BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebelum memasuki abad ke-16, atau bahkan pada awal abad ke-15, orang-orang
Islam sudah masuk ke wilayah Sunda, tepatnya ke Cirebon pada tahun 1415 Masehi. Carita
Purwaka Caruban Nagari (dalam Tjandrasasmita, 2009: 92) mencatat kedatangan orang
Tionghoa ke Cirebon berkait dengan ekspedisi Cheng Ho. Diceritakan bahwa pelabuhan
awal Dukuh Pasambangan yang terletak di kaki Bukit Sembung dan Amparan Jati telah
ramai disinggahi kapal-kapal para pedagang asing seperti Tionghoa, Arab, Persia, India,
Malaka, Tumasik, Paseh, Jawa Timur, Madura, dan Palembang. Pada waktu itu penguasa
atau juru labuhannya adalah Ki Gedeng Jumajan Jati. Selain itu, diceritakan pula bahwa
Pelabuhan Pasambangan tersebut disinggahi Panglima Tionghoa, yaitu Wai Ping dan
Cheng Ho dengan banyak pengiring selama tujuh hari. Mereka sebenarnya dalam
perjalanan menuju Majapahit. Mereka membuat mercusuar di pelabuhan itu dan oleh Ki
Gedeng Jumajan Jati mereka diberi imbalan perbekalan berupa garam, terasi, beras
tumbuk, rempah-rempah, dan kayu jati. Agama Islam yang masuk ke wilayah Jawa Barat
dibawa oleh Haji Purwa, orang Galuh yang diislamkan di Gujarat oleh saudagar
berkebangsaan Arab kemudian Syekh Quro, seorang muslim yang datang dari Campa dan
Syekh Datuk Kahfi, seorang muslim berkebangsaan Arab yang datang ke Tatar Sunda
sebagai utusan raja Parsi. Tempat yang pertama kali dijadikan pemukiman orang Islam
adalah Cirebon. Dari tempat inilah agama Islam kemudian menyebar ke daerah-daerah lain
di Jawa Barat. Akan tetapi, keberadaan ketiga tokoh tersebut tidak menjadi pelaku langsung tersebarnya agama Islam ke seluruh wilayah di Jawa Barat.
Ketiga tokoh di atas lebih berperan sebagai peletak dasar agama Islam di Cirebon.
Adapun tersebarnya agama Islam ke seluruh daerah di Tatar Sunda lebih berkait dengan munculnya dua tokoh yaitu Syarif Hidayat dan Fatahillah.
1Selain Syarif Hidayat dan Fatahillah ulama sunda yang menyebarkan islam di tanah Jawa Barat khususnya Bandung Selatan yaitu Raden Haji Abdul Manaf atau disebut juga Eyang Dalem Mahmud. Beliau adalah seorang ulama Sunda yang hidup pada abad peralihan abad ke-17/18, hidup diperkirakan antara tahun 1650–1725. Hingga saat ini, riwayat ulama ini belum banyak diketahui. Belum ada penelitian mendalam yang mengungkap peranannya di Kota Bandung atau di Sunda pada abad tersebut. Tentang tempat asalnya, beredar dua versi: dari keturunan Cirebon dan keturunan Mataram. Mungkin, dari Mataram ke Cirebon terus ke Bandung. Tapi melihat para leluhurnya, ia adalah seorang keturunan Sunda. Tetapi dari namanya ia bukan orang Sunda mungkin dari Mataram.
Bukti pasti bahwa ia seorang ulama berpengaruh adalah makamnya yang dianggap keramat dan hingga kini banyak diziarahi banyak orang. Selain makam ia pun meninggalkan peninggalannya yaitu sebuah kampung unik yang disebut Kampung Mahmud di Desa Mekar Rahayu Kecamatan Marga Asih. Kampung ini berada dipinggiran Sungai Citarum yang melewati kawasan Bandung Selatan. Letak nya yang di pinggiran sungai ini membuat kampung ini eksklusif,menutup komunikasi langsung sehari-hari warganya dengan dunia luar sehingga dalam waktu
1 Azyumardi Azra, 2013. Jaringan Ulama : Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Jakarta; Kencana Prenada Media Group, hlm 222
cukup lama keaslian tradisinya terjaga. Keunikannya adalah rumah-rumah di kawasan Mahmud bentuknya sama yaitu rumah panggung, pantangan memakai kaca, menggali sumur dan bertembok. Kemudian, dilarang menyetel musik dan memelihara binatang.
Berbicara tentang Kampung Mahmud
2, serta peranannya di masa lalu tidak dapat lepas dari nama besar Eyang Dalem Abdul Manaf. Penduduk menyebutnya sebagai waliyullah. Beliau adalah putra dari Eyang Dalem Nayaderga ( dimakamkan di Sentak Dulang, Ujungberung ) dan merupakan keturunan ketujuh dari Syarif Hidayatullah ( Sunan Gunung Djati ). Eyang Dalem Abdul Manaf adalah penyebar Islam pertama di kawasan Bandung ( priangan). Beliau pernah singgah di Kampung Mahmud di Mekkah, dan dari sana membawa sekepal tanah yang kemudian ditebarnya di daerah rawa rawa pinggiran Sungai Citarum yang kelak menjadi Kampung Mahmud. Lokasi ini seperti dipilih karena letaknya yang terpencil dan agak tersembunyi. Konon lokasi seperti ini sangat cocok sebagai pusat perjuangan dalam menyebarkan Islam.
Di kampung inilah Eyang Dalem Abdul Manaf merintis penyebaran ajaran Islam. Dalam perjuangannya beliau di dampingi dua orang murid yang patuh terhadap ajaran agama, Eyang Agung Zainal Arif dan Eyang Abdullah Gedug.
Eyang Agung Zainal Arif adalah putra dari Eyang Asmadin, dan keturunan keempat Syeikh Abdul Muhyi dari pamijahan, Karang Nunggal, Tasikmalaya. Dalam menjalankan tugasnya, beliau diberi perintah oleh Eyang Dalem Abdul Manaf untuk bertapa di 33 gunung di sekitar Kampung Mahmud selama 33 tahun, dan
2 H. Syafeei. Wawancara, 15 Maret 2015 di Bandung ; H.Udin. Wawancara,15 Maret 2015 di Bandung ; H. Korim. Wawancara, 16 Maret 2015 di Bandung.
selanjutnya bersama sama menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Sementara Syeikh Eyang Abdullah Gedug di didik langsung oleh Syeikh Eyang Abdul Manaf sendiri.
Dari ketiga orang tersebut, ajaran Islam meluas di wilayah Bandung. Selain itu Adat Kampung Mahmud melarang pembunyian alat alat musik, beduk dan pemeliharaan hewan piaraan. Lokasi di pinggiran Citarum ternyata adalah pilihan strategis Raden Haji Abdul Manaf dalam situasi penjajahan Belanda. Kampung Mahmud dulunya adalah rawa rawa yang sulit dilalui. Daerah itu dikelilingi Sungai Citarum lama dan sepotong Sungai Citarum baru. Secara geologis, daerah yang kini dihuni sekitar 400 keluarga tersebut berbentuk cekungan.
Tempat yang menjorok dari kota dan terpisahkan oleh Sungai Citarum membuat Kampung ini sulit tersentuh oleh Belanda sehingga aman sebagai tempat persembunyian dan untuk mengembangkan ajaran Islam. Larangan membunyikan alat alat musik, pewayangan, gamelan,beduk, membuat sumur, rumah pake kaca, rumah bertembok serta dilarang memelihara kambing dan angsa dan membunyikan Goong bukanlah mitos atau paham keagamaan kolot melainkan sebuah kearifan tradisional. Larangan itu adalah amanat RH. Abdul Manaf agar tidak menimbulkan kebisingan yang bisa mengundang kecurigaan dan kehadiran pihak penjajah Belanda ke Kampung itu dan akan mendatangkan ke sombongan bagi pemiliknya.
Jadi, dari berbagai sisi, RH.Abdul Manaf berusaha menjadikan tempat itu
sebuah kampung yang aman dan nyaman sebagai tempat persembunyian. Disisi lain,
sebagai ulama ia juga mengajarkan dan menanamkan rasa kebersamaan,
kesederajatan sosial, saling membantu dan sikap gotong royong seperti yang
diajarkan Islam.Ajaran ini ditanamkannya melalui amanat pembuatan rumah yang sama yaitu bentuk panggung. Sedangkan larangan bangunan bertembok, pembuatan sumur dan kaca tidak fleksibel terhadap guncangan dan mudah ambruk. Disisi lain, larangan ini untuk menanamkan nilai nilai kesamaan diantara warga penduduk Kampung Mahmud ajaran ajaran inilah yang membuat Kampung ini aman, nyaman, tenang dan asri.
1.2 Rumusan Masalah
Sejalan dengan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka terlihat bahwa penyebaran Islam di Jawa Barat Khusus nya di Bandung ( Priangan ) Syekh Eyang Abdul Manaf menyebar kan Islam ke wilayah terpencil seperti Kampung Mahmud yang mana Eyang Abdul Manaf pada saat itu di dampingi oleh dua orang murid yang patuh terhadap ajaran agama, yaitu Eyang Agung Zaenal Arif dan Eyang Abdullah Gedug. Oleh Karena itu di ajukan pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana Riwayat Singkat Syekh Eyang Abdul Manaf ?
2. Apa Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf ( Studi Sejarah Budaya di Kampung Mahmud ) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui Riwayat Singkat Syekh Eyang Abdul Manaf
2. Mengetahui Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf ( Studi Sejarah Budaya di Kampung Mahmud, Bandung )
1.4 Kajian Pustaka
Pembahasan tentang Warisan Kultural Syeikh Eyang Abdul Manaf ( Studi Sejarah Budaya di Kampung Mahmud, Bandung ) sendiri sebenarnya Jarang di kemukakan oleh para sejarawan, belum ada penelitian yang mendalam tentang peranan nya di Bandung pada abad tersebut. Namun sebagian sumber membahas tentang peran Syekh Eyang Abdul Manaf di Bandung Khususnya di Kampung Mahmud seperti :
1. Moeflih Hasbullah. 2011. Kisunda, Raden Haji Abdul Manaf, Ulama Sunda di Bandung Selatan Abad ke 17/18
2. Buku Tipis tentang Riwayat Syeikh Eyang Abdul Manaf ( DI TAMBAH )
3. Azra,Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama : Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Sumber ini merupakan sebuah Buku yang menerangkan tentang Penyebaran Islam ke berbagai wilayah di Dunia maupun Ke Indonesia.
4. De Graaf, H. J. & T. H. Pigeaud. 1985. Kerajaan – Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta : Pustaka Utama Grafity & KITLV. Sumber ini merupakan sebuah Buku yang menerangkan tentang Kerajaan Kerajaan Islam Pertama di Jawa.
5. Mumuh Muhsin Z, Penyebaran Islam di Jawa Barat, Pustaka UNPAD. Sumber ini merupakan sebuah Makalah yang menceritakan tentang bagaimana penyebaran islam yang dilakukan oleh para wali.
6. Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa : Wali songo, penyebar Islam di Jawa, menurut
penuturan babad,Yogyakarta; Pustaka Pelajar ( Anggota Ikapi ). Sumber ini
merupakan sebuah Buku yang menerangkan tentang para Wali songo menyebarkan
islam di Jawa.
7. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Barat yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan pusat penelitian sejarah dan budaya.
8. Sumber lisan yang di kemukakan oleh Adam Yudarmana, beliau merupakan Tokoh masyarakat Kampung Mahmud.
9. Sumber lisan yang di kemukakan oleh KH. Kasmudin, beliau merupakan Tokoh masyarakat Kampung Mahmud.
10. Sumber lisan yang di kemukakan oleh H. Korim, beliau merupakan penjaga dan sesepuh Kampung Mahmud.
11. Sumber lisan yang di kemukakan oleh H. Syafei, selain sebagai sesepuh Kampung Mahmud beliau juga merupakan keturunan ke 9 dari Syekh Eyang Abdul Manaf.
12. Sumber lisan yang di kemukakan oleh H. Udin, Beliau sebagai sesepuh Kampung Mahmud.
1.5 Langkah langkah Penaelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui kejadian kejadian atau peristiwa peristiwa masa lampau
3maupun dengan cara mencari, menghimpun, mengevaluasi, kemudian menentukan data berdasarkan wilayah penelitian. Selanjutnya mensistensiskan bukti dan fakta fakta yang diperoleh untuk di buat kesimpulan yang akurat. Adapun langkah langkah yang ditempuh terbagi kedalam empat tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Heuristik
Adapun dalam tahapan Heuristik ini sumber sejarah yang di peroleh penulis dari perpustakaan berupa buku buku serta hasil wawancara ke Tokoh Masyarakat atau sesepuh
3 Hugiono Poerwantana,1992, “Pengantar Ilmu Sejarah”, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 32.
Kampung Mahmud; Sumber sumber tertulis berupa Sejarah kebangkitan Nasional Daerah Jawa Barat, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII &
XVIII, Islamisasi di Jawa, Penyebaran Islam di Jawa Barat, Kerajaan Kerajaan Islam pertama di Jawa, Metode Sejarah Asas dan Proses, Pengantar Ilmu Sejarah, Wali songo, penyebar Islam di Jawa, menurut penuturan babad, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Barat, Metodologi Sejarah. Selain pengkategorian sumber yang akan penulis gunakan dalam tahapan ini, penulis berusaha mengumpulkan data data dan fakta fakta tersebut dengan memanfaatkan Balai sejarah dan perfilman, Perpusnas, Arsip Nasional, Perpustakaan UNPAD dan wawancara dengan narasumber yang langsung dari putra Keturunan Syekh Eyang Abdul Manaf yaitu ( Iwan Natapraja, H. Syafei, H. Udin, H.
Korim, H. Ahmad, H. Korim ) dan Masyarakat di Kampung Mahmud.
Hal ini bertujuan untuk mengumpulkan dan mendukung sumber tertulis. Dalam tahapan ini penulis mencari dan mengimpun sumber sumber data yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas. Kemudian penulis berusaha mengaplikasikan data data tersebut kedalam beberapa sumber. Penelitian ini juga menggunakan Sumber lisan di antaranya wawancara terhadap :
a. Adam ( 35 tahun ). Warga Kampung Mahmud
b. Adam Yudarmana ( 55 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud c. Ahmad, H ( 60 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud
d. Daseh ( 46 tahun ). Warga Kampung Mahmud e. Euis ( 30 tahun ). Warga Kampung Mahmud f. Isoh ( 45 tahun ). Warga Kampung Mahmud
g. Iwan Natapraja ( tahun ) Tokoh dan Sesepuh Kampung Mahmud
h. Kasmudin, KH ( 70 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud i. Korim, H ( 59 tahun ). Penjaga dan Sesepuh Kampung Mahmud, j. Omah ( 44 tahun ). Warga Kampung Mahmud
k. Syafei. H ( 67 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud, Keturunan ke 9 dari Syekh Eyang Abdul Manaf
l. Udin, H ( 60 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud, H. Korim ( 59 tahun ). Penjaga dan Sesepuh Kampung Mahmud.
m. Foto syekh Eyang Abdul Manaf beserta peninggalan
Adapun Sumber sekunder yang penulis gunakan antara lain :
a. Azra,Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama : Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. (Buku ini menceritakan
tentang awal kedatangan islam di Nusantara )
b. De Graaf, H. J. & T. H. Pigeaud. 1985. Kerajaan – Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta : Pustaka Utama Grafity & KITLV.
c. Kosim,E. 1984. “Metode Sejarah Asas dan Proses”, Bandung : Universitas Padjajaran.
d. Poerwantana, Hugiono. 1992. “Pengantar Ilmu Sejarah”, Jakarta: Rineka Cipta.
e. Mumuh Muhsin Z. 2010. Penyebaran Islam di Jawa Barat, Bandung : Pustaka UNPAD.
f. Sofwan, Ridin. 2000. Islamisasi di Jawa : Wali songo, penyebar Islam di Jawa, menurut
penuturan babad, Yogyakarta : Pustaka Pelajar ( Anggota Ikapi ). Buku ini
menceritakan tentang penyebar islam di jawa yang dilakukan oleh para wali songo
g. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Barat yang diterbitkan oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan pusat penelitian sejarah dan budaya. ( Buku ini menceritakan tentang aspek keagaman di Jawa Barat khususnya di Bandung )
h. Sjamsuddin Hellius. 2007. “Metodologi Sejarah”, Yogyakarta: Ombak.
2. Kritik
Dalam tahapan kritik Semua sumber primer ( lisan, tulisan ) dilakukan pengujian kritik ekstern dan intern. Pada tahap ini penulis berusaha untuk menilai sumber sumber yang diperlukan untuk melakukan penulisan sejarah.
4Karena penelitian ini menggunakan literature sebagai rujukan maka penulis menggunakan kritik intern dan ekstern.
a. Kritik Ekstern
Terhadap sumber lisan, penulis melakukan kritik Ekstern sebagai berikut : 1. Adam ( 35 tahun ). Warga Kampung Mahmud
2. Adam Yudarmana ( 55 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud 3. Ahmad, H ( 60 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud
4. Daseh ( 46 tahun ). Warga Kampung Mahmud 5. Euis ( 30 tahun ). Warga Kampung Mahmud 6. Isoh ( 45 tahun ). Warga Kampung Mahmud
7. Kasmudin, KH ( 70 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud 8. Korim, H ( 59 tahun ). Penjaga dan Sesepuh Kampung Mahmud, 9. Omah ( 44 tahun ). Warga Kampung Mahmud
10. Syafe’i, H ( 67 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud sekaligus keturunan ke 9 dari Syeikh Eyang Abdul Manaf
4 E. Kosim,1984, “Metode Sejarah Asas dan Proses”, Bandung: Universitas Padjajaran, hlm. 38.
11. Udin, H ( 60 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud b. Kritik Intern
Terhadap sumber lisan, peneliti menggunakan kritik intern sebagai berikut:
1. Adam ( 35 tahun ). Warga Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf . Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
2. Adam Yudarmana ( 55 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
3. Ahmad, H ( 60 tahun ). Sesepuh Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf . Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
4. Daseh ( 46 tahun ). Warga Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf . Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
5. Euis ( 30 tahun ). Warga Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
6. Isoh ( 45 tahun ). Warga Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
7. Iwan Natapraja ( tahun ).Tokoh dan Sesepuh Kampung Mahmud
8. Kasmudin, KH ( 70 tahun ). Tokoh Masyarakat Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
9. Korim, H ( 59 tahun ). Penjaga dan Sesepuh Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
10. Omah ( 44 tahun ). Warga Kampung Mahmud. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
11. Syafe’i, H ( usia 67 tahun ). Selain sebagai Sesepuh Kampung Mahmud, beliau juga merupakan Keturunan ke 9 dari Syekh Eyang Abdul Manaf. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
12. Udin, H ( usia 60 tahun ). Selain sebagai Sesepuh Kampung Mahmud, beliau juga merupakan Keturunan ke 10 dari Syekh Eyang Abdul Manaf. Menurut peneliti, Beliau mau dan mampu menerangkan tentang Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf. Dan beliau dalam keadaan sehat fisik, secara pendengaran, berbicara, dan penglihatan.
c. Interpretasi
Pada tahapan ini yang pertama tama yang dilakukan penulis adalah menentukan jenis pendekatan yang digunakan.
5Adapun pendekatan yang digunakan penulis yaitu pendekatan bagaimana Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf ( Studi Sejarah Budaya di Kampung Mahmud, Bandung )
Historiografi
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari metode penelitian sejarah,yang mana pada kegiatan ini dilakukan rekontruksi data sumber setelah di seleksi kemudian dirangkaikan kedalam kisah sejarah. Dalam tahap ini digunakan jenis penulisannya adalah deskripsi analisa yaitu jenis penulisannya yang menggunakan fakta fakta guna menjawab pertanyaan pertanyaan apa, bagaimana, siapa saja,dan mengapa.
Maka penulis menuliskan untuk menjadi sebuah kisah sejarah secara sistematis, adapun sistematika penulisan dalam tahap historiografi ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pada bab ini di dalamnya penulis mengungkapkan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka penelitian, dan langkah langkah penelitian
BAB II Menjelaskan Riwayat Singkat Syekh Eyang Abdul Manaf
BAB III Menjelaskan Warisan Kultural Syekh Eyang Abdul Manaf ( Studi Sejarah Budaya di Kampung Mahmud, Bandung )
BAB IV Penutup, adalah tahapan terakhir berupa kesimpulan yang menyimpulkan bahasan yang diambil dari pokok pokok uraian bahasan ini.
Demikian empat tahapan dalam metode penelitian sejarah. Dengan melihat masalah masalah tersebut tidaklah mengherankan apabila dikatakan bahwa sejarawan untuk dapat
5