• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR DESA DI DAERAH RAWAN BENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR DESA DI DAERAH RAWAN BENCANA"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR DESA DI DAERAH RAWAN BENCANA. PT Sulaksana Watinsa Indonesia 2016.

(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima Miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)..

(3) KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR DESA DI DAERAH RAWAN BENCANA. Penulis: Djoko Puguh Wibowo, dkk. PT Sulaksana Watinsa Indonesia 2016.

(4) ISBN : 978-602-6754-14-1. KEBUTUHAN PELAYANAN DASAR DESA DI DAERAH RAWAN BENCANA Copyright © 2016. Penulis : Djoko Puguh Wibowo Sarjono Herry Warsono Mujianto Arif Purbantara Editor : Sukasmanto, SE, MSi. Desain Layout : Indoyanu Muhamad Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin dari penulis Cetakan Pertama diterbitkan dalam Bahasa Indonesia Oleh Penerbit PT. Sulaksana Watinsa Indonesia Citylofts Sudirman Suites 2327-2329 Jl. KH Mas Mansyur 121. Jakarta 10220 Telp/Fax. (021) 86614125 Email : contact@swi-group.com Anggota IKAPI No. 499/DKI/14.

(5) KATA SAMBUTAN Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan babak baru bagi perkembangan desa di masa depan. Melalui hak dan kewenangannya desa diharapkan mampu mengembangakan potensi sumberdaya yang dimiliki sehingga menjadi wilayah yang mandiri serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi berkomitmen dan berjuang mewujudkan harapan UU Desa dan NAWACITA, khususnya NAWACITA Ke-3 yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran” dengan memperkuat desa dan daerah terlebih dahulu. Pembangunan desa dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasana dan sarana, serta pemanfaatan sumber daya lokal. ............................................................................................ i.

(6) Desa-desa rawan bencana yang saat ini tersebar di berbagai wilayah dengan jenis bahaya yang berbedabeda merupakan prioritas yang harus ditangani oleh Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Dalam kerangka penanggulangan bencana, mengingat karakteristik desa yang beragam, maka upaya mewujudkan kemandirian tidak terbatas diterjemahkan sebagai kemandirian ekonomi, sosial, tetapi juga harus tercermin dari kemampuan beradaptasi dan tangguh dalam menghadapi bencana. Selama ini, pelayanan dasar (penataan ruang, permukiman dan perumahan, pendidikan, kesehatan, ketertiban dan ketenteraman umum dan sosial) desa-desa di daerah rawan bencana belum menjadi bagian dari upaya pengurangan risiko bencana. Hal ini menjadikan masyarakat desa-desa di daerah rawan bencana selalu mengalami kerugian yang cukup besar pada saat terjadinya bencana. Pada Tahun 2015, Pusat Penelitian dan Pengembangan melakukan penelitian untuk mengetahui kebutuhan jenis pelayanan dasar, khususnya bagi desa-desa di daerah rawan gunung berapi. Dengan selesainya buku penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik akademisi, lembaga penelitian dan pengembangan, komunitas yang bergerak di bidang kebencanaan, dan para nara sumber di tingkat desa yang telah membantu pelaksanaan penelitian baik dalam bentuk penyediaan data dan informasi, serta fasilitasi diskusi. Kami menyadari bahwa penyajian buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kami berharap kekurangan tersebut dapat menjadi tantangan bagi para pihak yang bergerak di bidang kebencanaan untuk melengkapi ii. ............................................................................................

(7) sehingga dapat menjadi pengetahuan yang berguna untuk membantu pengurangan resiko bencana. Kepala Pusat Penelitian dan Pengermbangan. Nora Ekaliana Hanafie NIP. 19580701 198603 2 001. ............................................................................................ iii.

(8) KATA pengantar Kebutuhan Pelayanan Dasar Desa di Daerah Rawan Bencana ini merupakan salah satu kegiatan kelitbangan Tahun 2015 untuk menjawab, apakah kebutuhan pelayanan dasar desa-desa di daerah rawan bencana sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa selama ini kecenderungan pemenuhan pelayanan dasar sebagai hak yang harus diterima masyarakat mempunyai standart dan ukuran yang masih seragam. Dalam arti, pelayanan dasar masih belum membedakan kebutuhan masyarakat di desa-desa yang mempunyai karakteristik berbeda. Palayanan dasar dalam bentuk, penataan ruang, perumahan dan permukiman, pendidikan, kesehatan, iv. ............................................................................................

(9) ketertiban dan keamanan, serta sosial di daerah rawan bencana seharusnya mempunyai jenis dan ukuran yang berbeda dibandingkan dengan daerah-daerah (desa) yang tidak mempunyai risiko bencana. Dalam konteks daerah rawan bencana gunung berapi, pelayanan dasar seharusnya menjadi bagian dari upaya mitigasi untuk pengurangan risiko bencana (PRB). Cakupan pembangunan desa yang diemban oeh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi saat ini sangat luas, mencakup kurang lebih 74.945 desa/kelurahan. Sebagaian besar mempunyai tingkat kerentanan tinggi terhadap bahaya. Oleh sebab itu, pada tahap awal ini dilakukan kegiatan penelitian untuk memperoleh masukan kebijakan untuk mengetahui kebutuhan pelayanan dasar desa-desa di daerah rawan bencana gunung berapi Dengan selesai kajian ini, tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Prof. Suratman Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UGM, Dr. Novi Siti Kassuji Indrastuti, sekretaris LPPM UGM, yang telah mefasilitasi diskusi dengan pakar kebencanaan di lingkungan UGM, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman serta staf yang telah memberikan data tentang kebijakan penanggulangan bencana Merapi, Dr. Eko Teguh Paripurno Direktur Pusat Studi Kebencanaan UPN “Veteran” Yogyakarta dan staf yang telah memfasilitasi diskusi dengan Komunitas PRB Yogyakarta, Bapak Suroto Kepala Desa Glagaharjo yang telah memfasilitasi diskusi dengan Kepala Dusun dan kelompok PRB, Tokoh Masyarakat di lingkungan Desa Glagaharjo dan Desa ............................................................................................ v.

(10) Balerante dan Desa Sidorejo, Bapak Kuat Kepala Dusun Hunian Tetap (Huntap) Batur Desa Kepuharjo yang telah memfasilitasi diskusi dengan masyarakat Huntap Batur, dan seluruh pihak yang telah memberikan data dan informasi yang menjadi landasan penulisan laporan ini. Semoga buku ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penyusunan kebijakan tentang pelayanan dasar di daerah rawan bencana gunung berapi oleh pimpinan di lingkungan Kementerian Pembangunan Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan referensi bagi para pihak yang berminat dalam bidang kebencanaan. Penulis. vi. ............................................................................................

(11) DAFTAR ISI KATA SAMBUTAN................................................................i KATA PENGANTAR..............................................................iv DAFTAR ISI ..................................................................vii DAFTAR TABEL ..................................................................x DAFTAR GAMBAR...............................................................xii BAB I PENDAHULUAN ...............................................1. A. Latar Belakang .............................................1. B. Permasalahan ...............................................6. C. Tujuan dan Sasaran .....................................7 1. Tujuan ....................................................7 2. Sasaran ...................................................7. D. Metodologi ...................................................7 ............................................................................................ vii.

(12) BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................11. A. Pelayanan Dasar...........................................11. B. Bencana..........................................................13. C. Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015....................................................16. D. Kerangka Kerja Aksi Sendai 2005-2019....................................................19. E. Resilience.......................................................20. F. Daerah Rawan Bencana..............................21. G. Desa Tangguh Bencana...............................21 BAB III PEMBAHASAN...................................................23. A. Karakteristik Daerah Rawan Bencana Gunung Berapi..............................................23 1. Gambaran Umum Wilayah Merapi....23 2. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Resiko Bencana Merapi ......................32. B. Gambaran Umum Daerah Penelitian.......38 1. Desa Glagaharjo....................................38 2. Desa Kepuharjo.....................................44. C. Kebutuhan Pelayanan Dasar Daerah Rawan Bencana ...........................................51 1. Dampak Erupsi Terhadap Fasiltas Dasar .......................................................53 2. Inisiatif Masyarakat di Daerah Rawan Bencana...................................................67 3. Kebutuhan Pelayanan Dasar di Daerah Rawan Bencana.......................71. viii. ............................................................................................

(13) BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...........................90. A. Kesimpulan....................................................90. B. Saran...............................................................92 DAFTAR PUSTAKA...............................................................94. ............................................................................................ ix.

(14) DAFTAR TABEL. Tabel 1. Jumlah Penduduk KSN Merapi.......................16 Tabel 2. Jumlah Penduduk Bekerja Menurut. Kelompok Umur dan jenis Kelamin. di KSN Merapi Tahun 2013...........................18 Tabel 3. Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat. Pendidikan dan Jenis Kelamin di KSN Merapi..................................................................20 Tabel 4. Arah dan Korban Letusan Merapi..................22 Tabel 5. Kawasan Rawan Bahaya I,II, III Letusan. Gunung Merapi di KSN Merapi DIY. Tahun 2010........................................................30 x. ............................................................................................

(15) Tabel 6. Lokasi dan Ketersediaan fasilitas Huntap.....35 Tabel 7. Luas Desa Kepuharjo........................................37 Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Kepuharjo................39 Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Kepuharjo............................................................40 Tabel 10. Dampak Erupsi Terhadap Fasilitas Dasar. di Glagaharjo......................................................60 Tabel 11. Kebutuhan Pelayanan Dasar Desa Rawan Bencana...............................................................85. ............................................................................................ xi.

(16) DAFTAR gambar. Gambar 1. Peta Tata Ruang KRB Merapi.....................25 Gambar 2. Lokasi Hunian Tetap di Kabupaten Sleman............................................................33 Gambar 3. Hunian Tetap Relokasi Kelompok Mandiri. Padukuhan Pelemsari, Desa Umbulharjo,. Kec. Cangkringan..........................................34. xii. ............................................................................................

(17) bab i. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi, yaitu rawan terhadap bencana geologis gempa bumi, tanah longsor erupsi gunung berapi dan tsunami. Selain itu, kedudukan geografis yang berada dalam Cincin Api (Ring of Fire) menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang mempunyai potensi dan kerawanan tinggi terhadap bahaya gempa bumi dan letusan gunung berapi. Terjadinya rangkaian letusan gunung berapi (Merapi, Sinabung, Kelud, dan Raung) dan gempa bumi di berbagai wilayah mengharuskan pemerintah dan masyarakat untuk ............................................................................................ 1.

(18) waspada dan melakukan pencegahan untuk menghindari bencana. Serangkaian upaya untuk mencegah terjadinya bencana khususnya gunung berapi selama ini sering tidak dapat terdeteksi secara awal, demikian pula langkah penyelamatan saat terjadi bencana tidak secepat sesaat datangnya bencana. Hal ini menyebabkan korban yang sangat besar dari sisi manusia/masyarakat, serta berdampak pada kerusakan infrastruktur, pelayanan publik, kondisi fisik, ekonomi, dan sosial masyarakat. Mengingat cakupan wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar dengan kondisi sosial, budaya yang beragam sudah seharusnya disediakan jenis pelayanan dasar sebagai bentuk kebijakan penanggulangan. Hal ini sebagai konsekuensi kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya, dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi risiko dan korban jiwa, gangguan pelayanan masyarakat, dan kerusakan saat terjadi bencana. Secara nasional komitmen pemerintah dalam pengurangan risiko bencana dibuktikan melalui partisipasinya dalam penandantanganan Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Adapun salah satu prioritas aksi adalah memastikan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya. Bentuk komitmen tersebut adalah ditetapkannya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU No. 24 Tahun 2007) dan Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2. ............................................................................................

(19) Dalam rangka penanggulangan bencana undangundang tersebut berfungsi sebagai pedoman dasar  yang mengatur wewenang, hak, kewajiban, dan sanksi bagi segenap penyelenggara dan pemangku kepentingan di bidang penanggulangan bencana. Dalam Undang-undang secara tegas disebutkan bahwa pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mempunyai tanggung jawab yang meliputi: penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum, perlindungan masyarakat dari dampak bencana, pengurangan risiko bencana, dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan (Pasal 8 UU 24 Tahun 2007). Terkait dengan kewajiban pemerintah daerah dalam hal penyediaan pelayanan dasar (minimum), maka pelayanan dasar sudah harus dapat dinikmati oleh masyarakat desa utamanya di daerah rawan bencana. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan bahwa pelayanan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah adalah meliputi: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban, dan perlindungan masyarakat serta sosial (Pasal 8 UU 23 Tahun 2014)1. Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi Internasional (PP No. 65 Tahun 2005 Psl 1 ayat 5).. 1. ............................................................................................ 3.

(20) Dalam konteks daerah rawan, khususnya daerah rawan bencana gunung berapi sudah saatnya pemerintah menyediakan memenuhi pelayanan dasar sesuai dengan karakteritik wilayah dan mengintegrasikan aspek sosial budaya sebagai bagian upaya penanggulan risiko bencana. Ditinjau dari aspek cakupan risiko bencana, daerah-daerah yang potensial terkena bencana merupakan desa-desa dan kawasan perdesaan yang mempunyai infrastruktur, fasilitas deteksi bencana yang terbatas sehingga membawa korban manusia dan kerusakan yang besar. Di daerah-daerah yang mempunyai risiko tinggi dan rentan terhadap bahaya, pelayanan dasar ditempatkan sebagai bentuk mitigasi pengurangan risiko bencana (Dwiatno, 2008). Tersedianya dokumen tata ruang wilayah di kawasan rawan bencana akan memudahkan bagi pemerintah untuk menentukan zonazi lokasi-lokasi yang aman bagi permukiman dan lokasi yang bebas dari berbagai aktivitas karena mempunyai risiko tinggi. Di sektor pendidikan, dengan memasukkan aspek kebencanaan dalam sistem pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para siswa dalam menghadapi bencana gunung berapi. Mengingat bahwa paradigma baru pengurangan bencana telah menempatkan masyarakat sebagai aktor penting, maka pembentukan kelompok pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan salah satu model yang harus dikembangkan. Ilustrasi tersebut membuktikan bahwa, sudah saatnya pemerintah untuk mengarusutamakan pelayanan dasar sebagai strategi pengurangan risiko bencana. Hal ini sejalan Resolusi PP Nomor 63 Tahun 1999 yang 4. ............................................................................................

(21) menetapkan bahwa sejak dekade 1990 menjadi Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional (International Decade for Natural Disaster Reduction/IDNDR). Dalam resolusi ini direkomendasikan agar PBB memfokuskan tindakan bagi pelaksanaan strategi internasional pengurangan risiko bencana. Dua sasaran utama strategi internasional pengurangan risiko bencana tersebut adalah: pertama, mewujudkan ketahanan masyarakat terhadap dampak bencana alam, teknologi, dan lingkungan; kedua, mengubah pola perlindungan terhadap bencana menjadi manajemen risiko bencana dengan memberlakukan integrasi strategi pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan. Dari berbagai kajian menunjukkan, kecenderungan pemerintah sampai saat ini dalam penanganan bencana masih bersifat responsif (darurat) dan menonjol pada saat terjadinya bencana. Walaupun dari berbagai konsep kebijakan telah berusaha untuk melakukan langkah-langkah pengelolaan risiko bencana dari berbagai pihak. Mengingat karakteristik daerah rawan bencana yang beragam dengan berbagai keterbatasannya, pemerintah berkewajiban untuk melakukan jenis pelayanan dasar2 bagi daerah-daerah rawan bencana. Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa merupakan babak baru bagi perkembangan desa di masa depan, tetapi juga menghadirkan banyak kerumitan dan tantangan dalam pelaksanaan. Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi berkomitmen dan berjuang Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan Internasional (PP No. 65 Tahun 2005 Psl 1 ayat 5).. 2. ............................................................................................ 5.

(22) mewujudkan harapan UU Desa dan NAWACITA, khususnya NAWACITA Ke-3 yakni “Membangun Indonesia dari Pinggiran” dengan memperkuat Desa dan Daerah terlebih dahulu. Pembangunan desa dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasana dan sarana, serta pemanfaatan sumber daya lokal mampu menjadikan desa mandiri dan sejahtera dengan tetap mengedepankan hak-hak dan kewenangan yang telah diamanatkan undang-undang. Desa-desa rawan bencana yang saat ini tersebar di berbagai wilayah dengan jenis bahaya yang berbedabeda merupakan prioritas yang harus ditangani oleh Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Dalam kerangka penanggulangan bencana dan mengingat karakteristik desa yang beragam, maka penyediaan pelayanan dasar harus mampu meletakkan dasar-dasar untuk mewujudkan desa tangguh bencana melalui prakarsa, kewenangannya, dan nilai-nilai lokal harus di dorong kesadaran bahwa mereka juga mampu berperan sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana. Meskipun PRB bukan dominasi pemerintah, namun pemerintah tetap memiliki kewajiban dengan komitmen politik, kerangka kerja institusi (governance), kebijakan, hingga regulasi terhadap penanganan bencana khususnya dalam hal reduksi risiko bencana melalui pelayanan dasar yang sesuai bagi masyarakat di daerah rawan bencana. B. Permasalahan 1. Bagaimanakah dampak bencana terhadap pelayanan dasar? 2. Bagaimanakah inisiatif masyarakat untuk memenuhi 6. ............................................................................................

(23) kebutuhan pelayanan dasar di daerah rawan bencana? 3. Apa dan bagaimana bentuk pelayanan dasar yang dibutuhkan oleh masyarakat di daerah rawan bencana ?. C. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a. Mengetahui dampak kerusakan pelayanan dasar akibat bencana gunung berapi; b. Mengetahui bentuk-bentuk inisiatif memenuhi pelayanan dasar di daerah rawan bencana; c. Menentukan kebutuhan jenis pelayanan daerah rawan bencana.. 2. Sasaran Tersedianya informasi jenis pelayanan dasar daerah rawan bencana. E. Metodologi 1. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kebijakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kebijakan merupakan proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalahmasalah sosial yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan jalan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan dan tingkah laku pragmatis (Majchrzak, 1984 dalam Danim Sudarwan, 2000). ............................................................................................ 7.

(24) Karakteristik penelitian Kebijakan diantaranya adalah kuatnya pengaruh lingkungan sosio-politik (sociopolitical environment) dan kemauan pembuat kebijakan hasil penelitian, serta lebih menekankan kepada sintesis terfokus dan data sekunder sehingga penelitian dikatakan mempunyai ketertiban ilmiah yang rendah. Untuk memperkecil distorsi tersebut lebih lanjut Danim Sudarwan (2000) menjelaskan bahwa perlu dilakukan proses akomodasi, yaitu mengakomodasikan konsep birokrasi dengan konsep profesionalisme yang dipersepsikan sebagai kemampuan akademik yang pada gilirannya akan melahirkan kebijakan yang bernuansa ilmiah ketimbang warna politik. Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman menyeluruh terhadap permasalahan, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Kegiatan akhir penelitian adalah merumuskan rekomendasi pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan. Dalam penelitian ini tahap awal akan dilakukan analisis berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan perbatasan. Untuk kebutuhan analisis adalah dokumen peraturan perundangan, dokumen perencanaan, hasil penelitian maupun, jurnal maupun buku-buku ilmiah yang relevan. Menurut Amirin (2000) metode kualitatif adalah penelitian yang berkenaan dengan data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk simbolik seperti pernyataanpernyataan tafsiran (persepsi), tanggapan lisan harfiah dan grafik-grafik. Mengingat data yang berbentuk alamiah (wajar) maka akan memberikan kemungkinan mencerminkan hubungan-hubungan yang amat banyak yang terjadi dalam 8. ............................................................................................

(25) situasi tertentu. Salah satu pendekatan untuk memperoleh informasi kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan individu terpilih atau terseleksi dalam kelompok diskusi dan diarahkan pada diskusi yang difokuskan pada topik spesifik (Coeder, 1977 dalam Daim Sudarwan, 2000). Dalam penelitian ini metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata dan sekarang (sementara berlangsung). Penggunaan metode ini bertujuan untuk menggambarkan/mendiskripsikan secara sistematis sifat suatu keadaan yang sedang berjalan pada saat dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu gejala tertentu (Travers, 1978 dalam Sevilla et al, 1993). 2. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Teknik pengambilan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka dan pencatatan yang telah dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan topik penelitian. Sebagai data utama dalam penelitian ini adalah dokumen perencanaan pembangunan kawasan rawan bencana, peraturan perundangan dan laporan penelitian yang relevan. Pengambilan data primer dilakukan melalui diskusi kelompok dengan melibatkan pihak yang berkepentingan (stakeholder), pengambilan data primer juga dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan pejabat instansi dan pihak yang terkait dengan menggunakan pedoman wawancara. Disamping wawancara terstruktur juga akan dilakukan wawancara mendalam terhadap key informan dan observasi lapangan. ............................................................................................ 9.

(26) 3. Analisis Dalam studi ini analisis data yang digunakan adalah deskriptis kualitatif dan intepretatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan kedua, yaitu mendeskripsikan dan menjelaskan terjadinya bencana dan dampaknya terhadap pelayanan dasar dan tindakan atau inisiatif masyarakat untuk memenuhi pelayanan dasar sesuai dengan kebutuhannya. Analisis menggunakan data berupa teks yang berasal dari berbagai dokumen yang relevan, fokus grup diskusi dan observasi lapang. Reduksi data dilakukan sejak awal penelitian dan difokuskan pada tujuan penelitian. Untuk merumuskan kesimpulan dilakukan melalui interpretasi data awal, saat penelitian berlangsung melalui diskusi untuk mempertajam dan menguatkan temuan-temuan dan mensistesiskan sebagai kesimpulan penelitian.. 10. ............................................................................................

(27) bab iI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pelayanan Dasar Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (PP No 65 Tahun 2005) di pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa standar pelayanan minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Standar pelayanan minimal disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang ............................................................................................ 11.

(28) berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Pelayanan dasar sesuai dengan UndangUndang 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (UU No 32 Tahun 2014) pasal 12 ayat 1 menyebutkan bahwa urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi: (a) pendidikan; (b) kesehatan; (c) pekerjaan umum dan penataan ruang; (d) perumahan rakyat dan kawasan permukiman; (e) ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan (f) Sosial. SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimal pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah. Dengan adanya SPM maka akan terjamin kuantitas dan atau kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah. Dalam kerangka penanggulangan bencana, berdasarkan Pasal 48 huruf d pasal 24 UU 24 Tahun 2007 diamanatkan bahwa pada saat tanggap darurat pemerintahan wajib untuk melaksanakan pemenuhan-pemenuhan dasar meliputi bantuan penyediaan: (a) kebutuhan air bersih dan sanitasi; (b) pangan; (c) sandang; (d) pelayanan kesehatan; (e) pelayanan psikososial; dan (f) penampungan dan tempat hunian. 12. ............................................................................................

(29) Selain itu, pada saat pra bencana pelayanan dasar juga berperan sebagai upaya mitigasi dalam rangka pengurangan bencana. Lebih lanjut dalam Pasal 47 (1) disebutkan bahwa mitigasi untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. dilakukan melalui: (a) pelaksanaan penataan ruang; (b) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan (c) penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Berdasarkan uraian tersebut, pelayanan dasar di daerah rawan bencana sebagai hak mendasar harus mampu mendorong terbentuknya masyarakat yang tangguh dan meningkatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana. Jenis pelayanan dasar bagi masyarakat di daerah rawan bencana harus mampu mengurangi tingkat kerentanan dengan meningkatkanya pengetahuan, ekonomi maupun kapasitas sosial masyarakat. B. Bencana Bencana atau disaster secara etismologis dari bahasa latin dis yang berarti sesuatu yang tidak enak (unfavorable) dan astro, berarti bintang (star). Hal ini berhubungan dengan kesialan (sesuatu yang tidak mengenakan) karena konfigurasi bintang. Menurut WHO (2002) bencana adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Bencana juga merupakan momen krisis dan ancaman nyata yang merugikan dan pengaruh negatifnya ............................................................................................ 13.

(30) tidak dapat diatasi (melampaui kemampuan) tanpa panduan, dukungan, sumber daya dari pihak luar seperti dari negara bahkan negara lain (Quarantelli, 1998, Paul, 2011) Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (UU No 24 Tahun 2007) menyebutkan definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Mengacu pada pengertian tersebut, bencana disebabkan oleh faktor alam, nonalam, dan manusia. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Asian Disaster Reduction and Response Network (ADRRN, 2010), 3 bencana adalah sebuah gangguan serius terhadap berfungsinya sebuah komunitas atau masyarakat Asian Disaster Reduction and Response Network (ADRRN, 2010). Terminologi Pengurangan Bencana.. 3. 14. ............................................................................................

(31) yang mengakibatkan kerugian dan dampak yang meluas terhadap manusia, materi, ekonomi dan lingkungan, yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena dampak tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi. Ancaman akan menjadi bencana apabila komunitas rentan, anatu mempunyai kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya sendiri (United Nations Development Programme and Government of Indonesia, 2012)4. Bencana seringkali digambarkan sebagai satu hasil gabungan dari keterpaparan terhadap satu ancaman bahaya, kondisi kerentanan yang ada, dan kurangnya kapasitas atau langkah-langkah untuk mengurangi atau bertahan terhadap potensi konsekuensi negatif. Dampak bencana antara lain adalah hilangnya nyawa, cedera, penyakit dan efek negatif lainnya terhadap fisik, mental dan kesejahteraan sosial manusia, dibarangi dengan kerusakan harta benda, kehancuran aset, hilangnya layanan, gangguan sosial dan ekonomi serta degradasi lingkungan. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi United Nations Development Programme and Government of Indonesia, 2012. Making Aceh Safer through Disaster Risk Reduction in Development United Nations Development Programme and Government of Indonesia (DRR-A). (PANDUAN: Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas). 4. ............................................................................................ 15.

(32) kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UU No 24 Tahun 2007). Sedangkan wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Berdasarkan pengertian dan konsep yang telah disebutkan sebelumnya maka pengertian daerah rawan bencana adalah suatu daerah yang mempunyai keterbatasan atau tingkat kemampuan yang rendah dalam mencegah, meredam, dan menanggapi dampak buruk bahaya. C. Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005 – 2015. Kerangka aksi ini untuk pedoman untuk pencegahan, kesiapsiagaan dan mitigasi terhadap bencana alam dan rencana aksi. Pada tahun-taun mendatang tantangan utama dalam memastikan tindakan yang lebih sistematis untuk menangani risiko bencana dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan dalam membangun ketahanan melalui peningkatan kemampuan nasional dan lokal dalam mengelola dan meredam risiko. Pendekatan pro-aktif dalam memberikan informasi, motivasi, dan melibatkan penduduk dalam setiap aspek harus dilakukan dalam meredam risiko bencana dalam komunitas lokal mereka. Kelangkaan sumber daya merupakan point tersendiri yang harus di perhitungkan dalam peredaman risiko bencana dan harus dialokasikan dalam anggaran pembangunan untuk mewujudkan tujuantujuan peredaman risiko, baik pada tingkal nasional ataupun regional atau melalui kerja sama internasional 16. ............................................................................................

(33) dan mekanisme finansial tujuannya agar peredaman risiko bencana lebih efektif. Di dalam kerangka aksi Hyogo ini telah diidentifikasikan kesenjangan dan tantangan khusus yang dihadapi berupa: (a) tata kelola: kelembagaan, kerangka kerja legal dan kebijakan; (b) Identifikasi risiko, pengkajian, monitoring dan peringatan dini; (c) Pengelolaan pengetahuan dan pendidikan; (d) Peredaman faktor-faktor yang mendasari; dan (e) Kesiapsiagaan untuk respond dan pemulihan efektif. Agar kesenjangan dan tantangan khusus tersebut dapat teratasi maka pada forum Hyogo ini membuat sasaransasaran strategis yang akan dicapai yaitu: a) Integrasi secara lebih efektif pertimbangan risiko bencana ke dalam kebijakan, perencanaan dan program pembangunan berkelanjutan di semua tingkat, dengan penekanan khusus pada pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan terhadap bencana, serta peredaman kerentanan terhadap bencana; b) Pengembangan dan penguatan lembaga, mekanisme dan kapasitas di semua tingkat, terutama pada tingkat komunitas sehingga dapat secara sistematis menyumbangkan pada peningkatakan ketahanan (resilience) terhadap bahaya; c) Secara sistematis memadukan pendekatan-pendekatan peredaman risiko ke dalam rancangan dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat dan pemulihan dalam rangka rekonstruksi komunitas yang terkena dampak.. ............................................................................................ 17.

(34) Sasaran strategis itu diwujudkan dalam aksi-aksi prioritas untuk mendukung peredaman risiko bencana. Aksi prioritas itu meliputi: a) memastikan bahwa peredaman risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya. Aktivitas kunci dalam kegiatan ini seperti (1) kerangka kerja kelembagaan dan legistatif nasional, (2) sumber daya, (3) partisipasi komunitas b) Mengidentifikasi, menjajagi dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini. Aktivitas kunci dalam kegiatan ini seperti (1) penjajagan risiko tingkat nasional dan lokal, (2) peringatan dini, (3) kapasitas, dan (4) risiko ditingkat regional dan risiko yang mulai muncul. c) Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Aktivitas kunci dalam kegiatan ini seperti (1) pengelolaan dan pertukaran informasi, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) penelitian, dan (4) kesadaran publik. d) Meredam faktor-faktor risiko yang mendasari. Aktivitas kunci yang dilakukan seperti (1) pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, (2) praktek-praktek pembangunan sosial dan ekonomi, dan (3) perencanaan penggunaan lahan dan tindakan teknis lainnya. e) Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat. Aktivitas kunci yang dilakukan seperti (1) Memperkuat kapasitas kebijakan, teknis, dan kelembagaan di dalam pengelolaan bencana 18. ............................................................................................

(35) tingkat regional, nasional dan lokal, termasuk yang terkait dengan teknologi, pelatihan, dan sumber daya manusia dan material, (2) Meningkatkan dan mendukung dialog, pertukaran informasi dan koordinasi antar lembaga dan institusi yang bergerak di bidang peringatan dini, peredaman risiko bencana, respon bencana, dan pembangunan dan bidang lain yang relevan di semua tingkat, dengan tujuan mengadopsi pendekatan yang holistik dalam peredaman risiko bencana, dan (3) Memperkuat dan mengembangkan pendekatan regional yang terkoordinasi, dan menciptakan atau memperbaiki kebijakan, mekanisme operasional, perencanaan dan sistem komunikasi tingkat regional untuk mempersiapkan dan memastikan respon terhadap bencana yang cepat dan efektif dalam situasi-situasi yang melampaui kapasitas bertahan pada tingkat nasional. D. Kerangka Kerja Aksi Sendai 2015 – 2019. Kerangka aksi Sendai melengkapi penilaian dan review terhadap kerangka aksi Hyogo 2005-2015. Hasil di Sendai ini mempertimbangkan pengalaman yang diperoleh melalui strategi/lembaga regional dan nasional serta perencanaan pengurangan risiko bencana dan rekomendasinya. Penekanan yang harus dilakukan dan diantisipasi adalah rencana untuk mengurangi risiko bencana dan melindungi orang, komunitas dan negara secara efektif, terkait dengan aspek kehidupan, kesehatan, budaya yang dilindungi, asset sosial ekonomi dan ekosistem, serta memperkuat ketangguhan mereka. Hasil yang diharapkan dari kerangka aksi Sendai ini adalah pengurangan secara signifikan risiko ............................................................................................ 19.

(36) dan kerugian akibat bencana. Tujuannnya: a) mencegah timbulnya dan mengurangi risiko, b) mencegah dan menurunkan keterpaparan dan kerentanan, c) meningkatkan resiliensi melalui peningkatan kesiapsiagaan, tanggapan, dan pemulihan. Untuk mencapai tujuan itu maka dalam kerangka aksi Sendai mempunyai tindakan prioritas seperti a) memahami risiko bencana, b)penguatan tata kelola risiko, investasi PRB untuk resiliensi, dan meningkatkan manajemen risiko. E. Resilience Konsepsi resilience merupakan perspektif multidimensi dengan mempertimbangkan konteks dimana hal itu terjadi. Konsep resilience muncul dalam ilmu psikologi tentang perkembangan psikopatologi (Ursula dalam Cicchetti & Cohen, 1995). Dalam konsep yang lain resiliensi diartikan merupakan kemampuan manusia untuk bangkit dari pengalaman negatif (Henderson dan Milstein,2003). Ada beberapa konsep atau definisi resiliensi dengan mempertimbangkan bencana alam erupsi gunung merapi: a. Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang sulit (Reivich K. & Shatte A., 2002: 1) b. Tingkat kelentingan yang membuat seseorang mampu untuk bertahan, bangkit, dan menyesuaikan dengan kondisi yang demikian dinamakan resiliensi (Sales Pau Perez. 2005: 369). c. Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali dari situasi atau peristiwa yang traumatis (Siebert, 2005) d. Resiliensi merupakan konsep yang berkaitan dengan 20. ............................................................................................

(37) kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam menghadapi tekanan atau kesulitan untuk dapat kembali pada keadaan asli (Masten & Gewirtz, 2006). F. Daerah Rawan Bencana Daerah rawan bencana merupakan daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut terdapat 136 kabupaten/kota di Indonesia yang menjadi daerah rawan bencana. Daerah tersebut apabila terjadi bencana maka pemerintah dapat menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman. Sealin itu pemerintah dapat mencabut atau mengurangi sebagian atau seluruh hak kepemilikan setiap orang atas suatu benda sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. G. Desa Tangguh Bencana Menurut Peraturan Kepala BNPB No.1 Tahun 2012 tentang Pedoman Desa/Kelurahan Tangguh Bencana menyebutkan bahwa desa tangguh bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan. Desa tersebut dalam program pembangunannya harus membuat program: (a) peta ancaman bencana; (b) ............................................................................................ 21.

(38) peta dan analisis kerentanan masyarakat terhadap dampak bencana; (c) peta dan analisis kapasitas dan potensi sumber daya; (d) draf rencana penanggulangan bencana; (e) draft rencana aksi komunitas; (f) relawan penanggulangan bencana; (g) sistem peringatan dini berbasis masyarakat; (h) rencana kontigensi; dan (i) pola ketahanan ekonomi. Setiap desa yang termasuk dalam kategori tersebut mendapatkan bantuan dana dari BNPB.. 22. ............................................................................................

(39) bab iii. PEMBAHASAN A. Karakteristik Daerah Rawan Bencana Gunung Berapi 1. Gambaran Umum Wilayah Merapi Wilayah Kabupaten Sleman secara geografis terbentang mulai 110°13’00” sampai dengan 110°33’00” BT dan mulai 7°34’51” sampai dengan 7°47’03” LS. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta. Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 574,82 Km atau sekitar 18 persen dari luas wilayah Propinsi DIY yang seluas 3.185,80 Km. ............................................................................................ 23.

(40) Gunung Merapi terletak di wilayah kabupaten Sleman dan dijadikan Taman Nasional Gunung Merapi melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 134/MENHUTII/2004 tanggal 4 Mei 2004 seluas 6.410 Ha. Pada bulan Juni 2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2014, Taman Nasional Gunung Merapi ini ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang diprioritaskan penataan ruangnya dalam rangka rehabilitasi kawasan dengan sudut kepentingan lingkungan hidup, sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Hal ini menjadi penting dalam proses pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang di daerah. sehingga perlu adanya kegiatan yang memberikan informasi terkait Perpres tersebut. Penataan ruang KSN Merapi diharapkan akan mampu mendukung fungsi kawasan sebagai tempat bagi masyarakat untuk mencari hidup dan penghidupan (pengembangan ekonomi), daerah tangkapan air dan habitat bagi keanekaragaman hayati. Penataan dan pengelolaan ruang pada kawasan ini harus berbasis pada kawasan rawan bencana, kawasan yang berfungsi sebagai resapan air serta kawasan yang menjadi tempat hidup bagi keanekaragaman hayati. a. Penduduk Jumlah penduduk di wilayah KSN Merapi tahun 2013 mencapai 212.133 jiwa. Kecamatan Ngemplak memiliki jumlah penduduk tertinggi yakni mencapai 62.124 jiwa dan Kecamatan Cangkringan memiliki jumlah penduduk terendah yakni 29.054 jiwa seperti di sajikan pada Tabel 1.. 24. ............................................................................................

(41) Tabel 1. Jumlah Penduduk KSN Merapi NO. KECAMATAN. LAKI-LAKI. PEREMPUAN. JUMLAH. 1. Cangkringan. 14.371. 14.683. 29.054. 2. Ngemplak. 31.138. 30.986. 62.124. 3. Pakem. 18.105. 18.253. 36.358. 4. Turi. 16.936. 17.112. 34.048. 5. Tempel. 25.113. 25.436. 50.549. 105.663. 106.470. 212.133. TOTAL. Sumber: http://ksnmerapijogja.com. b. Sosial Budaya Beberapa aspek sosial budaya yang masih mengakar pada masyarakat di kawasan Merapi adalah kultur Jawa, diantaranya diadakan: (1) Labuhan Merapi yang dilangsungkan di pos II Gunung Merapi Kinahrejo Desa Umbulmartani Kecamatan Cangkringan; (2) Upacara dan tradisi yang merupakan rangkaian peringatan jumenengan Sri Sultan HB X ini dilaksanakan tiap tanggal 30 Rajab dan 1 Ruwah setiap tahun. c. Ketenagakerjaan Ditinjau dari aspek ketenaga kerjaan, kelompok umur >35 tahun menempati jumlah terbesar yaitu 63.964 dari 106.426 orang (60.1 persen), sedangkan kelompok usia produktif terendah adalah pada kelompok umur 15-19 tahun yaitu 8.460 orang (7.9 persen), kategori ini merupakan kelompok usia muda yang masih dalam usia sekolah seperti disajikan pada Tabel 2.. ............................................................................................ 25.

(42) 26. ............................................................................................ 703. 1,054. Pakem. Turi. Tempel. 3. 4. 5. 937. 8,469. Total. 612. 4,174. 985. 667. 885. 1,025. 1,111. 12,961. 7,068. 1,631. 1,251. 1,153. 1,922. Sumber: Kab. Sleman Dalam Angka 2014. 4,295. Jumlah. 724. 877. Cangkringan. Ngempalak. 1. 5,893. 1,358. 1,227. 1,096. 1,469. 743. P. L. L. P. 20-24 Tahun. 15-19 Tahun. 2. Kecamatan. No. 21,032. 11,628. 3,096. 2,132. 1,645. 3,572. 1,183. L. 9,404. 2,458. 1,884. 1,349. 2,879. 834. P. 25-34 Tahun. Kelompok Umur. 63,964. 35,282. 9,633. 5,992. 6,222. 8,619. 4,816. L. P. 28,682. 7,324. 5,214. 5,001. 7,240. 3,903. >35 Tahun. 106,426. 58,273. 15,414. 10,078. 9,744. 14,990. 8,047. L. 48,153. 12,125. 8,992. 8,331. 12,613. 6,092. P. JUMLAH. 106,426. 27,539. 19,070. 18,075. 27,603. 14,139. L+P. Tabel 2. Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Kelompok Umur dan jenis Kelamin di KSN Merapi Tahun 2013.

(43) Adapun jumlah pengangguran di KSN Merapi sejumlah 7.319 orang. Jumlah pengangguran terbesar didominasi oleh mereka yang tamat SMA yaitu 3.310 orang (45.2 persen), kelompok penggangguran yang tamat SLTP 1.461 orang (19.96 persen) seperti disajikan pada Tabel 3. Besarnya jumlah pengangguran di KSN Merapi tersebut diantaranya adalah akibat erupsi Merapi. Dampak Merapi telah menyebabkan kemunduran sektor pertanian (perkebunan dan peternakan) yang merupakan pekerjaan utama masyarakat sebelum terjadinya erupsi.. ............................................................................................ 27.

(44) 28. ............................................................................................ 350. Ngempalak. Pakem. Turi. Tempel. Jumlah. 2. 3. 4. 5. 736. 70. 50. 69. 40. 386. 127. 71. 70. 84. 34. 964. 450. 169. 80. 58. 85. 58. L. SD. Sumber: Kab. Sleman Dalam Angka 2014. Total. 121. Cangkringan. 1. L. P. Tidak Tamat SD. Kecamatan. No. 514. 185. 81. 85. 105. 58. P 94. P. 740. 189. 136. 128. 193. 1,461. 721. 227. 130. 101. 171. 92. L. SMP. 312. 188. 308. 617. 204. P. 1,629. 3,310. 1,681. 364. 205. 286. 602. 224. L. SMA. Tingkat Pendidikan. 20. 29. 73. 41. 13. P. 176 374. 198. 16. 50. 53. 51. 28. L. Diploma. 474. 272. 36. 55. 80. 82. 19. L. 202. 33. 31. 87. 39. 12. P. Sarjana 415. P. 3,647. 866. 536. 751. 1,079. 7,319. 3,672. 933. 590. 628. 1,060. 461. L. JUMLAH. 7,319. 1,799. 1,126. 1,379. 2,139. 876. L+P. Tabel 3. Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di KSN Merapi.

(45) d. Pertanian Komoditas pertanian yang menonjol dan sebagai komoditas unggulan adalah holtikultura, peternakan, dan perikanan. Tanaman holtikultura yang tingkat produksinya rata-rata di atas 10.000 kwintal pertahun berturut-turut: salak pondoh (484.572 kwintal); pisang (47.271 kuintal); rambutan (41.676 kwintal); salak biasa (39.873 kuintal); durian (34.444 kwintal); nangka (30.666 kuintal); mangga (15.896 kuintal); dan jambu biji (11.083 kuintal). Sedangkan sayuran, berturut-turut: melinjo (27.851 kuintal); cabai merah (19.974 kuintal); dan petai (14.455 kuintal). Di sub sektor peternakan di wilayah KSN Merapi memiliki populasi ternak yang beragam seperti sapi potong, sapi perah, kambing, dan unggas. Populasi sapi potong pada tahun 2012 mencapai 14.057 ekor, populasi sapi perah mencapai 3.367 ekor, populasi kambing mencapai 10.047 ekor. Sedangkan ternak unggas khususnya ayam, selama ini juga merupakan sektor andalan yang banyak dikembangkan masyarakat dalam usaha ayam potong dengan populasi 792.328 ekor dan ayam petelor 678.438 ekor . Salah satu komoditas unggulan KSN Merapi adalah sektor perikanan darat. Usaha perikanan tersebut terkonsentrasi di Kecamatan Cangkringan, dan Kecamatan Ngemplak. Berkembangnya sektor perikanan yang menjadi komoditas utama KSN Merapi didukung adanya pembibitan dan pemasaran hasil yang berpusat di Balai Pembenihan Cangkringan. e. Pola Letusan Gunung Merapi Letusan Merapi mencakup wilayah Kabupaten Klaten, Boyolali, Magelang (Jawa Tengah), dan Sleman (DI Yogyakarta), ± 25 Km dari Kota Yogyakarta. Aktivitas ............................................................................................ 29.

(46) erupsi merupakan pola berulang berkisar antara 2–7 tahun. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 4 tentang arah dan korban letusan merapi. Tabel 4. Arah dan Korban Letusan Merapi No 1.. Tahun 1961. Arah Letusan hulu Kali Batang dan Kali Senowo. 2.. 1967, 1968, dan 1969 1984. hulu Batang, Bebeng dan Krasak hulu Sungai Blongkeng, Putih, batang dan krasak hulu Kali Krasak, Bebeng dan Boyong. 3. 4.. 1986, 1992, 1994, 1997, 2001, dan 2005. 5.. 2006. 30. arah tenggara dan timur, lahar panas dan awan panas ke hulu Kali Gendol dan Opak (Sleman), dan Kali Woro (Klaten). Keterangan Kejadian pada 8 Mei 1961 bukaan kawah arah ke barat daya, dan muntahan material sebanyak 42,4 juta m3. jarak luncur letusan Merapi mencapai 9-12 Km muntahan material sebanyak 4,5 juta m3 Jarak luncur mencapai 5 km, berdampak: • Korban 63 jiwa di Dusun Turgo Desa Purwobinangun Pakem. • Menghancurkan harta benda masyarakat • Kerusakan fasilitas dan sarana serta prasarana umum, kawasan wisata, hutan lindung • Beban psikologis masyarakat Runtuhnya “geger boyo”: • Luncuran radius 6 Km dari puncak, kali Gendol terisi endapan lahar panas; • Ancaman aliran lahar dan awan panas ke kali Opak dan kali Gendol semakin besar. ............................................................................................

(47) No 6.. Tahun 2010. Arah Letusan. Keterangan Erupsi ini membuat kerusakan dan kerugian, antara lain: Pekerjaan Umum • 61,8 Km Jalan • 23 Sabo Dam • 94 Sistim Perpipaan Air Minum Pedesaan (SPAMDES) , tidak bisa berfungsi • 3 Sistim PDAM tidak berfungsi • 51 bendung tidak berfungsi • 22 Jembatan putus • 2 intake Saluran Induk Irigasi tertutup material Pendidikan • 18 Sekolah (10 SD , 1 SMP, 1SMK dan 6 TK) Kesehatan • 3 Pusat Kesehatan Masyarakat (3 Puskesmas, 12 Pustu) Perekonomian • 8 Pasar Tradisional Pemerintahan • 14 Kantor Pemerintahan Perkebunan • TNGM 924,3 Ha • Hutan Rakyat 1.020,5 Ha Masyarakat • Korban meninggal 346 orang • Anak Yatim Piatu 12 orang • Luka Bakar 190 orang • Non luka bakar 87 orang • Dokumen Kependudukan Perumahan • 2.739 rumah rusak. Pertanian • 2.500 Ha kebun salak • 604 Ha kebun non salak • 485 Ha sawah tertimbun material. ............................................................................................ 31.

(48) No. Tahun. Arah Letusan. Keterangan Peternakan • 6 ekor sapi mati Perkebunan • Kebun Rakyat 671 Ha Perikanan • Kolam ikan 14 Ha Usaha • 241 Unit Usaha (IKM) + 812 Pelaku Usaha (194 diantaranya kehilangan tempat usaha) • Potensi kredit macet Rp 146 milyar (6.320 nasabah) Pengungsi Pada 5 November – 23 November 2010 Puncak pengungsian berjumlah 150.000 jiwa lebih di 553 tersebar di 17 Kecamatan Sumber: BPBD Sleman (2012), Urip Bahagia (2012). 2. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Risiko Bencana Merapi Terbentuknya kawah yang membuka ke arah tenggara/ selatan membawa implikasi pada ancaman erupsi ke depan akan lebih dominan ke arah selatan, sehingga mengakibatkan perubahan tata ruang di kawasan Merapi khususnya perubahan status beberapa dusun di wilayah Kawasan Rawan Bencana (KRB). Perubahan itu terlihat dari peta tata ruang dari Badan Geologi terutama wilayah KRB III. Beberapa kebijakan penting terkait dengan pengelolaan risiko bencana merapi adalah sebagai berikut. a. Peraturan Bupati Sleman nomor 20/Kep.KDH/2011 tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana Merapi Pemerintah Kabupaten Sleman memasukkan kawasan rawan bencana Merapi pasca letusan tahun 32. ............................................................................................

(49) 2010 dalam rencana tata ruang dan wilayah. Pada Peraturan Daerah nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2011 – 2031, Area Terdampak Langsung (ATL) dan Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi digolongkan menjadi Kawasan Rawan Bencana Alam, yaitu kawasan yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Dalam rangka penanggulangan dampak dan risiko erupsi gunung merapi, dalam peraturan tersebut telah ditetapkan kebijakan dan strategi, ATL, dan Kawasan Risiko Bencana (KRB) Merapi b. Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi 1) Kawasan Rawan Bencana I, II, III Di dalam peraturan Bupati No 20 Tahun 2011 tentang Kawasan Rawan Bencana Merapi (KRB) erupsi Merapi dikelompokkan menjadi KRB III, KRB II dan KRB I, Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Merapi, seperti tampak pada Tabel 5. 2) Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Kawasan rawan bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava pijar (guguran/ lontaran material pijar), gas beracun, seluas 4.672 hektar meliputi empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Pakem, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Turi. Desa dan dusun wilayah Kecamatan Cangkringan yang termasuk KRB III yaitu Desa Glagaharjo meliputi Dusun Singlar, Gading, Ngancar, Besalen, Glagahmalang, Jetis sumur. Desa ............................................................................................ 33.

(50) Kepuharjo meliputi Dusun Batur, Kepuh, Manggong, Desa Umbulharjo meliputi Gondang, Desa Argomulyo meliputi Dusun Gadingan. Sedangkan, Kecamatan Pakem meliputi Desa Purwobinangun yaitu Dusun Turgo, Ngepring, Kemiri dan Desa Hargobinangun meliputi 4 dusun, yaitu Kaliurang Barat, Kaliurang Timur, Boyong, Ngipiksari, Kecamatan Turi meliputi Desa Girikerto tepatnya di Dusun Tritis/Ngandong dan Desa Wonokerto di Dusun Tunggularum, Sedangkan Kecamatan Ngemplak meliputi Desa Sindumartani meliputi dusun Jlapan, dan Kalimanggis. 3) Kawasan Rawan Bencana (KRB) II Kawasan rawan bencana II yang berpotensi terlanda aliran awan panas, gas racun, guguran batu (pijar) dan aliran lahar, seluas ± 3.273 Hektar terdiri atas 7 wilayah desa di 4 kecamatan. KRB II di Kecamatan Cangkringan meliputi Desa Glagaharjo (Dusun Banjarsari), Desa Kepuharjo (Dusun Pagerjurang), Desa Umbulharjo (Dusun Gambretan, Balong, Plosorejo, Karanggeneng, Plosokerep, Plosorejo, dan Pentingsari), Desa Argomulyo ( Dusun Banaran, Jiwan, Suruh, Jetis, Karanglo, Jaranan, Bakalan, Brongkol, Kauman, Mudal, dan Gayam), Desa wukirsari (Dusun Ngepringan, Gungan, Gondang, Cakran, Surodadi, Cancangan, dan Duwet). Wilayah desa dan dusun KRB II di Kecamatan Pakem meliputi Desa Hargobinangun (Dusun Kaliurang Barat & Timur, Ngipiksari, Boyong), Desa Purwobinangun (Dusun Ngepring, Kemiri, Ngelosari, Tawangrejo, Jamblangan, dan Glondong). Desa dan dusun pada KRB II di Kecamatan Turi meliputi Desa Girikerto (Dusun Nganggring, Kelopo sawit, Kemirikebo, dan Sokorejo), Desa Wonokerto (Dusun Gondoarum, Sempu, Ledoklempong, dan Manggungsari). Desa dan dusun pada KRB II di Kecamatan Ngemplak meliputi 34. ............................................................................................

(51) Desa Sindumartani (Dusun Pencar, Ketingan, Tambakan, dan Kejambon Lor). 4) Kawasan Rawan Bencana (KRB) I Kawasan rawan bencana I adalah kawasan yang rawan terhadap lahar/banjir dan kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas, seluas ± 1.371 hektar di Kecamatan Tempel, Pakem, Ngaglik, Mlati, Depok, Ngemplak, Cangkringan, Kalasan, Prambanan, dan Berbah meliputi : sepanjang aliran Sungai Gendol dan Sungai Opak, Sungai Boyong di sebelah hilir disebut Sungai Code, Sungai Krasak, dan Sungai Kuning. 5) Area Terdampak Langsung (ATL) Area terdampak langsung adalah wilayah yang tertimbun material erupsi 2010, dan lebih dikenal dengan 9 dusun yang tidak diperbolehkan untuk pemukiman yaitu Dusun Pelemsari, Dusun Pangukrejo (Desa Umbulharjo), Dusun Kaliadem, Dusun Jambu, Dusun Petung, Dusun Kopeng, (Desa Kepuharjo), Dusun Kalitengah Lor, Dusun Kalitengah Kidul, Dusun Srunen (Desa Glagaharjo). Dalam Peraturan Bupati No. 20 Tahun 2011 pasal 6 mengatur tentang kebijakan desa yang masuk dalam ATL yang masuk dalam wilayah KRB III meliputi: (1) pengembangan kegiatan untuk penanggulangan bencana, pemanfaatan sumber daya air, hutan, pertanian lahan kering, konservasi, ilmu pengetahuan; (2) penelitian, dan wisata alam; (3) tidak untuk hunian; dan (4) Land Coverage Ratio paling banyak sebesar 5 persen. Untuk wilayah selain Padukuhan tersebut kebijakannya sebagai berikut: (1) pengembangan kegiatan untuk penanggulangan bencana, pemanfaatan sumber ............................................................................................ 35.

(52) daya air, hutan, pertanian lahan kering, konservasi, ilmu pengetahuan, penelitian dan wisata alam; (2) hunian hanya diperbolehkan untuk hunian yang telah ada dan tidak rusak berat karena bencana Gunungapi Merapi, serta tidak dilakukan pengembangan (zero growth); (3) Land Coverage Ratio paling banyak sebesar 5 persen.. 36. ............................................................................................

(53) ............................................................................................ 37. Kecamatan. Turi. Tempel. Pakem. Cangkringan. Ngemplak. No. 1. 2. 3. 4. 5. Umbulmartani, Wedomartani, Widodomartani Sindumartani, Bimomartani. Umbulharjo Wukirsari Pakembinangun. Merdikorejo, Lumbungrejo Pondokrejo, Sumberejo, Banyurejo Candibinangun. -. Daerah KRB I Desa. Sindumartani. Purwobinangun Hargobinangun Candibinangun Umbulharjo, Wukirsari Kepuharjo, Argomulyo Glagaharjo. Daerah KRB II Desa Girikerto Wono kerto Merdikorejo. Sindumartani. Purwobinangun Hargobinangun Umbulharjo, Wukirsari Kepuharjo, Argomulyo Glagaharjo. Daerah KRB III Desa Girikerto Wono kerto. Desa Umbulharjo Pelemsari, Pangukrejo Desa Kepuharjo Kaliadem, Petung, Jambu Kopeng Desa Glagaharjo Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen. ATL Pedukuhan. Tabel 5. Kawasan Rawan Bahaya I,II, III Letusan Gunung Merapi di KSN Merapi DIY Tahun 2010.

(54) c. Peta Tata Ruang dari Badan Geologi Tertanggal 31 Mei 2011 Erupsi 2010 merubah status 9 dusun di KRB III menjadi ATL, yaitu sebagai kawasan yang tidak diperuntukkan untuk hunian.. Sumber : BNPB, 2012. Gambar 1. Peta Tata Ruang KRB Merapi B. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Desa Glagaharjo Pedukuhan di Desa Glagaharjo meliputi Dusun Kalitengah Lor, Kalitengah Kidul, Srunen, Singlar, Gading, Jetis Sumur, Glagahmalang, Ngancar, Banjarsari, Besalen. Desa Glagaharjo terletak di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan ketinggian ± 600-1.500 m dari permukaan laut dengan struktur tanah berpasir. Adapun batas Desa Glagaharjo meliputi: 38. ............................................................................................

(55) Sebelah Selatan : Desa Argomulyo; Sebelah Utara : Kehutanan; Sebelah Timur : Kab. Klaten; Sebelah Barat : Kaligendol Desa Kepuharjo. Luas wilayah Desa Glagaharjo 795 Ha. Tata Guna Lahan yang ada di Desa Glagaharjo meliputi: Permukiman: 97 Ha; Bangunan : 21 Ha; Pertanian: 603 Ha; Lain-lain: 74 Ha. Letak Desa Glagaharjo yang berada di bawah gunung merapi berdampak pada sumber daya alam yang ada seperti batu, pasir, bambu, kayu, batu alam, dan terdapat mata air tuk Bebeng. Untuk air minum penduduk menggunakan sumur bor. a. Kondisi Ekonomi Pertanian di Desa Glagaharjo bertumpu pada buahbuahan, Palawija dan tanaman kayu tahunan. Sedangkan peternakan pada sapi potong, sapi perah, dan kambing. Di desa ini ada industri rumah tangga berupa gula jawa dan tempe. Lembaga Perekonomian Desa ada koperasi sapi perah “Sarono Makmur”, Kelompok Simpan Pinjam (SPP) dari UPK Mandiri, Kelompok Tani, Unit Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera, dan BMT Qosis di pasar desa. b. Kondisi Sosial Budaya Jumlah penduduk 3.557 jiwa terdiri atas 1.714 laki-laki dan 1.843 Perempuan dengan jumlah kepala keluarga 1.225 KK. Warga yang beragama Islam sejumlah 3.553 jiwa,sedangkan yang beragama Katolik 7 jiwa. Di desa ini terdapat tempat ibadah yaitu masjid 10 buah dan mushola 6 buah.. ............................................................................................ 39.

(56) c. Prasarana dan Sarana Puskesmas pembantu 1 buah, tapi belum mencukupi dan masih perlu pembangunan 1 unit lagi untuk masyarakat yang letaknya di KRB II, posyandu terdiri dari 10 posyandu Balita dan 10 posyandu lansia. Tempat pendidikan seperti kelompok bermain ada 2 unit, PAUD ada 9 unit, TK ada 3 unit yaitu TK Puspitasari, TK ABA Cepitsari, dan TK BASARI. Untuk tingkat sekolah dasar terdapat 3 unit yaitu SDN Glagaharjo, SDN Srunen, dan SD Muhammadiyah Cepitsari. d. Perumahan (Hunian Tetap Pengungsi erupsi 2010) Pasca erupsi merapi tahun 2010, pemerintah membangun perumahan yang diperuntukkan untuk korban bencana merapi. Letak dari hunian tetap (Huntap) itu adalah sebagai berikut: (1) Huntap Gading dihuni sebagian masyarakat pedukuhan Singlar dan Kalitengah lor terdiri dari 61 KK; (2) Huntap jetis sumur dihuni masyarakat Glagahmalang terdiri dari 81 KK; (3) Huntap Banjarsari dihuni oleh pedukuhan Ngancar, pedukuhan Besalen, pedukuhan Srunen, dan pedukuhan kalitengah kidul sebanyak 198 KK; (4) Huntap mandiri tersebar di pedukuhan Ngancar, Banjarsari, Besalen, dan Desa Wukirsari sebanyak 41 KK. (gambar 2) Dari segi pelayanan dasar perumahan rakyat dan kawasan permukiman telah dibangun Huntap. Persentase terbesar keberadaan penghuni adalah Huntap di Desa Kepuharjo sebanyak 93,7 persen dan Huntap di Desa Glagaharjo sebanyak 92,7 persen yang menempati Huntap. Hal ini karena banyak warga di kedua desa tersebut yang terkena dampak langsung dari erupsi gunung Merapi. Adapun dari segi pelayanan dasar untuk Huntap masih ada yang tidak mempunyai sumber air sendiri sebanyak 384 40. ............................................................................................

(57) orang. Dengan jumlah terbanyak di lokasi Desa Argomulyo sejumlah 243 rumah.. Sumber: BNPD Sleman dan Urip Bahagia (2012). Gambar 2. Lokasi Hunian Tetap di Kabupaten Sleman Huntap tersebut telah dibangun dan diberikan fasilitas seperti listrik dan air bersih, sehingga dapat dihuni oleh penduduk korban bencana merapi (Tabel 6).. ............................................................................................ 41.

(58) Gambar 3. Hunian Tetap Relokasi Kelompok Mandiri Padukuhan Pelemsari, Desa Umbulharjo, Kec. Cangkringan. 42. ............................................................................................

(59) ............................................................................................ 43. Desa Argomulyo. Desa Glagaharjo. Desa Kepuharjo. Desa Umbulharjo. Desa Wukirsari. Desa Sindumartani. Desa Sendang agung. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jumlah. Lokasi Huntap. NO. 2040. 15. 92. 359. 193. 728. 358. 295. Rumah Terbangun. 1726. 13. 59. 313. 175. 682. 332. 152. Ada. 314. 2. 33. 46. 18. 46. 26. 143. Tidak. Keberadaan penghuni. 1952. 14. 82. 347. 189. 690. 346. 284. Ya. 88. 1. 10. 12. 4. 38. 12. 11. Tidak. Kesesuaian Penghuni. 2035. 14. 92. 359. 193. 726. 356. 295. Ada. 5. 1. 0. 0. 0. 2. 2. 0. Tidak. Ketersediaan Listrik. Tabel 6. Lokasi dan Ketersediaan fasilitas Huntap. 1656. 15. 86. 260. 192. 717. 334. 52. Ada. 384. 0. 6. 99. 1. 11. 24. 243. Tidak. Ketersediaan Air.

(60) 2. Desa Kepuharjo a. Letak Wilayah Desa Kepuharjo Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesbilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain sekitarnya oleh jalur transportasi jalan raya. Dilihat dari topografi, ketinggian wilayah Kepuharjo berada pada 600-1.200 m di atas permukaan air laut . Secara administrasi Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman dengan batas sebelah utara yaitu Taman Nasional Gunung Merapi sebelah selatan yaitu Desa Wukir Sari, sebelah barat yaitu dengan Desa Umbulharjo, serta sebelah timur dengan Desa Glagaharjo. Wilayah Desa Kepuharjo terdiri dari 8 dusun yaitu: 1) Kaliadem, terdiri 4 RT dan 2 RW. 2) Jambu, terdiri 4 RT dan 2 RW. 3) Petung, terdiri 4 RT dan 2 RW. 4) Kopeng, terdiri 5 RT dan 2 RW. 5) Batur, terdiri 4 RT dan 2 RW. 6) Pagerjurang, terdiri 4 RT dan 2 RW. 7) Kepuh, terdiri 4 RT dan 2 RW. 8) Manggong, terdiri 4 RT dan 2 RW. Desa Kepuharjo dilalui Sungai Gendol sebagai penyedia pasir dan batu yang terbawa oleh banjir ketika puncak merapi diguyur hujan. Oleh karena itu, Pemerintah Desa Kepuharjo dan komunitas tanggap bencana Saluran Komunikasi Sosial Bersama (SKSB), Palem, Jajaran Cakra, Komunitas Balerante berusaha semaksimal mungkin memberikan peringatan sedini mungkin akan datangnya banjir kepada penambang dan armada yang masih beraktifitas di Sungai Gendol. 44. ............................................................................................

(61) b. Luas Wilayah Desa Kepuharjo Potensi wilayah Desa Kepuharjo dengan luas lahan 875 hektar, terbagi dalam beberapa peruntukan antara lain untuk tegalan, pekarangan, pemukiman, perkantoran, pengarem-arem, warung, lapangan golf, bengkok, kuburan, jalan dan lainnya. Berikut Tabel 7 menunjukan keluasan Desa Kepuharjo per dusun: Tabel 7. Luas Desa Kepuharjo No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.. Dusun Kaliadem Jambu Petung Kopeng Batur Pagerjurang Kepuh. Pekarangan Hunian (Hektar) 20,000 31,000 54,000 -. Luas Tegalan (Hektar) 72,7420 59,4225 97,4660 41,7610 37,4740 65,6120. Total (Hektar) 71,7420 59,4225 97,6440 61,7610 69,1370 54,9820 65,6120. 8. Manggong 43,1745 43,1745 Sumber : Data Sekunder Laporan Profil Desa Kepuharjo 2015. c. Sumber Daya Alam Desa Kepuharjo Desa Kepuharjo adalah daerah atau kawasan yang berada di sebelah selatan lereng Gunung Merapi, dan berbatasan langsung dengan wilayah kehutanan dengan kondisi tanah yang gembur dan subur. Potensi yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut dimanfaatkan oleh warga masyarakat, terutama adalah adanya sumber mata air tuk Bebeng, namun dari tahun ke tahun mengalami penyusutan debitnya. Pemerintah Desa Kepuharjo dan kelompok-kelompok kepemudaan di wilayah Kepuharjo yang mempunyai rasa kepedulian terhadap lingkungan secara rutin dan swadaya ............................................................................................ 45.

(62) melakukan reboisasi di kawasan hutan tersebut, sebagai upaya untuk tetap menjaga kelestarian alam hutan dan menjamin kelangsungan sumber mata air tuk Bebeng tersebut. Desa Kepuharjo mempunyai beragam potensi sumber daya alam yang dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian mulai dari pertanian, perkebunan, kehutanan dan peternakan, tambang, potensi wisata, dan lapangan golf bertaraf internasional yang dapat menyerap tenaga kerja lokal dari Desa Kepuharjo khususnya dan warga masyarakat desa sekitarnya. d. Karakteristik Desa Kepuharjo 1) Penduduk dan Mata Pencaharian Berdasarkan Hasil Pemutakhiran Data Penduduk Desa Kepuharjo tahun 2014, jumlah penduduk yang tercatat secara administrasi sebanyak 3.154, dengan rincian jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki 1.530 jiwa, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sejumlah 1.624 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di Desa Kepuharjo 1.113 KK seperti disajikan Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Kepuharjo No 1 2 3 4 5 6 7 8. Nama Dusun Kaliadem Jambu Petung Kopeng Batur Pegerjurang Kepuh Manggong Total. Jumlah KK 152 119 113 148 153 495 117 95. Jiwa L 231 166 177 202 205 254 172 123. Jiwa P 264 176 174 224 230 241 183 133. Total Jiwa 495 342 351 426 435 495 355 256. 1050. 1530. 1624. 3154. Sumber: Data Sekunder Laporan Profil Desa Kepuharjo 2015. 46. ............................................................................................

(63) Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa jumlah penduduk paling banyak terdapat di Dusun Kaliadem. Jumlah penduduk di Dusun Kaliadem sebanyak 495 jiwa, Dusun Jambu sejumlah 342 jiwa, Dusun Petung 351 jiwa, Dusun Kopeng 148 jiwa. Secara umum masyarakat Desa Kepuharjo mengandalkan hidup dari sektor pertanian, peternakan, galian C dan sebagian kecil wiraswasta dan PNS (Tabel 9). Selain itu penduduk Kepuharjo menggantungkan pendapatannya sebagai penambang pasir yang cukup memberikan keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan pendapatan lainnya, namun hal tersebut cukup mengkhawatirkan. Besarnya ketergantungan warga terhadap eksplorasi sumber daya alam gunung akan berdampak pada rusaknya ekologi Merapi yang berarti peningkatan terhadap kerentanan kawasan terhadap dampak bencana erupsi pada masa yang akan datang. Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk Desa Kepuharjo NO. JENIS MATA PENCARIAN. JUMLAH (jiwa). 1.. PNS. 43. 2.. TNI. 2. 3.. POLRI. 1. 4.. Karyawan swasta. 463. 5.. Satpam. 19. 6.. Petani Peternak. 112. 7.. Wiraswasta / Pedagang. 73. 8.. Penambang Pasir. 732. 9.. Buruh Tani. 5. 10.. Jasa. 9. 11.. Perangkat desa. 19. Jumlah Sumber: RPJM Desa Kepuharjo, 2013. 1.478. ............................................................................................ 47.

(64) 2) Budaya Desa Kepuharjo memiliki karakteristik masyarakat yang menjunjung tinggi budaya Jawa. Hal ini sangat di pahami lantaran berbagai acara ritual seperti sedekah gunung pada malam 1 Suro dan Labuhan Merapi pada akhir bulan Rejeb (bulan Jawa), diadakan oleh warga masyarakat desa dan Pemerintah Kabupaten Sleman maupun dari Keraton Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat dan Pakualaman. Mayoritas penduduk Kepuharjo adalah pemeluk agama Islam, namun dalam menjalankan hal agama masih kental dengan tradisi budaya Jawa seperti syukuran hasil panen, kenduri, kondangan dan mengikuti upacara labuhan dan sedekah gunung. Pada kehidupan seharihari semangat gotong-royong masyarakat sangat tinggi baik dalam hal membangun permukiman dan fasilitas umum, begitu pula dalam hal memecahkan masalah maupun mencari keputusan melalui musyawarah masih dijunjung tinggi. Kepercayaan masyarakat Gunung Merapi merupakan campuran antara kepercayaan animisme, Hindu-Budha dengan Islam yang mempercayai bahwa kerugian aktual dan potensial yang terkait dengan letusan gunung berapi berada di bawah kendali kekuatan illahi. Pemaknaan terhadap Gunung Merapi berkaitan dengan praktik kultus roh, pemujaan leluhur, penyembuhan semangat dan bentuk shamanistic atau dukunisme (De Coster dalam Maarif, 2012:3). Masyarakat Merapi memiliki hukum tidak tertulis yang harus ditaati, seperti melarang kegiatan merumput bagi ternak atau bercocok tanam di tempat angker atau berburu binatang di wilayah penguasa Gunung Merapi. Mitos dan kepercayaan masyarakat terhadap Gunung Merapi merupakan ungkapan kearifan lokal akan 48. ............................................................................................

(65) penghormatan terhadap para roh leluhur atau makhlukmakhluk halus penghuni Merapi yang diwujudkan ke dalam tradisi budaya dan ritual keagamaan dengan harapan mendapatkan balas jasa berupa keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan. Upacara ritual dipercaya dapat mendatangkan kekuatan gaib. 3) Sistem Ekonomi Desa Kepuharjo Prasarana dan sarana ekonomi yang terdapat di Desa Kepuharjo yaitu berupa kios desa 9 buah , kios atau warung warga 27 buah, warung makan 5 buah dan usaha bengkel 4 buah. Sarana-sarana tersebut sangat bermanfaat mendukung aktivitas ekonomi penduduk Desa Kepuharjo. Struktur perekonomian Desa Kepuharjo terbagi menjadi beberapa sektor. Sektor utama adalah sektor peternakan sapi perah dan sapi potong, pertanian dan perkebunan. Untuk sektor peternakan sapi perah di dominasi Dusun Kaliadem, Jambu dan Petung, sedangkan potensi sektor kehutanan Desa Kepuharjo adalah pada jenis tanaman kayu jati dengan luas hutan 0,51 Ha, kayu Albasia/Sengon seluas 215 Ha, kayu Akasia 29 Ha, kayu Mahoni 22,76 Ha kayu Mindi 1,92 Ha. Pada sektor pertambangan terdapat area pertambangan pasir dan batu kali yang diijinkan dengan luasan masing-masing adalah 12 Ha. Wilayah Desa Kepuharjo secara umum mempunyai ciri fisik penggunaan lahan berupa lahan pertanian terutama kopi dan lahan rumput hijau untuk pakan ternak. Lahan di Desa Kepuharjo sangat cocok untuk perkebunan kopi dan merupakan sektor unggulan dalam bidang perkebunan. Kopi dapat dipasarkan secara langsung berupa biji kopi, selain itu warga Dusun Petung dan Dusun Jambu memasarkan hasil produksi ............................................................................................ 49.

Gambar

Tabel 2.  Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Kelompok Umur dan jenis Kelamin di KSN Merapi  Tahun 2013 NoKecamatanKelompok UmurJUMLAH 15-19 Tahun20-24 Tahun25-34 Tahun>35 Tahun LPLPLPLPLPL+P 1Cangkringan9376121,1117431,1838344,8163,9038,0476,09214,139 2Nge
Tabel 3.  Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di KSN Merapi NoKecamatan
Tabel 5.  Kawasan Rawan Bahaya I,II, III Letusan Gunung Merapi di KSN Merapi  DIY Tahun 2010 NoKecamatanDaerah KRB IDaerah KRB IIDaerah KRB IIIATL DesaDesaDesaPedukuhan 1Turi-Girikerto Wono kertoGirikertoWono kerto 2TempelMerdikorejo, Lumbungrejo Pondokrej
Gambar 1. Peta Tata Ruang KRB Merapi B.	Gambaran	Umum	Daerah	Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Post Test Ujian tertulis, lisan, penilaian/evaluasi terhadap proses pembelajaran, dan unjuk sikap Referensi Mills, Geoffry, et.all (1990), Modern Office Management, London:

Penyusunan materi pengembangan bahan pembelajaran i’rāb ini disesuaikan dengan materi-materi pokok dalam sintaksis Arab yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk

Peserta dalam jabatannya sebagai Penelaah Keberatan dan Petugas Sidang di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak mampu meningkatkan kompetensi pada level menengah melalui

1). Pengembangan Mutu Pelaksanaan KBK untuk Mencapai Kompetensi Lulusan sesuai Standar Nasional, yang diarahkan untuk memperbaiki mutu input mahasiswa, perbaikan dan

Penulis haturkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapatlah menyelesaikan skripsi yang

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka disimpulkan bahwa tren hasil tangkapan ikan cakalang yang didaratkan di PPS Bitung hingga tahun 2016 akan cenderung

Perbandingan komputasi dari beberapa metode yang dibahas akan diberikan dengan memperhatikan jumlah iterasi, dan COC ( Computational Order of Convergence )

Kenaikan indeks ini disebabkan oleh naiknya indeks yang diterima petani pada dua sub sektor pertanian sedangkan tiga sub sektor pertanian lainnya mengalami