• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM SURAH AN-NISA, AL-MAIDAH, DAN AL-AN AM DIAN FITRIA FEBRIANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MAKNA KONTEKSTUAL KATA DALAM SURAH AN-NISA, AL-MAIDAH, DAN AL-AN AM DIAN FITRIA FEBRIANA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAKNA KONTEKSTUAL KATA طارص /ṢIRĀṬUN/ DAN ليبس /SABĪLUN/

DALAM SURAH AN-NISA, AL-MAIDAH, DAN AL-AN’AM

DIAN FITRIA FEBRIANA 160704060

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

ANALISIS MAKNA KONTEKSTUAL KATA طارص /ṢIRĀṬUN/

DAN ليبس /SABĪLUN/ DALAM SURAH AN-NISA, AL-MAIDAH, DAN AL-AN’AM

SKRIPSI SARJANA OLEH

DIAN FITRIA FEBRIANA (160704060)

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Makna Kontekstual Kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ Dalam Surah An-Nisa, Al-Maidah, dan Al-An’am”.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasul yang menjadi suri tauladan umat manusia di muka bumi ini. Semoga dengan banyak mengucapkan shalawat kepada beliau mudah-mudahan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang mendapat naungannya di hari kiamat nanti.

Peneliti menyadari bahwa skrispi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang peneliti miliki. Oleh karena itu, peneliti berharap saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat tersusun dengan lebih baik. Akhir kata, semoga skrispi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya.

Medan, 22 Juni 2020 Peneliti,

Dian Fitria Febriana NIM.160704060

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Tiada ungkapan yang paling bermakna selain ucapan puji syukur Alhamdulillah. Berkat ridha dan rahmat yang diberikan Allah SWT, peneliti akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skrispi ini sesuai dengan yang diharapkan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang banyak membantu dalam penelitian ini, dan rasa terima kasih tersebut peneliti tujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.

2. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU beserta Bapak Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D selaku Wakil Dekan I, Ibunda Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku Wakil Dekan II, dan Bapak Prof.

Ikhwanuddin Nasution M.Si selaku Wakil Dekan III yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada peneliti untuk mengikuti pendidikan Program Sarjana di Fakultas Ilmu Budaya USU.

3. Ibu Dra. Rahlina Muskar Nasution, M.Hum,. Ph.D selaku Ketua Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, dan nasehat serta selalu menyemangati agar penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.

4. Bapak Drs. Bahrum Shaleh M.Ag selaku Sekretaris Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus selaku Dosen Penguji penelitian ini yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membantu dan banyak mendukung proses penelitian ini hingga selesai tepat pada waktunya yang juga telah banyak membantu, mempermudah dan mendukung saya dalam penelitian maupun dalam perkuliahan.

5. Bapak Dr. Zulfan Lubis, M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak ilmu, bimbingan, nasehat dan arahan serta

(9)

meminjamkan buku-buku referensi kepada peneliti selama penelitian dan masa perkuliahan di Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya USU.

6. Seluruh Staff pengajar Program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan banyak ilmunya sejak peneliti memulai perkuliahan hingga menyelesaikannya dan menjadi sarjana, serta kak Fitri selaku Tata Usaha Program Studi Sastra Arab yang telah banyak membantu peneliti terutama dalam proses administrasi.

7. Kepala perpustakaan USU dan Staffnya yang telah melayani peneliti dalam peminjaman buku selama penulisan ini.

8. Bapak Rahmad Sutoyo dan Ibu Yayie Rakhmawaty selaku Orang Tua yang sangat saya cintai yang telah memberikan segenap pengorbanan disertai do’a yang tulus dan ikhlas, Adik-adik saya (Rizka Rahma Augustha, Ratna Indah Juanita, Amalia Zahrina Putrinov, Marini Azziyati Badzlina, Muhammad Alfarizi Akhwan, Fildzah Azka Humaira, Muhammad Ahnaf Qanit), Nenek, serta seluruh Keluarga Besar H Ali Imran dan Keluarga Besar H Abdullah Ibrahim yang selalu memberikan dukungan juga do’a nya. Berkat do’a dan dukungan mereka semua, peneliti dapat menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Negeri di Sumatera Utara. Semoga selalu diberi kesehatan, umur yang berkah, dimudahkan segala urusannya baik di dunia maupun akhirat, diberikan rezeki yang halal dan melimpah, dan selalu mendapat lindungan dari Allah SWT.

9. Teristimewa dan tersayang untuk suamiku, Pradana Varian Sandrianto yang telah meluangkan waktu dan dedikasinya untuk membantu penelitian ini.

Semangat dan juga do’anya senantiasa ada dalam situasi apapun.

10. Teristimewa dan tersayang untuk sahabatku, Muhammad Alfarasyi, Sri Indah Lestari, Mar’atus Solihah, Sri Wahyuni, Luthfia Ummi yang selalu membantu dalam setiap hal, yang selalu bersama-sama dalam keadaan senang maupun susah, yang selalu memberikan dukungan saat semangat melemah.

11. Teristimewa dan tersayang untuk sahabat SMA ku, Khalliyma Dara Efda, Rifqi Afisha, Ariani Oktaviani, yang telah membersamai peneliti sejak SMA

(10)

dalam kondisi apapun. Meskipun jarak menghalangi, do’anya tetap mengiringi perjalanan peneliti.

12. Senior Sastra Arab yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan do’anya semoga Allah memberikan kita semua kesehatan, dan sukses kedepannya.

13. Sahabat seperjuangan angkatan 2016 yang tidak dapat dituliskan namanya satu-persatu, semoga kita senantiasa dalam lindungan-Nya, dimudahkan dan dilancarkan perjalanan menuju sarjana dan sukses untuk kedepannya.

14. Keluarga Besar IMBA Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan dukungan juga do’anya dalam penelitian saya.

Medan, 22 Juni 2020 Peneliti,

Dian Fitria Febriana NIM.160704060

(11)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...

UCAPAN TERIMA KASIH... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... v

ABSTRAK ... vi

ةيديرجت ةروص

... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Metode Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kajian Terdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 8

2.2.1 Ilmu Semantik ... 8

2.2.2 Makna Kontekstual ... 9

2.2.3 Definisi Kata

طارص

/Ṣirāṭun/ dan

ليبس

/Sabīlun/ ... 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

3.1 Hasil ... 14

3.2 Pembahasan ... 15

3.2.1 Makna Kontekstual Kata

طارص

/Ṣirāṭun/ ... 15

3.2.2 Makna Kontekstual Kata

ليبس

/Sabīlun/ ... 20

BAB IV PENUTUP ... 43

4.1 Simpulan ... 43

4.2 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al- Maidah, dan al-An’am ... 14

(13)

ABSTRAK

Dian Fitria Febriana (160704060) 2020. Analisis Makna Kontekstual Kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/Dalam Surah An-Nisa, Al-Maidah, dan Al-An’am.

Penelitian ini membahas tentang makna kontekstual kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am. Permasalahan penelitian ini adalah berapakah jumlah kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ yang terdapat dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am serta apa saja makna kontekstualnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna kontekstual dari kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ yang terdapat dalam surah an-Nisa, al- Maidah, dan al-An’am. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori K. Ammer yang diambil dalam Umar (1982), Ainin dan Asrori (2014), Tajudin Nur (2019), dan Nandang dan Kosim (2018).. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat makna kontekstual pada kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am yaitu agama Islam; al-Qur’an; petunjuk; tata cara; prinsip; tindakan;

jalan raya/jalan setapak; hidayah; strategi/cara; sebagian beriman dan sebagian kafir; kitab Taurat; tidak mabuk dan junub; menegakkan keadilan dan kebenaran;

berubah/merubah; ajaran sesat; shalat dan zakat; berjuang; jalur, berjihad. Kata طارص /Ṣirāṭun/ ditemukan sebanyak 8 kata yakni dalam surah an-Nisa terdapat 2 makna konteks linguistik, dalam surah al-Maidah ada 1 makna konteks linguistik, dan dalam surah al-An’am terdapat 5 makna konteks linguistik. Sedangkan, kata ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa ditemukan 16 makna konteks linguistik dan 7 makna konteks situasi. Kemudian, dalam surah al-Maidah terdapat 4 makna konteks linguistik dan 1 makna konteks situasi. Selanjutnya, dalam surah al- An’am ada 1 makna konteks linguistik dan 1 makna konteks situasi.

(14)

ةيديرجت ةروص

,انايربف ايرتف نايد 0202

. و ةدئاملاو ءاسنلا ةروس يف ليبسلاو طارصلا ةملك نم يقايس ىنعم ليلحت

ةيلامشلا ةرطموس ةعماج ةفاقثلاو مولعلا ةيلك ةيبرعلا ةغللا مسق : ناديم .ماعنلأا ىنعم نع ثحبي ثحبلا اذه .

مك ىنعي ثحبلا اذه يف ةلكشملا امأ .ماعنلأا و ةدئاملاو ءاسنلا ةروس يف ليبسلاو طارصلا ةملك نم يقايسلا ملعيل ثحبلا فدهو .يقايسلا اهنعمب ماعنلأا و ةدئاملاو ءاسنلا ةروس يف دجوي يذلا ليبسلاو طارصلا ةملكلا ليبسلاو طارصلا ةملك نم يقايس ىنعم ةيبتكملا ةساردلا وه ثحبلا اذه .ماعنلأا و ةدئاملاو ءاسنلا ةروس يف

hcrbrbe bararbil( )

( رمع نم ذخؤت يذلا ريمأ .ك ةيرظنب ثحابلا مدختسا , 2891

يررسا و نيعو )

( 1122 ( رون ندجتو ) 1128

( ميسق و جدهن و ) 1129

و .يفصولا ليلحتب ثحبلا مدختسي .) اذه نم جئاتنلا

ىلع لدت ثحبلا نيد وه ماعنلأا و ةدئاملاو ءاسنلا ةروس يف ليبسلاو طارصلا ةملك ىلع يقايس ىنعم نأ

رفك و ضعب نمأ ،ةّيفيك /ةَّي ِجْيِتا َرْتِس ،ةياده ،قاقز /ةّداج ،ةوطح ،ةيساسأ ،ةيماع ،ىده ،نآرقلا ،ملاسلإا

،قدصلا و لدعلا ماقإ ،بونج و ركس ام ،ةروتلا باتك ،)رفك ضعب و نمأ ضعب( ضعب ميلاعت ,لّدب

قيرط ،داهج ،ةاكزلا و ةلاصلا ،للاضلا .ُدِهاَجُي ,

طارصلا نم دجوت يتلا ةملك ينامث

ة تاملك ناينعم دجوت

ءاسنلا ةروس يف يوغللا قايسلا ,

ةدئاملا ةروس يف يوغللا قايسلا دحاو ىنعم دجوت و ,

دجوت و ةسمخ

يناعم ةروس يف يوغللا قايسلا ماعنلأا

. ةملكلا امأ ليبسلا

دجوت ةعبس و يوغللا قايسلا ىنعم رشع ةتس

عضولا قايسلا ىنعم ءاسنلا ةروس يف

. دجوت مث يناعم ةعبرأ

يف عضولا قايسلا دحاو ىنعم يوغللا قايسلا

ةدئاملا ةروس .

يلاتلا , ةروس يف عضولا قايسلا دحاو ىنعم و يوغللا قايسلا دحاو ىنعم دجوت ماعنلأا

(15)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Pedoman transliterasi yang digunakan adalah Sistem Transliterasi Arab- Latin Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا Alif - tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث Sa ṡ es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ha ḥ ha (dengan titik di bawah)

خ Kha Kh ka dan ha

د Dal D De

ذ Zal Ż zet (dengan titik di atas)

ر Ra R Er

ز Zai Z Zet

س Sin S Es

ش Syin Sy es dan ye

ص Sad ṣ es (dengan titik di bawah)

ض Dad ḍ de (dengan titik di bawah)

ط Ta ṭ te (dengan titik di bawah)

ظ Za ẓ zet (dengan titik di bawah)

ع ‘ain ‘ koma terbalik (di atas)

غ Gain G Ge

ف Fa F Ef

ق Qaf Q Ki

ك Kaf K Ka

ل Lam L El

(16)

م Mim M Em

ن Nun N En

و Waw W We

ه Ha H Ha

ء Hamzah ` Apostrof

ي Ya Y Ye

B. KonsonanRangkap

Konsonan rangkap (tasydid) ditulis rangkap Contoh: ةعّونتم ditulis mutanawwi’ah C. Ta` marbutah di Akhir Kata

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia, seperti shalat dan zakat.

Contoh: ةسردم ditulis madrasah 2. Bila dihidupkan ditulis t

Contoh: ةمركملا ةكم ditulis makkatu al-mukarramah D. Vokal Pendek

Fathah ditulis “a” contoh: سنك ditulis kanasa Kasrah ditulis “i” contoh: حرف ditulis fariḥa Dhammah ditulis “u” contoh: بتك ditulis kutubun E. Vokal Panjang

a panjang ditulis “ā:” contoh: مان ditulis nāma i panjang ditulis “ī:” contoh: بيرق ditulis qarībun u panjang ditulis “ū:” contoh: روطف ditulis fuṭūrun F. Vokal Rangkap

Vokal Rangkap ي (fathah dan ya) ditulis “ai”.

Contoh: نيب ditulis baina

Vokal Rangkap و (fathah dan waw) ditulis “au”.

Contoh: موص ditulis ṣaumun

G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata Dipisah dengan apostrof (`)

(17)

Contoh: متنأأ ditulis a`antum H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al- Contoh : ملقلا ditulis al-qalamu

2. Bila diikuti huruf syamsiah, huruf pertama diganti dengan huruf syamsiah yang mengikutinya.

Contoh: سمشلا ditulis asy-syamsu

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena bahasa dan berbahasa adalah hal yang erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Sebagaimana yang diketahui bahwa penggunaan bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi di kehidupan manusia dapat diwujudkan dalam bentuk kata dan kalimat. Pembentukan kata dan kalimat dalam bahasa dapat dikaji melalui lingustik yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Fonologi mengkaji tentang bunyi bahasa, morfologi mengkaji tentang pembentukan kata, sintaksis mengkaji tentang struktur kalimat, sedangkan semantik mengkaji tentang makna.

Semantik merupakan ilmu tentang makna kata dan kalimat. Ilmu ini mempelajari seluk-beluk dan pergeseran arti kata (Sugono, et.all, 2008:1300).

Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain. Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Jika tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika disamakan dengan morfem, maka makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks (Chaer, 2012: 287).

Dalam penggunaan makna pada pertuturan yang nyata, makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep dasar dan juga acuannya. Chaer (2012 : 288) menyatakan bahwa kita dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks. Chaer juga mengatakan bahwa makna kalimat dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.

Menurut Nur (2019: 40-41), makna kontekstual termasuk konteks yang bersifat linguistik yaitu mengacu pada makna yang kehadirannya dipengaruhi oleh struktur kalimat, yakni adanya satuan kata atau frasa yang mendahului atau mengikuti satuan-satuan bahasa (baik kata maupun frasa) dalam kalimat. Dengan

(19)

demikian, makna tidak mungkin dapat diketahui dengan jelas sifat dan batasannya kecuali dengan memperhatikan unit kata lainnya yang terletak berdampingan.

Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks (Chaer, 2012: 290). Makna kontekstual berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu

Darraz (1966: 111), ulama besar al-Azhar mengatakan Apabila anda membaca al-Qur’an, maknanya akan jelas di hadapan anda. Tetapi bila anda membaca sekali lagi, maka anda akan menemukan pula makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya, demikian seterusnya, sampai anda dapat menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti bermacam-macam.

Dalam pengalaman peneliti saat mendengarkan ceramah yang membahas tentang surah al-Fatihah, terdapat frasa ميِقَتْس ُملا َطا َر ِص /ṣirāṭa al-mustaqīm/ yang yang bermakna jalan lurus. Jalan lurus tersebut dimaknai oleh penceramah secara konteks sebagai ‘agama Islam’. Kemudian, penceramah membahas sedikit tentang sinonim (at-taradif) dari kata طارص /Ṣirāṭun/ yaitu ليبس /Sabīlun/. Kedua kata ini memiliki makna leksikal yang sama yaitu jalan. Setelahnya, penceramah menjelaskan perbedaan dari kedua kata tersebut. Kata طارص /Ṣirāṭun/ memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada kata ليبس /Sabīlun/. Kata طارص /Ṣirāṭun/

terambil dari kata yang bermakna ‘menelan’. Sesuatu yang menelan pastilah lebih lebar dari yang ditelan laksana jalan yang luas (Shihab, 2002 : 99), sementara kata ليبس /Sabīlun/ adalah jalan atau apa-apa yang jelas darinya (Ma’luf, 2011 : 320).

Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang makna kontekstual dari kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam al- Qur’an surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am.

Menurut K. Ammer (dalam Nandang dan Kosim, 2018: 98), konteks terbagi menjadi empat macam yaitu konteks linguistik, konteks emotif, konteks situasi, dan konteks budaya. Dengan adanya keempat konteks tersebut, peneliti ingin melihat bagaimana makna kontekstual dari kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/. Selain itu, penelitian tentang kedua kata tersebut belum pernah diteliti di program studi Sastra Arab Universitas Sumatera Utara.

(20)

Dalam pengamatan sementara, peneliti menemukan makna kata طارص /Ṣirāṭun/ di dalam al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 51, sebagaimana berikut ini :

اَذه ،ُه ْوُدُبْعاَف ْمُكُّب َر َو ْيِّب َر َ َّاللَّ َّنا طا َر ِص

ميِقَتْس ُّم

/Inna llāha rabbī wa rabbukum fā’budūhu, hāzā ṣirāṭun m-mustaqīmun/

‘Sesungguhnya Allah itu Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.’

Pada ayat di atas dapat kita lihat bahwa kata طارص /Ṣirāṭun/ memiliki makna leksikal yaitu ‘jalan’. Namun, secara kontekstual memiliki makna yang sesuai dengan konteks pada ayat tersebut. Kata طارص /Ṣirāṭun/ bersanding dengan kata مْيِقَتْسُم /mustaqīmun/ menjadi ميِقَتْس ُّم طا َر ِص /ṣirāṭun m-mustaqīmun/ memiliki makna ‘jalan yang lurus’. Frasa ini termasuk ke dalam konteks linguistik sehingga makna dari jalan yang lurus ialah beribadah kepada Allah, sebagaimana ditegaskan oleh kalimat ُه ْوُدُبْعاَف. Beribadah dalam konteks ini adalah agar mereka (Bani Israil) mempunyai kepercayaan yang benar terhadap Allah (tauhid), selalu menunaikan segala perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya lahir dan batin (Gani, et.all, 1983: 619).

Demikian pula makna kata ليبس /Sabīlun/ dalam al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 99, sebagaimana berikut ini :

ْنَع َنوُّدُصَت َمِل ِباَت ِكْلا َلْهَأ اَي ْلُق َِّاللَّ ِليِبَس

ا َم َو ۗ ُءاَدَهُش ْمُتْنَأ َو ا ًج َو ِع اَهَنوُغْبَت َن َمآ ْن َم

َنوُل َمْعَت ا َّمَع ٍلِفاَغِب ُ َّاللَّ

/qul ā ahla l-kitābi lima taṣuddūna an sabīli llāhi man āmana tab ūnahā iwa an wa antum s uhadā u wa mā llāhu bi āfilin ammā ta’malūna/ ‘Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu menghalang-halangi orang-orang yang beriman dari jalan Allah, kamu menghendakinya (jalan Allah) bengkok, padahal kamu menyaksikan?” Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.’

Pada ayat di atas, kata ليبس /Sabīlun/ yang bersanding dengan kata ه َاللّ

/Allāhi/ menjadi َِّاللَّ ِليِبَس /Sabīlillāhi/ bermakna ‘jalan Allah’. Bentuk frasa ini jika ditinjau dari konteksnya memiliki makna yaitu ibadah haji. Kata ليبس /Sabīlun/ pada ayat di atas termasuk ke dalam konteks situasi karena upaya Ahli kitab yang dimaksud adalah menghalangi umat Islam melakukan ibadah haji atau

(21)

mengarah dalam shalat ke Ka’bah, yakni dengan menyatakan bahwa Bait al- Maqdis lebih utama dari Ka’bah (Shihab, 2002: 164).

Agar dapat mengetahui makna kontekstual طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam al-Qur’an lebih dalam lagi khususnya surah an-Nisa – al-An’am, maka penelitian ini perlu dikaji lebih dalam lagi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atau konsep makna kontekstual oleh K. Ammer yang terdapat di dalam Umar (1982), Ainin dan Asrori (2014), Tajudin Nur (2019), dan Nandang dan Kosim (2018).

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa jumlah kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al- Maidah, dan al-An’am?

2. Apa saja makna kontekstual kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui jumlah kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am.

2. Untuk mengetahui makna kontekstual kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/

dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis, yaitu berkontribusi untuk menambah referensi keilmuan semantik tentang makna kontekstual dalam Qur’an surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am khususnya pada kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/.

Secara Praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya, kemudian sebagai bahan ajar bagi guru yang membutuhkan. Selain itu, mempelajari semantik bermanfaat bagi pengguna

(22)

bahasa Arab agar dapat memahami makna kontekstual dalam al-Qur’an pada kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yakni penelitian yang memperoleh data primer dan sekunder dari bahan-bahan kepustakaan. Dalam hal ini, peneliti memperoleh data dari al-Qur’an surah an- Nisa, al-Maidah, dan al-An’am sebagai data primer, sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari buku, jurnal, skripsi, dan internet. Penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang datanya bukan berupa angka-angka (Mahsun, 2005: 230).

Selanjutnya, data penelitian ini adalah kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ yang ditemukan dari al-Qur’an surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am.

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode tematik (Salim, 2005:

47) yaitu mengumpulkan dan mengamati ayat-ayat al-Qur’an yang terdapat kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/, kemudian mencari makna sesuai konteksnya yang dikuatkan dengan penjelasan dari buku tafsir al-Qur’an.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis kualitatif yang fokus kajiannya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing (Mahsun, 2005 : 233).

Dalam memindahkan aksara Arab ke dalam aksara Latin peneliti menggunakan Pedoman transliterasi Arab - Latin yang berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987.

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membaca dan memahami buku-buku dan bahan-bahan yang erat kaitannya dengan penelitian.

2. Menyusun konsep penelitian berbentuk proposal.

3. Mengumpulkan data yang diperoleh dari al-Qur’an surah an-Nisa, al- Maidah, dan al-An’am.

(23)

4. Mengklasifikasi data dan memasukkannya ke dalam kartu data.

5. Menganalisis data yang diperoleh, kemudian menjelaskan menjadi sebuah laporan ilmiah berupa skripsi.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini telah diteliti oleh peneliti lain, sebagaimana berikut ini:

a) Angkat (2017) meneliti tentang makna kontekstual perubahan kata لزن /nazala/ dalam al-Qur’an. Dengan menggunakan teori Abdul Chaer. Hasil penelitiannya menemukan kata لزن /nazala/ yang memiliki makna kontekstual dalam al-Qur’an berjumlah 23 kali yang terdapat di dalam 17 surat dan terdapat 14 makna kata yaitu: wahyukan, timpakan, memberikan, azab, menurunkan, penerima tamu, tempat tinggal, mengutus, tempatkan, tempat, yang memberi, sebagai pahala, hidangan, berlaku. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dan menggunakan metode deskriptif.

b) Hidayati (2015), yang mengkaji tentang analisis makna kata نيد /dīnun/

dan ةلم /millatun/ dalam al-Qur’an al-Karim, dengan menggunakan teori Abdul Chaer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna kontekstual dari نيد /dīnun/ dan ةلم /millatun/ yang terdapat dalam al- Qur’an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kontekstual kata نيد /dīnun/ di dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 5 makna, yaitu agama, ibadah, balasan/pembalasan, undang-undang, dan ketetapan agama.

Sementara makna kontekstual kata ةلم /millatun/ ditemukan di dalam al- Qur’an sebanyak 3 makna, yaitu agama para nabi, agama Yahudi/Nasrani, dan agama nenek moyang. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dan menggunakan metode deskriptif.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu sama-sama mengkaji yang berkaitan dengan ilmu semantik tentang makna kontekstual. Pada penelitian ini, peneliti menjadikan surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am sebagai objek penelitian dan kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/

sebagai subjek penelitian. Kemudian, peneliti menggunakan teori K. Ammer

(25)

dalam mengklasifikasikan pembagian konteks makna kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/ pada surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am yang diambil dalam Umar (1982), Ainin dan Asrori (2014), Tajudin Nur (2019), dan Nandang dan Kosim (2018).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Ilmu Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris : semantics) diturunkan dari kata bahasa Yunani Kuno yaitu sema (bentuk nomina) yang berarti “tanda”

atau “lambang”. Bentuk verbanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau

“melambangkan” (Djajasudarma, 1993: 1). Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata “sema” itu adalah tanda linguistik (Prancis : signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Sudah disebutkan bahwa tanda linguistik itu terdiri dari komponen penanda (Prancis : signife) yang berwujud bunyi, dan komponen petanda yang berwujud konsep atau makna (Chaer, 2012: 2).

Dalam bahasa Arab, semantik disebut dengan ةللادلا ملع /’ilmu ad-dil ̅lati/.

Menurut Umar (dalam Matsna, 2016: 3) mendefinisikan ةللادلا ملع /’ilmu ad- dil ̅lati/ sebagai berikut:

فرعي ه ةيرظن لوانتي يذلا ةغللا ملع نم عرفلا كلذ وأ ىنعملا سردي يذلا ملعلا وأ ىنعملا ةسارد هنأب مهضعب

لمح ىلع ارداق نوكي ىتح زمرلا ىف اهرفاوت بجاولا طورشلا سردي يذلا عرفلا كلذ وأ ىنعملا نعمل

ى

/ a rifuhu ba’ḍahum bi annahu dirāsatu al-ma’nā aw al- ilmu allażī yadrusu al-ma’na aw żālika al-far’u min ilmi al-lugati allażī yatanāwalu na riyyata al-ma’na aw żālika al-far’u allażī yadrusu asy-syur ̅tu al- wājibu tuwāfiruhā fī ar-ramzi hattā yak ̅na qādiran alā hamli al-ma’nā/

‘Sebagian mereka (ahli bahasa) mendefinisikan ia (‘ilmu dilalah) adalah kajian tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna, atau cabang yang mengkaji teori makna, atau cabang yang mengkaji syarat- syarat yang harus dipenuhi untuk mengungkap lambang-lambang bunyi sehinga mempunyai makna.’

Al-Khuli (1982: 251) mengatakan semantik di dalam bahasa Arab:

.ةللادلا ملع :يناعملا ملع

نم عرف ةغللا ملع

زمرلا نيب ةقلاعلا سردي روطت سرديو هانعمو ّيوغللا

املكلا يناعم ت

رات ي زاجملاو يناعملا عوانتو ايخ تاملك نيب تاقلاعلاو يوغللا

ةغللا

(26)

/’ilmu ad-dilālati. Ilmu al-ma ānī: far un min ilmi al-lugati yadrusu al- alāqata baina ar-ramzi al-lu awi i wa ma nāhu wa adrusu taṭawwaru ma ānī al-kalimāti tārīkhi ān wa tanāwu u al-ma ānī wa al-ma āzi al- lugawiyyi wa al- alāqāti baina al-kalimāti al-lugati/ ‘Ilmu semantik disebut juga ilmu tentang makna yakni cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara lambang bahasa dan maknanya serta mempelajari perkembangan makna kata dari waktu ke waktu dan macam- macam makna serta gaya bahasa dan hubungan kata dalam bahasa.’

Fayiz al-Dayah (dalam Matsna, 2016: 41-42) membagi makna kepada empat jenis, yaitu makna leksikal, makna morfologis, makna gramatikal, dan makna kontekstual. Makna leksikal adalah makna dasar sebuah kata yang sesuai dengan kamus. Sedangkan, makna gramatikal adalah makna yang dihasilkan dari penggunaan kata-kata pada kalimat tulis atau tutur pada tataran analisis atau struktur (Haidar dalam Matsna, 2016: 44). Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu (Haidar dalam Matsna, 2016: 46).

2.2.2 Makna Kontekstual

Makna konstekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa tersebut. (Chaer, 2012 : 290).

Konteks merupakan elemen dari makna yang dimaksud dalam struktur teks atau pembicaraan, sebab konteks tidak hanya memperhatikan kata dan kalimat saja, tapi juga teks tertulis dan pembicaraan secara keseluruhan lewat hubungan antara kosakata-kosakata dalam suatu konteks (Matsna, 2016: 46).

Menurut Nur (2019: 40), konteks diartikan sebagai suatu bunyi, kata, atau frasa yang mendahului dan mengikuti suatu unsur bahasa dalam ujaran.

Konteks berdasarkan sifatnya terbagi menjadi dua, yaitu linguistik dan nonlinguistik. Konteks yang bersifat linguistik menjadi wilayah kajian semantik, sementara konteks yang bersifat nonlinguistic menjadi wilayah kajian pragmatik.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kepada konteks linguistik yang mengacu pada makna yang kehadirannya dipengaruhi oleh struktur kalimat, yaitu

(27)

adanya satuan kata atau frasa yang mendahului atau mengikuti satuan-satuan bahasa (baik kata maupun frasa) dalam kalimat (Nur, 2019: 41).

Secara lebih rinci, Ammer (dalam Umar, 1998: 69) membedakan konteks ke dalam empat macam yaitu konteks lingustik يوغللا قايسلا /as-Si āqa al-lu awī/, konteks emotif يفطاعلا قايسلا /as-Si āq al- āṭifī/, konteks situasi فقوملا قايس /Si āqa al-mauqif/, dan konteks budaya يفاقثلا قايسلا /as-Si āqa aṡ-ṡaqāfī/.

2.2.2.1 Konteks Linguistik يوغللا قايسلا /as-Siyāqa al-lugawī/

Menurut Ainin dan Asrori (2014: 91), konteks linguistik ialah konteks kebahasaan berupa kata atau frasa yang mendahului atau menyertai sesudahnya yang menjadikan sebuah kata dimaknai berbeda. Kata نسح /hasanun/ dalam contoh berikut makna dasarnya adalah baik, tetapi makna baiknya berbeda-beda.

Perhatikan contoh berikut :

(1) نسح لجر ىفطصم /muṣṭafā ra ulun ḥasanun/‘Musthofa pria yang baik’

(2) نسح يلديص وه /huwa ṣaydaliyyun ḥasanun/ ‘Dia apoteker yang baik’

(3) نسح ءام اذه /hazā māun ḥasanun/ ‘Ini air yang baik’

Kata نسح /hasanun/ dalam ketiga kalimat di atas adalah kata sifat yang menerangkan nomina sebelumnya yang memiliki makna yang berbeda-beda.

Makna yang sesuai dari kata نسح /hasanun/ pada contoh (1) berkaitan dengan akhlaknya, makna yang sesuai dari kata نسح /hasanun/ pada contoh (2) berkaitan dengan kinerjanya, dan makna yang sesuai dari kata نسح /hasanun/ pada contoh (3) adalah jernih dan aman untuk dikonsumsi.

2.2.2.2 Konteks emotif يفطاعلا قايسلا /as-Siyāq al-‘āṭifī/

Konteks emotif adalah suatu kata dibatasi maknanya dengan tingkat kuat dan lemahnya emosi atau perasaan. Kata love dalam bahasa Inggris misalnya secara emotif berbeda dengan kata like meskipun keduanya memiliki makna dasar yang sama, yaitu cinta بحلا /al-hub/. Dalam bahasa Arab, kata هركي /yukrihu/

secara emotif berbeda dengan kata ضغبي /yabgaḍu/, meskipun keduanya juga berasal dari makna dasar yang sama, yaitu ‘membenci’. (Umar, 1982: 80-81) 2.2.2.3 Konteks Situasi فقوملا قايس /Siyāqa al-mauqif/

(28)

Konteks situasi yaitu konteks situasi eksternal di luar faktor kebahasaan yang memungkinkan kata itu digunakan. Artinya, kata yang sama memiliki arti yang berbeda karena digunakan di situasi yang berbeda pula (Nur, 2019: 42).

Misalnya, الله َكُمَح ْرَي /yarḥamukallāh/ ‘Semoga Allah merahmatimu’ dan ُهُمَح ْرَي ّاللَّ

/Allahu yarḥamuhu/ ‘Semoga Allah merahmatinya’. ‘Semoga Allah merahmatimu’ biasanya diucapkan sebagai bentuk do’a kita bagi orang lain yang bersin agar diberi rahmat di dunia, sedangkan “Semoga Allah merahmatinya’

merupakan do’a kita untuk orang lain yang meninggal dunia agar diberi rahmat di akhirat. (Umar, 1982: 71)

2.2.2.4 Konteks Budaya يفاقثلا قايسلا /as-Siyāqa aṡ-ṡaqāfī/

Konteks budaya adalah konteks yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat yang dapat mempengaruhi penggunaan kata (Ainin dan Asrori, 2014: 97). Menurut Umar (dalam Matsna 2016: 51), konteks budaya merupakan keseluruhan makna yang terdapat dalam budaya tertentu. Dalam budaya masyarakat Inggirs misalnya, looking glass dengan mirror maknanya sama yaitu cermin, tetapi penggunaannya berbeda. Looking glass digunakan oleh kalangan masyarakat berstatus sosial tinggi, sedangkan mirror digunakan oleh kalangan masyarakat biasa.

Dalam bahasa Arab, konteks budaya juga berlaku. Contohnya pada kata ةجوز /zawjatun/ dan ةليقع /’aqīlatun/ artinya sama, yaitu istri. Akan tetapi penggunaanya berbeda. Kata ةليقع /’aqīlatun/ digunakan oleh masyarakat pada umumnya, sedangkan kata ةجوز /zawjatun/ digunakan oleh kalangan masyarakat terhormat.

2.2.3 Definisi Kata طارص /Ṣirāṭun/ dan ليبس /Sabīlun/

Menurut Ahmad (1979: 349),

داصلا )طرص(

.قيرّطلا وه و ,نيسلا يف ركذ دق و ,لادبلإا باب نم وه و ءاطلاو ءارلاو

/Ṣiraṭa aṣ-Ṣādu wa ar-Rā’u wa aṭ-Ṭā’u wa huwa min bābi al-ˋIbdāli, wa qad żukira fī as-Sīni, wa huwa aṭ-Ṭarīqu/ ‘(Ṣiraṭun) terbentuk dari huruf ṣād, rā’, dan ṭā’, yang merupakan bentuk perubahan, dan dijelaskan pada bagian sīn, yang bermakna jalan.’

(29)

Pada penjelasan di atas, bagian sīn yang dimaksud oleh Ahmad (1979:

152), yaitu sebagai berikut :

باهذ و ّرم ىف ةبيغ ىلع ّلدي ,دحاو حيحص لصأ ءاطلاو ءارلاو نيسلا )طرس(

اذإ ,ماعّطلا تطرس كلذ نم

باغ طرس اذإ هّنلأ ,هتعلب /Saraṭa as-Sīnu wa ar-Rā’u wa aṭ-Ṭā’uˋaṣlun ṣaḥīḥun wāḥidun, yadullu alā aibatin fī marrin wa żahābin. min żalika: saraṭat aṭ-Ṭa’āmu, ˋiẓā bali’tahu, liˋannahu ˋiẓā suriṭa āba/ ‘(Saraṭun) terbentuk dari huruf sīn, rā’, dan ṭā’, asalnya dari kata tersebut, menunjukkan perjalanan dan kepergian yang tersembunyi, seolah-olah menelan makanan, karena apabila menelannya maka tak akan tampak.’

Kata طارص /Ṣirāṭun/ diambil dari akar kata saraṭa, karena huruf sin bergandeng dengan huruf ra, maka huruf sin diucapkan ṣa menjadi ṣirāṭ atau za menjadi zirāṭ, yang asal katanya bermakna menelan (Shihab, 2002: 67).

Kata طارص /Ṣirāṭun/ yang asalnya berarti menelan juga diartikan sebagai jalan yang lebar. Sesuatu yang ditelan tentu lebih kecil dibandingkan kerongkongan yang menelannya. Kata telan menggambarkan adanya jalan yang luas yang dilalui oleh sesuatu yang ditelan itu. Itulah sebab kata ṣirāṭun diartikan sebagai jalan yang luas, sebab luasnya bermakna seakan-akan menelan para pejalan yang lalu lalang. (Shihab, 2002: 99).

Hidayatullah (2012: 127), mengatakan bahwa kata طارص /Ṣirāṭun/ yang berarti ‘jalan’ merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Latin melalui bahasa Yunani dan Aramik, yaitu sastra yang terdapat dalam surah al-Fatihah.

Kata طارص /Ṣirāṭun/ dalam al-Qur’an senantiasa berbentuk tunggal dan diikuti dengan kata sifat atau idhafah.

Dalam al-Qur’an, selain kata طارص /Ṣirāṭun/, terdapat kata ليبس /Sabīlun/

yang bermakna jalan. Menurut Ahmad (1979: 129-130), arti kata لبس /Sabīlun/

seperti berikut:

.ءيش دادتما ىلع و ,لفس ىلإ ولع نم ءيش لاسرإ ىلع لدي دحاو لصأ ملالاو ءابلاو نيسلا )لبس(

.قيرّطلا وه )ليبّسلا(

/Sabala as-Sīnu wa al-Bā’u wa al-Lāmu ˋaṣlun wāḥidun adullu alā ˋirsāli s aiˋin min uluwwin ˋilā suflin, wa alā imtidādin s aiˋin. as- Sabīlu huwa aṭ-Ṭarīq/ ‘(Sabala) terbentuk dari huruf sīn, bā’, dan lām,

(30)

asalnya dari kata tersebut, yang berarti melepas atau mengurai sesuatu dari atas ke bawah dan merentang sesuatu. (as-Sabīlu) yaitu jalan atau jalur.’

Kata ليبس /Sabīlun/ berasal dari kata kerja sabala – yasbulu. Kata ليبس /Sabīlun/ diartikan sebagai jalan karena jalan merupakan sesuatu yang terurai yang mencerminkan adanya jalur.

Kata ليبس /Sabīlun/ dalam al-Qur’an berbentuk tunggal maupun jamak, baik dalam konteks kebaikan maupun keburukan.

Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa kata ليبس /Sabīlun/

merupakan jalur dan kata طارص /Ṣirāṭun/ merupakan jalan yang luas dan lebar, sehingga jalur itu akan bermuara menuju jalan yang luas dan lebar.

(31)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Berdasarkan data yang diperoleh dari al-Qur’an surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am, ada 8 kata طارص /ṣirāṭun/ dan 32 kata ليبس /sabīlun/ dari berbagai ayat.

Adapun kata طارص /ṣirāṭun/ yang berjumlah 8 ini masing-masing tersebar dalam surah an-Nisa sebanyak 2 kata pada ayat 68, 175, kemudian dalam surah al- Maidah sebanyak 1 kata yakni kata ٍطا َر ِص /ṣirāṭin/ pada ayat 16, selanjutnya dalam surah al-An’am sebanyak 5 kata yakni kata ٍطا َر ِص /ṣirāṭin/ sebanyak 4 pada ayat 39, 87, 153, 161, serta kata ُطارص /ṣirāṭu/ sebanyak 1 pada ayat 126.

Sedangkan, kata ليبس /sabīlun/ masing-masing terdapat dalam surah an- Nisa sebanyak 24 kata yakni kata ًلايبس /sabīlan/ sebanyak 12 kata yang terdapat pada ayat 15, 22, 34, 43, 51, 88, 90, 98, 137, 141, 143, 150, kemudian kata َليبسلا /assabīla/ ada 1 kata yang terdapat pada ayat 44, serta kata ِليبس /sabīli/ sebanyak 10 kata yang terdapat pada ayat 74,75, 76, 89, 94, 95, 100, 115, 160, 167. Dalam surah al-Maidah ada 5 kata yakni kata َليبسلا /assabīla/ ada 1 kata pada ayat 35, kemudian kata ِليبس /sabīli/ sebanyak 4 kata yang ditemukan pada ayat 12, 54, 60, 77. Selain itu, ada juga terdapat dalam surah al-An’am sebanyak 4 kata yakni kata ُليبس /sabīlu/ ada 1 kata yang ditemukan pada ayat 55, kemudian kata ِليبس /sabīli/

ada 2 kata pada ayat 116, 117, serta kata وبسلا َل /assubūla/ ada 1 kata pada ayat 153.

Dengan demikian, peneliti dapat mengelompokkan kata طارص /ṣirāṭun/ dan ليبس /sabīlun/ berdasarkan ketiga surah di atas ke dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Jumlah kata طارص /ṣirāṭun/ dan ليبس /sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al- Maidah, dan al-An’am

No Al-Qur’an Surah

Ayat

Jumlah Kata طارص

/Ṣirāṭun/ Kata ليبس /Sabīlun/

(32)

1 an-Nisa ًطارص /Ṣirāṭan/ : 68, 175

ًلايبس /sabīlan/ : 15, 22, 34, 51, 88, 90, 98, 137, 141, 143, 150

َليبسلا /assabīla/ : 44 26 ِليبس /sabīli/ : 43, 74,75, 76, 89, 94, 95, 100, 115, 160, 167

2 al-Maidah ٍطا َر ِص /Ṣirāṭin/ : 16 ِليبس /sabīli/ : 12, 35, 54, 60, 77

6

3 al-An’am

ٍطا َر ِص /Ṣirāṭin/ : 39, 87,161

ُليبس /sabīlu/ : 55

ِليبس /sabīli/ : 116, 117 9 ُطارص /Ṣirāṭu/ : 126,

153 َلو ُب ُسلا /assubūla/ : 153

TOTAL 8 33 41

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka peneliti akan menjelaskan makna kontekstual kata طارص /ṣirāṭun/ yang terdapat dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan makna kontekstual kata ليبس /sabīlun/ yang terdapat dalam surah an-Nisa, al-Maidah, dan al-An’am dilihat dari bentuknya.

3.2.1 Makna Kontekstual Kata ارصط /Ṣirāṭun/

Agar makna kata طارص /ṣirāṭun/ ini terlihat lebih jelas, peneliti akan menguraikannya berdasar bentuknya yaitu ًطارص /ṣirāṭan/, ٍطارص /ṣirāṭin/, dan ُطارص /ṣirāṭu/.

(33)

3.2.1.1 Makna Kontekstual Kata طارص /Ṣirāṭan/

Kata ًطارص /ṣirāṭan/ ini hanya terdapat dalam surah an-Nisa ayat 68, 175, sebagaimana berikut:

a. Kata طارص /Ṣirāṭan/ pada ayat 68

ْمُهاَنْيَدَهَل َو اًميِقَتْسُّم اًطا َر ِص

/walahada nā hum ṣirāṭan mustaqīman/ ‘Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.’

Pada ayat di atas, kata ًطارص /ṣirāṭan/ ‘jalan’ diikuti oleh kata اًمْيِقَتْسُم /mustaqīman/ ‘lurus’ menjadi sebuah frasa اًميِقَتْس ُّم ا ًطا َر ِص /ṣirāṭan mustaqīman/

yang berarti ‘jalan yang lurus’. Frasa ini termasuk ke dalam makna konteks linguistik sehingga makna dari jalan yang lurus ialah petunjuk berupa agama Islam, sebagaimana ditegaskan oleh kalimat sebelumnya yaitu اَنْيَدَهَل /lahada nā/

‘pasti Kami tunjuki’. Petunjuk dalam konteks ini adalah sesuatu yang dapat membawa kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yaitu berbuat kebaikan, mematuhi segala perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya serta beramal dengan penuh ikhlas, sehingga mendapatkan pahala yang besar (Gani, et.all, 1995:

221).

b. Kata طارص /Ṣirāṭan/ pada surah an-Nisa ayat 175

ِهْيَلِإ ْمِهيِدْهَي َو ٍلْضَف َو ُهْنِّم ٍةَمْح َر يِف ْمُهُل ِخْدُيَسَف ِهِب اوُمَصَتْعا َو ِ َّللَّاِب اوُنَمآ َنيِذَّلا اَّمَأَف اًميِقَتْسُّم اًطا َر ِص

/faaˋmmā l-lażīna āmanū billāhi wa’taṣamū bihi fasa udkhiluhum fī raḥmatin m-minhu wa faḍlin wa ahdīhim ˋilaihi ṣiraṭan m-mustaqīman/

‘Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.’

Kata ًطارص /ṣirāṭan/ pada ayat di atas adalah nomina yang bermakna

‘jalan’, kemudian dirangkaikan dengan adjektiva ًمْيِقَتْسُما /mustaqīman/ yang bermakna ‘lurus’ sehingga menjadi frasa اًميِقَتْس ُّم ا طا َر ِص /ṣirāṭan m-mustaqīman/

‘jalan yang lurus’. Makna ini tergolong ke dalam makna konteks linguistik. Frasa

(34)

‘jalan yang lurus’ di sini bermakna petunjuk berupa agama Islam. Hal ini diperjelas lagi dalam tafsir, yaitu Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepadaNya, maka Allag akan memasukkan mereka ke dalam rahmat dan limpahan karuniaNya, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus menuju kepadaNya yakni agama Islam (Al-Mahali dan As-Suyuthi, 2014: 412).

3.2.1.2 Makna Kontekstual Kata طارص /Ṣirāṭin/

Kata ٍطارص /ṣirāṭin/ terdapat dalam surah al-Maidah ayat 16 dan surah al- An’am ayat 39, 87, 161, seperti berikut ini:

a. Kata طارص /Ṣirāṭin/ pada surah al-Maidah ayat 16

َو ِهِنْذِإِب ِروُّنلا ىَلِإ ِتاَمُلُّظلا َنِّم مُهُج ِرْخُي َو ِم َلاَّسلا َلُبُس ُهَنا َوْض ِر َعَبَّتا ِنَم ُ َّاللَّ ِهِب يِدْهَي ىَلِإ ْمِهيِدْهَي

ٍميِقَتْسُّم ٍطا َر ِص

/ ahdībihi llāhu mani t-taba’a riḍwānahu subula s-salāmi wa ukhri uhum m-mina ẓ-ẓulumāti ˋilā n-nūri biˋiżnihi wa ahdīhim ilā ṣirāṭin m- mustaqīmin/ ‘Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.’

Pada ayat di atas, nomina ٍطارص /ṣirāṭin/ ‘jalan’ diikuti kata ٍمْيِقَتْسُم /mustaqīmin/ ‘lurus’ menjadi frasa ٍميِقَتْس ُّم ٍطا َر ِص /ṣirāṭin mustaqīmin/ ‘jalan yang lurus’. Frasa nomina ini merupakan makna konteks linguistik. Adapun yang dimaksud ‘jalan yang lurus’ dalam konteksnya ini adalah al-Qur’an, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Mahali & As-Suyuthi (2014: 456) bahwa dengan al- Qur’an, Allah memimpin dan menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaanNya ke jalan keselamatan dunia dan akhirat serta mengeluarkan mereka dari kegelapan yakni kekafiran, kepada cahaya yakni keimanan, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus yakni agama Islam.

(35)

b. Kata طارص /Ṣirāṭin/ pada surah al-An’am ayat 39

َلَع ُهْلَعْجَي ْأَشَي نَم َو ُهْلِلْضُي ُ َّاللَّ ِإَشَي نَم ِۗتاَمُلُّظلا يِف مْكُب َو ٌّمُص اَنِتاَيآِب اوُبَّذَك َنيِذَّلا َو ى

ٍميِقَتْسُّم ٍطا َر ِص

/wa l-lażīna każabū biˋā ātinā ṣummun wa bukmun fī ẓ-ẓulumāti man as aˋI l-lāhu uḍlilhu wa man as aˋ a ’alhu alā ṣirāṭin m-mustaqīmin/

‘Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan- Nya berada di atas jalan yang lurus.’

Kata ٍطارص /ṣirāṭin/ ‘jalan’ pada ayat di atas adalah nomina yang dirangkaikan dengan adjektiva ٍمْيِقَتْسُم /mustaqīmin/ ‘lurus’ sehingga menjadi ٍطا َر ِص ٍميِقَتْس ُّم /ṣirāṭin mustaqīmin/ ‘jalan yang lurus’. Frasa ini termasuk ke dalam makna konteks linguistik. Yang dimaksud dengan jalan yang lurus dalam ayat ini adalah petunjuk kepada hamba Allah yang dikehendakiNya agar tidak sesat dalam menjalani kehidupan ini.

c. Kata طارص /Ṣirāṭin/ pada surah al-An’am ayat 87

ىَلِإ ْمُهاَنْيَدَه َو ْمُهاَنْيَبَتْجا َو ْْۖمِهِنا َوْخِإ َو ْمِهِتاَّي ِّرُذ َو ْمِهِئاَبآ ْنِم َو ٍميِقَتْسُّم ٍطا َر ِص

/wa min ˋābāˋihim wa durri ātihim wa ˋiḥwakihim wā taba nā hum wa hada nā hum ˋilā ṣirāṭin m-mustaqīmin/ ‘Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus.’

Kata ٍطارص /ṣirāṭin/ ‘jalan’ pada ayat di atas adalah nomina yang dirangkaikan dengan adjektivas ٍمْيِقَتْسُم /mustaqīmin/ ‘lurus’ sehingga menjadi ٍطا َر ِص ٍميِقَتْس ُّم /ṣirāṭin mustaqīmin/ ‘jalan yang lurus’. Frasa ini termasuk ke dalam makna konteks linguistik. Yang dimaksud dengan jalan yang lurus dalam ayat ini adalah petunjuk yang diberikan oleh Allah kepada hamba Allah agar tinggi derajatnya.

d. Kata طارص /Ṣirāṭin/ pada surah al-An’am ayat 161

ىَلِإ يِّب َر يِناَدَه يِنَّنِإ ْلُق ٍميِقَتْسُّم ٍطا َر ِص

َنيِك ِرْشُمْلا َنِم َناَك اَم َو ۚاًفيِنَح َميِهاَرْبِإ َةَّلِّم اًمَيِق اًنيِد

(36)

/qul ˋinnanī hażānī rabbi ˋilā ṣirāṭin m-mustaqīmin dīnan qi amū m- millata ˋibrāhīma ḥanīfan wa mā kāna mina l-mus rikīna/ ‘Katakanlah:

"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik".’

Pada ayat di atas, nomina ٍطارص /ṣirāṭin/ dirangkaikan dengan adjektiva ٍمْيِقَتْسُم /mustaqīmin/ menjadi frasa ٍميِقَتْسُّم ٍطا َر ِص /ṣirāṭin m-mustaqīmin/ ‘jalan yang lurus’. Frasa ini termasuk ke dalam konteks linguistik sehingga makna dari jalan yang lurus ialah ‘agama Allah (Islam)’. Hal ini diperjelas oleh frasa setelahnya yaitu اًمَيِق اًنيِد /dīnan qi amū/ ‘(yaitu) agama yang benar’.

3.2.1.3 Makna Kontekstual Kata طارص /Ṣirāṭu/

a. Kata طارص /Ṣirāṭu/ pada surah al-An’am ayat 126

َح اًقِّيَض ُه َرْدَص ْلَعْجَي ُهَّل ِضُي نَأ ْد ِرُي نَم َو ِْۖم َلاْسِ ْلِْل ُه َرْدَص ْح َرْشَي ُهَيِدْهَي نَأ ُ َّاللَّ ِد ِرُي نَمَف يِف ُدَّعَّصَي اَمَّنَأَك اًج َر

ِۚءاَمَّسلا َنوُن ِم ْؤُي َلا َنيِذَّلا ىَلَع َسْج ِّرلا ُ َّاللَّ ُلَعْجَي َكِل َذَك .

اَذ َهو ُطا َر ِص َنو ُرَّكَّذَي ٍم ْوَقِل ِتاَي ْلْا اَنْلَّصَف ْدَق ۗاًميِقَتْسُم َكِّب َر

/Allahu ˋan ahdi ahu as raḥ ṣadrahu lilˋislāmi. Wa man uridu ˋan yuḍillahu a ’al ṣadrahu ḍayyiqan ḥara an kaˋannamā aṣṣa’adu fī ssamāˋi. każālika a ’alullahu rri sa alāl lażīna lā uˋminūna. wa hażā ṣirāṭu rabbika mustaqīman qad faṣṣalnā l-ˋā āti liqawmin ażżakkarūna/

‘Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus.

Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang- orang yang mengambil pelajaran.’

Pada ayat ini, nomina ُطاَر ِص /ṣirāṭu/ ‘jalan’ dirangkaikan dengan frasa nomina َكِّب َر /rabbika/ sehingga membentuk َكِّب َر ُطا َر ِص /ṣirāṭu rabbika/ ‘jalan Tuhanmu’. Frasa ini termasuk ke dalam makna konteks linguistik. Makna jalan Tuhanmu yang dimaksud ialah agama Islam. Hal ini dijelaskan pada pangkal ayat sebelumnya yakni ِم َلاْسِ ْلِْل ُه َرْدَص ْح َرْشَي ُهَيِدْهَي نَأ ُ َّاللَّ ِد ِرُي نَمَف /Allahu ˋan ahdi ahu

(37)

yasyraḥ ṣadrahu lilˋislāmi/ ‘Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.’

b. Kata طارص /Ṣirāṭu/ pada surah al-An’am ayat 153

اَذ َه َّنَأ َو اًميِقَتْسُم يِطا َر ِص َنوُقَّتَت ْمُكَّلَعَل ِهِب مُكاَّص َو ْمُكِل َذ ِۚهِليِبَس نَع ْمُكِب َق َّرَفَتَف َلُبُّسلا اوُعِبَّتَت َلا َو ُْۖهوُعِبَّتاَف

/wa ˋanna hāżā ṣirāṭī mustaqīman fā t-tabi’ūhu wa lā tattabi’ū s-subula fatafarraqa bikum an sabīlihi żalikum waṣṣākum bihi la’allakum tattaqūna/ ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.’

Nomina ُطارص /ṣirāṭu/ pada ayat di atas dirangkaikan dengan kata ganti orang pertama tunggal انأ /anā/ ‘saya’ yang dilambangkan dengan huruf ي , sehingga terbentuk frasa nomina يِطا َر ِص /ṣirāṭī/ ‘jalan-Ku’. Kata ‘aku’ dalam ayat ini adalah sebagai kata ganti Allah. Dengan demikian, frasa nomina يِطا َر ِص /ṣirāṭī/

‘jalan-Ku’ dalam ayat ini bermakna melaksanakan segala yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.

3.2.2 Makna Kontekstual Kata ليبس /Sabīlun/

Agar makna kata ليبس /sabīlun/ ini terlihat lebih jelas, peneliti akan menguraikannya berdasar bentuknya yaitu ًليبس /sabīlan/, َليبسلا /assabīla/, ِليبس /sabīli/, ُليبس /sabīlu/, dan َلو ُب ُسلا /assubūla/.

3.2.1.3 Makna Kontekstual Kata ليبس /sabīlan/

Kata ًليبس /sabīlan/ ini hanya terdapat dalam surah an-Nisa ayat 15, 22, 34, 51, 88, 90, 98, 137, 141, 143, 150, sebagaimana berikut:

a. Kata ليهبَس /sabīlan/ pada ayat 15

ُكِسْمَأَف اوُدِهَش نِإَف ْْۖمُكنِّم ًةَعَب ْرَأ َّنِهْيَلَع اوُدِهْشَتْساَف ْمُكِئاَسِّن نِم َةَش ِحاَفْلا َنيِتْأَي يِت َّلالا َو ِتوُيُبْلا يِف َّنُهو

َّنُهَل ُ َّاللَّ َلَعْجَي ْوَأ ُت ْوَمْلا َّنُهاَّف َوَتَي ىَّتَح ًلايِبَس

(38)

/wallatī aˋtīna alfāḥisyta min nisāˋikum fā-stas hidū ala hinna ˋarba’atan minkum faˋin s ahidū faˋamsikūhunna fīlbu ūti ḥattā atawaffāhunna almawtu a ’alallahu lahunna sabīlan/ ‘Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.’

Kata ًلايِبَس /sabīlan/ pada ayat di atas adalah nomina yang bermakna ‘jalan’.

Makna kata jalan dalam ayat ini termasuk ke dalam makna konteks linguistik.

Berdasarkan situasi yang ada dalam ayat ini tergambar bahwa para wanita yang melakukan perbuatan keji yakni berzina atau lesbian akan dikurung di dalam rumah hingga ajal menjemputnya. Maka makna ‘jalan’ dalam ayat ini ialah suatu cara pelaksanaan hukuman dari Allah bagi wanita yang berzina dengan mencambuknya seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin, dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin (Al-Mahali dan As-Suyuthi, 2014: 333). Hal ini dapat dilihat juga pada surah an-Nūr ayat 1-2.

b. Kata ليهبَس /Sabīlan/ pada ayat 22

ْدَق اَم َّلاِإ ِءاَسِّنلا َنِّم مُكُؤاَبآ َحَكَن اَم اوُحِكنَت َلا َو َو اًتْقَم َو ًةَش ِحاَف َناَك ُهَّنِإ َۚفَلَس

ًلايِبَس َءاَس

/wa lā tankiḥū mā nakaḥa abāˋukum mina annisāˋi ˋilā mā qad salafa.

ˋinnahu kāna fāḥisyatan wa maqtan wa sāˋa sabīlan/ ‘Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).’

Kata ًلايِبَس /sabīlan/ pada ayat di atas adalah nomina yang bermakna ‘jalan’.

Kata ًلايِبَس /sabīlan/ ini didahului oleh kata َءاَس /sāˋa/ yaitu adjektiva yang memiliki

(39)

makna ‘buruk’. Dengan demikian, terbentuklah suatu frasa nomina ًلايِبَس َءاَس /sāˋa sabīlan/ ‘jalan yang paling buruk’.

Dalam ayat ini, makna frasa jalan yang buruk tersebut termasuk ke dalam makna konteks situasi. Situasi yang dijelaskan yakni jalan yang paling buruk itu adalah mengawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh sang ayah.

c. Kata ليهبَس /Sabīlan/ pada ayat 34

َلاَف ْمُكَنْعَطَأ ْنِإَف َّْۖنُهوُب ِرْضا َو ِع ِجاَضَمْلا يِف َّنُهوُرُجْها َو َّنُهوُظِعَف َّنُه َزوُشُن َنوُفاَخَت يِت َّلالا َو َّنِهْيَلَع اوُغْبَت

ًۗلايِبَس

ََّاللَّ َّنِإ ا ًريِبَك اًّيِلَع َناَك

/Wallātī takhāfūna nus ūzahunna fa’iẓūhunna wah urūhunna fīlmaḍa i’I waḍribūhunna faˋin ˋaṭa’nakum falā tab ū ala hinna sabīlan. ˋinnallaha kāna ali an kabīran/ ‘Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.’

Kata ًلايِبَس /sabīlan/ pada ayat di atas bermakna ‘jalan’. Berdasarkan makna kontekstualnya, kata tersebut termasuk ke dalam makna konteks situasi yakni cara yang lain dari apa yang telah ditetapkan Allah terhadap wanita-wanita yang nusyuz. Cukuplah dengan cara yang telah dijelaskan Allah dalam ayat ini yaitu dengan menasehati, pisah tempat tidur dan memukul. Hal ini diperkuat oleh penjelasan tafsir dari Gani, et.all (1995: 170), sebagaimana berikut: Allah menerangkan bagaimana seharusnya suami berlaku terhadap istri yang tidak taat kepadanya (nusyuz), yaitu menasehatinya dengan baik. Jika tidak berhasil, maka suami berpisah dari tempat tidur istrinya, dan kalau tidak berubah juga, diperbolehkan memukulnya dengan pukulan yang enteng, tidak mengenai muka dan tidak meninggalkan bekas. Setelah itu, Allah memperingatkan para suami, apabila istri sudah kembali taat kepadanya, janganlah lagi suami mencari-cari jalan untuk menyusahkan istrinya, seperti membongkar-bongkar kesalahan-

(40)

kesalahan yang telah lalu, tetapi bukalah lembaran hidup baru yang mesra dan melupakan hal-hal yang sudah lalu.

d. Kata ليهبَس /Sabīlan/ pada ayat 51

َك َنيِذَّلِل َنوُلوُقَي َو ِتوُغاَّطلا َو ِتْب ِجْلاِب َنوُنِمْؤُي ِباَتِكْلا َنِّم اًبي ِصَن اوُتوُأ َنيِذَّلا ىَلِإ َرَت ْمَلَأ َن ِم ىَدْهَأ ِء َلاُؤ َه او ُرَف

اوُنَمآ َنيِذَّلا ًلايِبَس

/ˋalam tara ˋila allażīna ˋūtū naṣī am minal kitābi uˋminūna bil ibti waṭṭā’ūti wa aqūlūna lillażīna kafarū hāˋulāˋi ˋahdā min allażīna ˋāmanū sabīlan/ Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.’

Pada ayat diatas, kata ًلايِبَس /sabīlan/ bermakna ‘jalan’. Kata ‘jalan’ yang dimaksud mengandung makna konteks situasi ‘prinsip’. Ayat ini menggambarkan bahwa ada perbedaan antara penetapan hukum dengan pelaksanaanya oleh orang- orang Yahudi. Mereka itu tidak sekedar menunjukkan betapa buruk sikap dan perilaku mereka yang telah memperoleh tuntunan kitab suci tapi tidak mengamalkannya; tetapi juga untuk menegaskan kembali apa yang telah dikemukakan sebelum ini bahwa keberadaan kitab suci pada suatu masyarakat tidak menjamin pelaksanaan kandungan kitab suci itu (Shihab, 2007: 473).

e. Kata ليهبَس /Sabīlan/ pada ayat 88

َُّْۖاللَّ َّلَضَأ ْنَم اوُدْهَت نَأ َنوُدي ِرُتَأ ۚاوُبَسَك اَمِب مُهَسَك ْرَأ ُ َّاللَّ َو ِنْيَتَئِف َنيِقِفاَنُمْلا يِف ْمُكَل اَمَف ُ َّاللَّ ِلِلْضُي نَم َو

ُهَل َد ِجَت نَلَف ًلايِبَس

/famā lakum fīl munāfiqīni wallahu ˋarkasahum bimā kasabū ˋaturīdūna ˋan tahdū man ˋaḍallallahu wa man yuḍlilillahu falan tajidalahu sabīlan/

‘Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam

(41)

(menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.’

Pada ayat diatas, kata ًلايِبَس /sabīlan/ bermakna ‘jalan’. Kata ًلايِبَس /sabīlan/

ini termasuk ke dalam makna konteks situasi yang memiliki makna ‘petunjuk’

bagi orang-orang yang disesatkan Allah. Hal ini diperkuat dengan penjelasan tafsir oleh Gani, et.all (1995: 247) sebagaimana berikut: Tidak ada jalan bagi kaum muslimin dan bagi siapapun juga untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah lantaran keingkaran dan kefasikan mereka.

f. Kata ليهبَس /Sabīlan/ pada ayat 90

مُهَنْيَب َو ْمُكَنْيَب ٍم ْوَق ىَلِإ َنوُل ِصَي َنيِذَّلا َّلاِإ ْمُهَم ْوَق اوُلِتاَقُي ْوَأ ْمُكوُلِتاَقُي نَأ ْمُه ُروُدُص ْت َر ِصَح ْمُكوُءاَج ْوَأ قاَثيِّم

ْيَلِإ ا ْوَقْلَأ َو ْمُكوُلِتاَقُي ْمَلَف ْمُكوُل َزَتْعا ِنِإَف ْۚمُكوُلَتاَقَلَف ْمُكْيَلَع ْمُهَطَّلَسَل ُ َّاللَّ َءاَش ْوَل َو ُ َّاللَّ َلَعَج اَمَف َمَلَّسلا ُمُك

ْمِهْيَلَع ْمُكَل

ًلايِبَس

/ˋillallażīna aṣilūna ˋilā qawmin ba nakum wa ba nahum mīṡāqun ˋaw āˋūkum ḥaṣirat ṣudūruhum ˋan uqātilūkum ˋaw uqātilū qawmahum walaws āˋallahu lasallaṭahum ala kum falaqātalūkum faˋini’tazalūkum falam uqātilūkum waˋalwaq ˋila kumussalam famā a’alallahu lakum ala him sabīlan/ ‘kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu, tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian

Gambar

Tabel 1. Jumlah kata طارص /ṣirāṭun/ dan ليبس /sabīlun/ dalam surah an-Nisa, al- al-Maidah, dan al-An’am

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan yang telah dijabarkan, merupakan latar belakang peneliti untuk melakukan Penelitian Tindakan Kepengawasan (PTKp) ini, yang berjudul “Peningkatan Kompetensi

 Pelabuhan (port): daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut, meliputi dermaga, di mana kapal dapat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, indeks keanekaragaman dan kelimpahan jenis capung (Odonata) di Kawasan Bakau, Dusun Baros, Desa Tirtohargo,

Pengaruh positif dari media animasi tersebut ialah mampu meningatkan hasil belajar pada kelas eksperimen yaitu siswa yang telah mengikuti pembelajaran menggunakan

Mencari matriks peluang transisi dengan menggunakan transformasi Laplace, bergantung pada invers dari selisih antara matriks identitas dengan matriks generator.. Mencari

Banyaknya pemirsa yang mengikuti forum chatting lewat sms di Chat Mate ini menurut penulis cukup menarik untuk diteliti, karena jika dilihat dari jam tayang program yaitu

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di desa Bungaraya maka kegiatan penyuluhan dengan menggunakan multimedia sangat efektif karena dari skor rata-rata

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kematangan emosi ibu dengan kekerasan verbal pada anak usia sekolah di SD Negeri 11