• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA :Studi Di SMA N 10 Kota Bandarlampung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SISWA :Studi Di SMA N 10 Kota Bandarlampung."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN...

i

ABSTRAK...

ii

KATA PENGANTAR...

v

UCAPAN TERIMA KASIH ...

vi

DAFTAR ISI...

ix

DAFTAR TABEL ...

xii

DAFTAR BAGAN ...

xiii

DAFTAR GAMBAR...

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar

BelakangMasalah...

1

B. RumusanMasalah ...

11

C.

Tujuankenelitian...

11

D. Manfaat kenelitian...

1g

E. Asumsi kenelitian Dan Hipotesis...

13

F. Metode kenelitian...

13

G. Lokasi kopulasi dan Sampel kenelitian ...

14

BAB II BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK

(2)

A. Konsep Dasar

Kemandirian...

15

1. Aspek Kemandirian kada Remja...

18

g. Kompetensi Kemandirian...

g4

B. Kajian Konseptual Bimbingan Kelompok...

g7

1. Manfaat dan Tujuan Bimbingan Kelompok...

g9

g. Teknik Bimbingan Kelompok...

31

3. Tahap kelaksanaan Bimbingan Kelompok...

39

C. kosisi Bimbingan Kelompok dalam

Bimbingan dan Konseling Komprehensif...

43

D. keningkatan Kemandirian siswa melalui Bimbingan Kelompok

5g

BAB III METODE PENELITIAN

A. kendekatan kenelitian...

57

B. Definisi Operasional... 59

C. krosedur dan LangkahPlangkah kenelitian... 60

D. kopulasi dan Sampel kenelitian ... 74

E. Lokasi dan Subjek kenelitian... 74

F. Teknik dan Instrumen kengumpul Data ... 75

G. Analisis Data...

78

(3)

A.

Gambaran Umum Kemandirian Siswa

SMA N 10 Bandar Lampung... 80

B. Gambaran Umum dan krogram Bimbingan dan Konseling

SMA Negeri 10 Bandar Lampung... 89

C.Rumusan krogram Bimbingan Kelompok...

10g

D.Gambaran Uji Coba krogram Bimbingan Untuk Meningkatkan

Kemandirian Siswa dengan Tabulasi

109

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan... 141

B. Rekomendasi...

1 4 g

DAFTARPUSTAKA... 145

DAFTAR GAMBAR... 148

DAFTAR TABEL... 149

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 150

(4)

DAFTAR BAGAN

Bagan II:

Gambaran utuh Bimbingan dan konseling Komprehensif

setting kelompok besar yang memandirikan... 56

Bagan III:

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 kintu Gerbang SMA Negeri 10 Bandar Lampung ... 91

(tempat pelaksanaan penelitian)

Gambar 4.g Fasilitas Internet Bagi Siswa SMAN 10 Bandar Lampung... 93

Gambar 4.3 Ruang konsultasi BK SMAN 10 Bandar Lampung... 95

Gambar 4.4 Kegiatan Bimbingan Kelompok (small group)... 97

Gambar 4.5 Fasilitas Komputer dan Internet khusus ruang BK... 99

Gambar 4.6 Fasilitas penyimpan data berupa file kabinet dan lemari besi 100

Gambar 4.7 Staf TU khusus BK di SMAN 10 Bandar Lampung... 10g

Gambar 4.8 Siswa sedang mengikuti Bimbingan Kelompok... 1g6

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel g.1 Standar kemandirian keserta Didik...

g4

Tabel g.g KOMkETENSI KONSELOR...

54

Tabel 3.1 KisiPKisi Instrumen SKALA KEMANDIRIAN REMAJA...

6g

Tabel 3.g KisiPkisi Uji Keterbacaan krogram...

68

Tabel 3.3 KisiPkisi Wawancara Observasi...

76

Tabel 4.1 krofil Umum Kemandirian Siswa...

80

Table 4.g Kemandirian Siswa Aspek Nilai...

8g

Tabel 4.3 Kemandirian Siswa Aspek kerilaku...

84

Tabel 4.4 Kemandirian Siswa Aspek Emosional...

85

Tabel 4.5 KEMANDIRIAN NILAI DATA kREEPTES...

110

Tabel 4.6 KEMANDIRIAN NILAI DATA kOSTPTES...

111

Tabel 4.7 KEMANDIRIAN kERILAKU DATA kREEPTES...

114

tabel 4.8 KEMANDIRIAN kERILAKU DATA kOSTPTES...

115

Tabel 4.9 KEMANDIRIAN EMOSI DATA kREEPTES...

117

Tabel 4.10 KEMANDIRIAN EMOSI DATA kOSTPTES...

118

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab satu memaparkan latar belakang masalah pembahasan masalah,

identifikasi masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

asumsi penelitian, metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian.

A.

Latar Belakang Masalah

Manusia dalam rangkaian kehidupannya akan selalu berbenturan dengan

kondisi-kondisi lingkungan dimana ia berada. Pada lingkungan manusia tentu

akan berkaitan dengan keadaan situasi lingkungan itu berada lengkap dengan

norma

peradabannya

dan

tentunya

perkembangan

teknologi

dengan

permasalahannya. Dengan keadaan yang demikian menjadikan semakin

kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh seorang individu. Sebagai

makhluk hidup, manusia setiap saat akan selalu menghadapi

permasalahan-permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

(8)

pada spiritual atau kebutuhan penghambaan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Adapun kebutuhan manusia menurut Kartini Kartono (2000: 37) terbagi atas 3

tingkatan. Tingkatan pertama adalah kebutuhan biologis, meliputi

kegiatan-kegiatan vital yaitu makan, minum, dan atau berhubungan seks. Tingkatan kedua

adalah kebutuhan human atau dapat disebut sebagai kebutuhan sosial psikologis.

Tingkatan ketiga adalah kebutuhan tingkat metafisis atau religius. Dari kedua

pendapat tersebut maka dapat diketahui bahwa terdapat kebutuhan manusia yang

paling mendasar yaitu kebutuhan fisiologis atau kebutuhan yang bersifat biologis.

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut manusia harus berhadapan dengan

berbagai macam masalah.

Siswa sebagai bagian dari anak manusia tersebut tentu tidak akan luput

dari permasalahan; baik itu yang berkaitan dengan permasalahan pribadi dengan

dirinya dan keluarga, masalah sosial interaksi dengan lingkungan dan teman

sebaya, belajar sebagai siswa dan tentunya dengan masa depannya.

Kondisi dan permasalahan yang ada pada siswa agar dapat berkembang

dan berprestasi dengan optimal haruslah dientaskan (dimandirikan) salah satunya

adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan

seorang individu menjadi manusia yang lebih dewasa. Membentuk manusia

dewasa berarti membentuk manusia yang dapat memenuhi tanggungjawab baik

secara sosial, individual dan spiritual.

(9)

agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan (pedagogis) diartikan sebagai suatu proses bantuan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai

kedewasaan. Dewasa berarti bisa hidup mandiri terlepas dari ketergantungan pada

orang lain.

Proses mencapai kemandirian dan kedewasaan bukan merupakan hal yang

mudah. Oleh karena itu anak akan banyak membutuhkan bantuan orang dewasa.

Dalam proses menjadi dewasa itu, anak berinteraksi dengan lingkungannya, baik

lingkungan fisik (alam) maupun lingkungan sosiokultural. Dalam berinteraksi,

seseorang dituntut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketika

berinteraksi dengan sosiokultural, individu mendapat pengaruh sosiokultural yang

bermanfaat bagi tercapainya perkembangan secara optimal.

(10)

ikhlas dari dalam hati nurani yang bersih, b). sikap tidak peduli terhadap

lingkungan hidup, baik lingkungan fisik dan sosial, c). sikap hidup yang terlalu

konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan mengorbankan prinsip.

Kecenderungan untuk mematuhi dan menghormati orang lain semakin dilandasi

bukan oleh hakikat kemanusiaan sejati melainkan hanya karena atribut, atribut

sementara yang dimiliki oleh orang lain.

Kemandirian menurut Steinberg (1995: 285) diartikan sebagai self governing

person, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menguasai diri

sendiri. Lebih lanjut kemandirian dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menguasai mengatur, atau mengelola diri sendiri.

Watson dan Lindgren (Suherman: 2008) yang menyatakan bahwa kemandirian

adalah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam

usaha dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

(11)

Sehingga kemandirian merupakan proses yang harus dibantu oleh pihak atau

lembaga lain.

Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal

mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya usaha memandirikan anak

dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna. Kenyataan

sekarang menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan telah terjadi

perubahan-perubahan, seperti perubahan sistem pendidikan, kurikulum, metode mengajar,

dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah

khususnya bagi peserta didik serta pihak yang berkecimpung dalam pendidikan.

Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan melalui transformasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan

profesionalisme dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan

kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan

mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.

Kemampuan yang demikian tidak hanya menyangkut aspek akademis tetapi

juga menyangkut aspek perkembangan pribadi, sosial, kematangan intelektual,

dan sistem nilai. Oleh karena itu pendidikan yang bermutu di lingkungan

pendidikan haruslah merupakan pendidikan yang seimbang, selain mampu

menghantarkan peserta didik pada pencapaian standar kemampuan profesional

dan akademis, tetapi juga mampu memfasilitasi perkembangan anak memiliki

kemandirian.

(12)

dan tugas-tugas perkembangan yang berbeda dan harus dipenuhi. Pencapaian

standar kemampuan profesional atau akademis dan tugas-tugas perkembangan

peserta didik memerlukan kerjasama yang harmonis antara pengelola dan

pelaksana manajemen pendidikan, pengajaran, dan bimbingan karena ketiganya

merupakan bidang-bidang utama dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Keterkaitan ketiga bidang tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1 : Proses Pendidikan

(diadopsi dari: Mortensen and Schmuler, 1976: 24)

(13)

dihadapinya berkurang dan menjadi mandiri, disinilah tugas konselor untuk

memandirikan siswa.

Selama ini guru Bimbingan dan Konseling atau konselor sekolah sudah

bekerja untuk membantu siswa (konseli) agar lebih mandiri sehingga dapat

berkembang lebih optimal dan berprestasi, hanya saja dalam pelaksanaanya masih

banyak berorientasi pada ketercapaian program yang di buat pada awal kegiatan,

baik awal tahun pelajaran, semester maupun kegiatan. Keadaan ini menunjukkan

hasil yang dicapai dalam memberikan bantuan layanan kepada siswa belum

optimal. Pelayanan Bimbingan dan Konseling bukan berdasarkan permasalahan

dan kebutuhan siswa atau konseli, akan tetapi masih banyak diberikan karena

tugas yang harus dikerjakan dan diselesaikan oleh seorang konselor (guru

Bimbingan dan Konseling). Hal ini tentu menjadikan pula program layanan

layanan yang berdasarkan kebutruhan siswa sebagai konseli. Gambaran ini terlihat

pada peserta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) rayon 7 Lampung

tahun 2008; diperoleh gambaran guru bimbingan dan konseling yang

merencanakan dan melaksanakan program kegiatan Bimbingan dan Konseling

berdasarkan kebutuhan siswa hanya 20 %, selebihnya 80% berdasarkan

penyusunan program yang tidak didahului dengan needs asessment.

(14)

Orientasi Layanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di

sekolah bersifat kuratif. Selama ini perkembangan Bimbingan dan Konseling di

Indonesia adalah masih membantu siswa yang bermasalah saja sedangkan siswa

yang lain yang tidak bermasalah tidak tertangani oleh adanya layanan Bimbingan

dan Konseling. Padahal seharusnya layanan Bimbingan dan Konseling dapat

menjangkau pada semua siswa, siswa yang tidak mempunyai masalah justru perlu

dibantu untuk memelihara dan mempertahankan kondisi agar dalam menjalani

kehidupannya tidak mengalami hambatan. Oleh karena itu, di Indonesia pada saat

ini membutuhkan program Bimbingan dan Konseling yang dapat menjangkau

semua siswa dan meliputi semua bidang bimbingan yang dibutuhkan oleh siswa

dan program Bimbingan dan Konseling yang perlu dikembangkan adalah program

Bimbingan dan Konseling perkembangan (komprehensif).

Program Bimbingan dan Konseling komprehensif merupakan pendekatan

komprehensif terhadap dasar, penyampaian layanan, manajemen, dan

pertanggung-jawaban program bimbingan dan konseling. Model program

Bimbingan dan Konseling komprehensif: model kerangka kerja yang mengatur

mekanisme kerja konselor dan timnya dalam merancang, mengkoordinir,

melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi, program bimbingan dan konseling

untuk menyukseskan siswa.

(15)

konseling di sekolah adalah membantu siswa belajar lebih efektif dan efisien.

Program pengembangan siswa memerlukan bantuan dari seluruh personel sekolah

yang terorganisir melalui program bimbingan dan Konseling. Konselor, guru, dan

personel lain dalam praktiknya harus bekerja secara terbuka dan bekerja sama

membimbing secara tepat terhadap siswa di sekolah.

Pada model layanan Bimbingan Konseling komprehensif salah satu bagian

penting yang tidak dapat ditinggal adalah layanan Bimbingan kelompok. Layanan

Bimbingan kelompok merupakan salah satu bagian dari layanan dasar. Bimbingan

Kelompok sebagai strategi dari layanan dasar merupakan bagian penting yang

bersifat preventif, developmental ataupun preservatif.

Asumsi yang digunakan dalam layanan Bimbingan dan Konseling

Komprehensif adalah bahwa program bimbingan dan konseling menjangkau

setiap siswa, cakupannya luas, didesain untuk pencegahan, sifatnya

perkembangan. Program bimbingan dan konseling komprehensif merupakan

bagian integral dari program pendidikan untuk kesuksesan siswa. Program

bimbingan dan konseling memilih kompetensi siswa yang terukur didasari atas

kebutuhan dalam bidang akademik, karir, pribadi atau sosial, program bimbingan

dan konseling komprehensif memiliki sistem penyampaian yang meliputi

kurikulum bimbingan sekolah, perencanaan individual, layanan responsif, dan

dukungan sistem.

(16)

formal; Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan

dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial,

klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi

perkembangan dan preventif. (Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan

Konseling dalam jalur Pendidikan Formal, DEPDIKNAS, 2007, hal 194).

Lebih lanjut dalam buku tersebut dituangkan bahwa pelayanan bimbingan

dan konseling koprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas

perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah

konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang

harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan

konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar

dimaksud

adalah

standar

kompetensi

kemandirian.

(Rambu-rambu

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan Formal,

DEPDIKNAS, 2007, hal 194).

(17)

Posisi guru Bimbingan dan Konseling dengan demikian semakin

dibutuhkan siswa dengan masalah yang dihadapinya. Layanan akan lebih optimal

bila dilayani dengan pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif dengan

strategi bimbingan kelompok. Itu dapat diartikan juga siswa yang telah diberi

layanan akan dapat dilihat keberhasilannya bila sudah mencapai kompetensi

tertentu sesuai dengan tugas perkembangannya.

Berdasarkan paparan yang ada diatas maka peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian serta kajian lebih lanjut mengenai program layanan

bimbingan kelompok untuk memandirikan siswa.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disusun oleh peneliti maka didapatkan

rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1.

Seperti apa kemandirian siswa kelas 10 SMAN Kota Bandarlampung?

2.

Bagaimana

rumusan

program

bimbingan

Kelompok

untuk

meningkatkan kemandirian?

3.

Bagaimana Efektifitas Program Bimbingan Kelompok yang dapat

meningkatkan/

memandirikan

siswa

di

SMAN

10

Kota

Bandarlampung?

C.

Tujuan Penelitian

(18)

1.

Memperoleh gambaran umum tentang tingkat kemandirian siswa kelas

10 SMAN 10 Kota Bandarlampung.

2.

Mengetahui tingkat kemandirian siswa kelas 10 SMAN 10 Kota

Bandarlampung melalui Layanan Bimbingan dan Konseling

Kelompok.

3.

Mengetahui

efektifitas

program

Bimbingan

Kelompok

yang

memandirikan siswa

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat secara teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan menambah wawasan keilmuan dalam

layanan Bimbingan dan Konseling khususnya dalam meningkatkan

kemandirian siswa.

2.

Manfaat secara praktis

a.

Bermanfaat bagi guru Bimbingan dan Konseling dan sekolah

melaksanakan kewajibannya memberikan layanan kepada siswa terutama

mengenali dan meningkatkan kemandirian pada siswa di sekolah.

(19)

E.

Asumsi Dan Hipotesis Penelitian

1.

Asumsi

a. Kemandirian merupakan salah satu tugas perkembangan yang fundamental

pada tahun perkembangan remaja. Sebelum menjadi seorang individu

dewasa maka remaja harus mampu untuk melewati tahapan ini.

(Steinberg , 1995: 286)

b. Model Program Bimbingan dan Konseling Kelompok adalah model

kerangka kerja yang mengatur mekanisme kerja konselor dalam

merancang,

mengkoordinir,

melaksanakan,

mengelola,

dan

mengevaluasi, program bimbingan dan konseling untuk mensukseskan

dan memandirikan siswa dengan kelompok.

2.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah: “ Program Bimbingan Kelompok dapat

meningkatkan kemadirian siswa di SMAN 10 Kota Bandarlampung”.

F.

Metode Penelitian

(20)

yang digunakan secara singkat, sebagai dasar pengembangan produk, kedua

adalah apabila program atau model yang digunakan diadaptasi dari yang sudah

ada maka perlu dijelaskan alasan memilihnya, ketiga apabila dikembangkan

sendiri maka perlu dipaparkan mengenai komponen dan kaitan antar komponen

yang terlibat.

G.

Lokasi, Populasi Dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian akan dilakukan di SMAN 10 Bandarlampung dengan subjek

penelitian siswa kelas 10. Dipilihnya siswa kelas 10 dikarenakan siswa pada

tingkatan ini baru akan mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut.

Karena belum mendapatkan penanganan berupa pemberian layanan yang di

programkan di SMAN 10 Bandarlampung maka akan menjadi efektif bila nanti

dilihat perubahan yang di hasilkan. Pemilihan SMAN 10 Kota Bandarlampung

karena peneliti sudah mengenali karakteristik sekolah, baik dari program atau

fasilitas yang dimiliki oleh sekolah dan siswa.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan program kemandirian pada

siswa kelas X SMA N 10 Bandar Lampung. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan metode R & D (Research & Development) atau penelitian dan

pengembangan Borg & Gall (1989). Menurut pendapat Borg dan Gall (1989)

penggunaan pendekatan (research and development) terutama karena strategi

penelitian dan pengembangan efektif untuk mengembangkan dan memvalidasikan

suatu produk. Menurut Borg dan Gall (1989) produk yang dihasilkan melalui

pendekatan (research and development) dapat diarahkan pada bentuk program,

buku teks, film instruksional, dan metode mengajar.

(22)

Metode yang digunakan untuk mengembangkan program kemandirian siswa

kelas X SMAN 10 Bandarlampung adalah Mixed Methods Desains (Creswell&

Piano Clark, 2007). Mixed Methods Desains merupakan metode yang

menggunakan campuran antara pendekatan kuantitatif dengan kualitatif (Creswell

& Piano Clark, 2007). Peneliti menggunakan desain spesifik Explanatory Mixed

Methods Design.

(23)

B.

Definisi Operasional

a.

Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada

individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk

mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa

(Tati Romlah: 2006). Bimbingan kelompok umumnya dilakukan di kelas

dengan jumlah siswa antara 20-35 siswa Gazda (1989). Bimbingn Kelompok

dapat dilaksanakan dalam kelas (setting kelas). Kegiatan bimbingan

kelompok berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah

pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri dan masalah

hubungan antar pribadi. Tempat pelaksanaan bimbingan kelompok adalah

didalam kelas, menurut Permen Diknas No. 24 tahun 2007 muatan siswa

perkelas adalah 32 orang. Meski dalam layanan siswa dalam bentuk

kelompok besar, penugasan dan pengentasannya tetap dalam kelompok kecil

(5 – 10 orang). Target Bimbingan Kelompok tetap mengentaskan masalah

individual.

(24)

dari situasi dan kondisi.

Kemandirian perilaku berupa kemampuan

pengambilan keputusan, kekuatan terhadap pengaruh pihak lain, tidak mudah

terpengaruh, memliki rasa percaya diri dan kemandirian nilai berupa persepsi,

keyakinan dan sikap.

C.

Prosedur dan Langkah-Langkah Penelitian

Prosedur dan langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini mengacu

kepada siklus penelitian dan pengembangan (The R & D cycle). Pada awal

munculnya pendekatan penelitian dan pengembangan langkah-langkah yang

digunakan masih panjang yaitu sebanyak 10 langkah. Pada perkembangannya

penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall disederhanakan oleh beberapa

ahli, menjadi empat langkah utama, yaitu survai, perencanaan dan pengembangan:

1.

Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan

Proses analisis produk yang dikembangkan merupakan langkah utama.

Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dengan melakukan studi lapangan yang

menggunakan dua teknik utama yaitu wawancara dan observasi. Wawancara

dilakukan baik kepada siswa dan kepada guru Bimbingan dan Konseling di SMA

N 10 Bandar Lampung. Proses observasi dilakukan oleh peneliti kepada dua

komponen di sekolah yaitu guru Bimbingan dan Konseling dan siswa. Dua hal

tersebut untuk mendapatkan gambaran yang nyata dan obyektif mengenai masalah

yang akan diangkat oleh peneliti.

2.

Mengembangkan produk awal

(25)

teoritis yang telah dilakukan oleh peneliti berdasarkan hasil kajian pustaka atau

hasil penelitian. Pengembangan produk awal ini melibatkan beberapa instrumen

yang dapat menggali dan menelusuri tentang bimbingan konseling komprehensif

serta kemandirian siswa di SMAN 10 Bandar Lampung. Program hipotetik yang

dikembangkan dibangun dengan komponen yang meliputi : (a) rasional program;

(b) tujuan program; (c) mekanisme dan langkah-langkah program; (d) strategi,

teknik pelaksanaan; (e) kriteria keberhasilan; (f) evaluasi (Nana Syaodih

Sukmadinata: 2007)

3.

Validasi ahli dan revisi

a.

Pada tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai instrumen yang telah

dirancang dalam program hipotetik kepada para ahli. Expert judgement ini

merupakan proses yang harus dilakukan agar instrumen dalam program

hipotetik yang telah dirancang memenuhi standar penelitian sehingga

hasilnya layak untuk diuji coba. Pakar yang diminta untuk menilai dan

memberi pertimbangan tentang kelayakan program hipotetik adalah : (1)

pakar bimbingan pribadi-sosial; (2) pakar permainan; (3) pakar pendidikan

remaja.

(26)

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen

SKALA KEMANDIRIAN REMAJA

Aspek

Indikator

Sub Indikator

No. Pernyataan

(+)

( - )

1

2

3

4

5

A.

Kemandiria

n Nilai

1.

Nilai-nilai/

norma

masyarakat

1.1. Pandangan dan persepsi

keragaman sumber

norma sebagai rujukan

pengambilan keputusan.

1.2. Menyadari nilai-nilai

persahabatan dan

keharmonisan .

1.3. Nilai-nilai kerjasama dan

toleransi dasar

persahabatan .

1, 2,

3,4,

6,7,9,

5,

8,

2.

Nilai-nilai

yang abstrak

(moral)

1.4. Pemikiran tentang

kehidupan beragama

1.5. Melaksanakan ibadah

atas keyakinan sendiri

disertai sikap toleransi.

10,

12,

11,

13,

14,15,

3.

Nilai-nilai

masalah

prinsip

3.1

Cara-cara pengambilan

keputusan dan

pemecahan masalah

secara objektif.

3.2

Keragaman alternatif

keputusan dan

konsekuensi yang

dihadapinya.

(27)

4.

Sistem nilai

yang

diberikan

orang

tua

atau

orang

dewasa .

4.1

Cara-cara menghindari

konflik dengan orang

lain.

4.2

Toleran terhadap ragam

ekspresi perasan diri

sendiri dan orang lain.

4.3

Mengekspresikan

perasaan dalam cara-cara

yang bebas, terbuka dan

tidak menimbulkan

konflik.

4.4

Pandangan dan persepsi

keunikan diri dalam

konteks kehidupan.

4.5

Menerima keunikan diri.

4.6

Menampilkan keunikan.

25,

26,

27,

29,

30,

32,33

,

34,

36,37

28

31,

35,

B.

Kemandiria

n Perilaku

5.

Mengambil

keputusan,

menyadari

resiko

keputusan

yang

diambil

5.1

Terhadap cara-cara

pengambilan keputusan

dan pemecahan masalah.

5.2

Menyadari akan

keragaman alternatif

keputusan dan

konsekuensinya.

5.3

Terhadap pemecahan

masalah atas dasar

informasi data secara

objektif.

38,

39,

41,

42,

43,

40,

44,

6.

Memilih

alternatif

pemecahan

masalah,

pertimbanga

n sendiri dan

orang lain,

bertanggung

jawab atas

konsekuensi

dari

keputusanya

6.1

Terhadap pandangan dan

persepsi keragaman

sumber norma sebagai

rujukan pengambilan

keputusan.

6.2

Menyadari nilai-nilai

persahabatan dan

keharmonisan dalam

interaksi sosial.

6.3

Menghargai nilai-nilai

kerjasama dan toleransi,

dasar menjalin

persahabatan.

45,

46,

47,

48,

50,

51,

49,

7.

Tidak

mudah

terpengaruh

7.1

Menghindari konflik

dengan orang lain.

7.2

Toleran terhadap ekspresi

52,

54,

(28)

oleh situasi

yang

menuntut

komformitas

,

perasan diri sendiri dan

orang lain.

7.3

Mengekspresikan

perasaan dalam cara-cara

yang bebas, terbuka dan

tidak menimbulkan

konflik

55,

56,

57,

8.

Tidak

mudah

terpengaruh

oleh tekanan

teman

sebaya dan

orang tua .

8.1

Pandangan dan persepsi

keragaman sumber norma

pengambilan keputusan.

8.2

Menyadari nilai-nilai

persahabatan dan

keharmonisan .

8.3

Menghargai nilai-nilai

kerjasama dan toleransi

untuk menjalin

persahabatan.

58,

59,

61,62

,

63,

65,

60,

64,

9.

Percaya diri,

mampu

memenuhi

kebutuhan

sehari-hari

baik.

9.1

Perilaku terhadap

pandangan dan persepsi

keunikan diri dalam

konteks kehidupan sosial.

9.2

Menerima keunikan diri

dengan segala kelebihan

dan kekurangannya.

9.3

Menampilkan keunikan

diri secara harmonis

dalam keragaman.

66,

67,

69,

71,

68,

70,

10.

Tanggungja

wab dalam

keluarga dan

sekolah,

10.1

Perilaku terhadap

norma-norma pernikahan dan

keluarga

10.2

enghargai norma-norma

pernikahan dan

berkeluarga bagi

terciptanya kehidupan

yang harmonis.

10.3

engekspresikan

(29)

11.

Mengatasi

sendiri

masalahnya,

berani

mengemuka

kan ide atau

gagasan.

11.1

Perilaku terhadap strategi

dan peluang untuk

berhemat, ulet,

bersungguh-sungguh,

dan kompetitif .

11.2

Menerima nilai-nilai

hidup hemat, ulet,

sungguh-sungguh dan

kompetitif sebagai aset

untuk mencapai hidup

mandiri

11.3

Menampilkan hidup

sehat, ulet,

sungguh-sungguh dan kompetitif

atas dasar kesadaran

sendiri.

79,

81,

82,

83,

84,

85,

80,

C.

Kemandiria

n Emosional

12.

Mengenali

Diri dan

Orang Lain

12.1

Perasaan Identitas,

mengenali dan memberi

label perasaan-perasaan

dalam diri dan orang

lain.

12.2

Bertanggungjawab,

memahami dan

menjalankan kewajiban

untuk terlibat dalam

perilaku etik, aman dan

legal.

12.3

Mengenali Kekuatan,

mengidentifikasi dan

memperkuat

kualitas-kualitas positif.

86,

87,

88,

89,

90,

91,

13.

Membuat

Keputusan-keputusan

yang

Bertanggung

jawab

13.1

Mengelola Emosi,

mengatur perasaan

sehingga dapat

membantu dan bukan

menghalangi

penanganan berbagai

situasi.

13.2

Memahami Situasinya,

memahami dengan

akurat keadaan yang

anda hadapi.

13.3

Menetapkan Tujuan dan

92,

94,

95,

(30)

Rencana kearah

pencapaian hasil-hasil

jangka tertentu.

13.4

Mengatasi Berbagai

Masalah dengan Kreatif

dan disiplin untuk

mengeksplorasi

kemungkinan mengatasi

berbagai kendala

perencanaan

96,

97,

98,

99,

14.

Peduli pada

Orang Lain

14.1

Menunjukkan Simpati,

mengidentifikasi dan

memahami pikiran dan

perasaan orang lain.

14.2

Menghormati Orang

lain, bertindak

berdasarkan welas asih.

14.3 Mengapresiasikan

Keanekaragaman,

perbedaan individual

dan kelompok dan daya

adaptasi dengan dunia

disekitar kita

100,

101,

102,

103,

104,

105,

15.

Mengetahui

Cara

Bertindak

15.1

Berkomunikasi Secara

Efektif, menggunakan

keterampilan verbal dan

non verbal dengan

orang lain.

15.2

Membangun dan

memelihara hubungan

yang sehat dan

rewarding dengan

individu dan kelompok.

15.3

Bernegosiasi dengan

Adil, berusaha

mencapai resolusi

konflik yang

memuaskan semua

fihak .

15.4

Menolak Provokasi,

tidak terlibat perilaku

yang tidak dikehendaki.

15.5

Mencari,

mengidentifikasi

(31)

Kisi-kisi di validasi oleh tiga orang ekspert, dari ketiga orang ekspert tersebut

memvalidasi bahwa instrument dapat dilaksanakan. Masing-masing ekspert

memberikan catatan dan perbaikan pada kisi-kisi namun pada perinsipnya dapat di

lanjutkan. Setelah di validasi oleh ekspert kisi-kisi yang di jadikan instrument di

uji cobakan kepada siswa tingkat SMA, hasilnya setelah di analisis dengan

statistik dan di konsultasikan pada tabel maka yang tidak valid di change out. Dari

sejumlah 120 item dari intrumen awal akhirnya tersisa 78 item yang mewakili

masing-masing sub variable.

4.

Uji coba program

Uji coba merupakan hal yang pokok dalam penelitian pengembangan, yang

dilakukan setelah rancangan program selesai dilakukan. Uji coba dilakukan untuk

mengetahui apakah program yang dibuat layak untuk digunakan atau tidak. Selain

itu uji coba juga dilakukan untuk melihat sejauh mana program yang dibuat dapat

mencapai sasaran dan tujuan.

dan akses ke dukungan

yang tepat dalam

berusaha memenuhi

tujuan.

15.6

Bertindak secara Etis,

berpedoman pada

prinsip atau standar

yang diambil dari

kode-kode legal/ profesional

atau sistem moral atau

tingkahlaku berbasis

keimanan/ keyakinan

dalam memutuskan dan

bertindak.

116,

118,

119,

117,

(32)

Uji coba akan dilakukan tiga kali, yaitu: pertama uji ahli atau validasi, kedua

analisis konsep, ketiga adalah revisi I, keempat, ujicoba kelompok kecil, kelima

revisi II, keenam uji coba lapangan, ketujuh telaah uji lapangan, kedelapan revisi

III dan terakhir adalah produk berupa program akhir.

Kegiatan melakukan uji coba lapangan pada langkah ke-enam secara lebih

mendalam dengan menggunakan dengan menggunakan metode Quasi

Eksperiment teknik pre-posttest control group design. Uji coba dilakukan dengan

membuat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang sebelumnya sampel

diambil dari populasi dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kemudian

program hipotetik diterapkan kepada kelompok eksperimen, selanjutnya dilihat

hasil dari penerapan program tersebut.

[image:32.595.110.515.215.755.2]

Uji keterbacaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan

masukan program yang akan di jadikan bahan atau materi treathmen atau

pemberlakuan, sehingga program tersebut layak untuk digunakan dalam

memandirikan siswa sebagai remaja. Untuk itu kisi-kisis uji keterbacaan di

rancang sebagai berikut:

Tabel 3.2 KISI-KISI UJI KETERBACAAN PROGRAM

No. KOMPONEN

BAIK

CUKUP

KURANG MASUKAN

1.

Persiapan Program

2.

Pembukaan, ice

breaking

3.

Sistematika Program

4.

Keseuaian materi

5.

Metode dan strategi

6.

Teknik penyajian dan

media

(33)
(34)

BAGAN ALUR PENELITIAN

Bagan III: Bagan Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Studi Literatur

Penyusunan Rencana layanan bimbingan kelompok

Penyusunan Instrumen

Untuk mengungkap kemandirian siswa

Validasi, Uji Coba Uji Keterbacaan

Ke Konselor/ Praktisi

, Revisi

Tes Awal(Pretest)

Layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan kemandirian (treatmant minimal 6x)

Tes Akhir(Posttest)

Pengolahan dan analisis data

Pembahasan/ Pengolahan

(35)

5. Pelaksanaan Treathmen

Program disusun untuk beberapa kali pertemuan tersebut lengkap dengan

media ICT (Information Communication Technologie). Media ICT yang di buat

berupa narasi dengan bentuk film dan modifikasi power point dengan teknik film.

Program di buat sedetail yang memungkinkan dapat dilaksanakan dan jelas,

mudah dimengerti serta di fahami.

Masing-masing sesi dengan memperhitungkan waktu dan medianya

bervariatif agar siswa tidak menjadi jemu/ jenuh. Pelaksanaan treatmen di

laksanakan selama seminggu pada siswa baru saat pra mos dan mos.

Secara lebih spesifik proses kegiatan perlakuan program peningkatan

kemandirian siswa dilaksanakan dengan 8 sesi, yang dapat dilihat sebagaiberikut:

a. Sesi I

Pree tes dilaksanakan pada saat pra mos yang berikan kepada seluruh siswa

calon kelas 10 pada SMAN 10 Bandarlampung. Tes di laksanakan pada hari

sebelum kegiatan pra mos di laksanakan. Karena siswa baru maka peserta tes

memiliki latar belakang yang berbeda asal sekolah, sebagian dari sekolah negeri,

sebagian sekolah swasta, ada yang dari Madrasah Tsanawiyah (berlatar

keagamaan/ Islam), juga dari latar belakang keagamaan lain.

b. Sesi II

(36)

yang diikutkan adalah yang sudah di beri pree-tes atau telah diseleksi secara

random. Dari 64 siswa kelompok yang di jadikan kelompok eksperimen akhirnya

diambil/ dikelompokkan satu kelas dengan jumlah 32 untuk di jadikan kelompok

sampel eksperimen dan kontrol. Materi pertama ini adalah motivasi dan kesadaran

akan belajar.

c. Sesi III

Sesi ini dilaksanakan pada hari pertama pelaksanaan mos, alokasi

waktunya adalah hari yang juga menjadi bagian dari kegiatan mos di SMAN 10

Bandarlampung. Materi pada kelas yang dipilih disesuaikan dengan program yang

disusun pada penelitian ini, untuk itu siswa yang di berikan materi sesi ke tiga ini

berjumlah 32 siswa. Materi ini disampaikan dengan tayangan bahwa belajar itu

perlu diulang dengan tayangan film logika berfikir perumpamaan hasil belajar,

kenapa kita harus belajar terus nenerus dengan diulang.

c.

Sesi IV

(37)

e. Sesi V

Sesi ini di berikan pada hari ke-tiga mos, juga dengan bantuan ICT berupa

tayangan power poin yang di padukan dengan penggalan film dan di setting

dengan program flash atau format film. Dalam tayangan ini siswa diarahkan untuk

dapat mengambil keputusan pilihan karirnya dengan telah dipilihnya sekolah

menengah umum (SMA) kaitannya setelah ia melanjutkan studi dan pilihan

jurusan yang ada di SMA.

f. Sesi VI

Sesi ini dilaksanakan pada hari ke-empat pelaksanaan mos pada kelas

eksperimen yang sama yaitu berjumlah 32 siswa. Materi yang di berikan sesuai

perencanaan program yang telah disusun.

g. Sesi VII

Sesi ini dilaksanakan pada hari ke-empat pelaksanaan mos pada kelas

eksperimen yang sama yaitu berjumlah 32 siswa. Materi yang di berikan sesuai

perencanaan program yang telah disusun.

h. Sesi VIII

(38)

D.

Populasi Dan Sampel Penelitian

Furqon (2008) mendefinisikan populasi sebagai sekumpulan objek, atau

orang atau keadaan yang paling tidak memiliki satu karakteristik umum yang

sama Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah

semua individu yang akan dijadikan objek penelitian,\yang paling sedikit

mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 1994:221). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas 10 SMAN 10 Kota Bandarlampung. Jumlah

keseluruhan 10 SMAN 10 Kota Bandarlampung adalah 261.

Sampel dapat didefinisikan sebagai bagian dari suatu populasi. Sehingga

yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah empat kelas 10. Setiap kelas di

SMA N 10 Kota Bandarlampung memiliki peserta didik sebanyak 32 siswa.

Sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 128 siswa. Pemilihan

empat kelas tersebut dengan tujuan satu kelas untuk melakukan uji coba terbatas

(kecil) dengan diberikan pemberlakuan dan kemudian tiga kelas diseleksi menjadi

satu kelas untuk melakukan ujicoba menjadi kelompok kontrol dan digunakan

untuk mendapatkan produk akhir.

E.

Lokasi Dan Subjek Penelitian

(39)

mengenali karakteristik sekolah, baik dari program atau fasilitas yang dimiliki

oleh sekolah dan program pembinaan kesiswaan.

F.

Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data

a.

Wawancara

Metode wawancara adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti

melakukan secara langsung wawancara dengan informan kunci dan informan.

Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan dengan beberapa cara sebagai

berikut: (a) Wawancara pembicaraan informal yaitu wawancara yang bergantung

pada pertanyaan spontanitas dalam kondisi yang wajar dan suasana biasa, (b)

Wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara yaitu wawancara

yang mengaharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pertanyaan

dalam proses wawancara, dan (c) Wawancara baku terbuka yaitu wawancara yang

menggunakan seperangkat pertanyaan baku (Patton, 1980: 197).

Wawancara secara mendalam merupakan percakapan yang wajar dan tidak

merupakan tanggung jawab formal serta tidak dilakukan dalam situasi yang

memang dirancang secara serius untuk tujuan wawancara, namun demikian agar

permasalahan penelitian yang dikaji itu terjawab, maka dalam wawancara juga

dibuat suatu pedoman wawancara dengan memperhatikan fokus penelitian.

(40)

pedoman wawancara. Walaupun dalam wawancara ini diperlukan pedoman

wawancara akan tetapi dalam pelaksanaannya, wawancara dibuat bervariasi dan

disesuaikan dengan situasi yang ada sehingga kelihatan luwes. Hal ini penting

dilakukan karena untuk menjaga hubungan baik antara pewawancara dan yang

diwawancarai.

[image:40.595.110.530.254.759.2]

Pedoman wawancara dan observasi ini tujukan untuk mendapatkan gambaran

kondisi sekolah khususnya tentang profil Bimbingan dan Konseling yang ada

yang di padukan dangan hasil observasi dalam kaitannya mendukung keberadaan

program Bimbingan dan Konseling secara komprehensif. Wawancara dan

observasi ini melibatkan Guru BK, Siswa dan pimpinan. Untuk itu kisi-kisi

tersebut di rancang sebagaiberikut:

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara Observasi

No.

ASPEK YANG DIUNGKAP

RESPONDEN

TEKNIK

Pimpinan

Guru

BK

Siswa

1.

Perencanaan a.

Mekanisme/ Prosedur

Wawanca

ra/

observasi

b.

Kompetensi

c.

Rencana dan format

program

2.

Materi/ Isi

a.

Sesuai

dengan

Needsasessmen

Wawanca

ra/

observasi

b.

Sesuai dengan strategi

c.

Dapat di evaluasi

3.

Pelaksanaan a.

Siapa yang terlibat

Wawanca

ra/

observasi

(41)

4.

Evaluasi

a.

Persiapan

Wawanca

ra/

observasi

b.

Pelaksanaan

c.

Tingkat keberhasilan

d.

Tindak lanjut

5.

Guru

Pembimbing

a.

Identitas

Wawanca

ra/

observasi

b.

Latar

belakang

pendidikan

c.

Pelatihan

d.

Lama bertugas

e.

Organisasi profesi

f.

Pengembangan

diri,

lain-lain

6.

Alokasi/

penggunaan

Waktu

Wawanca

ra/

observasi

7.

Dukungan

Sistem

Wawanca

ra/

observasi

b.

Observasi Berpartisipasi

(42)

Agar diperoleh data penelitian yang lebih tepat, maka setiap permasalahan

yang berkaiatan dengan hasil pengamatan selalu dicatat. Proses penulisan ini

diusahakan tidak mengganggu pengamatan yang sedang dilakukan. Penulisan

dilakukan dengan cara membuat catatan lapangan yang berisi kata-kata kunci

secara singkat dalam bentuk skema. Catatan lapangan ini mencakup semua

fenomena yang teramati selama pengamatan berlangsung di SMAN 10 Kota

Bandarlampung.

Proses pengamatan berpartisipasi ini dibantu dengan pencatatan. Pencatatan

antar waktu ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerancuan antara hasil pengamatan

yang satu dengan pengamatan berikutnya serta menghindari konsep-konsep yang

tidak berasal dari pengamatan. Perpaduan antara catatan singkat dengan hasil

diskusi dalam pengamatan yang sama, dianggap sebagai hasil catatan lapangan

sudah sempurna dan final.

G.

Analisis Data

Sebelum melakukan analisis data, data-data yang diperoleh dari lapangan

perlu disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal dalam analisis

data (Spredly, 1980: 66).Proses analisis data dilakukan secara terus menerus

dalam proses pengumpulan data selama penelitian berlangsung. Data yang telah

diperoleh dari lapangan kemudian akan dianalisis dengan melakukan reduksi

terhadap jawaban dari subyek, yang kemudian dipersentasekan dan pada tahap

akhir dengan mengambil kesimpulan.

(43)
(44)
(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab lima penelitian ini memaparkan tentang kesimpulan dan rekomendasi

penelitian. Kesimpulan penelitian ini merupakan hasil temuan di lapangan yang

digunakan untuk mengembangkan program. Pada rekomendasi peneliti

mengarahkan kepada pihak perguruan tinggi, sekolah khusunya guru Bimbingan

dan Konseling, ABKIN dan peneliti selanjutnya.

A.

Kesimpulan

Berdasarkan gambaran data yang ada pada siswa SMA Negeri 10 Bandar

Lampung khususnya kelas 10 siswanya merupakan remaja yang masuk pada

kategori remaja dan akan beralih kepada masa dewasa. Beberapa kesimpulan

yang dapat diambil setelah melakukan penelitian di SMA N 10 Bandar Lampung

adalah sebagai berikut:

1. Tingkat kemandirian yang ada menunjukkan bahwa siswa memiliki tingkat

kemandirian yang rendah menuju ke arah tinggi. Gambaran tersebut dapat

diartikan juga siswa sudah memiliki kemandirian dengan tiga aspek yang di

ungkap pada penelitian ini.

(46)

Aspek kemandirian nilai yang terbukti mengalami peningkatan yang cukup

signifikan adalah pada indikator kemandirian nilai yang diberikan orang tua

atau orang dewasa .

Aspek kemandirian perilaku indikator yang paling tinggi adalah pada

kemandirian untuk mengatasi sendiri masalahnya, berani mengemukakan ide

atau gagasan. Kemandirian perilaku pada mengatasi masalah, berani

mengemukakan ide atau gagasan yang terjadi pada siswa kelas 10 atau masih

tergolong pada remaja madya.

Aspek kemandirian emosi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

diketahui indikator mengetahui cara bertindak mengalami peningkatan paling

tinggi.

1.

Program Bimbingan kelompok ini masih belum dapat meningkatkan aspek

kemandirian nilai dengan indicator nilai-nilai yang abstrak (moral).

2.

Program bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kemandirian siswa,

terbukti baik dari hasil uji tabulasi maupun uji statistik menunjukkan bahwa

siswa yang di beri pelayanan bimbingan klasikal mnunjukkan perubahan yang

signifikan.

B.

Rekomendasi

(47)

pengembangan diri melalui kegiatan bimbingaqn dan konseling dan kegiatan

ekstra kurikuler, maka masih banyak cara, metode, strategi maupun teknik

konseling yang dapat di laksanakan. Untuk itu semua perlu di sempurnakan

dengan diuji keefektifannya. Hal ini berarti bimbingan kelompok besar, seting

kelas merupakan salah satu bentuk straategi layanan dalam membimbing dan

mengkonseling siswa. Menyadari akan itu tentu perlu penelitian yang lebih luas

lagi, khususnya dalam mengoptimalkan tugas perkembangan siswa di sekolah

untuk menjadi mandiri. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti merekomendasikan

beberapa hal sebagai berikut.

1.

Bagi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor

Bimbingan dan konseling klasikal (kelompok besar/ big group)menjadi

salah satu acuan strategi dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah,

apa lagi dalam menghadapi kendala tuntutan jumlah siswa yang harus mendapat

pelayanan sedangkan waktu kesempatan untuk bertemu dengan siswa terbatas

(dibatasi). Pengembangan program bimbingan klasikal harus menjadi salah satu

potensi yang harus dimiliki oleh konselor/ guru bimbingan dan konseling.

2.

Bagi ABKIN

(48)

akan terlayani, dan dalam pelayanannya menjadi baik karena pasti dan harus

berarti akan dimulai dengan persiapan dan program tersendiri yang baik.

3.

Peneliti selanjutnya

(49)

Ahman, Karnoto, Sunaryo Kartadinata. (2003). Kubus Tugas Perkembangan: Suatu

Model Rekabangun Tugas Perkembangan Bagi Kepentingan bimbingan dan Konseling dalam Jurnal Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11

Mei 2003.

Baker, Stanley B., Edwin R. Gerler Jr. (2004). School Counseling for The

Twenty-First Century, Fourth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Borg, W.R., & Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Bowers, L.J., dan Hatch, A.P. (2002). The National Model for School Counseling

Programs. American School Counselor Association.

Craig, R.L, dkk. (1978). Training and Development Handbook: A Guide to Human

Resource Development. New York: McGraw-Hill Book Company.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planning, Conducting, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research. 3th New Jersey: Pearson Education, Inc.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan Nasional. (2007).

Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.

Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Profesi Guru Prajabatan.

Erford, B.T. (ed.). (2004). Professional School Counseling: A Handbook of

Theories, Programs & Practices. Austin, Texas: CAPS Press.

Erford, Bradley T. (2007). Transforming the School Counseling Profession, Second

Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Fraenkel, R.J., & Wallen, E.N. (1993). How to Design and Evaluate Research in

Education. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.

Gladding, S.T. (1992). Counseling A Comprehensive Profession. 2nd ed. New York: Macmillan Publishing Companya.

(50)

---, (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling

Program, 4th edition. Alexandria: American Counseling Association.

Galassi, John P.&Patrick Akos. (2004). Developmental Advocacy: Twenty-First

Century School Counseling dalam Journal of Counseling and Development,

Volume 82, Spring 2004

Kartadinata, Sunaryo. (2003). Bimbingan dan Konseling Perkembangan:Pendekatan

Alternatif bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume VI, No. 11

Mei 2003.

Schmidt, John j. (1993). Counseling in Schools: Essential Services and

Comprehensive Programs. USA: Allyn and Bacon.

Sprinthall, C. Richard, Norman A. Sprinthall. (1974). Educational Psikology: A

Developmental Approach. Philipine: Addison-Wesley Publishing Company.

Schmidt, John.J. (1999). Counseling in Schools: Essential Services and

Comprehensive Programs. 3rd. Boston: Allyn and Bacon.

Shertzer and Stone. (1980). Fundamentals of Counseling. Boston: Houghton Mifflin Company.

Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.

Suherman, dkk. (2008). Bimbingan & Konseling: Konsep & Aplikasi.Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Universitas Pendidikan Indonesia.

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). (2003). Bandung: Fokusmedia.

Archer Sally L, 1994, Intervention for Adolescent Identity Development, Newbury Park: Sage Publiscation Inc

Dacey, John & Mauren Kenny, 1997,2-nd ed, Adolescent Development, Chicago: Brown & Benchmark Publisher.

Depdikbud, 1994, Kurikilum Sekolah Menengah Umum, Buku Petunjuk

(51)

Garrison Karl C./Garrison Karl C Jr, 1975, Psychology of Adolescence, New Jersey: Englewood Cliffs.

John Mc Leod, 2003, Pengantar Konseling, Teori dan Studi Kasus, Jakarta, Kencana

Kroger J, 1997, 2-nd ed Identity in Adolescence, The Balance Between Self and

other, London, New York: Rourletge.

Kumpulan Permen Diknas, 2008.

Santrock John W. 2007. Remaja. Jakarta: Erlangga

Santrock John W, 2003.Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Steinberg L, 2002, 3-rd ed, Adolescence, New York: McGraw-Hll Inc.

Gambar

Gambar 4.1 kintu Gerbang SMA Negeri 10 Bandar Lampung ...................        91
Gambar 1.1 :  Proses Pendidikan
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen SKALA KEMANDIRIAN REMAJA
Tabel 3.2  KISI-KISI UJI KETERBACAAN PROGRAM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Namun, disisi lain pengetahuan riset partisipan tentang TB paru masih sederhana, sehingga perlu penambahan wawasan bagi keluarga untuk memaksimalkan peran keluarga bagi anak

Setelah kalian belajar besaran-besaran pada gerak melingkar maka dapat diketahui adanya berbagai jenis be- saran yang memiliki kemiripan seperti kecepatan dengan kecepatan

Dari sudut pandang biologi,air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya kehidupan.Semua makhluk hidup memiliki ketergantungan terhadap air.Masalahnya, saat ini kualitas

Menurut defenisi di atas, bila suatu sumber air yang termasuk dalam golongan B (air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum) mengalami pencemaran yang berasal

Empat kelompok pengguna (user groups) yang di identifikasi dalam gambar, juga mengindikasikan berbagai jenis sistem yang paling sesuai bagi masing-masing tingkat pengguna.Termasuk

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit umum kota Padang Sidimpuan. Teknik

Metode analisis penelitian ini menggunakan uji Chi Square yaitu jenis metode yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian, seperti: sikap konsumen terhadap sponsorship,

Berkenaan dengan hal tersebut, agar Saudara dapat membawa dokumen asli atau rekaman yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang untuk setiap data yang telah dikirim melalui