• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 652011006 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 652011006 Full text"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1

OPTIMASI LAMA FERMENTASI TEMPE SEBAGAI UPAYA PEROLEHAN ISOFLAVON GENISTEIN

OPTIMIZATION OF TEMPEH FERMENTATION LENGTH TO OBTAIN ISOFLAVON GENISTEIN

Oleh,

Rode Sukma Lewidharti NIM: 652011006

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1

OPTIMASI LAMA FERMENTASI TEMPE SEBAGAI UPAYA PEROLEHAN ISOFLAVON GENISTEIN

OPTIMIZATION OF TEMPEH FERMENTATION LENGTH TO OBTAIN ISOFLAVON GENISTEIN

Rode Sukma Lewidharti*, Hartati Soetjipto**, dan Silvia Andini** *

Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **

Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia rodesukma@yahoo.co.id

ABSTRACT

The aims of this research were to measure the amount of genistein and to determine an appropriate time to produce the most optimal genistein. The observation of genistein concentration started from the 0-day of tempeh production until the 9th day of fermentation. Genistein was gained through maceration, and was analyzed by using Reserved Phase-High Performance Liquid Cromatography (RP-HPLC). The data from the extraction was analyzed by non linier regression using the 20th version of SPSS and genistein data which was analyzed in graphic. The result showed that the genistein concentration was unstable during the fermentation process and the highest amount of genistein concentration was 324,27± 8,48 μg/g gained in 9 days.

(8)

PENDAHULUAN kematian. Selama ini penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat ditakuti oleh semua orang karena selain mematikan juga membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar sehingga banyak orang yang tidak mampu menyelesaikan pengobatan karena faktor biaya. Telah banyak dilakukan penelitian untuk mengembangkan pengobatan kanker, salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai anti kanker adalah isoflavon yang banyak ditemukan dalam kedelai.

Menurut Winarsi (2005), isoflavon kedelai berfungsi sebagai pencegah kanker (chemoprevention) dan penghambat kanker (cancer inhibition). Di dalam 1 gram protein kedelai, mengandung 3,5 mg isoflavon. Lebih lanjut Winarni (2005), menjelaskan kandungan isoflavon tertinggi terdapat pada produk kedelai yang difermentasi seperti tempe. Isoflavon dalam kedelai terdiri dari genistein (60%) dan daidzein (30%) dan sejumlah kecil glisitein (10%) (Lee et al., 2011). Menurut Muchtaromah (2010), mekanisme kerja dari genistein yang menginduksi apoptosis sel dan menghambat proliferasi sel mengindikasikan genistein sebagai agen kemopreventif.

Genistein merupakan isoflavon utama yang terdapat pada kedelai yang kemudian mengalami peningkatan jumlahnya ketika telah menjadi tempe (Istiani, 2010). Tempe merupakan produk olahan kedelai yang difermentasi yang mengandung aglikon tinggi (Yaakob et al., 2011). Menurut data USDA (2008), kadar genistein pada kedelai 18,77 mg/100g sedangkan kadar genistein pada tempe 36,15 mg/100g.

Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisis, sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein dan daidzein (Pawiroharsono, 2001).

(9)

3

konsumsi kedelainya relatif tinggi memiliki pasien penyakit kanker payudara, kanker prostat, dan uterus lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika dan Australia (Muchtaromah, 2010). Selama ini tempe kedelai yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah tempe hasil fermentasi kedelai selama 36 – 48 jam (Istiani, 2010). Lama waktu fermentasi ke 48 jam merupakan lama waktu fermentasi kedelai untuk menghasilkan tempe yang paling optimum dari sisi cita rasa untuk dikonsumsi. Sedangkan tempe kadaluarsa atau lewat fermentasi atau dikenal sebagai tempe busuk merupakan tempe yang dianggap sudah tidak layak dimakan. Tempe dikatakan busuk ketika lama fermentasi lebih dari 2-3 hari (Istiani, 2010). Siswani (2008) menduga bahwa tempe busuk memiliki kandungan genistein yang lebih tinggi.

Tujuan

1. Menentukan kandungan genistein dalam tempe hasil fermentasi 0-9 hari.

2. Menentukan waktu fermentasi tempe yang tepat yang menghasilkan genistein paling tinggi.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Bahan dan Piranti

Sampel tempe diambil dari sebuah pengrajin tempe “X” di Domas, Salatiga, Jawa Tengah. Senyawa standar yang digunakan adalah genistein (Sigma Chemical Co, Amerika Serikat).

(10)

Chromatography (HPLC) (Knauer Smartline 5000, Smartline pump 1000, Smartline UV Detector 2500).

Pembuatan Tempe (dilakukan wawancara dengan Pemilik Pabrik Tempe “X”) Kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe merupakan kedelai import dari Amerika Serikat. Kedelai kemudian direndam selama satu malam lalu direbus dan ditiriskan. Setelah itu diberi ragi yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan dibungkus menggunakan plastik. Penyimpanan yang dilakukan di tempat penyimpanan tempe kedelai milik pabrik tempe kedelai “X”.

Preparasi Sampel

Sampel tempe yang digunakan dari fermentasi hari ke- 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 masing- masing dipotong tipis- tipis dan dikeringkan dengan drying cabinet pada suhu 50ºC selama 2 hari, kemudian dihaluskan menggunakan grinder.

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan memasukkan secara teliti kurang lebih 1 g sampel ke dalam moisture analyzer.

Ekstraksi Isoflavon (Purwoko, 2004, yang dimodifikasi)

Sebanyak 50 g tempe kering dimaserasi dalam metanol-80% selama 9 jam. Setelah disaring, filtrat dievaporasi sampai kering. Ekstrak dilarutkan dalam 50 mL campuran metanol-50% dan heksana (1:2, v/v) untuk menghilangkan lemak secara partisi. Hasil separasi ekstrak fraksi polar dilarutkan dalam campuran metanol dan kloroform (1:1) kemudian dilakukan pemisahan kembali. Fraksi kloroform dievaporasi menghasilkan ekstrak kasar isoflavon.

Identifikasi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Hessler et al., 1997, yang dimodifikasi)

(11)

5

panjang gelombang 254 nm. Nilai Rf sampel diukur, kemudian dibandingkan dengan nilai Rf senyawa standar genistein.

Identifikasi Isoflavon Menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) (Cesar, 2006, yang dimodifikasi)

Identifikasi isoflavon dengan menggunakan metode HPLC dilakukan dengan pengkondisian instrumen HPLC dan pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan mengambil 0,1 g ekstrak lalu dilarutkan dalam metanol 5 mL. Setelah larutan disentrifuge, kemudian disaring dan diambil 20 μL dengan alat injeksi. Kemudian sampel diinjeksikan ke dalam HPLC setelah pengkondisian HPLC selesai. Kromatogram HPLC dianalisis dengan menggunakan pembanding kromatogram isoflavon genistein standar.

Kondisi Operasional Instrumentasi

Fase diam : Euroshper RP C-18 (150 × 4,6 mm i.d., 5μm), Knauer GmBH-Jerman

Fase gerak : Campuran metanol : asam asetat 0,1 N dengan perbandingan 48 :52 (v/v)

Kecepatanalir : 1,2 mL/min Volume injeksi (loop) : 20μL

Detektor : UV 254 nm

Analisis kuantitatif genistein dilakukan dengan menghitung luas area kromatogram. Konsentrasi genistein dalam tempe dapat diketahui dengan menghitung persamaan garis dari kurva standar genistein antara luas kromatogram terhadap konsentrasi genistein.

Analisis Data

(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Isoflavon

Ekstraksi isoflavon dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol-air. Metanol merupakan salah satu pelarut yang sesuai untuk mengisolasi senyawa-senyawa organik polar. Ekstrak yang diperoleh pada berbagai waktu fermentasi memiliki warna yang berbeda. Tempe hari ke- 0 diperoleh ekstrak berwarna coklat, kemudian waktu awal fermentasi diperoleh ekstrak pekat berwarna kuning muda. Semakin lama waktu fermentasi, intensitas warna kuning semakin meningkat sampai ekstrak berwarna merah kecoklatan. Filtrat hasil maserasi diekstrak dengan heksana, untuk membebaskan senyawa- senyawa non polar yang ada dalam filtrat, seperti asam lemak, lemak dan minyak (Kusumaningsih, 2006).

Hasil Identifikasi Genistein dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Hasil KLT standar genistein pada masing-masing fase gerak disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Harga Rf Genistein Standar

Genistein Standar

Pelarut CHCl3 : CH3OH (v/v)

5:1 10:1 20:1

Rf 0,12 0,43 0,58

(13)

7

(5:1)

(5:1) (10:1) (20:1)

Gambar 1. Hasil Analisis Kromatografi Lapis Tipis Perbandingan Standar Genistein dengan

Ekstrak Isoflavon Tempe

keterangan :

fase gerak : CHCl3 : CH3OH (v/v) fase diam : plat silika gel

1 : genistein standar

2 : ekstrak isoflavon tempe

Gambar 1 menunjukkan bahwa campuran kloroform:metanol = 10:1 (v/v) memberikan hasil pemisahan yang relatif lebih baik. Pada campuran kloroform: metanol = 5:1 ekstrak isoflavon tempe tidak mengalami pemisahan sedangkan pada campuran kloroform:metanol = 20:1 pemisahannya kurang baik. Genistein yang bersifat kurang polar larut pada kloroform sehingga dengan perbandingan kloroform:metanol 10:1 dapat mewakili eluen terbaik untuk memisahkan genistein. Fase gerak yang baik yaitu bisa memisahkan senyawa yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang muncul tidak berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas (Harborne, 1987).

(14)

Tabel 2. KLT ekstrak isoflavon tempe antar berbagai waktu fermentasi dengan fase gerak kloroform: metanol = 10 : 1 (v/v)

Sampel Hari Ke-

Rf Genistein

0 0,43

2 0,41

3 0,40

4 0,41

5 0,41

6 0,43

7 0,44

8 0,45

9 0,44

Adanya noda yang mempunyai harga Rf relatif sama dengan harga Rf standar genistein merupakan indikasi adanya genistein pada tempe hasil fermentasi hari ke- 0 sampai ke- 9.

Hasil Analisis Genistein dengan (High Performance Liquid Chromatography) HPLC

(15)

9

Gambar 2.Profil Kromatogram genistein(9) (tR 29,25 min) ekstrak tempe hari ke-9

Keterangan :

Parameter KCKT :

Fase diam : Eurosphere RP C-18 (150 × 4,6 mm,

5μm),Knauer GmBH-Jerman

Fase gerak : Campuran metanol : asamasetat0,1 N

denganperbandingan 44 : 52 (v : v)

Kecepatan alir : 1,2 mL/min

Volume injeksi (loop) : 20μL

Detektor : UV 254 nm

Kromatogram HPLC ekstrak isoflavon tempe fermentasi 9 hari disajikan pada Gambar 2. Genistein muncul di waktu retensi 29,25 menit berdasarkan kromatogram standar genistein. Sedangkan beberapa peak yang muncul di menit- menit pertama diduga merupakan isoflavonoid glikosida.

(16)

Tabel 3. Rendemen Isoflavon Tempe Selama Waktu Fermentasi Tempe 0-9 hari dan Konsentrasi Genistein

Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi rendemen yang dihasilkan berbeda dan bersifat fluktuatif dengan mengikuti persamaan dan = 0.54. Isoflavon dapat dipisahkan dari protein, dengan cara diekstraksi menggunakan alkohol, maka proteinnya akan terdenaturasi, sehingga sejumlah isoflavon dapat terbebas dari protein (Winarsi, 2005). Hasil yang berfluktuatif diduga karena masih ada isoflavon yang terikat dengan protein.

Dari rendemen dan konsentrasi genistein terlihat bahwa ketika persentase rendemen yang didapatkan menurun maka menghasilkan genistein yang tinggi. Namun sempat pada hari ke- 4 persentase rendemen mengalami kenaikan dari hari sebelumnya dan menghasilkan genistein tinggi. Pada hari ke- 7 dan ke- 9 persentase rendemen turun sedangkan genisteinnya tinggi. Untuk lebih jelas konsentrasi genistein yang berfluktuatif ditampilkan pada Gambar 3.

Hari ke- % Rendemen (b/b)

Konsentrasi Genistein (μg/g tempe)

0 14,41 93,70

2 19,57 41,12

3 25,82 61,27

4 30,31 216,23

5 17,28 5,40

6 51,23 80,26

7 24,79 259.34

8 32,56 114,14

(17)

11

Gambar 3. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Konsentrasi Genistein Gambar 3 menampilkan hasil identifikasi genistein dengan HPLC yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, jumlah genistein yang dihasilkan bersifat fluktuatif. Diawali dengan tempe hari ke-0 yang masih berupa kedelai dan memiliki konsentrasi genistein sebesar 93,70 μg/g dan pada hari ke- 2 mengalami penurunan menjadi 41,12 μg/g. Lalu pada hari ke- 3 dan ke- 4 mengalami kenaikan menjadi 61,27 μg/g dan 216,23 μg/g secara berurutan. Namun pada hari ke- 5 terjadi penurunan yang cukup drastis menjadi 5,40 μg/g. Namun demikian pada hari ke- 6 dan ke- 7 kembali mengalami kenaikan menjadi 80,26 μg/g dan 259,34 μg/g. Pada hari ke- 8 genistein menurun sampai 114,14 μg/g sedangkan pada hari ke- 9 kembali mengalami kenaikan menjadi 324,27μg/g. Pengamatan dihentikan pada hari ke- 9 karena pada hari ke-10 tempe sudah 100% rusak dan busuk.

Kusumaningsih (2006), melaporkan bahwa kandungan genistein pada tempe dengan lama waktu fermentasi 1- 4 hari, bersifat fluktuatif. Pada tempe hari ke- 1 dan ke- 2 mengalami penurunan, di hari ke- 3 mengalami kenaikan namun pada hari ke- 4 turun kembali. Konsentrasi genistein tertinggi diperoleh pada hari ke- 3 yaitu 3,480 μg/g.

(18)

Genistin yang terdapat pada kedelai dapat dihidrolis isoleh ß-glukosidase menjadi genistein (5,7,4’- trihidroksi isoflavon) dan glukosa (Garlock, 2000). Fermentasi tempe meningkatkan kandungan genistein melalui hidrolisis β-glukosidase (Iswandari,2006). Enzim -glukosidase menjadi aktif dan membantu perubahan isoflavon terikat (glukosida) menjadi isoflavon tidak terikat (aglikon) (Tagliaferri, 2007) seperti yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar4. Reaksi Hidrolisis Glukosida Isoflavon menjadi Aglikon Isoflavon (Istiani, 2010)

Genistin merupakan suatu glikosida sedangkan genistein adalah bentuk aglikonnya. Penelitian yang dilakukan oleh Nakajima et al., (2005) melaporkan genistein yang ada di tempe selama 24 jam fermentasi sebesar 32 g/ 100 g sedangkan genistin sebesar 21 g/100 g. Isoflavon yang dominan pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida, sedangkan yang dominan pada produk kedelai yang mengalami fermentasi adalah aglikon(Coward et al., 1993 dalam Istiani, 2010).

(19)

13

Pada umumnya jalur konversi isoflavonoid adalah dari bentuk glikosida menjadi aglikon yang kemudian menjadi aglikon lainnya (Istiani, 2010). Oleh karena itu, naiknya konsentrasi genistein di hari ke- 0hinggake-4 diduga karena konversi dari glikon ke aglikon, sedangkan turunnya konsentrasi genistein pada hari ke- 5 diduga karena terbentuknya isoflavon jenis lain. Namun genistein kemudian mengalami kenaikan, hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Diduga dikarenakan mikroba menghasilkan enzim yang bisa mengkonversi isoflavon lain menjadi genistein.

KESIMPULAN

1. Kandungan genistein dalam tempe hasil fermentasi 0- 9 hari berkisar dari 93,70 μg/g sampai 259,34 μg/g.

2. Pada fermentasi tempe hari ke- 4,7, dan 9 menghasilkan konsentrasi genistein yang tinggi. Sedangkan konsentrasi genistein tertinggi pada hari ke9.

SARAN

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap isoflavon tempe hari ke- 4,7 dan 9 karena menghasilkan genistein paling tinggi.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk isoflavon lainnya seperti daidzein, glisitein, dan faktor 2.

3. Perlu diteliti aktifitas antioksidan dan genistein dibandingkan faktor 2.

Gambar 5. Reaksi Biokonversi Daidzein dan Genistein menjadi Faktor-2

(Kusumaningsih, 2006). Dehidroksilasi

enzimatis

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2014. Menkes Luncurkan Program Pengobatan Gratis Kanker Pada Anak Oleh Tahir Foundation. (http://www.depkes.go.id/) [06 Oktober 2014].

Istiani, Y. 2010. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Etanol Tempe Berbahan Baku Koro Pedang (Canavaliaensiformis). Tesis. Program Studi Biosains. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Garlock, T. 2000. The Effect of Various Acidic Solutions on the Concentration of Genistein in Tempeh.Tesis.The Graduate College University of Wisconsin-Stout Menomonie.

Harborne, 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Hessler, P., Larsen, P., Constantinou, 1997. Isolation of Isoflavones from Soy- Based Fermentations of the Erythromycin- Producing Bacterium Saccharopolysspora erythraea. Appl Microbiol Biotechnol, Vol. 47, pp. 398- 404.

Kusumaningsih, T., Retnos, S., Agustina, W. 2006. Profil Kandungan Daidzein dan Genistein Pada Tempe Gembus Selama Proses Fermentasi. J.Alchemy, Vol.5, No 1, ISSN 1412-4092, pp.45-43.

Lee, J., H. Seung Kim., Y. Sang Song, 2011. Genistein As a Potential Anticancer Agent Against Ovarian Cancer. Journal of Traditional and Complementary Medicine, 2 (2), pp. 96-104.

Muchtaromah, B. 2010.BerbagaiManfaatIsoflavonBagiKesehatan. (http://blog.uin- malang.ac.id/bayyinatul/2010/06/06/berbagai-manfaat-isoflavon-bagi-kesehatan-bagian-1/) [16 September 2014].

Nakajima, N., Nobuyuki, N., Ishihara, K. 2005. Analysis of Isoflavone Content in Tempeh, a Fermented Soybean, and Preparation of a New Isoflavone-Enriched Tempeh. Journal Bioscience and Bioengineering, Vol. 100, No. 6, pp. 685–687. Pawiroharsono, S. 2001. Prospek dan Manfaat Isoflavon Untuk Kesehatan. Direktorat

Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

(21)

15

pp. 85-87.

Rusin, A., Z. Krawcz., 2010. Synthetic derivatives of genistein, their properties and possible applications.The Journal of the Polish Biochemical Societyand of the Committee of Biochemistry and Biophysics, 57(1), pp. 23–34.

Siswani.E., S. Atun., S. Handayani, 2008.Pelatihan Teknologi Pembuatan Kecap dari Tempe Busuk Sebagai Alternatif Bahan Antikanker. Program Pengabdian Masyarakat. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Tagliaferri. M., I. Cohen., D. Tripathy, 2007. KankerPayudara. Jakarta: PT. Indeks USDA, 2008.USDA Database for the Isoflavone Content of Selected Foods.Nutrient

Data Laboratory. United States of America.

Winarsi, H. 2005. Isoflavon. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(22)

LAMPIRAN

I

MAKALAH SEMINAR I

SN-KPK VII 2015

UNS, SURAKARTA

(23)

17

Genistein merupakan fitoestrogen yang

berpotensi mengurangi resiko kanker [10].

Mengingat pentingnya senyawa

(24)

ingin diketahui pada fermentasi hari ke

berapa diperoleh kandungan genistein

paling tinggi. Jadi penelitian ini bertujuan

untuk menentukan pola dinamika

konsentrasi genistein dalam proses

pembusukan tempe kedelai.

Mengingat pentingnya senyawa

genistein bagi kesehatan manusia maka

ingin diketahui pada fermentasi hari ke

berapa diperoleh kandungan genistein

paling tinggi. Jadi penelitian ini bertujuan

untuk menentukan pola dinamika

konsentrasi genistein dalam proses

pembusukan tempe kedelai.

METODE PENELITIAN

Bahan dan alat

Tempe yang digunakan berasal dari

pengrajin tempe di daerah Salatiga. Waktu

fermentasi yang diukur 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,

9 hari. Bahan kimiawi yang digunakan

adalah metanol, kloroform, n-heksan, dan

standar genistein (Sigma Chemical Co.)

Piranti yang digunakan antara lain

neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler

Instrument Corp, USA), neraca analitis 2

digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA),

blender (Philips, Belanda), rotary

evaporator (Buchi R0114, Swiss), drying

cabinet dan HPLC (Knauer Smartline 5000,

Smartline pump 1000, Smartline UV

Detector 2500, Jerman).

Preparasi sampel

Tempe dipotong tipis- tipis dan

dikeringkan dengan drying cabinet pada

suhu 50ºC selama 2 hari, kemudian

dihaluskan menggunakan grinder.

Ekstraksi Isoflavon dengan Metode

Maserasi ([11], dimodifikasi)

Sebanyak 50 g tempe kering

dimaserasi dalam metanol-80% selama 9

jam. Setelah disaring, filtrat dievaporasi

sampai kering. Ekstrak dilarutkan dalam 50

ml campuran metanol-50% dan heksana

(1:2, v/v) untuk menghilangkan lemak

secara partisi. Hasil separasi ekstrak fraksi

polar dilarutkan dalam campuran metanol

dan kloroform (1:1) kemudian dilakukan

pemisahan kembali. Fraksi kloroform

dievaporasi menghasilkan ekstrak kasar

isoflavon.

Identifikasi Isoflavon ([12], dimodifikasi)

Identifikasi isoflavon dengan

menggunakan metode HPLC dilakukan

dengan pengkondisian instrumen HPLC

dan pembuatan larutan sampel. Larutan

sampel dibuat dengan mengambil 0.1 g

ekstrak lalu dilarutkan dalam metanol 5 mL.

Setelah larutan disentrifuge, diambil 20 μL

dengan alat injeksi. Selanjutnya sampel

diinjeksikan ke dalam HPLC setelah

pengkondisian HPLC selesai.

Kromatogram HPLC dianalisis dengan

menggunakan pembanding kromatogram

isoflavon genistein standar.

Kecepatan alir : 1,2 ml/menit

Tekanan : 13,3 MPa

Volume injeksi: 20 μL

(25)

19

Analisis kuantitatif genistein dilakukan

dengan menghitung luas area

kromatogram. Konsentrasi genistein dapat

diketahui dengan menghitung persamaan

garis dari kurva standar genistein

(Lampiran 1).

Analisa Data

Data konsentrasi genistein dianalisis secara grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi genistein dengan

HPLC menunjukkan bahwa semakin lama

waktu fermentasi, jumlah genistein yang

dihasilkan semakin meningkat (Gambar 1).

Gambar 1. Pengaruh Lama Waktu

Fermentasi

Diawali dengan tempe hari ke nol

yang masih berupa kedelai memiliki

konsentrasi genistein sebesar 93,70 μg/g

dan pada hari kedua mengalami penurunan menjadi 41,12 μg/g. Namun pada hari ketiga dan keempat mengalami kenaikan

menjadi 61,27 μg/g dan 216,23 μg/g secara

berurutan. Sedangkan pada hari kelima

terjadi penurunan yang cukup drastis menjadi 5,40 μg/g. Namun demikian pada hari keenam dan ketujuh kembali

mengalami kenaikan menjadi 80,26 μg/g dan 259,34 μg/g. Pada hari kedelapan

genistein menurun sampai 114,14 μg/g

sedangkan pada hari kesembilan kembali

mengalami kenaikan menjadi 324,27μg/g.

Pengamatan dihentikan pada hari ke

sembilan karena pada hari ke sepuluh

tempe sudah 100% rusak dan busuk.

Gambar 1 menunjukkan bahwa

produki genistein yang tinggi terjadi pada

fermentasi tempe hari ke 4,7 dan 9.

Tampaknya terjadi fluktuasi yang nyata

dimana genistein yang sudah terbentuk

kemudian mengalami penurunan. Diduga

hal ini disebabkan karena sifat genistein

yang dapat mengalami transformasi

membentuk senyawa baru yang disebut

faktor 2 [13]. Senyawa faktor-2 atau

6,7,40-trihidroksiisoflavon hanya dijumpai pada

kedelai yang difermentasi [9].

Pada umumnya jalur konversi

isoflavanoid adalah yaitu dari bentuk

glikosida menjadi aglikon yang kemudian

menjadi aglikon lainnya [9]. Oleh karena

itu, naiknya konsentrasi genistein di hari

0-4 karena konversi dari glikon ke aglikon,

sedangkan turunnya konsentrasi genistein

pada hari ke 5 diduga karena terbentuknya

isoflavon jenis lain. Namun genistein

kemudian mengalami kenaikan, hal ini

menarik untuk diteliti lebih lanjut. Diduga

dapat dikarenakan mikroba menghasilkan

enzim yang bisa mengkonversi isoflavon

lain menjadi genistein.

Kromatogram HPLC ekstrak isoflavon

tempe fermentasi 9 hari disajikan pada

Gambar 2. Genistein muncul di waktu

retensi 29,25 menit. Sedangkan beberapa

(26)

Gambar 2. Kromatogram HPLC tempe hari

ke-9

Genistin yang terdapat pada biji dapat

dihidrolisis oleh ß-glukosidase yaitu

genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan

glukosa [6] (Gambar 3). Fermentasi tempe

meningkatkan kandungan genistein melalui hidrolisis β-glukosidase [14]. Enzim -glukosidase menjadi aktif dan membantu

perubahan isoflavon terikat (glukosida)

menjadi isoflavon tidak terikat (aglikon)

[10].

Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Glukosida

Isoflavon menjadi Aglikon Isoflavon [8].

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

Konsentrasi genistein dalam proses

pembusukan tempe kedelai (tempe bosok)

bersifat fluktuatif. Konsentrasi genistein

tertinggi pada fermentasi tempe hari ke 4,7,

dan 9. Sedangkan konsentrasi genistein

tertinggi pada hari ke 9. Konsentrasi

genistein terendah pada fermentasi hari ke

5.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Nakajima, N., Nobuyuki, N.,

Ishihara, K. 2005. Analysis of

Isoflavone Content in Tempeh, a

Fermented Soybean, and

Preparation of a New

Isoflavone-Enriched Tempeh. Journal

Bioscience and Bioengineering, Vol.

100, No. 6, pp. 685–687.

[2] Winarsi, H. 2005. Isoflavon.

Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

[3] Lee, J., H. Seung Kim., Y. Sang

Song, 2011. Genistein As a Potential

Anticancer Agent Against Ovarian

Cancer. Journal of Traditional and

Complementary Medicine, 2 (2), pp.

96-104.

[4] Kusumaningsih, T., Retnos, S.,

Agustina, W. 2006. Profil Kandungan

Daidzein dan Genistein Pada Tempe

Gembus Selama Proses Fermentasi.

J.Alchemy, Vol.5, No 1, ISSN

1412-4092, pp.45-43.

[5] Yaakob, H., R. Abd Malek., M.

Misson., M.F. Abdul Jalil, 2011.

Optimization of Isoflavone

Production from Fermented Soybean

Using Response Surface

Methodology. Food Sci. Biotechnol,

20(6), pp. 1525-1531.

[6] Garlock, T. 2000. The Effect of

(27)

21

Concentration of Genistein in

Tempeh. Tesis. The Graduate

College University of

Wisconsin-Stout Menomonie.

[7] USDA, 2008. USDA Database for

the Isoflavone Content of Selected

Foods. Nutrient Data Laboratory.

United States of America.

[8] Pawiroharsono, S. 2001. Prospek dan

Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan.

Direktorat Teknologi Bioindustri,

Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi.

[9] Istiani, Y. 2010. Karakterisasi

Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji

Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak

Etanol Tempe Berbahan Baku Koro

Pedang (Canavalia ensiformis).

Tesis. Program Studi Biosains.

Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

[10] Tagliaferri. M., I. Cohen., D. Tripathy,

2007. Kanker Payudara. Jakarta: PT.

Indeks

[11] Purwoko, T. 2004. Kandungan

Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil

Fermentasi Rhizopus microsporus

var. oligosporus: Pengaruh

Perendaman. BioSMART, 6(2), pp.

85-87

[12] Cesar. I., Braga, F., Soares, C. 2006.

Development and Validation of a

RP-HPLC method for Quantification of

Isoflavone Aglycones in Hydrolyzed

Soy Dry Extracts. Journal of

Chromatography, 836, pp.74-78.

[13] Pawiroharsono, S. 2001. Prospek

dan Manfaat Isoflavon untuk

Kesehatan. Direktorat Teknologi

Bioindustri, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi.

[14] Iswandari, R. 2006. Studi

Kandungan Isoflavon Pada Kacang

Hijau (Vigna radiata L), Tempe

Kacang Hijau, dan Bubur Kacang

Hijau. Skripsi. Institut Pertanian

(28)

Lampiran 1 Kurva Standar Genistein

y = 38887x - 175167 R² = 0,9896

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000 3500000 4000000 4500000

0 20 40 60 80 100 120

Lu

a

s

a

re

a

(29)

Gambar

Tabel 1 menampilkan nilai Rf standar genistein dengan berbagai fase gerak dan
Gambar 1.
Tabel 2. KLT ekstrak isoflavon tempe antar berbagai waktu fermentasi dengan fase     gerak  kloroform: metanol = 10 : 1 (v/v)
Gambar 2.Profil Kromatogram genistein(9)  (tR 29,25 min) ekstrak tempe hari ke-9
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan konfigurasi statis kondisi near , floater mendekat 9m ke arah TDP. Hal ini menyebabkan kurvatur yang ekstrim pada area sagbend sehingga nilai bending

mengenai proses rekonsiliasi tersebut. Proses ini sangat menarik untuk dikaji dan.. Novel ini, mencoba menggambarkan proses rekonsiliasi yang dialami tokoh Karman, dengan

Klasifikasi kualitas batubara yang dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk yaitu berdasarkan analisa proksimat batubara dan kalori batubara dengan Mine Brand, Banko Barat

hasil belajar kemudian dipraktekkan. Dengan berdasarkan pada pengertian keterampilan di atas. maka yang dimaksud dengan keterampi1an siswa dalam melakukan. praktikum

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap wacana teks pidato Abraham Lincoln yang berjudul “Analisis Wacana pada Pidato Abraham Lincoln “Address of Gettysburg,

Pengaturan tentang tanah bondo deso yang tidak lain diartikan sama dengan tanah bengkok sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 12 Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan

Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas: Padang.. Institut Pertanian

Pada variabel SBI, terdapat pengaruh yang signifikan pada á = 1% tingkat suku bunga terhadap yield obligasi dan jika terjadi kenaikan sebesar 1% pada tingkat suku bunga