• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712010060 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712010060 Full text"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

SIKAP GEREJA KRISTEN PROTESTAN JAWA BARAT (GKP JABAR) TERHADAP FENOMENA KAWIN KONTRAK

DI PUNCAK BOGOR

Oleh,

Franklin Korua

712010060

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

Program Studi Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)
(3)
(4)
(5)

v

(6)

vi

Aku berjuang untuk mencapai kesuksesanku.

Dan ketika aku tiba di sana, aku tidak akan

melupakan orang-orang yang pernah

berjuang bersamaku, dan mereka yang selalu

mendukungku, dalam perkataan maupun

doa.

Semua Firman Allah adalah murni.

Ia adalah perisai bagi orang-orang yang

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis naikkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena begitu besar kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dimampukan untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kuliah di Fakultas Teologi. Perjalanan yang panjang, namun dari sini penulis belajar untuk terus berusaha, bangkit dari segala permasalahan yang terjadi, terus bergegas dan tidak ingin menyerah. Tidak mudah untuk melewati semua ini, tanpa campur tangan dari orang-orang yang ada di sekitar penulis.

Sungguh indah anugerah Tuhan, menempatkan mereka ada bersama-sama dan turut membantu dalam berbagai aspek yang tidak dapat penulis lalui sendirian. Penulis hendak

mengucapkan terima kasih kepada mereka:

1. Bapak Dr. David Samiyono, selaku dosen pembimbing satu yang selalu meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk dapat membaca tulisan saya, dan membimbing saya untuk terus melangkah. Terima kasih Pak untuk waktu dan bimbingannya. Tuhan memberkati kehidupan Bapak dan keluarga.

2. Bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer Nuban Timo, selaku dosen pembimbing dua yang tidak pernah bosan melihat wajahku selalu muncul di depan ruangannya, meminta waktu untuk bimbingan di celah jam istirahat. Mungkin bapak sudah lapar, tapi masih menyediakan waktu untuk membimbing saya dan teman-teman saya. Terima kasih untuk bukunya, bimbingannya, dan beberapa nasihat yang menguatkan saya untuk terus berlari mengejar kesuksesan.

3. Dekan, Kaprogdi, Bapak dan Ibu Dosen, serta staff Tata Usaha Fakultas Teologi. Terima kasih untuk bapak/ibu semua yang sudah menyediakan waktu dan membantu saya menyelesaikan perkuliahan saya di sini. Terima kasih untuk ilmu yang dibagi oleh bapak/ibu dosen sekalian, itu akan menjadi bekal yang sangat berguna bagi saya menghadapi masa depan.

4. Untuk Kak Ira Mangililo, selaku wali studi saya di Fakultas Teologi UKSW. Terima kasih kak untuk semua nasihat dan kesempatan untuk mengembangkan diri yang

diberikan kepada saya. Tanpa kehadiran kak Ira, mungkin saya tidak akan berkembang menjadi lebih baik dari sebelumnya.

(8)

viii 6. Kepada Jemaat GKI Tegalrejo. Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk melakukan praktik pendidikan lapangan I-IV, sehingga saya boleh mengembangkan diri menjadi pelayan Tuhan. Terima kasih untuk Ibu Budi dan Pak Suharyadi, Mbak Kikis, Mas Kris, dan jajaran guru sekolah minggu lainnya. Maafkan saya dan teman-teman yang banyak mengeluh, tapi di luar itu, kami bahagia dan bangga pernah melayani di tempat ini.

7. Buat Panti Asuhan Sion. Terima kasih saya sampaikan kepada ibu Hartiningsih dan teman-teman dari asrama Sion, untuk kesempatan berkenalan dan berbagi cerita

bersama. Terima kasih untuk teh dan kue di sore hari, aku sangat senang menghabiskannya.

8. Buat Jemaat GMIT “Kefas” Kampung Baru, Pdt. Bire, Pdt. Marthen Adu, Pdt. Ronny Runtu, Bpk Pong, Bpk Boboy, Ma Ris, Bang Okto, Bang Jay, Bang Demsi, Kak Leny, Kak Marda, Kak Anto, Kak Al, dan lainnya. Terima kasih sudah memberikan kesempatan pada saya untuk menjalankan praktik pendidikan lapangan VI. Saya diajarkan dan diberi banyak pengalaman lapangan yang nyata, untuk melihat berbagai persoalan jemaat dan berbagai kerumitan pelayanan serta administrasinya. Terima kasih untuk semuanya itu. Aku sangat merindukan kalian…

9. Kepada GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua. Pdt Sudrajad Adam dan majelis yang ada. Saya berterima kasih karena boleh diberi kesempatan untuk melakukan penelitian tugas akhir ini, sehingga saya boleh memenuhi syarat kelulusan dari fakultas Teologi UKSW. Terima kasih untuk sambutan hangatnya dan berbagai cerita yang dibagi tentang keberadaan gereja di Puncak Bogor. Semoga gereja boleh terus berkembang dan menjadi terang bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya.

10.Teologi Angkatan 2010: ebe, kadek, andri, tya, jilly, leri dan teman-teman lainnya. Aku mungkin akan melupakan wajah kalian, tapi kebersamaan yang kita lalui akan selalu aku kenang. Terima kasih telah menjadi bagian hidupku selama empat tahun menuntut ilmu di fakultas Teologi UKSW.

11.Gerobak: bambang, felix, dekson, nando, lamhot, wilson, olan, niko, sadrah, puspita,

k risma, cerol, desy. Tanpa kalian, ceritaku menjadi kurang seru. Maaf kalo punya banyak salah, tapi kalian adalah partner terbaik selama aku kuliah di sini.

(9)

ix kasih telah mengajariku banyak hal tentang persahabatan dan perjuangan menghadapi hidup ini. Mari kita sama-sama bersemangat mengejar impian kita.

13.Geng kecilku, yang setia menemani dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. Mas Kur, Asye, dan Kitty. Terima kasih untuk waktu, tenaga, fasilitas, dan segala pengalaman yang kita lalui bersama, berbagai cerita, canda dan tawa. Maaf sudah mendahului, tapi aku pikir kalian yang mendorongku untuk sampai pada tahap ini. Terima kasih sahabat.

Salatiga, Februari 2015

(10)

x

2. Hakikat Perkawinan, Hakikat Gereja dan Tugas Kenabian Gereja Di Tengah-Tengah Masyarakat ... 6

2.1 Hakikat Perkawinan ... 6

2.2 Kawin Kontrak ... 7

2.3 Perkawinan Berdasarkan Pemahaman Kekristenan ... 8

2.4 Hakikat Gereja dan Tugas Kenabiannya ... 9

2.5 Teori Pilihan Rasional ... 12

3. Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat “Oikoumene” Cisarua dan Posisinya di Tengah-Tengah Masyarakat yang Ada di Daerah Puncak ... 14

3.1 Latar Belakang Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikoumene Cisarua . 14 3.2 Sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikoumene Cisarua terhadap Fenomena Kawin Kontrak di Puncak Bogor ... 18

(11)

xi ABSTRAK

Derasnya arus perkembangan zaman membuat gereja harus bergegas agar tidak ketinggalan. Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua adalah gereja yang harus menghadapi salah satu akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi. Hal tersebut adalah praktik kawin kontrak yang berlangsung di kawasan Puncak Bogor.

Bagaimana sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua menanggapi fenomena kawin kontrak yang terjadi di Puncak Bogor? Untuk menjawab pertanyaan demikian maka penelitian ini dilakukan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menganalisa konteks kehidupan masyarakat dan bagaimana posisi gereja di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang ada di Bogor. Teknik pengambilan datanya dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua belum menanggapi praktik kawin kontrak yang ada di Puncak Bogor secara serius. Gereja menganggap hal ini merupakan perkara yang ada di luar tembok gereja. Gereja harusnya sadar bahwa ia diutus ke dalam dunia untuk menyampaikan kabar keselamatan bagi semua orang, mereka yang percaya ataupun tidak. Dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat, gereja memiliki otoritas kenabian. Gereja memiliki tugas untuk menyuarakan suara kenabiannya dengan menjelaskan bahwa praktik kawin kontrak ini memiliki dampak yang besar. Setiap individu yang mengambil pilihan untuk melakukan praktik kawin kontrak harus mampu untuk memikirkan secara matang, berdasarkan pertimbangan etis dan moral, apakah keputusan mereka ini membawa dampak yang baik atau buruk bagi masyarakat luas. Seringkali gereja terjebak dalam pola pemikiran tradisional yang bersikap eksklusif. Gereja perlu mentransformasi tugas panggilannya di dunia ini sesuai dengan konteks kehidupan masyarakatnya. Gereja tidak berada di dunia ini hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Gereja perlu menyadari bahwa, seperti yang dikatakan oleh Bonhoeffer, gereja adalah gereja apabila ia hadir untuk orang lain.

(12)

1 Sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua

Terhadap Fenomena Kawin Kontrak di Puncak Bogor

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Derasnya arus perkembangan zaman membuat gereja harus bergegas agar tidak ketinggalan. Perkembangan di bidang sains dan teknologi telah memberi banyak perubahan bagi kehidupan manusia. Perubahan-perubahan tersebut memberi banyak dampak, ada dampak yang

baik dan ada pula dampak yang buruk. Dampak yang baik dari perubahan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan kemudahan dalam berbagai segi kehidupan. Sementara itu, dampak buruknya adalah kemerosotan moral yang menimbulkan fenomena-fenomena yang menyimpang dari nilai dan norma yang ada dalam masyarakat, seperti kekerasan, penindasan,

trafficking, bullying, pornografi, dan lain sebagainya. Untuk menghadapi hal-hal tersebut, gereja perlu mengkaji kembali arti tugas dan panggilannya di dunia ini.

Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil dan ditempatkan di dunia ini untuk melayani Allah dan manusia. Gereja adalah umat Allah, yang “dipanggil keluar dari dalam kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib” untuk memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar (1 Ptr. 2:9).1 Pada saat yang sama, mereka yang telah dipanggil keluar tersebut kembali diutus ke dalam dunia, untuk menjadi garam dan terang (Mat. 5:13-14). Hakikat gereja di dunia ini adalah untuk membawa kabar keselamatan. Di antara gereja dan dunia terdapat suatu hubungan yang erat. Gereja adalah persekutuan yang menghubungkan Kristus dengan dunia. Dunia adalah ruang dimana gereja sebagai umat Allah hidup, bersaksi dan melayani. Gereja tidak dapat ada tanpa dunia. Dunia tidak mempunyai tujuan tanpa gereja. Keduanya saling membutuhkan.2

Gereja yang sadar akan hal ini, tidak akan memisahkan diri dari dunia tetapi berperan serta untuk mendatangkan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan ke dalam dunia. Gereja perlu

melihat fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar masyarakatnya. Dalam tugas panggilannya, gereja memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ke dalam dan fungsi ke luar. Fungsi ke dalam

bertujuan untuk memelihara jemaat agar dapat melaksanakan dan mempraktikkan Injil,

1

J. L. Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 2.

2

(13)

2 sementara fungsi ke luar bertujuan untuk memberitakan Injil tersebut. Gereja tidak hanya dituntut untuk memperhatikan dirinya sendiri saja. Gereja harus mampu untuk memperhatikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya. Menurut Dietrich Bonhoeffer, gereja adalah gereja apabila ia hadir untuk orang lain. Gereja harus berbagi masalah-masalah sekular dari kehidupan sehari-hari manusia, bukan mendominasi, melainkan menolong dan melayani.3

Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua adalah gereja yang harus menghadapi salah satu akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi. Hal tersebut adalah praktik kawin kontrak, yang ramai diberitakan oleh media, berlangsung di

kawasan Puncak Bogor. Sebagai gereja, GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua harus memahami keberadaannya di dalam lingkungannya dan mengamati apa yang terjadi di sekitarnya. Praktik ini dapat saja berpengaruh bagi kehidupan jemaat GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua. Akan tetapi, penekanan yang lebih dari hal ini adalah bukan hanya gereja mampu menjaga diri dan menjadi eksklusif agar tidak terpengaruh oleh praktik kawin kontrak ini, melainkan bagaimana gereja mampu menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsinya, ke dalam dan ke luar, secara baik. Gereja diharapkan mampu menjaga jemaatnya, dan pada saat yang bersamaan, gereja mampu memberi suatu kontribusi nyata agar dapat membantu masyarakat di sekitarnya, melalui seminar, lokakarya, atau penyediaan lapangan pekerjaan, untuk menjelaskan bahwa praktik kawin kontrak adalah praktik yang mengabaikan nilai kekudusan dan bertentangan dengan Injil, sehingga gereja tidak memisahkan diri dari keadaan dunia dan isu-isu yang terjadi dalam masyarakat.

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu persetujuan antara dua orang yang ingin berbagi hidup dan membangun rumah tangga mereka sendiri. Dalam pemahaman umat Kristen, perkawinan adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap

dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan.4 Kebahagiaan yang ingin dicapai bukanlah kebahagiaan yang sifatnya sementara saja, tetapi kebahagiaan yang kekal, yang hanya

dapat dipisahkan oleh kematian dari salah satu pasangannya.

3

David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen – Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 575.

4

(14)

3 Perkawinan adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Perkawinan adalah suatu peraturan suci dan di dalamnya diatur hubungan antara pria dan wanita. Tuhan menghendaki perkawinan itu sebagai suatu persekutuan hidup.5 Sungguh merupakan suatu pemiskinan dan pengrusakan makna perkawinan jika tujuannya hanya dipandang sebagai suatu pemenuhan kebutuhan seksual semata. Betapapun penting kedudukan persetubuhan atau kebutuhan seksual tersebut dalam perkawinan, namun hal itu tetap tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan perkawinan itu sifatnya kudus, dan dikuduskan oleh Allah.

Fenomena kawin kontrak ini sudah berlangsung di Bogor sejak tahun 1995. Ketika itu

ada proyek pembangunan Jatiluhur sehingga banyak tenaga asing yang melakukan praktik kawin kontrak dengan penduduk lokal. Fenomena ini marak hingga tahun 2005, namun faktanya menunjukkan bahwa sampai sekarang ini fenomena kawin kontrak masih terus berlangsung di Bogor. Para turis terus berdatangan setiap tahunnya, biasanya pada musim hujan di bulan Juni-Agustus, sehingga menjadikan kawasan Cisarua pada bulan ini dikenal sebagai musim kawin kontrak.6 Perkawinan kontrak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu dengan adanya imbalan materi bagi salah satu pihak, serta ketentuan lainnya yang diatur dalam persetujuan kontrak atau kesepakatan tersebut. Adanya kontrak atau kesepakatan ini menyebabkan kawin kontrak berbeda dengan perkawinan pada umumnya karena memuat jangka waktu berakhirnya waktu perkawinan sehingga perkawinan ini akan berakhir tanpa adanya putusan pengadilan, perceraian, atau kematian. Hal inilah yang menyebabkan kawin kontrak tidak dapat dicatat oleh kantor pencatatan perkawinan seperti KUA (kantor urusan agama) dan catatan sipil.

Gereja terkadang menutup diri terhadap perubahan dan hal duniawi yang terjadi pada lingkungan yang ada di sekitarnya. Banyak gereja terperangkap di dalam sikap eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja dengan segala kesibukan ke dalam demi kepentingan anggota-anggotanya.7 Hal-hal yang berada di luar tembok gereja tidak dianggap begitu penting. Ditambah lagi bahwa sebagian gereja di Indonesia masih melihat dan memahami diri sebagai lembaga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi persoalan duniawi, seperti masalah-masalah sosial,

ekonomi, kebudayaan dan politik. Pemahaman yang berat sebelah ini sangat tidak memuaskan dalam konteks Indonesia. Apalagi dalam konteks Indonesia, dalam bidang sosial-ekonomi,

5

J. Verkuyl, Etika Seksuil Jilid 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1957), 64.

6www.akumassa.org. Musi Ara , Wisata hi gga Kawi Ko trak ,

http://akumassa.org/kontribusi/bogor-jawa-barat/musim-arab-wisata-surga-hingga-ke-kawin-kontrak. Diunduh pada tanggal 27 Oktober 2014.

7

(15)

4 kesenjangan di antara kaum yang kaya dan kaum yang miskin bagaikan dipisahkan oleh jurang yang lebar. Gereja menjadi alergi dan tidak suka berurusan dengan masalah sosial, ekonomi, dan politik karena menganggap semua itu bukan urusan gereja. Sikap ini diperkuat oleh pandangan masyarakat sendiri terhadap agama Kristen dan gereja yang dilihat sebagai lembaga agamawi saja. Bila gereja menyuarakan pandangan yang berkaitan dengan ketidakadilan, perusakan hutan, penindasan yang terjadi di sekitarnya, maka gereja dianggap keluar dari bidangnya.8

Oleh karena itu, melalui pemahaman tugas yang seperti ini, penulis ingin melihat bagaimana sikap GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua menanggapi fenomena kawin kontrak

yang ada di lingkungan sekitarnya. Apakah GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua hanya berdiam diri dan tetap bersifat eksklusif, hanya mengurus kepentingan diri jemaatnya sendiri, dan berpura-pura tidur atau seolah-olah tidak mendengar isu-isu sosial, ekonomi, atau politik yang ada di sekitarnya, dalam hal ini salah satunya adalah praktik kawin kontrak yang ada di Bogor. Jika gereja tetap diam, itu artinya gereja masih terjebak dalam pola pemikiran yang bersifat eksklusif. Jika gereja mencoba untuk bergerak keluar dan mau memberikan suatu kontribusi yang nyata bagi masyarakat yang ada di sekitarnya, maka itu berarti bahwa gereja telah menjadi tetangga yang baik, tetangga yang mau bergumul bersama-sama dengan masyarakat untuk menghadapi permasalahan-permasalahan ekonomi, sosial, dan politik yang ada di dunia ini, khususnya dalam konteks Indonesia.9

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis memberi judul bagi penulisan tugas akhir ini, yaitu:

“Sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua Terhadap Fenomena Kawin Kontrak di Puncak Bogor”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dalam tugas akhir ini adalah: bagaimanakah sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua terhadap fenomena kawin kontrak yang terjadi di Puncak Bogor?

8

Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia (Jakarta/Yogyakarta: BPK Gunung-Mulia/Kanisius, 1997), 28.

9

(16)

5 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari tugas akhir ini, yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisis sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat (GKP JABAR) Jemaat Oikoumene Cisarua terhadap fenomena kawin kontrak di Puncak Bogor.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang hendak digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti kondisi

obyek alamiah, dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.10

Teknik pengambilan datanya akan dilakukan melalui wawancara mendalam dan observasi. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari para responden dalam berbagai situasi dan konteks. Dengan wawancara, penulis berharap dapat mengetahui bagaimana posisi gereja di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang ada di Bogor dan apa tanggapan gereja dalam menyikapi fenomena kawin kontrak. Sementara itu, dengan melakukan observasi, penulis berharap dapat melihat konteks kehidupan dari jemaat. Manfaat observasi adalah peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, sehingga akan diperoleh pandangan menyeluruh.11

Adapun informan yang menjadi subjek penelitian dari penulisan tugas akhir ini adalah pendeta selaku pemimpin dalam organisasi yang ada di gereja, majelis jemaat sebagai rekan pelayan yang membantu pendeta dalam menentukan arah dan sikap dari gereja, dan beberapa anggota jemaat yang memiliki hubungan dengan pelaku praktik kawin kontrak, entah terikat tali kekeluargaan atau kekerabatan. Lokasi penelitian yang akan menjadi objek penelitian dari penulisan tugas akhir ini adalah Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikumene Cisarua yang terletak di kawasan Puncak Bogor. Pemilihan lokasi ini dikarenakan praktik kawin kontrak

berlangsung di kawasan Puncak Bogor. Jarak antara GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua dengan tempat berlangsungnya praktik kawin kontrak ini sangatlah dekat, karena masih tercakup

dalam lingkup kecamatan yang sama, yaitu kecamatan Cisarua.

10

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2013), 1.

11

(17)

6 2. HAKIKAT PERKAWINAN, HAKIKAT GEREJA DAN TUGAS KENABIAN GEREJA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT

Pemahaman tentang perkawinan berasal dari masyarakat. Gereja adalah bagian dari masyarakat. Bagi gereja, perkawinan itu sifatnya kudus dan dikuduskan oleh Allah. Hal ini dikarenakan, perkawinan itu menggambarkan hubungan antara Allah dan manusia, Kristus dan Gereja. Untuk memahami lebih dalam mengenai makna kekudusan dari perkawinan itu sendiri, perlu untuk mengetahui hakikat dan keberadaan gereja di dunia ini, serta bagaimana pemahaman iman dari gereja tersebut. Hal-hal yang melanggar kekudusan merupakan suatu bentuk

penyimpangan terhadap ajaran dan pemahaman iman yang benar, seperti yang diberitakan oleh Injil. Oleh karena itu, gereja perlu menyikapi fenomena-fenomena yang bertentangan atau melanggar batasan dari peraturan yang telah ditetapkan, karena gereja memiliki tugas untuk menerangi mereka yang terjebak dalam kegelapan dan memperdengarkan suara kenabiannya.

2.1. Hakikat Perkawinan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “nikah” adalah suatu ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama; hidup sebagai suami istri tanpa perkawinan merupakan pelanggaran terhadap agama.12 Perkawinan merupakan kata atau penyebutan lain dari pernikahan yang dipakai dalam bahasa Indonesia. Perkawinan berarti membentuk keluarga dengan lawan jenis, yaitu bersuami atau beristri. Dengan demikian, perkawinan dapat diartikan sebagai suatu ikatan antara suami dan istri untuk hidup bersama membentuk suatu keluarga sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama yang berlaku.

Menurut Kartini Kartono, perkawinan adalah adalah suatu peristiwa di mana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-isteri dipertemukan secara formal dihadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami-isteri, dengan upacara dan ritus-ritus tertentu.13 Peristiwa perkawinan ini merupakan suatu bentuk proklamasi, dimana secara resmi sepasang pria dan wanita itu diumumkan untuk “saling memiliki satu sama lainnya”. Dengan diresmikannya pasangan pria dan wanita ini, maka keduanya diikat secara lahir dan batin sebagai suami-istri.14 Ikatan lahir

nampak pada peraturan-peraturan formal yang ada di dalam masyarakat. Ikatan formal ini adalah

12

http://kbbi.web.id/nikah.

13

Kartini Kartono, Psychologi Wanita: Gadis Remaja & Wanita Dewasa (Bandung: Alumni, 1977), 207.

14

(18)

7 nyata, baik yang mengikat dirinya, yaitu suami dan istri, maupun bagi orang lain, yaitu masyarakat luas. Oleh karena itu perkawinan pada umumnya diinformasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat dapat mengetahuinya. Sementara itu, ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung, di mana merupakan ikatan psikologis. Di antara suami-istri harus ada ikatan ini, saling cinta mencintai satu dengan yang lain, tanpa adanya paksaan dalam perkawinan. Bila perkawinan ini dilandaskan pada keterpaksaan, maka perkawinan tersebut tidak terdapat ikatan batin di antara keduanya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah ikatan

lahir dan batin antara seorang pria dan wanita dalam balutan perjanjian suci dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pembuktian janjinya ini, maka pasangan yang menikah berkewajiban untuk saling mencintai dan menyayangi, hormat-menghormati, bekerjasama, saling membantu, serta membina hubungan yang baik dengan keluarga besarnya guna mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera.

2.2. Kawin Kontrak

Kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut’ah oleh kaum Muslim. Istilah mut’ah mengandung arti “kenikmatan atau kesenangan”. Dengan demikian, tujuan dari orang-orang yang melakukan praktik kawin kontrak adalah untuk memperoleh kenikmatan atau kesenangan tersebut, dalam hal ini berhubungan dengan kenikmatan seksual. Pihak laki-laki yang ingin melakukan praktik kawin kontrak menikahi pihak wanita dengan imbalan harta (uang) dan syarat berlaku hubungan tersebut dalam jangka waktu tertentu, sesuai kesepakatan bersama. Dalam perkawinan mut’ah, masa perkawinan akan berakhir tanpa adanya perceraian dan tidak ada kewajiban bagi laki-laki untuk memberi nafkah, tempat tinggal, atau kewajiban lainnya. Selain itu, perkawinan ini berlangsung sesuai akad perkawinan menurut agama Muslim, namun perkawinan ini tidak mendapat izin untuk dicatat oleh kantor pencatatan perkawinan, karena orang-orang yang terlibat di dalamnya hanya sebagai lakon yang berperan sebagai penghulu, saksi, dan pembacaan ijab qobul. Perkawinan ini dapat dikatakan sebagai perkawinan yang tidak resmi. Hal inilah yang menyebabkan kawin kontrak tidak diizinkan baik menurut hukum agama

maupun hukum negara.

(19)

8 yakni perempuan yang melakukan kawin kontrak berharap mendapatkan perbaikan kesejahteraan setelah melakukan kawin kontrak. Jika ditinjau dari sudut pandang sosial, dapat terlihat bahwa sebenarnya para wanita ini menjadi komoditas pemuas seks belaka dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Mereka melakukannya dengan berbagai alasan, di antaranya untuk pemenuhan kebutuhan seksual. Perkawinan sesaat ini menjadi tempat penyaluran seksual dengan berkedok bahwa perkawinan tersebut seolah-olah halal. Melalui perkawinan secara kontrak kebutuhan seksual terpenuhi. Selain itu, mereka melihat seolah-olah apa yang mereka lakukan sah secara agama. Hal ini dikarenakan pada saat berlangsungnya perkawinan tersebut mereka

melakukan layaknya perkawinan yang sah.15

2.3. Perkawinan berdasarkan Pemahaman Kekristenan

Perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Kebahagiaan yang ingin dicapai di sini bukanlah kebahagiaan yang semu, yang hanya bersifat sementara, tetapi kebahagiaan yang ingin dicapai dalam perkawinan adalah kebahagiaan yang kekal. Dalam pemahaman iman Kristen, perkawinan adalah suatu persekutuan hidup yang berlangsung secara terus-menerus. Verkuyl mengatakan bahwa perkawinan menurut kehendak Tuhan haruslah merupakan suatu persekutuan yang sejati.16

Perkawinan adalah suatu peraturan yang ditetapkan oleh Tuhan. Peraturan itu bersifat suci karena menggambarkan hubungan antara Allah dengan manusia. Di dalam peraturan suci itu diatur hubungan antara pria dan wanita. Tuhan menghendaki perkawinan sebagai suatu persekutuan hidup. Sungguh merupakan suatu pemiskinan dan pengrusakan makna perkawinan jika tujuannya hanya dipandang sebagai suatu pemenuhan kebutuhan seksual semata. Betapapun penting kedudukan kebutuhan seksual atau persetubuhan tersebut dalam perkawinan, namun hal itu tetap tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan perkawinan itu sifatnya kudus, dan dikuduskan oleh Allah.17

Kebutuhan seksual merupakan salah satu hal penting di dalam perkawinan. Hanya saja, jika di dalam perkawinan hanya ada nafsu untuk memenuhi kebutuhan biologis tersebut, maka

15 F. Kertamuda,

Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), 18.

16

J. L. Ch. Abineno, Pemberitaan Firman pada Hari-Hari Khusus (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1981), 230. J. Verkuyl,

Etika Seksuil Jilid 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1957), 65.

17

(20)

9 kehidupan perkawinan tersebut akan menjadi rusak karena salah satu pihak akan memandang pihak yang lain hanya sebagai alat pemuas kenikmatan seksual belaka. Begitu juga halnya jika dalam perkawinan tidak ada kecenderungan seksual, maka nilai dan makna perkawinan itu hanya bersifat semu.18 Kebutuhan seksual memang perlu, namun hal itu bukanlah satu-satunya tuntutan yang utama dalam perkawinan. Ada hal lain yang dapat menempati posisi yang lebih penting, jika tidak sejajar, yaitu kasih dan kesetiaan. Kasih merupakan perekat antara suami dan istri di dalam menjalani kehidupan perkawinan mereka. Sementara kesetiaan, merupakan kesediaan untuk membina keutuhan tali perkawinan, tanpa keinginan untuk memutuskannya. Dengan

demikian, perkawinan memiliki makna yang begitu dalam bagi setiap insan yang memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.

2.4. Hakikat Gereja dan Tugas Kenabiannya

Hakikat gereja adalah ia berada di dalam dunia, tetapi ia tidak berasal dari dunia (Yoh. 16:17 dst). Gereja tidak memiliki tujuan pada dirinya sendiri. Gereja berada bukan untuk gereja, bukan demi kepentingan gereja, melainkan demi kepentingan kerajaan Allah. Dalam tugas pelayanannya, gereja memiliki fungsi ke dalam dan fungsi keluar. Fungsi ke dalam bertujuan supaya gereja makin bertambah-tambah di dalam kedewasaan, yaitu kedewasaan iman dan pengetahuan tentang Kristus. Sementara itu, fungsi keluar bertujuan untuk memberitakan kebenaran Firman Tuhan. Hal ini dikarenakan gereja dipandang sebagai garam dan terang dunia (Mat. 5:13-14).19 Gereja tidak hanya dituntut untuk memperhatikan diri sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman dan segala perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat, gereja tetaplah harus menjadi gereja. Gereja tetaplah harus mencerminkan gambaran tubuh Kristus dan terus menjalankan misinya di dunia ini untuk menyampaikan Kabar Baik bagi semua orang. Ini bukan berarti gereja bersifat statis dan tidak peka terhadap perubahan, melainkan untuk menyatakan bahwa tugas gereja itu tetap dan tidak berubah, hanya perwujudan tugas itulah yang perlu diubah.20 Perwujudan tugas ini berangkat

dari pemahaman subjek-subjek yang ada di dalam gereja itu sendiri. Jika subjek-subjek tersebut dapat memahami tugas gereja dengan baik, maka akan tercipta keseimbangan bagi pelayanan ke

18 J. Verkuyl,

Etika Seksuil Jilid 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1957), 75.

19

Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1982), 386.

20

(21)

10 dalam dan ke luar gereja. Hal ini dikarenakan, pemahaman tugas gereja yang tradisional bersifat tertutup dan eksklusif, tidak terbuka. Banyak gereja terperangkap di dalam sikap eksklusif dan hidup untuk dirinya sendiri saja dengan kesibukan-kesibukan ke dalam untuk kepentingan-kepentingan anggotanya. Gereja dilihat sebagai pusat segala kegiatan, tetapi tidak terlalu menganggap penting segala sesuatu yang terjadi di luar tembok gereja.21 Gereja tidak mau menembus dinding egoisme dirinya sendiri untuk memberikan pelayanan secara maksimal bagi orang lain dan menunjukkan bahwa nilai-nilai kekristenan mengandung makna kasih yang begitu dalam. Kasih itu berwujud jika dipraktikkan bagi orang lain, bukan hanya kepada diri sendiri.

Melayani Allah berarti melakukan kehendak Allah, dan melakukan kehendak Allah berarti berada di dunia untuk manusia. Berada di dunia merupakan wujud nyata dari tanggungjawab gereja dalam melayani Allah. Maksudnya, keberadaan gereja adalah melakukan segala sesuatu yang mendatangkan keselamatan bagi umat manusia. Dalam praktik, hal ini berarti memperjuangkan supaya manusia dapat terus hidup di dunia ini dalam perdamaian, keadilan (bebas dari penindasan dan ketidakadilan), kesejahteraan, kebahagiaan, dan lainnya.22 Gereja yang sadar akan dirinya sebagai organ (unsur ciptaan) yang telah memperoleh keselamatan karena imannya kepada Yesus Kristus bertugas untuk mewartakan keselamatan tersebut, dan menunjukkan bahwa keselamatan yang akan terpenuhi dan disempurnakan di dalam Kristus merupakan keselamatan yang antisipatif, bukan baru dicapai pada akhir zaman di dunia seberang.23

Di dalam arus deras modernisasi sekarang ini, pertanyaan penting mengenai apa peran gereja di dalam dunia terdengar nyaring. Jawaban-jawaban yang dikemukakan mengarah pada pemahaman yang sangat kuat menekankan peran sosial gereja. Intinya adalah panggilan gereja untuk turut berperan dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan umat manusia seluruhnya, yang dapat dirangkum dalam tiga pokok agenda: memperjuangkan keadilan, mengusahakan perdamaian, dan memajukan kesejahteraan, yang kesemuanya saling terkait dan sama bermakna bagi hubungan antara umat manusia maupun dengan ciptaan.24 Ketiga pokok agenda ini

mengandaikan kesungguhan gereja untuk menampilkan diri sebagai institusi moral-etik sosial,

21

Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner dalam Konteks Indonesia (Jakarta/Yogyakarta: BPK Gunung Mulia/Kanisius, 1997), 21.

22 J. L. Ch. Abineno,

Pokok-Pokok Penting dari Iman Kristen (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993), 197.

23

Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 222.

24

(22)

11 yang tidak hanya menjaga nilai-nilai kebenaran moral yang bersifat individual dan statis, melainkan secara pro-aktif mempromosikannya dalam transformasi dan reformasi sosial.

Calvin mengatakan bahwa di dalam konteks sosial, gereja memegang otoritas yang sifatnya lebih luas.25 Hal ini dikarenakan otoritas gereja tergambar dalam tubuh Kristus, atau dengan kata lain kelanjutan kehadiran Kristus sendiri di dunia ini. Gereja memiliki otoritas kenabian (prophetic) di tengah-tengah masyarakat. Gereja juga mengemban otoritas rohani, yaitu bahwa gereja adalah satu-satunya institusi yang ditetapkan oleh Kristus sendiri untuk menjalankan amanat-amanat rohani, seperti perjamuan kudus, membaptis, memberitakan injil,

dan memuridkan. Sakramen dan pemberitaan firman yang murni merupakan dua ciri utama gereja.26

Gereja sebagai institusi yang memiliki otoritas kenabian di tengah-tengah masyarakat harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya seperti halnya nabi dalam rangka memberitakan Firman yang murni. Nabi adalah orang yang berbicara atas nama Tuhan.27 Kata nabi berasal dari bahasa Ibrani, nabi atau nebiim. Seorang nabi tidak dapat berbicara menggunakan kata-kata atau pendapatnya sendiri, melainkan harus menyuarakan apa yang memang diperintahkan oleh Tuhan kepadanya. Hukumannya, jika ada nabi yang melanggar hal ini, maka nabi itu harus mati (Ulangan 18:20). Kesetiaan nabi dalam menyampaikan kehendak Tuhan mencerminkan seorang nabi sejati, tolok ukur yang membedakannya dengan nabi palsu. Nabi palsu hanya berbicara untuk menyenangkan hati pendengarnya dan mencari popularitas demi dirinya sendiri. Nabi sejati tidak demikian. Ia menyuarakan suara Tuhan sekalipun hal itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati dan enak didengar oleh telinga. Ia menyuarakan kebenaran, meskipun hal itu tidak berhubungan sama sekali dengan dirinya sendiri.

Setiap nabi bekerja dalam ruang lingkup wilayah yang berbeda-beda.28 Ada nabi yang dikenal sebagai nabi istana karena mereka bekerja di Istana. Mereka ini adalah para nabi yang secara khusus dibayar dan dibiayai oleh raja. Tugas mereka adalah memberikan saran dan nasihat kepada raja terkait keputusan-keputusan penting yang harus diambil oleh raja. Sebelum

raja mengambil suatu keputusan penting, raja merasa perlu untuk menanyakan kepada nabi

25

Kalvin S. Budiman, Calvin dan Lima Pilar Institusi Sosial, Jurnal Veritas 10/2 (Oktober 2009): 194.

26

Kalvin S. Budiman, Calvin dan Lima Pilar Institusi Sosial, Jurnal Veritas 10/2,(Oktober 2009): 195.

27 Eka Darmaputera, Mencari Allah – Pemahaman Kitab Amos tentang Mencintai Keadilan dan Kebenaran (Jakarta:

BPK-Gunung Mulia, 2012), 1.

28

(23)

12 mengenai apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam perkara yang hendak dilakukan. Hanya saja, seringkali yang terjadi adalah para nabi tersebut tidak menyampaikan apa yang menjadi kehendak Tuhan, tetapi hanya apa yang menyenangkan hati raja. Hal ini ia lakukan demi popularitasnya di hadapan raja sehingga ia boleh mendapat gaji yang lebih besar dan perlakuan yang lebih baik.

Ada nabi-nabi yang bekerja di tengah masyarakat, biasanya di tengah masyarakatnya sendiri, tetapi jumlah mereka tidak terlalu banyak. Para nabi ini memiliki tugas yang sama, yaitu menyuarakan suara Tuhan di tengah-tengah konteks kehidupan masyarakatnya. Hanya saja,

penekanan dari isi pemberitaan itu bisa berbeda-beda antara nabi yang satu dengan lainnya. Hal ini dikarenakan perbedaan konteks kehidupan di masing-masing masyarakat di tempat nabi tersebut tinggal. Intinya, pemberitaan setiap nabi selalu bersifat kontekstual, selalu menyentuh pokok persoalan yang konkret terjadi di masyarakat.29

2.5. Teori Pilihan Rasional

Teori ini dicetuskan oleh James S. Coleman. Menurutnya, teori pilihan rasional adalah tindakan perseorangan yang mengarah pada suatu tujuan dan tujuan itu ditentukan oleh nilai atau pilihan.30 Ada dua unsur utama dalam teori ini, yaitu aktor dan sumber daya. Sumber daya adalah sesuatu yang menarik perhatian dan yang dapat dikontrol oleh aktor. Dalam hubungannya dengan praktik kawin kontrak, teori ini dapat menggambarkan bahwa para pelaku kawin kontrak memiliki tujuan tertentu, entah itu demi kepentingan ekonomi, kebutuhan keluarga, atau kebutuhan seksual semata. Ini membuat para pelaku kawin kontrak mengambil pilihan berdasarkan tujuan tersebut. Sumber daya yang ada yaitu tersedianya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dari pelaku kawin kontrak sangat menarik perhatian dan dapat dikontrol oleh aktor yaitu mereka yang melakukan praktik kawin kontrak tersebut.

Para pelaku kawin kontrak melakukan pilihan tersebut demi mencapai tujuan mereka. Meskipun demikian, mereka mungkin dianggap melanggar norma yang ada di dalam

masyarakat. Menurut Coleman, norma diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang yang melihat keuntungan yang dihasilkan dari pengamalan terhadap norma tersebut dan kerugian yang

29

Eka Darmaputera, Mencari Allah – Pemahaman Kitab Amos tentang Mencintai Keadilan dan Kebenaran (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 5.

30

(24)

13 berasal dari pelanggaran terhadap norma itu.31 Keuntungan dari norma yang melarang praktik kawin kontrak adalah demi menjaga terjadinya ketidakseimbangan dalam masyarakat. Norma perkawinan menjaga agar masyarakat mengetahui bahwa ada ikatan yang harus dijaga antara suami dan istri sehingga tercipta tatanan yang seimbang. Sementara itu, kerugian yang tercipta dari pelanggaran terhadap norma perkawinan akan mempengaruhi kehidupan keluarga dan masyarakat. Hal ini juga akan berpengaruh bagi kehidupan pelaku kawin kontrak tersebut ke depannya, jika nantinya ia memiliki anak sebagai hasil dari praktik tersebut. Kehidupan anak secara holistik harusnya mampu dijaga oleh orang tua, hal ini dikarenakan kehidupan anak

merupakan tanggungjawab dari orang tuanya.

Coleman melihat bahwa seorang aktor atau sekumpulan aktor berupaya keras untuk mengendalikan aktor lain dengan mengingatkan norma yang diinternalisasikan ke dalam diri mereka. Jadi, sekumpulan aktor berkepentingan untuk menyuruh aktor lain menginternalisasikan norma dan mengendalikan mereka. Ia merasa ini adalah rasional karena upaya seperti itu dapat efektif dengan biaya yang masuk akal. Norma, melalui sanksi atau ancaman sanksi, mempengaruhi tindakan individu. Pilihan yang dilakukan oleh para aktor terhadap sumber daya yang ada harus sesuai dengan biaya yang masuk akal. Dengan demikian, pilihan yang diambil akan dianggap rasional ketika bayarannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

31

(25)

14 3. GEREJA KRISTEN PROTESTAN JAWA BARAT (GKP JABAR) JEMAAT “OIKOUMENE” CISARUA DAN POSISINYA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT YANG ADA DI DAERAH PUNCAK

Dalam penelitian ini, penulis berusaha menjangkau semua subjek yang berkaitan dengan praktik kawin kontrak. Penulis memulai dengan Pendeta yang ada, para majelis, dan jemaat yang memiliki hubungan langsung dengan pelaku kawin kontrak. Penulis juga berusaha untuk menjangkau pelaku kawin kontrak, hanya saja, praktik kawin kontrak sekarang ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sehingga sulit untuk menemukan pelaku kawin kontrak ini secara

langsung. Padahal penulis ingin mengetahui latar belakang mereka melakukan praktik kawin kontrak. Berhubung penulis tidak mendapatkan pelakunya, maka penulis berusaha untuk menjangkau jemaat yang memiliki hubungan langsung dengan pelaku kawin kontrak tersebut, yaitu teman atau saudara mereka. Selain itu, penulis juga berusaha bertanya kepada jemaat yang tempat tinggalnya berada di sekitar daerah berlangsungnya praktik kawin kontrak ini.

3.1. Latar Belakang Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikoumene Cisarua

Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikoumene Cisarua (GKP JABAR Oikoumene Cisarua) berada di area Kompleks Rumah Sakit Paru Dr. M. Goenawan Partowidigdo, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Letaknya sekitar 22 km dari Bogor dengan ketinggian sekitar 990 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh Gunung Gede, Gunung Salak, Gunung Pangrango dan Gunung Mas. Kompleks ini dahulu masuk dalam kawasan Perkebunan Teh Cisarua Selatan yang dimiliki oleh Bruno Theodorus Bik.

Gereja ini dapat dikatakan istimewa karena terletak di daerah pegunungan yang sangat sejuk dan sangat strategis karena berada di daerah lintasan yang menghubungkan Ibu Kota Jakarta-Bogor-Cipanas-Cianjur-Bandung yang selalu ramai. Di samping itu, gereja ini berada di daerah wisata Puncak Bogor yang terkenal dengan Taman Safari Indonesia (TSI). Karena letaknya yang strategis, banyak saudara-saudara seiman yang sedang berlibur, yang penataran,

dan yang beristirahat di villa, dapat mengikuti ibadah Minggu di gereja ini. Selain itu, gereja ini terdiri atas warga Kristen yang datang/berasal dari berbagai denominasi gereja (GKP, GPIB,

HKBP, GKJ, Gereja Kristus, dan yang lainnya).

(26)

15 dan saat ini berkisar sekitar 92.000 orang dalam satu kecamatan Cisarua. Mata pencaharian penduduk adalah bertani, beternak dan sejak adanya perubahan status tanah menjadi pemukiman/hotel, restoran/usaha lainnya pada tahun 1970-an , maka sudah banyak yang mencari penghidupan sebagai pekerja hotel dan restoran, penjaga villa, pedagang, dan lainnya.

Pada tahun 1968, seorang hamba Tuhan, Pdt. Emeritus Sirmono Amien datang dari Bogor ke Cisarua bersama keluarganya. Mereka tinggal di rumah sementara dekat dengan RSTP Cisarua. Beliau pernah bekerja melayani Jemaat Ngoro-Jombang Jawa Timur. Setelah itu dinas militer, sebagai Pendeta Militer, dan terakhir di Korem Suryakencana Bogor. Setelah pensiun

dari dinas militer, beliau aktif melayani warga Kristen di Cisarua. Beliaulah yang sering melayani dalam memimpin Pendalaman Alkitab (PA). Rumahnya yang sederhana dan tidak begitu luas dijadikan tempat beribadah pada hari Minggu. Lama-kelamaan anggota/warga jemaat semakin banyak, sehingga pada saat kebaktian tidak semuanya mendapat tempat duduk di dalam ruangan.

Pada tahun 1971 dibentuk Panitia Pembangunan Gereja. Pak Suparta kemudian menemui Dr. M. Goenawan Partowidigdo selaku Direktur RSTP Cisarua dan menyampaikan kerinduan warga Kristen yang ada di dalam Kompleks Rumah Sakit Cisarua dan sekitarnya, untuk memiliki tempat beribadah di gedung gereja, namun mengalami kendala karena kesulitan mencari lokasi/tanah, juga karena harga tanah yang mahal. Mendengar penjelasan tersebut, Pak Goen berkenan memberikan ijin, lalu dibuatlah Surat Ijin No.203/RP/71 tertanggal 15 Februari 1971. Tanggal 15 Februari tersebut dijadikan sebagai hari jadi/tanggal berdirinya GKP JABAR Oikoumene Cisarua.

Pada bulan Mei 1971, dilakukan upacara Peletakan Batu Pertama oleh Pdt. Sirmono Amin. Gereja ini selesai dibangun pada akhir tahun 1972. Pada tanggal 26 Desember 1972, gereja ini ditahbiskan di dalam Ibadah Khusus sekaligus dengan Perayaan Natal, yang dipimpin oleh Pdt. Habandi selaku Ketua Umum BPM Sinode GKP Bogor dan didampingi oleh Majelis Jemaat. Akhirnya, Gereja yang pertama ada di wilayah Cisarua Bogor ini dengan resmi didirikan

dengan nama Gereja Kristen Pasundan Pos Kebaktian Cisarua. Pada tanggal 9 September 1988, Gereja Kristen Pasundan Pos Kebaktian Cisarua didewasakan menjadi jemaat mandiri yang

diteguhkan dalam Ibadah Pendewasaan Jemaat.

(27)

16 Kristen Pasundan) Bandung, yang melibatkan Pos-Pos Kebaktian Jonggol, Cigelam dan Cisarua. Pada tanggal 17 Desember 1989, Rapat Anggota Jemaat memutuskan untuk keluar dari Pasundan dan bergabung dengan Gereja POMMADI berkantor pusat di Jl. Kawi-Kawi Bawah No. L50 Jakarta. Pada waktu proses penggabungan tersebut, ada muncul ide mengganti nama POMMADI, yaitu menjadi “Gereja Kristen Protestan Jawa Barat” disingkat “GKP JABAR”. Dengan perubahan nama ini, keluarlah Surat Keputusan dari Dirjen Bimas Kristen Protestan Dep. Agama RI No. 103 tanggal 29 Juni 1990.

Selanjutnya, Jemaat Oikoumene Cisarua didaftarkan pada Kantor Wilayah Departemen

Agama Provinsi Jawa Barat dengan Nomor: 020/169/Ket/92 tertanggal 9 Desember 1992. Kemudian terdaftar di Kantor BPM Sinode dengan Nomor: 11/SK/BPM/Sinode/IV/91.32

3.2. Sikap Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat Oikoumene Cisarua terhadap Fenomena Kawin Kontrak di Puncak Bogor

Di daerah Cisarua, praktik kawin kontrak marak terjadi. Fenomena terjadi kawin kontrak ada di wilayah Warung Kaleng, Ciburial, Tugu, Batu Layang, dan lainnya. Para pelaku kawin kontrak adalah wisatawan dari Arab yang sedang berlibur di daerah Puncak dan orang-orang Sunda. Fenomena kawin kontrak ini sudah berlangsung sejak lama, dimulai tahun 1995. Sekarang ini, fenomena kawin kontrak telah menimbulkan keresahan di antara masyarakat. Ada yang mendukung hal ini, karena di satu sisi meningkatkan ekonomi dan dapat memenuhi kebutuhan mereka, sementara di sisi yang lain secara tegas menolak praktik kawin kontrak ini, karena secara hukum negara dan agama adalah tidak sah dan merendahkan arti, nilai, dan makna dari perkawinan itu sendiri.

Daerah-daerah tempat berlangsungnya praktik kawin kontrak ini tidak jauh dari lingkungan gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua. Bagi gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua sendiri, berita ini sudah lama berhembus dan terdengar di telinga jemaat dan para pelayan yang ada. Hanya saja, berita ini tidak dianggap terlalu serius karena terjadi di luar

konteks kehidupan gereja. Menurut informan33, praktik kawin kontrak ini tidak kita kenal. Beliau juga tidak setuju dengan praktik kawin kontrak ini. Menurutnya, kawin kontrak hanyalah sebuah

32 Latar Belakang dan Sejarah Gereja diambil dari buku kehidupan Gereja Kristen Protestan Jawa Barat Jemaat

Oikoumene Cisarua, 1-18.

33

(28)

17 perkara untuk membenarkan praktik perkawinan yang tidak legal. Orang Arab yang datang ke daerah Puncak dan melakukan praktik kawin kontrak menginginkan agar perkawinan mereka dianggap sah. Meskipun banyak orang tahu bahwa praktik ini termasuk prostitusi terselubung, namun mereka tetap ingin agar praktik perkawinan ini tidak dipandang sebagai dosa. Pada akhirnya, praktik ini hanya merendahkan arti dari perkawinan itu sendiri.34

Tanggapan yang lain muncul dari salah satu majelis GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua. Menurutnya, kawin kontrak itu masalahnya waktu. Itu yang membuat kita tidak setuju. Kami dari pihak gereja tidak mengenal dan tidak menyetujui. Kalaupun ada, kami tidak

sependapat tentang kawin kontrak itu.35 Jika kita berbicara tentang sikap gereja, para pelayan dan jemaat yang ada di gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, secara tegas tidak menyetujui praktik kawin kontrak ini dan amat bertentangan dengan pemahaman iman Kristen. Untuk gereja khususnya, kami mengakui belum mempunyai peran apa-apa. Hal ini dikarenakan secara Kristen, kawin kontrak itu tidak dikenal. Berdasarkan pengamatan kami, para pelaku kawin kontrak itu adalah orang pendatang, bukan orang-orang dari sini. Kalau orang-orang di sekitar sini tidak ada, hanya menyewakan rumah itu ada.36

Menurut majelis yang lain juga, gereja tidak mengambil sikap untuk turun langsung ke wilayah berlakunya praktik kawin kontrak itu karena tidak berhubungan langsung dengan gereja.37 Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa gereja tidak peduli, itu tidak tepat juga. Hal ini menjadi perkara yang sulit karena seolah-olah kita membicarakan orang lain. Membicarakan persoalan yang bukan hak kita. Hanya saja, jika ditanya dimana peran gereja, sebenarnya sama dengan gereja-gereja lain juga, kami mengharamkan persoalan kawin kontrak.

Gereja prihatin, tapi prihatin itu memang tidak pernah kami ucapkan secara langsung. Hal-hal seperti ini agak sensitif. Kita dapat beribadah di sini saja itu sudah menjadi suatu ungkapan syukur bagi kami. Mungkin ada orang yang pernah atau berani berbicara secara frontal tapi tidak mengatasnamakan gereja, mungkin sebagai teman atau saudara. Secara umum, gereja belum pernah secara langsung mengingatkan atau memperingatkan. Hanya saja, gereja terus

34

Wawancara dengan Bapak “.A. , selaku Pendeta GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, di konsistori gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, pada tanggal 4 Januari, pkl. 12.30 WIB.

35

Wawancara dengan Pak K , selaku salah satu Majelis Je aat GKP JABAR Je aat Oikou e e Cisarua, di konsistori gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, pada tanggal 4 Januari, pkl. 12.30 WIB.

36 Wawa ara de ga Pak K , selaku salah satu Majelis Je aat GKP JABAR Je aat Oikoumene Cisarua, di

konsistori gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, pada tanggal 4 Januari, pkl. 12.30 WIB.

37 Wawa ara de ga Pak R , selaku salah satu Majelis Je aat GKP JABAR Je aat Oikou e e Cisarua, di

(29)

18 mengingatkan jemaatnya dalam bentuk apapun, atau mendoakan persoalan yang terjadi di daerah Puncak ini tetap dilakukan oleh gereja.

Salah satu faktor yang mempengaruhi praktik kawin kontrak ini adalah faktor ekonomi. Hal ini dikarenakan para pelaku kawin kontrak ini adalah masyarakat yang hidupnya kurang mampu. Mereka datang dari mana saja dan melakukan praktik kawin kontrak di daerah yang sangat strategis dalam mengundang wisatawan karena pesona alamnya. Hal ini dikarenakan pada satu sisi terdapat permintaan dan di sisi yang lain ada kebutuhan. Faktor lainnya adalah pendidikan. Banyak di antara para pelaku kawin kontrak ini tidak memiliki pendidikan yang

cukup sehingga mereka mengorbankan harga diri mereka demi uang sekian banyaknya. Mereka tidak memikirkan bahwa kerugian yang mereka akan dapatkan juga sama besar, bahkan lebih besar dari uang yang mereka dapatkan. Praktik ini dapat berpengaruh buruk bagi kehidupan masyarakat dan memberikan suatu stigma yang menandakan bahwa mereka yang tidak mampu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan praktik kawin kontrak. Padahal tidak demikian yang terjadi.

Ada informan38 yang mengisahkan tentang istrinya yang bekerja di bagian medis. Istrinya menceritakan bahwa ada yang berobat. Alat vitalnya rusak. Hal ini kemudian ditanyakan istrinya kepada orangtuanya. Kenapa bisa terjadi seperti demikian? Orangtuanya menceritakan bahwa awalnya mereka ingin untung, tetapi yang terjadi demikian, malah biaya berobatnya lebih mahal. Bapak Pendeta mengatakan bahwa dari sini kita sudah punya tugas untuk memberitahu. Mereka juga pada akhirnya sadar, menyesal, dan mau bertobat agar tidak mengulangi kesalahan yang seperti itu.

Bagi gereja, untuk merambah ke daerah yang melakukan praktik kawin kontrak memang agak sedikit susah. Hal ini dikarenakan dalam keyakinan terdapat perbedaan pemahaman dengan masyarakat dari agama lain. Salah satu jemaat yang saudaranya pernah melakukan praktik kawin kontrak menceritakan bahwa saudaranya pernah melakukan kawin kontrak dengan wisatawan Arab selama dua tahun. Dalam kontrak, mereka tidak ingin punya anak. Akan tetapi, pada

akhirnya mereka punya anak. Memang selama masa kontrak tersebut, anak dari saudara perempuan jemaat ini masih diurus dan dihidupi oleh suami kontraknya, tetapi setelah

38

(30)

19 kontraknya selesai, saudara perempuannya dan anaknya itu ditelantarkan. Sang suami kontraknya berkata bahwa mereka sudah selesai, dan ia tidak mempunyai urusan apa-apa lagi.

Inilah kerugian yang dihadapi oleh para pelaku kawin kontrak. Kerugian ini, salah satunya akan berpengaruh pada kehidupan anak. Anak tersebut dapat mengalami tekanan secara mental dan moral. Anak adalah salah satu bagian yang penting dalam kekristenan dan dalam kehidupan bermasyarakat. Anak adalah keturunan yang akan melanjutkan generasi keluarga, gereja dan bangsa. Tanggungjawab orangtua adalah memelihara dan mendidik anaknya dengan baik agar dapat menjadi generasi yang berguna bagi gereja dan bangsa. Anak adalah anugerah

yang Tuhan limpahkan bagi kehidupan keluarga, supaya kebahagiaan dalam perkawinan itu terasa semakin lengkap.

Menurut Pendeta yang ada, jemaatnya sudah tahu dan memahami bahwa praktik kawin kontrak itu tidak sesuai dengan pemahaman iman Kristen. Praktik kawin kontrak itu sebenarnya perbuatan ilegal. Tambah seorang majelis, jemaat di sini tidak mengenal dan tidak ingin terlibat dengan hal-hal negatif yang berkembang di masyarakat. Hal ini berkat pendidikan di atas rata-rata mereka. Seandainya ada jemaat yang sudah mengarah ke situ, maka gereja akan membantu dengan memberikan penyuluhan, melakukan perkunjungan atau visitasi kepada jemaat tersebut. Jadi peran gereja selama ini, kami tidak masuk ke ranah itu, tapi kami memberi tahu kepada jemaat kami agar tidak termakan dengan fenomena kawin kontrak itu.39

Pada akhirnya, subjek-subjek yang ada di dalam gereja itu berpesan bahwa hal pertama yang dapat kita lakukan adalah adanya pertemuan khusus para tokoh agama.40 Meskipun terdapat perbedaan pandangan, tetapi setidaknya ada forum yang menyediakan wadah untuk sharing, berdiskusi, tukar pikiran dengan masalah ini. Sebenarnya, berdasarkan pengamatan kami, masyarakat yang ada di daerah Puncak sudah mulai gerah. Hal ini karena praktik kawin kontrak terjadi dengan orang-orang luar. Hal ini ditambah dengan beberapa orang yang membungkam masalah ini sehingga praktik kawin kontrak ini masih terus terjadi. Dengan demikian, daerah yang ada disini seolah-olah “dijajah” oleh orang-orang luar. Pada sisi lain, kami prihatin karena orang-orang yang ada di sekitar sini melakukan praktik kawin kontrak hanya sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup, dikarenakan taraf hidup mereka lemah maka dengan

39Wawa ara de ga Pak K , selaku salah satu Majelis Je aat GKP JABAR Je aat Oikou e e Cisarua, di

konsistori gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, pada tanggal 4 Januari, pkl. 12.30 WIB.

40Wawa ara de ga Pak W , selaku Vikaris Pe deta, di depa gedu g gereja GKP JABAR J

(31)

20 pekerjaan ini mereka anggap dapat terpenuhi kebutuhan mereka. Desakan ekonomi membuat mereka melakukan hal tersebut, entah terpaksa maupun dipaksa. Mungkin harus ada wadah yang memfasilitasi adanya pertemuan para tokoh agama untuk membahas masalah atau fenomena seperti kawin kontrak ini. Hal berikutnya adalah berhubungan dengan kepolisian. Mereka diharapkan dapat menegakkan hukum dan peraturan. Masyarakat sudah gerah, tapi mereka tidak tahu harus buat apa. Pemerintah dan aparat yang berwenang diharapkan dapat melakukan sesuatu agar daerah ini tetap nyaman.

Dalam pemahaman umat Kristen, Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa kawin itu hanya

sekali. Bahkan Tuhan mengajarkan kita agar tidak ada cerai, kalau agama tetangga kita bisa, punya istri banyakpun bisa kalau dapat membiayainya dengan adil. Kalau dalam ajaran kita, itu tidak ada, harta sebanyak apapun, cukup satu. Apalagi kalau namanya kawin kontrak, itu jelas tidak ada dalam kamus kita.41 Di dalam pengajaran Kristen, sejak Adam dan Hawa diciptakan oleh Tuhan di dalam dunia ini, terdapat tujuan yang mulia. Tujuan Allah menciptakan manusia agar mereka dapat mengelola bumi dan beranak-cucu. Selain itu, persekutuan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan bersifat kekal, kecuali maut memisahkan.42 Bahkan dalam PB, Rasul Paulus mengatakan kepada Jemaat di Kaisarea bahwa kalau kita dapat menahan diri, lebih baik kita tidak menikah. Akan tetapi untuk menghindari dosa, lebih baik kita menikah. Untuk menikah itu, Tuhan mengajarkan kepada kita sekali seumur hidup. Setelah Tuhan berkati, mempersatukan, hanya Tuhan yang dapat memisahkan itu, manusia tidak dapat memisahkan.43 Hal ini sudah paten menurut pandangan Kristen.

41Wawa ara de ga I u L , selaku je aat ya g e iliki saudara ya g per ah elakuka praktik kawi ko trak,

di depan gedung gereja GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua, pada tanggal 1 Januari 2015, pkl. 11.30 WIB.

42Wawa ara de ga Pak W , selaku Vikaris Pe deta, di depa gedu g gereja GKP JABAR Je aat Oikou e e

Cisarua, pada tanggal 1 Januari 2015, pkl. 12.15 WIB.

43Wawa ara de ga I u L , selaku je aat ya g e iliki saudara ya g per

(32)

21 4. SIKAP GEREJA DI TENGAH PERUBAHAN ZAMAN DAN BERBAGAI DAMPAK YANG HARUS DIHADAPI

Perkawinan adalah suatu ikatan antara suami dan istri untuk hidup bersama membentuk suatu keluarga sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama yang berlaku. Di Indonesia, perkawinan yang sesuai dengan hukum tercantum dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974, yang mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara menurut pemahaman iman Kristen,

perkawinan adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan.44

Di daerah Puncak Bogor dikenal sebagai tempat yang marak dengan praktik kawin kontrak. Maraknya praktik kawin kontrak yang ada di daerah Puncak ini tentu ada sebabnya. Jika melihat latar belakang berlangsungnya praktik yang dapat dikatakan prostitusi terselubung ini, maka dapat ditemukan dua faktor penyebab terjadinya praktik kawin kontrak ini, yaitu faktor ekonomi dan kebutuhan biologis. Praktik ini menjadi sebuah fenomena karena sudah ada sejak tahun 1995, dan berlangsung hingga sekarang ini, meskipun sumber-sumber terakhir menyebutkan bahwa praktik ini mulai dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi. Apa bedanya dengan prostitusi? Praktik ini terjadi karena permintaan dari para pendatang atau turis yang ingin memenuhi kebutuhan biologis mereka namun dengan cara yang dianggap halal. Permintaan ini kemudian dipenuhi oleh perempuan-perempuan Sunda yang ada di daerah Puncak Bogor, khususnya para janda, dengan mengharapkan adanya imbalan sejumlah uang. Dua faktor inilah yang menyebabkan praktik kawin kontrak ini boleh bertahan lama hingga sekarang ini.

Keberadaan Puncak yang memiliki pemandangan yang indah dan udara yang sejuk menarik banyak wisatawan untuk datang ke tempat ini. Kebun Teh, Taman Safari, Pemandangan Air Terjun (curug), dan berbagai objek wisata lainnya, menjadi daya tarik yang masif. Semua keindahan alam dapat dinikmati dengan luar biasa oleh para wisatawan yang datang. Dari sinilah, praktik kawin kontrak menjadi bisnis yang seolah-olah menjadi pelengkap atas semua

keindahan yang dinikmati. Mereka yang melihat bahwa praktik kawin kontrak mungkin dapat memberi keuntungan, mengambil pilihan ini demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

44

(33)

22 Nyatanya tidak demikian yang terjadi. Dari berbagai informasi yang ada, para perempuan yang menyediakan diri untuk melakukan praktik kawin kontrak mengalami banyak kerugian. Banyak orang memilih jalan yang mudah untuk mencapai tujuan yang mereka anggap tepat. Pada akhirnya, pilihan yang diambil oleh orang-orang ini memberi dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat secara luas. Pemikiran yang sederhana bahwa kenikmatan seksual bukanlah resiko yang besar, membawa para pelaku kawin kontrak berhadapan dengan perubahan yang besar, bukan hanya di bidang ekonomi, tetapi juga pada bidang sosial, budaya, dan religiusitas dalam kehidupan masyarakat.

Praktik kawin kontrak menimbulkan daya tarik yang menggiurkan bagi para pelaku kawin kontrak, entah itu dari pihak laki-laki maupun perempuan. Bagi pihak laki-laki, kebutuhan biologis mereka dapat tersalurkan dengan cara yang dianggap tidak melanggar hukum negara ataupun agama. Sementara bagi perempuan yang menyediakan diri untuk digunakan jasanya dalam praktik kawin kontrak, mendapatkan imbalan yang terlihat “wah”, berupa uang jutaan rupiah yang ditawarkan. Perkawinan ini seolah-olah hanya dijadikan sebagai sebuah alat atau instrumen untuk mencapai tujuan yang dianggap layak, tapi merendahkan nilai dari perkawinan itu sendiri. Perkawinan seperti ini tidaklah sesuai dengan hakikat perkawinan Kristen. Menurut Verkuyl, kebutuhan seksual merupakan salah satu hal penting di dalam perkawinan. Namun tujuan pernikahan bukanlah demikian. Kebutuhan seksual memang perlu, namun hal itu bukanlah satu-satunya tuntutan yang utama dalam perkawinan. Ada hal lain yang dapat menempati posisi yang lebih penting, yaitu kasih dan kesetiaan.45

Melihat hal ini, bagaimana sikap gereja? GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua memahami perkawinan sebagai sesuatu yang bersifat kudus. Gereja memahami bahwa perkawinan itu hanya terjadi sekali saja, bahkan tidak boleh ada perceraian. Sejak Adam dan Hawa diciptakan, Tuhan menempatkan manusia untuk bersekutu karena terdapat tujuan mulia di dalamnya. Tujuan Allah menciptakan manusia agar mereka dapat mengelola bumi dan beranak-cucu. Tujuan inilah yang harus dipahami secara baik oleh manusia yang ada di dunia ini. Lebih

penting lagi, persekutuan yang tercipta antara laki-laki dan perempuan itu bersifat kekal, kecuali maut yang memisahkan.46 Persekutuan tersebut tidak bersifat sementara atau terikat kontrak dan

ada imbalan uang. Persekutuan tersebut tidak tercipta karena ingin memenuhi kebutuhan biologis

45

J. Verkuyl, Etika Seksuil Jilid 2 (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1957), 75.

46

J. L. Ch. Abineno, Pemberitaan Firman pada Hari-Hari Khusus (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1981), 230. J. Verkuyl,

(34)

23 atau nafsu seksual belaka. Persekutuan tersebut tercipta karena ada nilai kasih sayang yang begitu dalam, kasih yang diteladankan oleh Tuhan, agar manusia dapat mengelola bumi dan menciptakan keturunan secara baik di dunia ini.

Menanggapi fenomena kawin kontrak yang sudah marak terjadi di daerah Puncak Bogor ini, GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua sendiri mengakui bahwa mereka belum melakukan apa-apa. Gereja sudah mengetahui hal ini namun belum mengambil suatu tindakan nyata untuk membantu masyarakat agar dapat meminimalisir praktik kawin kontrak ini. Dalam tugas panggilannya, gereja memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi ke dalam dan fungsi ke luar.47

Tentang fungsi ke dalam, GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua sudah membentengi diri dengan baik agar jemaatnya tidak terpengaruh dengan praktik kawin kontrak yang ada di daerah Puncak. Dengan adanya pengajaran dan pendekatan yang baik dari para pelayan gereja menyebabkan jemaat mengerti arti dan makna dari perkawinan itu. Menurut pendapat dari subjek-subjek yang ada di gereja, mereka memang tidak setuju dengan praktik kawin kontrak yang sudah lama berlangsung ini. Bagi mereka hal ini bertentangan dengan pemahaman iman Kristiani. Akan tetapi, tugas gereja bukan hanya untuk membentengi diri saja. Gereja memiliki otoritas kenabian (prophetic) di tengah-tengah masyarakat.48 Ketika kehidupan masyarakat tidak lagi sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, maka gereja perlu untuk memperingatkan. Gereja harus berani untuk bersuara, seperti halnya para nabi dalam Perjanjian Lama. Gereja harus mampu menyuarakan suara Tuhan sekalipun hal itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati dan enak didengar oleh telinga.49 Betapapun tidak menguntungkan dan tidak ada pengaruhnya praktik kawin kontrak bagi gereja, gereja harus mampu menyuarakan kebenaran demi kepentingan bersama. Keberadaan GKP JABAR Jemaat Oikoumene Cisarua di daerah Puncak Bogor bukan hanya untuk menjadi tempat beribadah yang menyenangkan bagi para wisatawan Kristen yang singgah beribadah, tetapi gereja perlu sadar bahwa salah satu tugasnya di dunia ini adalah untuk memperingatkan orang-orang yang terjebak di dalam kegelapan, seperti halnya mereka yang terlibat praktik kawin kontrak. Mereka melakukannya dengan alasan mencapai

tujuan hidup yang lebih baik, tetapi mengarahkan pilihannya pada hal yang tidak tepat karena

47 Harun Hadiwijono,

Iman Kristen (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1982), 386.

48

Kalvin S. Budiman, Calvin dan Lima Pilar Institusi Sosial, Jurnal Veritas 10/2 (Oktober 2009): 194.

49

(35)

24 praktik ini membawa dampak dan kerugian yang lebih besar.50 Pilihan ini membawa dampak dalam bidang sosial, budaya, keagamaan, ataupun kondisi fisik dan psikis dari orang-orang yang terlibat dan menjadi akibat dari praktik tersebut, dibandingkan keuntungan ekonomi dan kebutuhan biologis yang hanya bersifat sementara.

Gereja diutus ke dalam dunia untuk menyampaikan kabar keselamatan bagi semua orang, mereka yang percaya ataupun tidak.51 Ini artinya, gereja tidak boleh hanya memperhatikan diri sendiri, mengenyangkan pemahaman masing-masing jemaatnya dengan berbagai pengajaran, tetapi lupa dengan keberadaan kehidupan orang-orang yang ada di sekitar gereja. Gereja perlu

menerangi mereka yang terjebak dalam pengaruh kegelapan, mereka yang melakukan praktik tidak bermoral ini. Hal ini demi kehidupan bersama dengan masyarakat yang lebih baik. Gereja sebagai suatu lembaga yang diutus untuk berada di dalam dunia ini perlu untuk mempertanggungjawabkan dirinya secara nyata di dalam kehidupan masyarakat. GKP JABAR Jemaat Oikoumene tidak perlu melawan arus dan bersikap superior terhadap masyarakat Sunda yang mayoritas umat Muslim. Gereja setidaknya dapat bekerja sama untuk menyediakan lapangan pekerjaan, mengadakan penyuluhan dan pengarahan bagi masyarakat yang terbatas secara ekonomi dan pendidikan, serta mampu menunjukkan diri bahwa gereja ada bersama-sama dengan masyarakat yang ada di daerah Puncak ini untuk membangun kesejahteraan yang lebih baik melalui cara dan pendekatan yang lebih bermoral dan bertanggungjawab. Gereja tidak perlu menjadi seperti matahari untuk menerangi semua masyarakat dengan segala ajaran dogmatisnya, tetapi gereja perlu untuk setidaknya menjadi seperti mercusuar yang meskipun cahayanya terbatas, namun berada di tempat yang tepat demi terang kebersamaan.

Dampak dari praktik kawin kontrak ini memang mempengaruhi banyak bidang kehidupan. Dari segi ekonomi, praktik kawin kontrak ini menjadi ladang bisnis yang sangat menarik bagi para wisatawan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Apalagi para wisatawan yang datang kebanyakan berasal dari luar negeri, khususnya orang Arab. Sementara para wanita yang menyediakan diri untuk kawin kontrak merasa bahwa uang yang ditawarkan

dapat memberi keuntungan yang besar sehingga boleh memperbaiki taraf kehidupan mereka. Pada bidang sosial, timbul pertentangan di antara masyarakat karena kebiasaan yang mengalami

perubahan. Praktik kawin kontrak ini dianggap melanggar nilai dan norma yang sudah berlaku di

50

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2014), 369.

51

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kehilangan tinggi tekan eksisting di Perumnas Talang Kelapa Blok III.Mengetahui proyeksi jumlah penduduk di Perumnas Talang kelapa Blok

(6) Bantuan Pemerintah dalam bentuk pemberian bantuan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, bantuan operasional potensi dan sumber

yang dikucurkan oleh bank umum syariah maka akan semakin besar pula profitabilitas yang mungkin akan diperoleh bank dari pembiayaan tersebut. Bank tidak akan mengalami

Berdasarkan nilai dari titik pembatas, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa jika terdapat obyek baru (manajer proyek konstruksi) dengan nilai- nilai variabel

Acintya Bhedābheda merupakan doktrin sentral yang dianggap sebagai sebuah sintesa dari perbedaan berbagai doktrin dalam filsafat Vaiṣṇava.. Caitanya menegaskan bahwa ada

Berdasarkan grafik pada Gambar 3 nilai rata-rata spesifikasi rasa sosis ikan nila dengan substitusi labu kuning berkisar antara skor 4,2 (tidak manis) sampai dengan

D dalam duna kelmuan, khususnya lmu sosal dan humanora, dalam banyak hal sangat berhutang bud kepada keempat tokoh: Karl Marx, Marx Weber, Herbert Marcus dan

WIJAYA KARYA (Persero) Pembangunan Jalan Layang Blok M - Cileduk Rev: BOX GIRDER REINFORCEMENT