• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN KESIAPAN DIRI MAHASISWA DALAM MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN HIDUP BERKELUARGA :Dikembangkan Berdasarkan Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan pada Mahasiswa Jenjang Strata I di Universitas Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN KESIAPAN DIRI MAHASISWA DALAM MENGHADAPI PERNIKAHAN DAN HIDUP BERKELUARGA :Dikembangkan Berdasarkan Pendekatan Bimbingan dan Konseling Perkembangan pada Mahasiswa Jenjang Strata I di Universitas Pendidikan "

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

xiii DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

ii iii

UCAPAN TERIMA KASIH vi

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GRAFIK xviii

DAFTAR BAGAN xx

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 12

C. Tujuan Penelitian 16

D. Manfaat Penelitian 17

E. Asumsi Penelitian 18

BAB II. BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN SERTA KESIAPAN DIRI MAHASISWA UNTUK MENIKAH DAN HIDUP BERKELUARGA

A. Bimbingan dan Konseling Perkembangan 21

B. Karakteristik Perkembangan Mahasiswa 57

C. Pernikahan dan Hidup Berkeluarga 75 D. Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup

Berkeluarga

(2)

xiv

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 102

B. Definisi Operasional Variabel 104

C. Pengembangan Instrumen Pengumpul Data 114

D. Subjek Penelitian 119

E. Prosedur Penelitiaan 121

F. Teknik Analisis Data Penelitian 124

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Studi pendahuluan

B. Pengembangan dan Validasi Model

130 177 C. Hasil Uji Coba Efektifitas Model Hipotetik 179 D. Gambaran Perolehan Data Melalui Pendekatan Kualitatif 186

E. Pembahasan Hasil Penelitian 211

F. Keterbatasan Penelitian 254

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

B. Rekomendasi

256 259

DAFTAR PUSTAKA 263

(3)

xiv

DAFTAR TABEL

2.1 Perbedaan Karakteristik Bimbingan Tradisional dengan Perkembangan

27

3.1 Kisi-kisi Instrumen Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

115

3.2 Faktor-faktor Determinan Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

116

3.3 Upaya Mahasiswa dalam Mempersiapkan Diri untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

116

3.4 Subjek Penelitian 120

3.5 Kelompok Uji Coba 121

4.1 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat UPI

131

4.2 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat UPI

134

4.3 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat UPI

135

4.4 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat Fakultas

137

4.5 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FPBS

139

4.6 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FPIPS

140

4.7 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FIP

142

4.8 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FPBS

145

4.9 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FPIPS

(4)

xiv

4.10 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Fakultas FIP

151

4.11 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa UPI untuk Menikah Berdasarkan Jenis Kelamin

153

4.12 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswi untuk Menikah 155 4.13 Gambaran Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah 157 4.14 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswi untuk Menikah 160 4.15 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah 163 4.16 Uji Anova Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan

terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat Universitas

165

4.17 Uji Koefisien Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat Universitas

166

4.18 Uji Anova Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat Fakultas

166

4.19 Uji Koefisien Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah pada Tingkat Fakultas

168

4.20 Uji Anova Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah

Berdasarkan Jenis Kelamin

170

4.21 Uji Koefisien Regresi Linier Pengaruh Faktor-faktor Determinan terhadap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah Berdasarkan Jenis Kelamin

171

4.22 Hasil Validasi Model Hipotetik 178

(5)

xiv

4.25 Uji Homogenitas Varians Data Gain Jurusan PLB 180 4.26 Uji Homogenitas Varians Data Gain Jurusan Sejarah 181 4.27 Uji Homogenitas Varians Data Gain Jurusan Bahasa Jepang 181 4.28 Hasil Uji t Independen Data Gain Kelompok Eksperimen dan

Kontrol

182

4.29 Hasil Uji t Independen Data Gain per indikator Kelompok Eksperimen dan Kontrol

(6)

xiv

DAFTAR GRAFIK

4.1 Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup

Berkeluarga Tingkat UPI

131

4.2 Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga Tingkat UPI

134

4.3 Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga Tingkat Fakultas

136

4.4 Kesiapan Diri Mahasiswa FPBS, FPIPS, dan FIP untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

138

4.5 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FPBS

139

4.6 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FPIPS

141

4.7 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FIP

142

4.8 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FPBS

146

4.9 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FPIPS

149

4.10 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga pada Fakultas FIP

152

4.11 Kesiapan Diri Mahasiswa UPI untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga Berdasarkan Jenis Kelamin

154

4.12 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswi untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

156

4.13 Gambaran Aspek Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

157

4.14 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswi untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

(7)

xiv

4.15 Gambaran Indikator Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

164

4.16 Upaya Mahasiswa UPI Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

172

4.17 Upaya Mahasiswa FPBS untuk Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

173

4.18 Upaya Mahasiswa FPIPS untuk Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

174

4.19 Upaya Mahasiswa FPBS untuk Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

175

4.20 Upaya Mahasiswi (Perempuan) UPI untuk Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

176

4.21 Upaya Mahasiswa (Laki-laki) UPI untuk Mempersiapkan Diri dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

177

4.22 Perbandingan Hasil Rerata Gain Per Indikator Kelompok Eksperimen dan Kontrol

(8)

xiv

DAFTAR GAMBAR

1.1 Alur Pikir Penelitian 20

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses perkembangan kehidupan individu, usia mahasiswa merupakan fase usia dewasa awal, yaitu fase usia yang tidak hanya menuntut untuk sekedar lebih meningkatkan kualitas pengetahuannya, melainkan keterampilan dan kualitas pribadi sebagai bekal untuk hidup secara mandiri.

Peran, tugas, dan tanggung jawab mahasiswa pun tidak hanya dihadapkan kepada pencapaian keberhasilan secara akademik, namun mulai mampu menunjukkan perilaku dan pribadi untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, usia mahasiswa merupakan masa penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa. Terkait dengan hal tersebut, mahasiswa perlu memiliki kesiapan diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, begitu pun dalam melakukan penyesuaian diri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap peran baru yang dimiliki, termasuk peran dalam menghadapi kesiapan diri untuk memasuki dunia pekerjaan, pernikahan dan hidup berkeluarga, serta peran sebagai anggota masyarakat.

(10)

berkeluarga; (5) memelihara anak; (6) mengelola rumah tangga; (7) mengambil tanggung jawab sebagai warga negara; dan (8) menemukan kelompok yang serasi. Pendapat senada dikemukakan oleh Havighurst (1961:259-265), bahwa tugas-tugas perkembangan pada fase dewasa awal adalah (1) memilih pasangan hidup; (2) belajar hidup dengan pasangan nikah; (3) memulai hidup berkeluarga;

(4) memelihara anak; (5) mengelola rumah tangga; (6) mulai bekerja; (7) bertanggung jawab sebagai warga negara; dan (8) menemukan kelompok

sosial yang serasi.

Terkait dengan tugas perkembangan pada usia dewasa awal yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung sedang berada pada tugas perkembangan yang didominasi oleh kehidupan dalam mempersiapkan diri menuju pernikahan dan hidup berkeluarga. Konsekuensinya, mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan tugas perkembangannya secara efektif dan optimal, baik dalam tugas akademiknya sebagai calon cendekia, maupun dalam mempersiapkan karir bagi masa depan pekerjaannya, serta merencanakan dan mempersiapkan pernikahan menuju kehidupan berkeluarga. Meskipun pada kenyataannya, tugas perkembangan yang dicapai setiap individu tidak selalu berjalan dalam kondisi yang sesuai dengan harapan.

(11)

mendahulukan memperoleh pengalaman pekerjaan atau menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

Pemahaman tentang pernikahan yang berkembang pada masa remaja akhir dan dewasa awal terutama bagi para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, terkadang mereka dihadapkan pada pemikiran dan perasaan yang berkecamuk antara berbagai alternatif yang muncul, seperti: (1) mengambil keputusan untuk menikah atau menunda pernikahan bahkan tersirat atau berpikir pendek dan bersifat sementara untuk tidak menikah; (2) merencanakan waktu yang tepat untuk menikah; (3) menetapkan tipe atau kriteria pasangan yang diharapkan; (4) kemampuan mendeskripsikan pernikahan yang hendak dicapai; (5) belajar memahami peran sebagai suami atau isteri; (6) memahami keuntungan dan kerugian antara hidup sendiri atau menikah; (7) mengenal dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; dan (8) melakukan upaya yang dapat mengantisipasi terjadinya ketidakpuasan dalam membuat keputusan untuk sebuah pernikahan (Marciaetal dalam Kenedi, 2005 : 2-3).

(12)

Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) menunjukkan data sebagai berikut.

Pertama, gambaran kecenderungan masalah-masalah pribadi dan keluarga

yang dihadapi saat ini adalah (a) konflik psikis secara intrapersonal pada diri mahasiswa antara menyelesaikan kuliah dengan keinginan untuk menikah 11.61%; (b) pesimis terhadap masa depan 18.75%; (c) konflik psikis antara menyelesaikan kuliah dengan keinginan untuk mulai bekerja 71.43%; (d) didesak orang tua untuk segera bekerja 15.18%; (e) pesimis terhadap masa depan 18.75%; (f) didesak orang tua untuk segera menikah 5.36%; (g) gelisah karena belum memiliki calon pasangan hidup 12.5%; (h) masih bingung memilih kriteria calon pasangan hidup 16.07%; (i) bingung menyusun skipsi 3.57%; dan (j) keadaan ekonomi 1,79 %.

Kedua, faktor-faktor penyebab munculnya masalah yang dirasakan

(13)

Ketiga, dampak terhadap penyelesaian studi adalah (a) merasa sering

gelisah 35.71%; (b) sering susah tidur 21.43%; (c) kurang konsentrasi dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan 48.21%; (d) mudah bosan/jenuh 56.25%; dan (e) menjadi mudah tersinggung 13.39%.

Keempat, upaya yang dilakukan untuk mengatasi dampak tersebut adalah

(a) mengungkapkan perasaan kepada orang tua 32.14%; (b) mengungkapkan perasaan kepada dosen 6.25 % ; (c) memperbanyak ibadah dan berdoa 70.54%; (d) mendatangi majlis ta'lim 15.18%; (e) bergaul dengan lawan jenis 10.71%; (f) memperbanyak merokok 4.46%; (g) berkumpul dengan teman-teman 41.07%; (h) aktif dalam kegiatan masjid kampus 9.82%; (i) berkunjung ke tempat wisata

22.32%; (j) jalan-jalan dengan teman-teman di malam hari 5.36%; (k) memperbanyak olah raga 14.29%; (l) aktif mengikuti kegiatan organisasi di

luar kampus 16.07%; (m) curhat pada teman 1.79%.

Kelima, memerlukan bantuan dalam bentuk layanan bimbingan dan

konseling : (a) ya 90.18%; dan sisanya (b) tidak 9.82%.

Keenam, jenis bantuan yang diharapkan mahasiswa adalah: (a) bimbingan

belajar 47.32%; (b) bimbingan pribadi sosial 58.04%; (c) bimbingan keluarga atau pranikah 32.14 %; dan (d) bimbingan keagamaan 35.71%.

Ketujuh, orang yang diharapkan dapat memberikan layanan bimbingan

(14)

Kedelapan, isi layanan bimbingan adalah (a) bimbingan secara efektif

dengan dosen pembimbing akademik (tidak hanya sekedar menandatangani kontrak kredit di awal perkuliahan saja 40.18%; (b) membuat perencanaan diri yang efektif terutama dalam menghadapi penyusunan tugas akhir/skripsi 74.11%; (c) menghindari dan menyelesaikan konflik pada diri sendiri maupun keluarga 38.39%; (d) pengembangan motif dan minat terhadap perencanaan karir 37.50%; dan (e) program bimbingan pranikah bagi mahasiswa 16.96%.

Kesembilan, lama waktu bimbingan adalah (a) satu kali pertemuan dalam

seminggu dengan durasi 30 menit sampai dengan 1 jam 37.50%; (b) satu kali pertemuan dalam sebulan dengan durasi 30 menit sampai dengan 1 jam 17.86%; (c) dua kali pertemuan dalam sebulan dengan durasi 30 menit sampai dengan 1 jam 27.68%; (d) dua kali seminggu dengan durasi 30 menit 0.89%; dan (e) fleksibel 10.71%.

Kesepuluh, tempat melaksanakan layanan bimbingan adalah (a) kantor

jurusan/program studi 15.18%; (b) ruang dosen 19.64%; (c) Unit Pelaksana Teknis Layanan Bimbingan dan Konseling UPI (UPT LBK UPI) 26.79%; (d) rumah dosen 27.68%; (e) fleksibel 11.61%; (f) alam terbuka 8.04%; dan (g) rumah pribadi 3%.

(15)

Gambaran kecenderungan masalah, khususnya yang dihadapi saat ini, persentase tertinggi berada pada masalah konflik psikis antara menyelesaikan kuliah dengan keinginan untuk mulai bekerja, tetapi masalah konflik dengan keinginan untuk menikah pun mulai dirasakan mahasiswa. Sebagian kecil merasa didesak orang tua untuk segera menikah, walaupun masih gelisah karena belum memiliki calon pasangan hidup dan masih bingung memilih kriteria yang sesuai harapan. Kebingungan ini nampak lebih besar, jika dibanding dengan persiapan menyusun skripsi yang dipandang tidak terlalu membingungkan.

Faktor-faktor penyebab munculnya masalah, terutama dalam menghadapi keinginan untuk bekerja, mahasiswa cenderung mengemukakan keinginannya untuk belajar mandiri, memperoleh pengalaman, dan berpenghasilan sendiri. Perasaan takut mengalami kegagalan dalam memilih pasangan hidup lebih besar dibandingkan dengan takut gagal dalam pekerjaan karena mereka cenderung merasa kurang percaya diri.

Dampak terhadap penyelesaian studi pada umumnya mahasiswa merasa jenuh dan mudah bosan, sehingga kurang konsentrasi dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan dan merasa sering gelisah. Upaya mahasiswa untuk mengatasi masalah yang dihadapinya cenderung memperbanyak ibadah dan berdo’a, berkumpul dengan teman-teman, dan mengungkapkan perasaan kepada orang tua.

(16)

Para mahasiswa mengharapkan seluruh dosen, baik dosen pembimbing akademik (PA), dosen wali, maupun dosen pembimbing pranikah atau keluarga, dapat berpartisipasi aktif dan secara efektif memberikan layanan bimbingan kepada para mahasiswa.

Isi layanan bimbingan dan konseling, khususnya bidang bimbingan pranikah bagi mahasiswa, cenderung merupakan kebutuhan yang mulai muncul dan diharapkan, walaupun masih menunjukkan persentase yang rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan membuat perencanaan diri yang efektif dalam menghadapi penyusunan tugas akhir (skripsi), penyelesaian konflik pada diri sendiri maupun keluarga, serta kebutuhan dalam pengembangan motif dan minat terhadap perencanaan karir.

Frekuensi waktu bimbingan dan konseling yang diharapkan para mahasiswa pada umumnya adalah satu kali pertemuan dalam seminggu dengan durasi 30 menit sampai dengan satu jam, atau minimal dua kali dalam sebulan dengan durasi yang sama. Sebagian kecil mahasiswa mengharapkan satu kali pertemuan dalam sebulan dengan durasi yang sama. Ada pula yang mengemukakan waktu bimbingannya sebaiknya fleksibel saja.

(17)

Hasil studi pendahuluan tersebut dikembangkan berdasarkan penelitian Listiyah (2008) terhadap 87 orang mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) UPI semester delapan ke atas, yang menunjukkan bahwa rata-rata kesiapan mahasiswa untuk menikah adalah 45,97% berada dalam kriteria sedang. Kesiapan menikah berdasarkan faktor kematangan fisik-biologis sebesar 6,4%. Ditinjau dari faktor mental-psikologis, sebanyak 54.7% mahasiswa menyatakan masih perlu pengembangan diri untuk dapat memiliki kesiapan menikah dan hidup berkeluarga. Dilihat dari faktor sosiokultural, sebanyak 19.6% mahasiswa menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap persiapan sosiokultural untuk menikah. Gambaran persiapan spiritual untuk menikah tergolong dalam kategori rendah yaitu 19.3%. Sementara itu, ditinjau dari faktor pekerjaan dan kondisi materi lainnya dalam sebuah pernikahan menunjukkan perolehan pada kategori tinggi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 56.8% dari keseluruhan sampel menunda pernikahannya. Faktor yang paling mempengaruhi mahasiswa untuk menunda pernikahan adalah faktor pekerjaan 38.1%.

(18)

Berdasarkan fenomena di atas, baik melalui hasil studi pendahuluan, hasil penelitian, penulisan di berbagai media khususnya yang mengungkap tentang masalah-masalah yang terkait dengan hubungan lawan jenis, menunjukkan bahwa secara fitrah merupakan tugas perkembangan pada setiap individu yang mulai memasuki usia dewasa dan sebagai upaya untuk menuju pada pemilihan pasangan hidup yang seyogyanya ditempuh melalui pernikahan dan hidup berkeluarga.

Implikasinya, para pendidik di Perguruan Tinggi, khususnya para dosen pembimbing akademik/para dosen wali kelas, disamping berkewajiban memiliki tugas, dan tanggung jawab pada bidang pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, juga memiliki peranan dalam memfasilitasi dan membimbing sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, terutama dalam menangani para mahasiswa yang memerlukan bimbingan tentang kesiapan diri dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

Membahas tentang peran, tugas, dan tanggung jawab para pendidik di perguruan tinggi, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1980, tentang Pokok-pokok Organisasi Universitas atau Institut telah menetapkan perlunya diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi bagi mahasiswa dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan belajar mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu fungsi dari perguruan tinggi yang akan mendukung pencapaian Tri Dharma Perguruan Tinggi.

(19)

kendala yang dimaksud di antaranya mencakup aspek-aspek berikut: (1) kinerja dosen petugas bimbingan yang masih rendah; (2) belum didukung komitmen unsur pimpinan, sumber daya, dana, dan sarana yang memadai; (3) mengembangan program belum berdasarkan kepada perkembangan dan kebutuhan mahasiswa; (4) terpusat kepada pemberian layanan yang bersifat kuratif; (5) jumlah mahasiswa yang memanfaatkan layanan sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah populasi mahasiswa; dan (6) belum didukung oleh mekanisme pelayanan yang sistematik dan efektif (Yuwono, 1997 : 6).

Berbagai kendala yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa, bimbingan dan konseling di perguruan tinggi cenderung belum memfasilitasi kebutuhan mahasiswa, terlebih kebutuhan dalam kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga.

Terkait dengan uraian di atas, perlu dilakukan upaya untuk pengembangan model bimbingan dan konseling di perguruan tinggi, yang dikembangkan berdasarkan pentingnya kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga sesuai dengan tugas-tugas perkembangan dan nilai-nilai agama, serta kajian yang komprehensif dan mendalam tentang kebutuhan faktual mahasiswa terhadap pelayanan tersebut.

(20)

Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan pandangan mutakhir yang bertitik tolak dari asumsi yang positif tentang potensi manusia. Berdasarkan asumsi ini bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan (depelopmental procces) yang menekankan kepada upaya membantu individu dalam seluruh fase perkembangannya yang menyangkut aspek-aspek vokasional, pendidikan, pribadi dan sosial (Shertzer & Stone,1971 : 76 ; Myrick dalam Kartadinata, 1996 : 99; dan Supriadi, 1997 : 7 dalam Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2008 : 53).

Bimbingan sebagai proses perkembangan diarahkan kepada pencapaian atau penuntasan perkembangan pribadi individu, melatih atau mengembangkan potensi dan membentuk pandangan yang matang tentang dirinya dalam kaitannya dengan kesempatan atau peluang yang ada (Mathewson, & Forwell dalam Herr, 1979 : 9; Mathewson, & Forwell dalam Ernawulan, 2007 : 43).

Bimbingan dan konseling perkembangan untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, berdasarkan kepada empat komponen kegiatan, yaitu: (1) layanan dasar; (2) perencanaan individual; (3) responsif; dan (4) dukungan sistem.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

(21)

Pertama, kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga merupakan salah satu tugas perkembangan pada usia mahasiswa sebagai individu yang sedang berada pada fase usia dewasa awal, disamping menjalani tugas-tugas perkembangan lainnya, seperti penyelesaian kuliah dan mempersiapkan memasuki pekerjaan, yang secara serempak (simultan) sedang dihadapi dan perlu dipersiapkan secara matang disertai rasa kemandirian.

Kedua, fenomena pernikahan atau hubungan yang terjalin diantara

mahasiswa lawan jenis, memerlukan respon dan perhatian yang sistematik dari pihak Institusi. Berbagai literatur dan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum tahun 1970-an, kurang lebih dua kali lipat jumlah mahasiswa dibandingkan mahasiswi menyatakan hubungan seksual. Sejak tahun 1970 jumlah laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seksual menjadi seimbang. Meskipun di sisi lain, hasil temuan menunjukkan angka statistik di Amerika bahwa, 34,6% perempuan usia 20-24 dan 21,4% laki-laki usia yang sama melakukan pernikahan, sementara mereka masih menempuh studi di perguruan tinggi. Salah satu hal yang mempengaruhi keputusan mereka untuk menikah bukan karena kumpul kebo, sebagaimana lazimnya terjadi di Amerika, namun selain menjalani komitmen, juga karena faktor lain seperti untuk menunjukkan rasa tanggung jawab. Para laki-laki dan juga perempuan memiliki “sense of

responsibility” yang tinggi, cenderung lebih cepat mengambil keputusan menikah.

(22)

Ketiga, Kenedi (2005) dalam penelitiannya tentang “Model Konseling Pranikah Berorientasi Pengembangan Konsep-Diri”, mengemukakan diantara

hasil penelitiannya, bahwa mahasiswa belum mampu bertindak sesuai dengan pertimbangan yang positif di dalam mempersiapkan diri untuk menikah. Disamping itu pula mahasiswa belum mampu membuat komitmen pernikahan yang tegas, yang dapat mereka pegang kuat sebagai prinsip, sehingga mereka tidak mandiri dan tidak percaya diri. Pendirian mereka mudah goyah dan mudah merubah bila mendapat tekanan atau pengaruh dari lingkungannya dan mereka pun tidak mampu membuat rencana untuk masa depan pernikahannya dengan baik.

Keempat, terkait dengan kesiapan diri mahasiswa menghadapi pernikahan

dan hidup berkeluarga serta fenomena pernikahan dan kondisi hubungan yang terjalin diantara mahasiswa lawan jenis, hingga saat ini cenderung belum ditemukan layanan bimbingan dan konseling yang efektif dapat memfasilitasi sesuai kebutuhan mahasiswa, dan atau dalam memberikan treatment yang sistematis. Kendatipun demikian, pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan, dipandang sebagai modus yang cenderung tepat untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernilahan dan hidup berkeluarga.

(23)

Berdasarkan identifikasi dan alur pikir penelitian tersebut, maka secara umum permasalahan penelitian dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan seperti apa yang efektif untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga?”

Secara rinci rumusan masalah penelitian ini dijabarkan pada beberapa pertanyaan berikut.

1. Seperti apakah gambaran umum kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga?

2. Faktor-faktor determinan apakah yang berpengaruh terhadap kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga?

3. Apa upaya yang dilakukan mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang pernikahan dan hidup berkeluarga?

4. Apa upaya yang dilakukan dosen pembimbing terhadap mahasiswa yang memerlukan bantuan tentang kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga.

5. Seperti apakah rumusan program hipotetik bimbingan dan konseling perkembangan untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga?

(24)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menghasilkan model bimbingan dan konseling perkembangan untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

Secara operasional, penelitian ini diarahkan untuk mengkaji dan memperoleh gambaran empiris sebagai berikut.

1. Gambaran umum kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga.

2. Faktor-faktor determinan yang berpengaruh terhadap kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga. Faktor-faktor determinan yang terkait dalam hal ini adalah (a) kematangan biologis; (b) kematangan psikologis; (c) sosiokultural; dan (d) agama.

3. Upaya yang dilakukan mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang pernikahan dan hidup berkeluarga.

4. Upaya yang dilakukan dosen pembimbing terhadap mahasiswa yang memerlukan bantuan tentang kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga.

(25)

6. Tingkat keefektifan program bimbingan dan konseling perkembangan dalam mengintervensi kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan teori maupun praktik bimbingan dan konseling pranikah dan keluarga.

Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

bagi pengembangan teori bimbingan dan konseling perkembangan secara komprehensif, khususnya bimbingan dan konseling perkembangan yang terkait dengan pernikahan.

Kedua, hasil temuan penelitian ini diharapkan pula dapat memperkaya

khazanah ilmu pendidikan di bidang bimbingan dan konseling, dengan memberikan kontribusi berupa program bimbingan dan konseling perkembangan bagi mahasiswa dalam meningkatkan kesiapan diri menuju pernikahan dan hidup berkeluarga, khususnya bagi mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia.

Ketiga, secara praktis hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai

(26)

kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga, terutama bagi mahasiswa yang sudah menempuh perkuliahan pada semester enam ke atas.

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut.

1. Mahasiswa pada umumnya berada pada rentangan usia 18 sampai 25 tahun. Rentangan usia ini berada pada fase perkembangan remaja akhir (18-20 tahun) dan dewasa awal (21-25 tahun). Pada fase perkembangan remaja akhir dan dewasa awal ini, terdapat tugas-tugas perkembangan yang sedang dijalaninya. Salah satu tugas perkembangan adalah berkenaan dengan pernikahan dan hidup berkeluarga. Remaja akhir memiliki tugas perkembangan preparing for marriage and family life, sedangkan pada dewasa awal memiliki tugas perkembangan selecting a mate, learning to life

with a marriage partner, strarting a family, rearing children , and managing a home (Havighurst, 1961 : 259).

2. Pernikahan marupakan fitrah dan hak azasi manusia bagi mereka yang telah mencapai kematangan, yaitu kesiapan diri baik secara fisik, psikologis, sosiokultural, spiritual, maupun finansial.

(27)

saw. bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu mampu

menafkahi (ba’at) maka hendaklah menikah. Karena nikah itu menjaga pandangan mata, menjaga kesucian kemaluan, dan barangsiapa yang belum mampu menafkahi maka hendaklah berpuasa. Karena sesungguhnya puasa akan menjadi obat bagimu (menghindari nafsu syahwat)” (H.R. Muttafaq

alaihi). Dikutip dari Al-Kitab Buluughul Maraam Min Adillatil Ahkam (terjemahan) dari Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-“Asqalaanii (773-852 H). Mesir: Daarul-Nasyar.

(28)

(29)
(30)

102 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah tersusunnya model bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga. Kerangka isi dan komponen model disusun berdasarkan kajian konsep yang diawali dengan teori tentang tugas-tugas perkembangan, kajian konsep tentang kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga beserta faktor-faktor determinan yang mempengaruhinya, teori bimbingan dan konseling perkembangan, dan kajian hasil penelitian terdahulu yang relevan.

Sesuai dengan fokus, permasalahan, dan tujuan penelitian, pendekatan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dan pengembangan (research

and development R & D). Penelitian dan pengembangan diarahkan sebagai

(31)

103 (7) revisi hasil uji coba, (8) uji coba lebih luas, (9) revisi model akhir, dan (10) diseminasi dan sosialisasi.

Penelitian ini menggunakan Mixed Method Research dengan jenis

Explanatory Mixed Methods Designs. Alasan menggunakan jenis ini, karena

penelitian dilakukan secara sequensial dalam dua fase, yaitu fase pertama pengumpulan data kuantitatif, kemudian diikuti dengan fase kedua pengumpulan data kualitatif. Secara visual jenis Explanatory Mixed Methods Designs ini digambarkan sebagai berikut (Cresswell, 2008 : 552, 557, 560).

Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan dalam mengkaji kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga beserta faktor-faktor determinan yang mempengaruhinya, dan keefektifan model bimbingan dan konseling sebagai implikasinya. Sementara itu, pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui validitas rasional model hipotetik bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga. Pada tataran teknis dilakukan langkah sebagai berikut: metode analisis deskriptif, metode partisipatif kolaboratif, dan metode quasi eksperimen.

Metode analisis deskriptif digunakan untuk melakukan pengidentifikasian secara sistematis, faktual, akurat, tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian. Dalam hal ini dilakukan untuk menganalisis

(32)

104 kecenderungan kesiapan diri mahasiswa, faktor-faktor yang berpotensi menjadi masalah dalam kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga, dan upaya yang dilakukan mahasiswa untuk memperoleh informasi tentang pernikahan dan hidup berkeluarga.

Metode partisipatif kolaboratif dalam proses uji kelayakan model hipotetik bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga. Uji kelayakan model dilaksanakan dengan uji rasional, uji keterbacaan, uji kepraktisan dan uji coba terbatas. Uji rasional melibatkan tiga orang pakar konseling, uji keterbacaan melibatkan empat orang mahasiswa dari jurusan PPB FIP Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) semester enam; sedangkan uji kepraktisan dilaksanakan melalui diskusi terfokus dengan melibatkan para dosen wali atau pembimbing akademik pada beberapa jurusan dan fakultas di UPI.

Metode quasi eksperimen dengan desain non-equivalent control group

design (Sugiyono, 2006 : 118) dilaksanakan dalam uji lapangan model hipotetik

untuk memperoleh gambaran tentang efektivitas model bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

B. Definisi Operasional Variabel

(33)

105 dewasa awal, tugas-tugas perkembangan pada fase usia dewasa awal, dan konsep dasar kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga. Definisi operasional untuk beberapa istilah diuraikan sebagai berikut:

1. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling Perkembangan

ASCA (Myrick, 1993) mengartikan bimbingan perkembangan ini sebagai Komponen dari keseluruhan layanan bimbingan yang meliputi berbagai intervensi yang terencana dalam bidang pendidikan dan program layanan kemanusiaan lainnya yang menyangkut semua lingkup kehidupan manusia untuk menstimulasi dan memfasilitasi perkembangan individu dalam semua area perkembangannya (personal, sosial, emosi, karir, moral-etika, kognitif, dan estetika) dan memantapkan kesatupaduan area perkembangan ke dalam gaya hidupnya

Seiring dengan berkembangnya iklim kehidupan yang semakin kompleks dan sasaran bantuan yang semakin beragam, maka dewasa ini telah terjadi pergeseran orientasi bimbingan, yaitu dari yang bersifat klinis (clinical approach) menjadi perkembangan (developmental approach). Bimbingan perkembangan ini bersifat edukatif, pengembangan, dan outreach.

a. Edukatif, karena titik berat layanan bimbingan ditekankan pada pencegahan

dan pengembangan, bukan korektif atau terapeutik walaupun layanan tersebut juga tidak diabaikan.

b. Pengembangan, karena titik sentral sasaran bimbingan adalah perkembangan optimal seluruh aspek kepribadian siswa dengan strategi atau

upaya pokoknya memberikan kemudahan perkembangan melalui perekayasaan lingkungan perkembangan.

(34)

106 siswa bermasalah, tetapi semua siswa berkenaan dengan semua aspek kepribadiannya dalam semua konteks kehidupannya (masalah, target intervensi, setting, metode, dan lama waktu layanan). Teknik bimbingan yang digunakan meliputi teknik-teknik pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman, 1995:5).

Berdasarkan sifat-sifat di atas, maka bimbingan perkembangan dapat diartikan sebagai proses bantuan dari konselor kepada individu (peserta didik) secara berkesinambungan dalam semua fase pekembangannya, melalui penciptaan lingkungan (fisik, psikis, sosial, dan religius) yang kondusif, agar dapat mengaktualisasikan potensi dirinya (intelektual, emosional, sosial, dan moral-spiritual) secara optimal, sehingga menjadi seorang pribadi yang produktif dan kontributif, atau bermakna dalam kehidupannya, baik secara personal maupun sosial.

Pengertian di atas mengisyaratkan bahwa melalui pemberian layanan bimbingan mereka diharapkan dapat menjadi lebih produktif, dapat menikmati kesejahteraan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan hidup bersama, baik di lingkungan keluarga, sekolah, tempat bekerja, atau lingkungan masyarakat pada umumnya.

(35)

107 perkembangan (developmental process) yang menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik (mahasiswa) atau individu dalam semua fase perkembangannya, yang menyangkut aspek-aspek vokasional, pendidikan, peribadi dan sosial (Shertzer & Stone, 1971 : 76; Myrick dalam Kartadinata, 1996: 99; dan Supriadi, 1997 : 7).

2. Usia Mahasiswa sebagai Fase Usia Dewasa Awal

Masa dewasa awal dikatakan pula sebagai masa muda. Istilah ini seperti ditulis oleh seorang sosiolog, Kenniston (Chusaini, 1995 : 73) mengemukakan bahwa masa muda merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.

Secara lebih spesifik, Lerner (1983 : 554) mengemukakan tentang fase dewasa awal sebagai suatu fase dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan sesudahnya karena fase usia dewasa awal merupakan fase usia untuk membuat suatu komitmen pada diri individu, khususnya membuat pilihan, terutama pilihan-pilihan yang terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan, anak, pekerjaan dan gaya hidup yang akan menentukan tempat mereka di fase dewasa awal.

(36)

108 harapan-harapan sosial yang baru sebagai orang dewasa. Konsekuensinya orang dewasa awal perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam melakukan penyesuaian diri secara mandiri dan bertanggung jawab terhadap peran baru yang dimilikinya, baik sebagai suami, istri, pekerja maupun anggota masyarakat.

Erikson (1959; 1963) menekankan fase usia dewasa awal merupakan kebutuhan untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil. Setiap orang dituntut untuk mampu mengaktualisasikan diri seutuhnya, terutama dalam hal ide-ide, tujuan atau sasaran, harapan, perasaan dan nilai-nilai agar berhasil mempertahankan suatu hubungan yang erat dan stabil. Setiap individu tidak lagi harus berfokus pada diri tetapi harus lebih tertarik pada memenuhi kebutuhan orang lain sehingga memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut.

3. Tugas-Tugas Perkembangan pada Fase Usia Dewasa Awal

Tugas-tugas perkembangan fase usia dewasa awal cenderung lebih dipusatkan pada harapan-harapan dalam hal pekerjaan, memilih seorang teman hidup, mulai belajar hidup bersama dengan suami atau istri dalam membentuk dan membina keluarga, membesarkan anak-anak, mengelola sebuah rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga masyarakat dan warga negara yang bergabung dalam suatu kelompok sosial yang serasi.

(37)

109 keberhasilan pada waktu fase selanjutnya atau setengah baya. Puncak keberhasilan yang dimaksud adalah di bidang pekerjaan, pengakuan sosial atau kehidupan keluarga.

Jika ditinjau dari uraian di atas, maka tugas-tugas perkembangan yang sedang dihadapi pada fase usia dewasa awal adalah (a) mulai bekerja; (b) memilih pasangan hidup; (c) belajar hidup dengan pasangan; (d) mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; (e) memelihara anak; (f) mengelola rumah tangga; (g) mengambil tanggung jawab sebagai warga negara; dan (h) menemukan suatu kelompok yang serasi (Hurlock, 1991 : 10).

Senada dengan pendapat Hurlock, Havighurst (1961 : 259-265) mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa awal, yaitu : (a) memilih pasangan hidup; (b) belajar hidup dengan pasangan nikah; (c) memulai hidup berkeluarga; (d) memelihara anak; (e) mengelola rumah tangga; (f) mulai bekerja; (g) bertanggung jawab sebagai warga negara; dan (h) menemukan kelompok sosial yang serasi.

4. Konsep Dasar Kesiapan Diri untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

Chaplin (2002 : 418) mendefinisikan kesiapan diri (self-readiness) sebagai : (a) keadaan siap-siaga untuk mereaksi atau merespon sesuatu; dan (b) tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktikkan sesuatu.

(38)

110 tugas perkembangan atau keterampilan khusus berdasarkan perkembangan fisik, sosial, dan intelektual.

Pernikahan adalah suatu ikatan yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan yang telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan melindungi. Hubungan yang terjadi di antara pasangan dalam sebuah pernikahan, merupakan hal yang paling mendasar.

Pernikahan merupakan suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan peran baru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan dengan kehidupan sebagai pasangan (Sigelman & Shaffer, 1995 : 401).

Pengertian senada dikemukakan oleh McGoldrick (1989) bahwa pernikahan adalah adanya keterikatan yang sah antara dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple) dan berasal dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda.

Selanjutnya Norman (1992) mengemukakan bahwa pernikahan adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang disiapkan untuk kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai, keharmonisan yang dipertahankan, dan perintah Tuhan yang dijalankan.

(39)

111 kesiapan diri untuk telebih dahulu mengenal, memahami, serta menyikapinya secara positif yang dijadikan sebagai rujukan di dalam membangun kehidupan keluarga yang serasi dan sejahtera.

Hidup berkeluarga adalah hidup bersama antara suami-istri, atau orang tua-anak sebagai hasil dari ikatan penikahan. Dalam hidup berkeluarga itu, ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing anggotanya. Suami mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah dan memberi perawatan dan pendidikan kepada keluarganya. Dia mempunyai hak untuk mendapat penghidmatan yang baik dari istrinya, dan penghormatan dari anaknya. Istri atau ibu mempunyai kewajiban untuk berhidmat kepada suaminya, dan merawat serta mendidik anaknya. Dia pun mempunyai hak untuk mendapat nafkah dari suaminya dan penghormatan dari suami dan anaknya. Anak mempunyai kewajiban untuk menghormati atau mentaati perintah orang tuanya. Dia juga mempunyai hak untuk mendapat perawatan dan pendidikan dari orang tuanya.

Larson (Badger, 2005 : 15) dengan singkat mendefinisikan kesiapan menikah sebagai “a subjective evaluation of one’s own readiness to take on the

responsibilities and challenges of marriage”. Stinnett (Bagder, 2005 : 16)

(40)

112 Dalam the Readiness for Marital Competence Index (RMCI) disebutkan bahwa individu yang memiliki tingkat kesiapan menikah ditandai oleh kesiapan untuk memenuhi empat kebutuhan dasar dan menjadi kompetensi dasar pernikahan, yaitu : pertama, cinta (love), meliputi kualitas perasaan, optimisme, keamanan, dan ketentraman emosional. Kedua, kepribadian (personality), meliputi membantu pasangan untuk mencapai potensi dan kemandiriannya secara optimal. Ketiga, penghargaan (respect) ditandai dengan adanya kesiapan untuk menghormati dan memahami pasangan. Keempat, komunikasi (communication) meliputi mengekspresikan perasaan secara benar/tepat kepada pasangan dan menemukan solusi ketidaksetujuan dengan cara yang menyenangkan kedua belah pihak.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga adalah kesediaan individu untuk mempersiapkan diri membentuk satu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang kekal yang diakui agama, budaya, hukum, dan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang

sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan sebagai kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga, adalah sebagai berikut:

a) Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria usia 25 tahun).

(41)

113 c) Kematangan psikologis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-kanakan,

tidak mudah tersinggung, dan tidak mudah pundung, bersikap mau menerima kehadiran orang lain dalam kehidupannya; mempunyai sikap toleran, bersifat hormat atau mau menghargai orang lain, dan memahami karakteristik pribadi dirinya atau calon istri atau suaminya).

d) Kematangan agama (memiliki pemahaman dan keterampilan dalam masalah agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran agama, terutama shalat dan mengaji kitab suci, dan dapat mengajarkan agama kepada anak).

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Diri untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

Munculnya kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga bersumber pada faktor-faktor tertentu, baik yang berasal dari diri individu itu sendiri (internal) mapun dari luar (eksternal). Faktor-faktor yang dimaksud dikemukakan sebagai berikut:

a. Kematangan fisik (physical maturation), disebut juga sebagai masa peka, yang menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik kulminasi dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan (readiness) dari suatu fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya. Misalnya : secara fisik usia 20 tahun pada perempuan dan 25 tahun pada laki-laki, merupakan usia yang matang untuk menikah dan hidup berkeluarga.

(42)

114 diri individu itu sendiri. Dorongan ini muncul terkait dengan cita-cita dalam menempuh pendidikan, memilih pekerjaan, serta memilih teman hidup.

c. Sosiokultural, menunjukkan kepada suatu tuntutan lingkungan secara kultural, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat dimana individu itu berada.

d. Agama, menunjukkan kepada suatu tuntutan norma agama sebagai falsafah hidup.

C. Pengembangan Instrumen 1. Kisi –kisi Instrumen

(43)

115 Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

Kesiapan diri untuk Memahami Hak Suami/Istri

31-33 3

Kesiapan diri untuk Memahami Kewajiban Suami/Istri

Kesiapan diri untuk Memahami Usia Kehamilan

42-44 3

Kesiapan diri untuk Memahami Proses Kehamilan

Kesiapan diri untuk Merawat Anak 49-51 3

Kesiapan diri untuk Mendidik Anak Aturan yang Telah Disepakati Bersama

(44)

116 kultural, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat dimana individu itu berada

5-10 6

Faktor Agama Tuntutan norma agama sebagai

falsafah hidup 11-14 4

Jumlah 14

Kisi-kisi instrumen pengungkap upaya mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga disajikan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Angket Survey Upaya Mahasiswa dalam Mempersiapkan Diri untuk Menikah dan Hidup Berkeluarga

No. Aspek Pernyataan

1 Informasi dari keluarga Ibu Bapa Kakak

Saudara dekat

2. Informasi dari dosen Dosen Pembimbing Akademik (PA) Dosen wali kelas

(45)

117

No. Aspek Pernyataan

3. Informasi dari teman Teman kuliah laki-laki Teman kuliah perempuan Teman di luar kampus

4. Informasi melalui kegiatan

ilmiah Melalui seminar / Lokakarya

Melalui pelatihan

5. Informasi melalui media Melalui media cetak Melalui media alektronik

2. Penimbangan Instrumen

Penimbangan instrumen dilakukan untuk memperoleh item angket yang layak dipakai, setiap item yang dikembangkan (sebanyak 86 untuk Format A dan 30 item untuk Format B) dikoreksi oleh tiga orang penimbang untuk dikaji secara rasional dari segi isi dan redaksi item, serta ditelaah kesesuaian item dengan aspek-aspek yang akan diungkap. Ketiga penimbang tersebut adalah Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd., Dr. Suherman, M.Pd., dan Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. Mereka pakar bimbingan dan konseling yang memiliki keahlian dan pengalaman yang memadai, dan berkualifikasi pendidikan doktor bimbingan dan konseling.

(46)

118 Pada langkah berikutnya, sebelum dilakukan uji coba intrumen, dihadirkan para mahasiswa semester enam atau tingkat tiga sebanyak lima orang untuk melakukan uji keterbacaan terhadap setiap butir item dalam instrumen. Setiap masukan yang diberikan dijadikan bahan untuk perbaikan dan pengembangan instrumen yang akan diujicobakan.

3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Langkah uji validitas butir pernyataan (item) dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien korelasi biserial (γpbi). Dalam penghitungan

validitas butir pernyataan digunakan bantuan program Ms Excel 2007 (terlampir), yang diperoleh hasil bahwa (a) data instrumen kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga (format A) dari 69 pernyataan didapat bahwa ada 60 pernyataan yang valid dan 9 pernyataan yang tidak valid yaitu nomor 2, 7, 8, 25, 47, 52, 59, 66, 67, dan (b) data faktor-faktor determinan kesiapan diri untuk menikah (format B) didapat bahwa dari 14 pernyataan semua pernyataan adalah valid.

(47)

119 didapatkan bahwa nilai reliabilitas instrumen data kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga (format A) adalah 0,906 dan nilai reliabilitas instrumen data faktor-faktor determinan kesiapan diri untuk menikah (format B) adalah 0,513. Dengan merujuk pada pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (1999:149), dapat ditarik kesimpulan bahwa reliabilitas instrumen pengungkap kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga (format A) berada pada kategori sangat kuat dan instrumen pengungkap data faktor-faktor determinan kesiapan diri untuk menikah (format B) berada pada kategori sedang.

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini berorientasi kepada pengembangan model bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga. Proses pengembangan model terdiri dari empat tahap dengan subjek penelitian yang beragam. Pada studi pendahuluan, subjek adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) semester enam atau tingkat tiga berjumlah 418 mahasiswa yang ditentukan secara random melalui teknik two stage random sampling (Fraenkel & Wallen, 1993).

(48)

120 Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis, Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggeris, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab.

Secara lebih rinci, subjek penelitian ini disajikan pada Tabel 3.8 berikut. Tabel 3.4

Subjek Penelitian Penyebaran Angket tentang Kesiapan Diri Mahasiswa dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

Tahap Penelitian Subjek Jumlah

Studi Pendahuluan Mahasiswa Jurusan:

a. Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB)

b. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

Subjek penelitian untuk mengujicobakan program bimbingan perkembangan bagi mahasiswa dalam mempersiapkan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB), mahasiswa Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial (FPIPS) Jurusan Pendidikan Sejarah dan mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang yang ditentukan secara

purposive. Pada masing-masing jurusan dibentuk kelompok kontrol dan kelompok

(49)

121 Tabel 3.5

Kelompok Uji Coba Program Bimbingan Perkembangan

Jurusan/Fakultas Kelompok

Eksperimen Kontrol

PLB FIP 9 9

Pend. Bahasa Jepang FPBS 10 10

Pendidikan Sejarah FPIPS 9 9

Jumlah 28 28

E. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka prosedur penelitiannya ditempuh melalui tahapan-tahapan berikut:

Tahap Pertama

(50)

122 Tahap Kedua

Kegiatan yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah : (1) merumuskan model hipotetik bimbingan dan konseling perkembangan bagi mahasiswa dalam menghadapi kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga, berdasarkan hasil temuan lapangan, kajian konseptual, serta hasil-hasil penelitian terdahulu; (2) melakukan uji kelayakan model. Kegiatan ini dilaksanakan secara kolaboratif bersama pihak universitas (dosen pakar bimbingan dan konseling, dosen pembimbing akademik, pimpinan Jurusan dan Fakultas, UPT-LBK, dan wakil para mahasiswa yang dijadikan subjek penelitian); dan (3) revisi model hipotetik.

Tahap Ketiga

Pada tahap ini dilakukan kegiatan implementasi, yaitu: (1) uji lapangan model untuk mengetahui keefektifannya. Uji keefektifan model dilakukan melalui penelitian quasi eksperimen dalam bentuk non-equivalent control group

design. Desain ini hampir sama dengan pretest-posttest control group design,

hanya pada desain ini, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random; dan (2) revisi hasil uji coba lapangan.

Tahap Keempat

(51)
(52)

124 F. Teknik Analisis Data Penelitian

1. Analisis Data untuk Menjawab Pertanyaan Penelitian Pertama, Kedua, dan Ketiga

Jenis data dalam penelitian ini tergolong ordinal, karena jawaban yang terdapat dalam angket mengunakan alternatif jawaban ya dan tidak yang diberi skor 1 dan 0. Oleh karena skor 1 lebih besar dari skor 0 maka hal tersebut menunjukkan pada jenis data ordinal.

Pertama, teknik analisis untuk melihat gambaran kesiapan menikah dan

hidup berkeluarga, baik variabel, per aspek, maupun per indikatornya dengan melihat kategori tinggi dan rendah maka dihitung dengan menggunakan persentil 50, sehingga dapat dikategorikan jika X ≥ P 50 termasuk kategori siap, dan jika X

< P50 termasuk kategori belum siap (X = skor; P50 = persentil 50).

Kedua, teknik analisis data untuk melihat faktor-faktor determinan

kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga adalah regresi linear. Analisis regeresi dilakukan untuk memprediksi sejauh mana nilai variabel dependen bila nilai variabel independen diubah. Analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi sederhana artinya jumlah variabel independen sebagai prediktor, jumlahnya hanya satu.

Persamaan regresi sederhana untuk sampel adalah sebagai berikut:

bX a

Yˆ = + (Furqon, 1997:69)

dimana:

=

(53)

125 b = Angka arah atau koefisien regresi, menunjukan angka penurunan dan

peningkatan nilai variabel dependen yang didasarkan pada hubungan nilai variabel independen. Bila b (+) maka naik, bila b (-) maka terjadi penurunan.

X = Subyek variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

Sedangkan untuk harga a dan b dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

2 2

Ketiga, teknik analisis data untuk melihat upaya-upaya yang dilakukan

mahasiswa untuk meningkatkan kesiapan diri menikah dan hidup berkeluarga

adalah menggunakan teknik persentase dengan rumus :

N X

tiap upaya x 100%

(X = skor; N = jumlah sampel).

2. Analisis Kelayakan Model Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kesiapan Diri Mahasiswa dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

(54)

126 model, struktur intervensi, garis besar sesi intervensi, teknik evaluasi dan rumusan indikator keberhasilan.

Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan model, yaitu: (a) uji rasional model melibatkan pakar konseling; (b) uji keterbacaan (readability) model melibatkan mahasiswa; (c) uji kepraktisan (usebility) model bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, dilakukan dalam diskusi terfokus, membahas: (1) kontribusi model terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan bimbingan dan konseling; (2) peluang keterlaksanaan penerapan model; (3) kesesuaian model dengan kebutuhan mahasiswa; (4) kemampuan konselor untuk menerapkan model; (5) pemahaman pengelola model; (6) keterjalinan kerja sama. Diskusi terfokus untuk menganalisis kepraktisan model dengan melibatkan: dosen pembimbing akademik dan kemahasiswaan serta mahasiswa UPI semester enam. 3. Analisis Efektivitas Model Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan

Kesiapan Diri Mahasiswa dalam Menghadapi Pernikahan dan Hidup Berkeluarga

Analisis efektivitas model bimbingan dan konseling untuk mengembangkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, dilakukan dengan menganalisis tingkat kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga sebelum dan setelah mengikuti bimbingan dan konseling dalam pengujian lapangan model.

(55)

127

pretest-posttest control group design, hanya pada desain ini, baik pada kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random.

Pengujian efektivitas model menggunakan teknik uji perbedaan dua kelompok berpasangan dari data rata-rata skor gains ternormalisasi (normalized

gains score/NGS), yaitu:

H0 : µ eksperimen = µ kontrol

H1 : µ eksperimen > µ kontrol

Pengujian efektivitas tersebut diuji dengan metode independent sample

t-test dari data NGS menggunakan bantuan perangkat lunak (software) Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17.0 for Windows. Dasar pengambilan

keputusannya dengan melihat perbandingan nilai Sig. (2-tailed) dengan α , yaitu jika nilai Sig. (2-tailed) < α (0,05) maka H ditolak. 0

Prosedur pengujian efektivitias tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, menghitung NGS kelompok eksperimen dan kontrol pada setiap variabel menggunakan rumus berikut. (Coletta, V.P., Phillips, J.A., & Steinert, J.J., 2007).

etest

Kedua, menguji normalitas data gains kedua kelompok. Pengujian

normalitas data gains dilakukan dengan dengan statistik uji Z Kolmogrov-Smirnov (p>0,05) dengan menggunakan bantuan SPSS 17.0.

Ketiga, menguji homogenitas varians data gains kedua kelompok (p>0,05)

(56)

128

Keempat, uji perbedaan (efektivitas) model menggunakan uji t independent

(Independent sample t test) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Hipotesis

H0 : µ eksperimen = µ kontrol

Kedua rata-rata gain populasi adalah identik ( rata rata gain populasi kelas kontrol dengan kelas eksperimen adalah tidak berbeda secara nyata)

H1 : µ eksperimen > µ kontrol

Kedua rata-rata gain populasi adalah tidak identik (rata rata gain populasi kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah berbeda secara nyata)

b. Dasar Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan dua cara, yaitu membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau dengan membandingkan nilai probabilitas yang diperoleh dengan α=0,05.

Berdasarkan nilai t hitung:

Terima H0 jika – t 1- ½α < t hitung < t 1- ½α , dimana t 1- ½α didapat

dari daftar tabel t dengan dk = ( n1 + n2 – 1) dan peluang 1- ½α . Untuk

harga-harga t lainnya H0 ditolak.

Berdasarkan angka probabilitas (nilai p ): a. Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak

b. Jika nilai p > 0,05, maka H0 diterima

(57)

129

1 2

Hitung

2 2

1 2

1 2

Y Y

t

n n

S S

− =

+

Dimana :

1

Y = rata rata data control

2

Y = rata rata data eksperimen n1 = banyak sampel kelas kontrol

n2 = banyak sampel kelas eksperimen

s12 = varians kelompok kontrol

s22 = varians kelompok eksperimen

(Furqon, 1997:167)

(58)

256 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi secara keseluruhan baik secara landasan teoritis hasil kajian kepustakaan maupun landasan empiris hasil temuan lapangan tentang model bimbingan dan konseling perkembangan untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut.

(59)

257

yang relatif lebih rendah dibanding dengan aspek-aspek lainnya adalah aspek memilih pasangan hidup. Demikian pula ditinjau dari masing-masing indikator yang berada pada setiap aspek, meskipun gambaran hasil secara keseluruhan cenderung berada pada kategori tinggi, namun ada tiga buah indikator yang menunjukkan gambaran kesiapan diri yang relatif lebih rendah dibanding dengan indikator-indikator lainya adalah indikator kesiapan fisik, kesiapan diri menghadapi proses kehamilan, dan kesiapan diri melaksanakan peran sebagai suami atau isteri.

(60)

258

berpengaruh terhadap kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

3. Upaya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dalam menghadapi kesiapan diri untuk menikah dan hidup berkeluarga adalah dengan cara berkonsultasi atau berdiskusi dengan berbagai pihak, dari mulai dengan keluarga terdekat, para dosen, sampai dengan kerabat, teman dan sahabat. Disamping itu mahasiswa pun berupaya mencari informasi dan menggali wawasan lewat media cetak atau berbagai referensi yang relevan; media elektronik, seperti melalui ceramah-ceramah dan dialog di radio atau televisi; melalui internet, bahkan sampai dengan cara ‘chating’. Dengan cara ‘chating’ ini beberapa mahasiswa mengutarakan pengalamannya sampai dapat menemukan jodoh dan berakhir dengan pernikahan dan hidup berkeluarga. Upaya lainnya adalah dengan cara mengikuti berbagai kegiatan yang relevan, seperti: seminar, loka-karya, bahkan ada yang mengikuti pelatihan atau kursus yang diselenggarakan oleh salah satu organisasi atau institusi tertentu.

(61)

259

dengan masalah-masalah sosial, pribadi, karir, keluarga, termasuk tentang masalah pernikahan. Namun realisasinya para mahasiswa pada umumnya membutuhkan bantuan dosen, cenderung hanya pada saat penyelesaian kebutuhan akademik, seperti: kegiatan kontrak kridit semester, penyelesaian mata kuliah yang tertunda (remedial), dan penyelesaian tugas akhir (skripsi). 5. Secara umum diperoleh bukti empirik bahwa Model Bimbingan dan

Konseling Perkembangan (MBKP) efektif untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga. Dengan kata lain hasil uji coba model menunjukkan bahwa ditinjau secara keseluruhan baik pada setiap aspek maupun indikator-indikatornya dari kesiapan diri mahasiswa untuk menikah dan hidup berkeluarga cenderung mengalami perubahan tingkat kesiapan diri yang lebih berarti (signifikan), meskipun terdapat beberapa indikator yang menunjukkan perubahan yang tidak signifikan. Jadi Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan ini, dapat memberikan kontribusi sebagai pendekatan yang efektif untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa UPI dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka rekomendasi utama sebagai out

put penelitian ini adalah produk tentang “Model Bimbingan dan Konseling

(62)

260

1. Unit Pelaksana Teknis Layanan Bimbingan dan Konseling UPI (UPT LBK UPI)

a. Mempertimbangkan MBKP sebagai bahan masukan dalam penyusunan program bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga.

b. Menggunakan MBKP untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi mahasiswa yang memerlukan informasi dan bantuan tentang masalah pernikahan dan hidup berkeluarga, sehingga mahasiswa cenderung memiliki kesiapan diri yang lebih sistematis dan efektif, khususnya bagi mahasiswa yang sedang mengikuti perkulihaan (tingkat tiga atau semester enam ke atas) termasuk mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi akhir atau penulisan skripsi (tingkat akhir).

2. Program Studi Bimbingan dan Konseling

Mengembangkan kurikulum, khususnya dalam pengembangan isi (materi) perkuliahan, baik yang terkait dengan aspek teoritis maupun praktis, sehingga para mahasiswa tidak hanya handal dalam kajian teoretis akan tetapi merekapun memiliki bekal yang mampu dalam aspek praktis.

3. Bagi para Dosen pembimbing akademik, Dosen Wali, Dosen Kemahasiswaan, juga para Dosen Mata Kuliah, seyogyanya dapat menindaklanjuti model bimbingan dan konseling perkembangan untuk meningkatkan kesiapan diri mahasiswa dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga dengan langkah-langkah berikut.

(63)

261

semester saja, namun seyogyanya memiliki jadual pertemuan yang terprogram serta disepakati secara bersama baik oleh mahasiswa maupun oleh para dosen. Dengan kata lain dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berkonsultasi, baik menyangkut masalah-masalah akademik maupun non akademik.

b. Merujuk mahasiswa ke UPT-LBK, dosen yang bersangkutan tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapi mahasiswa, khususnya yang terkait dengan masalah pernikahan dan hidup berkeluarga.

c. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berkonsultasi dengan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Salah satu caranya dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk konsultasi melalui media komunikasi.

4. Peneliti selanjutnya dapat menindaklanjuti penelitian MBKP ini dalam beberapa hal berikut.

(64)

262

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an.

Adams, G.R. & Gullota, T. (1983). Adolescence Life Experience. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Ardimen. (2000). Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling di Perguruan Tinggi dikaitkan dengan Kebutuhan Mahasiswa. Tesis. Bandung: PPs UPI. Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Jakarta:

Bumi Aksara.

Badudu & Zain. (1996). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Corsini, Raymond J. (1981). Handbook of Innovative Psychotherapies. New York: John Wiley & Sons.

Detik.com. (2005). 97,05% Mahasiswi di Yogyakarta Hilang Kegadisannya. [Online]. Tersedia di www.konseling.cjb.net.

PMPTK. (2007). Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.

Farozin, M. (1996). Pendapat dan Kebutuhan Mahasiswa Tentang Layanan Penasehatan Akademik di Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta.

Tesis. Bandung: PPs IKIP.

263

Gambar

Gambar 3.1  :  Alur Pikir Penelitian
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Kesiapan Diri Mahasiswa untuk Menikah
Tabel 3.2 Faktor-faktor Determinan Kesiapan Diri untuk Menikah
Tabel 3.4 Subjek Penelitian Penyebaran Angket tentang  Kesiapan Diri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) tingkat religiusitas pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling angkatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa aktivis kampus Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat aktualisasi diri

Problematika psikologis sering terjadi pada mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir studi. Problematika psikologis yang sering terjadi pada mahasiswa dalam menyelesaikan

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner penyesuaian diri (self adjusment) mahasiswa BK, FKIP, UNDANA dalam menyusun tugas akhir dengan

Hal ini dapat teridentifikasi dari dimensi-dimensi menurut Bandura (1977) terlihat bahwa mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi mampu untuk melakukan

Tujuan penelitian adalah mendesain program bimbingan dan konseling berdasarkan gambaran tingkat perkembangan mahasiswa semester V seluruh program studi di Fakultas

Problematika psikologis sering terjadi pada mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir studi. Problematika psikologis yang sering terjadi pada mahasiswa dalam

Pembahasan Penelitian Sebagian besar mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2020 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki konsep diri ke arah yang positif