• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN NATURALIST INTELLIGENCE PADA ANAK USIA DINI MELALUI EDU-TOURISM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGEMBANGAN NATURALIST INTELLIGENCE PADA ANAK USIA DINI MELALUI EDU-TOURISM"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN NATURALIST INTELLIGENCE PADA ANAK USIA DINI MELALUI EDU-TOURISM

Rohmatus Naini; Shinta Larasaty Santoso

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta Alamat Kontak: Yogyakarta, 55281: [email protected]; [email protected]

Abstrak

Pengembangan Naturalist intelligence pada anak usia dini dapat ditempuh melalui model Edu-tourism.

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode library research dan bertujuan untuk mengkaji tentang pentingnya pengembangan naturalist intelligence sejak dini. Naturalist intelligence merupakan kecerdasan dalam mengenal, memelihara dan memanfaatkan alam secara efektif. Anak yang memiliki naturalist intelligence yang baik akan memiliki kepedulian terhadap alam sekitar, sementara anak dengan naturalist intelligence yang kurang dikembangkan memicu perilaku merusak alam di kemudian hari. Edu-tourism dengan konsep pembelajaran langsung melalui alam merupakan konsep yang cocok diterapkan pada anak usia dini dalam mengembangkan naturalist intelligence anak.

Kata kunci: naturalist intelligence, anak usia dini, edu-tourism Abstract

Developing Naturalist Intelligence in Early Childhood through Edu-tourism. This paper used library research writing methods and the aims of writing this paper is to examine the scientific importance of the developing naturalist intelligence since early chilhood. Naturalist intelligence is the intelligence in identifying, maintaining and utilizing natural effectively. Children who have a baiak naturalist intelligence, will have concern for the environment, while children with less developed naturalist intelligence that triggers the natural destructive behavior in the future. Edu-tourism with the concept of direct learning through nature is a concept that suitable to be applied in early childhood for developing a child's naturalist intelligence.

Keywords: naturalist intelligence, early childhood, edu-tourism

Pendahuluan

Setiap manusia masing-masing diciptakan mempunyai keistimewaan serta keunikan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian penelitian Howard Gardner yang menjelaskan bahwa bahwa semua manusia memiliki kecerdasan, tidak ada istilah manusia yang tidak cerdas. Paradigma ini

menentang teori dikotomi cerdas-tidak cerdas dari ahli terdahulu. Gardner menentang anggapan “cerdas” dari sisi IQ (Intelectual Quotion), yang hanya mengacu pada tiga jenis kecerdasan, yakni logika-matematik, linguistik, dan spasial. Pandangan dikotomis ini masih mewarnai sistem pendidikan kita. Pada tahun 1996, Gardner mengenalkan teori kecerdasan ganda menurut Suparno

(2)

(2004) Multiple Intellegence: 1) Linguistic Intelligence, 2) Logical- Mathematical Intelligence, 3) Spatial Intelligence, 4) Kinestic Intelligence, 5) Musical Intelligence, 6) Interpersonal Intelligence, 7) Intrapersonal Intelligence, 8) Naturalist Intelligence, dan 9) Existential Intelligence.

Naturalist intelligence adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam. Naturalist intelligence merupakan salah satu kecerdasan yang berpotensi untuk pembentukan karakter anak dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungannya. Sejak usia dini, berbagai macam pontensi perlu dilatihkan. Hal ini berguna untuk perkembangan diri sepanjang kehidupannya.

Masa usia dini merupakan masa emas (golden age). Pada masa ini, stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk penguasaan tugas perkembangan. Oleh sebab itu, pendidikan dan metode pembelajaran yang tepat pada anak usia dini yang tepat akan menjadi pondasi keberhasilannya pada masa yang akan datang.

Berkaitan dengan hal yang telah dijelaskan, Edu-tourism merupakan

metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan mengamati objek lingkungan di luar sekolah secara langsung. Metode ini cocok digunakan untuk mengembangkan naturalist intelligence pada anak usia dini. Ketika naturalist intelligence pada anak sudah terbekali, anak dapat mengimplementasikannya dalam berinteraksi secara langsung dengan lingkungan sehingga anak tidak melakukan perilaku merusak, seperti eksploitasi lingkungan hidup yang berakibat terjadinya bencana.

Adapun anak yang kurang mendapatkan pengembangan naturalist intelligence akan menyebabkan beberapa hal seperti;

anak cenderung tak acuh, kurang peka, kurang tanggap, kurangnya kecintaan terhadap alam dan makhluk hidup ciptaan Tuhan. Eksploitasi alam dan penebangan hutan yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor dan kelangkaan air bersih. Adapun contoh lain yakni membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat merusak terumbu karang dan biota laut. Banyak daftar sebab akibat yang biasa terjadi dalam lingkungan hidup kita yang akan dilakukan saat dewasa kelak jika

(3)

pembekalan dan stimulasi naturalist intelligence tidak dilakukan saat masa usia dini.

Upaya untuk mencegah adanya perilaku merusak yang dilakukan saat dewasa adalah dengan mengembangkan naturalist intelligence sejak dini sehingga berpotensi untuk membentuk karakter anak dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungannya, anak memiliki kebiasaan mencintai dan peka terhadap lingkungan alam, menjaga keseimbangan alam, dan tercapainya peningkatan kualitas hidup serta menjadi generasi emas.

Melihat latar belakang tersebut, maka penulis melakukan library research mengenai pentingnya pengembangan naturalist intelligence pada anak usia dini.

KAJIAN PUSTAKA Naturalist Intelligence

Naturalist intelligence merupakan salah satu jenis kecerdasan dari 9 kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner.

Sembilan kecerdasan yang dimaksud adalah: 1) Linguistic Intelligence, 2) Logical-Mathematical Intelligence, 3) Spatial Intelligence, 4) Kinestic Intelligence, 5) Musical Intelligence, 6)

Interpersonal Intelligence, 7) Intrapersonal Intelligence, 8) Naturalist Intelligence, dan 9) Existential Intelligence (Armstrong, 2002:1-2).

Menurut Armstrong (2003:4), naturalist intelligence adalah keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya, formasi awan dan gunung-gunung).

Kecerdasan ini ditandai dengan keahlian membedakan anggota-anggota suatu spesies; mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, baik secara formal maupun informal. Menurut Musfiroh (2004) seseorang yang cerdas dalam jenis ini cenderung menyukai dan efektif dalam hal : a. menganalisis persamaan dan perbedaan, b. menyukai tumbuhan dan hewan, c. mengklasifikasikan flora dan fauna, d. mengoleksi flora dan fauna, e. menemukan pola dalam alam, f.

mengidentifikasi pola dalam alam, g.

melihat sesuatu dalam alam secara detail, h. meramal cuaca, i. menjaga lingkungan, j. mengenali berbagai spesies, k. memahami ketergantungan lingkungan, l. melatih dan menjinakkan hewan.

(4)

Sehingga, naturalist intelligence dapat disimpulkan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki manusia untuk dapat menikmati, mengenali, mengingat, mengategorikan, menganalisis, mengklasifikasi, mengidentifikasi atau menguasai pengetahuan lingkungan alam serta mampu beradaptasi dan mengeksplorasi lingkungan alam dimanapun ia tinggal.

Anak Usia Dini

Masa anak usia dini masuk ke dalam masa-masa awal perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa yang sangat penting bagi perkembangan manusia di masa berikutnya. Menurut Suryani (2007), masa usia dini (0 - 6 tahun) merupakan masa keemasan (Golden Age), pada masa ini stimulasi semua aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan produktivitas kerja masa dewasanya.

Menurut Suyanto (2005: 33), setelah lahir anak perlu mendapatkan stimulasi pendidikan. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Menurut Siti Aisyah,dkk (2010: 1.4- 1.9) karakteristik anak usia dini antara lain; a) memiliki rasa ingin tahu yang besar, b) merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi, d) masa paling potensial untuk belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f) memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, g) sebagai bagian dari makhluk sosial.

Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya.

(5)

2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan piawai dalam mengolah input dari lingkungannya.

3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai situasi yang bertautan langsung dengan minat dan pengalamannya.

4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka gandrung mengulang-ngulang kegiatan atau permainan yang sama.

5. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat pengalaman konkret dan aktivitas motorik.

Dapat disimpulkan bahwa masa anak usia dini adalah masa emas yang merupakan periode penting perkembangan individu. Pemberian pendidikan yang tepat merupakan modal dalam melaksanakan tugas perkembangannya yang akan berdampak pula pada perkembangan anak di masa berikutnya.

Edu-Tourism

Edu-tourism merupakan suatu kegiatan wisata dengan melakukan perjalanan wisata pada suatu tempat tertentu dengan

tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung terkait dengan lokasi yang dikunjungi (Munir: 2010).

Edu-tourism memilik konsep sekolah alam. Siswa dalam hal ini anak usia dini diajak mengunjungi suatu tempat wisata edukatif kemudian dibimbing untuk melakukan pengamatan secara langsung (action learning) objek-objek belajar yang ada di alam. Melalui metode belajar action learning diharapkam anak dapat belajar melalui pengalaman (anak mengalami dan melakukan langsung).

Dengan mengalami langsung, anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar ini diharapkan agar kelak anak jadi lebih peduli dengan lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari.

Unsur-unsur Edu-tourism sendiri meliputi demografi wisata pendidikan, motivasi, persepsi, dan menghasilkan perilaku perjalanan; pribadi dampak wisata pendidikan yang dihasilkan dari pengalaman; keterkaitan faktor dalam atau diantara kelompok-kelompok yang terlibat; pengelolaan dan pemasaran periwisata untuk pendidikan; sumber daya untuk pendidikan pariwisata; serta

(6)

tujuan dan dampak yang berkaitan dengan pariwisata pendidikan.

Aktivitas dalam Edu-tourism meliputi kunjungan ke tempat wisata edukatif dalam hal ini terutama yang berbasis alam seperti kebun binatang, perkebunan, hutan lindung, sawah, dan semacamnya. Dalam hal ini guru/pembimbing dapat menjelaskan kepada siswanya mengenai objek belajar yang ada di sekitar dengan menggunakan media belajar yang ditemui secara langsung di alam. Penjelasan diberikan dengan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti anak. misalnya saja

“tumbuhan merupakan ciptaan Tuhan, maka harus diberi makan dan minum supaya cepat besar dan sehat”. Setelah itu anak diajak untuk mengeksplorasi sendiri objek-objek belajar yang ditemuinya di tempat wisata tersebut.

Melalui kegiatan eksplorasi siswa dapat melihat dan mengamati secara langsung objek belajar yang ada di alam. Kegiatan eksplorasi dilanjutkan dengan evaluasi hasil belajar. Guru melihat sejauh mana anak belajar melalui kegiatan edu- tourism. Guru dapat merancang kegiatan evaluasi dalam sebuah kegiatan yang menyenangkan misalnya saja dalam bentuk games atau permainan. Siswa juga dapat diajak berdialog mengenai

hal-hal apa saja yang ia temui. Dari hasil evaluasi guru dapat memperkirakan tindakan selanjutnya dalam rangka perkembangan belajar siswa.

Selain memanfaatkan alam sekitar sebagai media belajar, Edu-tourism juga dapat dikombinasikan dengan media audio, visual, audio-visual, maupun multimedia. Penggunanaan media-media ini dapat diwujudkan dalam bentuk poster atau stiker bertema lingkungan, video tentang alam dan makhluk hidup, film animasi bertema alam, dan sebagainya.

Pembahasan

Naturalist intelligence sangat penting dikembangkan karena naturalist intelligence melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam sekitar:

burung, bunga, hewan dan fauna serta flora lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kecerdasan ini digunakan ketika berkebun, berkemah, berinteraksi dengan teman atau keluarga, maupun mendukung proyek ekologi lokal (Amstrong, 2002: 23).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ayriza, dkk (2002:14-20) dalam Setiawati (2006) bahwa naturalist intelligence memperoleh stimulasi

(7)

sangat sedikit dibandingkan dengan stimulasi kecerdasan verbal linguistik, logika-matematika, visual-spasial, musikal, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal. Gejala senada ditunjukkan dalam penelitian Izzaty (2003).

Landasan teori yang menjadi acuan dalam berpikir adalah teori konstruktivistik John Dewey dan Jean Piaget. Piaget menyatakan pentingnya objek nyata untuk belajar pada anak usia dini. Anak mulai memperoleh informasi melalui interaksinya dengan objek dan kelak informasi tersebut akan disusun dalam struktur pengetahuannya. Struktur pengetahuan inilah yang kemudian menjadi dasar untuk berpikir seorang anak. Sedangkan menurut Sugihartono (2007) belajar harus bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa (SCL=Student-Centered-Learning). Hal ini senada dengan konsep yang dikemukakan oleh John Dewey bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi pelajaran berkesinambungan secara tepat dan serasi dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.

Budiningsih (2005) menyatakan bahwa menyatukan seluruh kecerdasan yang dimiliki menjadi prinsip yang dipegang oleh pendidik dan orang tua. Metode

pembelajaran yang tepat diperlukan untuk mengoptimalkan potensi anak.

Berdasarkan UU RI/ 2003, PP RI N0.19/2005 dan Permen Diknas RI No.41/2007 ditetapkan Standar Proses Pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Salah satu contohnya dengan diterapkannya strategi PAKEM = Pembelajaran Aktif, Kretif, Efektif dan Menyenangkan. Pakem merupakan strategi pembelajaran terpadu yang melibatkan variasi metode, teknik, media/ sumber belajar dan evaluasi hasil belajar. Edu-tourism sangat cocok dalam pembelajaran yang sesuai teori John Dewey yakni Learning by Doing, yang menuntut anak berinteraksi langsung, mengenal, memahami lingkungann sekitar baik flora maupun fauna, cuaca dan kejadian alam yang dapat mengembangkan naturalist intelligence bagi anak usia dini untuk selalu menjaga, merawat dan melestarikan alam baik sekarang maupun akan datang dengan menggambarkan kecintaan pada alam dengan tidak merusak, tidak mengeksploitasi alam yang pada akhirnya menjadi bencana alam.

Edu-tourism merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri atas beberapa tahapan yaitu,1) melakukan need assesment mengenai naturalist

(8)

intelligence siswa, 2) memilih tempat wisata edukatif yang sesuai kebutuhan naturalist intelligence siswa, 3) siswa diajak mengunjungi tempat wisata edukatif, 4) proses pembelajaran dilaksanakan secara langsung dengan menjelaskan dan mengamati objek pembelajaran yang ada di alam, 5) evaluasi, meliputi siswa dapat meriview hasil belajarnya di alam, 6) guru mempersiapkan tindak lanjut pasca kegiatan berdasarkan evaluasi. Edu- tourism dapat dilaksanakan sebulan sekali sesuai kebutuhan siswa. Selain dilaksanakan di tempat-tempat wisata edukatif, Edu-tourism dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah untuk lokasi pembelajarannya, misalnya kebun sekolah, kolam ikan, sawah, sungai dan temapat-tempatnya yang sesuai dengan konsep edu-tourism.

Tujuan awal penerapan Edu-tourism yaitu dalam rangka membentuk anak untuk berkembangnya naturalist intelligence yang tinggi dan cinta akan lingkungannya. Selama berinteraksi dengan alam diharapkan anak-anak mampu untuk mengenali semua komponen yang ada di alam dan bisa merenungi penciptaan alam beserta isinya. Indikator dari keberhasilan Edu- tourism ini adalah setelah mengikuti

serangkaian belajar, siswa diharapkan dapat mengembangkan naturalist intelligence dengan bentuk merawat, menjaga, menyayangi, melestarikan dan tidak melakukan eksploitasi terhadap alam. Apabila naturalist intelligence pada anak usia dini dikembangkan dengan baik, maka anak akan terbiasa melakukan kegiatan pelestarian lingkungan alam sekitar. Semakin banyak generasi muda yang memiliki naturalis intelligence yang baik maka akan terbentuk generasi emas yang cerdas secara kognitif namun memiliki keseimbangan antar afektif dan psikomotorik. Edu-tourism merupakan merupakan inovasi dalam metode pembelajaran yang bertujuan mengembangkan naturalist intelligence melalui kegiatan pariwisata pendidikan.

Selanjutnya di masa yang akan datang, Indonesia yang merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dapat sejajar dengan negara maju yang lain dan mandiri dalam bidang pendidikan, pariwisata, dan ekonomi.

Simpulan

Naturalist intelligence perlu dikembangkan sejak dini karena sangat berpengaruh pada perkembangan berikutnya. Naturalist intelligence dapat

(9)

dikembangkan melalui edu-tourism.

Semakin baik naturalist intelligence pada anak, maka akan semakin besar pula kepedulian terhadap lingkungan.

Pustaka Rujukan

Aisyah, Siti dkk. 2010. Perkembangan

dan Konsep Dasar

Pengembangan Anak Usia Dini.

Jakarta : Universitas Terbuka.

Armstrong, T. 2002. Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Ana k Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligencenya. (alih bahasa:

Buntaran, R). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Armstrong, T. 2003. Sekolah Para

Juara: Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan. (alih bahasa:

Mutanto, Yudi). Bandung:

Kaifa

Ayriza, Yulia. 2002. Penjajakan , Pemahaman, dan Pelaksanaan Pendidikan yang Berorientasi pada Multiple Intelligence di Lembaga-lembaga Pendidikan Anak Usia Dini. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lemlit UNY

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Citra

Musfiroh, Tadkiroatun. 2004. Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan. Yogyakarta:

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi Subdit PGTK & PLB Paul Suparno. 2004. Teori Intelegensi Ganda. Yogyakarta: Kanisius

Mustafa, B. 2002. Perkembangan Anak Usia Dini dan Implikasinya bagi Penulisan Bacaan Anak. UPI Bandung: PPS

Setiawati, F.A. 2006. Model Pembelajaran Sains Melalui Stimulasi Kecerdasan Naturalis.

Jurnal Kependidikan. Nomor 2, tahun XXXVI halaman 223-242 Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press Suparno, Paul. 2004. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah, Teori Howard Gardner. Yogyakarta : Kanisius

Suryani, Lilis. 2007, Analisis Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Masyarakat Indonesia, Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF-Vol. 2, No.1, 2007 Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-dasar

Pendidikan Anak Usia Dini.

Yogyakarta: Hikayat UU RI/ 2003, PP RI N0.19/2005 Permen Diknas RI No.41/2007

Munir. 2010. Educational Tourism:

Pariwisata Pendidikan.

(munir.staf.upi.edu/2010/10/11/e ducational-tourism-pariwisata- pendidikan/) diakses pada 14 Oktober 2013 pukul 13.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data perbandingan hasil keputusan antara sistem dan ahli, maka tingkat akurasi dari sistem pendukung keputusan pemilihan penanaman varietas unggul padi

Dalam penyelesaian busana diperlukan pola yang sudah sesuai dengan ukuran si pemakai. Pola tersebut diperlukan agar busana yang dijahit memiliki lekuk-lekuk tubuh

TELAH MELAKSANAKAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH PADA TANGGAL 25 FEBRUARI 2018 DAN 11 MARET 2018. Diperiksa

Khlorinasi adalah proses untuk pengaman terhadap mikroorganisme patogen.. patogen dan parasit dengan cara disinfeksi sangat membantu dalam penurunan wabah penyakit akibat

Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak rebung bambu dan kompos tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter pengamatan

memiliki kewajiban dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran.4 Sesuai dengan permasalahan di atas, yang ditemukan dilapangan diketahui bahwa siswa mengharapkan adanya bahan

Madrasah Aliyah Matholi’ul Huda Troso Pecangaan Jepara sebagai lembaga pendidikan dasar berciri khas Islam perlu mempertimbangkan harapan Peserta Didik, orang tua Peserta

Sedangkan pada penelitian ini, penulis mencoba melihat bagaimana Wahdah Islamiyah sebagai organisasi Islam yang besar di Kota Makassar dalam mendukung