontalo Utara, 2012

2. Potensi Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Kwandang

Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Kecamatan Kwandang meliputi perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Perikanan budidaya meliputi rumput laut, tambak dan kerang mutiara. Kecamatan kwandang memiliki luas tambak sekitar 403 Ha, rumput laut 1.575 Ha dan kerang mutiara 50 Ha, dan untuk perikanan tangkap Kecamatan Kwandang memiliki rumah tangga perikanan (RTP) sekitar 640 dengan jumlah nelayan adalah 1.071, sedangkan sarana dan prasarana meliputi sarana penangkapan ikan dan pelabuhan perikanan pantai yang dikenal dengan PPP Kwandang, selain itu Kecamatan Kwandang memiliki sarana penunjang yang meliputi Taksi Mina Bahari (TMB), Balai Pertemuan nelayan (BPN) dan pabrik es (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012)

Salah satu sumberdaya perikanan non ikan yang memiliki potensi yang cukup besar di Kecamatan Kwandang adalah kepiting bakau (Scylla serrata) dan saat produksi kepiting bakau mulai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, jumlah produksi kepiting bakau pada tahun 2010 mencapai 12.913 ton/tahun

(5)

dengan harga rata-rata Rp.56.000 sedangkan pada tahun 2011 mencapai 14.594 ton/tahun dengan harga rata-rata Rp.60.000. Dari data produksi kepiting bakau terlihat bahwa permintaan kepiting bakau dari tahun 2010 dan 2011 mengalami peningkatan produksi, hal ini sebabkan karena meningkatnya permintaan daging kepiting di Kabupaten Gorontalo Utara khususnya di restaurant-restaurant yang di Provinsi Gorontalo, bahkan permintaan kepiting bakau tidak hanya di sekitar Gorontalo saja, tetapi juga di luar daerah seperti Makassar, Manado dan Palu, oleh karena itu peningkatan produksi kepiting bakau lebih diutamakan sehingga Kabupaten Gorontalo Utara kedepannya dapat dijadikan sebagai daerah yang mempunyai produksi kepiting terbesar dan juga akan menguntungkan bagi daerah itu sendiri (DKP Kabupaten Gorontalo Utara, 2012)

C. Parameter Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) 1. Hubungan Lebar Karapaks dan Berat Kepitng

Jumlah kepiting bakau (Scylla serrata) yang diperoleh dari penelitian ini sebanyak 1011 ekor, yaitu 739 ekor kepiting jantan dan 272 ekor kepiting betina. Jumlah kepiting jantan lebih banyak dibandingkan dengan kepiting betina, hal ini diduga pada saat nelayan menangkap kepiting betina tidak berada di daerah hutan mangrove, diperkirakan kepiting bakau sedang berada di perairan pantai sampai ke laut dalam untuk melakukan pemijahan sedangkan kepiting jantan setelah melakukan perkawinan tetap berada di daerah hutan bakau untuk mencari makan, berlindung dan membesarkan diri, sehingga pada saat nelayan menangkap kepiting jantan paling banyak ditemukan di daerah bakau. Sedangkan untuk

(6)

kepiting betina setelah memijah akan beruaya ke perairan pantai, muara sungai sampai ke daerah bakau untuk mencari makan dan melakukan perkawinan.

Dari pengukuran yang diperoleh, kisaran untuk lebar karapaks kepiting jantan 50-180,33 mm dengan berat tubuh 100,04-1700,88 gram, sedangkan pada kepiting betina kisaran lebar karapaks 50,25-171,88 mm dengan berat tubuh mencapai 100,05-1400,88 gram. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmara (2004) dan Tuhuteru (2003), dimana hasil penelitian Asmara (2004), lebar karapaks kepiting bakau (Scylla serrata) berkisar antara 31,5 – 122,5 mm dengan berat tubuhnya berkisar antara 53,75 – 286,08 gram allometrik negatif baik kepiting jantan maupun betina, sedangkan hasil penelitian Tuhuteru (2003), hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting jantan bersifat allometrik positif dan untuk betina bersifat allometrik negatif.

Menurut Biusing (1987) dalam Asmara (2004), bahwa ukuran kepiting yang tidak selalu sama disebabkan oleh perbedaan strategi hidup atau pola adaptasi dari kepiting tersebut, sedangkan menurut Hartnoll (1982) dalam Asmara (2004), perbedaan diduga karena adanya faktor luar seperti perbedaan iklim mikro yang optimum seiring dengan perbedaan musim dan faktor dalam seperti jenis kelamin dan tingkat kedewasaan. Hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting bakau (Scylla serrata) jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:

(7)

Gambar 6. Hubungan antara Lebar Karapaks dengan Berat Tubuh Kepiting Bakau (Scylla serrata) Jantan dan Betina di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Dari Gambar 6 terlihat bahwa hubungan antara lebar karapaks dengan berat tubuh pada kepiting jantan memiliki persamaan W= -666,2513L9,8410 dengan korelasi (R2) = 0,7570, sedangkan pada betina W = -657,1955L9,5295 dengan nilai korelasinya (R2) = 0,9040. Nilai korelasi menunjukkan korelasi positif antara lebar karapaks dengan berat tubuh, artinya penambahan bobot tubuh berhubungan erat dengan lebar karapaks, sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kepiting bakau baik yang jantan maupun betina bersifat allometrik negatif, dimana pertambahan lebar karapaks lebih cepat dari pada berat tubuh kepiting karena nilai b yang diperoleh dari penelitian ini sebesar 9,8410 dan 9,5295, hal ini diduga

W = -666,2513L9,8410 R2 = 0,7570 -500 0 500 1000 1500 2000 0 50 100 150 200 W = -657,1955L9,5295 R2 = 0,9040 -200.00 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 0 50 100 150 200 Betina Jantan Lebar Karapaks (mm)

(8)

karena ketersediaan jumlah makanan di alam sedikit sehingga pertambahan lebar karapaks lebih besar dari pada berat tubuh kepiting. Interceps kepiting jantan lebih kecil dari kepiting betina (-666,2513 lebih kecil -657,1955), maka kepiting betina akan lebih berat dari pada kepiting jantan pada lebar karapaks yang sama. Hasil pengukuran lebar karapaks dengan berat tubuh kepiting jantan dan betina dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Menurut Warner (1977) dalam Asmara (2004), jika b > 1 maka pertumbuhan bersifat allometrik negatif yang berarti bahwa pertambahan lebar karapaks lebih cepat dari pada berat tubuhnya, sedangkan b < 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan yang allometrik positif yang berarti bahwa pertambahan berat tubuhnya lebih cepat dari pada lebar karapaksnya. Nilai b ini merupakan koefisien pertumbuhan yang menggambarkan kecendurungan pertambahan lebar karapaks terhadap berat tubuh organisme. Pada kepiting yang dianalisa, diperoleh nilai b >1 (allometrik negatif) yang berarti pertambahan lebar karapaks lebih dominan dibandingkan dengan berat tubuh kepiting. Hal ini diduga karena kurangnya jumlah makanan yang tersedia di alam sehingganya pertambahan lebar karapaks lebih besar dari pada tubuhnya.

2. Kelompok Umur

Berdasarkan hasil analisis ukuran kelas kepiting bakau (Scylla serrata) menunjukkan bahwa distribusi frekuensi lebar karapaks total, tengah kelas dan nilai selisih logaritma frekuensi kepiting yang terkumpul selama penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupten Gorontalo Utara dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

(9)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Lebar Karapaks Total, Tengah Kelas dan Nilai Selisih Logaritma Frekuensi Kepiting Bakau (Scylla serrata) yang Terkumpul selama Penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. No Ukuran Kelas (mm) Tengah Kelas (mm) Frekuensi (ekor) Persentase (%) 1 50,00 – 61,80 32 3,1652 2 61,81 – 73,61 54 5,3412 3 73,62 – 85,42 93 9,1988 4 85,43 – 97,23 153 15,1335 5 97,24 – 109,04 143 14,1444 6 109,05 – 120,85 139 13,7488 7 120,86 – 132,66 145 14,3422 8 132,67 – 144,47 103 10,1879 9 144,48 – 156,28 61 6,0336 10 156,29 – 168,09 77 7,6162 11 168,10 – 180,33 11 1,0880 Jumlah 1011 100,0000

Sumber: Olahan Data Primer, 2012

Jumlah sampel kepiting bakau (Scylla serrata) yang diperoleh selama penelitian di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebanyak 1011 ekor dengan kisaran lebar karapaks 50,00–180,33 mm. Kepiting bakau (Scylla serrata) dikelompokkan berdasarkan ukuran kelas kemudian dihitung frekuensi.

Dari ukuran kelas yang ada frekuensi terbanyak berada pada kisaran lebar karapaks 85,43 – 97,23 mm sebanyak 153 ekor kepiting, sedangkan frekuensi paling sedikit berada pada kisaran lebar karapaks 168,10 – 180,33 mm sebanyak 11 ekor kepiting. Hal ini diduga karena pada saat pengukuran menggunakan metode pengambilan sampel secara acak, sehingga ukuran kepiting di lokasi penelitian tidak tersebar secara merata, oleh karena itu ukuran yang paling banyak diperoleh berada pada kisaran lebar karapaks 85,43 – 180,33 mm, selain

61,805 73,615 85,425 97,235 109,045 120,855 132,665 144,475 156,285 168,095

(10)

itu umumnya populasi kepiting yang tersebar di wilayah penelitian adalah kepiting yang berukuran besar.

Berdasarkan hasil analisis Bhattacharya (1967) dalam Sparre dan Siebren (1999), dengan menggunakan hasil pemetaan selisih logaritma frekuensi teoritis terhadap nilai tengah kelas diperoleh tiga kelompok umur pada kepiting bakau (Scylla serrata). Dari hasil penelitian yang dilakukan pemetaan logaritma lebar karapaks total terhadap nilai tengah kelas diperoleh 3 lebar rata-rata dengan ukuran lebar karapaks masing-masing L1, L2 dan L3. Gambar 6 menunjukkan hasil

pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total (sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) masing-masing umur relatif satu di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, sebagai berikut:

Gambar 7. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Satu Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara.

Berdasarkan Gambar 7 diatas terlihat bahwa kelompok umur kepiting yang berumur satu tahun memiliki L1 105,7302 mm dan nilai korelasi (R2) yaitu 0,7510

dengan persamaan 0,6661 + 0,0000063 x. Kepiting yang berumur satu tahun memiliki ukuran lebar karapaks yang berkisar antara 50,00 – 120, 85 mm. Untuk distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih

0.1000 0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 Δ L o g F Tengah Kelas (mm) y = 0,6661 + 0,0000063 x r = 0,7510 L1 = 105,7302 mm

(11)

logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 4.

Ukuran lebar karapaks kepiting yang berumur dua tahun berdasarkan hasil pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total (sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) yang berumur dua tahun dapat dilihat pada Gambar 8 berikut:

Gambar 8. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Dua Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara.

Berdasarkan Gambar 8 diatas kelompok umur kepiting yang berumur dua tahun memiliki L2 121,3173 mm dan nilai (R2) 0,9590 yang memiliki persamaan

1,2617 + 0,0000104 x dengan ukuran lebar karapaks kepiting berkisar antara 109,05 – 156,28 mm. Hasil analisis terhadap distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur dua tahun dapat dilihat pada Lampiran 5.

Sedangkan untuk kelompok umur kepiting pada umur relatif tiga tahun dapat ditunjukkan melalui hasil pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total

y = 1,2610 +0,0000104 r = 0,959 -0.3000 -0.2500 -0.2000 -0.1500 -0.1000 -0.0500 0.0000 0.0500 115,000 120,000 125,000 130,000 135,000 140,000 145,000 150,000 Δ L o g F Tengah Kels (mm)

(12)

(sumbu Y) terhadap nilai tengah kelas (sumbu X) kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Gambar 9 berikut:

Gambar 9. Grafik Pemetaan Selisih Logaritma Lebar Karapaks Total (sumbu Y) terhadap Nilai Tengah Kelas (sumbu X) Kepiting Bakau (Scylla serrata) pada Umur Relatif Tiga Tahun di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo utara.

Dari Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa hasil dari pemetaan selisih logaritma lebar karapaks total yang berumur tiga tahun memiliki L3 157,5942 mm

dan nilai (R2) 1, dimana persamaannya 12,6232 + 0,0000801 x dengan ukuran lebar karapaks berkisar antara 144,48 – 180,33 mm. Hasil analisis terhadap distribusi ukuran kelas, tengah kelas, frekuensi, logaritma frekuensi dan selisih logaritma kepiting yang terkumpul selama penelitian yang berumur tiga tahun dapat dilihat pada Lampiran 6.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang diperoleh Syamsuddin (1993), dengan ukuran yang diperoleh kepiting yang berumur satu tahun berkisar antara 40,25 – 112,32 mm, ukuran kepiting yang berumur dua tahun antara 112,33–130,34 mm sedangkan yang berumur tiga tahun 130,35 – 150,80 mm. Jika

-50,000 0 50,000 100,000 150,000 200,000 0 50,000 100,000 150,000 200,000 Δ L o g F (Su m bu Y) Tengah Kelas (mm) (Sumbu X) y = 12,6233 + 0,0000801 x r = 1 L3 = 157,5942 mm

(13)

dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, maka ukuran kepiting yang berumur satu tahun memiliki lebar karapaks 50,00-120,85 mm, kepiting yang berumur dua tahun 109,05-156,28 mm sedangkan yang berumur tiga tahun 144,48-180,33 mm. Menurut Effendi (1978), bahwa perbedaan ukuran lebar karapaks kepiting disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi penelitian, ketersediaan pakan di alam, umur, ruang gerak, genetik, waktu penelitian dan faktor lainnnya, sedangkan menurut hasil penelitian Djunaidah dkk (2004), bahwa perbedaan lebar karapaks disebabkan oleh adanya perbedaan substrat, karena substrat yang baik untuk kepiting adalah substrat berlumpur sehingga dengan substrat yang berlumpur menghasilkan pertumbuhan lebar karapaks yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan penangkap kepiting bahwa musim kepiting terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Maret. Informasi ini didukung oleh pendapat Suman dan Sumiono (1991), yang menyatakan bahwa musim kepiting berlangsung sepanjang tahun dan puncaknya berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan Maret. Biasanya nelayan memperoleh hasil tangkapan yang cukup besar pada bulan tersebut terutama pada bulan gelap atau empat hari setelah air pasang dan hasil tangkapan yang diperoleh akan dijual ke tempat penampungan kepiting bakau (Alwin, 2012).

3. Pertumbuhan

Informasi tentang parameter pertumbuhan merupakan hal yang mendasar dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan alasannya adalah karena parameter tersebut dapat memberikan kontribusi dalam menduga produksi, ukuran

(14)

stok rekruitmen, dan laju kematian (mortalitas) dari suatu populasi (Sparre dan Siebren, 1999).

Hasil analisis dengan metode Von Bertalanffy dalam Sparre dan Siebren (1999), diperoleh nilai lebar maksimum (L∞) kepiting bakau (Scylla serrata) di

Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebesar 188,4860 mm, koefisien laju pertumbuhan (K) adalah 0,3989 pertahun sedangkan umur teoritis (t0) dengan menggunakan rumus Pauly (1980) yaitu -0,2189 tahun. Untuk

memperoleh nilai L∞, K, dan to kepiting bakau dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan nilai L ∞, K, dan to yang diperoleh dengan menggunakan

persamaan Von Bertalanffy (1 K(t t0))

t L e

L    didapatkan persamaan pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara sebagai berikut:

Lt = 188,4860 (1 – e 0,3989 (t+-0,2189))

Berdasarkan hasil persamaan diatas diketahui lebar karapaks kepiting bakau dari umur relatif, sehingga pertambahan lebar karapaks dapat dihitung untuk setiap tahunnya sampai mencapai lebar maksimum, dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Syamsuddin (1993), nilai lebar karapaks maksimum (L∞) lebih

kecil yaitu mencapai 173,0659 mm sedangkan koefisien laju pertumbuhannya (K) lebih besar yaitu 0,4995 pertahun, hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan lokasi penelitian, tahun penelitian dan ukuran lebar karapaks kepiting bakau (Scylla serrata), sehingga lebar maksimum (L∞) dengan koefiseien laju

pertumbuhan (K) kepiting berbeda. Dari persamaan diperoleh kurva pertumbuhan kepiting bakau, seperti yang terlihat pada Gambar 10 berikut ini:

(15)

Gambar 10. Kurva Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Berdasarkan kurva pertumbuhan kepiting bakau yang terlihat pada Gambar 10 bahwa pertumbuhan kepiting bakau pada umur satu tahun relatif cepat dan pada saat kepiting mencapai umur dua sampai tiga tahun pertumbuhannya cenderung lambat dan akan tetap mengalami pertumbuhan sampai dengan mencapai lebar karapaks maksimum. Menurut (Azis, 1989), pertumbuhan lebar kepiting bakau (Scylla serrata) yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai lebar asimptot dimana kepiting bertambah lebar, selain itu, pertumbuhan cepat bagi biota yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan, sedangkan Pada biota tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel – sel yang rusak (Jalil dan Mallawa, 2001).

-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Umur Relatif Lt = 188,4860 (1 – e 0,3989(t +0,2189) L (t)

(16)

4. Mortalitas

Pendugaan laju mortalitas total (Z) dianalisis dengan menggunakan metode Beverton dan Holt (Sparred an Siebren 1999). Nilai dugaan mortalitas seketika untuk kepiting bakau (Scylla serrata) diperoleh sebesar 0,4854 pertahun dan untuk mortalitas alami (M) dengan menggunakan rumus Pauly (1980) dengan memasukan nilai K= 0,3989 pertahun, L∞= 188,4860 mm dan suhu perairan

29,28oC, sehingga diperoleh nilai mortalitas alami (M) = 0,0870 pertahun sedangkan untuk mortalitas penangkapan (F) diperoleh dengan mengurangi nilai Z terhadap M sehingga diperoleh nilai dugaan mortalitas penangkapan (F) kepiting adalah 0,3984 pertahun. Untuk memperoleh nilai mortalitas total, mortalitas alami dan mortalitas penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 8. Analisis laju mortalitas kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Analisis Laju Mortalitas Total, Mortalitas Alami dan Mortalitas

Penangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Parameter Populasi Nilai Dugaan (Per Tahun)

Mortalitas Total (Z) 0,4854

Mortalitas Alami (M) 0,0870

Mortalitas Penangkapan (F) 0,3984 Sumber: Olahan Data Primer, 2012.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas nilai mortalitas alami (M) lebih kecil dibandingkan dengan nilai mortalitas penangkapan (F). Menurut Sparre dan Siebren (1999), besarnya nilai mortalitas penangkapan (F) disebabkan karena kematian kepiting bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara karenan faktor penangkapan, sehingga dapat mengakibatkan penurunan jumlah stok kepiting bakau secara drastis. Jika penangkapan dilakukan secara terus

(17)

menerus tanpa ada suatu pengaturan, maka sumberdaya hayati non ikan di waktu yang akan datang akan mengalami kelebihan tangkapan dan akan menyebabkan terganggunya kelestarian sumberdaya hayati itu sendiri.

D. Parameter Pendukung Kehidupan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pengukuran kualitas air untuk kehidupan kepiting bakau dilakukan secara langsung di lapangan. Pengukuran parameter kualitas air diambil dibeberapa lokasi pengambilan kepiting yang merupakan habitat dari kepiting. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air pada setiap Lokasi Pengambilan Kepiting Bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Parameter Kualitas Air

No Suhu (ºC) Salinitas (ppt) pH 1 28,5 24 7,5 2 27,9 25 7,74 3 30 25 7,4 4 29,7 23 7,8 5 29,9 24 7,8 6 29 23 8,03 7 30 21 7,63 Rata-rata 29,28

Sumber: Hasil Penelitian, 2012. 1. Suhu

Suhu merupakan faktor abiotik yang berperan penting dalam pengaturan aktifitas hewan akuatik yang mempengaruhi proses fisiologi ikan seperti respirasi,

(18)

metabolisme, konsumsi pakan, pertumbuhan, tingkah laku, dan reproduksi serta mempertahankan hidup.

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa kisaran suhu yang diperoleh dari hasil pengukuran selama penelitian yang berlokasi di beberapa desa tempat pengambilan kepiting berkisar antara 28,5-30ºC (Tabel 6). Menurut Cholik (2005) dalam Agus (2008), suhu yang dapat diterima untuk kehidupan kepiting bakau

(Scylla serrata) adalah 18°C – 35°C, sedang suhu yang ideal adalah 25 – 30°C, sehingga dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa kisaran suhu pada beberapa lokasi pengukuran yang bertempat di Kecamatan Kwandang masih dalam kondisi yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau.

2. Salinitas

Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku biota tetapi berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia air (Brotowidjoyo, et al. 1995 dalam Agus, 2008). Perubahan salinitas akan sangat berpengaruh langsung terhadap kondisi fisiologi kepiting terkait dengan proses osmoregulasi dan Moulting, karena salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, sifat

osmotik dari air berasal dari seluruh elektrolit yang terlarut dalam air tersebut (Gunarto, 2002).

Kisaran salinitas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 21-25 ppt (Tabel 6), kisaran salinitas tersebut masih dalam batas normal sehingga dapat dikatakan bahwa kepiting bakau di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara dapat tumbuh dengan baik dengan kisaran salinitas yang optimal. Hasil yang diperoleh sesuai dengan pendapat Ramelan (1994) dalam Agus (2008), yang

(19)

menyatakan bahwa kepiting bakau akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas antara 15-25 ppt.

3. pH

Menurut Boyd (1990) dalam Agus (2008), derajat keasaman atau pH menggambarkan aktifitas potensial ion hirogen dalam larutan yang dinyakatan

sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu, atau pH = - log (H+). Air

murni mempunyai nilai pH = 7, dan dinyatakan netral, sedang pada air payau normal

berkisar antara 7 – 9. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada

ikan demikian juga pada pH yang mempunyai nilai kelewat basa, hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga aktifitas pernafasan tinggi dan berpengaruh terhadap menurunnya nafsu makan (Ghufron dan H. Kordi, 2005 dalam Agus, 2008).

Kisaran pH air yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 7,4 – 8,03 (Tabel 6), kisaran diperoleh tergolong dalam kondisi yang layak untuk pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata). Sedangkan menurut Amir (1994) dalam Agus (2008), kepiting bakau mengalami pertumbuhan dengan baik pada

kisaran pH 7,3 – 8,5.

Kepiting bakau (Scylla serrata) pada umumnya akan berkembang dengan baik apabila didukung oleh parameter pendukung yang meliputi, suhu, salinitas dan pH. Apabila parameter pendukung tidak berada dalam kondisi yang optimal maka akan membahayakan kelangsungan hidup kepiting bakau, jadi diperlukan parameter pendukung yang baik sehingga kepiting bakau dapat tumbuh dengan baik.

(20)

Gambar

Tabel 3. Jumlah penduduk Kecamatan Kwandang tahun 2006-2011
Gambar  6.   Hubungan  antara  Lebar  Karapaks  dengan  Berat  Tubuh  Kepiting     Bakau  (Scylla  serrata)  Jantan  dan  Betina  di  Kecamatan  Kwandang     Kabupaten    Gorontalo Utara
Tabel 4.  Distribusi  Frekuensi  Lebar  Karapaks  Total,  Tengah  Kelas  dan  Nilai  Selisih   Logaritma  Frekuensi  Kepiting  Bakau  (Scylla  serrata)  yang  Terkumpul   selama  Penelitian  di  Kecamatan  Kwandang  Kabupaten  Gorontalo Utara
Gambar 7.  Grafik  Pemetaan  Selisih  Logaritma  Lebar  Karapaks  Total  (sumbu  Y)   terhadap  Nilai  Tengah  Kelas  (sumbu  X)  Kepiting  Bakau  (Scylla   serrata)  pada  Umur  Relatif  Satu  Tahun  di  Kecamatan  Kwandang   Kabupaten Gorontalo utara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Merasa dengan potensi yang dimiliki serta adanya dukungan dari masyarakat pendukung (Paguyuban Ngeksi Gondo), kelompok karawitan Ngesti Laras selalu ingin

pengendalian internal pada penggajian yang diterapkan oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dalam melaksanakan setiap proses transaksi pembayaran gaji

Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan arus pada perairan Sei Carang yang memiliki kisaran sebesar 0,1 m/s sampai 0,26 m/s dapat disimpulkan juga terdapat

stearothermopillus DSM 22 di dalam media Nakamura sebagai kontrol (K), akar kelap sawit tanpa ekstraksi (ASA) dan akar kelapa sawit ekstraksi (ASE) menggunakan shaker inkubator

Sedangkan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling (sample tujuan) artinya anggota sample yang dipilih secara khusus

Kecerdasan Spiritualitas disingkat SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup kita

ﺖﺳا ﻪﻛ 24 - 30 ﺪﻴﺗﻮﺌﻠﻛﻮﻧ دراد و نﺎﻴﺑ ﻲـﺻﺎﺼﺘﺧا رد ﺖﻓﺎﺑ ﻪﻀﻴﺑ و لﻮﻠـﺳ يﺎـﻫ ﻲـﺴﻨﺟ دراد ، ﺎـﻣا رد مﺮﭙـــﺳا ﻎﻟﺎـــﺑ ﻲﻳﺎـــﺳﺎﻨﺷ هﺪـــﺸﻧ ﺖـــﺳا

secara deskriptif menunjukkan bahwa jumlah titik api yang meningkat pada bulan Januari, Mei dan Agustus tidak mempengaruhi insiden ISPA yang terjadi di Kabupaten